• Tidak ada hasil yang ditemukan

DASAR-DASAR JURNALISTIK TV

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DASAR-DASAR JURNALISTIK TV"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

MODUL PERKULIAHAN

DASAR-DASAR

JURNALISTIK TV

WAWANCARA TELEVISI

Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh

Komunikasi Program

Studi Broadcasting

06

MK10230 Drs.H.Syafei.Sikumbang,M.IKom

Abstract

Kompetensi

Pokok bahasan mengenai cara melakukan wawancara, menentukan nara sumber, wawancara dilokasi.

Setelah mengikuti pokok bahasan ini setidaknya Mahasiswa dapat mengetahui cara melakukan wawancara, menentukan nara sumber, wawancara dilokasi.

(2)

WAWANCARA TELEVISI

I.WAWANCARA

Pada umumnya wawancara atau interview itu merupakan pertemuan tatap muka (face to face) antara seorang yang mengajukan pertanyaan-pertanyaan itu biasanya dipusatkan pada suatu pokok persoalan atau beberapa pokok persoalan tertentu. Dalam wawancara televisi, seorang pewawancara (interviewer) merupakan wakil dari penonton untuk mendapatkan pandangan (view) atau pendapat dari orang yang diinterview (interviewee). Akan tetapi karena siaran televisi berbeda dengan surat kabar atau majalah berita, dengan sendirinya pendekatan (approach) yang digunakan pun berlainan pula. Seorang interviewer atau Pewawancara TV haruslah memiliki hal atau kemampuan sebagai berikut:

1. Mempunyai kemampuan intelektual, setidak-tidaknya dalam bidang yang dipertanyakan. Dengan kata lain, ia harus mampu menjadikan dirinya sebagai seorang ahli seketika dalam topik yang dibicarakan. Umpamanya saja, jika seorang interviewer bukanlah seorang ahli pertambangan, tetapi karena ia mendapat tugas melakukan wawancara sekitar masalah pertambangan, maka ia harus menjadikan dirinya seorang ahli tambang dalam seketika. Caranya ialah dengan melakukan riset kilat, mempelajari serba sedikit tentang seluk-beluk pertambangan, dan sebagainya. 2. Mempunyai kemampuan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang singkat tetapi

padat, bukan pertanyaan-pertanyaan yang berpanjang-panjang. Tentu saja pertanyaan berpanjang-panjang akan menjadikan interviewer lebih banyak menyita waktu daripada waktu yang digunakan tamunya (yang diwawancarai).

3. Mempunyai kemampuan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang bisa menggali latar belakang suatu persoalan hingga penonton mendapat informasi yang relatif luas tentang hal yang dipermasalahkan.

Pendekatan yang dilakukan oleh seorang interviewer (Pewawancara) berbeda-beda bergantung kepada pokok pembicaraan. Sebuah persoalan yang serius, umpamanya masalah-masalah politik, tentulah berbeda pendekatannya dengan persoalan yang menyangkut kehidupan teater atau kebudayaan. (Idris, 1987 : 44-45)

Stasiun Televisi yang menyiarkan berita selalu melakukan wawancara televisi untuk melengkapi pemberitaan mereka. Wawancara adalah sebuah tanya jawab antara pembawa acara/presenter dengan nara sumber yang dianggap mengetahui persoalan yang akan ditanyakan kepadanya. Nara sumber diwawancarai diperlukan atas dua alasan.

(3)

Pertama; Narasumber dianggap sebagai orang yang paling mengetahui/menguasai permasalahan,

Kedua; Narasumber terlibat langsung atau tidak (hanya menyaksikan) kejadian atau peristiwa yang dijadikan topik permasalahan.

Kesimpulannya tujuan wawancara adalah untuk mendapatkan keterangan langsung dari sumber berita, yaitu keterangan langsung aktual dari pelaku atau saksi suatu peristiwa yang bernilai berita.

