• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Tempe

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Laporan Tempe"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Praktikum Mikrobiologi Lanjut yang dibina oleh Prof. Dr. Dra. Utami Sri Hastuti, M.Pd.

Oleh Kelompok 4 Kelas Offering B Saparuddin (160341801190) Indri Pratiwi (160341800938) Indra Pratiwi (160341801342)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG PASCASARJANA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI Desember 2016

(2)

PEMANFAATAN REMPAH-REMPAH UNTUK BAHAN SUPLEMEN DALAM PEMBUATAN TEMPE

A. Topik

Pemanfaatan Rempah-Rempah Untuk Bahan Suplemen dalam Pembuatan Tempe

B. Tujuan Praktikum

1. Untuk mengetahui pengaruh penambahan rempah-rempah terhadap kualitas tempe berdasarkan warna, tekstur, aroma, dan rasa tempe.

2. Untuk mengetahui perbedaan kualitas tempe yang ditambah dengan berbagai macam rempah-rempah.

C. Waktu Pelaksanaan Praktikum

Hari/Tanggal :Kamis-Jumat, 1-2 Desember 2016 Pukul :09.30 s/d 13.00 WIB

Tempat :Laboratorium Mikrobiologi Lantai III Jurusan Biologi FMIPA, UM

D. Dasar Teori

Tempe merupakan bahan makanan hasil fermentasi kacang kedelai dengan menggunakan jamur Rhizopus oligosporus dan Rhizopus oryzae. Tempe umumnya dibuat secara tradisional dan merupakan sumber protein nabati. Tempe mengandung berbagai nutrisi yang diperlukan oleh tubuh seperti protein, lemak, karbohidrat, dan mineral. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa zat gizi tempe lebih mudah dicerna, diserap, dan dimanfaatkan tubuh. Hal ini dikarenakan kapang yang tumbuh pada kedelai menghidrolisis senyawa-senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana yang mudah dicerna oleh manusia. Tempe mempunyai ciri-ciri berwarna putih, tekstur kompak dan flavor spesifik. Warna putih disebabkan adanya miselia jamur yang tumbuh pada permukaan biji kedelai. Tekstur yang kompak juga disebabkan oleh miselia-miselia jamur yang menghubungkan antara biji-biji kedelai tersebut. Terjadinya degradasi komponen-komponen dalam kedelai dapat menyebabkan terbentuknya flavor spesifik setelah fermentasi (Kasmidjo, 1990).

(3)

Kualitas tempe amat dipengaruhi oleh kualitas starter yang digunakan untuk inokulasinya. Inokulum tempe disebut juga sebagai starter tempe, dan banyak pula yang menyebutkan dengan nama ragi tempe. Starter tempe adalah bahan yang mengandung biakan jamur tempe, digunakan sebagai agensia pengubah kedelai rebus menjadi tempe akibat tumbuhnya jamur tempe pada kedelai dan melakukan kegiatan fermentasi yang menyebabkan kedelai berubah sifat/karakteristiknya menjadi tempe. Inokulum tempe disebut juga dengan starter tempe dan banyak pula yang menyebut dengan nama ragi tempe. Starter atau inokulum tempe adalah bahan yang mengandung biakan jamur tempe, digunakan sebagai agensia pengubah kedelai rebus menjadi tempe akibat tumbuhnya jamur tempe pada kedelai dan melakukan kegiatan fermentasi yang menyebabkan kedelai berubah sifat karakteristiknya menjadi tempe (Kasmidjo, 1990).

Menurut Sarwono (1982), inokulum tempe atau laru adalah kumpulan spora kapang tempe yang digunakan sebagai bahan pembibitan dalam pembuatan tempe. Inokulum tempe juga dapat diperoleh dengan berbagai cara antara lain (Kasmidjo, 1990) :

1. Berupa tempe dari batch sebelumnya, yang telah mengalami sporulasi. 2. Berupa tempe segar, yang dikeringkan dibawah sinar matahari atau yang

mengalami liofilisasi.

3. Berupa ragi tempe, yaitu pulungan beras (bentuk bundar pipih atau bulatan-bulatan kecil) yang mengandung miselia dan spora jamur tempe. 4. Sebagai biakan murni R. oligosporus yang disiapkan secara aseptis oleh

lembaga riset atau lembaga pendidikan (Kasmidjo, 1990).

5. Inokulasi tempe yang disiapkan dengan cara menempatkan potongan daun dalam bungkusan tempe yang sedang mengalami fermentasi.

