5.1 POTENSI PENDANAAN APBD
Kebijakan umum belanja daerah Kabupaten Indragiri Hilir selama tahun anggaran
2009-2013 adalah sebagai berikut:
1. Belanja daerah diprioritaskan dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangan Kabupaten yang terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan yang
ditetapkan berdasarkan ketentuan perundang-undangan.
2. Belanja dalam rangka penyelenggaraan urusan wajib digunakan untuk melindungi dan
meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban daerah
yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, kesehatan,
fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak serta mengembangkan sistem jaminan sosial.
3. Belanja daerah disusun berdasarkan pendekatan prestasi kerja yang berorientasi pada
pencapaian hasil dari input yang direncanakan. Hal tersebut bertujuan untuk meningkatkan
akuntabilitas perencanaan anggaran serta memperjelas efektivitas dan efisiensi
penggunaan anggaran.
4. Penyusunan belanja daerah diprioritaskan untuk menunjang efektivitas pelaksanaan tugas
dan fungsi Satuan Kerja Perangkat Daerah dalam rangka melaksanakan urusan
pemerintahan daerah yang menjadi tanggung jawabnya. Peningkatan alokasi anggaran
belanja yang direncanakan oleh setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah harus terukur yang
diikuti dengan peningkatan kinerja pelayanan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
5. Penggunaan dana perimbangan diprioritaskan untuk kebutuhan sebagai berikut :
a. Penerimaan dana bagi hasil pajak diprioritaskan untuk mendanai perbaikan lingkungan
pemukiman diperkotaan dan diperdesaan, pembangunan irigasi, jaringan jalan dan
jembatan;
b. Penerimaan dana bagi hasil sumber daya alam diutamakan pengalokasiannya untuk
mendanai pelestarian lingkungan areal pertambangan, perbaikan dan penyediaan
fasilitas umum dan fasilitas sosial, fasilitas pelayanan kesehatan dan pendidikan untuk
tercapainya standar pelayanan minimal yang ditetapkan peraturan perundangundangan;
c. Dana alokasi umum diprioritaskan penggunaannya untuk mendanai gaji dan tunjangan
pegawai, kesejahteraan pegawai, kegiatan operasi dan pemeliharaan serta
pembangunan fisik sarana dan prasarana dalam rangka peningkatan pelayanan dasar
dan pelayanan umum yang dibutuhkan masyarakat;
BAB. V
KERANGKA
STRATEGIS
PEMBIAYAAN
d. Dana alokasi khusus digunakan berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh
pemerintah.
6. Belanja Tidak Langsung.
Belanja tidak langsung merupakan belanja yang tidak terkait langsung dengan
pelaksanaan program dan kegiatan. Belanja tidak langsung meliputi :
a. Belanja Pegawai.
1) Untuk mengantisipasi adanya kenaikan gaji berkala, tunjangan keluarga, mutasi dan
penambahan PNSD, diperhitungkan acress yang besarnya dibatasi maksimum
2,5% dari jumlah belanja pegawai (gaji pokok dan tunjangan);
2) Besarnya penganggaran gaji pokok dan tujangan PNSD disesuaikan dengan hasil
rekonsiliasi jumlah pegawai dan belanja pegawai serta memperhitungkan rencana
kenaikan gaji pokok dan tunjangan PNSD yang ditetapkan pemerintah;
3) Dalam upaya meningkatkan kinerja aparatur, daerah memberikan tambahan
penghasilan bagi PNSD/CPNSD sesuai dengan kemampuan keuangan daerah,
yang didasarkan pada pertimbangan beban kerja, prestasi kerja, kondisi kerja,
tempat bertugas dan kelangkaan profesi yang dapat dilakukan secara bertahap dan
berkesinambungan;
4) Pemberian biaya Pemungutan Pajak dan Retribusi Daerah dalam bentuk pemberian
insentif sejalan dengan kinerja organisasi dalam pencapaian target yang ditetapkan.
Insentif diberikan atas dasar kebutuhan rill bagi aparat yang terkait dengan proses
pemungutan pajak daerah, yang besaran insentifnya didasarkan pada
pertimbangan asas kepatutan dan kewajaran yang dikaitkan dengan bobot
tanggung jawab, peran, beban kerja, prestasi dan lokasi kerja serta tidak melebihi
5% dari target penerimaan pajak daerah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
5) Penyediaan anggaran untuk penyelenggaraan asuransi kesehatan bagi PNSD
berpedoman pada peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2003 tentang Subsidi
dan Iuran Pemerintah dalam Penyelenggaraan Asuransi Kesehatan bagi Pegawai
Negeri Sipil dan Penerima Pensiun serta Peraturan Bersama Menteri Kesehatan
dan Menteri Dalam Negeri Nomor 138/MENKES/PB/II/2009 tentang Pedoman Tarif
Pelayanan Kesehatan bagi peserta PT.Askes (Persero) dan anggota keluarganya di
6) Penganggaran penghasilan dan penerimaan lain Pimpinan dan Anggota DPRD
serta belanja penunjang kegiatan didasarkan pada :
a) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2004 tentang kedudukan Protokoler
dan Keuangan Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah,
sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 21 Tahun 2007;
b) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2007 tentang
Pengelompokan Kemampuan Keuangan Daerah, Penganggaran dan
Pertanggung jawaban Penggunaan Belanja Penunjang Operasional Pimpinan
DPRD serta Tata Cara Pengembalian Tunjangan Komunikasi Intensif dan
Dana Operasional.
7) Belanja Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
Penganggaran belanja Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
didasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2000 tentang Kedudukan
Keuangan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
8) Belanja Bunga.
Belanja Bunga dianggarkan untuk pembayaran bunga atas pinjaman
daerah, baik jangka pendek, jangka menengah, maupun jangka panjang yang
dianggarkan didalam APBD sesuai dengan hasil rekonsiliasi yang dilakukan.
9) Belanja Subsidi.
Belanja Subsidi hanya diberikan kepada perusahaan/lembaga tertentu agar
harga produksinya terjangkau oleh masyarakat yang daya belinya terbatas.Produk
yang diberi subsidi merupakan kebutuhan dasar dan menyangkut hajat hidup orang
banyak serta terlebih dahulu dilakukan pengkajian agar tepat sasaran dan tidak
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
10) Belanja Hibah.
Pemberian Hibah berdasarkan Peraturan Mentri Dalam Negri Nomor 32
Tahun 2011 tentang pedoman pemberian hibah dan bantuan sosial yang
bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang bertujuan untuk
perusahaan daerah, masyarakat dan organisasi kemasyarakatan yang secara
spesifik dan selektif dengan pempertimbangkan kemampuan keuangan daerah.
11) Bantuan Sosial.
Penganggaran pemberian bantuan sosial diperuntukkan kepada individu,
keluarga dan atau masyarakat yang mengalami keadaan yang tidak stabil sebagai
akibat dari krisis sosial, ekonomi, politik bencana atau fenomena alam agar dapat
memenuhi kebutuhan hidup minimum seta lembaga non pemerintahan, bidang
pendidikan, keagamaan, dan bidang lainnya yang berperan untuk melindungi
individu kelompok dan atau masyarakat dari kemungkinan terjadinya resiko sosial
yang dilakukan secara selektif, tidak terus menerus/tidak mengikat serta memiliki
kejelasan penggunaannya;
12) Belanja Bantuan Keuangan.
