PROSES INTERNALISASI SABDA BAHAGIA YESUS DALAM MENGHAYATI KAUL KEMISKINAN
DI TENGAH BUDAYA MEDIA TELEVISI MELALUI KATEKESE AUDIO VISUAL
DI NOVISIAT URSULIN BANDUNG
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik
Oleh:
Angela Yayah Rodiah NIM: 021124024
PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2007
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan untuk yang tercinta Orang tua dan kakak,
Tarekat Ordo Santa Ursula, Para Novis
dan
Magistra Novisiat Ursulin
MOTTO
“Bertindaklah, Majulah, Percayalah, Yakinlah,
Berserulah kepada-Nya dengan segenap hati Anda,
Anda akan menyaksikan hal-hal yang mengagumkan bila Anda mengarahkan segalanya demi kemuliaan Allah dan keselamatan jiwa-jiwa”.
(Prakata Nasihat St. Angela No. 17-18)
ABSTRAK
Judul skripsi ini adalah: PROSES INTERNALISASI SABDA BAHAGIA YESUS DALAM MENGHAYATI KAUL KEMISKINAN DI TENGAH BUDAYA MEDIA TELEVISI MELALUI KATEKESE AUDIO VISUAL DI NOVISIAT URSULIN BANDUNG. Penulis memilih judul ini sebagai upaya untuk menginternalisasikan Sabda Bahagia Yesus dalam penghayatan kaul kemiskinan dengan katekese audio visual. Kekuatan katekese audio visual dengan pendekatan yang penuh gambar, imajinasi, dan cerita yang mampu menyentuh emosi seseorang secara mendalam bisa menjadi salah satu cara dalam upaya menginternalisasikan Sabda Bahagia Yesus di jaman ini.
Sabda Bahagia Yesus yang dihayati dalam penghayatan kaul kemiskinan menuntut penyangkalan diri, askese, kesederhanaan dan kerendahan hati, sedangkan nilai-nilai sabda bahagia modern yang diusung melalui media televisi menawarkan nilai-nilai yang bertentangan dengan Sabda Bahagia Yesus. Pola hidup yang ditawarkan sabda bahagia modern adalah dengan pola hidup yang serba cepat, serba mudah dan praktis serta mengagungkan aspek kenikmatan, kesenangan, dan kepuasan sesaat. Manusia dijauhkan dari makna hidup dan hanya mengejar segala bentuk kebahagiaan sesaat yang membuat manusia kian terasing dengan dirinya, sesama dan lingkungannya bahkan dengan Tuhan pemberi kehidupan dan kebahagiaan sejati. Budaya yang ditawarkan sabda bahagia modern adalah budaya kematian dan kehancuran di segala aspek kehidupan, namun memberikan keuntungan bagi segelintir orang
Penelitian terhadap para novis Ursulin dimaksudkan untuk memperoleh gambaran tentang pergulatan para novis dalam upaya menghayati Sabda Bahagia Yesus dalam kaul kemiskinan di tengah tantangan budaya media televisi. Jenis penelitan yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan metode pengumpulan data wawancara terstruktur. Dari hasil penelitian diketahui bahwa nilai-nilai sabda bahagia modern seperti cari mudah, cari gampang, praktis, cari kesenangan dan kepuasan sendiri menjadi faktor penghambat dalam proses olah diri dan olah rohani. Para novis juga menyadari bahwa tantangan ini harus dihadapi dengan sungguh-sungguh. Pendampingan dalam pembinaan baik segi rohani maupun dalam perkembangan kepribadian dan hidup bersama secara intensif diikuti dengan kesungguhan. Latihan terus menerus dari hal-hal yang sederhana, merefleksikan dan memaknainya dalam terang iman.
Eksperimen katekese audio visual dengan metode SOTARAE dan naratif eksperiensial yang dilaksanakan di Novisiat Ursulin memperoleh tanggapan positif baik dari peserta maupun dari pembimbing novis. Dari pelaksanaan eksperimen sederhana ditemukan manfaat katekese audio visual. Pertama: katekese audio visual membantu peserta untuk menganalisis media dan membangun sikap kritis terhadap pengaruh-pengaruhnya. Kedua: katekese audio visual membantu proses internalisasi Sabda Bahagia Yesus dalam penghayatan kemiskinan dengan menjadikan Kristus satu-satunya harta. Ketiga: katekese audio visual merupakan sumbangan dalam proses pembinaan di novisiat untuk semakin meningkatkan kualitas hidup religius dan kualitas pewarta Kerajaan Allah supaya semakin banyak orang mengalami kebahagiaan sejati seperti yang dijanjikan oleh Kristus sendiri.
ABSTRACT
The title of this thesis is: THE INTERNALIZATION PROCESS OF THE BEATITUDES OF JESUS IN INSPIRING THE VOW OF POVERTY IN THE MIDST OF TELEVISION CULTURE THROUGH AUDIO VISUAL CATECHISM AT NOVISIAT URSULIN BANDUNG. The writer chooses this title as an efforts to internalize the beautitudes of Jesus in inspiring the vow of poverty through audio visual catechism. The power of the audio visual catechism through pictures, imagination and stories can be a way to internalize the beautitudes of Jesus.
In one side, the beautitudes of Jesus, especially the implementation of the vow of poverty, demands a self denial, ascetic, simplicity, and modesty. In other side, the beautitudes of modern time brought by the television culture offer values which are against the beautitudes of Jesus. The beautitudes of modern time offer instant pleasure and easy-practical life styles. Human beings are kept away from the meaning of life and are invited to look for all kinds of temporal happiness that make them being alienated from their self, others, environment, and even from God. the beautitudes of modern time offer a culture of death and the destruction of all aspects of life, and just give the benefit for certain group of people.
A research was organized among the novices of St. Ursula Congregation to get the description of how the novices struggle to implement the beautitudes of Jesus, especially the vow of poverty in the midst of television culture. In this survey the writer used a qualitative approach to get the data, i.e. through structured interview. From this research, the writer knows that the values of modern life style such as instant pleasure, self satisfaction and easy going mentality become the barrier of formation of self and spirituality. The novices realize that these challenges should be faced seriously. The formation of spiritual life should be followed intensively and seriously. The novices should spend time for simple spiritual training, reflection of all aspects of life, and getting meaning in faith perspectives.
The experiment of audio visual catechism using SOTARAE and a narrative-experiential method was conducted at Novisiat Ursulin. This experiment got positive responds both from the novices and novices’ counselor. There are some advantages audio visual catechism. First, the audio visual catechism helps the novices to analyze media and to form critical thinking among the novices toward the effects of media. Second, the audio visual catechism helps the novices to internalize the beautitudes of Jesus especially the vow of poverty. They realize that Jesus is only their property. Third, the study attempts to make the audio visual catechism as contribution to the process of formation for the novices, to improve the quality of religious life and the quality of the proclamation of the kingdom of God, so that many people will exsperience happiness as Jesus had promised to them.
KATA PENGANTAR
“Pujilah Tuhan hai jiwaku! Pujilah nama-Nya yang kudus, hai segenap batinku! Pujilah Tuhan, hai jiwaku, dan janganlah lupakan segala kebaikan-Nya!” (Mzm 103:1-2). Bersama pemazmur penulis melambungkan syukur dan pujian kepada Allah yang selalu setia dan mencintainya tiada batas. Ia telah melimpahkan rahmat dan berkat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini dibuat dalam rangka memenuhi tuntutan akademis untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan di Universitas Sanatha Darma Yogyakarta.
Penulis juga bersyukur atas bantuan banyak pihak yang mendukung penulis dengan tulus baik secara materiil maupun moril. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menghaturkan limpah terima kasih dan penghormatan yang sebesar-besarnya kepada:
1. Drs. Y.I. Iswarahadi, S.J., M.A, selaku dosen pembimbing utama yang selalu meluangkan waktu, memberi arahan, pengertian yang tulus dan kesabaran dalam membimbing, memotivasi dan semangat hingga terselesaikannya skripsi ini. 2. F.X. Dapiyanta, SFK, M.Pd, selaku dosen penelitian dan pembimbing dua yang
telah bersedia membimbing dengan penuh perhatian, sabar, dan teliti dalam proses penelitian.
3. P. Banyu Dewa, HS, S.Ag., M.Si, selaku dosen pembimbing akademik dan penguji yang selalu memberikan semangat, mengingatkan, dan membantu dalam kelancaran studi sampai pada penulisan skripsi ini.
4. Sr. Maria Dolorosa Sasmita, OSU dan para dewan Ordo St Ursula Propinsi Indonesia yang telah memberikan kesempatan, kepercayaan, dukungan dan pengertian kepada penulis untuk menempuh studi di IPPAK-USD.
5. Sr. Martini Suwitahartana, OSU dan saudari-saudariku tercinta di komunitas Ursulin Yogyakarta yang senantiasa membangun suasana penuh keakraban dan kekeluargaan yang sangat mendukung dalam proses studi, perkembangan kepribadian dan peneguhan dalam hidup panggilan.
6. Drs. F.X. Heryatno Wono Wulung, S.J, M.Ed, selaku Kaprodi IPPAK-USD dan staff dosen dan karyawan yang selalu sabar, penuh pengabdian dan ketulusan dalam membagikan ilmu dan selalu berusaha menciptakan suasana kampus yang penuh persaudaraan dan keakraban selama kami studi.
7. Sr. Reinilda Wuga, OSU dan para novis Ursulin yang selalu siap sedia membantu dengan penuh keterbukaan dan persaudaraan dalam proses penelitian dan eksperimen katekese audio visual di Novisiat Ursulin.
