• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS HURRIYYAT AL-TA‘AQUD TERHADAP KONTRAK BAKU SYARI’AH PADA KLAUSULA EKSEMSI DI BANK BRI SYARI’AH KCP GRESIK.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS HURRIYYAT AL-TA‘AQUD TERHADAP KONTRAK BAKU SYARI’AH PADA KLAUSULA EKSEMSI DI BANK BRI SYARI’AH KCP GRESIK."

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Oleh:

Rizki Amelia Agustin

NIM: C02211058

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syari’ah dan Hukum Jurusan Hukum Perdata Islam

Prodi Hukum Ekonomi Syari’ah (Muamalah)

(2)

SKRIPSI Diajukan kepada

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu

Ilmu Syari’ah dan Hukum

Oleh:

Rizki Amelia Agustin NIM: C02211058

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syari’ah dan Hukum Jurusan Hukum Perdata Islam Prodi Hukum Ekonomi Syari’ah (Muamalah)

(3)
(4)
(5)
(6)

tapak-tapak langkahku...

Nabi Muhammad saw, junjunganku yang menjadi penuntun umat dunia dan akhirat...

Karya ini kupersembahkan untuk orang yang begitu berarti:

Bapak dan ibuku tersayang, kasih sayang terindah yang kumiliki yang tak akan pernah sirna oleh apapun di setiap tapak-tapak langkahku...

Terimakasih atas doa tulus ikhlas yang Engkau panjatkan yang tak henti mengalir untukku...

Untuk adik-adikku yang selalu mendukung dan memberikan senyuman asa padaku, semoga cita-cita yang engkau impikan tercapai dan semoga kalian

menjadi anak yang sholeh sholehah...

Untuk guru-guru yang ikhlas dan sabar dalam memberikan ilmu kepada penulis, serta mengajarkan agar mampu bertahan di tepi-tepi kehidupan yang semakin

berat...

Semoga jasa-jasa kalian menjadi pemberat timbangan amal di akhirat kelak.

Untuk sahabat-sahabat penulis yang telah menjadi bagian kehidupan, yang selalu memberi warna warni dalam kehidupan penulis, berhias cerita-cerita yang tersirat

rindu menggebu, canda tawa suka duka atau apapun itu yang menjadi ranting-ranting pohon yang bernama persahabatan, semoga persahabatan kita tetap abadi

dan semoga cita-cita kita semua tercapai...

(7)















‚Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang

yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi

dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu

kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil. Berlaku adillah,

karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada

(8)

syari’ah pada klausula eksemsi di Bank BRI Syari’ah KCP Gresik ? dan

bagaimana analisis h}urriyyat al-Ta‘a>qud terhadap kontrak baku syari’ah terkait

klausula eksemsi?.

Penelitian ini adalah penelitian lapangan yang berjenis penelitian kualitatif yang mana data yang dihimpun melalui wawancara dan studi dokumen, kemudian dianalisis dengan analisis deskriptif dengan pola pikir induktif yaitu dengan mengungkap fakta suatu kejadian atau objek penelitian yang bersifat khusus yang mana dalam hal ini adalah adanya klausula eksemsi pada kontrak di

Bank BRI Syari’ah KCP Gresik, setelah itu diterangkan teori yang bersifat

umum yaitu asas perjanjian Islam yakni asas h}urriyyat al-Ta‘a>qud , kemudian

dari fakta tersebut diolah dengan teori h}urriyyat al-Ta‘a>qud untuk diambil

kesimpulan sehingga akan didapatkan hasil penelitian yang jelas dan nyata mengenai masalah tersebut.

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa di BRI Syari’ah KCP Gresik kontrak baku diterapkan dalam setiap aplikasi produknya. Dalam melakukan akad antara bank dan nasabah tidak ditemukan adanya negosiasi antara para pihak. Dan hal inilah yang memberikan kesempatan kepada bank untuk memasukkan klausula yang memberatkan nasabah, seperti klausula yang membebaskan tanggung jawab bank terhadap resiko yang seharusnya

ditanggung. Yang kedua bahwa kontrak baku di BRI Syari’ah KCP Gresik jika

dilihat dari teori h}urriyyat al-Ta‘a>qud bahwa kontrak ini tidak memenuhi asas

h}urriyyat al-Ta‘a>qud karena tidak tercipta negosiasi sama sekali bahkan kontrak

yang ada menimbulkan kezaliman bagi pihak nasabah. Dan dapat disimpulkan

bahwa kontrak yang terjadi adalah fasid karena dianggap mengesampingkan

adanya negosisasi yang mana merupakan konkretisasi asas h}urriyyat al-Ta‘a>qud

serta dicantumkannya klausula eksemsi. Namun menurut penulis kontrak baku diperbolehkan selama tidak mengandung unsur-unsur yang telah dibatasi oleh asas h}urriyyat al-Ta‘a>qud.

Sejalan dengan kesimpulan di atas, maka pihak bank BRI Syari’ah KCP

Gresik disarankan agar selalu mengedepankan prinsip-prinsip shari>‘ah dan

(9)

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN ... iv

PERSEMBAHAN ... v

MOTTO ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR BAGAN ... xiii

DAFTAR TRANSLITERASI ... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 8

C. Rumusan Masalah ... 9

D. Kajian Pustaka ... 10

E. Tujuan Penelitian ... 13

F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 13

G. Definisi Operasional ... 14

H. Metode Penelitian ... 16

I. Sistematika Pembahasan ... 21

BAB II H}URRIYYAT AL-TA>‘AQUD A. Pengertian Akad ... 23

B. Asas-asas Perjanjian ... 28

(10)

A. Profil Bank BRI Syari’ah KCP Gresik ... 49

1. Gambaran Umum dan Sejarah Bank BRI Syari’ah KCP Gresik ... 49

2. Struktur Organisasi PT Bank BRI Syari’ah KCP Gresik ... 53

B. Produk-produk Bank BRI Syari’ah KCP Gresik ... 54

1. Simpanan ... 54

2. Pembiayaan ... 56

C. Penerapan Kontrak Baku tanpa Negosiasi dalam Penandatanganan Kontrak di Bank BRI Syari’ah KCP Gresik . 57 D. Klausula-klausula yang Memberatkan pada Kontrak Baku Syari’ah di Bank BRI Syari’ah KCP Gresik ... 59

BAB IV ANALISIS H}URRIYYAT AL-TA>’AQUD TERHADAP KONTRAK BAKU SYARI’AH PADA KLAUSULA EKSEMSI DI BANK BRI SYARI’AH KCP GRESIK A. Analisis Penerapan Kontrak Baku Syari’ah di Bank BRI Syari’ah KCP Gresik ... 64

B. Analisis H}urriyyat al-Ta’a>qud terhadap Kontrak Baku Syari’ah pada Klausula Eksemsi di Bank BRI Syari’ah KCP Gresik ... 69

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 75

B. Saran ... 76

(11)
(12)

A. Latar Belakang Masalah

Era gobalisasi menjadikan semua sistem dalam lini kehidupan

semakin berkembang, seperti teknologi, komunikasi, perbankan,

perindustrian, bahkan dalam dunia sosial politik.

Perkembangan perekonomian yang semakin pesat menjadikan para

pelaku bisnis menampilkan dan menawarkan berbagai produk baru untuk

menarik minat konsumen. Dalam dunia perbankan baik konvensional

maupun perbankan syari’ah untuk menarik minat konsumen, mereka

berlomba-lomba meluncurkan produk-produk terbaru yang kasat mata

nampak sangat menguntungkan bagi nasabah.

Sebagai umat Islam, dalam melaksanakan aktifitas sehari-hari

harus berlandaskan pada aturan-aturan shari>‘ah Islam. Dalam Islam aturan

yang mengatur tentang aktifitas sesama manusia disebut mu’a>malah.

Mu’a>malah adalah aturan-aturan (hukum) Allah SWT yang ditujukan

untuk mengatur kehidupan manusia dalam urusan keduniaan atau urusan

yang berkaitan dengan duniawi dan sosial kemasyarakatan.1 Maksudnya

adalah aturan yang mengatur hubungan antar manusia yang fokus pada

bidang perekonomian seperti jual-beli, sewa-menyewa, dan kerjasama

(mura>bah}ah, mushara>kah, mud}a>rabah).

(13)

Allah SWT berfirman dalam surat ‘al-Mulk ayat 15 yang berbunyi:                      

Artinya: ‚Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu,

Maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezki-Nya dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah)

dibangkitkan.‛2

Ayat di atas menerangkan kepada kita bahwa Allah menganjurkan

kepada kita untuk memanfaatkan dan memakan rezeki Allah SWT yang

telah Allah sediakan di bumi. Artinya kita boleh memanfaatkan apapun

bentuk pekerjaan kita sehingga darinya kita bisa menghasilkan tambahan

rezeki untuk kita.