Pemberian bantuan keuangan dapat bersifat umum maupun bersifat
khusus.Pemerintah Kabupaten Indragiri Hilir pada Tahun 2010-2013
mengalokasikan bantuan keuangan kepada pemerintah desa dalam rangka
menunjang fungsi-fungsi penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan desa
untuk percepatan/akselerasi pembangunan desa dalam bentuk Program Desa
Mandiri, selain itu juga adanya belanja bantuan kepada partai politik yang dilakukan
sesuai peroleh suara pada Pemilu Legislatif yang disyahkan oleh KPU (PP No. 5
Tahun 2009 tentang Bantuan Keuangan pada Partai Politik).
13) Belanja Tidak Terduga.
Penganggaran belanja tidak terduga dipergunakan untuk kegiatan yang
sifatnya tidak biasa atau tidak diharapkan berulang (penanggulangan bencana
alam, bencana sosial), serta termasuk pengembalian atas kelebihan penerimaan
daerah tahun-tahun sebelumnya yang telah ditutup yaitu adanya pengembalian
Dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (DPPID) yang tidak terserap
pada tahun anggaran 2012.
7. Belanja Langsung.
Kebijaksanaan pengeluaran belanja langsung, antara lain untuk meningkatkan
pelayanan kepada masyarakat, memelihara hasil-hasil pembangunan, serta mengakomodir
melakukan penghematan dan efisiensi pengeluaran belanja langsung dengan catatan dan
tidak akan mengganggu kelancaran tugas satuan/unit kerja daerah.
Sementara itu kebijaksanaan dibidang pembangunan pada prinsipnya masih
diarahkan untuk meningkatkan perekonomian daerah, menstimulir sektor swasta,
memperluas lapangan kerja, mendorong peningkatan produksi dalam negeri baik untuk
penggunaan dalam negeri maupun eksport. Penganggaran belanja langsung dalam rangka
melaksanakan program dan kegiatan Pemerintah Daerah Tahun Anggaran 2009 - 2013,
telah memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Dalam merencanakan alokasi belanja untuk setiap kegiatan, dilakukan analisis beban
kerja dan kewajaran biaya yang dikaitkan dengan output yang dihasilkan dari satu
kegiatan, untuk menghindari adanya pemborosan;
b. Terhadap kegiatan pembangunan fisik, diupayakan proporsi belanja modal lebih besar
dibanding dengan belanja pegawai atau belanja barang dan jasa.
Selanjutnya dalam pengelolaan belanja langsung telah dilakukan berbagai
kebijakan, yang meliputi :
a. Belanja Pegawai.
1) Penganggaran honorarium bagi PNSD supaya dibatasi sesuai dengan tingkat
kewajaran dan beban tugas. Dasar penghitungan besaran honorarium
disesuaikan dengan standar yang ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah;
2) Penganggaran honorarium Non PNSD hanya dapat disediakan bagi pegawai tidak
tetap yang benar-benar memiliki peranan dan kontribusi serta yang terkait
langsung dengan kelancaran pelaksanaan kegiatan di masing-masing SKPD,
termasuk narasumber/tenaga ahli di luar Instansi Pemerintah.
b. Belanja Barang dan Jasa.
Penganggaran Belanja Barang dan Jasa digunakan untuk penyediaan barang
dan jasa kebutuhan kantor serta pihak ketiga/masyarakat yang meliputi :
1) Belanja barang pakai habis, belanja sewa (rumah/gedung/tempat, sarana
mobilitas, perlengkapan dan peralatan kantor) yang disesuaikan dengan
kebutuhan riil dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsi SKPD, dengan
2) Penganggaran belanja perjalanan dinas daerah, baik perjalanan dinas dalam
daerah maupun perjalanan dinas luar daerah diupayakan untuk selektif dengan
frekuensi dan jumlah hari yang dibatasi;
3) Untuk perjalanan dinas dalam rangka kunjungan kerja, studi banding
penyelenggaraan rapat-rapat yang dilaksanakan di luar kantor, workshop,
seminar, lokakarya dan pelatihan juga dibatasi dengan melakukan seleksi
terhadap pelaksanaan kegiatan yang benar-benar relevan dengan tupoksi SKPD
sejalan dengan substansi kebijakan yang telah dirumuskan;
4) Upah tenaga kerja dan tenaga lainnya yang terkait dengan jasa pemeliharaan
atau jasa konsultasi baik yang dilakukan secara swakelola maupun dengan pihak
ketiga;
5) Selanjutnya belanja barang jasa berupa barang yang akan diserahkan kepada
masyarakat mulai tahun anggaran 2013 dianggarkan melalui belanja barang jasa
dan tidak dicatat sebagai aset pemerintah.
c. Belanja Modal.
Dalam menetapkan anggaran belanja modal untuk pengadaan barang
inventaris agar dilakukan secara selektif sesuai kebutuhan masing-masing SKPD,
untuk itu dalam merencanakan anggaran terlebih dahulu dilakukan evaluasi dan
pengkajian terhadap pengadaan barang-barang inventaris dimaksud, baik dari segi
kondisi maupun umur ekonomisnya.
5.1.1. Proporsi Realisasi Belanja Daerah
Berdasarkan data laporan keterangan pertanggungjawaban kepala daerah tahun
2009-2013, dapat diketahui bahwa realisasi belanja daerah berkisar antara 83.26 persen sampai
dengan 93.65 persen atau rata-rata realisasi tahunan mencapai sebesar 88.95 persen.
Pada kelompok belanja tidak langsung terlihat adanya realisasi belanja yang tinggi pada
tahun 2010 yaitu sebesar 95.07 persen yang selanjutnya mulai mengalami penurunan hingga
angka 80,66 persen pada tahun 2013. Sedangkan untuk kelompok belanja langsung realisasi
belanja paling tinggi terjadi pada tahun 2009 yaitu sebesar 92.79 persen untuk selanjutnya
berfluktuasi hingga angka 85.57 persen pada tahun 2013.
Pada kelompok belanja tidak langsung diketahui bahwa realisasi belanja bantuan keuangan
rata-rata 99.40 persen.Hal tersebut berarti serapan pada jenis belanja bantuan keuangan sangat tinggi
dan hal tersebut diharapkan hasilnya dapat tepat sasaran. Sedangkan pada kelompok belanja
langsung diperoleh bahwa jenis belanja pegawai juga memiliki serapan yang cukup tinggi yaitu
berkisar pada 91.96 persen hingga 96.57 persen atau secara rata-rata sebesar 94.85 persen.
