SKRIPSI
Oleh:
Rizki Amelia Agustin
NIM: C02211058
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syari’ah dan Hukum Jurusan Hukum Perdata Islam
Prodi Hukum Ekonomi Syari’ah (Muamalah)
SKRIPSI Diajukan kepada
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu
Ilmu Syari’ah dan Hukum
Oleh:
Rizki Amelia Agustin NIM: C02211058
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syari’ah dan Hukum Jurusan Hukum Perdata Islam Prodi Hukum Ekonomi Syari’ah (Muamalah)
tapak-tapak langkahku...
Nabi Muhammad saw, junjunganku yang menjadi penuntun umat dunia dan akhirat...
Karya ini kupersembahkan untuk orang yang begitu berarti:
Bapak dan ibuku tersayang, kasih sayang terindah yang kumiliki yang tak akan pernah sirna oleh apapun di setiap tapak-tapak langkahku...
Terimakasih atas doa tulus ikhlas yang Engkau panjatkan yang tak henti mengalir untukku...
Untuk adik-adikku yang selalu mendukung dan memberikan senyuman asa padaku, semoga cita-cita yang engkau impikan tercapai dan semoga kalian
menjadi anak yang sholeh sholehah...
Untuk guru-guru yang ikhlas dan sabar dalam memberikan ilmu kepada penulis, serta mengajarkan agar mampu bertahan di tepi-tepi kehidupan yang semakin
berat...
Semoga jasa-jasa kalian menjadi pemberat timbangan amal di akhirat kelak.
Untuk sahabat-sahabat penulis yang telah menjadi bagian kehidupan, yang selalu memberi warna warni dalam kehidupan penulis, berhias cerita-cerita yang tersirat
rindu menggebu, canda tawa suka duka atau apapun itu yang menjadi ranting-ranting pohon yang bernama persahabatan, semoga persahabatan kita tetap abadi
dan semoga cita-cita kita semua tercapai...
‚Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang
yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi
dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu
kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil. Berlaku adillah,
karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada
syari’ah pada klausula eksemsi di Bank BRI Syari’ah KCP Gresik ? dan
bagaimana analisis h}urriyyat al-Ta‘a>qud terhadap kontrak baku syari’ah terkait
klausula eksemsi?.
Penelitian ini adalah penelitian lapangan yang berjenis penelitian kualitatif yang mana data yang dihimpun melalui wawancara dan studi dokumen, kemudian dianalisis dengan analisis deskriptif dengan pola pikir induktif yaitu dengan mengungkap fakta suatu kejadian atau objek penelitian yang bersifat khusus yang mana dalam hal ini adalah adanya klausula eksemsi pada kontrak di
Bank BRI Syari’ah KCP Gresik, setelah itu diterangkan teori yang bersifat
umum yaitu asas perjanjian Islam yakni asas h}urriyyat al-Ta‘a>qud , kemudian
dari fakta tersebut diolah dengan teori h}urriyyat al-Ta‘a>qud untuk diambil
kesimpulan sehingga akan didapatkan hasil penelitian yang jelas dan nyata mengenai masalah tersebut.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa di BRI Syari’ah KCP Gresik kontrak baku diterapkan dalam setiap aplikasi produknya. Dalam melakukan akad antara bank dan nasabah tidak ditemukan adanya negosiasi antara para pihak. Dan hal inilah yang memberikan kesempatan kepada bank untuk memasukkan klausula yang memberatkan nasabah, seperti klausula yang membebaskan tanggung jawab bank terhadap resiko yang seharusnya
ditanggung. Yang kedua bahwa kontrak baku di BRI Syari’ah KCP Gresik jika
dilihat dari teori h}urriyyat al-Ta‘a>qud bahwa kontrak ini tidak memenuhi asas
h}urriyyat al-Ta‘a>qud karena tidak tercipta negosiasi sama sekali bahkan kontrak
yang ada menimbulkan kezaliman bagi pihak nasabah. Dan dapat disimpulkan
bahwa kontrak yang terjadi adalah fasid karena dianggap mengesampingkan
adanya negosisasi yang mana merupakan konkretisasi asas h}urriyyat al-Ta‘a>qud
serta dicantumkannya klausula eksemsi. Namun menurut penulis kontrak baku diperbolehkan selama tidak mengandung unsur-unsur yang telah dibatasi oleh asas h}urriyyat al-Ta‘a>qud.
Sejalan dengan kesimpulan di atas, maka pihak bank BRI Syari’ah KCP
Gresik disarankan agar selalu mengedepankan prinsip-prinsip shari>‘ah dan
PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
PENGESAHAN ... iv
PERSEMBAHAN ... v
MOTTO ... vi
ABSTRAK ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR BAGAN ... xiii
DAFTAR TRANSLITERASI ... xiv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 8
C. Rumusan Masalah ... 9
D. Kajian Pustaka ... 10
E. Tujuan Penelitian ... 13
F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 13
G. Definisi Operasional ... 14
H. Metode Penelitian ... 16
I. Sistematika Pembahasan ... 21
BAB II H}URRIYYAT AL-TA>‘AQUD A. Pengertian Akad ... 23
B. Asas-asas Perjanjian ... 28
A. Profil Bank BRI Syari’ah KCP Gresik ... 49
1. Gambaran Umum dan Sejarah Bank BRI Syari’ah KCP Gresik ... 49
2. Struktur Organisasi PT Bank BRI Syari’ah KCP Gresik ... 53
B. Produk-produk Bank BRI Syari’ah KCP Gresik ... 54
1. Simpanan ... 54
2. Pembiayaan ... 56
C. Penerapan Kontrak Baku tanpa Negosiasi dalam Penandatanganan Kontrak di Bank BRI Syari’ah KCP Gresik . 57 D. Klausula-klausula yang Memberatkan pada Kontrak Baku Syari’ah di Bank BRI Syari’ah KCP Gresik ... 59
BAB IV ANALISIS H}URRIYYAT AL-TA>’AQUD TERHADAP KONTRAK BAKU SYARI’AH PADA KLAUSULA EKSEMSI DI BANK BRI SYARI’AH KCP GRESIK A. Analisis Penerapan Kontrak Baku Syari’ah di Bank BRI Syari’ah KCP Gresik ... 64
B. Analisis H}urriyyat al-Ta’a>qud terhadap Kontrak Baku Syari’ah pada Klausula Eksemsi di Bank BRI Syari’ah KCP Gresik ... 69
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 75
B. Saran ... 76
A. Latar Belakang Masalah
Era gobalisasi menjadikan semua sistem dalam lini kehidupan
semakin berkembang, seperti teknologi, komunikasi, perbankan,
perindustrian, bahkan dalam dunia sosial politik.
Perkembangan perekonomian yang semakin pesat menjadikan para
pelaku bisnis menampilkan dan menawarkan berbagai produk baru untuk
menarik minat konsumen. Dalam dunia perbankan baik konvensional
maupun perbankan syari’ah untuk menarik minat konsumen, mereka
berlomba-lomba meluncurkan produk-produk terbaru yang kasat mata
nampak sangat menguntungkan bagi nasabah.
Sebagai umat Islam, dalam melaksanakan aktifitas sehari-hari
harus berlandaskan pada aturan-aturan shari>‘ah Islam. Dalam Islam aturan
yang mengatur tentang aktifitas sesama manusia disebut mu’a>malah.
Mu’a>malah adalah aturan-aturan (hukum) Allah SWT yang ditujukan
untuk mengatur kehidupan manusia dalam urusan keduniaan atau urusan
yang berkaitan dengan duniawi dan sosial kemasyarakatan.1 Maksudnya
adalah aturan yang mengatur hubungan antar manusia yang fokus pada
bidang perekonomian seperti jual-beli, sewa-menyewa, dan kerjasama
(mura>bah}ah, mushara>kah, mud}a>rabah).
Allah SWT berfirman dalam surat ‘al-Mulk ayat 15 yang berbunyi:
Artinya: ‚Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu,
Maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezki-Nya dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah)
dibangkitkan.‛2
Ayat di atas menerangkan kepada kita bahwa Allah menganjurkan
kepada kita untuk memanfaatkan dan memakan rezeki Allah SWT yang
telah Allah sediakan di bumi. Artinya kita boleh memanfaatkan apapun
bentuk pekerjaan kita sehingga darinya kita bisa menghasilkan tambahan
rezeki untuk kita.