Tempe memiliki beberapa keunggulan dibandingkan kacang kedelai. Pada tempe, terdapat enzim-enzim pencernaan yang dihasilkan oleh kapang tempe selama proses fermentasi, sehingga protein, lemak dan karbohidrat menjadi lebih mudah dicerna. Kapang yang tumbuh pada tempe mampu menghasilkan enzim protease untuk menguraikan protein menjadi peptida dan asam amino bebas

(4)

(Astawan, 2008). Tempe juga mengandung superoksida desmutase yang dapat menghambat kerusakan sel dan proses penuaan. Dalam sepotong tempe, terkandung berbagai unsur yang bermanfaat, seperti protein, lemak, hidrat arang, serat, vitamin, 9 enzim, daidzein, genestein serta komponen antibakteri dan zat antioksidan yang berkhasiat sebagai obat, diantaranya genestein, daidzein, fitosterol, asam fitat, asam fenolat, lesitin dan inhibitor protease (Cahyadi, 2006). E. Alat dan Bahan

Alat : 1. Sendok 2. Timbangan 3. Thermometer 4. Lemari pemeraman 5. Rak penyangga 6. Kompor 7. Panci 8. Wajan 9. Saringan 10. Mistar 11. Hair dryer Bahan : 1. Kedelai 2. Ragi tempe 3. Kantong plastic 4. Isolasi 5. Kertas merang 6. Kertas label 7. Rempah-rempah (cabe) F. Prosedur Kerja

(5)
(6)

Tabel 1. Hasil Pengukuran Berat dan Suhu Tempe Kode tempe Suhu awal(( C) Suhu akhir(( C) Berat awal(gram) Berat akhir(gram)

A 27 32 100 107 B 27 37 100 123 C 28 39 100 113 D 25 36 100 110 E 28 36 100 123 Keterangan

A : Tempe dengan penambahan kemiri

B : Tempe dengan penambahan bawang putih C : Tempe dengan penambahan merica putih D : Tempe dengan penambahan cabe

E : Tempe dengan penambahan ketumbar

Tabel 2. Hasil Pemeriksaan Warna, Tekstur, Aroma dan Rasa Tempe

Kode tempe Warna Tekstur Aroma Rasa

A 3 3 4 3

B 3 3 4 4

C 3 3 4 3

D 4 4 4 4

E 3 4 3 3

Keterangan skor warna tempe 4 : putih cerah 3 : putih kekuningan 2 : putih kecoklatan 1 : putih kehitaman Keterangan skor tekstur tempe 4 : sangat padat

3 : padat

2 : cukup padat

1 : lunak

(7)

4 : sangat enak

3 : enak

2 : tidak beraroma 1 : tidak enak & buruk Keterangan skor rasa tempe 4 : sangat enak dan gurih 3 : enak tapi langu

2 : hambar

1 : tidak enak

Pembuatan Tempe dan Pengujian Organoleptik

Gambar 1. Pengeringan

rempah-rempah

(8)

Gambar 3. Hasil pengepakan kedelai

Gambar 4. Pengamatan Tekstur Tempe

H. Analisis Data

Dari hasil data tersebut diperoleh bahwa untuk tempe kode A terdapat peningkatan suhu sebesar C dan penambahan berat sebesar 7 gram. Sementara55 tempe kode B mengalami peningkatan suhu sebesar 1 C dan penambahan berat05 sebesar 23 gram, tempe kode C mengalami peningkatan suhu sebesar 1 C dan15 penambahan berat sebesar 13 gram. Adapun tempe kode D mengalami peningkatan suhu sebesar 1 C dan penambahan berat sebesar 10 gram, sementara15 tempe kode E mengalami peningkatan suhu sebesar C dan penambahan berat85 sebesar 23 gram. Disimpulkan bahwa tempe kode C dan D mengalami peningkatan suhu terbesar sementara tempe kode B dan E yang penambahan beratnya terbesar diantara tempe lainnya.