Pekerjaan utama seorang reporter televisi salah satunya adalah melakukan wawancara. Wawancara dilakukan untuk mendapat kejelasan tentang suatu persoalan atau masalah atau tentang suatu kejadian. Hal ini dilakukan untuk mendapat kejelasan tentang suatu fakta (misalnya dari pihak yang berwenang) tentang suatu kejadian. Wawancara dibutuhkan guna mendapat kesaksian dari pihak-pihak yang terlibat dalam suatu peristiwa, misalnya saksi mata, korban, pelaku dan sebagainya. Selain itu, bila diperlukan tanggapan dari pihak ahli, seorang reporter harus menguasai teknik atau keahlian dalam melakukan wawancara ini. Banyak kasus dimana reporter tidak menguasai teknik wawancara secara baik, sehingga ia kehilangan arah dan tidak memiliki ketajaman dari apa yang diperbincangkan. Sebuah wawancara harus berlangsung terarah dan tepat sehingga seluruh informasi apa saja yang dibutuhkan dapat keluar dari narasumber secara maksimal. Seorang pewawancara yang tidak menguasai teknik wawancara yang baik terkadang suka membiiarkan nara sumber berbicara secara melebar dan meluas, sehingga tidak memiliki fokus. Namun dilain pihak ada pewawancara yang agresif, suka memojokkan dan terkesan overacting. Pewawancara seperti ini suka memotong pebicaraan narasumber yang terkadang justru tengah mengungkapkan informasi yang menarik, sehingga informasi yang berharga tidak terungkap dan hilang begitu saja karena dialihkan oleh pewawancara. Pewawancara tidak mampu mengembangkan jawaban yang diberikan karena memang tidak memperhatikan dengan seksama jawaban dari narasumber, sehingga penjelasan menjadi tidak lengkap. Pewawancara tidak boleh sibuk dengan pernyataannya sendiri sehingga tidak mendengarkan apa jawaban nara sumber.

Seorang pewawancara yang baik harus dapat mengantisipasi kemungkinan adanya keterangan yang menarik dan baru (actual) yang belum pernah diucapkan sebelumnya. Jika ini yang terjadi, pewawancara harus dapat mengejarnya dan menggali lebih dalam. Melalui wawancara televisi, penonton akan mendapatkan informasi dari tangan pertama, misalnya dari orang yang memutuskan sesuatu kebijakan. Selain itu penonton dapat melihat langsung wajah atau mimik, ekpresi, dan emosi yang diwawancarai dan ini memberi dampak

(4)

psikologis yang lebih besar dibanding dengan kutipan wawancara yang dimuat dimedia cetak. Reporter dan juru kamera yang baik harus dapat mengambil moment dimana orang diwawancarai sedang mengeluarkan perasaan jiwanya yang paling dalam, sehingga mampu memberi dampak dramatis dan tentu saja menarik perhatian penonton televisi, yang pada akhirnya menaikkan rating program berita televisi tersebut.

II.TEMPAT ATAU LOKASI WAWANCARA

Melihat tempat penyelenggaraan wawancara dapat dibagi dua seperti sebagai berikut:

1. Wawancara distudio oleh presenter, 2. Wawancara dilokasi oleh reporter.

1.WAWANCARA DI STUDIO

Sebagian besar wawancara berita televisi dilakukan pada lokasi diluar studio. Istilah untuk kutipan wawancara yang diambil dari lokasi ini ada tiga , yaitu SOT( Sound on tape), sound bite dan sync. Istilah mana yang digunakan tergantung dari masing-masing stasiun televisi. Kutipan wawancara ini biasanya dikemas dalam paket berita atau diletakkan menyusul suatu berita (VO) Voice over. SOT yang diletakkan setelah VO dalam suatu program berita televisi disebut sebagai VO-SOT. Durasi suatu soundbite bisanya antara 15-25 detik, dan pertanyaan yang diajukan reporter dalam paket atau format VO-SOT biasanya sudah diedit. Wawancara distudio akan memberikan waktu lebih banyak dan juga informasi yang lebih lengkap yang dapat diperoleh dari narasumber. Wawancara yang dilakukan dalam studio adalah efektif jika narasumber adalah orang yang memiliki otoritas dalam sebuah kebijakan yang controversial atau tidak popular. Dalam wawancara distudio, presenter akan memegang peranan yang besar dalam menggali informasi yang lebih dalam dan biasanya wawancara studio dilakukan secara live atau langsung. Pembawa acara mempunyai banyak waktu untuk menanyakan pertanyaan tambahan jika narasumber berubah menjadi menghindar. Presenter dapat secara gigih mengajukan rangkaian pertanyaan.

2. WAWANCARA DI LOKASI

Wawancara dilokasi adalah wawancara yang dilakukan diluar studio, misalnya dijalan, pasar, pabrik, dan lain-lain. Dalam wawancara yang dilapangan ini reporter biasanya akan memilih cuplikan wawancara (sound bite) yang paling bagus dan menarik dari orang yang diwawancarai (narasumber) untuk kemudian diedit kedalam paket beritanya.Tujuan dari

(5)

wawancara yang dilokasi ini adalah untuk memberi kesempatan kepada pemirsa untuk dapat melihat dan mendengar individu yang menjadi objek berita. Wawancara ini akan memperkuat dan memperjelas berita yang akan disampaikan sehingga berita tersebut memiliki kredibilitas dan dapat dipercaya. Untuk melakukan wawancara ini reporter harus memastikan bahwa sumber yang dipilih untuk diwawancarai memiliki kewenangan (otoritas) atau opini yang cukup representatif. (Morissan, 2005 : 47)

III.CARA MELAKUKAN WAWANCARA

Menurut Charles Coates tentang wawancara televisi dalam (Suwardi 2006:185-187) didunia penyiaran pada umumnya ada empat cara untuk melakukan wawancara yang dapat diterapkan, yakni :

1.Wawancara tanpa kamera 2.Wawancara dengan satu kamera

3.Wawancara dengan lebih dari satu camera 4.Live Remote Interview

1.WAWANCARA TANPA KAMERA

Wawancara seperti ini umum dilakukan oleh reporter untuk menggali isi dan substansi berita yang akan disiarkan. Penggalian bahan dilakukan dengan bertanya kepada saksi mata suatu peristiwa atau narasumber ataupun orang tertentu yang dinilai relevan dengan peristiwa yang terjadi. Wawancara ini juga dimaksudkan untuk memperoleh pendapat umum mengenai suatu peristiwa. Dalam hal ini, keterangan saksi mata, narasumber, ataupun orang tertentu yang dinilai relevan dengan peristiwa yang terjadi tidaklah direkam secara audio visual melalui pemanfaatan kamera. Wawancara seperti ini dapat dilakukan secara tatap muka atau melalui pemanfaatan pesawat telepon dan email. Tujuan wawancara ini adalah untuk menggali sebanyak mungkin informasi actual dan akurat menyangkut suatu peristiwa atau kejadian.

2.WAWANCARA DENGAN SATU KAMERA

Dalam hal ini, wawancara yang dilakukan direkam audio visualnya dengan menggunakan satu kamera, untuk kemudian dijadikan bahan penguat berita yang akan disiarkan. Persyaratan pokok wawancara ini tetap sama, yakni yang dihadirkan adalah orang, saksi mata, atau narasumber yang berkompeten dan memiliki relevansi erat dengan

(6)

peristiwa yang dimintakan pendapatnya melalui tanya jawab. Wawancara dengan memanfaatkan satu kamera biasanya dilakukan diluar studio, terutama dalam liputan-liputan berita. Wawancara dilakukan dengan rentang waktu penyiaran yang relatif singkat. Penyelenggaraan dapat dilakukan melalui rekaman, dan dapat pula dilakukan dalam rangkaian siaran langsung atau live report. Umumnya wawancara seperti ini berdurasi singkat. Narasumber yang diwawancarai bisa saja lebih dari satu orang. Biasanya pengambilan gambar atau perekaman gambar dan suara dilakukan secara bergantian untuk tiap narasumber. Pewawancara dalam hal ini bisa saja melakukan stand up (reporter langsung melaporkan kejadian, peristiwa atau kondisi objek berita langsung dari tempat) atau tidak tampil sama sekali.