Namun dalam firman Allah SWT surat ‘an-Nisha>’ ayat 29 yang

dikatakan bahwa kita tidak boleh memakan atau mengambil harta milik

orang lain dengan jalan yang ba>t}il.

                                    

Artinya: ‚Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling

memakan harta sesamamu dengan jalan yang ba>t}il, kecuali dengan jalan

perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu Sesungguhnya Allah adalah Maha

Penyayang kepadamu.‛3

2 Departemen Agama Republik Indonesia (Depag RI), Al-Qura>n dan Terjemah, (Bandung: Gema

Risalah Press, 1989), 956.

(14)

Dalam bisnis Islam terdapat beberapa asas penting antara lain:

asas kebebasan berkontrak, asas konsensualisme dan asas keadilan. Yang

mana beberapa asas tersebut menjadi landasan dalam berakad.

Hukum Islam mengakui kebebasan berakad, yaitu suatu prinsip

hukum yang menyatakan bahwa setiap orang dapat membuat akad jenis

apapun tanpa terikat kepada nama-nama yang telah ditentukan dalam

undang-undang shari>‘ah dan memasukkan klausul apa saja ke dalam akad

yang dibuatnya itu sesuai dengan kepentingannya sejauh tidak berakibat

memakan harta sesama dengan jalan yang ba>t}il. Asas kebebasan berakad

ini merupakan konkretisasi lebih jauh dan spesifikasi yang lebih tegas lagi

terhadap asas iba>h{ah> dalam mu’a>malah.4

Dalam perekonomian yang modern seperti saat ini banyak aplikasi

dan cara yang digunakan oleh para pelaku bisnis untuk memudahkannya

melakukan transaksi atau kontrak kerjasama dengan konsumen. Apalagi

perkembangan teknologi dan kreatifitas yang juga semakin kompleks dan

beragam sehingga para pelaku bisnis menggunakan cara yang efisien

dalam melakukan kerjasama dengan konsumen. Sebuah kerjasama tentu

dituangkan dalam bentuk perjanjian berupa akta atau kontrak namun

adakalanya tidak dituangkan dalam bentuk tulisan namun hanya dengan

ucapan yang biasanya disebut dengan perjanjian formal.

Kontrak merupakan bagian dari bentuk perjanjian. Perjanjian

adalah suatu persetujuan atau kesepakatan yang terjadi antara satu orang

4 Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah Studi tentang Teori Akad dalam Fikih Muamalat,

(15)

atau lebih yang mengikatkan dirinya dengan satu orang lain atau lebih.5

Sebuah Perjanjian harusnya menggambarkan bahwa para pihak saling

terikat, sehingga timbul akibat hukum yakni berupa hubungan hukum

antara para pihak dari perjanjian tersebut.

Suatu kontrak atau perjanjian yang demikian memiliki

unsur-unsur yaitu pihak-pihak yang kompeten, pokok yang disetujui,

pertimbangan hukum, perjanjian timbal balik, serta hak dan kewajiban

timbal balik. Ciri kontrak yang utama adalah bahwa kontrak merupakan

suatu tulisan yang memuat janji dari para pihak secara lengkap dengan

ketentuan-ketentuan dan persyaratan-persyaratan serta berfungsi sebagai

alat bukti tentang adanya seperangkat kewajiban. 6

Para pihak dalam suatu kontrak memiliki hak untuk memenuhi

kepentingan pribadinya sehingga melahirkan suatu perikatan.

Pertimbangannya ialah bahwa individu harus memiliki kebebasan dalam

setiap penawaran dan mempertimbangkan kemanfaatan bagi dirinya.

Pengadilan pun harus memberikan kemudahan terhadap individu atas

setiap penawaran untuk membuat kontrak. 7

Pembuatan kontrak tidak disyaratkan suatu format tertentu karena

dalam undang-undang tidak ada ketentuan yang secara tegas menentukan

format kontrak yang baik. Kontrak yang dibuat secara tertulis memang

5 Pasal 1313 KUH Perdata. Lihat R Subekti dan R Tjitrosudibio, Kitab Undang-undang Hukum

Perdata, (Jakarta: PT Pradnya Paramita, 2004), 338.

6 Johannes Ibrahim dan Lindawaty Sewu, Hukum Bisnis dalam Persepsi Manusia Modern,

(Bandung: PT Refika Aditama, 2007), 43.

(16)

telah diperintahkan berdasarkan undang-undang dengan ancaman bahwa

kontrak tersebut tidak mengikat jika tidak dibuat secara tertulis, atau

biasa disebut dengan perjanjian formal, biasanya sudah ada format

tertentu yang telah disiapkan oleh notaris jika kontrak tersebut harus

dibuat dalam bentuk akta notaris, tetapi jika perjanjian tersebut bukan

merupakan perjanjian formal, dalam arti tidak diwajibkan oleh

undang-undang untuk dibuat secara tertulis, kontrak semacam inilah yang

biasanya dirundingkan secara langsung oleh para pihak, namun ada pula

yang dibuat dalam bentuk perjanjian baku atau kontrak standar.8

Kontrak baku dalam dunia bisnis pada prakteknya tidak hanya

dilakukan dalam transaksi konvensional tetapi juga banyak dilakukan

dalam transaksi yang berlandaskan pada prinsip shari>‘ah oleh lembaga

keuangan bank maupun non-bank. Hal ini menunjukkan bahwa

keberlakuan kontrak baku memang sudah menjadi keniscayaan bisnis

yang dapat diterima keberadaannya oleh masyarakat dengan segala

kelebihan dan kekurangannya.

Perkembangan dunia bisnis yang terus meningkat ternyata juga

diikuti dengan tuntutan penggunaan model kontrak yang simple, efisien,

dan mampu menampung kepentingan para pelaku bisnis melalui kontrak

baku (standard contract). Dengan kontrak baku ini, pelaku bisnis

terutama produsen dan kreditur telah menyiapkan klausula-klausula baku

yang dituangkan dalam kontrak tertentu. Pihak konsumen atau debitur

8 Ahmadi Miru, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,

(17)

tinggal membaca isi kontrak baku tersebut dengan pilihan take it or leave

it sehingga kesempatan untuk bernegosiasi sebagai proses awal

memperoleh kata sepakat sangat kecil bahkan terabaikan. Dalam hal ini

pelaku bisnis bisa saja memasukkan dalam akad perjanjiannya syarat dan

ketentuan yang mengandung nilai kebebasan bagi dirinya agar terhindar

dari resiko yang akan terjadi pada akad yang bersangkutan, yang mana

biasanya dituangkan dalam kalimat yang tersirat/eksplisit yang tidak

mudah dipahami oleh konsumen atau nasabah.

Setiap transaksi yang dilakukan oleh bank syari’ah diwujudkan

dalam bentuk tertulis, yaitu akad. Akad yang dibuat antara bank syari’ah

dengan nasabah dituangkan dalam bentuk akad baku (aplikasi/formulir),

sebagaimana dilakukan oleh bank konvensional.

Penggunaan kontrak baku sebagai wujud efisiensi bisnis oleh para

pelaku usaha terutama pihak yang memiliki posisi dominan dalam

melakukan transaksi ternyata juga dipakai untuk memperoleh keuntungan

(benefits) dengan cara mencantumkan klausula eksemsi (exemtion

clausule) atau klausula eksonerasi (exoneratie clausule) yang

memberatkan salah satu pihak. Klausula eksemsi adalah suatu klausula

dalam kontrak yang membebaskan atau membatasi tanggung jawab dari

salah satu pihak jika terjadi wanprestasi padahal menurut hukum,

tanggung jawab tersebut mestinya dibebankan kepadanya.9

9 Alamsyah, ‚Klausula Eksemsi dalam Kontrak Baku Syariah‛,

(18)

Klausula eksemsi yang biasa tercantum dalam kontrak baku tentu

menjadi masalah terlebih dalam kontrak syariah yang mengedepankan

pemberlakuan prinsip shari>‘ah. Sehingga keberadaan klausula eksemsi

yang biasanya tercantum dalam klausula baku sangat memberatkan salah

satu pihak, biasanya debitur atau nasabah.

Melihat hal yang seperti itu, maka penggunaan kontrak baku yang

mengandung klausula eksemsi akan menyebabkan salah satu pihak

dirugikan karena tidak adanya kedudukan yang seimbang dan tidak

adanya keadilan yang didapat oleh nasabah. Hal itu akibat yang mungkin

terjadi ketika dalam pembuatan kontrak kerjasama dibuat tanpa adanya

negosiasi dan pertimbangan-pertimbangan lain dari masing-masing pihak.