8. Sr. Herlina Nogo Manuk, OSU dan Sr. Elisabeth Janul, OSU yang telah bersedia menjadi pengamat dengan penuh ketulusan dan kesabaran sehingga memperlancar proses eksperimen katekese audio visual.
9. Keluarga besar Studio Audio Visual Puskat yang selalu memberikan tempat bimbingan dan membantu dalam hal sarana yang menunjang penulisan skripsi ini.
10.Para sahabat dan rekan mahasiswa khususnya angkatan 2002 dengan segala kekhasannya yang membuat suasana selalu gembira, saling mendukung dan
penuh persahabatan dalam studi maupun dalam mengembangkan kepribadian masing-masing.
11.Keluargaku tercinta yang selalu memberikan cinta, perhatian, dukungan dan doa untuk kelancaran studiku maupun dalam menjalani hidup panggilanku.
12.Para sahabat dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang dengan caranya masing-masing memberikan bantuan, dukungan, cinta dan doa, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
Penulis menyadari akan segala keterbatasan dan kekurangan dalam penulisan skripsi ini, sehingga skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis menerima segala kritik dan saran yang membangun demi penyempurnaan skripsi ini dengan terbuka dan senang hati.
Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat dan berguna bagi siapa saja yang membutuhkannya. Dan semoga semua orang sungguh berbahagia.
Yogyakarta, 29 Maret 2007 Penulis
Angela Yayah Rodiah
DAFTAR SINGKATAN
A. SINGKATAN KITAB SUCI
Q : Quelle adalah “sumber” huruf atau kode yang menunjukkan suatu “tradisi rangkap”, yaitu tradisi yang melatarbelakangi Matius dan Lukas yang independen dari Markus.
KS : Kitab Suci
Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti singkatan yang terdapat dalam daftar singkatan Alkitab Deuterokanonika (1995) terbitan Lembaga Alkitab Indonesia.
B. SINGKATAN DOKUMEN RESMI GEREJA
IM : Inter Mirifica adalah dekrit tentang upaya-upaya komunikasi sosial yang disusun oleh Paus Paulus VI bersama dengan Bapa-bapa Konsili Vatikan II
PC : Perfectae Caritatis adalah dekrit Konsili Vatikan II tentang Pembaharuan dan Penyesuaian Hidup Religius, 28 Oktober 1965 LG : Lumen Gentium adalah konstitusi dogmatis tentang Gereja,
Konsili Vatikan II , 21 november 1964
VC : Vita Consecrata adalah anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II tentang Hidup Bakti bagi para Religius yang dikeluarkan pada Hari Raya Santa Perawan Maria menerima Warta Gembira, 25 Maret 1996
AN : Aetatis Novae adalah suatu Instruksi Pastoral yang baru tentang komunikasi sosial, tanggal 17 Maret 1992
Kan : Kanon
KHK : Kitab Hukum Kanonik (Codex Iuris Canonici), diundangkan oleh Paus Yohanes Paulus II, 25 januari 1983.
GS : Gaudium et Spes, Konstitusi Pastoral Konsili Vatikan II tentang Gereja di dunia dewasa ini, 7 Desember 1975
C. SINGKATAN LAIN
Art. : Artikel
St : Santo/Santa
Konst : Konstitusi
TV : Televisi
Kor : Korintus Lih : Lihat
OSU : Ordo Santa Ursula
SOTARAE : Suatu petunjuk untuk menganalisa sebuah dokumen dari kelompok group media (Situasi, Observasi, Tema, Analisis, Rangkuman, Aksi dan Evaluasi)
PAK : Pendidikan Agama Katolik AV : Audio Visual
VCD : Video Compact Disk
Dokpen : Departemen Komunikasi dan Penerangan KWI : Konferensi Waligereja Indonesia
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
MOTTO ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... viii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR SINGKATAN ... xii
DAFTAR ISI ... xiv
BAB I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG ... 1
B. RUMUSAN MASALAH... 8
C. TUJUAN PENULISAN... 8
D. MANFAAT PENULISAN ... 9
E. METODE PENULISAN... 9
F. SISTEMATIKA PENULISAN... 10
BAB II. SABDA BAHAGIA YESUS MENURUT MATIUS 5 : 1-12 TERHADAP PENGHAYATAN KAUL KEMISKINAN A. SABDA BAHAGIA YESUS MENURUT MATIUS 5 : 1-12 ... 12
1. Teks dan Bentuk Sastranya... 12
2. Perbandingan Teks Matius dan Lukas ... 14
3. Pembagian Teks Sabda Bahagia Yesus dalam Matius 5:1-12... 17
4. Tafsir Sabda Bahagia Yesus dalam Matius 5:1-12 ... 17
B. SABDA BAHAGIA YESUS BAGI PENGHAYATAN KAUL KEMISKINAN ... 35
1. Pengertian Kaul Kemiskinan ... 35
2. Kaul Kemiskinan dalam Ordo Santa Ursula ... 37
3. Sabda Bahagia Yesus bagi Penghayatan Kaul Kemiskinan ... 39
BAB III. SABDA BAHAGIA YESUS BAGI PENGHAYATAN KAUL KEMISKINAN DI TENGAH BUDAYA MEDIA TELEVISI A. PERAN MEDIA TELEVISI DAN PENGARUHNYA BAGI KEHIDUPAN MANUSIA ... 42
1. Lahirnya Media Televisi dan Sumbangan Positifnya... 42
2. Dampak Media Televisi bagi Kehidupan Masyarakat ... 47
a. Program-Program Siaran Televisi ... 48
b. Hasil Analisis Program Siaran Televisi ... 55
c. Pengaruh Media Televisi terhadap Kehidupan Masyarakat ... 58
3. Seruan Bapa Gereja terhadap Penggunaan Media ... 62
a. Inter Mirifica ... 62
b. Aetatis Novae ... 64
c. Seruan Paus Benediktus XVI ... 66
4. Analisis Kritis terhadap Media Televisi ... 68
a. Semiotik: membaca TV sebagai Tanda dan Simbol ... 69
b. Pendekatan Psikologi: Membaca TV sebagai Pabrik Mimpi ... 69
c. Pendekatan Kritis Ideologis ... 69
B. TANTANGAN PENGHAYATAN KAUL KEMISKINAN DI TENGAH BUDAYA MEDIA TELEVISI ... 71
1. Televisi dan Nilai-Nilai Sabda Bahagia Modern ... 71
a. Situasi dan kenyataan hidup yang mau diangkat ... 72
b. Nilai-nilai yang membentuk gaya hidup ... 72
c. Mentalitas yang dimunculkan ... 74
2. Sabda Bahagia Yesus di Tengah Tantangan Nilai Sabda Bahagia Modern yang Diusung Media Televisi ... 75
3. Sabda Bahagia Yesus dalam Penghayatan Kaul Kemiskinan di Tengah Budaya Media Televisi ... 81
a. Praktik Lama ... 83
b. Keadaan Jaman ... 83
c. Reorientasi ... 84
d. Kendala dan Persoalan ... 85
e. Pembaharuan Hidup ... 86
BAB IV. PENELITIAN, HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN MENGENAI MEDIA TELEVISI DAN SABDA BAHAGIA DALAM PENGHAYATAN KAUL KEMISKINAN PARA NOVIS URSULIN BANDUNG A. GAMBARAN PENELITIAN DI NOVISIAT URSULIN ... 89
1. Latar Belakang ... 89
2. Rumusan Masalah ... 92
3. Tujuan Penelitian ... 93
4. Manfaat Penelitian ... 93
B. ACUAN TEORI ... 93
1. Budaya Media Televisi ... 93
2. Sabda Bahagia Yesus dalam Penghayatan Kaul Kemiskinan ... 94
3. Katekese Audio Visual ... 95
a. Pengertian Katekese Audio Visual... 95
b. Kekhasan Katekese Audio Visual ... 99
c. Kekuatan dan Kelemahan Katekese Audio Visual... 99
d. Beberapa Metode Katekese Audio Visual ... 102
4. Kerangka Pikir ... 106
5. Fokus ... 107
6. Pertanyaan Penelitian ... 108
a. Budaya Media Televisi... 108
b. Sabda Bahagia dalam Penghayatan Kaul Kemiskinan... 108
c. Katekese Audio Visual ... 109
C. METODOLOGI PENELITIAN ... 109
1. Pendekatan Penelitian... 109
2. Pemilihan Setting/Tempat ... 110
3. Subyek Penelitian ... 110
4. Teknik Pengumpulan Data ... 110
5. Tahap Pemeriksaan Keabsahan Data... 111
a. Validitas ... 111
b. Reliabilitas ... 111
c. Obyektivitas... 112
6. Teknik Analisis Data Penelitian ... 112
a. Pengumpulan Data ... 112
b. Reduksi Data ... 112
c. Penyajian Data ... 112
d. Kesimpulan... 113
7. Hasil Penelitian... 113
a. Budaya Media Televisi ... 113
b. Sabda Bahagia dalam Penghayatan Kaul Kemiskinan... 116
c. Katekese Audio Visual ... 119
8. Pembahasan Penelitian ... 119
9. Penarikan Kesimpulan ... 123
10.Keterbatasan Penelitan ... 124
a. Keterbatasan Waktu ... 124
b. Penelitian Semi Partisipatif ... 125
BAB V. INTERNALISASI SABDA BAHAGIA YESUS DALAM UPAYA MENGHAYATI KAUL KEMISKINAN MELALUI KATEKESE AUDIO VISUAL A. USULAN PROGRAM KATEKESE AUDIO VISUAL ... 126
1. Arti Program ... 126
2. Tujuan Program ... 127
3. Latar Belakang Program ... 127
4. Usulan Program Katekese Audio Visual ... 129
B. PENGEMBANGAN PROGRAM ... 137
1. Satuan Persiapan Katekese Audio Visual I ... 137
2. Satuan Persiapan Katekese Audio Visual II ... 147
C. LAPORAN PELAKSANAAN KATEKESE AUDIO VISUAL I ... 155
1. Laporan Persiapan Teknis ... 155
2. Laporan Pelaksanaan Katekese Audio Visual I... 156
3. Laporan Evaluasi Pelaksanaan Katekese Audio Visual I ... 161
a. Evaluasi dari Peserta ... 162
b. Evaluasi dari Pengamat ... 163
D. LAPORAN PELAKSANAAN KATEKESE AUDIO VISUAL II ... 163
1. Laporan Persiapan Teknis ... 163
2. Laporan Pelaksanaan Katekese Audio Visual II ... 164
3. Laporan Evaluasi Pelaksanaan Katekese Audio Visual II... 168
a. Evaluasi dari Peserta ... 169
b. Evaluasi dari Pengamat ... 169
E. REFLEKSI PERSIAPAN DAN PELAKSANAAN KATEKESE AUDIO VISUAL I DAN II ... 170
BAB V. PENUTUP A. KESIMPULAN... 173
B. SARAN ... 175
DAFTAR PUSTAKA ... 177
LAMPIRAN ... 180
Lampiran 1 : Hasil Wawancara Dengan Novis Ursulin... (1)
Lampiran 2 : Lembar Evaluasi Peserta Katekese Auido Visual ... (9)
Lampiran 3 : Lembar Evaluasi Dari Pengamat ... (10)
Lampiran 4 : Hasil Evaluasi Pelaksanaan Katekese Audio Visual I... (11)
Lampiran 5 : Hasil Evaluasi Pelaksanaan Katekese Audio Visual II ... (14)
Lampiran 6: Dokumentasi Pelaksanaan Katekese Audio Visual... (17)
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Setiap manusia merindukan dan mendambakan “kebahagiaan” dalam
hidupnya. Kebahagiaan adalah hal yang pertama dan utama dalam hidup manusia.
