• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis implementasi program rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) di SMA Negeri 1 Salatiga

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Analisis implementasi program rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) di SMA Negeri 1 Salatiga"

Copied!
116
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM

RINTISAN SEKOLAH BERTARAF INTERNASIONAL (RSBI)

DI SMA NEGERI 1 SALATIGA

oleh :

MUHAMMAD USMAN D0105015

Skripsi

Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu Jurusan Ilmu Administrasi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(2)

HALAMAN PERSETUJUAN

Disetujui untuk Dipertahankan di Hadapan Penguji Skripsi Jurusan Ilmu Administrasi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret

Surakarta

Dosen Pembimbing

(3)

iii

HALAMAN PENGESAHAN

Telah Diuji dan Disahkan oleh Panitia Penguji Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada Hari :

Tanggal :

Panitia Penguji :

1. Drs. Priyanto Susiloadi, M.Si ( )

NIP. 196010091986011001

2. Rutiana Dwi W., S.Sos.,M.Si. ( ) NIP. 132306549

3. Drs. Sudarmo, MA., Ph. D. ( )

NIP. 196311011990031002

Mengetahui, Dekan FISIP UNS

(4)

MOTTO

“ Allah tidak akan membebani seseorang, melainkan sesuai dengan

kesanggupannya” (QS . Al-B aqoroh: 286)

“ J angan bersedih sesungguhnya Allah bersama kita” (QS . AT

-T aubah: 40)

“ K arena sesungguhnya setelah kesulitan ada kemudahan”

(QS . Al- I nsyiroh: 5)

“ H anya kepadaM u kami menyembah, dan hanya kepadaM u kami

meminta pertolongan” ( Al F atihah: 5)

“ Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik

pelindung” (QS . Ali I mron: 173)

“ Apabila engkau memiliki sebiji kurma di tanganmu maka tanamlah,

meskipun besok akan kiamat, semoga mendapat pahala” (Al H adits)

“ S ampaikan walaupun hanya satu ayat” (Al H adits)

“ S ebaik-baik orang diantaramu adalah orang yang belajar Al Qur’an

dan mengajarkannya” (Al H adits)

(5)

v

PERSEMBAHAN

Kary a ini penulis persembahk an untuk :

 Bapak dan Ibuk u atas segala air mata, cinta, dan do’a y ang terus mengalir tiada hentiny a demi sebuah harapan dan cita anak sholeh y ang k an mendoak anny a, y ang k an mengangk at derajat k eluargan y a dengan ilmuny a, doak anlah ak u selalu agar k elak bisa memenuhi harapanmu serta membanggak anmu, bermanf aat selalu, f idduny a hattal ak hiroh

 Mas Wawan , atas segala doa dan k asih say angny a

 Mbahe, Pak dhe, budhe, pak lik . Bulik , mas, mbak , adik -adik serta Keluarga besark u Banie Sanady dan Banie Hasan Muk min atas segala doa dan cintany a, k alianlah k ek ay aank u!

 Temen, sahabat, dan sodara-sodara Para Pencari Tuhan serta rek an-rek an serta adik -adik k u Al Hiday ah Lovers...y ou’re trul y my inspi ration

 Guru-guru, dosen, dan para Dewan Asatidz-k u, hany a doa y ang bisa k uberi k epadamu Jazak umulloh Khairan Katsiro

(6)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia, nikmat, serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul : “Analisis Implementasi Program Rintisan Sekolah Internasional (RSBI) di SMA Negeri 1 Salatiga”dengan baik.

Skripsi ini penulis susun dan ajukan guna memenuhi salah satu syarat akademis untuk memperoleh gelar kesarjanaan pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Pada kesempatan ini penulis ini ingin mengucapkan terima kasih kepada bantuan baik moral maupun material dari berbagai pihak selama penulisan skripsi ini . semoga Allah SWT membalas segala budi baik, bantuan, dan amalan beliau-beliau :

1. Drs. Sudarmo, MA.,Ph.D selaku Pembimbing Skripsi yang selalu memberikan bimbingan, arahan serta nasehat selama penulisan skripsi. 2. Drs. Samtono, M.Si. selaku Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Salatiga atas

pemberian izinnya untuk melakukan penelitian.

3. Drs. Jaka Agus P, M.Pd selaku Penanggung jawab RSBI di SMA N 1 Salatiga atas segala bantuan dan pemberian data selama penelitian.