Tabel V.1 Proporsi Belanja Daerah Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2009-2013
No Uraian 2009 2010 2011 2012 2013 Rerata
Belanja 93.65 90.20 89.36 88.29 83.26 88.95
1. Belanja Tidak langsung 94.54 95.07 92.29 88.58 80.66 90.10
Belanja Pegawai 94.02 36.86 92.35 88.67 80.47 78.47
Belanja Bunga - 100.00 13.84 34.27 3.12 30.25
Belanja Subsidi - 98.66 100.00 100.00 0 59.73
Belanja Hibah 95.38 92.98 91.90 67.05 54.23 80.31
Belanja Bantuan Sosial 89.48 95.07 79.92 42.05 67.08 74.72 Belanja Bantuan Keuangan
kepada Provinsi / Kabupaten / Kota dan Pemerintahan Desa
99.00 100.00 99.70 99.87 98.42 99.40
Belanja Tidak Terduga 59.91 0.00 0.00 29.04 0 17.79
2. Belanja Langsung 92.79 83.91 86.60 88.04 85.57 87.38
Belanja Pegawai 95.36 96.57 95.76 94.58 91.96 94.85
Belanja Barang dan Jasa 97.80 93.06 85.36 88.70 83.79 89.74
Belanja Modal 94.42 72.45 86.16 86.68 86.24 85.19
Sumber data: Laporan Realisasi Anggaran Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2009-2013, Diolah
Gambar V.I Grafik Alokasi Anggaran dan Realisasi Belanja Daerah Kabupaten
Indragiri Hilir Tahun 2009-2013
Sumber data: Laporan Realisasi Anggaran Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2009-2013, Diolah
1
5.2 POTENSI PEMBIAYAAN APBN
Pembiayaan pembangunan bidang Cipta Karya perlu memperhatikan arahan dalam
peraturan dan perundangan terkait, antara lain:
1. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah: Pemerintah daerah
diberikan hak otonomi daerah, yaitu hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat
sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dalam hal ini, Pemerintah Daerah
menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan
pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah Pusat yaitu politik luar negeri, pertahanan,
keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, serta agama.
2. Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah
Pusat dan Daerah untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah, pemerintah daerah
didukung sumber-sumber pendanaan meliputi Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan,
Pendapatan Lain yang Sah, serta Penerimaan Pembiayaan. Penerimaan daerah ini akan
digunakan untuk mendanai pengeluaran daerah yang dituangkan dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang ditetapkan melalui Peraturan Daerah.
3. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Pemerintah Pusat dapat
memberikan bantuan dana untuk melaksanakan kerja sama wajib antar-daerah melalui APBN
4. Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2005 Tentang Dana Perimbangan: Dana Perimbangan
terdiri dari Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, dan Dana Alokasi Khusus. Pembagian DAU
dan DBH ditentukan melalui rumus yang ditentukan Kementerian Keuangan. Sedangkan DAK
digunakan untuk mendanai kegiatan khusus yang ditentukan Pemerintah atas dasar prioritas
nasional. Penentuan lokasi dan besaran DAK dilakukan berdasarkan kriteria umum, kriteria
khusus, dan kriteria teknis.
5. Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara
Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota:
Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah, terdiri atas urusan
wajib dan urusan pilihan. Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah
untuk kabupaten/kota merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota meliputi 26 urusan,
termasuk bidang pekerjaan umum. Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat
wajib yang berpedoman pada standar pelayanan minimal dilaksanakan secara bertahap dan
ditetapkan oleh Pemerintah. Urusan wajib pemerintahan yang merupakan urusan bersama
prasarana, serta kepegawaian sesuai dengan urusan yang didesentralisasikan.
6. Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah: Sumber pinjaman
daerah meliputi Pemerintah, Pemerintah Daerah Lainnya, Lembaga Keuangan Bank dan
Non-Bank, serta Masyarakat. Pemerintah Daerah tidak dapat melakukan pinjaman langsung
kepada pihak luar negeri, tetapi diteruskan melalui pemerintah pusat. Dalam melakukan
pinjaman daerah Pemda wajib memenuhi persyaratan:
a. total jumlah pinjaman pemerintah daerah tidak lebih dari 75% penerimaan APBD tahun
sebelumnya;
b. memenuhi ketentuan rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan
pinjaman yang ditetapkan pemerintah paling sedikit 2,5;
c. persyaratan lain yang ditetapkan calon pemberi pinjaman;
d. tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian pinjaman yang bersumber dari
pemerintah;
e. pinjaman jangka menengah dan jangka panjang wajib mendapatkan persetujuan DPRD.
7. Peraturan Presiden No. 67 Tahun 2005 Tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan
Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur (dengan perubahan Perpres 13/2010 & Perpres
56/2010): Menteri atau Kepala Daerah dapat bekerjasama dengan badan usaha dalam
penyediaan infrastruktur. Jenis infrastruktur permukiman yang dapat dikerjasamakan dengan
badan usaha adalah infrastruktur air minum, infrastruktur air limbah permukiman dan
prasarana persampahan.
8. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daerah (dengan perubahan Permendagri 59/2007 dan Permendagri 21/2011):
Struktur APBD terdiri dari:
a. Pendapatan daerah yang meliputi: Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, dan
Pendapatan Lain yang Sah.
b. Belanja Daerah meliputi: Belanja Langsung dan Belanja Tidak Langsung.
c. Pembiayaan Daerah meliputi: Pembiayaan Penerimaan dan Pembiayaan Pengeluaran.
9. Peraturan Menteri PU No. 15 Tahun 2010 Tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana
Alokasi Khusus Bidang Infrastruktur: Kementerian PU menyalurkan DAK untuk pencapaian
sasaran nasional bidang Cipta Karya, Adapun ruang lingkup dan kriteria teknis DAK bidang
Cipta Karya adalah sebagai berikut:
a. Bidang Infrastruktur Air Minum
DAK Air Minum digunakan untuk memberikan akses pelayanan sistem penyediaan air
perdesaan termasuk daerah pesisir dan permukiman nelayan. Adapun kriteria teknis
alokasi DAK diutamakan untuk program percepatan pengentasan kemiskinan dan
memenuhi sasaran/ target Millenium Development Goals (MDGs) yang
mempertimbangkan:
- Jumlah masyarakat berpenghasilan rendah;
- Tingkat kerawanan air minum.
b. Bidang Infrastruktur Sanitasi
DAK Sanitasi digunakan untuk memberikan akses pelayanan sanitasi (air limbah,
persampahan, dan drainase) yang layak skala kawasan kepada masyarakat
berpenghasilan rendah di perkotaan yang diselenggara-kan melalui proses
pemberdayaan masyarakat. DAK Sanitasi diutamakan untuk program peningkatan
derajat kesehatan masyarakat dan memenuhi sasaran/target MDGs yang dengan kriteria
teknis:
- kerawanan sanitasi;
- cakupan pelayanan sanitasi.
10. Peraturan Menteri PU No. 14 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Kegiatan
Kementerian Pekerjaan Umum yang Merupakan Kewenanangan Pemerintah dan
Dilaksanakan Sendiri: Dalam menyelenggarakan kegiatan yang dibiayai dana APBN,
Kementerian PU membentuk satuan kerja berupa Satker Tetap Pusat, Satker Unit Pelaksana
Teknis Pusat, dan Satuan Non Vertikal Tertentu. Rencana program dan usulan kegiatan yang
diselenggarakan Satuan Kerja harus mengacu pada RPIJM bidang infrastruktur ke-PU-an
yang telah disepakati. Gubernur sebagai wakil Pemerintah mengkoordinasikan
penyelenggaraan urusan kementerian yang dilaksanakan di daerah dalam rangka
keterpaduan pembangunan wilayah dan pengembangan lintas sektor.
Berdasarkan peraturan perundangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa lingkup sumber
dana kegiatan pembangunan bidang Cipta Karya yang dibahas dalam RPIJM Bidang Cipta Karya
meliputi:
1. Dana APBN, meliputi dana yang dilimpahkan Ditjen Cipta Karya kepada Satuan Kerja di
tingkat provinsi (dana sektoral di daerah) serta Dana Alokasi Khusus bidang Air Minum dan
Sanitasi.