(9)

Untuk data organoleptik yang diperoleh dari hasil tes oleh panelis, diperoleh data bahwa tempe kode A (penambahan kemiri) berwarna putih kekuningan, bertekstur padat, aromanya sangat enak dan rasanya enak namun langu. Tempe dengan kode B (penambahan bawang putih) memiliki warna putih kekuningan, bertekstur padat, aroma dan rasanya sangat enak. Adapun tempe dengan kode C (penambahan merica putih) memiliki warna, tekstur, aroma dan rasa yang sama dengan tempe kode A yaitu berwarna putih kekuningan, bertekstur padat, aromanya sangat enak dan rasanya enak namun langu. Tempe D (penambahan cabe) merupakan kualitas tempe terbaik karena warnanya putih cerah, teksturnya sangat padat dan aroma serta rasanya sangat enak. Sementara tempe kode E (penambahan ketumbar) berwarna putih kekuningan, tekstur yang sangat padat, aromanya enak namun rasanya langu.

I. Pembahasan :

Tempe merupakan produk olahan kedelai yang terbentuk atas aktivitas kapang jenis Rhizopus sp. melalui proses fermentasi. Banyak perubahan yang terjadi selama proses fermentasi kedelai menjadi tempe, baik yang menyangkut perubahan fisik, biokimia dan mikrobiologi yang semuanya berdampak menguntungkan terhadap sumbangan gizi dan kesehatan (Astawan, 2004).

Di dalam proses pembuatan tempe, tercatat 2 (dua) jenis jamur yang berperan yaitu jamur Rhizophus oligosporus dan Rhizopus oryzae. Kedua jenis jamur ini mempunyai kemampuan untuk mengubah kedelai menjadi asam amino dan protein lain yang cepat larut bila di konsumsi (Supardi dan Sukamto, 1999). Menurut Rachman A. (1989) Rhizophus oligosporus mensintesis enzim protease lebih banyak sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan nilai gizi protein kedelai. Kemampuannya dalam mengubah kedelai menjadi tempe meliputi: aktivitas enzimatik, perkecambahan spora dan penetrasi miselia jamur tempe ke dalam jaringan biji kedelai.

(10)

Tempe mempunyai ciri-ciri warna putih, tekstur kompak dan rasa spesifik. Warna putih disebabkan adanya miselia jamur yang tumbuh pada permukaan biji kedelai dan tekstur kompak juga disebabkan oleh miseliamiselia jamur yang menghubungkan antara biji-biji kedelai tersebut Terjadinya degradasi komponen-komponen dalam kedelai dapat menyebabkan terbentuknya rasa spesifik setelah fermentasi (Rahayu, K. dan Sudarmaji, S., 1989).

Tahap pembuatan tempe pada praktikum ini adalah perebusan, perendaman, pengupasan, pengeringan, pencampuran kedelai dengan ragi, penambahan rempah-rempah, pembungkusan dan fermentasi. Menurut Astawan (2004) tahap perebusan berfungsi sebagai proses hidrasi, yaitu agar biji kedelai menyerap air dan melunakkan biji kedelai supaya mudah di degradasi oleh enzim yang terdapat pada kapang fermentor. Pengupasan berfungsi untuk mempermudah miselium kapang dapat menembus biji kedelai selama proses fermentasi. Tahap inokulasi dilakukan dengan mencampurkan biji kedelai dengan ragi yang telah dihaluskan secara merata dan selanjutnya ditambah dengan cabe sebagai penambah cita rasa tempe yang akan dihasilkan nantinya.

Tahap selanjutnya adalah tahap fermentasi. Kapang tempe bersifat aerob obligat membutuhkan oksigen untuk pertumbuhannya, sehingga apabila dalam proses fermentasi itu kurang oksigen maka pertumbuhan kapang akan terhambat dan proses fermentasinya pun tidak berjalan lancar. Oleh karena itu, pada pembungkus tempe biasanya dilakukan penusukan dengan lidi yang bertujuan agar oksigen dapat masuk dalam bahan tempe. Sebaiknya jika dalam proses fermentasinya kelebihan oksigen, dapat menyebabkan proses metabolismenya terlalu cepat sehingga suhu naik dan pertumbuhan kapang terhambat (Kusharyanto dan Budiyanto, 1995).

Menurut Kasmidjo (1990), tempe yang baik harus memenuhi syarat mutu secara fisik dan kimiawi. Tempe dikatakan memiliki mutu fisik jika tempe itu sudah memenuhi ciri tertentu. Tempe dengan kualitas baik mempunyai ciri-ciri berwarna putih bersih yang merata pada permukaannya, memiliki stuktur yang homogen dan kompak, serta berasa, berbau dan beraroma khas tempe. Tempe dengan kualitas buruk ditandai dengan permukaannya yang basah, struktur

(11)

tidak kompak, adanya bercak bercak hitam, adanya bau amoniak dan alkohol, serta beracun.