4. Bapak dan ibu guru beserta seluruh staf karyawan SMA N 1 Salatiga atas penjelasan dan keterangan yang diberikan.

5. Didik. G Suharto,S.Sos, M. Si. selaku Pembimbing Akademik yang selalu memberikan nasehat serta bimbingan selama penulis menempuh kuliah. 6. Drs. Sudarto, M.Si. selaku Ketua Jurusan Ilmu Administrasi Negara FISIP

UNS.

7. Bapak Supriyadi, SN., SU. selaku Dekan FISIP UNS.

8. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Ilmu Administrasi Negara FISIP UNS atas segala ilmu yang diberikan selama kuliah.

(7)

vii

10. Seluruh teman-teman Administrasi Negara angkatan 2005 atas kebersamaan kalian selama ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna sehingga kritik dan saran yang membangun akan penulis terima dengan terbuka untuk perbaikan skripsi ini kedepannya. Semoga skripsi ini berguna untuk pengembangan dan penelitian selanjutnya serta bermanfaat bagi para pembaca.

(8)
(9)

ix

BAB II DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN ... 39

A. Visi, Misi, dan Tujuan SMAN 1 Salatiga ... 39

B. Penjaminan Mutu RSBI di SMAN 1 Salatiga... 40

1. Pengertian Sekolah Bertaraf Internasional... 40

2. Landasan Kebijakan ... 40

3. Konsepsi ... 41

4. Karakteristik ... 41

5. Penjaminan Mutu Sekolah Bertaraf Internasional ... 41

a. Kurikulum... 42

B. Jaringan (Networking) dalam Program RSBI... 79

(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

(11)

xi ABSTRAK

MUHAMMAD USMAN, D0105015, ANALISIS IMPLEMENTASI

PROGRAM RINTISAN SEKOLAH BERTARAF INTERNASIONAL

(RSBI) DI SMA NEGERI 1 SALATIGA, JURUSAN ILMU

ADMINISTRASI, FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK, UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA, 2009

Dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia yang dapat bersaing dalam tingkat lokal maupun internasional, maka pemerintah mengeluarkan program Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) yang mengamanatkan penyelenggaraannya setiap Kabuputan/ Kota, termasuk di Salatiga yakni di SMAN 1 Salatiga. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana implementasi tersebut terjadi dilihat dari partisipasi stakeholderdalam pengembangan program, sistem jaringan (networking) yang dibangun serta diskresi aturan yang dilakukan.

Untuk mendapatkan hasil penelitian yang komprehensif, maka diperlukan penelitian yang menganalisis suatu permasalahan dari berbagai sudut. Sehingga dalam penelitian kali ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dan berlokasi di SMAN 1 Salatiga. Sumber data yang diolah adalah data primer dan data sekunder. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling dan snowball sampling. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara mendalam, observasi dan studi dokumentasi. Untuk menguji validitas data menggunakan trianggulasi sumber dan trianggulasi metode. Sedangkan teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis data model interaktif.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa partisipasi seluruh stakeholder yang meliputi kepala sekolah, guru dan staf karyawan, siswa dan orang tua sudah cukup baik. Secara tidak langsung mereka selalu dilibatkan dalam pengambilan keputusan pengembangan program. Pendidikan dan pelatihan penguasaan bahasa Inggris serta pemahaman teknologi juga diadakan, namun yang terjadi belum sepenuhnya dilakukan. Pihak sekolah juga telah membangun sistem jaringan (networking) baik di tingkat lokal maupun internasional. Adaptasi kurikulum telah dilakukan dengan menjalin hubungan sister school. Berbagai diskresi aturan juga muncul karena keterbatasan sumberdaya serta menyesuaikan kondisi yang ada.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka diharapkan semua stakeholder dapat meningkatkan partisipasinya sesuai peran masing-masing. Komitmen dan dukungan yang kuat juga dibutuhkan dari semua pihak untuk mensukseskan program. Pendidikan dan pelatihan terkait program perlu ditingkatkan lagi. Pihak sekolah juga harus terus memperbaiki sistem jaringan dengan menjalin hubungan sister school yang lebih baik dan berkelanjutan. Dalam membuat suatu aturan, semua pihak hendaknya memperhatikan sumber daya dan kondisi yang ada.

