• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pertanggungjawaban Pidana Dokter Yang Melakukan Malpraktek ( Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 365K PID 2012 )

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pertanggungjawaban Pidana Dokter Yang Melakukan Malpraktek ( Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 365K PID 2012 )"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah

Kedokteran medicine) adalah suatu

tenta

mengembalikan manusia pada keadaan sehat dengan memberikan pengobatan pada

da

pengobatannya, dan penerapan dari pengetahuan tersebut.1

Praktek kedokteran dilakukan oleh

para profesional kedokteran–lazimnya

meliputi

mempraktikkan ilmu kedokteran secara harfiah, dibandingkan dengan profesi-profesi

perawatan kesehatan terkait. Profesi kedokteran adalah struktur sosial, dan pekerjaan dari

sekelompok orang yang dididik secara formal, dan diberikan wewenang untuk menerapkan

ilmu kedokteran.

Dokter adalah pihak yang mempunyai keahlian di bidang kedokteran, sedangkan

pasien adalah orang sakit yang membutuhkan bantuan dokter untuk menyembuhkan penyakit

yang dideritanya. Pada kedudukan ini dokter adalah orang sehat juga pakar dibidang

kedokteran dan pasien adalah orang sakit yang awam mengenai penyakitnya. Dalam

hubungan medik ini kedudukan dokter dan pasien adalah kedudukan yang tidak seimbang.

Pasein karena keawamannya akan menyerahkan kepada dokter tentang penyembuhan

1Hermien Hadiati Koeswadji, Hukum dan Masalah Medik, Airlangga University Press, Surabaya, 1984,

(2)

penyakitnya, dan pasien diharapkan patuh menjalankan semua nasihat dari dokter dan

memberi persetujuan atas tindakan yang dilakukan oleh dokter.

Dahulu hubungan dokter dengan pasiennya bersifat paternalistik. Pasien umumnya

hanya dapat menerima saja segala sesuatu yang dikatakan dokter tanpa dapat bertanya

apapun. Dengan kata lain, semua keputusan sepenuhnya berada di tangan dokter. Dengan

semakin meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap hak-haknya, maka pola hubungan

demikian ini juga mengalami perubahan yang sangat berarti. Pada saat ini secara hukum

kedokteran adalah partner dari pasien yang sama atau sederajat Kedudukannya, pasien

mempunyai hak dan kewajiban tertentu, seperti halnya dokter. Walaupun seseorang dalam

keadaan sakit, tetapi kedudukan hukumnya tetap sama dengan yang sehat. Sama sekali keliru

jiga menganggap seorang yang sakit selalu tidak dapat mengambil keputusan, karena secara

umum sebenarnya pasien adalah subyek hukum yang mandiri dan dapat mengambil

keputusan untuk kepentingannya sendiri. Semua pihak yang terlibat dalam hubungan

profesional ini seyugianya bebar-benar menyadari perkembangan tersebut.

Dasar hubungan antara dokter dan pasien adalah atas dasar kepercayaan dari pasien

atas kemampuan dokter untuk berupaya semaksimak mungkin menyembuhkan penyakit yang

dideritanya. Pasien percaya bahwa dokter akan berupaya semaksimal mungkin

menyembuhkan penyakitnya, tanpa adanya kepercayaan dari pasien yang melandasi

hubungan medik maka akan sia-sia upaya dari dokter menyembuhkan pasien. Di samping itu

pasien dapat meminta pertanggungjawaban dokter dalam hal dokter berbuat

kesalahan/kelalaian dan dokter tidak dapat berlindung dengan dalih perbuatan yang tidak

sengaja, sebab kesalahan/kelalaian dokter yang menimbulkan kerugian terhadap pasien

(3)

Hubungan antara dokter dan pasien terhadap upaya penyembuhan yang dilakukan

oleh dokter adalah antara kemungkinan dan ketidak pastian karena tubuh manusia bersifat

kompleks dan tidak dapat dimengerti sepenuhnya. Belum diperhitungkan variasi yang

terdapat pada setiap pasien; usia, tingkat penyakit, sifat penyakit, komplikasi dan hal-hal lain

yang bisa mempengaruhi hasil yang baik diberikan oleh dokter, oleh karena sifat

kemungkinan dan ketidakpastian dari pengobatan itulah maka dokter yang kurang

berhati-hati dan tidak kompeten di bidangnya bisa menjadi berbahaya bagi pasien.Untuk melindungi

masyarakat dari praktek pengoobatan yang kurang bermutu inilah diperlukan adanya hukum.2