Selain meningkatkan mutu gizi, fermentasi kedelai menjadi tempe juga mengubah aroma kedelai yang berbau langu menjadi aroma khas tempe. Tempe segar mempunyai aroma lembut seperti jamur yang berasal dari aroma miselium kapang bercampur dengan aroma lezat dari asam amino bebas dan aroma yang ditimbulkan karena penguraian lemak makin lama fermentasi berlangsung, aroma yang lembut berubah menjadi tajam karena terjadi pelepasan amonia (Astawan, 2004).

Untuk mengetahui kualitas dari tempe yang dihasilkan dilakukan uji organoleptik setelah tempe digoreng terlebih dahulu. Sifat organoleptik adalah sifat dari bahan pangan yang dinilai dengan menggunakan panca indra, merupakan penilaian yang bersifat subyektif. Penilaian cara ini banyak digunakan untuk menilai mutu komoditi hasil pertanian dan makanan. Penilaian cara ini banyak disenangi karena dapat dilaksanakan dengan cepat dan langsung (Soekarto, 1985).

Uji organoleptik yang dilakukan terdiri dari warna, aroma, tekstur dan rasa. Hasil uji organoleptik yang dilakukan memperlihatkan hasil bahwa rata-rata warna tempe untuk perlakuan tempe ditambah kemiri, bawang putih, merica putih dan ketumbar memperlihatkan warna kekuningan, sedangkan untuk tempe yang berwarna putih adalah pada perlakuan penambahan cabe. Dapat dianalisis dari uji organoleptik bahwa warna tempe berpengaruh pada perlakuan penambahan rempah-rempah yang dilakukan. Rempah-rempah yang memiliki warna dasar kekuningan akan menyebabkan tempe berwarna kekuningan.

Menurut Adisarwanto (2005), warna kekuningan pada tempe dipengaruhi karna warna dasar kedelai yang berwarna kuning. Selain itu juga dapat disebabkan karena penerimaan orang terhadap warna itu berbeda-beda dimana penerimaan warna dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Winarno (1993) penerimaan warna suatu bahan makanan tergantung dari faktor alam, geografis dan aspek sosial masyarakat penerima.

(12)

Warna penting bagi makanan, baik bagi makanan yang tidak diprosesmaupun yang diproduksi. Bersama – sama dengan aroma, tekstur, rasa dankekompakan, warna memegang peranan penting dalam penerimaan makanan. Selain itu, warna dapat memberikan petunjuk mengenai perubahan kimia dalam makanan seperti pencoklatan (De Man, 1997).

Pemeriksaan tekstur pada uji organoleptik didapatkan tempe dengan penambahan kemiri, bawang putih dan merica putih mempunyai tekstur padat, sedangkan dengan penambahan cabe dan ketumbar memiliki tekstur sangat padat. Menurut Astuti (2009), tekstur tempe disebabkan oleh miselia – miselia kapang yang menghubungkan antara biji – biji kedelai. Tekstur tempe dapat diketahui dengan melihat lebat tidaknya miselia yang tumbuh pada permukaan tempe. Apabila miselia tampak lebat, hal ini menunjukkan bahwa tekstur tempe telah membentuk masa yang kompak, begitu juga sebaliknya. Zat yang ditambahkan dan perlakuan pemadatan pada saat pengemasan fermentasi tempe sangat berpengaruh pada tekstur tempe yang dihasilkan.

Pemeriksaan aroma pada uji organoleptik didapatkan hanya tempe dengan penambahan ketumbar yang memiliki aroma enak, sedangkan perlakuan kemiri, bawang putih, merica putih dan cabe memiliki aroma sangat enak. Aroma tempe sangat mempengaruhi kualitas tempe yang dihasilkan. Aroma khas rempah yang ditambahkan sangat mempengaruhi kualitas tempe yang berbeda sehingga tempe yang dihasilkan mempunyai inovasi baru. Selain itu, aroma khas tempe yang dihasilkan dari penambahan rempah dapat meningkatkan persepsi enak terhadap tempe yang dihasilkan.