Manusia ada dan diciptakan dalam dunia ini untuk hidup bahagia. Hidup bahagia
adalah hak manusia yang paling dasar sekaligus kodrat manusia hidup di dunia ini.
Permasalahannya “apakah setiap orang di dunia ini sugguh-sungguh merasa bahagia
dalam hidupnya?” Mengapa impian untuk hidup bahagia tidak terwujud seperti yang
diharapkan? Dalam kenyataan hidup sehari-hari kata “bahagia” seringkali menjadi
kata yang asing, jauh dari jangkauan dan sulit untuk mendapatkannya. Banyak faktor
yang menghambat manusia untuk bahagia di antaranya: kekecewaan, kesedihan, luka
hati, dsb. Kekecewaan dan luka hati yang dalam, tidak hanya menjauhkan orang dari
kebahagiaan tetapi sekaligus menjadi racun dalam hidup manusia (Powel,
1992:11-14). Manusia terus berjuang untuk mengupayakan kebahagiaan dalam hidupnya
dengan berbagai cara dan jalan. Manusia seringkali salah menilai dan menafsirkan
arti kebahagiaan, apalagi di jaman yang mudah berubah ini.
Kemajuan di bidang ilmu dan teknologi yang begitu pesat membawa dampak
tersendiri dalam kehidupan manusia terlebih dalam cara pandang, cara berpikir dan
cara bertindak. Kerinduan manusia untuk mendapatkan kebahagiaan dan pandangan
manusia tentang kebahagiaan seringkali dikacaubalaukan oleh berbagai kepentingan,
sehingga tidak mampu membedakan antara kebahagiaan, kesenangan dan kepuasan.
2
hingar-bingar perkembangan dan kemajuan ilmu dan teknologi dengan
ideologi-ideologinya yang tampaknya membuat hidup menjadi serba indah dan mudah.
Salah satu perkembangan dan kemajuan di bidang ilmu dan teknologi yang
sangat mempengaruhi pola hidup, pola pikir, dan pola bertindak manusia adalah
media komunikasi. Perkembangan di bidang media komunikasi ini sering disebut
zaman lisan kedua, kebudayaan baru, kebudayaan audio visual, atau zaman informasi.
Media komunikasi yang populer dan dimiliki oleh sebagian besar masyarakat dari
berbagai kalangan adalah televisi. Televisi menampilkan daya pikat dan pesona yang
luar biasa. Melalui televisi kita bisa mendengarkan dan melihat, lalu ikut merasakan,
ikut meraba, ikut terlibat dan ikut percaya. Bahasa televisi adalah bahasa simbolis,
bahasa yang membujuk, bukan mengajar, bahasa yang menggetarkan hati dan
karenanya menggerakkan seluruh jiwa raga; bahasa yang penuh resonansi dan irama.
Keunggulan media televisi ini dengan mudah dikuasai oleh kelompok kapitalis untuk
mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya. Kecanggihan alat komunikasi ini
menjadi sarana yang utama untuk menarik hati para konsumen melalui hasil produksi
yang dihasilkan (Iswarahadi, 2003: 28-29).
Tawaran-tawaran yang disampaikan melalui televisi sifatnya instan,
menggiurkan dan tampaknya memberi kebahagiaan. Pandangan dan perasaan
manusia diarahkan supaya memiliki cara pemikiran yang ditawarkan mereka. Dengan
demikian pemirsa tertarik untuk menjadi seperti yang ditawarkan dengan cara
membeli atau langsung memakai produk-produk tersebut. Lalu orang ketagihan
dengan dalih agar bisa merasakan kebahagiaan. Singkatnya, media massa terutama
televisi adalah salah satu media penyebar virus hedonisme dan kosumerisme.
3
menawarkan nilai-nilai yang mendorong kita untuk bersikap konsumtif dan
hedonistik.
Penggemar televisi bukan hanya ada di kalangan awam saja tetapi juga di
kalangan kaum berjubah. Sebuah penelitian dilakukan oleh redaksi ROHANI dengan
responden para Biarawan/ti (Imam, Bruder, Suster) yang berkarya di Kabupaten dan
Kodya Magelang. Hasil penelitian menyebutkan bahwa televisi menjadi salah satu
pilihan utama untuk mengisi waktu luang atau saat rekreasi di dalam komunitas.
Kendati sebagian besar responden menjawab tidak menikmati jenis-jenis sinetron
yang ditonton, namun hal ini bukan suatu kepastian bahwa kaum religius tidak
terpengaruh oleh virus hedonisme dan konsumerisme yang disebarkannya. Hal ini
merupakan tantangan besar bagi penghayatan hidup religius di zaman sekarang.
Tantangan baru yang mesti dijawab adalah bagaimanakah cara kita menyikapi
berbagai pesan yang disampaikan lewat media termasuk pesan-pesan yang saleh, agar
kita tidak dimanipulasi, dibodohi dan disesatkan (Hani Hartoko, 2002:10-17).
Kehidupan kaum religius ditinjau dari segi ekonomi bila disejajarkan dengan
kehidupan kaum awam termasuk golongan menengah ke atas. Hal ini tampak dari
fasilitas gedung maupun peralatan di dalammya, dari segi mencukupi kehidupan
sehari-hari seperti sandang, pangan juga kebutuhan pribadi. Di samping itu kaum
religius memiliki fasilitas-fasilitas modern yang juga dimiliki oleh kaum awam
menengah ke atas seperti televisi, mobil, motor, komputer, handphone, dsb.
Fasilitas-fasilitas yang tersedia seperti disebutkan di atas lebih memudahkan
orang dalam tugas dan karya pelayanan di berbagai bidang. Namun dengan berbagai
kemudahan itu tidak jarang kaum religius kemudian terperosok dalam gaya hidup
4
diri, “kacang lupa pada kulitnya” atau kehilangan orientasi hidup sehingga menjadi
korban dari perkembangan ilmu dan teknologi. Bapa Suci Yohanes Paulus II dalam
naskah apostolik Vita Consecrata memperlihatkan dan mengingatkan betapa besar
dan luhurnya anugerah panggilan hidup bakti. Beliau juga memaparkan dengan
sangat jelas tantangan-tantangan besar yang dihadapi oleh hidup bakti. Tantangan itu
berasal dari pengaruh budaya hedonisme, materialisme dan faham-faham kebebasan
baik terhadap penghayatan kaul kemurnian, kemiskinan dan ketaatan. Seruan ini
mengingatkan, mengarahkan sekaligus memberi wejangan agar kaum religius
senantiasa waspada dan bijaksana dalam penghayatan kehidupan religiusnya. Hal ini
tentu saja menjadi bahan refleksi dan permenungan bagi kaum religius dalam
menjawab tantangan jaman ini (VC, art.133-139).
Yesus dalam kotbah-Nya di bukit seperti dikutip oleh St. Matius memberikan
gambaran yang jelas mengenai kebahagiaan sejati. Sabda Bahagia adalah getaran
cinta tak terbatas yang diwartakan Sabda Ilahi kepada kita. Madah pujian
kebahagiaan adalah anugerah inkarnasi karena cinta yang tak terbatas. Allah adalah
cinta yang tak terbatas. Ia telah mengaruniakan Putera-Nya yang tunggal untuk
menebus dan menyelamatkan manusia. Setiap sabda kebahagiaan dari Madah Pujian
Kebahagiaan merupakan kepingan-kepingan kecil yang mengandung seluruh wahyu
Kristus, seluruh berita yang dibawa-Nya. Merenungkan sabda-sabda kebahagiaan,
kita menyambut Kristus yang datang dalam bentuk Sabda. Kita mestinya
mencurahkan Injil ke dalam diri kita, mencurahkan berita keselamatan ke dalam jiwa
kita agar kita dilebur, diresapi dan diubah (Farano,1975:14-15).