3.WAWANCARA DENGAN LEBIH DARI SATU KAMERA

Bentuk wawancara menggunakan lebih dari satu kamera dilakukan untuk wawancara panjang atau berdurasi lama. Narasumber yang dihadirkan biasanya lebih dari satu orang. Wawancara seperti ini dapat dilakukan baik diluar studio (outdoors) maupun didalam studio (indoors). Penyelenggaraannya dapat dilakukan dalam bentuk rekaman maupun siaran langsung (live) report. Persiapan untuk menyelenggarakan wawancara dengan lebih dari satu kamera relatif rumit, sebab wawancara seperti ini membutuhkan lebih banyak peralatan teknik seperti audio mixer, video mixer, lighting system, camera. Disamping peralatan-peralatan tersebut, perlu adanya tata suara, tata artistik, tata lampu yang baik. Dalam pelaksanaannya, komposisi gambar, perlakuan dan distribusi pertanyaan kepada nara sumber harus berimbang. Apabila wawancara lebih dari satu kamera ini merupakan siaran langsung, maka faktor teknis menyangkut satelit, durasi atau waktu yang disediakan juga harus diperhatikan. Pewawancara harus menggali dan mengetengahkan ulasan atau pendapat yang mendalam menyangkut suatu peristiwa dari narasumber.

4.LIVE REMOTE INTERVIEW

Wawancara dilakukan secara langsung, namun pewawancara maupun nara sumber tidak tatapan muka secara langsung. Hal ini sering dilakukan dalam siaran televisi, dimana suatu program Tanya jawab dilakukan dengan satu atau lebih narasumber yang berada disuatu lokasi diluar studio, misalnya pewawancara berada distudio dijakarta, sedangkan narasumber di Medan dan Surabaya, dan boleh jadi diruang kerjanya. Pelaksanaan wawancara dengan cara live remote jauh lebih sukar dan beresiko dibandingkan wawancara distudio. Oleh sebab itu untuk penyelenggaraannya diperlukan kesiapan teknis yang matang, kalau tidak kemungkinan kehilangan suara atau gambar sewaktu siaran wawancara berlangsung akan terjadi. Pelaksanaan Live remote interview juga sangat bergantung pada

(7)

baik tidaknya kualitas satelit serta sarana komunikasi. Live remote interview juga dapat dilakukan secara call in show atau intraktif byphone dengan narasumber yang berada ditempat-tempat tertentu. Pada wawancara seperti ini, kualitas suara yang dihasilkan harus benar-benar prima, agar penonton tidak terganggu dan mudah memahami ulasan atau komentar nara sumber yang diwawancarai melalui saluran telepon tersebut. (Suwardi 2006:185-187)

IV.TIPE DAN JENIS WAWANCARA

Wawancara dapat digolongkan kedalam tiga jenis sebagai berikut :

1.Wawancara bersifat investigative terhadap subjek atau hard exposure bertujuan

menyelidiki sesuatu persoalan atau peristiwa dengan meminta tanggapan dari nara sumber

atau interviewee. Wawancara tipe ini biasanya diselenggarakan untuk keperluan

kepentingan siaran berita. .