(12)

ABSTRACT

MUHAMMAD USMAN, D0105015, AN ANALYSIS ON THE

IMPLEMENTATION OF INTERNATIONALLY STANDARDIZE

SCHOOL PIONEERING (RSBI) PROGRAM IN SMA NEGERI 1 SALATIGA, THE DEPARTMENT OF PUBLIC ADMINISTRATION OF THE FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCES, SEBELAS MARET UNIVERSITY, SURAKARTA, 2009.

In the attempt of improving the education quality in Indonesia to be competitive both locally and internationally, the government issues a program of Internationally Standardize School Pioneering (RSBI) mandating the implementation to every Regency/Municipal, including Salatiga, namely in SMAN 1 Salatiga. This research aims to analyze how such implementation occurs viewed from the stakeholder participation in the program development, networking system built and regulation discretion conducted.

In order to get the comprehensive result of research, a research analyzed a problem from many points of view. This current research employed a qualitative research approach and was taken place in SMAN 1 Salatiga. The data sources processed were primary and secondary data. The sampling techniques used were purposive sampling and snowball sampling. Techniques of collecting data employed were in-depth interview, observation and documentation study. The data validity testing was done using source and method triangulations. Meanwhile the technique of analyzing data used was an interactive model data analysis.

The result of research showed that the participation of all stakeholders including the school principal, teacher and staff, students and parents has proceeded well. They were always involved indirectly in the decision making of program development. English mastery education and training as well as the technology understanding are also organized, but it has been conducted incompletely. The school party has also built the good networking system both locally and internationally. The curriculum adaptation has been done by establishing the sister school relationship. A variety of regulation discretions occur because of the limited resource as well as adapting to the existing condition.

Based on the result of research, it is expected that all stakeholders can increase their participation according to their own roles. The strong commitment and support are also required from all parties to make the program successful. The program-related education and training need to be improved effectively. The school needs to keep and improved its networking system in establishing the more planned and sustainable sister school relationship. In developing a regulation, all parties should consider the existing resource and condition.

(13)

xiii BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah modal utama bagi suatu bangsa dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang dimilikinya. Sumber daya manusia yang berkualitas akan mampu mengelola sumber daya alam dan memberi layanan secara efektif dan efisien untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, hampir semua bangsa berusaha meningkatkan kualitas pendidikan yang dimiliknya, termasuk Indonesia.

Pendidikan dalam makna yang sederhana, adalah proses pengembangan kepribadian manusia. Tanpa pendidikan, masyarakat tidak dapat melanjutkan kehidupannya. Perumusan proses pendidikan sebagai pengembangan kepribadian menjadi sangat luas dan kehilangan arah. Seharusnya pengembangan kepribadian seseorang harus disesuaikan dengan bakat masing-masing. Perumusan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan yang selama ini dikaitkan dengan perumusan kebijakan publik pada hakikatnya bertumpu pada objek yang sama, yaitu manusia Indonesia sebagai subjek .

(14)

ini, perkembangan dunia begitu pesat dan perlu dibarengi dengan strategi yang sangat pesat pula agar bisa terbentuk manusia yang berkualitas sehingga dapat mempertahankan diri dari arus global. Karena memahami kebijakan pendidikan dan kebijakan publik menjadi kebutuhan bagi masyarakat Indonesia modern.

Kebijakan pendidikan merupakan salah satu turunan dari kebijakan publik, yakni kebijakan publik khususnya di negara berkembang selalu dipahami sebagai kebijakan pembangunan. Dengan demikian, kebijakan pendidikan menjadi kebijakan sentral yang harus bersaing dengan sektor lain untuk memperoleh prioritas. Di negara berkembang, seperti di Indonesia ini, kebijakan pembangunan infrastuktur, kebijakan pertahanan dan keamanan, serta politik lebih dikedepankan daripada kebijakan pendidikan. Akibatnya , kemajuan pendidikan pun akan berjalan lambat. Pendidikan yang selama ini kita jalankan ternyata tidak memberikan solusi apa-apa dan tidak mampu menyiapkan bangsa ini menjadi bangsa yang bermutu. Pendidikan juga tidak berhasil mewujudkan satu masyarakat Indonesia yang makmur berkeadilan, berdasarkan Pancasila. Semua hal itu menunjukkan betapa pendidikan telah beralih dari domain personal ke domain publik.

