• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III. SABDA BAHAGIA YESUS BAGI PENGHAYATAN KAUL

3. Seruan Bapa Gereja terhadap Penggunaan Media

Sepak terjang televisi yang telah mampu mengubah ritme hidup harian jutaan orang dengan memperkenalkan dan memproyeksikan pandangannya dan dengan caranya sendiri menginterpretasikan kenyataan. Hal ini merupakan sebuah revolusi budaya yang ada di antara kita dan tidak bisa kita abaikan karena televisi menjadi

sumber penting akan image/gambaran yang tersedia untuk umat manusia jaman ini.

Epikuros seorang filsuf Yunani yang hidup tahun 270-341 yang dikutip oleh Wahyu Wibowo (2003: 23) dalam bukunya Sihir Iklan mengatakan demikian

“Orang bijaksana pasti tahu bagaimana kiat membatasi diri dalam hal apapun demi ketenangan batin. Kiat itu adalah hidup dan berkehidupan dengan melandaskan diri pada semangat mencari kesenangan rohani. Masalahnya bagaimana menerapkan kata-kata ini dalam kehidupan yang serba gemerlapan ini?”

Media merupakan anugerah istimewa, media mampu menjadi sarana dalam upaya meningkatkan perasaan memiliki dan memperteguh identitas kelompok sekaligus juga memperteguh nilai-nilai tradisi dan spiritualitas (Iswarahadi, 2003:116). Komunikasi memiliki peranan penting sekaligus mengandung muatan yang destruktif. Terhadap kenyataan ini para Bapa Gereja menyerukan imbauannya dalam dokumen-dokumen penting Gereja di antaranya:

a. Inter Mirifica

Inter Mirifica (IM) adalah dekrit tentang upaya-upaya komunikasi sosial yang

disusun oleh Paus Paulus VI bersama dengan Bapa-bapa Konsili. Dalam Inter

Mirifica hal yang ditekankan adalah penemuan teknologi mendapat perhatian dan

sambutan istimewa dari Bunda Gereja. Penemuan-penemuan itu pertama-tama menyangkut jiwa manusia dan membuka peluang-peluang baru untuk menyalurkan

63

segala macam berita, gagasan, pedoman-pedoman juga penemuan yang pada hakikatnya mampu mencapai dan menggerakkan seluruh umat manusia. Media komunikasi sosial baik media cetak, sinema, radio, televisi dan sebagainya sejauh digunakan dengan tepat sangat berjasa besar bagi umat manusia. Media komunikasi yang digunakan dengan tepat sangat membantu menyegarkan hati dan mengembangkan budi, dapat pula digunakan untuk menyiarkan serta memantapkan Kerajaan Allah. Sebaliknya bila digunakan melawan maksud Sang Pencipta Ilahi dan memutarbalikkannya mengakibatkan kebinasaan dimana kerugian yang ditimbulkannya sangat besar.

Kebijaksanaan sangat diperlukan dalam menggunakan dan memanfaatkan media komunikasi sosial, terlebih untuk menyiarkan warta keselamatan, mengajarkan bagaimana media itu dapat digunakan dengan tepat. Dalam rangka penggunaan media secara tepat diperlukan pengetahuan norma-norma moral di bidang itu dan kita harus mampu mempraktikkannya dengan setia.

Oleh karena itu kita perlu memperhatikan cara berfungsi yang khas dari masing-masing medium sekaligus pula daya pengaruhnya terhadap kehidupan. Hal ini penting karena kalau tidak tahu fungsinya, kita akan cukup sulit menyadarinya. Kalau sulit menyadarinya, kita akan sulit mengendalikannya, bahkan akhirnya juga sulit untuk menolaknya. Pemakaian media secara cermat sangat penting dalam usaha membina suara hati.

Kaum muda perlu belajar mengendalikan diri dan menjaga ketertiban dalam penggunaan media. Kaum muda juga perlu memiliki sikap rendah hati untuk mendiskusikan dengan pendidik dan para ahli, belajar memberi penilaian secara saksama. Dengan demikian media yang dengan pengaruh buruk merusak kehidupan

64

manusia akan mampu disiasati. Kalau sudah mampu disiasati, kita dapat menggunakan media komunikasi ini sesuai dengan fungsi keberadaannya atau sesuai dengan wahyu kebenaran (Paus Paulus VI, 1963: 5-16).