Di Bank BRI Syari’ah sebagai tempat penulis melakukan

penelitian ditemukan beberapa kontrak akad-akad pembiayaan yang

mengandung adanya klausula eksemsi.

Sesungguhnya dalam Islam telah diatur perikatan yang sesuai

dengan shari>‘ah. Sebagaimana telah dijelaskan dalam penjelasan pasal 2

undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syari’ah,

bahwa kegiatan usaha adalah boleh dilakukan berdasar asas kebebasan

berkontrak sepanjang tidak mengandung unsur:

a. Riba, yaitu penambahan pendapatan secara tidak sah (ba>t}il) antara

lain dalam transaksi pertukaran barang sejenis yang tidak sama

kualitas, kuantitas, dan waktu penyerahan (al-fad{l), atau dalam

(19)

fasilitas mengembalikan dana yang diterima melebihi pokok pinjaman

karena berjalannya waktu (nasi>ah);

b. Maysir, yaitu transaksi yang digantungkan kepada suatu keadaan yang

tidak pasti dan bersifat untung-untungan;

c. Ghara>r, yaitu transaksi yang objeknya tidak jelas, tidak dimiliki, tidak

diketahui keberadaannya, atau tidak dapat diserahkan pada saat

transaksi dilakukan kecuali diatur dalam shari>‘ah;

d. Haram, yaitu transaksi yang objeknya dilarang dalam shari>‘ah, atau;

e. Z}ulm, yaitu transaksi yang menimbulkan ketidakadilan bagi pihak

lainnya.10

Berdasarkan penjelasan diatas, dalam melakukan perikatan harus

sesuai dengan aturan yang ada baik dari al-Qur’a>n maupun

Undang-undang sehingga tidak ada unsur yang nantinya akan menjadi penyebab

kerusakan atau kekacauan yang timbul akibat adanya akad tersebut.

Atas dasar inilah penulis ingin meneliti lebih lanjut tentang

Analisis H}urriyyat Al-Ta‘A>qud terhadap Kontrak Baku Syari’ah pada

Klausula Eksemsi di Bank BRI Syari’ah KCP Gresik.

B. Identifikasi Masalah dan Batasan Masalah

Demi kepentingan penelitian yang lebih mendalam dan lebih fokus

tentang apa yang akan dikaji, maka penulis merasa perlu untuk

memberikan identifikasi masalah dan batasan masalah kaitannya dengan

(20)

Analisis h}urriyyat al-ta‘a>qud terhadap kontrak baku syari’ah pada

klausula eksemsi di Bank BRI Syari’ah KCP Gresik. Dari penjabaran latar

belakang masalah di atas dapat diidentifikasi beberapa masalah sebagai

berikut:

1. Pencantuman klausula eksemsi pada setiap akad

2. Kesempatan nasabah untuk membaca kontrak perjanjian

3. Pemahaman nasabah terhadap kontrak perjanjian

4. Negosiasi nasabah terhadap akad

5. Resiko nasabah dari akad

6. Penerapan kontrak baku syari’ah pada Bank BRI Syari’ah KCP Gresik

7. Analisis h}urriyyat al-ta‘a>qud terhadap kontrak baku syari’ah terkait

klausula eksemsi.

Adapun batasan masalah yang akan dibahas pada penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1. Penerapan kontrak baku syari’ah pada Bank BRI Syari’ah KCP Gresik

2. Analisis h}urriyyat al-ta‘a>qud terhadap kontrak baku syari’ah terkait

klausula eksemsi.

C. Rumusan Masalah

1. Bagaimana penerapan kontrak baku syari’ah pada klausula eksemsi di

Bank BRI Syari’ah KCP Gresik?

2. Bagaimana analisis h}urriyyat al-ta‘a>qud terhadap kontrak baku

(21)

D. Kajian Pustaka

Kajian pustaka adalah deskripsi ringkas tentang kajian/penelitian

yang sudah pernah dilakukan di seputar masalah yang akan diteliti

sehingga terlihat jelas bahwa kajian yang akan dilakukan ini tidak

merupakan pengulangan atau duplikasi dari kajian/penelitian yang telah

ada.11

Beberapa penelitian yang pernah penulis baca antara lain skripsi

saudara Arif Zunaidi dengan judul skripsi ‚Klausula Baku Dalam

Perjanjian Asuransi Dalam Perpsektif UU No. 8 Tahun 1999 Tentang

Perlindungan Konsumen Dan Hukum Islam‛ tahun 2005. Skripsi ini

menyimpulkan bahwa klausula baku yang ada dalam perjanjian asuransi

masih dibenarkan, asalkan isi dari perjanjian tersebut tidak mengalihkan

tanggungjawab pelaku usaha serta tidak menyalahi ketentuan yang ada

dalam pasal 18 ayat 1 dan 2. Serta Islam tidak melarang klausula baku

dalam perjanjian, selama isi atau substansi dari perjanjian tersebut tidak

melanggar dari hal-hal yang dilarang dalam perjanjian.12

Kemudian skripsi dari saudara Moh. Ali Mudzakir dengan judul

skripsi ‚Pasal-pasal Perjanjian Dan Perjanjian Baku Dalam KUH Perdata

Dalam Perspektif Hukum Islam‛ tahun 2006. Skripsi ini menyimpulkan

bahwa perjanjian baku dapat dibenarkan dengan alasan bahwa apabila ada

11Fakultas Syari’ah IAIN Sunan Ampel, Petunjuk Teknis Penulisan Skripsi, (Surabaya: Fakultas

Syariah, 2014), 8.

12 Arif Zunaidi, ‚Klusula Baku Dalam Perjanjian Asuransi Dalam Perspektif UU No. 8 Tahun

1999 Tentang Perlindungan Konsumen Dan Hukum Islam‛, (Skripsi--UIN Sunan Ampel,

(22)

salah satu dari kreditur yang menyalahgunakan kekuasaannya dengan

sistem perjanjian baku, maka itu hanyalah sebagian kecil saja, mengingat

juga perjanjian ini sudah dirasakan manfaatnya oleh kedua belah pihak

karena mereka menginginkan hal-hal yang praktis dan tidak

berbelit-belit.13

Skripsi dari saudari Lailiya Rachmaliana dengan judul skripsi

‚Penerapan Klausula Baku Pada Proses Penerbitan Kartu Kredit Bank

BNI Syari’ah Hasanah Card‛ tahun 2011. Skripsi ini menyimpulkan

bahwa penerapan klausula baku di Bank BNI Syari’ah adalah dilarang

karena belum sesuai dengan UU perlindungan konsumen dan hukum

Islam.14

Skripsi dari saudara Roni Paska dengan judul skripsi ‚Hak-hak

Nasabah Dalam Penerapan Kontrak Baku Pada Akad Mud}a>rabah Di PT.

BPRS Margirizki Bahagia Yogyakarta‛ tahun 2012.15 Penelitian yang

dilakukan saudara Roni Paska menyimpulkan bahwa penerapan kontrak

baku pada akad mud}a>rabah di PT. BPRS Margirizki Bahagia Yogyakarta

tidak bertentangan dengan hukum perjanjian Islam dan boleh diterapkan,

sebab telah memenuhi rukun dan syarat dalam melakukan kontrak,

artinya bahwa hak-hak nasabah telah terpenuhi sesuai dengan tuntutan

hukum yang berlaku dalam kaidah fikih mu’a>malah.

13Moh. Ali Mudzakkir, ‚Pasal-pasal Perjanjian Dan Perjanjian Baku Dalam KUH Perdata Dalam

Perspektif Hukum Islam‛, (Skripsi--UIN Sunan Ampel, Surabaya, 2006), 85.

14Lailiya Rachmaliana, ‚Penerapan Klausula Baku Pada Proses Penerbitan Kartu Kredit hasanah

Card‛, (Skripsi--UIN Sunana Ampel, Surabaya, 2011), 74.

15 Roni Paska, ‚Hak-hak Nasabah Dalam Penerapan Kontrak Baku Pada Akad Mud}a>rabah Di PT.

(23)

Selain itu skripsi yang ditulis oleh saudara Irwanto dengan judul

skripsi ‚Penerapan Asas Kebebasan Berkontrak Dalam Perjanjian

Pembiayaan mud}a>rabah Di Baitul Mal Wat Tamwil (BMT) Usaha

Gabungan Terpadu (UGT) Sidogiri Kecamatan Klampis Bangkalan‛

tahun 2013.16 Dalam penelitian tersebut menyimpulkan bahwa kontrak

atau perjanjian pembiayaan mud}a>rabah yang sudah ditentukan secara

sepihak oleh pihak BMT UGT Sidogiri Klampis tidak bisa dikategorikan

sebagai kontrak baku melainkan kontrak komersial. Hal tersebut

dikarenakan pihak BMT masih memberikan kebebasan pada nasabah

untuk negosiasi terhadap opsi yang ditawarkan.