(15)

xv

itu sendiri. Pemerintah juga belum sepenuhnya menciptakan akses pendidikan bagi masyarakat. Sebagai contoh, Bantuan Operasional Sekolah atau BOS yang disalurkan pemerintah kurang efektif karena bersifat top down atau sepenuhnya ditentukan pemerintah tanpa melihat kebutuhan masyarakat. Disamping itu, adanya pergantian kurikulum masih sering diintervensi oleh kepentingan birokrasi dan acapkali bermuatan politis. Oleh karena itu, untuk mengurangi kontradiksi tersebut, pengambil kebijakan seharusnya lebih memaksimalkan komunikasi dengan publik terhadap kebijakan-kebijakan pendidikan yang akan diambil.

(16)

Sementara Departemen Pendidikan Nasional melalui Pusat Statistik Pendidikan memberikan gambaran mengenai Angka Partisipasi Murni (APM) Tahun 2006/2007 untuk jenjang pendidikan SMP/MTS mencapai 66,01 %, sedangkan untuk jenjang pendidikan SM/MA hanya mencapai 52,60 % (agussadeli.wordpress.com). Hal ini membuktikan bahwa kualitas pendidikan di Indonesia bisa dikatakan masih rendah. Berdasarkan pendekatan analisis kebijakan publik maka permasalahan dan keadaan nyata saat ini harus menjadi bahan pertimbangan untuk perumusan kebijakan pembangunan bidang pendidikan ke depan.

Kebijakan pendidikan demokratis yang meliputi : hakikat pendidikan bagi warga negara, persamaan hak (equallity) dan keadilan (equity), isu pendidikan untuk semua (education for all) dan wajib belajar (compulsory education), merupakan mandat yang harus dilakukan bangsa Indonesia sesuai dengan tujuan negara Indonesia yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 yaitu untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

(17)

xvii

dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keadilan, nilai kultural dan kemajemukan bangsa”. Selanjutnya dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan pendidikan pada pasal 35 dinyatakan bahwa “standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala.” Dalam ayat berikutnya dijelaskan bahwa standar nasional pendidikan digunakan sebagai acuan pengembangan kurikulum, tenaga pendidik dan kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, dan pembiayaan.

(18)

Terkait dengan hal diatas, Pemerintah Indonesia memiliki tanggung jawab mengembangkan sistem pengelolaan serta menggunakan kewenangannya menyiapkan SDM unggul lewat pembenahan sistem pendidikan nasional. Pemerintah mengeluarkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam Pasal 50 ayat 3 menyatakan bahwa “Pemerintah dan atau Pemerintah Daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang Bertaraf Internasional”.

Sesuai dengan amanat perundang-undangan, Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah melalui Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas, akan mengembangkan SMA yang berpotensi untuk melaksanakan proses pelayanan pendidikan yang berkualitas untuk menghasilkan lulusan yang memiliki potensi dan prestasi berdaya saing secara nasional maupun internasional.

(19)

xix

kita dihadapkan pada berbagai kesempatan dan tantangan yang bersifat nasional maupun internasional.

Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Bambang Sudibyo mengatakan bahwa sebanyak 200 Sekolah Menengah Atas (SMA) dirintis menjadi Sekolah Bertaraf Internasional (SBI). Penyelenggaraan rintisan SMA bertaraf internasional ini dimaksudkan untuk mendongkrak mutu pendidikan di Indonesia agar mampu bersaing secara internasional. Ditargetkan, sebanyak lebih dari 500 sekolah bertaraf internasional akan tersebar di seluruh Indonesia. Selain untuk meningkatkan mutu pendidikan, program ini juga untuk menghasilkan mutu lulusan yang diakui dan setara dengan tamatan sekolah pada negara-negara Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) atau negara maju lainnya. Secara struktural dan kultural SMA harus berubah total. Sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa Pemerintah dan atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional. Setiap kabupaten atau kota harus memiliki minimal satu SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA, serta SMK yang bertaraf internasional (www.sekolahkami.com).

(20)

dengan sistem kredit semester (SKS), sistem akademik berbasis teknologi informasi dan komunikasi (TIK), dan muatan mata pelajaran setara atau lebih tinggi dari mata pelajaran yang sama pada sekolah unggul negara OECD. Jika proses pembelajaran di Indonesia ingin disejajarkan dengan Negara maju seperti diatas, maka harus berusaha untuk mengadaptasi sistem pendidikan internasional yang ada disana berkaitan juga dengan pemanfaatan teknologi. Proses pembelajaran di negara-negara OECD memang sudah berbasis teknologi. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Milam Aiken (2009) di University of Missisippi menyebutkan bahwa pembelajaran kelas dengan menggunakan semacam sistem jaringan komputer dinilai lebih efektif, efisien, dan memuaskan. Penelitian serupa juga dilakukan oleh Joy Rosario dan Lunga Molapo (2005) menjelaskan pentingnya penggunaan teknologi informasi komputer bagi para pendidik dan pelajar untuk mengakses informasi dalam pembelajaran.