Namun dalam firman Allah SWT surat ‘an-Nisha>’ ayat 29 yang
dikatakan bahwa kita tidak boleh memakan atau mengambil harta milik
orang lain dengan jalan yang ba>t}il.
Artinya: ‚Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang ba>t}il, kecuali dengan jalan
perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu Sesungguhnya Allah adalah Maha
Penyayang kepadamu.‛3
2 Departemen Agama Republik Indonesia (Depag RI), Al-Qur’a>n dan Terjemah, (Bandung: Gema
Risalah Press, 1989), 956.
Dalam bisnis Islam terdapat beberapa asas penting antara lain:
asas kebebasan berkontrak, asas konsensualisme dan asas keadilan. Yang
mana beberapa asas tersebut menjadi landasan dalam berakad.
Hukum Islam mengakui kebebasan berakad, yaitu suatu prinsip
hukum yang menyatakan bahwa setiap orang dapat membuat akad jenis
apapun tanpa terikat kepada nama-nama yang telah ditentukan dalam
undang-undang shari>‘ah dan memasukkan klausul apa saja ke dalam akad
yang dibuatnya itu sesuai dengan kepentingannya sejauh tidak berakibat
memakan harta sesama dengan jalan yang ba>t}il. Asas kebebasan berakad
ini merupakan konkretisasi lebih jauh dan spesifikasi yang lebih tegas lagi
terhadap asas iba>h{ah> dalam mu’a>malah.4
Dalam perekonomian yang modern seperti saat ini banyak aplikasi
dan cara yang digunakan oleh para pelaku bisnis untuk memudahkannya
melakukan transaksi atau kontrak kerjasama dengan konsumen. Apalagi
perkembangan teknologi dan kreatifitas yang juga semakin kompleks dan
beragam sehingga para pelaku bisnis menggunakan cara yang efisien
dalam melakukan kerjasama dengan konsumen. Sebuah kerjasama tentu
dituangkan dalam bentuk perjanjian berupa akta atau kontrak namun
adakalanya tidak dituangkan dalam bentuk tulisan namun hanya dengan
ucapan yang biasanya disebut dengan perjanjian formal.
Kontrak merupakan bagian dari bentuk perjanjian. Perjanjian
adalah suatu persetujuan atau kesepakatan yang terjadi antara satu orang
4 Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah Studi tentang Teori Akad dalam Fikih Muamalat,
atau lebih yang mengikatkan dirinya dengan satu orang lain atau lebih.5
Sebuah Perjanjian harusnya menggambarkan bahwa para pihak saling
terikat, sehingga timbul akibat hukum yakni berupa hubungan hukum
antara para pihak dari perjanjian tersebut.
Suatu kontrak atau perjanjian yang demikian memiliki
unsur-unsur yaitu pihak-pihak yang kompeten, pokok yang disetujui,
pertimbangan hukum, perjanjian timbal balik, serta hak dan kewajiban
timbal balik. Ciri kontrak yang utama adalah bahwa kontrak merupakan
suatu tulisan yang memuat janji dari para pihak secara lengkap dengan
ketentuan-ketentuan dan persyaratan-persyaratan serta berfungsi sebagai
alat bukti tentang adanya seperangkat kewajiban. 6
Para pihak dalam suatu kontrak memiliki hak untuk memenuhi
kepentingan pribadinya sehingga melahirkan suatu perikatan.
Pertimbangannya ialah bahwa individu harus memiliki kebebasan dalam
setiap penawaran dan mempertimbangkan kemanfaatan bagi dirinya.
Pengadilan pun harus memberikan kemudahan terhadap individu atas
setiap penawaran untuk membuat kontrak. 7
Pembuatan kontrak tidak disyaratkan suatu format tertentu karena
dalam undang-undang tidak ada ketentuan yang secara tegas menentukan
format kontrak yang baik. Kontrak yang dibuat secara tertulis memang
5 Pasal 1313 KUH Perdata. Lihat R Subekti dan R Tjitrosudibio, Kitab Undang-undang Hukum
Perdata, (Jakarta: PT Pradnya Paramita, 2004), 338.
6 Johannes Ibrahim dan Lindawaty Sewu, Hukum Bisnis dalam Persepsi Manusia Modern,
(Bandung: PT Refika Aditama, 2007), 43.
telah diperintahkan berdasarkan undang-undang dengan ancaman bahwa
kontrak tersebut tidak mengikat jika tidak dibuat secara tertulis, atau
biasa disebut dengan perjanjian formal, biasanya sudah ada format
tertentu yang telah disiapkan oleh notaris jika kontrak tersebut harus
dibuat dalam bentuk akta notaris, tetapi jika perjanjian tersebut bukan
merupakan perjanjian formal, dalam arti tidak diwajibkan oleh
undang-undang untuk dibuat secara tertulis, kontrak semacam inilah yang
biasanya dirundingkan secara langsung oleh para pihak, namun ada pula
yang dibuat dalam bentuk perjanjian baku atau kontrak standar.8
Kontrak baku dalam dunia bisnis pada prakteknya tidak hanya
dilakukan dalam transaksi konvensional tetapi juga banyak dilakukan
dalam transaksi yang berlandaskan pada prinsip shari>‘ah oleh lembaga
keuangan bank maupun non-bank. Hal ini menunjukkan bahwa
keberlakuan kontrak baku memang sudah menjadi keniscayaan bisnis
yang dapat diterima keberadaannya oleh masyarakat dengan segala
kelebihan dan kekurangannya.
Perkembangan dunia bisnis yang terus meningkat ternyata juga
diikuti dengan tuntutan penggunaan model kontrak yang simple, efisien,
dan mampu menampung kepentingan para pelaku bisnis melalui kontrak
baku (standard contract). Dengan kontrak baku ini, pelaku bisnis
terutama produsen dan kreditur telah menyiapkan klausula-klausula baku
yang dituangkan dalam kontrak tertentu. Pihak konsumen atau debitur
8 Ahmadi Miru, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
tinggal membaca isi kontrak baku tersebut dengan pilihan take it or leave
it sehingga kesempatan untuk bernegosiasi sebagai proses awal
memperoleh kata sepakat sangat kecil bahkan terabaikan. Dalam hal ini
pelaku bisnis bisa saja memasukkan dalam akad perjanjiannya syarat dan
ketentuan yang mengandung nilai kebebasan bagi dirinya agar terhindar
dari resiko yang akan terjadi pada akad yang bersangkutan, yang mana
biasanya dituangkan dalam kalimat yang tersirat/eksplisit yang tidak
mudah dipahami oleh konsumen atau nasabah.
Setiap transaksi yang dilakukan oleh bank syari’ah diwujudkan
dalam bentuk tertulis, yaitu akad. Akad yang dibuat antara bank syari’ah
dengan nasabah dituangkan dalam bentuk akad baku (aplikasi/formulir),
sebagaimana dilakukan oleh bank konvensional.
Penggunaan kontrak baku sebagai wujud efisiensi bisnis oleh para
pelaku usaha terutama pihak yang memiliki posisi dominan dalam
melakukan transaksi ternyata juga dipakai untuk memperoleh keuntungan
(benefits) dengan cara mencantumkan klausula eksemsi (exemtion
clausule) atau klausula eksonerasi (exoneratie clausule) yang
memberatkan salah satu pihak. Klausula eksemsi adalah suatu klausula
dalam kontrak yang membebaskan atau membatasi tanggung jawab dari
salah satu pihak jika terjadi wanprestasi padahal menurut hukum,
tanggung jawab tersebut mestinya dibebankan kepadanya.9
9 Alamsyah, ‚Klausula Eksemsi dalam Kontrak Baku Syariah‛,
Klausula eksemsi yang biasa tercantum dalam kontrak baku tentu
menjadi masalah terlebih dalam kontrak syariah yang mengedepankan
pemberlakuan prinsip shari>‘ah. Sehingga keberadaan klausula eksemsi
yang biasanya tercantum dalam klausula baku sangat memberatkan salah
satu pihak, biasanya debitur atau nasabah.
Melihat hal yang seperti itu, maka penggunaan kontrak baku yang
mengandung klausula eksemsi akan menyebabkan salah satu pihak
dirugikan karena tidak adanya kedudukan yang seimbang dan tidak
adanya keadilan yang didapat oleh nasabah. Hal itu akibat yang mungkin
terjadi ketika dalam pembuatan kontrak kerjasama dibuat tanpa adanya
negosiasi dan pertimbangan-pertimbangan lain dari masing-masing pihak.