Siapa yang bisa dikatakan bahagia? Tanggapan Yesus terhadap seorang yang
5
menyusui Engkau” adalah “yang berbahagia ialah mereka yang mendengarkan firman
Allah dan yang memeliharanya” (Luk. 11:27-28). Dalam peristiwa itu Yesus hendak
menegaskan bahwa Bunda Maria bukan hanya ibu secara jasmani, tetapi sekaligus
sosok teladan yang sungguh mendengarkan firman Allah dan memeliharanya,
sehingga ia sungguh berbahagia.
Setiap orang dipanggil untuk hidup bahagia dengan cara hidup yang berkenan
kepada Allah. Kaum religius menempuh jalan kebahagiaan dengan
mempersembahkan seluruh hidupnya bagi pelayanan sebagai bentuk cinta kepada
Tuhan dan sesama. Hidup religius merupakan jawaban manusia atas kemurahan kasih
Allah dengan mempersembahkan diri kepada Allah seutuhnya, maka hidup religius
merupakan hidup yang berpusat kepada Allah (LG, art. 44). Seorang religius mencari
dan menuju kepada Allah (PC, art.5), mencintai Allah melebihi segala-galanya (PC
art. 6). Hidup religius adalah cara hidup yang mau langsung menghayati semangat
Injil bahkan mau menjadikan semangat Injil ini sebagai pilihan hidup dan dihayati
secara total, radikal dan konsekuen dengan hati yang tidak terbagi dan terpusat pada
Tuhan dan oleh karena itu ditandai dengan tiga kaul, yakni kaul keperawanan,
kemiskinan dan ketaatan (Mardiprasetyo, 1993:76). Dari pemahaman ini sangat jelas
bahwa kaum religius ingin merealisasikan Sabda Bahagia Yesus dalam cara hidup
yang khusus. Mereka hidup senantiasa terfokus pada Kristus dan melepaskan diri dari
segala kelekatan yang tidak teratur, terlebih berkaitan erat dengan nilai-nilai yang
ditawarkan dunia. Sabda Bahagia sendiri menjadi pedoman dalam penghayatan ketiga
kaul dan terutama dalam penghayatan kaul kemiskinan. Di mana ada unsur
pengosongan dan memberikan diri untuk diisi oleh orang yang dicintai yakni Kristus
6
Tantangan-tantangan dalam menghayati hidup religius dengan ketiga kaulnya
di tengah jaman ini adalah tantangan serius yang perlu juga dihadapi dengan serius.
Hal ini telah menjadi bahan refleksi dan permenungan oleh kaum religius sendiri.
Berbagai upaya terus diusahakan baik secara pribadi, komunitas, tarekat maupun
usaha bersama kaum religius. Kekayaan tradisi yang sudah tahan uji dalam rentang
jaman yang tertuang dalam konstitusi, kharisma pendiri, spiritualitas dan sejarah
tarekat tidak boleh pernah diabaikan begitu saja. Inilah relevansi dari aktualisasi
Sabda Kristus yang dengan dorongan Roh Kudus telah dihayati oleh para pendiri dan
pendahulu dan mereka sungguh merasa bahagia.
Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana hal ini tetap terus aktual dan
dihidupi di sepanjang zaman. Bagaimana kaum muda religius yang hidup di zaman
ini mampu menghayati hal ini sesuai konteks jamannya? Menerapkan Sabda Bahagia
Yesus berhadapan dengan tawaran sabda bahagia modern dalam penghayatan kaul
kemiskinan tidak mudah, sekalipun telah ditandai dengan ikrar tripasetya. Kesulitan
dan keprihatinan dalam penghayatan hidup religius berhadapan dengan tantangan
dunia masa kini yang serba canggih perlu juga dihadapi secara canggih pula. Oleh
sebab itu, perlulah suatu cara pewartaan iman yang relevan dan kontekstual terhadap
perkembangan iman juga dalam pembinaan para calon religius. Berbagai pengaruh
dari media massa terlebih televisi perlu dihadapi dengan hal yang kurang lebih sama,
maka muncul katekese audio visual di mana media audio visual menjadi sarana
utamanya.
Katekese audio visual adalah penyampaian pengalaman pribadi sebagai
seorang Kristiani, tujuannya bukan untuk memperoleh kemampuan intelektual
7
(Ernestine & Adisusanto, 2001:7). Dengan katekese ini diharapkan bahwa religius
muda semakin kritis dalam menganalisis media terutama televisi. Di samping itu
mereka juga mampu bersikap kritis terhadap ideologi-ideologi televisi yang berupa
sabda bahagia modern dengan budaya konsumtif dan hedonisnya yang bertentangan
dengan Sabda Bahagia Yesus. Hal ini sekaligus juga merupakan tantangan bagi
penghayatan ketiga kaul terutama kaul kemiskinan.
Katekese audio visual juga bisa menjadi salah satu cara dalam upaya
menginternalisasikan Sabda Bahagia Yesus. Sabda Bahagia Yesus yang merupakan
cerminan dari kaul kemiskinan sempurna dan kaul kerendahan hati yang paling luhur
yang terdapat dalam seluruh pribadi Yesus. Sabda Bahagia ini perlu terus dihayati
secara lebih mendalam dalam pembinaan para calon Suster Ursulin. Hal ini
merupakan sesuatu yang terus diupayakan untuk membantu para calon dalam
mengolah seluruh hidupnya untuk menjadi seorang religius. Dengan demikian para
calon semakin memiliki daya “kekebalan” dari berbagai pengaruh negatif yang
ditawarkan media televisi, mampu menggunakannya secara tepat guna, sehingga
mampu menjadi seorang religius yang tangguh dan profesional dalam bidang rohani.
Oleh sebab itu untuk mewujudkan harapan penulis terhadap usaha ini, penulis
menyampaikan gagasan dan gambaran tersebut dalam bentuk karya tulis yang
berjudul: PROSES INTERNALISASI SABDA BAHAGIA YESUS DALAM
MENGHAYATI KAUL KEMISKINAN DI TENGAH BUDAYA MEDIA
TELEVISI MELALUI KATEKESE AUDIO VISUAL DI NOVISIAT
8
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana menghayati Sabda Bahagia Yesus dalam penghayatan kaul
kemiskinan di tengah budaya media televisi dengan nilai-nilai sabda bahagia
modern yang ditawarkannya?
2. Bagaimana usaha para novis dalam menghayati Sabda Bahagia Yesus yang
diaktualisasikan dalam penghayatan kemiskinan di tengah tawaran dunia
modern yang serba indah dan memukau?
3. Bagaimana peranan katekese audio visual dalam usaha menginternalisasikan
Sabda Bahagia Yesus dalam menghayati kemiskinan di Novisiat Ursulin?
C. TUJUAN PENULISAN
1. Memaparkan nilai-nilai Sabda Bahagia Yesus dalam penghayatan kaul
kemiskinan di tengah tantangan budaya media televisi dengan tawaran
nilai-nilai sabda bahagia modern.
2. Menguraikan usaha para novis Ursulin dalam menghayati Sabda Bahagia
Yesus yang diaktualisasikan dalam penghayatan kemiskinan di tengah
tawaran dunia modern yang serba indah dan memukau.
3. Mengetahui peranan katekese audio visual dalam usaha menginternalisasikan
Sabda Bahagia Yesus dalam menghayati kemiskinan di Novisiat Ursulin.
4. Untuk memenuhi syarat kelulusan Sarjana Strata Satu (S1) Program Studi
Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik (IPPAK)
9
D. MANFAAT PENULISAN
1. Menumbuhkan sikap kritis terhadap penggunaan media televisi dalam
penghayatan kaul kemiskinan bagi para Novis Ursulin
2. Meningkatkan kreativitas penggunaan sarana-sarana audio visual dalam
berkatekese bagi upaya pembinaan di Novisiat Ursulin.
3. Memberikan sumbangan gagasan dan pemikiran bagi upaya internalisasi
Sabda Bahagia Yesus dalam penghayatan kaul kemiskinan di Novisiat
Ursulin.
4. Sebuah refleksi bagi penulis sendiri sebagai seorang biarawati untuk semakin
mampu menghayati nilai-nilai Sabda Bahagia dalam penghayatan kaul
kemiskinan di tengah budaya media televisi.
E. METODE PENULISAN
Metode penulisan skripsi ini adalah deskriptif analitis dengan mendasarkan
tulisannya pada studi kepustakaan. Dengan kata lain penulis mengumpulkan,
mengolah dan menganalisis masalah sehubungan dengan tema bersumber dari
tulisan atau teori-teori yang relevan. Penulis juga mengadakan penelitian yang
dilaksanakan di Novisiat Ursulin Bandung untuk memperoleh data-data mengenai
penghayatan kemiskinan dan tantangan yang dihadapi di jaman televisi. Hasil
perolehan data berfungsi sebagai acuan untuk membuat usulan progam. Penulis
juga membuat eksperimen sederhana yang berupa pelaksanaan katekese audio
10
F. SISTEMATIKA PENULISAN
Skripsi dengan judul “Proses Internalisasi Sabda Bahagia Yesus dalam
Menghayati Kaul Kemiskinan di Tengah Budaya Media Televisi Melalui
Katekese Audio Visual di Novisiat Ursulin Bandung” akan membahas
permasalahan yang telah dirumuskan dalam rumusan masalah dan selanjutnya
diuraikan pada bab-bab skripsi ini.