2.Wawancara untuk keperluan penggalian informasi, wawancara ini dilakukan dengan menghadirkan pejabat atau para ahli dengan pokok bahasan menyangkut kebijakan pemerintah. Tipe ini menempatkan kepentingan pemirsa pada layar, oleh karena itu

wawancara informational umumnya bersifat deskriftif dalam arti memberi penjelasan kepada

pemirsa tentang sesuatu yang penting. 3.Wawancara emosional, wawancara seperti ini melibatkan emosi pemirsa, dan dilakukan dengan tujuan menggali sebanyak-banyaknya pendapat dan perasaan interviewee terhadap suatu peristiwa atau persoalan. Tujuan wawancara emosional adalah memberi pemahaman tentang pikiran narasumber, sehingga pemirsa dapat memahami suatu persolan yang dijadikan topic bahasan secara lebih baik dalam batasan–batasan yang wajar. Misalnya wawancara antara reporter TV dengan korban bencana alam, kejahatan, perkosaan, dan seterusnya. Disini pewawancara harus mampu menunjukkan perasaan yang peka dalam menangani situasi, mampu menunjukkan empati, dan bahkan rasa prihatinnya terhadap

persoalan yang dibahas.(Suwardi, 2006 : 187)

V. MENENTUKAN NARASUMBER

Wawancara dilakukan berdasarkan pertanyaan yang timbul menyusul adanya suatu peristiwa yang memiliki nilai berita. Bagi seorang reporter pemula terkadang sulit untuk menentukan siapa pihak-pihak yang perlu diwawancarai itu, Siapa yang bertanggung jawab? Dan apa pertanyaan yang harus diajukan kepada narasumber? Seringkali narasumber menjawab seperti ini : Lho, jangan ditanyakan kepada saya dong, Tanya saja kepada siAnu….. Ungkapan ini seperti bisa terjadi jika reporter tidak tepat memilih narasumber, dia tidak tahu secara pasti siapa yang perlu diwawancarai, siapa yang harus

(8)

bertanggung jawab. Prinsip liputan berita harus berimbang (cover bothside) mengharuskan reporter mewawancarai lebih dari satu narasumber.

Sebagai contoh bila ada suatu peristiwa pemogokan guru maka penonton pasti akan terpengaruh, terutama bagi mereka yang memiliki anak yang masih bersekolah. Orang tua khawatir pemogokan itu akan membuat anak tidak bersekolah dan terlantar berkeliaran dijalan. Penonton akan gusar dan marah dengan orang-orang yang bertanggungjawab yang menjadi penyebab pemogokan. Penonton menghendaki agar orang-orang yang terlibat dalam pemogokan ditanyai. Reporter televisi harus mewakili rasa gusar orang tua terhadap pemogokan ini. Siapakah yang harus diwawancarai dalam peristiwa ini? Yang pertama adalah guru atau asosiasi guru untuk menanyakan kenapa mereka mogok. Jika masalahnya terkait dengan kebijakan pemerintah, maka Menteri Pendidikan perlu juga diwawancarai. Wawancara kepada pelajar yang tidak dapat belajar juga dilakukan, juga kepada pengamat (ahli), dan orang tua murid yang merasa khawatir dengan situasi tersebut. Narasumber dari suatu wawancara biasanya memiliki latar belakang yang tidak sama. Nara sumber yang akan diwawancarai secara garis besar dapat digolongkan kedalam empat kelompok besar jika dilihat dari kepentingan yang mereka wakili, yaitu;