Rasa tempe setelah uji organoleptik didapatkan bahwa tempe dengan penambahan kemiri, merica putih dan ketumbar memiliki rasa enak tapi langu, sedangkan tempe dengan rasa enak dan gurih terdapat pada tempe dengan penambahan bawang putih dan cabe. Menurut Astuti (2009), rasa yang khas pada tempe disebabkan terjadinya degradasi komponenkomponen dalam tempe selama berlangsungnya proses fermentasi. Rasa khas tempe yang enak adalah tidak kecut. Rasa kecut yang muncul dikarenakan adanya pencucian kedelai yang kurang bersih, sehingga mempengaruhi rasa yang dihasilkan. Aroma langu khas kedelai

(13)

disebabkan enzim lipsigenase yang terkandung dalam kedelai (Sediaoetama, 1999). Aroma langu tersebut menjadi berkurang karena kedelai difermentasi menjadi tempe. Penambahan rempah yang memiliki aroma yang khas akan menambah cita rasa tempe, selai itu penggorengan yang cukup matang juga mempengaruhi kualitas tempe yang dihasilkan.

J. Kesimpulan :

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa :

1. Ada pengaruh penambahan rempah-rempah terhadap kualitas tempe berdasarkan warna, tekstur, aroma, dan rasa tempe. Beberapa tambahan seperti rempah merica putih, kemiri dan ketumbar menyebabkan rasa dan aroma tempe didominasi oleh rempah tersebut sehingga agak langu, sementara penambahan bawang putih dan cabe membuat rasa tempe semakin enak.

2. Terdapat perbedaan kualitas tempe yang ditambah dengan berbagai macam rempah-rempah. Tempe kode A (penambahan kemiri ) berwarna putih kekuningan, bertekstur padat, aromanya sangat enak dan rasanya enak namun langu. Tempe dengan kode B (penambahan bawang putih) memiliki warna putih kekuningan, bertekstur padat, aroma dan rasanya sangat enak. Adapun tempe dengan kode C (penambahan merica putih) memiliki warna, tekstur, aroma dan rasa yang sama dengan tempe kode A yaitu berwarna putih kekuningan, bertekstur padat, aromanya sangat enak dan rasanya enak namun langu. Tempe D (penambahan cabe) merupakan kualitas tempe terbaik karena warnanya putih cerah, teksturnya sangat padat dan aroma serta rasanya sangat enak. Sementara tempe kode E (penambahan ketumbar) berwarna putih kekuningan, tekstur yang sangat padat, aromanya enak namun rasanya langu.

(14)

1. Adakah perbedaan warna, tekstur, aroma, dan rasa tempe antara masing-masing kelompok perlakuan? Bila ada mengapa hal ini terjadi ?Jelaskan ! Ada perbedaan yaitu tempe kode A (penambahan kemiri ) berwarna putih kekuningan, bertekstur padat, aromanya sangat enak dan rasanya enak namun langu. Tempe dengan kode B (penambahan bawang putih) memiliki warna putih kekuningan, bertekstur padat, aroma dan rasanya sangat enak. Adapun tempe dengan kode C (penambahan merica putih) memiliki warna, tekstur, aroma dan rasa yang sama dengan tempe kode A yaitu berwarna putih kekuningan, bertekstur padat, aromanya sangat enak dan rasanya enak namun langu. Tempe D (penambahan cabe) merupakan kualitas tempe terbaik karena warnanya putih cerah, teksturnya sangat padat dan aroma serta rasanya sangat enak. Sementara tempe kode E (penambahan ketumbar) berwarna putih kekuningan, tekstur yang sangat padat, aromanya enak namun rasanya langu.

2. Adakah perbedaan kualitas tempe yang ditambah dengan berbagai rempah-rempah berdasarkan hasil uji organoleptik? Bila ada mengapa hal ini terjadi? Jelaskan!

Ada perbedaan yaitu berdasarkan uji organoleptik diperoleh data bahwa kualitas tempe terbaik yakni tempe kode D dengan penambahan rempah-rempah cabe diikuti tempe kode B dengan penambahan bawang putih. Hal ini karena kedua rempah tersebut memang sering digunakan dalam bumbu masak dan ketika dicampur dengan bahan makanan, dapat berpadu dengan baik dan tidak menyebabkan rasa langu.

3. Mikroba dari golongan apakah yang berperan dalam proses pembuatan tempe ? Bagaimanakah peranan mikroba tersebut? Jelaskan!