Bab I menguraikan latar belakang pemilihan judul penulisan, merumuskan
permasalahan yang menjadi fokus dalam penulisan beserta tujuan penulisan dan
manfaat penulisan. Dalam bab I juga diuraikan metode penulisan dan sistematika
penulisan.
Bab II terbagi dalam dua bagian. Bagian yang pertama menguraikan Sabda
Bahagia Yesus yang meliputi teks, bentuk sastra, struktur, tafsir dan misinya.
Bagian kedua membahas Sabda Bahagia Yesus bagi penghayatan kaul
kemiskinan.
Bab III bagian pertama membahas peranan media dan pengaruhnya dalam
kehidupan manusia: sumbangan positifnya, dampak negatifnya yang menantang
manusia untuk bersikap kritis terhadap tawarannya terutama yang berupa sabda
bahagia modern. Bagian kedua membahas tantangan dalam menghayati kaul
kemiskinan di tengah budaya media televisi, sehingga kaul kemiskinan dan
nilai-nilainya tetap aktual di jaman ini.
Bab IV menguraikan seluk beluk mengenai penelitian kualitatif yang
dilaksanakan di Novisiat Ursulin mulai dari persiapan, pelaksanaan penelitian,
11
Bab V menguraikan usulan program, latar belakang program beserta
pengolahan dan penjabarannya secara matang serta proses pelaksanaan beserta
refleksi dan evaluasinya.
BAB VI berisi kesimpulan akhir dari topik-topik yang dibahas dalam
skripsi ini. Bagian saran merupakan usulan dan harapan sekaligus sumbangan
12
BAB II
SABDA BAHAGIA YESUS MENURUT MATIUS 5: 1 -12 TERHADAP
PENGHAYATAN KAUL KEMISKINAN
A. SABDA BAHAGIA YESUS MENURUT MATIUS 5: 1-12
1. Teks dan Bentuk Sastranya
Sebelum menjelaskan makna Sabda-Sabda Bahagia Yesus, marilah kita
terlebih dahulu mencermati teks Sabda Bahagia Yesus yang terdapat dalam Matius
5:1-12
Ketika Yesus melihat orang banyak itu, naiklah Ia ke atas bukit dan setelah duduk, datanglah murid-murid-Nya kepada-Nya. Maka Yesus pun mulai berbicara dan mengajar mereka, kata-Nya:
Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga Berbahagialah orang yang lemah lembut,
karena mereka akan memiliki bumi
Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran, karena mereka akan dipuaskan.
Berbahagialah orang yang murah hatinya, karena mereka akan beroleh kemurahan. Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah.
Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah.
Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga.
Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat.
Bersukacitalah dan bergembiralah, karena upahmu besar di sorga, sebab demikian juga telah dianiaya nabi-nabi yang sebelum kamu.
Sabda Bahagia yang diucapkan oleh Yesus dalam Matius 5:1-12 memiliki bentuk
sastra yang merupakan warisan dari Perjanjian Lama, yakni ucapan kebahagiaan yang
13
mempunyai dua bagian yang terpisah, yakni pertama, mereka yang melakukan
perbuatan itu atau memiliki sikap itu dan kedua, ganjaran atau hukuman dari apa yang
mereka perbuat. Berkat atau kutuk yang dialami oleh manusia tergantung dari hasil
perbuatan yang mereka lakukan. Hal ini secara lebih jelas diungkapkan dalam
Mazmur 1:1-3 yang merupakan suatu contoh kebahagiaan bagi mereka yang
melaksanakan Taurat Tuhan.
Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, yang tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh, tetapi yang kesukaannya ialah Taurat Tuhan, dan yang merenungkannya siang dan malam. Ia seperti pohon yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil.
Sebaliknya orang yang menyimpang dari Taurat Tuhan akan mendapat kutukan
seperti tertulis dalam Mazmur 1: 4-6 ‘Bukan demikian orang fasik: mereka seperti
sekam yang ditiupkan angin. Sebab itu orang fasik tidak akan tahan dalam
penghakiman, begitu pula orang berdosa dalam perkumpulan orang benar; sebab
Tuhan mengenal jalan orang benar, tetapi orang fasik menuju kebinasaan.”
Bentuk sastra ini mempunyai dua aspek yaitu pemakluman, memaklumkan
keadaan yang akan terwujud dengan kata-kata yang penuh kekuatan dan daya guna.
Kedua adalah aspek penyemangatan dengan memberikan syarat-syarat yang perlu
untuk mewujudkan keadaan itu. Bentuk sastra seperti ini seringkali kita jumpai dalam
kitab-kitab kebijaksanaan, sebab kitab itu pada hakikatnya bermaksud untuk
mendidik kaum muda atau angkatan yang mendahuluinya. Contohnya ada dalam
kitab Amsal, Sirakh dan juga Mazmur (Peter Riga, 1974: 11-14).
Dalam Perjanjian Baru bentuk ucapan bahagia berbeda dengan ucapan
14
Lama hampir semuanya menggunakan kata ganti orang ketiga, sedangkan dalam
Perjanjian Baru menggunakan kata ganti orang kedua. Dalam Matius 5 memang
ucapan Sabda Bahagia menggunakan kata ganti orang ketiga, tetapi di akhir ayat
menggunakan kata ganti orang kedua. Dalam Perjanjian Baru formulasi ucapan
bahagia dalam diri orang kedua ini menentukan. Sebabnya ialah karena Raja Mesias
yang dijanjikan dalam Perjanjian Lama telah datang. Dan karena Raja Mesias ini
telah datang, mereka yang miskin, mereka yang haus, mereka yang berdukacita,
mereka yang terus menerus mencurahkan airmata karena penderitaan sekarang juga
mewarisi situasi baru (=Kerajaan Allah) yang Ia bawa. Warta Sabda Bahagia
merupakan sapaan langsung dari Raja-Mesias kepada semua orang yang mau
mendengarkannya (Abineno, 1986: 7-19).
2. Perbandingan Teks Matius dan Lukas
Sabda Bahagia Yesus tidak hanya dituliskan dalam Injil Matius, tetapi juga
dalam Injil Lukas. Sabda Bahagia dalam kedua Injil ini memiliki beberapa persamaan
sekaligus juga memiliki perbedaan. Untuk melihat perbandingannya Suharyo dalam
bukunya Pengantar Injil Sinoptik membagi teksnya dalam tabel 1 sebagai berikut:
Matius 5:3-12 Lukas 6:20b-23 Lukas 6:24-26
5:3. "Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga.
5:4 Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur. 5:5 Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan
6:20 "Berbahagialah, hai kamu yang miskin, karena kamulah yang empunya Kerajaan Allah.
15
memiliki bumi.
5:6 Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran, karena mereka akan dipuaskan.
5:7 Berbahagialah orang yang murah hatinya, karena mereka akan beroleh kemurahan. 5:8 Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah.
5:9 Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah. 5:10 Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena
merekalah yang empunya Kerajaan Sorga.
5:11 Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu
difitnahkan segala yang jahat.
5:12 Bersukacita dan bergembiralah, karena upahmu besar di sorga, sebab demikian juga telah dianiaya nabi-nabi yang sebelum kamu."
6:21 Berbahagialah, hai kamu yang sekarang ini lapar, karena kamu akan dipuaskan.
Berbahagialah, hai kamu yang sekarang ini
menangis, karena kamu akan tertawa.
6:22 Berbahagialah kamu, jika karena Anak Manusia orang
membenci kamu, dan jika mereka mengucilkan kamu, dan mencela kamu serta menolak namamu sebagai sesuatu yang jahat.
6:23 Bersukacitalah pada waktu itu dan
bergembiralah, sebab sesungguhnya, upahmu besar di sorga; karena secara demikian juga nenek moyang mereka telah memperlakukan para nabi.
6:25 Celakalah kamu, yang sekarang ini kenyang, karena kamu akan lapar. Celakalah kamu, yang sekarang ini tertawa, karena kamu akan
berdukacita dan menangis.
6:26 Celakalah kamu, jika semua orang memuji kamu;
16
Dari perbandingan teks di atas Peter Riga dalam bukunya Sabda Bahagia
menjabarkan perbedaannya seperti disajikan dalam tabel 2:
Matius Lukas
Matius menuliskan kedelapan sabda bahagia dan ucapan bahagia yang terakhir langsung ditujukan kepada para murid Yesus.
Lukas menuliskan delapan sabda yang terdiri dari empat sabda bahagia dan empat kata celaka bila bertentangan dengan sabda bahagia.