2. Dana APBD Provinsi, meliputi dana daerah untuk urusan bersama (DDUB) dan dana lainnya
yang dibelanjakan pemerintah provinsi untuk pembangunan infrastruktur permukiman dengan
3. Dana APBD Kabupaten/Kota, meliputi dana daerah untuk urusan bersama (DDUB) dan dana
lainnya yang dibelanjakan pemerintah kabupaten untuk pembangunan infrastruktur
permukiman dengan skala kabupaten/kota.
4. Dana Swasta meliputi dana yang berasal dari skema kerjasama pemerintah dan swasta
(KPS), maupun skema Corporate Social Responsibility (CSR).
5. Dana Masyarakat melalui program pemberdayaan masyarakat.
6. Dana Pinjaman, meliputi pinjaman dalam negeri dan pinjaman luar negeri.
Dana-dana tersebut digunakan untuk belanja pembangunan, pengoperasian dan
pemeliharaan prasarana yang telah terbangun, serta rehabilitasi dan peningkatan prasarana yang
telah ada. Oleh karena itu, dana-dana tersebut perlu dikelola dan direncanakan secara terpadu
sehingga optimal dan memberi manfaat yang sebesar-besarnya bagi peningkatan pelayanan
bidang Cipta Karya.
5.3 ALTERNATIF SUMBER PENDANAAN
Perusahaan daerah yang dibentuk pemerintah daerah memiliki dua fungsi, yaitu untuk
menyediakan pelayanan umum bagi kesejahteraan sosial (social oriented) sekaligus untuk
menghasilkan laba bagi perusahaan maupun sebagai sumber pendapatan pemerintah daerah
(profit oriented). Ada beberapa perusahaan daerah yang bergerak dalam bidang pelayanan bidang
Cipta Karya, seperti di sektor air minum, persampahan dan air limbah. Kinerja keuangan dan
investasi perusahaan daerah perlu dipahami untuk melihat kemampuan perusahaan daerah dalam
meningkatkan cakupan dan kualitas pelayanan secara berkelanjutan. Pembiayaan dari
perusahaan daerah dapat menjadi salah satu alternatif dalam mengembangkan infrastruktur Cipta
Karya.
Dalam bagian ini disajikan kinerja perusahaan daerah yang bergerak di bidang Cipta Karya
berdasarkan aspek keuangan, aspek pelayanan, aspek operasi dan aspek sumber daya
manusia.Khusus untuk PDAM, indikator tersebut telah ditetapkan BPP-SPAM untuk diketahui
apakah perusahaan daerah memiliki status sehat, kurang sehat atau sakit.
PDAM Tirta Indragiri milik Kabupaten Indragiri Hilir dinyatakan kurang sehat berdasarkan
hasil audit dari BPP-SPAM tahun 2014.
Sehubungan dengan terbatasnya kemampuan pendanaan yang dimiliki pemerintah, maka
dunia usaha perlu dilibatkan secara aktif dalam pembangunan infrastruktur Cipta Karya melalui
skema Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS) untuk kegiatan yang berpotensi costrecovery
pembiayaan dengan skema KPS adalah Perpres No. 67 Tahun 2005 Tentang Kerjasama
Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur serta Permen PPN No. 3
Tahun 2012 Tentang Panduan Umum Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha
dalam Penyediaan Infrastruktur. Sedangkan landasan hukum untuk pelaksanaan CSR tercantum
dalam UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) dan UU No. 25 tahun 2007 tentang
Penanaman Modal.
Tabel V.2 Perkembangan KPS Bidang CK dalam 5 Tahun Terakhir
Kegiatan Tahun Komponen
KPS
Satuan Volume
Nilai (Rp)
Skema KPS
Ket
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
AM - - -
-PBL - - -
-Bangkim - - -
-PLP - - -
-Tidak terdapat KPS di Kabupaten Indragiri Hilir dalam 5 tahun terakhir.
5.4 STRATEGIS PENINGKATAN INVESTASI BIDANG CIPTA KARYA
Untuk melihat kemampuan keuangan daerah dalam melaksanakan pembangunan bidang
Cipta Karya dalam lima tahun ke depan (sesuai jangka waktu RPIJM) maka dibutuhkan analisis
proyeksi perkembangan APBD, rencana investasi perusahaan daerah, dan rencana kerjasama
pemerintah dan swasta.
5.4.1 Proyeksi APBD 5 tahun ke depan
Proyeksi APBD dalam lima tahun ke depan dilakukan dengan melakukan perhitungan
regresi terhadap kecenderungan APBD dalam lima tahun terakhir menggunakan asumsi atas
dasar trend historis. Setelah diketahui pendapatan dan belanja maka diperkirakan alokasi APBD
terhadap bidang Cipta Karya dalam lima tahun ke depan dengan asumsi proporsinya sama
Tabel V.3 Proyeksi Pendapatan Daerah Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2014 -2018
DAERAH 80,512.22 107,879.12 101,423.76 117,559.71 142,287.28 152,610.55 1.
Pajak
Daerah 14,131.08 19,509.89 22,802.37 25,626.27 24,487.08 28,370.74
2.
Retribusi
Daerah 11,306.81 17,324.36 17,413.00 18,283.65 19,197.83 20,157.72
3.
Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan
6,884.91 9,194.30 7,356.79 7,963.22 9,577.36 10,238.84
4. Lain-lain Pendapatan
Asli Daerah yang Sah 48,189.42 61,850.57 53,851.60 65,686.57 89,025.01 93,843.25 DANA
PERIMBANGAN 1,323,840.26 1,489,921.59 1,542,405.43 1,606,232.52 1,753,634.69 1,912,342.75
1.
Dana Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak
501,186.49 575,505.41 582,268.44 598,088.68 644,676.47 692,488.70
2. Dana Alokasi Umum 773,041.10 847,860.75 890,253.79 934,766.48 1,028,243.12 1,131,067.44
3. Dana Alokasi Khusus 49,612.67 66,555.43 69,883.20 73,377.36 80,715.10 88,786.61 LAIN-LAIN
PENDAPATAN DAERAH YANG SAH
141,121.20 192,326.27 230,127.26 257,423.88 292,451.40 316,281.35
1.
Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi dan Pemerintah Daerah Lainnya
51,203.03 87,203.82 123,207.78 132,263.43 147,746.78 151,594.77
2.
Dana Penyesuaian
dan Otonomi Khusus 82,203.26 88,926.44 106,919.48 125,160.45 144,704.62 164,686.58
3.