Dari kelima penelitian yang pernah ada itu, penelitian yang akan

dilakukan penulis kali ini berbeda, dalam penelitian ini penulis lebih

mengkaji pada asas h}urriyyat al-ta‘a>qud (asas kebebasan berakad)

terhadap kontrak atau akadnya yang mana fokus pada pasal-pasal atau

klausula-klausula serta kesempatan negosiasi yang terdapat dalam

kontrak perjanjian pada berbagai macam akad di Bank BRI Syari’ah KCP

Gresik.

Sehingga penelitian ini bukan mengulangi penelitian sebelumnya

tetapi penelitian ini memberikan kajian lanjutan yang secara esensi

berbeda dari penelitian sebelumnya.

16Irwanto, ‚Penerapan Asas Kebebasan Berkontrak Dalam Perjanjian Pembiayaan mud}a>rabah Di

Baitul Mal Wat Tamwil (BMT) Usaha Gabungan Terpadu (UGT) Sidogiri Kecamatan Klampis

(24)

E. Tujuan Penelitian

Dalam sebuah penelitian ataupun kegiatan tertentu tentunya

memiliki tujuan yang hendak dicapai. Oleh sebab itu pada penelitian ini

ada tujuan yang ingin dicapai oleh si peneliti. Tujuan-tujuan tersebut

antara lain:

1. Untuk mengetahui penerapan kontrak baku syari’ah pada klausula

eksemsi di Bank BRI Syari’ah KCP Gresik.

2. Untuk mengetahui analisis h}urriyyat al-ta‘a>qud terhadap kontrak

baku syari’ah terkait klausula eksemsi.

F. Kegunaan Hasil Penelitian

Penelitian ini diharapkan mempunyai nilai tambah dan mampu

memberikan kemanfaatan bagi para pembaca dan terlebih bagi penulis

sendiri. Dari hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat antara

lain:

1. Akademis

a. Penelitian ini digunakan untuk menguji kemampuan penulis

mengenai ilmu yang didapat selama menempuh bangku

perkuliahan.

2. Teoritis (keilmuan)

a. Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan

wawasan dalam mengetahui bentuk kontrak baku dalam sebuah

(25)

b. Sebagai rujukan/penambah referensi kepustakaan bagi peneliti

berikutnya yang ingin meneliti atau menganalisis tentang kontrak

kerjasama.

3. Praktis (terapan)

a. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi Bank

BRI Syari’ah KCP Gresik dalam meningkatkan pelayanannya

kepada publik dalam konteks akad kerjasama atau pembiayaan.

b. Penelitian ini dapat berguna bagi seluruh lembaga keuangan baik

bank maupun non bank khususnya Bank BRI Syari’ah KCP

Gresik.

G. Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan penjabaran dari variabel atau

subjek yang dimaksudkan oleh penulis dalam penelitian ini. Judul dalam

penelitian ini ialah ‚Analisis h}urriyyat al-ta‘a>qud Terhadap Kontrak Baku

Syari’ah Pada Klausula Eksemsi Di Bank BRI Syari’ah KCP Gresik‛.

Untuk memudahkan pemahaman terhadap penelitian ini, penulis

memberikan definisi operasional sebagai berikut:

Analisis h}urriyyat al-ta‘a>qud : suatu prinsip hukum yang menyatakan

bahwa setiap orang dapat membuat akad

jenis apapun tanpa terikat kepada

nama-nama yang telah ditentukan dalam

(26)

klausul apa saja ke dalam akad yang

dibuatnya itu sesuai dengan

kepentingannya sejauh tidak berakibat

memakan harta sesama dengan jalan yang

ba>t}il.17

Kontrak baku syari’ah : perjanjian yang isinya telah ditetapkan

terlebih dahulu secara tertulis berupa

formulir-formulir yang digandakan dalam

jumlah tidak terbatas untuk ditawarkan

kepada para konsumen tanpa

memperhatikan perbedaan kondisi para

konsumen.18 Dalam hal ini adalah kontrak

baku yaitu akad mura>bah}ah di Bank BRI

Syari’ah KCP Gresik.

Klausula eksemsi : suatu klausula dalam kontrak yang

membebaskan atau membatasi tanggung

jawab dari salah satu pihak jika terjadi

wanprestasi padahal menurut hukum,

tanggung jawab tersebut mestinya

dibebankan kepadanya.19 Klausul yang

dimaksud yakni pada pasal 12 tentang

17 Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian..., 84.

18‚Prinsip Tentang Kontrak Baku‛, dalam

Http://www.gresnews.com/berita/tips/03113-kontrak-baku/, diakses pada 22 September 2014.

(27)

resiko yang mana pihak bank menyatakan

tidak bertanggung jawab atas resiko

dalam hal penggadaan barang.

H. Metode Penelitian

Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk

mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.20 Metode

penelitian adalah cara-cara melakukan pengamatan dengan pemikiran

yang tepat secara terpadu melalui tahapan-tahapan yang disusun secara

ilmiah untuk mencari, menyusun serta menganalisis dan menyimpulkan

data-data, sehingga dapat dipergunakan untuk menemukan,

mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan berdasarkan

bimbingan Tuhan. 21

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

field research (studi lapangan) dengan menggunakan pendekatan metode

penelitian kualitatif. Field research adalah penelitian yang berangkat dari

sebuah kasus yang ditemukan di lapangan.22 Penelitian kualitatif

merupakan penelitian dengan data penelitian yang berupa deskriptif,

dokumen-dokumen, catatan lapangan, maupun tindakan respon.23 Oleh

20 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung: Penerbit Alfabeta,

2011), 2.

21 Cholid Narbuko dan Abu Achmad, Metode Penelitian Memberi Bekal Teoretis pada

Mahasiswa tentang Metodologi Penelitian serta Diharapkan dapat Melaksanakan Penelitian dengan Langkah-langkah yang Benar, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2007), 2.

22 Danny Zacharias, Metodologi Penelitian Pedesaan, (Jakarta: LPIS UKSW, 1984), 43.

(28)

karena itu data-data yang digunakan berasal dari narasumber secara

langsung dan tambahan referensi lainnya sebagai data penunjang. Dalam

pembahasan metode penelitian ini ada beberapa sub bagian antara lain:

1. Data yang dihimpun

a. Data tentang bentuk-bentuk aplikasi akad yang digunakan di Bank

BRI Syari’ah KCP Gresik.

b. Data tentang lokasi dan waktu penelitian, dalam hal ini bertempat

di Kantor Cabang Pembantu Bank BRI Syari’ah KCP Gresik yang

beralamat di jalan panglima Sudirman nomor 93 E Gresik. Dan

waktu penelitiannya pada tanggal 01-18 Juli 2014.

c. Data yang terkait dengan kontrak baku dan klausula eksemsi.

d. Data yang terkait dengan h}urriyyat al-ta‘a>qud.

2. Sumber data

Sumber data adalah sumber dari mana data akan digali, baik

primer maupun sekunder.24

a. Sumber data primer, yaitu sumber data yang langsung

memberikan data kepada pengumpul data.25 Artinya sumber data

yang dibutuhkan dalam memperoleh data-data yang berkaitan

langsung dengan objek penelitian (para pelaku/pihak yang

berakad). Sumber data tersebut yaitu:

1. Pegawai bagian Account officer BRI Syari’ah KCP Gresik

berjumlah 3 orang

24Fakultas Syari’ah IAIN Sunan Ampel, Petunjuk Teknis..., 9.

(29)

2. Nasabah pembiayaan KLM (Kepemilikan Logam Mulia)

berjumlah 3 orang.

b. Sumber data sekunder, yaitu sumber yang tidak langsung

memberikan data kepada pengumpul data,26 artinya data yang

digunakan untuk melengkapi data primer yang sifatnya sebagai

pendukung. Jenis data ini bersumber dari buku-buku dan

tulisan-tulisan lain yang berkaitan dengan analisis h}urriyyat al-ta‘a>qud

terhadap kontrak baku syari’ah pada klausula eksemsi. Antara lain

sebagai berikut:

1. Imam Muhammad Abu Zahrah, al-Milkiyyah Wa Naz}a>rriyyah

al-Aqd fi> shari>‘ah al-Isla>miyyah, 1976.

2. Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia.

3. Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan

Perlindungan yang Seimbang bagi para Pihak dalam Perjanjian

Kredit Bank di Indonesia, 1993.

4. Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah, 2010.

5. Munir Fuady, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum

Bisnis), 2001.

6. R Subekti, Hukum Perjanjian, 1992.

7. Johannes Ibrahim, Lindawaty Sewu, Hukum Bisnis dalam

Persepsi Manusia Modern, 2007.

(30)

3. Metode pengumpulan data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian lapangan yang

digunakan oleh peneliti antara lain:

a. Wawancara (interview), ialah suatu bentuk komunikasi verbal

jadi semacam percakapan yang bertujuan memperoleh

informasi.27 Wawancara (interview) Dalam penelitian ini

wawancara dilakukan dengan Account Officer PT Bank BRI

Syari’ah Gresik dan nasabah BRI Syari’ah KCP Gresik.

b. Studi dokumen, ialah salah satu metode pengumpulan data

kualitatif dengan melihat/menganalisis dokumen-dokumen

yang dibuat oleh subjek sendiri atau oleh orang lain tentang

subjek.28 Studi dokumen merupakan salah satu cara yang dapat

dilakukan peneliti kualitatif untuk mendapatkan gambaran

dari sudut pandang subjek melalui suatu media tertulis dan

dokumen lainnya yang ditulis atau dibuat langsung oleh subjek

yang bersangkutan.29 Studi dokumen yang dilakukan dalam

penelitian ini dimaksudkan dengan menggali

dokumen-dokumen yang berhubungan dengan penelitian dan melakukan

penarikan teori-teori dalam berbagai dokumen baik berupa

buku atau jurnal yang kemudian dijadikan sebagai pedoman

untuk menganalisis objek penelitian.

27 S. Nasution, Metode Research (Penelitian Ilmiah), (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2003), 113.

28 Haris Herdiansyah, Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-ilmu Sosial, (Jakarta: Salemba

Humanika, 2012), 143.

(31)

4. Teknik pengolahan data

Setelah data terkumpul, maka langkah selanjutnya adalah

mengolah data melalui metode:

a. Organizing yaitu suatu proses yang sistematis dalam

pengumpulan, pencatatan, dan penyajian fakta untuk tujuan

penelitian.30 Langkah ini dilakukan dengan pengumpulan data

berupa akad/kontrak mura>bah}ah emas di BRI Syari’ah KCP

Gresik, kemudian mencatat informasi-informasi penting dari

narasumber yang berkaitan dengan akad/kontrak kemudian

disajikan dari data dan informasi tersebut menjadi alur masalah

penelitian yang sistematis.

b. Editing yaitu memeriksa kembali semua data yang diperoleh baik

dari segi kelengkapan. Kejelasan makna ataupun keseragaman

kata.31 Teknik ini digunakan untuk meneliti kelengkapan dan

kejelasan mengenai data-data tentang kontrak atau akad-akad di

Bank BRI Syari’ah Gresik.

c. Coding yaitu kegiatan mengklasifikasikan dan memeriksa data

yang relevan dengan tema penelitian agar lebih fungsional.32

Setelah data terkumpul lengkap, data dikelompkkan kemudian di

cari data pustaka yang relevan dengan data lapangan.

30

Sony Sumarsono, Metode Riset Sumber Daya Manusia, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2004), 66.

31 Ibid., 97.

(32)

5. Teknik analisis data

Kemudian tahap selanjutnya yakni analisis data. Analisis data

dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki

lapangan, selama di lapangan, dan setelah di lapangan.

Analisis data yang penulis lakukan dalam penelitian ini adalah

dengan metode deskriptif induktif yakni mengungkap fakta suatu

kejadian, objek, aktivitas, maupun proses yang kemudian diolah

dengan sebuah teori untuk diambil kesimpulan (dari praktek ke

teori).33 Maksud deskriptif induktif dalam penelitian ini adalah

melihat beberapa bentuk klausula-klausula dalam akad-akad

pembiayaan di Bank BRI Syari’ah KCP Gresik, kemudian menilainya

dengan aturan-aturan yang seharusnya dalam teori perikatan dalam

Islam.

I. Sistematika Pembahasan

Adapun sistematika pembahasan dalam skripsi ini memuat lima

bab dengan pembahasan sebagai berikut:

Bab Pertama, memuat tentang pendahuluan yang berisikan latar

belakang masalah, identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah,

kajian pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi

operasional, metode penelitian dan sistematika pembahasan.

(33)

Bab Kedua, menjelaskan tentang landasan teori yang berisikan

tentang h}urriyyat al-ta‘a>qud yang meliputi pengertian akad, asas-asas

perjanjian Islam, asas kebebasan berkontrak dalam hukum Islam.

Bab Ketiga, merupakan hasil penelitian secara murni yang belum

diolah dari lapangan yaitu berupa data-data aplikasi akad kerjasama pada

Bank BRI Syari’ah KCP Gresik. Dalam bagian ini dituangkan mengenai

profil, produk, penerapan kontrak baku tanpa negosiasi dalam

penandatanganan kontrak, klausula-klausula yang memberatkan pada

kontrak baku di Bank BRI Syari’ah KCP Gresik.

Bab Keempat, menguraikan tentang analisis h}urriyyat al-ta‘a>qud

terhadap kontrak baku syari’ah pada klausula eksemsi.

Bab Kelima, yakni bab terakhir atau penutup dari keseluruhan isi

(34)

BAB II

H}URRIYYAT AL-TA‘A>QUD

A. Pengertian Akad

‘Aqd adalah bagian dari macam-macam tas}arruf, yang dimaksud

dengan tas}arruf ialah:

‚Segala yang keluar dari seorang manusia dengan kehendaknya dan shara’ menetapkan beberapa haknya‛.1

Istilah ‚Perjanjian‛ dalam hukum Indonesia disebut ‚Akad‛ dalam

hukum Islam. Menurut bahasa (etimologi) ‘Aqd mempunyai beberapa

arti, yaitu yang artinya mengikat2 artinya menyimpulkan3, dan

artinya janji.4

Menurut istilah (terminologi), yang dimaksud dengan akad adalah

terkumpulnya persyaratan serah terima atau sesuatu yang menunjukkan

adanya serah terima yang disertai dengan kekuatan hukum.5

Sebagaimana dikatakan oleh Syamsul Anwar, bahwa akad adalah

‚Pertemuan ijab dan kabul sebagai pernyataan kehendak dua pihak atau

lebih untuk melahirkan suatu akibat hukum pada objeknya‛.6

1 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), 43.

2 Munawwir AF, Al-Bisri Kamus Arab-Indonesia, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1999), 232.

3 Ibid., 510.

4 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah ..., 44-45.

(35)

Dari pengertian di atas nampak bahwa, pertama, akad merupakan

keterkaitan atau pertemuan ijab dan kabul yang berakibat timbulnya

akibat hukum. Ijab adalah penawaran yang diajukan oleh salah satu pihak,

dan kabul adalah jawaban persetujuan yang diberikan mitra akad sebagai

tanggapan terhadap penawaran pihak yang pertama. Akad tidak terjadi

jika pernyataan kehendak masing-masing pihak tidak terkait satu sama

lain karena akad adalah keterkaitan kehendak kedua belah pihak yang

tercermin dalam ijab dan kabul.

Kedua, akad merupakan tindakan hukum dua pihak karena akad

adalah pertemuan ijab yang merepresentasikan kehendak dari satu pihak

dan kabul yang menyatakan kehendak pihak lain. Tindakan hukum satu

pihak, seperti janji memberi hadiah, wasiat, wakaf, atau pelepasan hak,

bukanlah akad, karena tindakan-tindakan tersebut tidak merupakan

tindakan dua pihak dan karenanya tidak memerlukan kabul.

Ketiga, tujuan akad adalah untuk melahirkan suatu akibat hukum.

Lebih tegas lagi tujuan akad adalah maksud bersama yang dituju dan yang

hendak diwujudkan oleh para pihak melalui pembuatan akad. Akibat

hukum akad dalam hukum Islam disebut ‚Hukum akad‛ (h}ukm al-‘aqd).7

6 Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah Studi tentang Akad dalam Fikih Muamalat,

(Jakarta: Rajawali Pers, 2010), 68.

7

(36)

Tujuan akad untuk akad bernama8 sudah ditentukan secara umum oleh

pembuat hukum shari>‘ah, sedangkan di dalam akad tidak bernama9 tujuan

akad ditentukan oleh para pihak sendiri sesuai dengan kesepakatan

kehendak mereka untuk melahirkan akibat hukum pokok yang mereka

inginkan.10

Untuk merealisasikan hukum pokok akad, maka para pihak

memikul beberapa kewajiban yang sekaligus merupakan hak pihak lain.