Matius selalu menggunakan kata ganti orang ketiga jamak dalam kedelapan sabda bahagianya kecuali pada ayat terakhir menggunakan kata ganti orang kedua jamak
Lukas menggunakan kata ganti orang kedua jamak dalam kedelapan sabda
Bagi Matius saat eskatologis sudah mulai sekarang juga di dunia
Lukas menggunakan kata sekarang ini yang menekankan pada waktu sekarang ini atau saat ini
Matius memberi arti rohani pada kata miskin, lapar dan haus
Lukas mempertahankan arti jasmani yakni orang yang benar-benar miskin, dan pada kata lapar dan haus menunjukkan pada orang yang sedang lapar dan haus
Sekalipun ada perbedaan, namun tidak ada perbedaan yang prinsipiil, yang
ada hanya perbedaan aksen. Persamaan nas yang ditulis Matius dan Lukas
mengambil sumber dasar yang sama yakni dari sumber Q. Q singkatan dari Quelle
huruf pertama bahasa Jerman yang artinya sumber. Sumber Q dalam ilmu
penyelidikan sastra menunjukkan huruf kode bagi bahan yang ada dalam Matius dan
Lukas, tetapi tidak terdapat dalam Markus. Matius dan Lukas dengan caranya
masing-masing secara berbeda memberi perhatian pada Kristus yang mendatangkan
17
3. Pembagian Teks Sabda Bahagia Yesus dalam Matius 5:1-12
Stefans Leks dalam bukunya Tafsir Injil Matius membagi Sabda Bahagia
Yesus dalam Matius 5:1-12 dalam tiga bagian. Pembagian teks ini adalah sebagai
berikut:
Matius 5:1-2 Ayat Pembuka;
Matius 5:3-10 Delapan Sabda Bahagia;
Matius 5:11-12 Kebahagiaan murid yang dianiaya
Pembagian teks ini memudahkan kita untuk lebih mendalami Sabda Bahagia Yesus
dalam penafsiran di bawah ini.
4. Tafsir Sabda Bahagia Yesus dalam Matius 5:1-12
a. Matius 5:1-2 “Ketika Yesus melihat orang banyak itu, naiklah Ia ke atas bukit
dan setelah Ia duduk, datanglah murid-murid-Nya kepada-Nya. Maka Yesus pun
mulai berbicara dan mengajar mereka.”
Yesus naik ke atas bukit atau dalam bahasa Yunani oros yang
menunjukkan suatu daerah perbukitan. Daerah perbukitan adalah tempat strategis
yang memudahkan Yesus untuk mengajar banyak orang dan semua orang pun
dapat memusatkan perhatiannya pada Yesus. Posisi Yesus mengajar adalah
dengan duduk. Posisi ini dilakukan oleh para pengajar di Sinagoga ataupun oleh
seorang rabi dalam mengajar murid-muridnya. Kata “murid-murid” yang
dimaksudkan menunjukkan suatu relasi khas yang memiliki adanya keakraban
dan kedekatan. Murid-murid bukan hanya sekelompok orang yang hanya mau
mendengarkan ajaran-Nya, tetapi kelompok orang yang telah memilih dan
18
Yesus tidak hanya ditujukan kepada murid-murid-Nya, tetapi juga kepada
segenap khalayak atau kepada banyak orang (Stefan Leks, 2003: 117).
b. Matius 5:3 "Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena
merekalah yang empunya Kerajaan Sorga.“
Kemiskinan identik dengan suatu keadaan di mana orang tidak memiliki
harta benda, serba kekurangan dan hidup dari belaskasihan orang lain. Arti miskin
dalam bahasa Yunani ptokoi yakni kata benda yang menunjuk kekurangan secara
materi, kemelaratan duniawi sedangkan ptokoi to pneunati artinya miskin dalam
roh. Miskin dalam roh yang dimaksudkan di sini adalah sikap sederhana dan
penuh hormat terhadap hal-hal rohani, rendah hati karena sadar bahwa hidup
spiritual mereka bukan apa-apa. Mereka mengandalkan Allah sepenuhnya,
mereka ibarat manusia yang kosong dan ingin diisi oleh Allah (Stefan Leks,
2003:118).
Pengertian kemiskinan dalam Perjanjian Lama memiliki dua dimensi yang
bertolak belakang. Pertama, miskin diartikan sebagai akibat dari kemalasan (Ams.
6:6-11), juga dipandang sebagai suatu kutukan atau hukuman Allah (Ul.
28:15-46). Para nabi bernubuat bahwa kemiskinan akan menjadi nasib orang-orang
jahat (Yes. 3:16-24). Kutukan juga dinyatakan dalam Mazmur 109:10-12. Hal ini
menunjukkan bahwa kemiskinan bukan kehendak Tuhan bagi manusia.
Kemiskinan adalah kutukan dan hukuman bahkan dianggap sebagai suatu
kejahatan, sedangkan kekayaan dianggap sebagai berkat.
Arti yang kedua: para nabi melihat dan menemukan adanya ketidakadilan
19
berdaya dan tidak memiliki kekayaan (miskin). Para nabi mengutuk orang kaya
yang karena kekayaannya bertindak sewenang-wenang, menindas dan berlaku
tidak adil terhadap orang yang lemah. Nabi Amos dengan keras dan tegas
mengutuk orang kaya yang mendapatkan kekayaannya dari pemerasan dan
menginjak-injak kepala orang lemah (Am. 2:6-7). Amos mengecam orang-orang
kaya yang berkuasa, yang berlaku curang dalam niaga, mengambil pajak gandum
orang lemah dan menjual orang miskin sebagai budak.
Kitab Mikha juga berbicara mengenai orang miskin yang dirampas haknya
dan diperas (Mi. 2:1-3). Mikha juga mengecam orang yang menindas orang
miskin. Nabi Yesaya mengecam bahkan menganggap bahwa kekayaan dan
kekuasaan merupakan penghalang manusia untuk dekat dengan Allah. Kekayaan
dan kekuasaan membuat manusia lupa diri, merasa diri paling hebat dan tidak
memerlukan Allah lagi. Begitu pula nabi Zefanya tidak merelakan orang miskin
diperas dan diperalat. Zefanya juga mengungkapkan harapannya terhadap
kemiskinan rohani. Kemiskinan rohani dapat membawa orang untuk setia dan
percaya kepada Allah. Selain itu kemiskinan rohani memiliki ciri yang khas,
yakni sikap rendah hati (Peter Riga,1974:16-19).
Pada jaman Yesus yang termasuk golongan orang miskin ada tiga yakni
orang yang sakit dan cacat, orang berdosa serta anak-anak. Mereka yang sakit dan
orang cacat adalah orang buta, tuli, bisu, kusta, lumpuh, dsb. Mereka
menyambung hidupnya dari belaskasihan orang lain dengan meminta-minta atau
dengan pekerjaan lain yang tidak layak. Mereka dijauhi, disingkirkan, tidak ada
yang peduli dan keadaan mereka sangat menyedihkan. Yesus sangat dekat dengan
20
belaskasihan terhadap penderitaan mereka. Yesus banyak membuat mukjijat
sebagai tindakan cinta kasih dan kepedulian-Nya kepada orang miskin. Hal ini
sekaligus juga menjadi suatu harapan dan bukti hadirnya Kerajaan Allah.
Anak-anak kecil termasuk golongan kedua. Mereka tidak mempunyai hak
untuk membuat keputusan. Orang lain atau orangtuanya membuat keputusan
untuk mereka dan mereka hanya bisa menurut perintah dan keputusan tersebut.
Yesus menjadikan anak kecil sebagai teladan kerendahan hati, ketulusan dan
orang yang senantiasa memiliki pengharapan di hadapan Allah. Dan golongan
ketiga adalah para pendosa atau orang-orang yang diremehkan oleh masyarakat.
Mereka ini adalah para pemungut cukai, penggembala, tuna susila dan pekerjaan
tertentu yang dianggap berdosa menurut hukum. Siapa pun yang bergaul dengan
orang miskin dianggap mencemarkan dirinya atau najis. Yesus sendiri sering
mendapat kecaman karena Dia dekat dengan orang-orang dari golongan ini.
Misi Yesus sebagaimana dikutip dalam Lukas 4: 18-19 adalah sebagai
berikut:
4:18 "Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku
4:19 untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang."
Sabda Yesus ini membangkitkan pengharapan bagi orang-orang miskin dan
sekaligus penjamin bagi mereka.
Warta Sabda Bahagia “berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah,
karena merekalah yang empunya Kerajaan Surga” adalah suatu tindakan yang
21
miskin dan mengosongkan diri-Nya. Pengosongan diri Yesus adalah bentuk
inkarnasi yang paling sempurna, kerendahan hati yang paling luhur (Flp. 2: 6-8)
2:6 yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan,
2:7 melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia.
2:8 Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.
Sabda Bahagia Injil miskin dalam roh mengandung arti miskin dari dalam,
suatu sikap batin yang mengandung unsur lepas bebas, suatu kemerdekaan dari
segala ikatan dan dari belenggu yang mencemarkan. Sikap siap sedia terhadap
tuntutan yang datang dari Allah, besikap solider atau berbagi nasib dengan orang
lain dan membiarkan orang lain mengambil bagian dari apa yang dimilikinya. Ia
memiliki semangat orang miskin yang tidak memiliki apa-apa. Hal ini
mengandung makna bebas dari segala ikatan pada barang-barang materiil. Orang
yang memiliki kemerdekaan atau kebebasan batiniah adalah orang yang paling
terbuka akan Allah dan mampu mempergunakan segala barang yang dimilikinya
dengan hati bebas dan jiwa yang merdeka, serta tidak menyesali masa lampau
yang telah memberikan kesenangan. Dengan demikian ia menjadi orang yang
senantiasa bersyukur, menaruh harapan dan mengandalkan Allah sebagai
satu-satunya penolong. Orang seperti inilah yang dimaksudkan orang yang berbahagia
dan memiliki Kerajaan Surga, di mana damai dan sukacita senantiasa meliputi
jiwanya dan oleh karena ia sungguh mengalami Allah yang penuh kasih (Peter
22
c. Matius 5:4 “Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka akan
dihibur”.