Malpraktik (malapraktek) atau malpraktik terdiri dari suku kata mal dan praktik atau

praktek. Mal berasal dari kata Yunani, yang berarti buruk. Praktik (Kamus Umum Bahasa

Indonesia, Purwadrminta 1967) atau praktik (Kamus Dewan Bahasa dan Putaka Kementrian Dalam Pasal 51 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik

Kedokteran, menentukan kewajiab dokter adalah: (1) memberi pelayanan medik sesuai

dengan standar profesi dan standar operasional serta kebutuhan medis pasien, (2) merujuk

pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai kemampun yang lebih baik, apabila

tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan; (3) merahasiakan segala

sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga setelah pasien meninggal dunia; (4)

melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang

lain yang bertugas dan mmampu melakukannya, (5) menambah ilmu pengerahuan dan

mengikuti perkembangan ilmu kedokteran atau kedokteran gigi. Kewajiban dokter yang

diatur dalam Pasal merupakan upaya yang harus dilakukan dokter sebagai profesi luhur

dituntut memiliki etika, moral dan keahlian dalam melaksanakan praktik kedokteran.

2

(4)

Pendidikan Malaysia 1991) berarti menjalankan perbuatan yang tersebut dalam teori atau

menjalankan pekerjaan (profesi). Jadi malpraktik berarti menjalankan pekerjaan yang buruk

kualitasnya, tidak lege artis, tidak tepat. Malpraktik tidak hanya terdapat dalam bidang

kedokteran, tetapi juga dalam profesi lain seperti perbankan, pengacara, akuntan publik, dan

wartawan3

Dokter merupakan bagian dalam masyarakat, karenanya dokter juga mengenal

berbagai tanggung jawab terhadap norma-norma yang berlaku di masyarakat dimana dokter

bertugas. Tanggung jawab sebagai anggota masyarakat ada kaitannya dengan tata tertib yang

berlaku di masyarakat antara lain adalah norma hukum/ tertib hukum yang berisi

perintah/larangan bagi semua pihak yang melanggarnya serta memberikan sanksi yang tegas

demi ketentraman dan ketertiban dalam masyarakat yang bersangkutan. Tanggung jawab ..

Malpraktik dalam pelayanan kesehatan pada akhir-akhir ini mulai ramai di

bicarakan masyarakat dari berbagai golongan. Hal ini ditunjukkan banyaknya pengaduan

kasus-kasus malpraktik yang diajukan masyarakat terhadap profsi dokter yang dianggap telah

merugikan pasien dalam melakukan perawatan. Sebenarnya dengan meningkatnya jumlah

pengaduan ini membuktikan bahwa masyarakat mulai sadar akan haknya dalam usaha untuk

melindungi dirinya sendiri dari tindakan pihak lain yang dirugikannya. Dengan

menggunakan jasa pengacara masyarakat mulai berani menuntut/menggugat dokter yang

diduga telah melakukan malpraktik. Hal ini juga dari sudut lain menunjukkan bahwa tingkat

pendidikan maupun tingkat kesejahteraan masyarakat semakin meningkat pula sehingga

masyarakat dapat menggunakan jasa pengacara untuk mencari keadilan bagi dirinya atas

tindakan pihak lain yang dirasakan telah merugikannya.

3

(5)

hukum ini sendiri muncul dan banyak macamnya, yaitu ada tanggung jawab menurut hukum

perdata, menurut hukum pidana, menurut hukum administarasi, di samping itu juga menurut

kode etik profesi sendiri.