Hak dan kewajiban ini disebut hak-hak akad, dan disebut juga akibat

hukum tambahan akad. Akibat hukum tambahan akad ini dibedakan

menjadi dua macam, yaitu akibat hukum yang ditentukan oleh shari>‘ah

dan akibat hukum yang ditentukan oleh para pihak sendiri.

Sedangkan akibat hukum tambahan yang ditentukan oleh para

pihak sendiri adalah klausul-klausul yang mereka buat sesuai dengan

kepentingannya, misalnya penyerahan barang di rumah pembeli dan

diantar oleh dan atas biaya penjual.

Sebuah transaksi atau akad jual beli telah dilakukan dan

memenuhi semua rukun dan syaratnya, maka konsekuensinya penjual

wajib memberikan hak milik barang kepada pembeli, dan pembeli

memindahkan hak milik barangnya kepada penjual, sesuai dengan harga

8 Akad bernama adalah akad yang sudah ditentukan namanya oleh pembuat hukum dan

ditentukan pula ketentuan-ketentuan khusus yang berlaku terhadapnya dan tidak berlaku

terhadap akad lain. Contoh: ija>rah, ba’i, ka>falah, dst. Lihat Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian...,

173.

9 Akad tidak bernama adalah akad yang tidak ditentukan oleh pembuat hukum namanya yang

khusus serta tidak ada pengaturan tersendiri mengenainya. Contoh: perjanjian penerbitan, periklanan. Lihat Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian..., 76.

(37)

yang telah disepakati. Selanjutnya, pembeli dan penjual halal untuk

menggunakan barang yang berpindah hak miliknya tersebut.11

Mayoritas ahli fiqih memberlakukan syarat pelaku akad harus

bebas menentukan pilihan dalam melakukan akad jual beli suatu barang.

Jika ada unsur pemaksaan dalam akad jual beli tersebut, maka jual beli

tersebut tidak sah hukumnya.12

Di sini penulis memberikan contoh beberapa bentuk akad yang

sering dilakukan oleh bank antara lain:

1. Akad Mura>bah}ah, ialah salah satu bentuk jual beli di mana penjual

memberikan informasi kepada pembeli tentang biaya-biaya yang akan

dikeluarkan untuk mendapatkan komoditas (harga pokok pembelian),

dan tambahan profit yang diinginkan yang tercermin dalam harga

jual.13 Dalam akad mura>bah}ah terdapat dua bentuk yang pertama,

permintaan pembelian sebuah komoditas dengen kriteria tertentu yang

diajukan nasabah yang selanjutnya disetujui oleh pihak bank.

Kemudian pihak bank berjanji akan membelikan komoditas

sebagaimana dimaksud dan pihak nasabah berjanji akan membeli

sesuai dengan harga pokok pembelian ditambah dengan tingkat

keuntungan yang disepakati bank. Yang kedua yakni, jika pihak bank

ingin mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak

ketiga (supplier), maka kedua pihak harus menandatangani

11 Sayyid Syabiq, Fiqih Sunnah jilid 4, (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2006), 121.

12 Ibid., 137.

13 Ismail Nawawi, Fiqh Muamalah Hukum Ekonomi, Bisnis dan Sosial, (Jakarta: Dwiputra

(38)

kesepakatan agensi (agency contract), di mana pihak bank memberikan

otoritas kepada nasabah untuk menjadi agennya guna membeli

komoditas dari pihak ketiga atas nama bank, dengan kata lain nasabah

menjadi wakil bank untuk membelikan komoditas (mura>bah}ah bil

wa>kalah). Dan yang perlu ditambahkan dalam bahasan ini yakni Inti

pengertian perwakilan adalah bahwa seseorang bertindak hukum untuk

orang lain. Meskipun kontrak dibuat oleh penerima kuasa atau wakil,

maka perjanjian itu adalah perjanjian antara as}il (prinsipal), bukan

antara wakil dengan pihak ketiga yang menjadi mitra janji. As}il

(prinsipal) lah yang mendapatkan keuntungan dari kontrak tersebut

dan yang bertanggung jawab atas kontrak tersebut.14

2. Akad Wadi’ah, ialah transaksi pemberian mandat dari seseorang yang

telah menitipkan suatu benda kepada orang lain untuk dijaganya

sebagaimana semestinya. Di dalam bisnis modern wadi’ah juga

berkaitan dengan penitipan modal pada perbankan baik berupa

tabungan, giro ataupun deposito.15

3. Akad mushara>kah, ialah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih

untuk usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan

kontribusi dana dengan kesempatan bahwa keuntungan dan resiko akan

ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.16

14 Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian ..., 298.

15 Ismail Nawawi, Fiqh Muamalah..., 347.

(39)

B. Asas-asas Perjanjian

Istilah perjanjian dengan perikatan banyak dimaknai setiap orang

sebagai dua hal yang artinya sama. Namun sesungguhnya perjanjian dan

perikatan memiliki arti yang berbeda. Perikatan adalah suatu hubungan

hukum dalam lapangan hukum kekayaan antara dua orang atau lebih atau

dua pihak, yang mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari

pihak lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan

itu.17

Perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji dengan

seorang yang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk

melaksanakan sesuatu hal.18

Dari pengertian di atas dapat dibedakan bahwa perjanjian

sesungguhnya mengarah pada perbuatannya (secara khusus) sedangkan

perikatan mengarah pada hukumnya (secara luas).

Kedudukan asas hukum dalam semua sistem hukum yang di

dalamnya mengatur sistem norma hukum mempunyai peranan penting.

Asas hukum merupakan landasan atau pondasi yang menopang kukuhnya

suatu norma hukum.19

17 Djaja S Meliala, Hukum Perdata Perspektif BW (Burgerlijk Wetboek), (Bandung: Nuansa

Aulia, 2012), 156.

18 R Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: PT Intermasa, 1992), 1.

19 Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial,

(40)

1. Asas-asas Perjanjian Menurut Hukum Positif

Dari berbagai asas hukum yang terdapat dalam hukum kontrak

dalam pandangan hukum positif terdapat empat asas yang dianggap

sebagai saka guru hukum kontrak yaitu:20

a. Asas Kebebasan Berkontrak

Asas kebebasan berkontrak merupakan asas yang

menduduki posisi sentral di dalam hukum kontrak, meskipun asas

ini tidak dituangkan menjadi aturan hukum namun mempunyai

pengaruh yang sangat kuat dalam hubungan kontraktual para

pihak.21

Kebebasan berkontrak diartikan sebagai kebebasan para

subyek hukum untuk mengadakan atau tidak mengadakan

perjanjian, kebebasan untuk menentukan dengan siapa

mengadakan perjanjian dan kebebasan untuk menentukan isi dan

bentuk perjanjian.22

Namun yang penting untuk diperhatikan bahwa kebebasan

berkontrak sebagaimana tersimpul dari ketentuan pasal 1338 (1)

BW (Burgerlijk Wetboek) tidaklah berdiri dalam kesendiriannya.

Asas tersebut berada dalam satu sistem yang utuh dan padu

dengan ketentuan lain terkait. Dalam praktik dewasa ini, acap kali

asas kebebasan berkontrak kurang dipahami secara utuh, sehingga

20 Ibid., 107.

21 Ibid., 108.

22Christiana Tri Budhayati, ‚Asas Kebebasan Berkontrak dalam Hukum Perjanjian Indonesia‛,

(41)

banyak memunculkan (kesan) pola hubungan kontraktual yang

tidak seimbang dan berat sebelah. Kebebasan berkontrak

didasarkan pada asumsi bahwa para pihak dalam kontrak memiliki

posisi tawar (bargaining position) yang seimbang, tetapi dalam

kenyataannya para pihak tidak selalu memiliki posisi tawar yang

seimbang.23

b. Asas Konsensualisme

Perjanjian riil adalah suatu perjanjian yang dibuat dan

dilaksanakan secara nyata (kontan dalam hukum Adat). Sedangkan

perjanjian formal adalah suatu perjanjian yang telah ditentukan

bentuknya, yaitu tertulis (baik berupa akta autentik maupun akta

di bawah tangan). Asas konsensualisme yang dikenal dalam KUH

Perdata adalah berkaitan dengan bentuk perjanjian.24

Di dalam pasal 1320 BW terkandung asas yang esensial dari

hukum perjanjian, yaitu asas konsensualisme yang menentukan

adanya perjanjian. Di dalam asas ini terkandung kehendak para

pihak untuk saling mengikatkan diri dan menimbulkan

kepercayaan (vertrouwen) di antara para pihak terhadap

pemenuhan perjanjian. Asas kepercayaan (vertrouwenleer)

merupakan nilai etis yang bersumber pada moral.25

23 Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian..., 111.