Di Bank BRI Syari’ah sebagai tempat penulis melakukan
penelitian ditemukan beberapa kontrak akad-akad pembiayaan yang
mengandung adanya klausula eksemsi.
Sesungguhnya dalam Islam telah diatur perikatan yang sesuai
dengan shari>‘ah. Sebagaimana telah dijelaskan dalam penjelasan pasal 2
undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syari’ah,
bahwa kegiatan usaha adalah boleh dilakukan berdasar asas kebebasan
berkontrak sepanjang tidak mengandung unsur:
a. Riba, yaitu penambahan pendapatan secara tidak sah (ba>t}il) antara
lain dalam transaksi pertukaran barang sejenis yang tidak sama
kualitas, kuantitas, dan waktu penyerahan (al-fad{l), atau dalam
fasilitas mengembalikan dana yang diterima melebihi pokok pinjaman
karena berjalannya waktu (nasi>ah);
b. Maysir, yaitu transaksi yang digantungkan kepada suatu keadaan yang
tidak pasti dan bersifat untung-untungan;
c. Ghara>r, yaitu transaksi yang objeknya tidak jelas, tidak dimiliki, tidak
diketahui keberadaannya, atau tidak dapat diserahkan pada saat
transaksi dilakukan kecuali diatur dalam shari>‘ah;
d. Haram, yaitu transaksi yang objeknya dilarang dalam shari>‘ah, atau;
e. Z}ulm, yaitu transaksi yang menimbulkan ketidakadilan bagi pihak
lainnya.10
Berdasarkan penjelasan diatas, dalam melakukan perikatan harus
sesuai dengan aturan yang ada baik dari al-Qur’a>n maupun
Undang-undang sehingga tidak ada unsur yang nantinya akan menjadi penyebab
kerusakan atau kekacauan yang timbul akibat adanya akad tersebut.
Atas dasar inilah penulis ingin meneliti lebih lanjut tentang
Analisis H}urriyyat Al-Ta‘A>qud terhadap Kontrak Baku Syari’ah pada
Klausula Eksemsi di Bank BRI Syari’ah KCP Gresik.
B. Identifikasi Masalah dan Batasan Masalah
Demi kepentingan penelitian yang lebih mendalam dan lebih fokus
tentang apa yang akan dikaji, maka penulis merasa perlu untuk
memberikan identifikasi masalah dan batasan masalah kaitannya dengan
Analisis h}urriyyat al-ta‘a>qud terhadap kontrak baku syari’ah pada
klausula eksemsi di Bank BRI Syari’ah KCP Gresik. Dari penjabaran latar
belakang masalah di atas dapat diidentifikasi beberapa masalah sebagai
berikut:
1. Pencantuman klausula eksemsi pada setiap akad
2. Kesempatan nasabah untuk membaca kontrak perjanjian
3. Pemahaman nasabah terhadap kontrak perjanjian
4. Negosiasi nasabah terhadap akad
5. Resiko nasabah dari akad
6. Penerapan kontrak baku syari’ah pada Bank BRI Syari’ah KCP Gresik
7. Analisis h}urriyyat al-ta‘a>qud terhadap kontrak baku syari’ah terkait
klausula eksemsi.
Adapun batasan masalah yang akan dibahas pada penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Penerapan kontrak baku syari’ah pada Bank BRI Syari’ah KCP Gresik
2. Analisis h}urriyyat al-ta‘a>qud terhadap kontrak baku syari’ah terkait
klausula eksemsi.
C. Rumusan Masalah
1. Bagaimana penerapan kontrak baku syari’ah pada klausula eksemsi di
Bank BRI Syari’ah KCP Gresik?
2. Bagaimana analisis h}urriyyat al-ta‘a>qud terhadap kontrak baku
D. Kajian Pustaka
Kajian pustaka adalah deskripsi ringkas tentang kajian/penelitian
yang sudah pernah dilakukan di seputar masalah yang akan diteliti
sehingga terlihat jelas bahwa kajian yang akan dilakukan ini tidak
merupakan pengulangan atau duplikasi dari kajian/penelitian yang telah
ada.11
Beberapa penelitian yang pernah penulis baca antara lain skripsi
saudara Arif Zunaidi dengan judul skripsi ‚Klausula Baku Dalam
Perjanjian Asuransi Dalam Perpsektif UU No. 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen Dan Hukum Islam‛ tahun 2005. Skripsi ini
menyimpulkan bahwa klausula baku yang ada dalam perjanjian asuransi
masih dibenarkan, asalkan isi dari perjanjian tersebut tidak mengalihkan
tanggungjawab pelaku usaha serta tidak menyalahi ketentuan yang ada
dalam pasal 18 ayat 1 dan 2. Serta Islam tidak melarang klausula baku
dalam perjanjian, selama isi atau substansi dari perjanjian tersebut tidak
melanggar dari hal-hal yang dilarang dalam perjanjian.12
Kemudian skripsi dari saudara Moh. Ali Mudzakir dengan judul
skripsi ‚Pasal-pasal Perjanjian Dan Perjanjian Baku Dalam KUH Perdata
Dalam Perspektif Hukum Islam‛ tahun 2006. Skripsi ini menyimpulkan
bahwa perjanjian baku dapat dibenarkan dengan alasan bahwa apabila ada
11Fakultas Syari’ah IAIN Sunan Ampel, Petunjuk Teknis Penulisan Skripsi, (Surabaya: Fakultas
Syariah, 2014), 8.
12 Arif Zunaidi, ‚Klusula Baku Dalam Perjanjian Asuransi Dalam Perspektif UU No. 8 Tahun
1999 Tentang Perlindungan Konsumen Dan Hukum Islam‛, (Skripsi--UIN Sunan Ampel,
salah satu dari kreditur yang menyalahgunakan kekuasaannya dengan
sistem perjanjian baku, maka itu hanyalah sebagian kecil saja, mengingat
juga perjanjian ini sudah dirasakan manfaatnya oleh kedua belah pihak
karena mereka menginginkan hal-hal yang praktis dan tidak
berbelit-belit.13
Skripsi dari saudari Lailiya Rachmaliana dengan judul skripsi
‚Penerapan Klausula Baku Pada Proses Penerbitan Kartu Kredit Bank
BNI Syari’ah Hasanah Card‛ tahun 2011. Skripsi ini menyimpulkan
bahwa penerapan klausula baku di Bank BNI Syari’ah adalah dilarang
karena belum sesuai dengan UU perlindungan konsumen dan hukum
Islam.14
Skripsi dari saudara Roni Paska dengan judul skripsi ‚Hak-hak
Nasabah Dalam Penerapan Kontrak Baku Pada Akad Mud}a>rabah Di PT.
BPRS Margirizki Bahagia Yogyakarta‛ tahun 2012.15 Penelitian yang
dilakukan saudara Roni Paska menyimpulkan bahwa penerapan kontrak
baku pada akad mud}a>rabah di PT. BPRS Margirizki Bahagia Yogyakarta
tidak bertentangan dengan hukum perjanjian Islam dan boleh diterapkan,
sebab telah memenuhi rukun dan syarat dalam melakukan kontrak,
artinya bahwa hak-hak nasabah telah terpenuhi sesuai dengan tuntutan
hukum yang berlaku dalam kaidah fikih mu’a>malah.
13Moh. Ali Mudzakkir, ‚Pasal-pasal Perjanjian Dan Perjanjian Baku Dalam KUH Perdata Dalam
Perspektif Hukum Islam‛, (Skripsi--UIN Sunan Ampel, Surabaya, 2006), 85.
14Lailiya Rachmaliana, ‚Penerapan Klausula Baku Pada Proses Penerbitan Kartu Kredit hasanah
Card‛, (Skripsi--UIN Sunana Ampel, Surabaya, 2011), 74.