(21)

xxi

Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Bambang Sudibyo juga menambahkan, dari sisi sarana prasarana harus dilengkapi perpustakaan yang tersambung ke Jejaring Pendidikan Nasional (Jardiknas) dan internet, dilengkapi ruang multimedia dan klinik. Sementara, dari sisi pengelolaan agar meraih sertifikat ISO 9001:2000 tentang tata kelola dan ISO 14.000 tentang lingkungan. Dalam hal ini, Sekolah diharapkan menjalin hubungan sister scholl dengan sekolah bertaraf internasional di luar negeri. Sekolah juga harus bebas narkoba, rokok, dan kekerasan. Adapun mata pelajaran yang diajarkan berupa aplikasi contoh. Bahasa dasar yang digunakan untuk mata pelajaran sain dan matematika adalah Bahasa Inggris. Namun, selain sain dan Matematika, pelajaran lainnya harus tetap menggunakan Bahasa Indonesia. Sementara itu, para siswa diharapkan mampu meraih medali tingkat internasional pada berbagai olimpiade sain, matematika, teknologi, seni, dan olah raga. Sementara dalam penyelenggaraan sekolah juga menerapkan prinsip kesetaraan gender. Mendiknas mengharapkan, pada masa mendatang Indonesia akan memperoleh lulusan-lulusan yang berkualitas dan mampu bersaing baik di kancah nasional maupun internasional (www.sekolahkami.com).

(22)

SMP/MTS, SMKN 2 Salatiga untuk jenjang pendidikan SMK, sedangkan untuk jenjang pendidikan SMA/MA adalah SMAN 1 Salatiga.

Dalam penelitian ini, penulis membatasi fokus penelitian hanya di SMAN 1 Salatiga dengan alasan karena SMAN 1 Salatiga adalah sekolah pertama di Salatiga dan juga termasuk 100 sekolah di Indonesia yang merintis adanya Sekolah Bertaraf Internasional, yakni mulai tahun pertama (2006). SMA N 1 Salatiga juga sudah ditetapkan sebagai Sekolah Standar Nasional (SSN) pada tahun 2005 dengan nilai hasil kualifikasi amat baik, sehingga dengan penetapan tersebut, SMA N 1 Salatiga sudah termasuk dalam indikator kriteria penetapan sekolahan sebagai Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional. Jadi, sampai tahun 2009 ini SMA N 1 Salatiga sudah terhitung hampir dua tahun menerapkan manajemen peningkatan mutu sekolah menuju Sekolah Bertaraf Internasional.

(23)

xxiii

yang dilakukan selama ini belum sepenuhnya dapat mengadaptasi kurikulum dari Negara-negara OECD, sehingga dalam pembelajarannya belum secara utuh menggunakan bahasa Inggris serta memanfaatkan teknologi. Dalam implementasi program RSBI selama ini juga ditemukan berbagai kelonggaran aturan yang telah diterapkan. Adanya diskresi aturan semacam itu, kemungkinan diperlukan dalam rangka mendukung kelancaran program. Selain hal itu, kesatuan tekad dan komitmen yang tinggi dari semua warga sekolah dan stake holder juga kemungkinan diperlukan, mengingat selama ini dinilai semangatnya masih naik turun/ belum total dalam pengimplementasian program. Partisipasi dari masing-masing peran seluruh warga sekolah serta bagaimana membangun sistem jaringan dengan berbagai pihak/ stake holder yang belum maksimal selama ini, juga kemungkinan akan mempengaruhi peningkatan keberhasilan dalam pencapaian tujuan dan pengembangan program. Melihat permasalahan diatas, maka penulis merasa tertarik untuk mengetahui lebih dalam bagaimana proses implementasi program Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional di SMA N 1 Salatiga.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : “ Bagaimana proses implementasi program Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) di SMA N 1 Salatiga, dilihat dari: a. Partisipasi komponen sekolah (kepala sekolah, guru/karyawan, siswa, dan

(24)

b. Sistem jaringan (networking) yang telah dibentuk/ dibangun. c. Diskresi aturan yang terjadi dalam program.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yang hendak penulis capai dalam penelitian ini adalah antara lain untuk :

1. Mengetahui bagaimana Partisipasi komponen sekolah (kepala sekolah, guru/karyawan, siswa, dan orang tua) pada pengambilan keputusan dalam pengembangan program sekolah.