Tabel V.4 Proyeksi Pengeluaran Periodik, Wajib dan Mengikat Pemerintah Kabupaten
Indragiri Hilir Tahun 2013 -2018 (Rp. Ribu)
No Uraian 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Belanja Tidak Langsung 417,322,500.25 460,548,248.76 508,299,442.15 561,046,058.56 619,310,687.06 663,670,586.61
1 Belanja Gaji dan Tunjangan 413,224,261.68 456,453,128.76 504,204,322.15 556,950,938.56 615,215,567.06 679,575,466.61
2
Belanja Penerimaan Anggota dan Pimpinan DPRD serta Operasional KDH/WKDH
4,095,120 4,095,120 4,095,120 4,095,120 4,095,120 4,095,120
3 Belanja Bunga 3,118.57 0 0 0 0 0
4 Belanja Bagi Hasil 0 0 0 0 0 0
Belanja Langsung 48,216,262.30 55,920,054.09 64,868,026.97 75,262,191.67 87,337,452.29 101,366,971.06
1 Belanja Honorarium PNS khususuntuk guru dan tenaga medis 0 0 0 0 0 0
2 Belanja Beasiswa PendidikanPNS 456,200.00 479,010.00 502,960.50 528,108.52 554,513.95 582,239.64
3 Belanja Jasa Kantor (khusustagihan bulanan kantor seperti
listrik, air, telepon dan sejenisnya)
45,752,876.30 53,233,139.49 61,936,371.41 72,062,518.58 83,844,217.32 97,552,138.28
4 Belanja sewa gedung kantor(yang telah ada kontrak jangka
panjang)
0 0 0 0 0 0
5 Belanja sewa perlengkapan danperalatan kantor (yang telah ada
kontrak jangka panjang)
2,007,186.00 2,207,904.60 2,428,695.06 2,671,564.56 2,938,721.02 3,232,593.12
Pembiayaan Pengeluaran 6,641,843.94 6,973,936.14 7,322,632.95 7,688,764.59 8,073,202.82 8,476,862.96
1 Pembentukan Dana Cadangan - 0 0 0 0 0
2 Penyertaan Modal / Investasi 6,641,843,946 6,973,936.14 7,322,632.95 7,688,764.59 8,073,202.82 8,476,862.96
3 Pembayaran Pokok Hutang - 0 0 0 0 0
TOTAL 472,180,606.50 523,442,238.99 580,490,102.07 643,997,014.84 714,721,342.19 793,514,420.64
Tabel V.5 Proyeksi tentang Kapasitas Riil Kemampuan Keuangan Daerah Kabupaten
Indragiri Hilir untuk Pendanaan Pembangunan Daerah Tahun 2014 - 2018
No. Uraian
Proyeksi
2014 2015 2016 2017 2018
(Rp.juta) (Rp.juta) (Rp.juta) (Rp.juta) (Rp.juta)
.
Pendapatan 1,790,127 1,873,956 1,981,216 2,188,373 2,381,235
.
Sisa Lebih Riil Perhitungan Anggaran
440,248 500,000 400,000 270,000 160,000
Total penerimaan 2,230,375 2,373,956 2,381,216 2,458,373 2,541,235
Dikurangi:
5.4.2 Arahan Kebijakan Kelembagaan Bidang Cipta Karya
Beberapa kebijakan berikut merupakan landasan hukum dalam pengembangan dan
peningkatan kapasitas kelembagaan bidang Cipta Karya pada pemerintahan kabupaten/kota.
1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
Dalam UU 32/2004 disebutkan bahwa Pemerintah Daerah mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintahan dan menjalankan otonomi seluas-luasnya, dengan tujuan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah. Untuk membantu
Kepala Daerah dalam melaksanakan otonomi, maka dibentuklah organisasi perangkat daerah
yangditetapkan melalui Pemerintah Daerah.
Dasar utama penyusunan perangkat daerah dalam bentuk suatu organisasi adalah adanya
urusan pemerintahan harus dibentuk kedalam organisasi tersendiri. Besaran organisasi
perangkat daerah sekurang-kurangnya mempertimbangkan faktor kemampuan keuangan,
kebutuhan daerah, cakupan tugas yang meliputi sasaran tugas yang harus diwujudkan, jenis
dan banyaknya tugas,luas wilayah kerja dan kondisi geografis, jumlah dan kepadatan
penduduk, potensi daerah yang bertalian dengan urusan yang akan ditangani, dan sarana dan
prasarana penunjang tugas. Oleh karena itu, kebutuhan akan organisasi perangkat daerah
bagi masing-masing daerah tidak senantiasa sama atau seragam.
2. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan
PP tersebut mencantumkan bahwa bidang pekerjaan umum merupakan bidang wajib yang
menjadi urusan pemerintah daerah,dan pemerintah berkewajiban untuk melakukan
pembinaan terhadap pemerintah kabupaten/kota.
PP 38/2007 ini juga memberikan kewenangan yang lebih besar kepada Pemerintah
Kabupaten/Kota untuk melaksanakan pembangunan di Bidang Cipta Karya. Hal ini dapat
dilihat dari Pasal 7 Bab III, yang berbunyi: “(1) Urusan wajib sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6 ayat (2) adalah urusan pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh pemerintahan
daerah provinsi dan pemerintahan daerah kabupaten/kota, berkaitan dengan pelayanan dasar.
(2) Urusan wajib sebagaimana dimaksud padaayat (1) meliputi: antara lainnya adalah bidang
pekerjaan umum”.
Dari pasal tersebut, ditetapkan bahwa bidang pekerjaan umum merupakan bidang wajib yang
salahsatu perangkat pembangunan daerah perlu melibatkan Pemerintah, pemerintah provinsi
dan pemerintah kabupaten/kota.
3. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 tahun 2007 tentang Organisasi Daerah
Berdasarkan PP 41 tahun 2007, bidang PU meliputi bidang Bina Marga, Pengairan, Cipta
Karya dan Penataan Ruang. Bidang PU merupakan perumpunan urusan yang diwadahi dalam
bentuk dinas. Dinas ditetapkan terdiri dari 1 sekretariat dan paling banyak 4 bidang, dengan
sekretariat terdiri dari 3 sub-bagian dan masing-masing bidang terdiri dari paling banyak 3
seksi.
4. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang RPJMN 2010-2014
Dalam Buku II Bab VIII Perpres ini dijabarkan tentang upaya untuk meningkatkan kapasitas
dan akuntabilitas kinerja birokrasi diperlukan adanya upaya penataan kelembagaan dan
ketalalaksanaan, peningkatan kualitas sumber daya manusia aparatur, pemanfaatan teknologi
informasi dan komunikasi, penyempurnaan sistem perencanaan dan penganggaran,
sertapengembangan sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintahdan aparaturnya.
Untuk mendukung penataan kelembagaan, secara beriringan telah ditempuh upaya untuk
memperkuat aspek ketatalaksanaan dilingkungan instansi pemerintah, seperti perbaikan
standar operasi dan prosedur (SOP) dan penerapan e-government di berbagai instansi.
Sejalan dengan pengembangan manajemen kinerja dilingkungan instansi pemerintah, seluruh
instansi pusat dan daerah diharapkan secara bertahap dalam memperbaiki system
ketatalaksanaan dengan menyiapkan perangkat SOP, mekanisme kerja yang lebih efisien dan
efektif, dan mendukung upaya peningkatan akuntabilitas kinerja.
5. Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 Tentang Grand Design Reformasi Birokrasi
2010-2025
Tindak lanjut dari Peraturan Presiden ini, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara telah
mengeluarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 30 Tahun 2012
tentang Pedoman Pengusulan, Penetapan, dan Pembinaan Reformasi Birokrasi pada
Pemerintah Daerah. Berdasarkan peraturan menteri ini, reformasi birokrasi pada pemerintah
daerah dilaksanakan mulai tahun 2012, dengan dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan
sesuai dengan kemampuan pemerintah daerah. Permen ini memberikan panduan dan
kejelasan mengenai mekanisme serta prosedur dalam rangka pengusulan, penetapan, dan
pembinaan pelaksanaan reformasi birokrasi pemerintah daerah.