15 Roni Paska, ‚Hak-hak Nasabah Dalam Penerapan Kontrak Baku Pada Akad Mud}a>rabah Di PT.
Selain itu skripsi yang ditulis oleh saudara Irwanto dengan judul
skripsi ‚Penerapan Asas Kebebasan Berkontrak Dalam Perjanjian
Pembiayaan mud}a>rabah Di Baitul Mal Wat Tamwil (BMT) Usaha
Gabungan Terpadu (UGT) Sidogiri Kecamatan Klampis Bangkalan‛
tahun 2013.16 Dalam penelitian tersebut menyimpulkan bahwa kontrak
atau perjanjian pembiayaan mud}a>rabah yang sudah ditentukan secara
sepihak oleh pihak BMT UGT Sidogiri Klampis tidak bisa dikategorikan
sebagai kontrak baku melainkan kontrak komersial. Hal tersebut
dikarenakan pihak BMT masih memberikan kebebasan pada nasabah
untuk negosiasi terhadap opsi yang ditawarkan.
Dari kelima penelitian yang pernah ada itu, penelitian yang akan
dilakukan penulis kali ini berbeda, dalam penelitian ini penulis lebih
mengkaji pada asas h}urriyyat al-ta‘a>qud (asas kebebasan berakad)
terhadap kontrak atau akadnya yang mana fokus pada pasal-pasal atau
klausula-klausula serta kesempatan negosiasi yang terdapat dalam
kontrak perjanjian pada berbagai macam akad di Bank BRI Syari’ah KCP
Gresik.
Sehingga penelitian ini bukan mengulangi penelitian sebelumnya
tetapi penelitian ini memberikan kajian lanjutan yang secara esensi
berbeda dari penelitian sebelumnya.
16Irwanto, ‚Penerapan Asas Kebebasan Berkontrak Dalam Perjanjian Pembiayaan mud}a>rabah Di
Baitul Mal Wat Tamwil (BMT) Usaha Gabungan Terpadu (UGT) Sidogiri Kecamatan Klampis
E. Tujuan Penelitian
Dalam sebuah penelitian ataupun kegiatan tertentu tentunya
memiliki tujuan yang hendak dicapai. Oleh sebab itu pada penelitian ini
ada tujuan yang ingin dicapai oleh si peneliti. Tujuan-tujuan tersebut
antara lain:
1. Untuk mengetahui penerapan kontrak baku syari’ah pada klausula
eksemsi di Bank BRI Syari’ah KCP Gresik.
2. Untuk mengetahui analisis h}urriyyat al-ta‘a>qud terhadap kontrak
baku syari’ah terkait klausula eksemsi.
F. Kegunaan Hasil Penelitian
Penelitian ini diharapkan mempunyai nilai tambah dan mampu
memberikan kemanfaatan bagi para pembaca dan terlebih bagi penulis
sendiri. Dari hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat antara
lain:
1. Akademis
a. Penelitian ini digunakan untuk menguji kemampuan penulis
mengenai ilmu yang didapat selama menempuh bangku
perkuliahan.
2. Teoritis (keilmuan)
a. Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan
wawasan dalam mengetahui bentuk kontrak baku dalam sebuah
b. Sebagai rujukan/penambah referensi kepustakaan bagi peneliti
berikutnya yang ingin meneliti atau menganalisis tentang kontrak
kerjasama.
3. Praktis (terapan)
a. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi Bank
BRI Syari’ah KCP Gresik dalam meningkatkan pelayanannya
kepada publik dalam konteks akad kerjasama atau pembiayaan.
b. Penelitian ini dapat berguna bagi seluruh lembaga keuangan baik
bank maupun non bank khususnya Bank BRI Syari’ah KCP
Gresik.
G. Definisi Operasional
Definisi operasional merupakan penjabaran dari variabel atau
subjek yang dimaksudkan oleh penulis dalam penelitian ini. Judul dalam
penelitian ini ialah ‚Analisis h}urriyyat al-ta‘a>qud Terhadap Kontrak Baku
Syari’ah Pada Klausula Eksemsi Di Bank BRI Syari’ah KCP Gresik‛.
Untuk memudahkan pemahaman terhadap penelitian ini, penulis
memberikan definisi operasional sebagai berikut:
Analisis h}urriyyat al-ta‘a>qud : suatu prinsip hukum yang menyatakan
bahwa setiap orang dapat membuat akad
jenis apapun tanpa terikat kepada
nama-nama yang telah ditentukan dalam
klausul apa saja ke dalam akad yang
dibuatnya itu sesuai dengan
kepentingannya sejauh tidak berakibat
memakan harta sesama dengan jalan yang
ba>t}il.17
Kontrak baku syari’ah : perjanjian yang isinya telah ditetapkan
terlebih dahulu secara tertulis berupa
formulir-formulir yang digandakan dalam
jumlah tidak terbatas untuk ditawarkan
kepada para konsumen tanpa
memperhatikan perbedaan kondisi para
konsumen.18 Dalam hal ini adalah kontrak
baku yaitu akad mura>bah}ah di Bank BRI
Syari’ah KCP Gresik.
Klausula eksemsi : suatu klausula dalam kontrak yang
membebaskan atau membatasi tanggung
jawab dari salah satu pihak jika terjadi
wanprestasi padahal menurut hukum,
tanggung jawab tersebut mestinya
dibebankan kepadanya.19 Klausul yang
dimaksud yakni pada pasal 12 tentang
17 Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian..., 84.
18‚Prinsip Tentang Kontrak Baku‛, dalam
Http://www.gresnews.com/berita/tips/03113-kontrak-baku/, diakses pada 22 September 2014.
resiko yang mana pihak bank menyatakan
tidak bertanggung jawab atas resiko
dalam hal penggadaan barang.
H. Metode Penelitian
Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk
mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.20 Metode
penelitian adalah cara-cara melakukan pengamatan dengan pemikiran
yang tepat secara terpadu melalui tahapan-tahapan yang disusun secara
ilmiah untuk mencari, menyusun serta menganalisis dan menyimpulkan
data-data, sehingga dapat dipergunakan untuk menemukan,
mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan berdasarkan
bimbingan Tuhan. 21
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
field research (studi lapangan) dengan menggunakan pendekatan metode
penelitian kualitatif. Field research adalah penelitian yang berangkat dari
sebuah kasus yang ditemukan di lapangan.22 Penelitian kualitatif
merupakan penelitian dengan data penelitian yang berupa deskriptif,
dokumen-dokumen, catatan lapangan, maupun tindakan respon.23 Oleh
20 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung: Penerbit Alfabeta,
2011), 2.
21 Cholid Narbuko dan Abu Achmad, Metode Penelitian Memberi Bekal Teoretis pada
Mahasiswa tentang Metodologi Penelitian serta Diharapkan dapat Melaksanakan Penelitian dengan Langkah-langkah yang Benar, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2007), 2.
22 Danny Zacharias, Metodologi Penelitian Pedesaan, (Jakarta: LPIS UKSW, 1984), 43.
karena itu data-data yang digunakan berasal dari narasumber secara
langsung dan tambahan referensi lainnya sebagai data penunjang. Dalam
pembahasan metode penelitian ini ada beberapa sub bagian antara lain:
1. Data yang dihimpun
a. Data tentang bentuk-bentuk aplikasi akad yang digunakan di Bank
BRI Syari’ah KCP Gresik.
b. Data tentang lokasi dan waktu penelitian, dalam hal ini bertempat
di Kantor Cabang Pembantu Bank BRI Syari’ah KCP Gresik yang
beralamat di jalan panglima Sudirman nomor 93 E Gresik. Dan
waktu penelitiannya pada tanggal 01-18 Juli 2014.
c. Data yang terkait dengan kontrak baku dan klausula eksemsi.
d. Data yang terkait dengan h}urriyyat al-ta‘a>qud.
2. Sumber data
Sumber data adalah sumber dari mana data akan digali, baik
primer maupun sekunder.24
a. Sumber data primer, yaitu sumber data yang langsung
memberikan data kepada pengumpul data.25 Artinya sumber data
yang dibutuhkan dalam memperoleh data-data yang berkaitan
langsung dengan objek penelitian (para pelaku/pihak yang
berakad). Sumber data tersebut yaitu:
1. Pegawai bagian Account officer BRI Syari’ah KCP Gresik
berjumlah 3 orang
24Fakultas Syari’ah IAIN Sunan Ampel, Petunjuk Teknis..., 9.