Tempe merupakan bahan makanan hasil fermentasi kacang kedelai dengan menggunakan jamur Rhizopus oligosporus dan Rhizopus oryzae. Penggunaaan kapang dalam proses fermentasi sangat menguntungkan, karena protein yang terdapat dalam bahan makanan hasil fermentasi telah disederhanakan, sehingga lebih mudah dicerna bila dibandingkan dengan protein semula dalam bahan asalnya. Peningkatan nilai mutu protein ini

(15)

tidak lain karena kapang yang digunakan dalam proses fermentasi terutama Rhizopus sp dalam aktivitasnya menghasilkan enzim proteolitik yang berperan dalam penyederhanaan protein. Selama proses fermentasi tempe kedelai mengalami perubahan yang menguntungkan karena terjadi asam-asam amino bebas dan nitrogen terlarut, sehingga bila dikonsumsi akan mudah dicerna dan diabsorbsi oleh tubuh.

L. Daftar Rujukan:

Adisarwanto. 2005. Kedelai. Swadaya : Jakarta.

Astawan, M. dan Mita W.1991.Teknologi pengolahan pangan nabati tepat guna. Jakarta : Akademika Pressindo.

Astuti, N.P. 2009. Sifat Organoleptik Tempe Kedelai yang Dibungkus Plastik, Daun Pisang dan Daun Jati. Karya Tulis Ilmiah. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Astawan M. 2004. Tetap Sehat dengan Produk Makanan Olahan. Solo : Tiga Serangkai

Cahyadi, W. 2006. Kedelai Khasiat dan Teknologi. Bandung :Bumi Aksara. De Man. J. M. 1997. Kimia Makanan. ITB Bandung.

Supardi, I. dan Sukamto. 1999. Mikrobiologi dalam Pengolahan dan Keamanan Pangan. Edisi Pertama. Bandung: Penerbit Alumni

Kasmidjo, R.B., 1990. TEMPE : Mikrobiologi dan Kimia Pengolahan serta Pemanfaatannya. Yogyakarta : PAU Pangan dan Gizi UGM.

Kusharyanto dan A. Budianto. 1995. Upaya Pengembangan Produk Tempe Dalam Industri Pangan. Yogyakarta. Simposium Nasional Pengembangan Tempe Dalam Industri Pangan Modern. Puslitbang Gizi.

Rahayu, K. dan Sudarmaji, S. 1989. Mikrobiologi Pangan. Yogyakarta: PAU Pangan dan Gizi UGM.

Rachman, A. l989. Pengantar Teknologi Fermentasi. Bogor ; PAU Pangan dan Gizi.

Sarwono, B. 1982. Membuat Tempe dan Oncom. Jakarta : PT. Penebar Swadaya. Sediaoetama A. D. 1999. Ilmu Gizi. Jakarta : Dian Rakyat.

Soekarto, S.T., 1985, Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian, Bhratara Karya Yogyakarta.

Winarno. 1993. Pangan, Gizi, Teknologi dan Konsumen. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

Gambar

Tabel 1.  Hasil Pengukuran Berat dan Suhu Tempe Kode tempe Suhu awal
Gambar 1. Pengeringan rempah-
Gambar 3. Hasil pengepakan kedelai

Referensi

Dokumen terkait

Kualitas tempe benguk dengan penambahan ampas tahu dan daun pembungkus yang berbeda menghasilkan tekstur agak keras-keras, aroma tempe segar-agak langu dan warna

Setelah pemanggangan, warna cookies C dan D cenderung memiliki aroma khas kelapa yang gurih, bertekstur lebih remah dan berwarna lebih putih dibanding cookies A

Pada tapai yang dibungkus daun waru memiliki tekstur yang lembut lunak, aromanya pun khas aroma tapai, warna yang dihasilkan setelah fermentasi berwarna kuning, rasa yang

Hasil penelitian Afrisanti (2010), penggunaan tepung tempe pada level tertentu memberikan pengaruh nyata terhadap penilaian warna, aroma, tekstur, keempukan dan

Menu pagi hari terdiri dari nasi, ayam ungkep, tempe bumbu tomat, bening buncis-taoge. Berdasarkan uji organoleptik nasi, diketahui bahwa warna, rasa, aroma, dan tekstur

Uji Organoleptik yang dilakukan adalah uji kesukaan (uji hedonik) terhadap warna, aroma, rasa dan tekstur nugget tempe analog dengan jumlah perbandingan yang

Dari segi tekstur, semakin tinggi kadar garam yang ditambahkan akan membuat tempe kurang padat dan kompak sehingga panelis memberikan nilai yang paling rendah pada tempe

Dari gambar terlihat hasil gumpalan terbanyak pada perlakuan suhu 65°C dengan warna yang kekuningan, bertekstur padat dengan rasa asin serta beraromas seperti susu, sedangkan pada suhu