24 Salim, Hukum Kontrak Teori & Teknik Penyusunan Kontrak, (Jakarta: Sinar Grafika, 2003),

10.

25

(42)

Asas konsensualisme sebagaimana terdapat dalam pasal

1320 BW angka 1, kesepakatan di mana menurut asas ini

perjanjian itu telah lahir cukup dengan adanya kata sepakat. Di

sini yang ditekankan adalah adanya persesuaian kehendak

(meeting of mind) sebagai inti dari hukum kontrak. Asas

konsensualisme merupakan roh dari suatu perjanjian. Hal ini

tersimpul dari kesepakatan para pihak, namun demikian pada

situasi tertentu terdapat perjanjian yang tidak mencerminkan

wujud kesepakatan yang sesungguhnya. Hal ini disebabkan adanya

cacat kehendak yang mempengaruhi timbulnya perjanjian. Dalam

BW cacat kehendak meliputi tiga hal, yaitu: kesesatan (dwaling),

penipuan (bedrog), paksaan (dwang).26

Apabila kata sepakat yang diberikan para pihak tidak berada

dalam kerangka yang sebenarnya, dalam arti terdapat cacat

kehendak, maka hal ini akan mengancam eksistensi kontrak itu

sendiri.27

Sehingga pada akhirnya pemahaman terhadap asas

konsensualisme tidak terpaku sekadar mendasarkan pada kata

sepakat saja, tetapi syarat-syarat lain dalam pasal 1320 BW

dianggap telah terpenuhi sehingga kontrak tersebut menjadi sah.28

26 Ibid., 122.

27 Ibid., 122.

(43)

Karakter universal dari asas konsensualisme, yang

menekankan pembentukan kontrak didasarkan pada unsur

kesepakatan (yang dibentuk oleh penawaran dan penerimaan).29

c. Asas Pactasunt Servanda

Asas ini terkait dengan asas personal yang lazim juga

disebut dengan ‚Privity of contract‛. Dengan demikian asas ini

memberikan penekanan pada daya kerja ‚Siapa yang terikat

kontrak‛ bukan ‚Apa isi kontrak atau prestasi kontrak‛.30

Menurut Salim H.S bahwa asas pacta sunt servanda disebut

juga dengan asas kepastian hukum.31 Asas ini berhubungan dengan

akibat perjanjian. Menurutnya asas pacta sunt servanda merupakan

asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi

kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya

sebuah undang-undang. mereka tidak boleh melakukan intervensi

terhadap substani kontrak yang dibuat oleh para pihak.32

d. Asas Itikad Baik

Dalam Simposium Hukum Perdata Nasional yang

diselenggarakan Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN),

itikad baik hendaknya diartikan sebagai:

a) Kejujuran pada waktu membuat kontrak;

29 Ibid.

30 Ibid., 130.

31 Salim, Hukum Kontrak..., 10.

(44)

b) Pada tahap pembuatan ditekankan, apabila kontrak dibuat

di hadapan pejabat, para pihak dianggap beritikad baik

(meskipun ada juga pendapat yang menyatakan

keberatannya);

c) Sebagai kepatutan dalam tahap pelaksanaan, yaitu terkait

suatu penilaian baik terhadap perilaku para pihak dalam

melaksanakan apa yang telah disepakati dalam kontrak,

semata-mata bertujuan untuk mencegah perilaku yang

tidak patut dalam pelaksanaan kontrak tersebut.33

2. Asas-asas perjanjian menurut shari>‘ah Islam antara lain:

a. Asas Iba>h}ah (Mabda’ al-Iba>h}ah)

Asas Ibah}ah merupakan asas umum dalam hukum Islam

dalam bidang mu’a>malah secara umum. Asas ini dirumuskan

dalam adagium ‚Pada dasarnya segala sesuatu itu boleh dilakukan

sampai ada dalil yang melarangnya‛. Asas ini merupakan

kebalikan dari asas yang berlaku dalam masalah ibadah yang

berlaku asas bahwa bentuk ibadah yang sah adalah

bentuk-bentuk yang disebutkan dalam dalil-dalil shari>‘ah. Orang tidak

dapat membuat-buat bentuk baru ibadah yang tidak pernah

ditentukan oleh Nabi Saw. Bentuk-bentuk baru ibadah yang dibuat

33

(45)

tanpa pernah diajarkan oleh Nabi Saw itu disebut bid’ah dan tidak

sah hukumnya.34

Sebaliknya, dalam tindakan-tindakan mu’a>malah berlaku

asas sebaliknya, yaitu bahwa segala sesuatu itu sah dilakukan

sepanjang tidak ada larangan tegas atas tindakan itu. Bila

dikaitkan dengan tindakan hukum, khususnya perjanjian (kontrak),

maka ini berarti bahwa tindakan hukum dan perjanjian apa pun

dapat dibuat sejauh tidak ada larangan khusus mengenai perjanjian

tersebut (termasuk kesepakatan/hasil ijtihad ulama).35

b. Asas Kebebasan Berakad (Mabda’ H}urriyyat al-Ta‘a>qud)

Hukum Islam mengakui kebebasan berakad, yaitu suatu

prinsip hukum yang menyatakan bahwa setiap orang dapat

membuat akad jenis apapun tanpa terikat kepada nama-nama yang

telah ditentukan dalam undang-undang shari>‘ah dan memasukkan

klausul apa saja ke dalam akad yang dibuatnya itu sesuai dengan

kepentingannya sejauh tidak berakibat makan harta sesama dengan

jalan ba>t}il. Namun demikian, di lingkungan madhab-madhab yang

berbeda terdapat perbedaan pendapat mengenai luas-sempitnya

kebebasan tersebut. Nas-nas al-Qura>n dan sunnah Nabi Saw serta

kaidah-kaidah hukum Islam menunjukkan bahwa hukum Islam

menganut asas kebebasan berakad. Asas kebebasan berakad ini

34 Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian..., 83-84.

(46)

merupakan konkretisasi lebih jauh dan spesifikasi yang lebih tegas

lagi terhadap asas ibah}ah} dalam mu’a>malah.36

c. Asas Konsensualisme (Mabda’ ar-Rad}a>’iyyah)

Asas konsensualisme menyatakan bahwa untuk terciptanya

suatu perjanjian cukup dengan tercapainya kata sepakat antara

pihak tanpa perlu dipenuhinya formalitas-formalitas tertentu.37

d. Asas Janji itu Mengikat

Dalam al-Qur’a>n dan hadith terdapat banyak perintah agar

memenuhi janji. Dalam kaidah usul fikih, ‚Perintah itu pada

dasarnya menunjukkan wajib‛. Ini berarti janji itu mengikat dan

wajib dipenuhi.38

e. Asas Keseimbangan (Mabda’ at-Tawa>zun fi al-Mu’a>wad}ah)

Meskipun secara faktual jarang terjadi keseimbangan antara

para pihak dalam bertransaksi, namun hukum perjanjian Islam

tetap menekankan perlunya keseimbangan itu, baik keseimbangan

antara apa yang diberikan dan apa yang diterima maupun

keseimbangan dalam memikul resiko. Asas keseimbangan dalam

transaksi (antara apa yang diberikan dengan apa yang diterima)

tercemin pada dibatalkannya suatu akad yang mengalami

ketidakseimbangan prestasi yang mencolok. Asas keseimbangan

dalam memikul resiko tercermin dalam larangan terhadap

36 Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian ..., 84.