2. Nasabah pembiayaan KLM (Kepemilikan Logam Mulia)
berjumlah 3 orang.
b. Sumber data sekunder, yaitu sumber yang tidak langsung
memberikan data kepada pengumpul data,26 artinya data yang
digunakan untuk melengkapi data primer yang sifatnya sebagai
pendukung. Jenis data ini bersumber dari buku-buku dan
tulisan-tulisan lain yang berkaitan dengan analisis h}urriyyat al-ta‘a>qud
terhadap kontrak baku syari’ah pada klausula eksemsi. Antara lain
sebagai berikut:
1. Imam Muhammad Abu Zahrah, al-Milkiyyah Wa Naz}a>rriyyah
al-Aqd fi> shari>‘ah al-Isla>miyyah, 1976.
2. Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia.
3. Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan
Perlindungan yang Seimbang bagi para Pihak dalam Perjanjian
Kredit Bank di Indonesia, 1993.
4. Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah, 2010.
5. Munir Fuady, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum
Bisnis), 2001.
6. R Subekti, Hukum Perjanjian, 1992.
7. Johannes Ibrahim, Lindawaty Sewu, Hukum Bisnis dalam
Persepsi Manusia Modern, 2007.
3. Metode pengumpulan data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian lapangan yang
digunakan oleh peneliti antara lain:
a. Wawancara (interview), ialah suatu bentuk komunikasi verbal
jadi semacam percakapan yang bertujuan memperoleh
informasi.27 Wawancara (interview) Dalam penelitian ini
wawancara dilakukan dengan Account Officer PT Bank BRI
Syari’ah Gresik dan nasabah BRI Syari’ah KCP Gresik.
b. Studi dokumen, ialah salah satu metode pengumpulan data
kualitatif dengan melihat/menganalisis dokumen-dokumen
yang dibuat oleh subjek sendiri atau oleh orang lain tentang
subjek.28 Studi dokumen merupakan salah satu cara yang dapat
dilakukan peneliti kualitatif untuk mendapatkan gambaran
dari sudut pandang subjek melalui suatu media tertulis dan
dokumen lainnya yang ditulis atau dibuat langsung oleh subjek
yang bersangkutan.29 Studi dokumen yang dilakukan dalam
penelitian ini dimaksudkan dengan menggali
dokumen-dokumen yang berhubungan dengan penelitian dan melakukan
penarikan teori-teori dalam berbagai dokumen baik berupa
buku atau jurnal yang kemudian dijadikan sebagai pedoman
untuk menganalisis objek penelitian.
27 S. Nasution, Metode Research (Penelitian Ilmiah), (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2003), 113.
28 Haris Herdiansyah, Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-ilmu Sosial, (Jakarta: Salemba
Humanika, 2012), 143.
4. Teknik pengolahan data
Setelah data terkumpul, maka langkah selanjutnya adalah
mengolah data melalui metode:
a. Organizing yaitu suatu proses yang sistematis dalam
pengumpulan, pencatatan, dan penyajian fakta untuk tujuan
penelitian.30 Langkah ini dilakukan dengan pengumpulan data
berupa akad/kontrak mura>bah}ah emas di BRI Syari’ah KCP
Gresik, kemudian mencatat informasi-informasi penting dari
narasumber yang berkaitan dengan akad/kontrak kemudian
disajikan dari data dan informasi tersebut menjadi alur masalah
penelitian yang sistematis.
b. Editing yaitu memeriksa kembali semua data yang diperoleh baik
dari segi kelengkapan. Kejelasan makna ataupun keseragaman
kata.31 Teknik ini digunakan untuk meneliti kelengkapan dan
kejelasan mengenai data-data tentang kontrak atau akad-akad di
Bank BRI Syari’ah Gresik.
c. Coding yaitu kegiatan mengklasifikasikan dan memeriksa data
yang relevan dengan tema penelitian agar lebih fungsional.32
Setelah data terkumpul lengkap, data dikelompkkan kemudian di
cari data pustaka yang relevan dengan data lapangan.
30
Sony Sumarsono, Metode Riset Sumber Daya Manusia, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2004), 66.
31 Ibid., 97.
5. Teknik analisis data
Kemudian tahap selanjutnya yakni analisis data. Analisis data
dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki
lapangan, selama di lapangan, dan setelah di lapangan.
Analisis data yang penulis lakukan dalam penelitian ini adalah
dengan metode deskriptif induktif yakni mengungkap fakta suatu
kejadian, objek, aktivitas, maupun proses yang kemudian diolah
dengan sebuah teori untuk diambil kesimpulan (dari praktek ke
teori).33 Maksud deskriptif induktif dalam penelitian ini adalah
melihat beberapa bentuk klausula-klausula dalam akad-akad
pembiayaan di Bank BRI Syari’ah KCP Gresik, kemudian menilainya
dengan aturan-aturan yang seharusnya dalam teori perikatan dalam
Islam.
I. Sistematika Pembahasan
Adapun sistematika pembahasan dalam skripsi ini memuat lima
bab dengan pembahasan sebagai berikut:
Bab Pertama, memuat tentang pendahuluan yang berisikan latar
belakang masalah, identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah,
kajian pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi
operasional, metode penelitian dan sistematika pembahasan.
Bab Kedua, menjelaskan tentang landasan teori yang berisikan
tentang h}urriyyat al-ta‘a>qud yang meliputi pengertian akad, asas-asas
perjanjian Islam, asas kebebasan berkontrak dalam hukum Islam.
Bab Ketiga, merupakan hasil penelitian secara murni yang belum
diolah dari lapangan yaitu berupa data-data aplikasi akad kerjasama pada
Bank BRI Syari’ah KCP Gresik. Dalam bagian ini dituangkan mengenai
profil, produk, penerapan kontrak baku tanpa negosiasi dalam
penandatanganan kontrak, klausula-klausula yang memberatkan pada
kontrak baku di Bank BRI Syari’ah KCP Gresik.
Bab Keempat, menguraikan tentang analisis h}urriyyat al-ta‘a>qud
terhadap kontrak baku syari’ah pada klausula eksemsi.
Bab Kelima, yakni bab terakhir atau penutup dari keseluruhan isi
BAB II
H}URRIYYAT AL-TA‘A>QUD
A. Pengertian Akad
‘Aqd adalah bagian dari macam-macam tas}arruf, yang dimaksud
dengan tas}arruf ialah:
‚Segala yang keluar dari seorang manusia dengan kehendaknya dan shara’ menetapkan beberapa haknya‛.1
Istilah ‚Perjanjian‛ dalam hukum Indonesia disebut ‚Akad‛ dalam
hukum Islam. Menurut bahasa (etimologi) ‘Aqd mempunyai beberapa
arti, yaitu yang artinya mengikat2 artinya menyimpulkan3, dan
artinya janji.4
Menurut istilah (terminologi), yang dimaksud dengan akad adalah
terkumpulnya persyaratan serah terima atau sesuatu yang menunjukkan
adanya serah terima yang disertai dengan kekuatan hukum.5
Sebagaimana dikatakan oleh Syamsul Anwar, bahwa akad adalah
‚Pertemuan ijab dan kabul sebagai pernyataan kehendak dua pihak atau
lebih untuk melahirkan suatu akibat hukum pada objeknya‛.6
1 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), 43.
2 Munawwir AF, Al-Bisri Kamus Arab-Indonesia, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1999), 232.
3 Ibid., 510.
4 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah ..., 44-45.
Dari pengertian di atas nampak bahwa, pertama, akad merupakan
keterkaitan atau pertemuan ijab dan kabul yang berakibat timbulnya
akibat hukum. Ijab adalah penawaran yang diajukan oleh salah satu pihak,
dan kabul adalah jawaban persetujuan yang diberikan mitra akad sebagai
tanggapan terhadap penawaran pihak yang pertama. Akad tidak terjadi
jika pernyataan kehendak masing-masing pihak tidak terkait satu sama
lain karena akad adalah keterkaitan kehendak kedua belah pihak yang
tercermin dalam ijab dan kabul.
Kedua, akad merupakan tindakan hukum dua pihak karena akad
adalah pertemuan ijab yang merepresentasikan kehendak dari satu pihak
dan kabul yang menyatakan kehendak pihak lain. Tindakan hukum satu
pihak, seperti janji memberi hadiah, wasiat, wakaf, atau pelepasan hak,
bukanlah akad, karena tindakan-tindakan tersebut tidak merupakan
tindakan dua pihak dan karenanya tidak memerlukan kabul.
Ketiga, tujuan akad adalah untuk melahirkan suatu akibat hukum.