Kasus malpraktik bukanlah hal yang baru, pada tahun 1923 telah ditemukan kasus

Djainun yang kelebihan dosis obat. Pada tahun 1981 di Pati, Jawa Tengah kasus malpraktek

dialami oleh Rukimini Kartono yang meninggal setelah ditangani oleh Setianingrum, seorang

dokter Puskesmas. Pengadilan Negeri Pati memvonis Dokter Setianingsum bersalah

melanggar Pasal 360 KUHP, dia dihukum tiga bulan penjara. Setelah menyatakan Banding

ke Pengadilan Tinggi, Putusan Pengadilan Negeri Pati ini diperkuat oleh Putusan Pengadilan

Tinggi. Akan tetapi ia selamat dari sanksi pidana setelah putuan Pengadilan Negeri Pati ini

dikasasi oleh Mahkamah Agung pada tanggal 27 Juni 1984.4

Kasus-kasus yang terungkap lewat media massa tetapi tidak terungkap sampai ke

tingkat Pengadilan antara lain; Kasus Ny. Masaulina pada tahun 1983, Kasus Ny. Ngatemi

pada tahun 1983 mengenai kuret, Kasus Buchari pada tahun 1984 mengenai leser batu, kasus

Ny. Indah pada tahun 1985 mengenai anestesi, Kasus Ny. Indang pada tahun 1985 mengenai

anesteri dan vegetative state, Kasus Prof Irwanto dari Fakultas Psikologi Universitas

Atmajaya mengalami kelumpuhan karena dokter yang menanganinya memberikan obat yang

salah. 5

Kasus terbaru adalah kasus yang terjadi di Rumah Sakit Umum Prof. Dr. R.D.

Kandou Malalayang Kota Manado. Pengadilan Negeri menyatakan dokter Ayu Sasiary

Prawani, dokter Hendry Simanjuntak dan dokter Handy Siagian dinyatakan tidak terbukti

secara sah dan meyakinkan dalam melaksanakan operasi terhadap korban Siska Makatey

4

J. Guwandi, Hukum Medik, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2004, hal. 9

5

(6)

seperti yang didakwakan oleh Jaksa penuntut Umum Theodorus Rumampuk dan dan

Maryanti Lesar. Sebaliknya Mahkamah Agung menyatakan dokter Ayu Sasiary Prawani,

dokter Hendry Simanjuntak dan dokter Handy Siagian, terbukti secara sah dan menyakinkan

bersalah melakukan tindak pidana perbuatan yang karena kealpaannya menyebabkan matinya

orang lain dan dijatuhi pidana masing-masing 10 (sepuluh) bulan. J. Guwandi menyatakan

bahwa sampai saat ini belum ada keputusan hakim yang memuat pertimbangannya dapat

dikumpulkan dan dijadikan yurispudensi tetap bagi perkara malpraktik.6

Pertanggungjawaban pidana terhadap dokter yang diduga telah melakukan

malpraktik dapat diminta apabila telah terjadi tindak pidana yaitu peristiwa tersebut

mengandung salah satu dari tiga unsur, yaitu (1) perilaku atau sikap tindak yang melanggar

norma hukum pidana tetulis; (2) perilaku tersebut melanggar hukum; (3) perilaku tersebut

didasarkan pada kesalahan.7

1. Apakah yang menjadi syarat-syaratmalpraktik medis yang di lakukan oleh dokter

?

Berdasarkan latar belakang sebagaimana telah diuraikan di atas, penulis tertarik

untuk membuat skripsi dengan judul: Pertanggungjawaban Pidana Dokter Dalam Putusan

Mahkamah Agung Nomor 365K/Pid/2012.

B. Rumusan Masalah

Bedasarkan latar belakang di atas, kemukakan rumusan masalah dalam skripsi

sebagai berikut :

6

J. Guwandi, Pengantar Ilmu Hukum dan Bio-etika , Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2009, hal.6

7

(7)

2. Bagaimana pertanggungjawaban pidana dokter yang melakukan malpraktek

dalam putusan Mahkamah Agung nomor 365K/Pid/2012 ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan Penulisan

Dalam penulisan ini, ada beberapa hal yang menjadi tujuannya adalah sebagai

berikut:

a. Untuk mengetahu syarat-syarat malpraktek yang dilakukan oleh dokter terhadap pasien

yang sedang melakukan pengobatan.

b. Untuk mengetahui dan menganalisa pertanggungjawaban pidana dokter yang melakukan

malpraktik dalam putusan Mahkamah Agung nomor 365K/Pid/2012

Manfaat Penulisan

Dalam penulisan skrpisi ini juga memberikan manfaat secara teoritis dan praktis,

yaitu sebagai berikut :

a. Manfaat Teoritis

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan dalam

pengembangan ilmu pengetahuan hukum pidana khususnya mengenai pertanggungjawaban

pidana bagi dokter yang melakukan malpraktik medis.