Orang berdukacita berarti orang yang sedang mengalami kesedihan entah
karena ditinggalkan oleh orang yang dikasihi, mengalami kekecewaan,
penderitaan ataupun kesusahan dalam hidup. Kitab Suci Perjanjian Lama
menerangkan kata “dukacita” yang dalam bahasa Yunani disebut penthountes
yang berarti mereka berdukacita karena kematian orang yang dicintai maupun
karena dosa. St. Paulus dalam suratnya kepada umat di Roma menyebutkan
sumber atau penyebab dukacita adalah penindasan, kesesakan, penganiyaan,
ketelanjangan (kemiskinan), bahaya atau pedang (Rm 8:35), bahkan semua
struktur kejahatan atau kematian.
Penderitaan dialami oleh banyak orang. Yesus sendiri dalam hidup-Nya
berhadapan langsung dengan dukacita. Dukacita menjadi ciri yang mencolok dari
ucapan Sabda Bahagia Yesus. Istilah Yunani dalam Matius 5:4 ini adalah Petheo
yang mencakup orang-orang yang berdukacita bukan karena dosa mereka sendiri
tetapi karena kuasa kejahatan yang menindas kebenaran. Orang yang berdukacita
sangat membutuhkan penghiburan. Kehadiran seorang penghibur sangat
membantu mereka yang berdukacita. Yesus adalah Penghibur bagi orang yang
berdukacita (1Yoh 2:1). Ia selalu berdoa kepada Bapa-Nya untuk mengirim
penghibur yang lain yaitu Roh Kudus. Allah Tritunggal adalah Sang Penghibur.
Dialah yang mengundang dan menyambut orang-orang yang berdukacita agar Ia
dapat memberikan bantuan, sehingga mereka yang berdukacita mengalami
23
Allah sendiri menghapus keadaan dan penyebab dari dukacita, sehingga
penghiburan yang sejati itu dapat benar-benar terwujud. St. Paulus dalam suratnya
kepada umat di Roma meyakinkan bahwa Allah satu-satunya sumber penghiburan
datang memberikan sukacita sejati yakni dengan menyatakan “Jika Allah di pihak
kita, siapakah yang akan melawan kita” (Rm. 8:31). Allah mengundang dan
menyambut orang yang berdukacita agar Ia dapat memberikan bantuan,
menggembirakan hati dan menghibur mereka.
Sabda Bahagia “berbahagialah orang yang berdukacita karena mereka
akan dihibur” mengandung arti dukacita yang dikaitkan dengan miskin dalam roh.
Artinya adalah bahwa mereka mengalami ketidakberdayaan, sehingga
membutuhkan uluran tangan Allah. Mereka dengan sabar menanggung
penderitaan, kesengsaraan dan kepahitan dalam hidup. Bagi mereka penderitaan
adalah sumber penyucian, suatu ganjaran bagi dosa-dosanya. Aspek utama dari
penderitaannya adalah membersihkan jiwa dari dosa, sehingga penderitaannya
adalah kesuburan yang menghasilkan kekudusan. Mereka senantiasa menaruh
harapan pada Allah, Allah yang menjadi pegangan sekaligus Allah yang akan
memulihkan sukacita mereka. Allah sendiri yang memberikan karunia
keselamatan dalam diri Putera-Nya Yesus Kristus yang menjadikan diri-Nya
Penghibur dan menjanjikan Penghibur yang lain (Stefan Leks, 2003:121).
Kehadiran Penghibur adalah kehadiran Allah sendiri yang menghalau dukacita
menjadi sukacita, yang senantiasa merindukan umat yang dikasihi-Nya
24
d. Matius 5:5 “Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan
memiliki bumi”.
Kelemahlembutan adalah lanjutan dari kemiskinan di hadapan Allah.
Pengertian lemah lembut sering dihubungkan dengan sifat keibuan, yakni suatu
ungkapan yang menyatakan sifat bersahaja, halus namun tegas, sederhana, tidak
pemarah, tidak suka melakukan kekerasan dan penuh belaskasih. Lemah lembut
dalam bahasa Yunani disebut praeis yang searti dengan tidak mengandalkan
kuasa sendiri, sehingga sifat lemah lembut sangat berkaitan erat dengan sifat
rendah hati. Kata praeis dalam bahasa Indonesia searti dengan kata bersahaja.
Bersahaja searti dengan sederhana, hidup apa adanya dan tidak berlebih-lebihan.
Orang yang bersahaja tidak pernah menonjolkan dirinya atau tidak menganggap
dirinya lebih penting dari orang lain, tidak suka main kuasa atau menunjukkan
kuasanya untuk memperalat orang lain (Stefan Leks, 2003:121-122).
Kata “lemah lembut” dalam Kitab Suci dipakai untuk menyebut orang
yang rendah hati, yang tidak mengumpat atau mengancam orang lain, bila dilukai
dan dihinakan dan dalam hidupnya tidak bersikap keras terhadap orang lain. Buku
normatif para bapa Gereja dan versi yang dianggap suci dari Gereja Ortodoks
Septuaginta menterjemahkan “sangat rendah hati” dengan istilah “sangat lemah
lembut”. Penafsir Yahudi mengartikan kelemahlembutan itu berkaitan dengan
kerendahan hati. Kitab Zefanya 3:12 menegaskan bahwa “kelemahlembutan
dalam kerendahan hati menjadi ciri dari mereka yang senantiasa mencari
perlindungan dalam nama Tuhan”.
Paduan antara lemah lembut dan rendah hati terwujud dalam diri Yesus,
25
manusia. Kelemahlembutan menjadi ciri Kristus yang merupakan terang dan
kesederhanaan yang luar biasa. Hal ini ditunjukkan pada saat Ia naik seekor
keledai waktu dielu-elukan masuk ke kota Yerusalem. Ia seorang Raja yang
kejayaan-Nya bukan karena Ia mempunyai kekuasaan atau kekuatan duniawi,
melainkan karena cinta kasih-Nya, ketaatan-Nya dan kerendahan hati-Nya.
Kelemahlembutan Yesus menjadi tempat atau penopang yang aman, terlebih bagi
mereka yang tengah mengalami beban berat dalam hidupnya. Undangan untuk
datang kepada-Nya untuk memperoleh kelegaan ditulis dalam Matius 1: 28-30
“Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan
memberi kelegaan kepadamu. Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah
pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat
ketenangan”. Undangan Yesus ditujukan kepada semua orang. Kita semua
dipanggil untuk mencari kekuatan dan hiburan dalam Kristus, sebab Ia lemah
lembut dan rendah hati. Segala beban berat ditanggung dalam Dia, sehingga kita
memperoleh kelegaan (Peter Riga, 1974:20-21).
Kelemahlembutan juga merupakan ciri murid-murid Kristus dan
gembala-gembala mereka baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam masa
penyiksaan. Sabda Bahagia Yesus ”berbahagialah yang lemah lembut karena
mereka akan memiliki bumi” berarti bahwa Allah memberikan bumi kepada
manusia sebagai tempat hidupnya. Akan tiba saatnya bahwa umat Allah akan
menikmati karunia surga dan sukacita bumi yang diperbaharui. Memiliki bumi
hampir searti dengan memiliki Kerajaan Allah sebab seluruh bumi adalah milik
Allah (Stefan Leks, 2003:122). Orang yang lemah lembut memiliki atau akan
26
e. Matius 5:6 “Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran, karena
mereka akan dipuaskan”.
Lapar dan haus dalam arti harafiah adalah mereka yang kekurangan
makanan dan minuman atau tidak menemukan makanan atau minuman, sehingga
mereka merasa lapar dan haus. Lapar dan haus adalah kenyataan utama yang
seringkali dijumpai dalam kehidupan manusia dan menimpa mereka yang miskin.
Kenyataan ini adalah kenyataan yang tragis dan menyedihkan, sebab beribu-ribu
orang meninggal karena kelaparan dan kehausan. Lapar dan haus sering
diaplikasikan sebagai kelemahan dan ketidakmampuan.
Kotbah Yesus mengingatkan kita pada sejarah pembebasan di Mesir
yakni pembebasan dari perbudakan di Mesir. Dalam perjalanan menuju tanah
Kanaan bangsa Israel beberapa kali mengalami kelaparan dan kehausan dan Allah
sendiri bertindak untuk memuaskan rasa lapar dan haus mereka. Allah
membebaskan umat-Nya sekaligus juga menopang hidup bangsa Israel.
Lapar dan haus terpuaskan oleh mereka yang mencari perdamaian,
kesejahteraan, yang membawa dan menanamkan ketenangan dan kepercayaan
sama seperti cara Allah bertindak terhadap umat-Nya. Hal demikianlah yang
Allah harapkan dari umatNya. Umat berpegang teguh pada dasar keberadaan
Allah Tuhan kita. Ia hadir dengan firman dan kuasa-Nya yang membebaskan.
Kita membutuhkan lapar dan haus untuk mencapai hubungan yang benar. Lapar
dan haus akan Allah merupakan alat untuk membebaskan kita dari kebebalan agar
menjadi orang yang berbudi luhur. Pusat lapar dan haus terletak pada kebenaran.
27
dengan keadilan. Mereka berjuang untuk kebenaran dan hasilnya adalah keadilan.
Rencana dan tujuan yang terkandung dalam kehendak Allah ditunjukkan oleh
kenyataan bahwa Dia telah melaksanakan penyelamatan, pembebasan, dan
kebenaran persekutuan masyarakat yang menghayatinya bersama-sama (Emidio,
1984:61-71).