Lebih tegas lagi tujuan akad adalah maksud bersama yang dituju dan yang
hendak diwujudkan oleh para pihak melalui pembuatan akad. Akibat
hukum akad dalam hukum Islam disebut ‚Hukum akad‛ (h}ukm al-‘aqd).7
6 Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah Studi tentang Akad dalam Fikih Muamalat,
(Jakarta: Rajawali Pers, 2010), 68.
7
Tujuan akad untuk akad bernama8 sudah ditentukan secara umum oleh
pembuat hukum shari>‘ah, sedangkan di dalam akad tidak bernama9 tujuan
akad ditentukan oleh para pihak sendiri sesuai dengan kesepakatan
kehendak mereka untuk melahirkan akibat hukum pokok yang mereka
inginkan.10
Untuk merealisasikan hukum pokok akad, maka para pihak
memikul beberapa kewajiban yang sekaligus merupakan hak pihak lain.
Hak dan kewajiban ini disebut hak-hak akad, dan disebut juga akibat
hukum tambahan akad. Akibat hukum tambahan akad ini dibedakan
menjadi dua macam, yaitu akibat hukum yang ditentukan oleh shari>‘ah
dan akibat hukum yang ditentukan oleh para pihak sendiri.
Sedangkan akibat hukum tambahan yang ditentukan oleh para
pihak sendiri adalah klausul-klausul yang mereka buat sesuai dengan
kepentingannya, misalnya penyerahan barang di rumah pembeli dan
diantar oleh dan atas biaya penjual.
Sebuah transaksi atau akad jual beli telah dilakukan dan
memenuhi semua rukun dan syaratnya, maka konsekuensinya penjual
wajib memberikan hak milik barang kepada pembeli, dan pembeli
memindahkan hak milik barangnya kepada penjual, sesuai dengan harga
8 Akad bernama adalah akad yang sudah ditentukan namanya oleh pembuat hukum dan
ditentukan pula ketentuan-ketentuan khusus yang berlaku terhadapnya dan tidak berlaku
terhadap akad lain. Contoh: ija>rah, ba’i, ka>falah, dst. Lihat Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian...,
173.
9 Akad tidak bernama adalah akad yang tidak ditentukan oleh pembuat hukum namanya yang
khusus serta tidak ada pengaturan tersendiri mengenainya. Contoh: perjanjian penerbitan, periklanan. Lihat Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian..., 76.
yang telah disepakati. Selanjutnya, pembeli dan penjual halal untuk
menggunakan barang yang berpindah hak miliknya tersebut.11
Mayoritas ahli fiqih memberlakukan syarat pelaku akad harus
bebas menentukan pilihan dalam melakukan akad jual beli suatu barang.
Jika ada unsur pemaksaan dalam akad jual beli tersebut, maka jual beli
tersebut tidak sah hukumnya.12
Di sini penulis memberikan contoh beberapa bentuk akad yang
sering dilakukan oleh bank antara lain:
1. Akad Mura>bah}ah, ialah salah satu bentuk jual beli di mana penjual
memberikan informasi kepada pembeli tentang biaya-biaya yang akan
dikeluarkan untuk mendapatkan komoditas (harga pokok pembelian),
dan tambahan profit yang diinginkan yang tercermin dalam harga
jual.13 Dalam akad mura>bah}ah terdapat dua bentuk yang pertama,
permintaan pembelian sebuah komoditas dengen kriteria tertentu yang
diajukan nasabah yang selanjutnya disetujui oleh pihak bank.
Kemudian pihak bank berjanji akan membelikan komoditas
sebagaimana dimaksud dan pihak nasabah berjanji akan membeli
sesuai dengan harga pokok pembelian ditambah dengan tingkat
keuntungan yang disepakati bank. Yang kedua yakni, jika pihak bank
ingin mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak
ketiga (supplier), maka kedua pihak harus menandatangani
11 Sayyid Syabiq, Fiqih Sunnah jilid 4, (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2006), 121.
12 Ibid., 137.
13 Ismail Nawawi, Fiqh Muamalah Hukum Ekonomi, Bisnis dan Sosial, (Jakarta: Dwiputra
kesepakatan agensi (agency contract), di mana pihak bank memberikan
otoritas kepada nasabah untuk menjadi agennya guna membeli
komoditas dari pihak ketiga atas nama bank, dengan kata lain nasabah
menjadi wakil bank untuk membelikan komoditas (mura>bah}ah bil
wa>kalah). Dan yang perlu ditambahkan dalam bahasan ini yakni Inti
pengertian perwakilan adalah bahwa seseorang bertindak hukum untuk
orang lain. Meskipun kontrak dibuat oleh penerima kuasa atau wakil,
maka perjanjian itu adalah perjanjian antara as}il (prinsipal), bukan
antara wakil dengan pihak ketiga yang menjadi mitra janji. As}il
(prinsipal) lah yang mendapatkan keuntungan dari kontrak tersebut
dan yang bertanggung jawab atas kontrak tersebut.14
2. Akad Wadi’ah, ialah transaksi pemberian mandat dari seseorang yang
telah menitipkan suatu benda kepada orang lain untuk dijaganya
sebagaimana semestinya. Di dalam bisnis modern wadi’ah juga
berkaitan dengan penitipan modal pada perbankan baik berupa
tabungan, giro ataupun deposito.15
3. Akad mushara>kah, ialah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih
untuk usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan
kontribusi dana dengan kesempatan bahwa keuntungan dan resiko akan
ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.16
14 Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian ..., 298.
15 Ismail Nawawi, Fiqh Muamalah..., 347.
B. Asas-asas Perjanjian
Istilah perjanjian dengan perikatan banyak dimaknai setiap orang
sebagai dua hal yang artinya sama. Namun sesungguhnya perjanjian dan
perikatan memiliki arti yang berbeda. Perikatan adalah suatu hubungan
hukum dalam lapangan hukum kekayaan antara dua orang atau lebih atau
dua pihak, yang mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari
pihak lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan
itu.17
Perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji dengan
seorang yang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk
melaksanakan sesuatu hal.18
Dari pengertian di atas dapat dibedakan bahwa perjanjian
sesungguhnya mengarah pada perbuatannya (secara khusus) sedangkan
perikatan mengarah pada hukumnya (secara luas).
Kedudukan asas hukum dalam semua sistem hukum yang di
dalamnya mengatur sistem norma hukum mempunyai peranan penting.
Asas hukum merupakan landasan atau pondasi yang menopang kukuhnya
suatu norma hukum.19
17 Djaja S Meliala, Hukum Perdata Perspektif BW (Burgerlijk Wetboek), (Bandung: Nuansa
Aulia, 2012), 156.
18 R Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: PT Intermasa, 1992), 1.
19 Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial,
1. Asas-asas Perjanjian Menurut Hukum Positif
Dari berbagai asas hukum yang terdapat dalam hukum kontrak
dalam pandangan hukum positif terdapat empat asas yang dianggap
sebagai saka guru hukum kontrak yaitu:20
a. Asas Kebebasan Berkontrak
Asas kebebasan berkontrak merupakan asas yang
menduduki posisi sentral di dalam hukum kontrak, meskipun asas
ini tidak dituangkan menjadi aturan hukum namun mempunyai
pengaruh yang sangat kuat dalam hubungan kontraktual para
pihak.21
Kebebasan berkontrak diartikan sebagai kebebasan para
subyek hukum untuk mengadakan atau tidak mengadakan
perjanjian, kebebasan untuk menentukan dengan siapa
mengadakan perjanjian dan kebebasan untuk menentukan isi dan
bentuk perjanjian.22
Namun yang penting untuk diperhatikan bahwa kebebasan
berkontrak sebagaimana tersimpul dari ketentuan pasal 1338 (1)
BW (Burgerlijk Wetboek) tidaklah berdiri dalam kesendiriannya.