b.Manfaat Praktis

Selain manfaat teoritis, penulisan skripsi ini dapat memperluas pengetahuan tentang

penerapan ilmu yang didapat selama perkuliahan, serta menambah wacana ilmu hukum

pidana tantang syarat-syarat malpraktik medis serta pertanggungjawaban pidana dokter yang

melakukan malpraktik medis.Di samping itu hasil penelitian ini daharapkan dapat memberi

(8)

D. Keaslian Penulisan

Tulisan saya yang berjudul : Pertanggungjawaban Pidana Dokter yang Melakukan

Malpraktek(Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor : 365K / Pid / 2012) yang saya angkat

menjadi judul dalam skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri yang asli tanpa adaya proses

penjiplakan atas karya tulis manapun. Tulisan saya yang berjudul : Pertanggungjawaban

Pidana Dokter yang Melakukan Malpraktek (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor : 365K

/ Pid / 2012) belum pernah di tulis di Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara. Hal ini

dibuktikan bahwa sudah lulus uji bersih di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Jikalau peulisan skripsi ini sama tetapi pambahasan dalam skrpisi ini sangatlah berbeda dan

juga merupakan penulisan yang ditulis proses dan hasil upaya pemikiran sendiri.

E. Tinjauan Kepustakaan 1. Pengertian malpraktik

Berdasarkan penelusuran kami pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) ternyata

tidak terdapat kata malpraktik dalam bahasa Indonesia. Akan tetapi hal yang Anda maksud

bisa memiliki makna apabila kata “mala” digabung dengan kata “praktik” sehingga

bermakna celaka yang diakibatkan dalam pelaksanaan pekerjaan (dokter, pengacara, dsb).Hal

serupa diutarakan oleh J.Guwandi dengan mengutip Black’s Law Dictionary, mengatakan bahwa:8

“Malpraktek adalah, setiap sikap tindak yang salah, kekurangan keterampilan dalam ukuran tingkat yang tidak wajar. Istilah ini umumnya dipergunakan terhadap sikap tindak dari para dokter, pengacara dan akuntan. Kegagalan untuk memberikan pelayanan profesional dan melakukan pada ukuran tingkat keterampilan dan kepandaian yang wajar di dalam masyarakatnya oleh teman sejawat rata-rata dari profesi itu, sehingga mengakibatkan luka, kehilangan atau kerugian pada penerima pelayanan tersebut yang cenderung menaruh kepercayaan terhadap mereka itu. Termasuk di dalamnya setiap sikap tindak profesional yang salah, kekurangan

8

(9)

keterampilan yang tidak wajar atau kurang kehati-hatian atau kewajiban hukum, praktek buruk atau ilegal atau sikap immoral.”

Apapun definisi malpraktek medik pada intinya mengandung salah satu unsur berikut:

1. Dokter kurang menguasai ilmu pengetahuan kedokteran dan keterampilan yag sudah

berlaku umum dikalangan profesi kedokteran.

2. Dokter memberikan pelayanan medik dibawah standar (tidak lege artis)

3. Dokter melakukan kelalaian berat atau kurang hati-hati, yang dapat mencakup :

a. Tidak melakukan sesuatu tindakan yang seharusnya dilakukan, atau

b. Melakukan sesuatu tindakan yang seharusnya tidak dilakukan.

c. Melakukan tindakan medik yang bertentangan dengan hukum

Dalam praktiknya banyak sekali hal hal yang dapat diajukan sebagai malpraktik,

seperti salah diagnosis atau terlambat diagnosis karena kurang lengkapnya pemeriksaan,

pemberian terapi yang sudah ketinggalan zaman, kesalahn teknis waktu melakukan

pembedahan, salah dosis obat, salah metode atau pengobatan, perawatan tidak tepat,

kelalaian dalam pemantauan pasien, kegagaan komunikasi, dan kegagalan peralatan.