37 Ibid.

(47)

transaksi riba, di mana dalam konsep riba hanya debitur yang

memikul segala resiko atas kerugian usaha, sementara kreditor

bebas sama sekali dan harus mendapat prosentase tertentu

sekalipun pada saat dananya mengalami kembalian negatif.39

f. Asas Kemaslahatan (Tidak Memberatkan)

Akad yang dibuat oleh para pihak bertujuan untuk

mewujudkan kemaslahatan bagi mereka dan tidak boleh

menimbulkan kerugian (mud}arat) atau keadaan memberatkan

(mashaqqah). Apabila dalam pelaksanaan akad terjadi suatu

perubahan keadaan yang tidak dapat diketahui sebelumnya serta

membawa kerugian yang fatal bagi pihak bersangkutan sehingga

memberatkannya, maka kewajibannya dapat diubah dan

disesuaikan kepada batas yang masuk akal.40

g. Asas Amanah

Asas amanah dimaksudkan bahwa masing-masing pihak

haruslah beritikad baik dalam bertransaksi dengan pihak lainnya

dan tidak dibenarkan salah satu pihak mengeksploitasi

ketidaktahuan mitranya. Dalam kehidupan masa kini banyak sekali

objek transaksi yang dihasilkan oleh satu pihak melalui suatu

keahlian yang amat spesialis dan profesionalisme yang tinggi

39 Ibid., 90.

(48)

sehingga ketika ditransaksikan, pihak lain yang menjadi mitra

transaksi tidak banyak mengetahui seluk beluknya.41

h. Asas Keadilan

Keadilan adalah tujuan yang hendak diwujudkan oleh semua

hukum. Dalam hukum Islam, keadilan langsung merupakan

perintah al-Qur’a>n dalam surat al-Ma>idah ayat 8 yang

menegaskan:                                                      



Artinya:‚Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah

Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.‛42

Keadilan merupakan sendi setiap perjanjian yang dibuat

oleh para pihak. Seringkali di zaman modern akad ditutup oleh

satu pihak dengan pihak lain tanpa ia memiliki kesempatan untuk

melakukan negosiasi mengenai klausul akad tersebut, karena

klausul akad itu telah dibakukan oleh pihak lain. Tidak mustahil

bahwa dalam pelaksanaannya akan timbul kerugian kepada pihak

41 Ibid., 91.

42 Departemen Agama Republik Indonesia (Depag RI), Al-Qura>n dan Terjemah, (Bandung:

(49)

yang menerima syarat baku itu karena didorong kebutuhan. Dalam

hukum Islam kontemporer telah diterima suatu asas bahwa demi

keadilan syarat baku itu dapat diubah oleh pengadilan apabila

memang ada alasan untuk itu.43

C. Asas Kebebasan Berkontrak dalam Hukum Islam (H}urriyyat al-Ta‘a>qud)

Kebebasan berkontrak adalah refleksi dari perkembangan paham

pasar bebas yang dipelopori oleh Adam Smith. Dalam perkembangannya

ternyata kebebasan berkontrak dapat mendatangkan ketidakadilan karena

prinsip ini hanya dapat mencapai tujuannya, yaitu mendatangkan

kesejahteraan seoptimal mungkin, bila para pihak memiliki bargaining

position yang seimbang. Dalam kenyataannya hal tersebut sering tidak

terjadi demikian sehingga negara menganggap perlu untuk campur tangan

untuk melindungi pihak yang lemah.44

Negosiasi dalam pembuatan kontrak atau akad menunjukkan

adanya rasa menghormati hak asasi manusia dalam membuat sebuah

perjanjian. Dalam buku karangan Sutan Remy disebutkan bahwa

berdasarkan pidato presiden Soeharto pada beberapa peringatan

menyimpulkan bahwa Pemerintah Negara Republik Indonesia berwenang

dan sekaligus berkewajiban untuk senantiasa menjaga keselarasan dan

43 Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian ..., 92.

44

Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang bagi para

(50)

keseimbangan antara hak asasi dan kewajiban asasi atau tanggung jawab

asasi dari para warga negaranya.

Berdasarkan asas keselarasan dan keseimbangan itu, maka tidak

dikehendaki adanya hubungan antara unsur-unsur di dalam masyarakat

yang tidak selaras dan seimbang, di mana yang satu lebih kuat daripada

yang lain atau yang satu mendominasi yang lain. Kebebasan berkontrak

yang tidak terbatas bertentangan dengan asas keselarasan dan

keseimbangan menurut pancasila itu. Oleh karena itu peluang bagi

pihak-pihak tertentu untuk dapat membuat perjanjian yang berat sebelah dengan

memuat klausul-klausul yang secara tidak wajar sangat memberatkan bagi

pihak lainnya harus dicegah oleh pemerintah.45

Dalam common law Amerika Serikat, kebebasan berkontrak

adalah kehendak bebas untuk membuat atau tidak membuat suatu

perikatan yang mengikat mengenai urusan-urusan pribadi seseorang,

termasuk hak untuk membuat perjanjian-perjanjian kerja, dan untuk

menentukan syarat-syarat yang dianggapnya baik sebagai hasil dari

perundingan atau tawar-menawar dengan pihak lainnya. Termasuk pula

hak untuk menerima kontrak yang diusulkan oleh pihak lainnya.46

Berlakunya asas kebebasan berkontrak dalam hukum perjanjian

Indonesia antara lain dapat disimpulkan dari pasal 1329 KUH Perdata

yang menentukan bahwa setiap orang cakap untuk membuat perjanjian,

kecuali jika ia ditentukan tidak cakap oleh undang-undang. Dari pasal

45 Ibid., 53.

46

(51)

1332 dapat disimpulkan bahwa asalkan menyangkut barang-barang yang

bernilai ekonomis, maka setiap orang bebas untuk memperjanjikannya.

Dari pasal 1320 ayat (4) jo. 1337 KUH Perdata dapat disimpulkan bahwa

asalkan bukan mengenai kausa yang dilarang oleh undang-undang atau

bertentangan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum, maka setiap

orang bebas memperjanjikannya.47

Kebebasan berkontrak hanya dapat mencapai keadilan jika para

pihak memiliki bargaining power yang seimbang. Jika bargaining power

tidak seimbang maka suatu kontrak dapat menjurus atau menjadi

unconscionable (menjerat hati nurani). Bargaining power yang tidak

seimbang terjadi bila pihak yang kuat dapat memaksakan kehendaknya

kepada pihak yang lemah, hingga pihak yang lemah mengikuti saja

syarat-syarat kontrak yang diajukan kepadanya.48

Setiap orang bebas mengadakan perjanjian apa saja, baik yang

sudah diatur atau belum diatur dalam undang-undang. Tetapi kebebasan

tersebut dibatasi oleh tiga hal yaitu tidak dilarang oleh undang-undang,

tidak bertentangan dengan ketertiban umum, tidak bertentangan dengan

kesusilaan.49

Ruang lingkup asas kebebasan berkontrak menurut hukum

perjanjian Indonesia antara lain:50

a. Kebebasan untuk membuat atau tidak membuat perjanjian;

47

Ibid.

48 Ibid., 185.

49

Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, 225. 50

(52)

b. Kebebasan untuk memilih pihak dengan siapa ia ingin membuat

perjanjian;

c. Kebebasan untuk menentukan atau memilih kausa dari perjanjian

yang akan dibuatnya;

d. Kebebasan untuk menentukan objek perjanjian;

e. Kebebasan untuk menentukan bentuk suatu perjanjian;

f. Kebebasan untuk menerima atau menyimpangi ketentuan

undang-undang yang bersifat opsional.

Kebebasan berkontrak merupakan asas yang esensial, baik bagi

individu dalam mengembangkan diri baik di dalam kehidupan pribadi

maupun kehidupan sosial kemasyarakatan, sehingga beberapa pakar

menegaskan kebebasan berkontrak merupakan bagian dari hak asasi

manusia yang harus dihormati.51

Pada dasarnya asas kebebasan berkontrak mengutamakan

kebebasan dan kesederajatan tiap manusia. Namun, pada penerapannya

sehari-hari dalam pembuatan kontrak baku sangat minim menerapkan

asas kebebasan berkontrak. Padahal asas kebebasan berkontrak

mengandung makna bahwa masyarakat mempunyai kebebasan untuk

membuat perjanjian sesuai dengan kepentingan masing-masing.52

Sebelum

Referensi

Dokumen terkait

Pada penelitian ini, VG jenis concave delta winglet dipasang pada sisi sirip dari penukar kalor jenis fin-and-tube yang digunakan dalam proses refrigerasi

Segala bidang ilmu yang ada di dunia dapat menggunakan metode ontologi untuk dapat berhubungan dan saling berkomunikasi dalam hal pertukaran informasi

Hal ini disebabkan oleh kandungan bahan organik tanah yang tinggi pada hutan alam dibandingkan dengan penggunaan lahan AF1 dan AF2, sebagai dampak tingginya penutupan

Nasabah pemenang adalah nasabah yang benar melakukan transaksi belanja di Hypermart menggunakan Mandiri Debit di mesin Mandiri EDC mulai hari Kamis, 14 Mei 2015 sampai dengan hari

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara tidak langsung citra perusahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap loyalitas pelanggan.. Berdasarkan hasil analisis,

Para ulama berpendapat tentang jumlah hadis yang terdapat dalam al-Muwatta’, namun pendapat yang banyak disetujui para ulama yakni pendapat Fuad Abdul Baqi bahwa

Secara keseluruhan, perubahan output yang terjadi pada SiAMEL melalui penelitian ini adalah bahwa data yang terdapat pada aplikasi SiAMEL dapat diakses oleh mahasiswa

Model IFLP akan diselesaikan dengan solusi interaktif dua tahap yang dikembangkan Huang et al (1993) sehingga dari hasil perhitungan akan didapatkan interval