Asas tersebut berada dalam satu sistem yang utuh dan padu
dengan ketentuan lain terkait. Dalam praktik dewasa ini, acap kali
asas kebebasan berkontrak kurang dipahami secara utuh, sehingga
20 Ibid., 107.
21 Ibid., 108.
22Christiana Tri Budhayati, ‚Asas Kebebasan Berkontrak dalam Hukum Perjanjian Indonesia‛,
banyak memunculkan (kesan) pola hubungan kontraktual yang
tidak seimbang dan berat sebelah. Kebebasan berkontrak
didasarkan pada asumsi bahwa para pihak dalam kontrak memiliki
posisi tawar (bargaining position) yang seimbang, tetapi dalam
kenyataannya para pihak tidak selalu memiliki posisi tawar yang
seimbang.23
b. Asas Konsensualisme
Perjanjian riil adalah suatu perjanjian yang dibuat dan
dilaksanakan secara nyata (kontan dalam hukum Adat). Sedangkan
perjanjian formal adalah suatu perjanjian yang telah ditentukan
bentuknya, yaitu tertulis (baik berupa akta autentik maupun akta
di bawah tangan). Asas konsensualisme yang dikenal dalam KUH
Perdata adalah berkaitan dengan bentuk perjanjian.24
Di dalam pasal 1320 BW terkandung asas yang esensial dari
hukum perjanjian, yaitu asas konsensualisme yang menentukan
adanya perjanjian. Di dalam asas ini terkandung kehendak para
pihak untuk saling mengikatkan diri dan menimbulkan
kepercayaan (vertrouwen) di antara para pihak terhadap
pemenuhan perjanjian. Asas kepercayaan (vertrouwenleer)
merupakan nilai etis yang bersumber pada moral.25
23 Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian..., 111.
24 Salim, Hukum Kontrak Teori & Teknik Penyusunan Kontrak, (Jakarta: Sinar Grafika, 2003),
10.
25
Asas konsensualisme sebagaimana terdapat dalam pasal
1320 BW angka 1, kesepakatan di mana menurut asas ini
perjanjian itu telah lahir cukup dengan adanya kata sepakat. Di
sini yang ditekankan adalah adanya persesuaian kehendak
(meeting of mind) sebagai inti dari hukum kontrak. Asas
konsensualisme merupakan roh dari suatu perjanjian. Hal ini
tersimpul dari kesepakatan para pihak, namun demikian pada
situasi tertentu terdapat perjanjian yang tidak mencerminkan
wujud kesepakatan yang sesungguhnya. Hal ini disebabkan adanya
cacat kehendak yang mempengaruhi timbulnya perjanjian. Dalam
BW cacat kehendak meliputi tiga hal, yaitu: kesesatan (dwaling),
penipuan (bedrog), paksaan (dwang).26
Apabila kata sepakat yang diberikan para pihak tidak berada
dalam kerangka yang sebenarnya, dalam arti terdapat cacat
kehendak, maka hal ini akan mengancam eksistensi kontrak itu
sendiri.27
Sehingga pada akhirnya pemahaman terhadap asas
konsensualisme tidak terpaku sekadar mendasarkan pada kata
sepakat saja, tetapi syarat-syarat lain dalam pasal 1320 BW
dianggap telah terpenuhi sehingga kontrak tersebut menjadi sah.28
26 Ibid., 122.
27 Ibid., 122.
Karakter universal dari asas konsensualisme, yang
menekankan pembentukan kontrak didasarkan pada unsur
kesepakatan (yang dibentuk oleh penawaran dan penerimaan).29
c. Asas Pactasunt Servanda
Asas ini terkait dengan asas personal yang lazim juga
disebut dengan ‚Privity of contract‛. Dengan demikian asas ini
memberikan penekanan pada daya kerja ‚Siapa yang terikat
kontrak‛ bukan ‚Apa isi kontrak atau prestasi kontrak‛.30
Menurut Salim H.S bahwa asas pacta sunt servanda disebut
juga dengan asas kepastian hukum.31 Asas ini berhubungan dengan
akibat perjanjian. Menurutnya asas pacta sunt servanda merupakan
asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi
kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya
sebuah undang-undang. mereka tidak boleh melakukan intervensi
terhadap substani kontrak yang dibuat oleh para pihak.32
d. Asas Itikad Baik
Dalam Simposium Hukum Perdata Nasional yang
diselenggarakan Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN),
itikad baik hendaknya diartikan sebagai:
a) Kejujuran pada waktu membuat kontrak;
29 Ibid.
30 Ibid., 130.
31 Salim, Hukum Kontrak..., 10.
b) Pada tahap pembuatan ditekankan, apabila kontrak dibuat
di hadapan pejabat, para pihak dianggap beritikad baik
(meskipun ada juga pendapat yang menyatakan
keberatannya);
c) Sebagai kepatutan dalam tahap pelaksanaan, yaitu terkait
suatu penilaian baik terhadap perilaku para pihak dalam
melaksanakan apa yang telah disepakati dalam kontrak,
semata-mata bertujuan untuk mencegah perilaku yang
tidak patut dalam pelaksanaan kontrak tersebut.33
2. Asas-asas perjanjian menurut shari>‘ah Islam antara lain:
a. Asas Iba>h}ah (Mabda’ al-Iba>h}ah)
Asas Ibah}ah merupakan asas umum dalam hukum Islam
dalam bidang mu’a>malah secara umum. Asas ini dirumuskan
dalam adagium ‚Pada dasarnya segala sesuatu itu boleh dilakukan
sampai ada dalil yang melarangnya‛. Asas ini merupakan
kebalikan dari asas yang berlaku dalam masalah ibadah yang
berlaku asas bahwa bentuk ibadah yang sah adalah
bentuk-bentuk yang disebutkan dalam dalil-dalil shari>‘ah. Orang tidak
dapat membuat-buat bentuk baru ibadah yang tidak pernah
ditentukan oleh Nabi Saw. Bentuk-bentuk baru ibadah yang dibuat
33
tanpa pernah diajarkan oleh Nabi Saw itu disebut bid’ah dan tidak
sah hukumnya.34
Sebaliknya, dalam tindakan-tindakan mu’a>malah berlaku
asas sebaliknya, yaitu bahwa segala sesuatu itu sah dilakukan
sepanjang tidak ada larangan tegas atas tindakan itu. Bila
dikaitkan dengan tindakan hukum, khususnya perjanjian (kontrak),
maka ini berarti bahwa tindakan hukum dan perjanjian apa pun
dapat dibuat sejauh tidak ada larangan khusus mengenai perjanjian
tersebut (termasuk kesepakatan/hasil ijtihad ulama).35
b. Asas Kebebasan Berakad (Mabda’ H}urriyyat al-Ta‘a>qud)
Hukum Islam mengakui kebebasan berakad, yaitu suatu
prinsip hukum yang menyatakan bahwa setiap orang dapat
membuat akad jenis apapun tanpa terikat kepada nama-nama yang
telah ditentukan dalam undang-undang shari>‘ah dan memasukkan
klausul apa saja ke dalam akad yang dibuatnya itu sesuai dengan
kepentingannya sejauh tidak berakibat makan harta sesama dengan
jalan ba>t}il. Namun demikian, di lingkungan madhab-madhab yang
berbeda terdapat perbedaan pendapat mengenai luas-sempitnya
kebebasan tersebut. Nas-nas al-Qura>n dan sunnah Nabi Saw serta
kaidah-kaidah hukum Islam menunjukkan bahwa hukum Islam
menganut asas kebebasan berakad. Asas kebebasan berakad ini
34 Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian..., 83-84.
merupakan konkretisasi lebih jauh dan spesifikasi yang lebih tegas
lagi terhadap asas ibah}ah} dalam mu’a>malah.36
c. Asas Konsensualisme (Mabda’ ar-Rad}a>’iyyah)
Asas konsensualisme menyatakan bahwa untuk terciptanya
suatu perjanjian cukup dengan tercapainya kata sepakat antara
pihak tanpa perlu dipenuhinya formalitas-formalitas tertentu.37
d. Asas Janji itu Mengikat
Dalam al-Qur’a>n dan hadith terdapat banyak perintah agar
memenuhi janji. Dalam kaidah usul fikih, ‚Perintah itu pada
dasarnya menunjukkan wajib‛. Ini berarti janji itu mengikat dan
wajib dipenuhi.38
e. Asas Keseimbangan (Mabda’ at-Tawa>zun fi al-Mu’a>wad}ah)
Meskipun secara faktual jarang terjadi keseimbangan antara
para pihak dalam bertransaksi, namun hukum perjanjian Islam
tetap menekankan perlunya keseimbangan itu, baik keseimbangan
antara apa yang diberikan dan apa yang diterima maupun
keseimbangan dalam memikul resiko. Asas keseimbangan dalam
transaksi (antara apa yang diberikan dengan apa yang diterima)
tercemin pada dibatalkannya suatu akad yang mengalami
ketidakseimbangan prestasi yang mencolok. Asas keseimbangan
dalam memikul resiko tercermin dalam larangan terhadap
36 Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian ..., 84.