Walaupun Undang-Undang Nomor 6 tahun 1963 Tentang Tenaga Kesehatan sudah dicabut

oleh Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992 Tentang Kesehatan, namun perumusan

malpraktik/kelalaian medik yang tercantum pada pasal 11b masih dipergunakan, yaitu:

Dengan tidak mengurangi ketentuan di dalam KUHP dan peraturan perundang-undangan

yang lain, terhadap tenaga kesehatan dapat dilakukan tindakan administratif dalam hal

sebagai berikut:

a. Melalaikan kewajiban

b. Melakukan suatu hal yang seharusnya tidak boleh diperbuat oleh seorang tenaga kesehatan

(10)

Dari 2 butir tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa pada butir (a) melalaikan

kewajiban, yang berarti tidak melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan sedangkan pada

butir (b) berarti melakukan sesuatu tindakan yang seharusnya tidak dilakukan.Kelalaian

bukanlah suatu pelanggaran hukum atau kejahatan jika kelalaian tidak sampai membawa

kerugian atau cedera kepada orang lain dan orang tidak menerimanya. Ini bedasarkan prinsip

hukukm “De minimis noncurat lex” yang berarti hukum tidak mencampuri hal-hal yang

dianggap sepele. Akan tetapi , jika kelalaian itu mengakibatkan kerugian materi,

mencelakakan bahkan merenggut nyawa orang lain, klasifikasikan sebagai kealaian berat

(culpa lata), serius dan kriminil. Tolak ukur culpa lata adalah : 1. Bertentangan dengan

hukum, 2. Akibatnya dapat dibayangkan, 3. Akibatnya dapat dihindarkan, 4. Perbuatannya

dapat dipersalahkan.9

Jadi malpraktik medik merupakan kelalaian yang berat dan pelayanan kedokteran di

bawah standar. Malpraktik medik murni (criminial malpracitice) sebenarnya tidak banyak

dijumpai. Misalnya melakukan pembedahan dengan niat membunuh pasiennya atau adanya

dokter yang sengaja melakukan pembedahan pasiennya tanpa indikasi medik, (appendektomi,

histerektomi, dan sebagainya), yang sebenarnya tidak perlu dilakukan, jadi semata-mata

untuk mengeruk keuntungan pribadi. Memang masyarakat yang menjadi materialistis,

hedonistis, dan konsumtif, kalangan dokter trurt berimas, malpraktik seperti di atas dapat

meluas. Pasien/keluarga menaruh kepercayaan kepada dokter, karena :10

9

Fred Ameln, Kapita Selekta Hukum Kedokteran, Grafikatama Jaya, Jakarta, 1991, hal. 84

10

Hendrojono Soewono, Malprakter Dokter, Srikandi, Surabaya, 2007, hal. 8

1. Dokter mempunyai ilmu pengetahuan dan keterampilan untuk menyembuhkan penyakit

atau setidak-tidaknya meringankan penderitaan

(11)

3. Dokter akan bertindak bedasarkan standar profesinya

2. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana

Dalam bahasa asing pertanggungjawaban pidana disebut sebagai

toerekenbaarheid”, “criminal responbility”, “criminal liability” merujuk kepada

pemidanaan pelaku dengan maksud untuk menentukan apakah seseorang terdawa atau

tersangka dipertanggungjawabakan atas suatu tindak pidana yang terjadi atau tidak.

Pertanggungjawaban itu sendiri adalah diteruskannya celaan yang obyektif yang ada pada

tindak pidana dan untuk dapat dipidananya si pelaku, disyaratkan bahwa tindak pidana yang

dilakukannya haruslah memenuhi unsur-unsur yang telah ditentukan dalam undang-undang.

Seseorang akan dipertanggungjawabkan atas tindakan tersebut apabila dalam tindakan itu

terdapatnya melawan hukum serta tidak ada alasan pemaaf.

Pertanggungjawaban pidana adalah kesalahan yang terdapat pada jiwa pelaku dalam

hubungannya dengan kelakuan yang dapat dipidana. Berdasarkan kejiwaan itu pelaku dapat

dicela karena kelakuannya. Kesalahan ditempatkan sebagai faktor yang menentukan dalam

pertanggungjawaban pidana dan tidak hanya dipandang sekedar unsur mental dalam tindak

pidana.11

Menurut Roeslan Saleh,dalam pengertian perbuatan pidana tidak termasuk hal

pertanggungjawaban. Perbuatan pidana hanya menunjuk kepada dilarangnya perbuatan.

Apakah orang yang telah melakukan perbuatan itu kemudian juga dipidana, tergantung pada

soal apakah dia dalam melakukan perbuatan itu memang mempunyai kesalahan atau tidak.

Apabila orang yang melakukan perbuatan pidana itu memang mempunyai kesalahan, maka Konsep pertanggungjawaban pidana merupakan syarat yang diperlukan untuk

mengenakan pidana terhadap seseorang pembuat tindak pidana.