Upaya pembenahan birokrasi di lingkungan Direktorat Jenderal Cipta Karya telah dimulai
sejak tahun 2005. Pembenahan yang dilakukan adalah menyangkut 3 (tiga) pilar birokrasi,
yaitu kelembagaan, ketatalaksanaan, dan Sumber Daya Manusia (SDM).
Untuk mendukung tercapainya good governance, maka perlu dilanjutkan dan disesuaikan
dengan program reformasi birokrasi pemerintah, yang terdiri dari sembilan program, yaitu :
1. Program Manajemen Perubahan, meliputi: penyusunan strategi manajemen perubahan
dan strategi komunikasi K/Ldan Pemda, sosialisasi dan internalisasi manajemen
perubahan dalam rangka reformasi birokrasi;
2. Program Penataan Peraturan Perundang-undangan, meliputi: penataan berbagai
peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan/diterbitkan oleh K/L dan Pemda;
3. Program Penguatan dan Penataan Organisasi, meliputi: restrukturisasi tugas dan fungsi
unit kerja, serta penguatan unit kerja yang menangani organisasi, tata laksana, pelayanan
publik, kepagawaian dan diklat;
4. Penataan Tatalaksana, meliputi: penyusunan SOP penyelenggaraan tugas dan fungsi,
serta pembangunan dan pengembangan e-government;
5. Penataan Sistem Manajemen SDM Aparatur, meliputi: penataan sistem rekrutmen
pegawai, analisis dan evaluasi jabatan, penyusunan standar kompetensi jabatan,
asesmen individu berdasarkan kompetensi;
6. Penguatan Pengawasan, meliputi: penerapan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah
(SPIP) dan Peningkatan peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP);
7. Penguatan Akuntabilitas, meliputi: penguatan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah,
pengembangan system manajemen kinerja organisasi dan penyusunan Indikator Kinerja
8. Penguatan Pelayanan Publik, meliputi: penerapan standar pelayanan pada unit kerja
masing-masing, penerapan SPM pada Kab/Kota.
9. Monitoring, Evaluasi, dan Pelaporan.
Pola pikir Reformasi Birokrasi di Kementerian Pekerjaan Umum dapat dilihat pada gambar V.3
berikut ini.
6. Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam
Pembangunan Nasional
Di dalam Inpres ini dinyatakan bahwa pengarusutamaan gender kedalam seluruh proses
pembangunan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan fungsional semua
instansi dan lembaga pemerintah di tingkat Pusat dan Daerah. Presiden menginstruksikan
untuk melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan,
penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan
nasional yang berperspektif gender sesuai dengan bidang tugas dan fungsi, serta
kewenangan masing-masing.
Terkait PUG, Kementerian PU dan Ditjen Cipta Karya pada umumnya telah mulai menerapkan
PUG dalam tiap program/kegiatan Cipta Karya. Untuk itu perlu diperhatikan dalam
pengembangan kelembagaan bidang Cipta Karya untuk memasukkan prinsip-prinsip PUG,
demikian pula di dalam pengelolaan RPIJM Bidang Cipta Karya.
7. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 14/PRT/M/2010 Tentang Standar Pelayanan
Minimum
Peraturan Menteri PU ini menekankan tentang target pelayanan dasar bidang PU yang
menjadi tanggung jawab pemerintah kabupaten/kota. Target pelayanan dasar yang ditetapkan
dalam Permen ini yaitu pada Pasal 5 ayat 2, dapat dilihat sebagai bagian dari beban dan
tanggung jawab kelembagaan yang menangani bidang ke PU-an, khususnya untuk sub bidang
Cipta Karya yang dituangkan di dalam dokumen RPIJM.
Dalam Permen ini juga disebutkan bahwa Gubernur bertanggung jawab dalam koordinasi
penyelenggaraan pelayanan dasar bidang PU, sedangkan Bupati/Walikota bertanggung jawab
dalam penyelenggaraan pelayanan dasar bidang PU.Koordinasi dan penyelenggaraan
pelayanan dasar Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang dilaksanakan oleh instansi
yang bertanggung jawab di Bidang PU dan Penataan Ruang baik provinsi maupun
kabupaten/kota.
8. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 57 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis
Penataan Organisasi Perangkat Daerah
Peraturan menteri ini menjadi landasan petunjuk teknis dalam penataan perangkat daerah.
Berdasarkan Permen ini dasar hokum penetapan perangkat daerah adalah Peraturan Daerah
(Perda). Penjabaran tupoksi masing-masing SKPD Provinsi ditetapkan dengan Pergub, dan
SKPD Kab/Kota dengan Perbup/Perwali.
9. Permendagri Nomor 57 tahun 2010 tentang Pedoman Standar Pelayanan Perkotaan
Pedoman ini dimaksudkan sebagai acuan bagi pemerintah daerah sebagai dasar untuk
memberikan pelayanan perkotaan bagi masyarakat. SPP adalah standar pelayanan minimal
kawasan perkotaan, yang sesuai dengan fungsi kawasan perkotaan merupakan tempat
permukiman perkotaan, termasuk di dalamnya jenis pelayanan bidang Cipta Karya, seperti
10. Kepmen PAN Nomor 75 tahun 2004 tentang Pedoman Perhitungan Kebutuhan Pegawai
Berdasarkan Beban Kerja
Dalam Rangka Penyusunan Formasi Pegawai Negeri Sipil Pedoman ini dimaksudkan sebagai
acuan bagi setiap instansi pemerintah dalam menghitung kebutuhan pegawai berdasarkan
beban kerja dalam rangka penyusunan formasi PNS. Dalam perhitungan kebutuhan pegawai,
aspek pokok yang harus diperhatikan adalah: beban kerja, standar kemampuan rata-rata, dan
waktu kerja. Dalam keputusan ini, Gubernur melakukan pembinaan dan pengendalian
pelayanan perkotaan, sedangkan Bupati/Walikota melaksanakan dan memfasilitasi
penyediaan pelayanan perkotaan.
Berdasarkan peraturan-peraturan di atas, maka dimungkinkan untuk mengeluarkan peraturan
daerah untuk pemantapan dan pengembangan perangkat daerah, khususnya untuk urusan
pemerintahan bidang pekerjaan umum dan lebih khusus lagi tentangurusan pemerintahan
pada sub bidang Cipta Karya. Dengan adanya suatu kelembagaan yang definitif untuk
menangani urusan pemerintah pada bidang Cipta Karya maka diharapkan dapat
meningkatkan kinerja pelayanan kelembagaan.
5.5 Kondisi Kelembagaan Saat Ini
Bagian ini menguraikan secara sistematis tentang kondisi eksisting kelembagaan
Pemerintah kabupaten/kota yang menangani bidang Cipta Karya.
5.5.1 Kondisi Keorganisasian Bidang Cipta Karya
Penataan dan penguatan organisasi merupakan Program ke-3 dari Sembilan Program
Reformasi Birokrasi. Keorganisasian yang dimaksud dalam pedoman ini adalah struktur, tugas,
dan fungsi pemerintah daerah yang menangani bidang Cipta Karya.