b. Aetatis Novae

Aetatis Novae adalah terbitnya suatu Era Baru dalam rangka memperingati

hari Komunikasi sosial 20 tahun setelah Communio et Progressio. Aetatis Novae

(AN) adalah suatu Instruksi Pastoral yang baru tentang komunikasi sosial tertanggal

17 Maret 1992. Seruan Paus Yohanes Paulus II dalam Aetatis Novae lebih

menekankan dan kembali menegaskan agar kita mampu bersikap kritis dan bijak terhadap media komunikasi yang terus berkembang dengan canggih dan teknologi yang mutakhir. Umat beriman yang berkarya di bidang media massa dipanggil untuk mewartakan secara terbuka tanpa rasa takut, tanpa kompromi, sambil menyesuaikan Wahyu Ilahi dengan bahasa manusia yang biasa dan dengan cara berpikir mereka.

Gereja memerlukan rencana pastoral untuk komunikasi sebab media dapat menjadi sarana ampuh untuk menegakkan damai dan keadilan. Komunikasi sosial bisa membawa hal-hal yang meragukan bahkan merugikan. Oleh karena itu penggunaan media secara kreatif mutlak diperlukan karena media dapat dipakai untuk mewartakan Injil maupun untuk menghapusnya dari hati orang. Media kadang-kadang memberikan visi tentang hidup, keluarga, agama dan moral yang menyesatkan. Orang berhak menerima informasi yang benar, maka Gereja berhak masuk ke dunia media.

Perkembangan yang meluas dari komunikasi antar manusia mempengaruhi kebudayaan dan membawa perubahan di bidang teknologi yang bersifat revolusioner.

65

Alat-alat komunikasi sosial memiliki fungsi sebagai sarana utama untuk mendapatkan informasi dan pendidikan, bimbingan dan inspirasi dalam tingkah laku. Tidak heran bila semua bidang turut dipengaruhi oleh alat-alat komunikasi baik terhadap sikap-sikap dalam bidang agama, moral, sistem-sistem politik dan sosial maupun pendidikan. Mereka sebagai individu-individu, keluarga dan masyarakat secara meluas. Kemajuan di bidang teknologi komunikasi ini membawa konsekuensi yang mendalam baik yang positif maupun yang negatif untuk perkembangan psikologis, moral dan sosial dari pribadi-pribadi. Kemajuan teknologi komunikasi bisa menjadi peluang bagi warta keselamatan dan dengan kemajuan ini pula suara Injil pun dapat dibungkam. Oleh karena itu orang kristiani penting menemukan cara-cara untuk melengkapi informasi yang hilang bagi mereka yang tidak mendapatkannya dan juga memberi suara kepada orang yang tidak dapat bersuara. Sistem publik dapat disalahgunakan untuk maksud-maksud ideologi dan manipulasi politik, maka komersialisasi yang tidak diatur dan pewartaan dalam siaran bisa mempunyai akibat-akibat yang cukup jauh. Iklan memiliki motif mencari keuntungan kepentingan pemasang iklan. Dalam melakukan kegiatannya iklan mempengaruhi isi media di mana popularitas lebih diutamakan daripada kualitas dan hal-hal yang sangat dangkal dan vulgar menjadi menonjol. Tekanan-tekanan komersial juga bergerak melintasi batas-batas kebangsaan yang merugikan bangsa dan kebudayaan tertentu.

Dalam konteks kristiani komunikasi mengenai kebenaran dapat mempunyai suatu daya penebusan yang berasal dari pribadi Kristus. Berbeda dengan sikap fiktif media komunikasi menggantikan kontak pribadi secara langsung dan interaksi antar anggota keluarga dan teman-teman. Itu sebabnya Gereja mengambil pendekatan yang positif dan simpatik terhadap media komunikasi dengan berusaha masuk dalam

66

kebudayaan yang diciptakan oleh komunikasi modern. Namun Gereja juga sekaligus memberikan suatu evaluasi kritis terhadap media massa dan dampaknya terhadap kebudayaan. Media komunikasi menuntut penilaian yang sehat dan pilihan yang bijaksana dari pihak individu-individu, sektor swasta, pemerintah dan masyarakat secara keseluruhan.