11

(12)

tentu dia akan dipidana”.Di dalam pasal-pasal KUHP, unsur-unsur delik dan unsur

pertanggungjawaban pidana bercampur aduk dalam buku II dan III, sehingga dalam

membedakannya dibutuhkan seorang ahli yang menentukan unsur keduanya. Menurut

pembuat KUHP syarat pemidanaan disamakan dengan delik, oleh karena itu dalam pemuatan

unsur-unsur delik dalam penuntutan haruslah dapat dibuktikan juga dalam persidangan.12

Pertanggungjawaban pidana menjurus kepada pemidanaan pelaku, jika telah

melakukan suatu tindak pidana dan memenuhi unsur-unsurnya yang telah ditentukan dalam

undang-undang. Dilihat dari sudut terjadi suatu tindakan yang terlarang (diharuskan),

seseorang akan dipertanggungjawabpidanakan atas perbuatan tersebut apabila perbuatan

tersebut bersifat melawan hukum. Dalam pertanggungjawaban pidana tersebut tersangka ini

harus mempertanggungjawabkan perbuatan pidananya di hadapan polisi ataupun di hadapan

hakim, kesalahan kesalahan yang dibuat pelaku tersebut tentu perbuatan yang tercela dan

dapat merugikan diri sendiri ataupun orang sekitarnya termasuk keluarganya sendiri,

pertanggungjawaban ini harus diadili oleh hakim yang bersangkutan apakah yang

dilakukannya tentu hal hal yang tercela dan merugikan orang lain ataupun orang orang

terdekat, dalam pertanggungjawaban pidana tersebut harus memenuhi unsur-unsur yang telah

dilakukan dan dilihat apa yang dilakukan oleh terdakwa selama dia melakukan perbuatan

yang tercela. Orang-orang yang telah melakukan perbuatan pidan memang harus diminta

pertanggungjawaban pidananya di hadapan hakim dan jika telah melakukan suatu tindak

pidana maka dipenuhi lah dengan unsur-unsurnya yang telah ditentukan dalam

undang-undang. seseorang akan dipertanggungjawab-pidanakan atas tindakan-tindakan tersebut

apabila tindakan tersebut bersifat melawan hukum (dan tidak ada peniadaan sifat melawan

12

(13)

hukum atau rechtsvaardigingsgrond atau alasan pembenar) untuk itu. Dilihat dari sudut

kemampuan bertanggungjawab, maka hanya pelaku yang yang “mampu bertanggung-jawab

yang dapat dipertanggung-jawabkan.

F. Metode Penelitian

Dalam metode penelitian ini dalam penulisan skripsi ini adanya pembahasan di

dalamnya, dalam pembahasan ini tentu harus disertai dengan data data yang akurat begitu

juga denga informasi-informasi yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan

kebenarannya. Adapun metode ini yang digunakan dalam penulisan skripsi ini dapat

diuraikan sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Jenis penulisan skripsi ini bersifat yuridis normatif yaitu penelitian yang mengacu

kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan

keputusan pengadilan. Penelitian yuridis normatif merupakan prosudur penelitian ilmiah

untuk menemukan kebenaran logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya.13

Sifat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yang bersifat

diskriptif analitis. Diskriptif analitis adalah suatu penelitian yang menggambarkan, menelaah,

menjelaskan dan menganalisis hukum baik dalam bentuk teori maupun praktik dari hasil

peneliatian, bertujuan untuk mendiskripsikan atau menggambarkan dan menganalisis data

yang diperoleh secara sitematis, faktual dan akurat, termasuk di dalamnya peraturan

perundang-undangan yang berlaku dikaitkan dengan teori-teori hukum dan praktek

pelaksanaan hukum positif yang menyangkut permasalahan dalampenulisan skripsi ini.