5.5.2 Kondisi Ketatalaksanaan Bidang Cipta Karya
Sebagaimana ditetapkan dalam Program RB, penataan tata laksana merupakan salah satu
prioritas program untuk peningkatan kapasitas kelembagaan. Tata laksana organisasi yang perlu
dikembangkan adalah menciptakan hubungan kerja antar perangkat daerah dengan menumbuh
kembangkan rasa kebersamaan dan kemitraan dalam melaksanakan beban kerja dan tanggung
jawab bagi peningkatan produktifitas dan kinerja.
Secara internal, Cipta Karya keorganisasian urusan pemerintah bidang Cipta Karya, perlu
mengembangkan hubungan fungsional sesuai dengan kompetensi dan kemandirian dalam
perlu dikembangkan hubungan kerja yang koordinatif baik antar bidang/seksi di dalam
keorganisasian urusan Cipta Karya, maupun untuk hubungan kerja lintas dinas/bidang dalam
rangka menghindari tumpang tindih atau duplikasi program dan kegiatan secara substansial dan
menjamin keselarasan program dan kegiatan antar perangkat daerah.
Prinsip-prinsip hubungan kerja yang diuraikan di atas perlu dituangkan di dalam Peraturan
Daerah tentang keorganisasian Pemerintah Kabupaten/kota, khususnya menyangkut tupoksi dari
masing-masing instansi pemerintah bidang Cipta Karya. Selain itu, guna memperjelas
pelaksanaan tugas pada setiap satuan kerja, perlu dilengkapi dengan tatalaksana dan tata
hubungan kerja antar satuan kerja, serta Standar Operasional Prosedur (SOP) untuk setiap
pelaksanaan tugas, yang dapat dijadikan pedoman bagi pegawai dalam melakukan tugasnya.
Tabel V.6 Hubungan Kerja Instansi Bidang Cipta Karya
No Instansi Peran Instansi dalam Pembangunan
Bidang CK
Unit/Bagian yang menangnani Pembangunan Bidang CK
(1) (2) (3) (4)
1 Bappeda Bidang Perencanaan Bidang Fisik dan infrastruktur, Bidang tata ruang
2 Dinas PU Bangkim, PBL, PLP, Randal Bangkim, PBL, PLP, Randal
5.6 Analisis Kelembagaan
Dengan mengacu pada kondisi eksisting kelembagaan perangkat daerah, bagian ini
menguraikan analisis permasalahan kelembagaan Pemerintah kabupaten/kota yang menangani
bidang Cipta Karya.
5.6.1 Analisis Keorganisasian Bidang Cipta Karya
Tujuan analisis keorganisasian adalah untuk mengetahui permasalahan keorganisasian
bidang cipta karya yang berpengaruh terhadap kinerja organisasi maupun keluaran produk RPIJM
Bidang Cipta Karya.
Analisis deskriptif dapat mengacu pada pertanyaan di bawah ini:
1. Apakah struktur organisasi perangkat kerja daerah sudah sesuai dengan peraturan
perundangan yang berlaku?
2. Apakah tugas dan fungsi organisasi bidang Cipta Karya sudah sesuai dengan tugas dan
fungsi masing-masing instansi?
3. Apa saja faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi struktur organisasi?
4. Apa saja permasalahan yang ditemui dalam organisasi perangkat kerja daerah khususnya
Salah satu cara yang dapat dipergunakan untuk melakukan analisis ini adalah dengan
melakukan diskusi antar anggota Tim RPIJM.
5.6.2 Analisis Ketatalaksanaan Bidang Cipta Karya
Tujuan analisis permasalahan ketatalaksanaan kelembagaan bidang cipta karya adalah
untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kinerja organisasi maupun keluaran
produk RPIJM Bidang Cipta Karya. Dalam proses analisis ini beberapa pertanyaan kunci
yangperlu mendapat jawaban adalah sebagai berikut:
1. Apakah Perda penetapan Organisasi Pemerintah Daerah telah menguraikan tupoksi
masing-masing dinas/unit kerja yang ada?
2. Bagaimana mekanisme hubungan kerja didalam dan antar instansi terkait bidang cipta karya
yang terjadi selama ini?
3. Apakah keorganisasian bidang cipta karya yang ada sudah mengikuti ketentuan dalam PP 41
tahun 2007? Juga perlu dicermati apakah semua sektor bidang cipta karya yaitu bidang air
minum, pengembangan permukiman, penyehatan lingkungan permukiman,dan penataan
bangunan dan lingkungan sudah tercantum dalam keorganisasian yang dibentuk?
4. Apa saja permasalahan yang ditemui dalam ketatalaksanaan perangkat kerja daerah yang
terkait dengan bidang Cipta Karya?
5. Apa saja faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi ketatalaksanaan perangkat kerja daerah
khususnya yang terkait dengan bidang cipta karya?
5.6.3 Analisis Sumber Daya Manusia (SDM) Bidang Cipta Karya
Tujuan analisis Sumber Daya Manusia adalah untuk mengetahui permasalahan SDM
bidang cipta karya yang berpengaruh terhadap kinerja organisasi maupun keluaran produk RPIJM
Bidang Cipta Karya.
Dalam proses analisis SDM, beberapa pertanyaan kunci yang dapat dijawab adalah
sebagai berikut :
1. Apakah SDM yang tersedia sudah memenuhi kebutuhan baik dari segi jumlah maupun
kualitas dalam perangkat daerah, khususnya dibidang Cipta Karya?
2. Apa saja permasalahan yang ditemui dalam manajemen SDM perangkat kerja daerah yang
terkait dengan bidang cipta karya?
3. Apa saja faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi kualitas dan kuantitas SDM
5.6.4 Analisis SWOT Kelembagaan
Analisis SWOT Kelembagaan merupakan suatu metode perencanaan strategis yang
digunakan untuk mengevaluasi kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses), peluang
(opportunities), dan ancaman (threats) di bidang kelembagaan. Analisis SWOT dapat diterapkan
dengan cara menganalisis dan memilah berbagai hal yang mempengaruhi keempat faktornya,
kemudian menerapkannya dalam matriks SWOT. Berdasarkan penjabaran dari kondisi eksisting
kelembagaan, serta pertanyaan-pertanyaan yang perlu dijawab dalam analisis kelembagaan,
maka diperlukan melakukan analisis SWOT kelembagaan bidang CK di yang meliputi aspek
organisasi, tata laksana dan sumber daya manusia.
Strategi yang digunakan adalah bagaimana kekuatan mampu mengambil keuntungan dari
peluang yang ada (strategi S-O); bagaimana cara mengatasi kelemahan yang mencegah
keuntungan dari peluang yang ada (strategi W-O); bagaimana kekuatan mampu menghadapi
ancaman yang ada (strategi S-T); dan terakhir adalah bagaimana cara mengatasi kelemahan yang
mampu membuat ancaman menjadi nyata atau menciptakan sebuah ancaman baru (strategi W-T).
Berdasarkan informasi yang disusun dari pertanyaan serta analisis tentang
keorganisasian, tata laksana dan SDM bidang Cipta Karya pada sub-bab sebelumnya, selanjutnya
dapat dirumuskan Matriks Analisis SWOT Kelembagaan. Perumusan strategi bidang kelembagaan
berdasarkan Analisis SWOT diharapkan dapat menjadi acuan dalam rencana pengembangan
kelembagaan.