Media massa menjadi sarana komunikasi dan informasi yang banyak digunakan. Dalam kenyataannya kadang-kadang media membuat persoalan dalam hidup semakin pahit baik persoalan-persoalan pribadi maupun persoalan sosial. Terutama dalam melaksanakan solidaritas manusiawi dan perkembangan manusia yang seutuhnya. Yang menjadi hambatan-hambatan adalah sekularisme, konsumerisme, materialisme, dehumanisasi dan kurangnya perhatian untuk membantu kaum miskin dan terlantar. Gereja harus mengembangkan, memelihara dan memajukan alat-alat dan program-program komunikasi sosial yang khas Katolik meskipun ada banyak kesulitan. Komunikasi sosial mempunyai suatu peranan di setiap segi dari perutusan Gereja. (Paus Yohanes Paulus II, 1992: 7-45)

c. Seruan Paus Benediktus XVI

Penggunaan media komunikasi terus dipantau oleh Bapa Gereja termasuk oleh Paus Benediktus XVI pada Hari Komunikasi Sedunia ke-40, Minggu, 28 Mei 2006 dengan pesannya sebagai berikut: Paus Benediktus XIV pada peringatan Hari Komunikasi Sedunia mengajak kita untuk merenungkan secara singkat pemahaman media sebagai jejaring yang memperlancar komunikasi, hidup berkomunitas dan kerjasama. Bertitik tolak dari surat St. Paulus kepada umat di Efesus, ia dengan gamblang melukiskan panggilan kita sebagai manusia untuk “ambil bagian dalam

67

kehidupan ilahi”. “Karena oleh Dia kita dalam satu roh beroleh jalan masuk kepada Bapa. Demikianlah kamu bukan lagi orang asing dan pendatang, melainkan kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah, yang tumbuh menjadi tempat kediaman Allah” ( Ef 2:18-22).

Hidup berkomunitas dengan melibatkan segala aspek kehidupan adalah sebuah panggilan. Panggilan untuk menjadi benar sebagai komunikasi diri Allah dalam Kristus yang merupakan panggilan untuk mengakui kekuatan-Nya dalam diri kita, dan kita bertugas untuk menyebarkannya kepada orang lain. Dengan demikian kasih-Nya sungguh-sungguh nyata dalam dunia ini.

Kemajuan-kemajuan teknologi dalam bidang media dalam arti tertentu telah menaklukkan waktu dan ruang. Kemajuan yang memungkinkan manusia dapat berkomunikasi langsung dalam waktu singkat kendati terpisahkan jarak yang teramat jauh. Dengan kemajuan di bidang komunikasi tidak berarti bahwa jalinan kerjasama dan persatuan umat manusia langsung terwujud. Sebab komunikasi sejati menuntut keberanian dan tekad yang berlandaskan prinsip-prinsip. Oleh sebab itu dengan adanya media komunikasi ini, Bapak Paus mengajak umat untuk tidak cepat puas dengan kebenaran-kebenaran yang hanya sementara. Tidak dipungkiri bahwa pelbagai alat komunikasi sosial memudahkan pertukaran informasi, ide-ide, dan saling pengertian antarkelompok, namun alat-alat ini juga dicemari ambiguitas. Industri media lebih melayani kepentingan yang membawa keuntungan besar, sehingga kehilangan rasa tanggungjawab terhadap kebaikan umum.

Sikap bijaksana terhadap media adalah menggunakan fungsi media yang konstruktif yakni pemahaman akan media yang positif. Sikap ini harus tetap didukung dengan menekankan kembali pentingnya tiga hal yang telah ditekankan

68

oleh Paus Yohanes Paulus II sebelumnya, yakni: pendidikan, keterlibatan dan dialog. Penggunaan media secara kritis juga diperlukan dalam formasi pendidikan yang merupakan tanggungjawab dari orangtua. Karena media membentuk budaya populer, mereka sendiri wajib mengatasi segala bentuk godaan untuk memanipulasi khususnya mereka yang masih muda. Hal ini perlu agar media melindungi dan bukannya menggerogoti. Tiga langkah yang perlu terus diusahakan dengan serius agar media berkembang secara benar yakni: pertama media sebagai jejaring komunikasi, kedua

persekutuan umat dan ketiga kerjasama membantu orang, perempuan dan anak. Dari

semuanya yang terpenting adalah agar manusia sadar akan martabat pribadinya, semakin bertanggungjawab dan semakin terbuka kepada orang lain khususnya anggota masyarakat yang paling membutuhkan. Seruan terakhir dari Paus Benediktus XVI mengajak kita untuk bersemangat damai, merobohkan tembok permusuhan yang memisahkan dan membangun persekutuan yang sesuai dengan citra Allah yang diwartakan lewat Putera-Nya. (Paus Benediktus XVI, 2006: 11-12)