37 Ibid.
transaksi riba, di mana dalam konsep riba hanya debitur yang
memikul segala resiko atas kerugian usaha, sementara kreditor
bebas sama sekali dan harus mendapat prosentase tertentu
sekalipun pada saat dananya mengalami kembalian negatif.39
f. Asas Kemaslahatan (Tidak Memberatkan)
Akad yang dibuat oleh para pihak bertujuan untuk
mewujudkan kemaslahatan bagi mereka dan tidak boleh
menimbulkan kerugian (mud}arat) atau keadaan memberatkan
(mashaqqah). Apabila dalam pelaksanaan akad terjadi suatu
perubahan keadaan yang tidak dapat diketahui sebelumnya serta
membawa kerugian yang fatal bagi pihak bersangkutan sehingga
memberatkannya, maka kewajibannya dapat diubah dan
disesuaikan kepada batas yang masuk akal.40
g. Asas Amanah
Asas amanah dimaksudkan bahwa masing-masing pihak
haruslah beritikad baik dalam bertransaksi dengan pihak lainnya
dan tidak dibenarkan salah satu pihak mengeksploitasi
ketidaktahuan mitranya. Dalam kehidupan masa kini banyak sekali
objek transaksi yang dihasilkan oleh satu pihak melalui suatu
keahlian yang amat spesialis dan profesionalisme yang tinggi
39 Ibid., 90.
sehingga ketika ditransaksikan, pihak lain yang menjadi mitra
transaksi tidak banyak mengetahui seluk beluknya.41
h. Asas Keadilan
Keadilan adalah tujuan yang hendak diwujudkan oleh semua
hukum. Dalam hukum Islam, keadilan langsung merupakan
perintah al-Qur’a>n dalam surat al-Ma>idah ayat 8 yang
menegaskan:
Artinya:‚Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah
Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.‛42
Keadilan merupakan sendi setiap perjanjian yang dibuat
oleh para pihak. Seringkali di zaman modern akad ditutup oleh
satu pihak dengan pihak lain tanpa ia memiliki kesempatan untuk
melakukan negosiasi mengenai klausul akad tersebut, karena
klausul akad itu telah dibakukan oleh pihak lain. Tidak mustahil
bahwa dalam pelaksanaannya akan timbul kerugian kepada pihak
41 Ibid., 91.
42 Departemen Agama Republik Indonesia (Depag RI), Al-Qur’a>n dan Terjemah, (Bandung:
yang menerima syarat baku itu karena didorong kebutuhan. Dalam
hukum Islam kontemporer telah diterima suatu asas bahwa demi
keadilan syarat baku itu dapat diubah oleh pengadilan apabila
memang ada alasan untuk itu.43
C. Asas Kebebasan Berkontrak dalam Hukum Islam (H}urriyyat al-Ta‘a>qud)
Kebebasan berkontrak adalah refleksi dari perkembangan paham
pasar bebas yang dipelopori oleh Adam Smith. Dalam perkembangannya
ternyata kebebasan berkontrak dapat mendatangkan ketidakadilan karena
prinsip ini hanya dapat mencapai tujuannya, yaitu mendatangkan
kesejahteraan seoptimal mungkin, bila para pihak memiliki bargaining
position yang seimbang. Dalam kenyataannya hal tersebut sering tidak
terjadi demikian sehingga negara menganggap perlu untuk campur tangan
untuk melindungi pihak yang lemah.44
Negosiasi dalam pembuatan kontrak atau akad menunjukkan
adanya rasa menghormati hak asasi manusia dalam membuat sebuah
perjanjian. Dalam buku karangan Sutan Remy disebutkan bahwa
berdasarkan pidato presiden Soeharto pada beberapa peringatan
menyimpulkan bahwa Pemerintah Negara Republik Indonesia berwenang
dan sekaligus berkewajiban untuk senantiasa menjaga keselarasan dan
43 Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian ..., 92.
44
Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang bagi para
keseimbangan antara hak asasi dan kewajiban asasi atau tanggung jawab
asasi dari para warga negaranya.
Berdasarkan asas keselarasan dan keseimbangan itu, maka tidak
dikehendaki adanya hubungan antara unsur-unsur di dalam masyarakat
yang tidak selaras dan seimbang, di mana yang satu lebih kuat daripada
yang lain atau yang satu mendominasi yang lain. Kebebasan berkontrak
yang tidak terbatas bertentangan dengan asas keselarasan dan
keseimbangan menurut pancasila itu. Oleh karena itu peluang bagi
pihak-pihak tertentu untuk dapat membuat perjanjian yang berat sebelah dengan
memuat klausul-klausul yang secara tidak wajar sangat memberatkan bagi
pihak lainnya harus dicegah oleh pemerintah.45
Dalam common law Amerika Serikat, kebebasan berkontrak
adalah kehendak bebas untuk membuat atau tidak membuat suatu
perikatan yang mengikat mengenai urusan-urusan pribadi seseorang,
termasuk hak untuk membuat perjanjian-perjanjian kerja, dan untuk
menentukan syarat-syarat yang dianggapnya baik sebagai hasil dari
perundingan atau tawar-menawar dengan pihak lainnya. Termasuk pula
hak untuk menerima kontrak yang diusulkan oleh pihak lainnya.46
Berlakunya asas kebebasan berkontrak dalam hukum perjanjian
Indonesia antara lain dapat disimpulkan dari pasal 1329 KUH Perdata
yang menentukan bahwa setiap orang cakap untuk membuat perjanjian,
kecuali jika ia ditentukan tidak cakap oleh undang-undang. Dari pasal
45 Ibid., 53.
46
1332 dapat disimpulkan bahwa asalkan menyangkut barang-barang yang
bernilai ekonomis, maka setiap orang bebas untuk memperjanjikannya.
Dari pasal 1320 ayat (4) jo. 1337 KUH Perdata dapat disimpulkan bahwa
asalkan bukan mengenai kausa yang dilarang oleh undang-undang atau
bertentangan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum, maka setiap
orang bebas memperjanjikannya.47
Kebebasan berkontrak hanya dapat mencapai keadilan jika para
pihak memiliki bargaining power yang seimbang. Jika bargaining power
tidak seimbang maka suatu kontrak dapat menjurus atau menjadi
unconscionable (menjerat hati nurani). Bargaining power yang tidak
seimbang terjadi bila pihak yang kuat dapat memaksakan kehendaknya
kepada pihak yang lemah, hingga pihak yang lemah mengikuti saja
syarat-syarat kontrak yang diajukan kepadanya.48
Setiap orang bebas mengadakan perjanjian apa saja, baik yang
sudah diatur atau belum diatur dalam undang-undang. Tetapi kebebasan
tersebut dibatasi oleh tiga hal yaitu tidak dilarang oleh undang-undang,
tidak bertentangan dengan ketertiban umum, tidak bertentangan dengan
kesusilaan.49
Ruang lingkup asas kebebasan berkontrak menurut hukum
perjanjian Indonesia antara lain:50
a. Kebebasan untuk membuat atau tidak membuat perjanjian;
47
Ibid.
48 Ibid., 185.
49
Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, 225. 50
b. Kebebasan untuk memilih pihak dengan siapa ia ingin membuat
perjanjian;
c. Kebebasan untuk menentukan atau memilih kausa dari perjanjian
yang akan dibuatnya;
d. Kebebasan untuk menentukan objek perjanjian;
e. Kebebasan untuk menentukan bentuk suatu perjanjian;
f. Kebebasan untuk menerima atau menyimpangi ketentuan
undang-undang yang bersifat opsional.
Kebebasan berkontrak merupakan asas yang esensial, baik bagi
individu dalam mengembangkan diri baik di dalam kehidupan pribadi
maupun kehidupan sosial kemasyarakatan, sehingga beberapa pakar
menegaskan kebebasan berkontrak merupakan bagian dari hak asasi
manusia yang harus dihormati.51
Pada dasarnya asas kebebasan berkontrak mengutamakan
kebebasan dan kesederajatan tiap manusia. Namun, pada penerapannya
sehari-hari dalam pembuatan kontrak baku sangat minim menerapkan
asas kebebasan berkontrak. Padahal asas kebebasan berkontrak
mengandung makna bahwa masyarakat mempunyai kebebasan untuk
membuat perjanjian sesuai dengan kepentingan masing-masing.52
Sebelum