13

(14)

2. Sumber Bahan Hukum

Penelitian hukum normatif menitik beratkan pada studi kepustakaan yang

berdasarkan pada bahan hukum sekeunder. Bahan hukum skuder terdiri dari:

a. Bahan hukum primer terdiri dari :

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1963

Tentang Tenaga Kesehatan, Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang

PraktikKedokteran,Putusan Mahkamah Agung Nomor: 365 K/Pid/ 2012 dan

peraturan-peraturan lain yang berkaitan dengan pertanggungjawaban pidana.

b. Bahan hukum skunder merupakan bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai

bahan hukum primer, yaitu terdiri dari buku-buku teks yang berkaitan dengan

pertanggungjawaban pidana, hasil-hasil seminar atau karya ilmiah, dokumen pribadi dan

pendapat lain dari kalangan pakar hukum yang relevan dengan permasalahan dalam

skripsi ini.

c. Bahan hukum tersier merupakan bahan penunjang yang memberikan petunjuk dan

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan skunder, seperti kamus umum, kamus

hukum, ensiklopedia dan internet yang relepan dengan permasalaha dalam skripsi ini.

3. Teknik Pengumpulan bahan Hukum

Teknik pengumpulan bahan hukum pada penelitian ini dilakukan dengan studi

dokumentasi, yaitu bahan hukum yang diperoleh melalui penelusuran kepustakaan yang

berupa bahan hukum sekunder. Studi kepustakaan digunakan untuk mengumpulkan

bahan-bahan hukum melakui pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan, literatur-literatur

(15)

4. Analisis Bahan Hukum

Analisis bahan hukumdilakukan dengan menggunakan metode kualitatif yaitu

pemilihan secara teori-teori, asas-asas, norma-norma, doktrin, dan pasal pasal yang terdapat

dalam undang-undang malpraktik ini sehingga mendapatkan suatu permasalahan yang

terjadi. Data-data yang didapatkan berasal dari internet atau buku buku yang meyangkut

dengan malpraktik tersebut dan banyak sumber sumber lainnya yang menyangkut dengan

malpraktik tersebut.

G. Sistematika Penulisan

Untuk menghasilkan karya ilmiah yang baik dan benar, maka penulisan diuraika

secara sistematis dan diperlukan suatu sistematika penulisan yang teratur. Dimana penulis

tersebut dapat membagi menjadi bab dan masing – masing bab ini saling berkaitan antara

satu dengan yang lainnya. Adapun sistematika penulisan tersebut adalah sebagai berikut :

BAB I : Pendahuluan

Bab ini dimana menjelaskan hal hal yang umum sebagai awal dari penulisan

skripsi ini. Bab ini berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan

manfaat penulis, keaslian penulis, tinjauan kepustakaan, metode penelitian, dan

sistematika penulisan.

BAB II : Syarat-syarat Malpraktik Medis Yang Dilakukan Oleh Dokter

Pada bab ini diuraikan hubungan antara dokter dengan pasien yag sakit dan

menjelaskan kode etik kedokteran, hak dan kewajiban dokter, standar profesi

dan syarat-syarat malpraktik yang dilakukan dokter terhadap pasien.

BAB III:Pertanggungjawaban Dokter Dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor: 365K/ PID

(16)

Bab ini menjelaskan pertanggungjwaban pidana seorang dokter yang telah

melakukan malpraktek dalam Putusan Mahkamah Agung.

BAB IV : Kesimpulan Dan Saran

Bab ini berisikan kesimpulan dan saran dari bab-bab yang telah dibahas

sebelumnya dan saran-saran yang mungkin berguna untuk dokter yang melakukan

kelalaian terhadap pasien yang menyebabkan cedera ataupun kematian yang dapat

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil pembahasan Penulisan Ilmiah tentang game java ini maka kesimpulan yang Penulis dapat dari pembuatan program Bad Boy Good Girl, diantaranya program Bad Boy Good Girl

[r]

[r]

kerjanya... Kemudian guna mengetahui upaya yang telah dilakukan Badan kepegawaian daerah dalam meningkatkan prestasi kerja pegawai dalam memberikan motivasi baik berupah

a. Besarnya gaji yang dibayar kepada setiap pegawai harus disesuaikan dengan prestasi kerja, jenis pekerjaan, risiko pekerjaan, tingkat pendidikan, jabatan pekerja,

To achieve our target of zero poverty program by 2020 poverty zero, then used a normative approach by adopting the model SWOT analysis, namely to conduct an

Secara manual untuk penjejakan Laboratorium dan Perpustakaan Prodi/Jurusan/Fakultas dengan meminta pengesahan pejabat yang berwenang dengan format yang dikeluarkan1. oleh

As a city located on the north coast, has a sea port that becomes a place for foreigners (Arabic, Chinese, Indian and European), so at this time resident in Pekalongan