1. Pemerintah atau penguasa;

2. Kelompok ahli atau pakar dan pengamat 3. Orang terkenal (celebrity);

4. Masyarakat biasa (man in the street)

Setiap kelompok ini berbeda cara pendekatannya. Reporter atau presenter harus memiliki strategi yang berbeda ketika mewawancarai masing-masing kelompok. Pertanyaan yang diajukan pada kelompok pertama (pemerintah dan penguasa) harus dapat memberi jawaban terhadap alasan-alasan yang dikeluarkannya suatu kebijakan atau keputusan. Pertanyaan kepada pakar lebih kepada pandangan atau pendapat terhadap kebijakan itu, apakah baik atau buruk dan apa implikasinya kepada masyarakat dan bagaimana jalan keluarnya. Pertanyaan kepada golongan ketiga ialah mengenai satu peristiwa yang sedang hangat diperbincangkan dimasyarakat, sedangkan hal yang ditanyakan kepada kelompok keempat adalah tanggapan mereka mengenai kebjakan pemerintah yang mempunyai implikasi kepada kehidupan masyarakat. Jika narasumber yang akan diwawancarai adalah seorang politisi, maka perlu diingat bahwa politisi akan selalu memajukan atau mempromosikan agenda politiknya saja. Presenter atau reporter perlu mengetahui apa pendapat dari para lawan-lawan politiknya serta pandangan para pengamat mengenai agenda politik sipolitisi

(9)

itu. Pandangan dari para pesaing dan pengamat akan membuat wawancara menjadi seimbang dan adil serta tidak hanya menampilkan pendapat satu arah saja. Jika reporter harus mewawancarai satu saksi mata atau tim penyelamat dalam suatu kecelakaan atau suatu bencana alam, cobalah untuk membayangkan suasana kecelakaan dikepala, pikirkan apa yang mungkin dapat diceritakan oleh orang yang akan diwawancarai. Contoh reporter diminta mewawancarai tim penyelamat dari satu kecelakan kapal laut, maka pertanyaan harus diajukan antara lain sebagai berikut.

-- Berapa orang penumpamg yang ada diatas kapal? -- Berapa orang tewas atau meninggal dunia?

-- Apakah operasi pertolongan tengah berlangsung?

-- Apakah tim penyelamat mempunyai kemampuan untuk menyelamatkan? -- Apakah kapal memuat terlalu banyak penumpang?

-- Apakah pengelolola kapal Fery memiliki reputasi yang baik selama ini? -- Bagaimana dengan kondisi kapal?( Morissan, 2005 : 44-46)

(10)

Daftar Pustaka

Harahap, Arifin, 2006. Jurnalistik Televisi, Teknik memburu dan Menulis Berita, PT

Gramedia Jakarta.

Idris Soewardi, 1987. Jurnalistik Televisi, Remaja Karya CV Bandung

Morissan, 2005. Jurnalistik Televisi Mutakhir, Ramdina Prakarsa, Tanggerang

Referensi

Dokumen terkait

inicijalne verzije C# jezika dodavala se podrška za rad funkcionalnog programa, reaktivnog, programa s više dretava i sl. Konstantnim razvijanjem C# jezika povećava

Setiap kumpulan diberi peta yang serupa (lebih elok setiap ahli BSMM diberi setiap seorang) dan mereka diberi beberapa soalan (tugasan), misalnya: mencari grid beberapa

Pembuatan program aplikasi pengolahan data pinjaman di koperasi ar-roja mulya sukarindik dapat membantu petugas admin untuk mengatasi masalah yang ada sehingga laporan pun dapat

Pada komponen pendapatan rumah tangga kini terdapat 29 dari 33 provinsi yang nilai indeksnya menunjukkan perbaikan kondisi ekonomi, sedangkan pada komponen pengaruh inflasi

Tabel 5.8: Tabulasi Silang Hubungan Antara Penerapan Discharge Planning dengan Tingkat Kemandirian Pasien Diabetes Mellitus di Rumah Sakit Umum Anwar Medika

Dari hasil optimasi, diperoleh bahwa konsentrasi furfural cenderung meningkat pada saat temperatur dan waktu hidrolisa yang tinggi, karena adanya pembentukan asam

atau belum tahu manfaat imunisasi bagi anak, tetapi barang kali juga karena rumahnya terlalu jauh dengan pelayanan kesehatan tempat mengimunisasi anaknya

Atmadilaga (1975) menyatakan bahwa usaha ternak rakyat atau usaha ternak tradisional adalah suatu kegiatan usaha dalam memanfaatkan ternak dengan cara statis menurut tradisi