Strategi SO (Kuadran 1) Strategi ST (Kuadran 2)
KELEMAHAN (W) a.
b. c.
Strategi WO (Kuadran 3) Strategi WT (Kuadran 4)
5.7 Rencana Pengembangan Kelembagaan
Bagian ini menguraikan rencana dan usulan kelembagaan Pemerintah kabupaten/kota yang
menangani bidang Cipta Karya. Berdasarkan strategi yang dirumuskan dalam analisis SWOT
sebelumnya, maka dapat dirumuskan tiga kelompok strategi meliputi strategi pengembangan
organisasi, strategi pengembangan tatalaksana, dan strategi pengembangan sumber daya
manusia. Berdasarkan strategi-strategi tersebut, dapat dikembangkan rencana pengembangan
5.7.1 Rencana Pengembangan Keorganisasian
Untuk merumuskan rencana pengembangan keorganisasian, dengan mengacu pada
analisis SWOT, dilandaskan pada efektifitas dan efisiensi yang akan tercipta dari penataan
struktur organisasi dan tupoksinya.
Rencana pengembangan keorganisasian dilakukan dengan mengacupada analisis dan
evaluasi tugas dan fungsi satuan organisasi termasuk perumusan dan pengembangan jabatan
struktural dan fungsional dilingkungan Pemda, serta menyusun analisis jabatan dan beban kerja
dalam rangka mendayagunakan dan meningkatkan kapasitas kelembagaan satuan organisasi di
masing-masing unit kerja dilingkungan Pemerintah Daerah, khususnya bidang Cipta Karya.
5.7.2 Rencana Pengembangan Ketatalaksanaan
Untuk merumuskan rencana pengembangan tata laksana, dengan mengacu pada analisis
SWOT sebelumnya, antara lain diperlukan evaluasi tata laksana, pengembangan standar dan
operasi prosedur, serta pembagian kerja dan program yang jelas antar unit dalam instansi ataupun
lintas instansi di lingkungan Pemerintah Daerah, khususnya dibidang Cipta Karya.
5.7.3 Rencana Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM)
Untuk merumuskan rencana pengembangan Sumber Daya Manusia, dengan mengacu
pada analisis SWOT, antara lain diperlukan perencanaan karier setiap pegawai sesuai dengan
kompetensi individu dan kebutuhan organisasi. Guna meningkatkan pelayanan kepegawaian,
maka perencanaan pegawai hendaknya mengacu pada analisis jabatan yang terintegrasi sesuai
dengan kebutuhan organisasi. Selain itu, rencana pengembangan SDM dapat dilakukan dengan
peningkatan jenjang pendidikan serta mendukung pembinaan kapasitas pegawai melalui
pelatihan. Sesuai dengan lingkup kegiatan bidang Cipta Karya, dalam rangka peningkatan kualitas
SDM terdapat beberapa pelatihan yang diadakan oleh Direktorat Jenderal Cipta Karya
Kementerian PU yang dapat menjadi referensi dipaparkan pada table V.7
Tabel V.7 Pelatihan Bidang Cipta Karya
No Instansi
1 Bimbingan Teknis Pengelolaan Bangunan Gedung dan Rumah Negara Pusat, Barat dan Timur serta sertifikasi Pengelola Teknis
2 Bimbingan Teknis Penyelenggaraan Bangunan Gedung Negara
3 Bimbingan Teknis Pengelolaan Rumah Negara Golongan III
4 Training of Trainers (TOT) Bidang Penyelenggaraan Penataan Bangunan dan Lingkungan
5 Training of Trainers (TOT) Sosialisasi Peraturan Perundangan-undangan Bangunan Gedung dan Lingkungan
No Instansi
7 Peningkatan Kapasitas SDM Dit. PBL bekerjasama dengan Pusat Pembinaan Kompetensi dan Pelatihan Konstruksi
8 Pembinaan Teknis Peningkatan Kemampuan dalam Bidang Keprotokolan
9 Pembinaan Teknis Peningkatan Kemampuan dalam Bidang Tata Persuratan
10 Pembinaan Teknis Peningkatan Kemampuan Pemeliharaan dan Pengamanan Infrastruktur Publik Bidang Cipta Karya
11 Pembinaan Teknis Peningkatan Kemampuan Aparatur Negara dalam Tanggap Darurat Bencana
12 Pembinaan Teknis Percepatan Proses Hibah/Alih Status Barang Milik Negara
13 Pembinaan Teknis Penerapan Aplikasi SIMAK BMN
14 Pembinaan Teknis Pengembangan Kompetensi Pegawai
15 Pembinaan Teknis Pemetaan Kompetensi Pegawai
16 Diklat Pejabat Inti Satker (PIS)
BAB V KERANGKA STRATEGIS PEMBIAYAAN INFRASTRUKTUR BIDANG CIPTA KARYA.. 79
5.1 POTENSI PENDANAAN APBD ...79
5.1.1. Proporsi Realisasi Belanja Daerah ... 84
5.2 POTENSI PEMBIAYAAN APBN ...86
5.3 ALTERNATIF SUMBER PENDANAAN...89
5.4 STRATEGIS PENINGKATAN INVESTASI BIDANG CIPTA KARYA ...90
5.4.1 Proyeksi APBD 5 tahun ke depan ... 90
5.4.2 Arahan Kebijakan Kelembagaan Bidang Cipta Karya ... 93
5.5 Kondisi Kelembagaan Saat Ini ...98
5.5.1 Kondisi Keorganisasian Bidang Cipta Karya ... 98
5.5.2 Kondisi Ketatalaksanaan Bidang Cipta Karya ... 98
5.6 Analisis Kelembagaan... 99
5.6.1 Analisis Keorganisasian Bidang Cipta Karya... 99
5.6.2 Analisis Ketatalaksanaan Bidang Cipta Karya... 100
5.6.3 Analisis Sumber Daya Manusia (SDM) Bidang Cipta Karya... 100
5.6.4 Analisis SWOT Kelembagaan ... 101
5.7 Rencana Pengembangan Kelembagaan ... 101
5.7.1 Rencana Pengembangan Keorganisasian ... 102
5.7.2 Rencana Pengembangan Ketatalaksanaan ... 102
5.7.3 Rencana Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) ... 102
Tabel V.1 Proporsi Belanja Daerah Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2009-2013 ... 85
Tabel V.2 Perkembangan KPS Bidang CK dalam 5 Tahun Terakhir ... 90
Tabel V.3 Proyeksi Pendapatan Daerah Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2014 -2018... 91
Tabel V.4 Proyeksi Pengeluaran Periodik, Wajib dan Mengikat Pemerintah Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2013 -2018 ... 92
Tabel V.5 Proyeksi tentang Kapasitas Riil Kemampuan Keuangan Daerah Kabupaten Indragiri Hilir untuk Pendanaan Pembangunan Daerah Tahun 2014 – 2018... 92
Tabel V.6 Hubungan Kerja Instansi Bidang Cipta Karya... 99
Tabel V.7 Pelatihan Bidang Cipta Karya ... 102
Gambar V.I Grafik Alokasi Anggaran dan Realisasi Belanja Daerah Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2009-2013... 85
Gambar V.2 Keorganisasian Pemerintah Kabupaten/Kota... 94