Matius dalam Sabda Bahagia menyebutkan lapar dan haus dalam arti
rohani yaitu orang yang lebih mengutamakan kebutuhan-kebutuhan hati dan
jiwanya demi kepentingan kebenaran. Kebenaran dalam melaksanakan perintah
Allah yang merupakan suatu tindakan kesucian dan kesempurnaan batin. Orang
yang selalu bertindak dalam kebenaran dan orang yang selalu ingin hidup lebih
sempurna dalam Kristus adalah orang yang berbahagia karena ia akan dipuaskan
oleh Allah (Peter Riga, 1974: 21-22).
f. Matius 5:7 “Berbahagialah orang yang murah hatinya, karena mereka akan
beroleh kemurahan”.
Murah hati atau belaskasihan akan memperoleh belaskasihan bukan berarti
karena berbelaskasih terhadap orang lain, maka orang lain pun berbelaskasih
terhadap kita. Murah hati atau belaskasihan memiliki makna yang dalam.
Perjanjian Lama menyebut kata “murah hati” yang dipakai untuk menggambarkan
sifat Allah sebanyak 236 kali dan 60 kali yang menggambarkan sifat manusia. Hal
ini menunjukkan bahwa sifat murah hati atau menaruh belaskasihan merupakan
sifat Allah. Demikian halnya dengan Perjanjian Baru yang memiliki persamaan
dengan Perjanjian Lama, bahkan Perjanjian Baru mencapai puncaknya dalam diri
28
menolong dan menyelamatkan umat manusia. Allah berbuat sesuatu bagi manusia
bukan atas dasar keadilan tetapi sesuai dengan kasih dan belaskasihan-Nya.
Terhadap kemurahan dan belaskasihan Allah manusia harus menanggapinya
dengan kasih pula, yakni kasih kepada Allah dan kepada sesama yang terwujud
dalam ucapan syukur, menaruh belaskasihan kepada orang lain dan kesediaan
untuk mengampuni. Di sinilah Kerajaan Allah terwujud, yakni kerajaan yang
penuh kasih, belaskasihan dan pengampunan. Salah satu ciri kehidupan warga
kerajaan Allah adalah sifat “murah hati“ yang senantiasa bersyukur atas kasih
karunia dan prakarsa Allah. Allah akan bermurah hati kepada mereka pada hari
pengadilan terakhir seperti yang digambarkan dalam Matius 25:31-46.
Orang Kristen dipanggil untuk bermurah hati kepada semua. Sifat murah
hati memungkinkan terwujudnya perdamaian dan persatuan dalam unit
masyarakat yang kecil. Kemurahan hati memampukan kita untuk saling melayani
dengan kemampuan dan bakat kita masing-masing (Emidio, 1984:74-85). Ajaran
kemurahan hati, kebaikan dan cinta kasih diajarkan oleh Yesus melalui
perumpaan orang Samaria yang baik hati. Cinta tak terbatas memberi maaf,
memberikan diri-Nya sendiri dan memberikan kebahagiaan. Murah hati berarti
cinta kepada Allah dan sesama, kesediaan untuk mencintai musuh dan
menyerahkan diri bagi orang lain (Farano, 1975:73-89). Kemurahan memiliki
pengertian yang menyatakan sikap khususnya terhadap orang-orang miskin,
orang-orang yang hina, orang-orang yang lemah untuk menolong mereka. Bagi
Matius kemurahan adalah pusat dari penderitaan Yesus yang menyatakan apakah
29
Taurat, yakni keadilan, belaskasih dan kesetiaan. Orang yang murah hati akan
beroleh kemurahan (Abineno, 1986:21-22).
g. Matius 5:8 “Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat
Allah”.
Orang yang suci/berhati bersih/murni ialah manusia yang bermotivasi
murni dan lurus tidak bercabang-cabang. Hati bersih itu tidak menyangkut bidang
seks saja melainkan segala bidang kehidupan, terutama pengabdiannya kepada
Allah. Orang yang berhati bersih ialah orang yang pikirannya sibuk dengan satu
hal saja: aku mau menyenangkan Allah. Orang yang berhati bersih tidak pernah
bertindak demi kepentingannya sendiri, namun memadukannya dengan
kepentingan Allah. Melihat Allah adalah karunia semata-mata dan tidak mungkin
dialami dalam hidup ini. Melihat Allah dapat pula diartikan sebagai pengalaman
akan Allah dan merasakan kehadiran-Nya dan dipenuhi olehnya (Stefan Leks,
2003:124).
Dalam Kitab Suci orang yang suci hatinya adalah orang yang mengabdi
Tuhan tanpa syarat. Orang yang suci hatinya menyerahkan diri seutuhnya kepada
Allah, begitu pun dalam mengikuti Kristus. Penyerahan diri ini ditandai dengan
meninggalkan segala-galanya dan mengikuti Dia dengan sepenuh hati, sebab
seperti seorang yang menemukan mutiara kemudian menjual seluruh miliknya
untuk mendapatkan mutiara itu (Peter Riga, 1974:23). Hati suci dalam agama
Yahudi adalah syarat yang harus dipenuhi oleh setiap orang yang mau menghadap
Tuhan di tempat-Nya yang kudus (Kel 19:110; Im 1-16; Bil 6:3). Hati suci dalam
30
dan tidak memiliki arti yang lebih dalam. Dalam Perjanjian Baru terutama dalam
Injil Matius hati suci berarti hati yang terang atau hati yang iklas yakni hati yang
terpusat, tertuju dan percaya kepada Allah. Menurut Yesus orang yang demikian
adalah orang yang akan melihat Allah. Ungkapan melihat Allah bukan sekedar
percaya kepada-Nya, tetapi juga melihat-Nya dalam keadaan-Nya yang
sebenar-Nya. Artinya, hidup dalam persekutuan sempurna dengan Allah dalam Kerajaan
Allah. Inilah yang dijanjikan Yesus kepada murid-murid-Nya, janji yang
mengandung harapan bagi para murid yakni keselamatan, hidup dan kemuliaan
(Abineno,1986: 22-23).
h. Matius 5:9 “Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan
disebut anak-anak Allah”.
Orang-orang yang membawa damai bukan hanya orang yang mampu
mendamaikan tetapi juga orang yang mampu menciptakan perdamaian.
Perdamaian dalam bahasa Ibrani disebut syalom yang memiliki arti luas yakni
kesehatan, kesejahteraan, kemakmuran, kebahagiaan dan perdamaian. Para nabi
dalam tulisannya memiliki perspektif syalom dari masa depan yang penuh
harapan (Yesaya 29:11). Nabi Yesaya juga secara khusus menghubungkan syalom
dengan Raja Syalom yang akan datang, yang kerajaan-Nya tidak akan
berkesudahan (Yes 9:5-6). Nubuat Yesaya dalam Perjanjian Baru digenapi dalam
diri Yesus, Raja Syalom. Kedatangan-Nya disambut oleh para malaikat
"Kemuliaan bagi Allah di tempat yang mahatinggi dan damai sejahtera di bumi di
31
sekaligus menyatakan bahwa damai diperuntukkan bagi semua orang dari semua
bangsa.
Syalom harus diberitakan kepada segala bangsa bukan hanya dengan
perkataan tetapi dengan perbuatan dan seluruh hidup manusia. Hal ini merupakan
tugas perutusan bagi para murid, dan mereka yang melaksanakan tugas ini dengan
setia akan disebut anak-anak Allah. Anak-anak Allah yang dimaksudkan oleh
Yesus adalah orang-orang yang berusaha menciptakan perdamaian dan berusaha
memulihkan kembali hubungan antarmanusia yang telah renggang atau rusak
(Abineno, 1986:26-27).
Yang membawa damai atau yang mengupayakan damai dalam bahasa
Yunani disebut eirenopioi. Damai yang dimaksudkan di sini adalah damai yang
terwujud di antara manusia. Damai yang berada di antara mereka yang saling
bersahabat dan mengupayakan persahabatan antarmanusia. Menurut J. Dupon,
tidak ada bantuan yang lebih bernilai bagi sesama selain menolong dia berdamai
dengan pihak lain. Mereka akan disebut anak Allah. Ungkapan disebut
anak-anak Allah muncul dalam bentuk pasif: Allah akan mengakui mereka sebagai
putra-putra-Nya sendiri. Dalam paham PL kata disebut searti dengan menjadi.
Allah sebagai Bapa menegaskan arti bahwa Allah yang selalu menjaga,
melindungi dan mengasihi orang yang mengupayakan kedamaian sebagai
anak-anak-Nya sendiri. Status macam ini diperoleh manusia karena karunia dan pilihan
32
i. Matius 5:10 “Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena
merekalah yang empunya Kerajaan Sorga”.
Sabda bahagia ke delapan ini hampir senada dengan sabda bahagia yang
ke dua. Sabda bahagia ke delapan melengkapi sabda bahagia kedua.
Perbedaannya adalah kalau dalam sabda bahagia ke dua penderitaan terjadi karena
dosa atau kelalaian, namun dalam sabda bahagia ke delapan arti penderitaan lebih
merupakan ungkapan cinta tertinggi kepada Allah. Penderitaan sama artinya
dengan “minum dari piala Yesus” yakni menderita demi penebusan dosa dan
keselamatan manusia. Cara ini adalah suatu cara untuk mengambil bagian dalam
karya penebusan Kristus. Minum dari piala Yesus bukan hanya memulihkan dosa
sendiri melainkan menyerahkan nyawa sendiri bagi orang lain.
Sabda kebahagiaan yang ke delapan ini sering juga disebut sebagai sabda
kebahagiaan para martir. Para martir rela menumpahkan darahnya untuk memberi
kesaksian tentang iman dan cintanya terhadap Yesus.. Makna penderitaan bukan
merupakan imbalan atau pemulihan terhadap dosa yang telah dibuat ataupun
penyucian bagi kelengahan mereka. Penderitaan orang-orang tak bersalah