2. Menjelaskan bagaimana sistem jaringan (networking) yang telah dibentuk/ dibangun.

3. Mengetahui bagaimana diskresi aturan tersebut terjadi dalam pengimplementasian program.

D. Manfaat Penelitian

1. Diharapkan penelitian ini dapat memberikan masukan kepada pihak SMA 1 Salatiga dalam mengembangkan implementasi program RSBI.

2. Memberikan informasi kepada pihak-pihak yang terkait dalam pengimplementasian program RSBI.

3. Diharapkan bisa memberikan peluang bagi penelitian yang lebih lanjut. 4. Digunakan untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar sarjana

(25)

xxv E. Landasan Teori

1. Implementasi Kebijakan

Menurut Daniel A. Mazmanian dan Paul A. Sabatier dalam Solichin Abdul Wahab (1991 : 54), implementasi adalah pelaksanaan keputusan kebijakan dasar, biasanya keputusan tersebut berbentuk undang-undang namun bisa juga berupa perintah-perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting ataupun keputusan badan peradilan, dimana pada umumnya keputusan itu mengidentifikasikan masalah yang ingin diatasi, tujuan yang dicapai, dan berbagai cara untuk mengatur proses implementasinya.

Van Meter dan Van Horn dalam Solichin Abdul Wahab (1991: 51) merumuskan definisi implementasi kebijaksanaan negara sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu / pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijaksanaan.

Hessel Nogi S. Tangkilisan (2003: 19) menjelaskan bahwa proses implementasi kebijakan tidak hanya menyangkut perilaku badan administratif yang bertangung jawab untuk melaksanakan program tapi juga menyangkut jaringan kekuatan-kekuatan politik, ekonomi dan soial yang langsung atau tidak langsung dapat mempengaruhi perilaku dari semua pihak yang terlibat yang pada akhirnya berpengaruh terhadap tujuan kebijakan baik yang positif maupun yang negatif.

(26)

Wahab (1991: 45) mengatakan bahwa pelaksanaan kebijakan adalah sesuatu yang penting bahkan mungkin jauh lebih penting daripada pembuatan kebijaksanaan . Kebijaksanaan-kebijaksanaan akan sekedar berupa impian atau rencana bagus yang tersimpan rapi dalam arsip kalau tidak diimplementasikan.

Berdasarkan beberapa pengertian implementasi diatas, dapat disimpulkan bahwa proses implementasi kebijakan merupakan pelaksanaan keputusan kebijakan yang dilakukan oleh stake holder (individu-individu / pejabat atau kelompok pemerintah atau swasta) yang menyangkut perilaku badan administratif, jaringan kekuatan-kekuatan politik, ekonomi, dan sosial dalam rangka pencapaian tujuan yang sesuai dengan keputusan kebijakan.

(27)

xxvii

Dalam pada governance : Proses implementasi menuntut atau memungkinkan dilibatkannya partisipasi masyarakat, karena dengan demikian akan terjadi kontrol oleh masyarakat terhadap pelaksanaan aktivitas kebijakan yang dilakukan yang bisa meminimalisir kerugian pada pihak masyarakat itu sendiri, sehingga stakeholder penting dalam proses implementasi. Demikian pula implementasi suatu kebijakan akan berhasil atau tidak juga dipengaruhi oleh seberapa kuat dan bagaimana jaringan stakeholder dilakukan. Disamping itu, mengingat proses implementasi sering dilandasi oleh peraturan perundang-undangan maka dimungkinkan menemui kendala-kendala karena kekakuan hukum itu ketika diimplementasikan, sehingga agar peraturan tersebut dapat diimplementasikan dan dengan harapan bisa mencapai sasaran atau tujuan, maka diskresi sering pula dilakukan ( Sudarmo, 2008 ; Hajer dan Wagenar, 2003).

(28)

pembuatan keputusan terkait pembiayaan/ pengelolaan sekolah dan juga berhubungan dengan jaringan antara stake holder yang terjalin dalam proses ini.

2. Partisipasi

Partisipasi merupakan unsur esensial dalam proses implementasi. Partisipasi merupakan suatu bagian penting dari pemberdayaan dan penumbuhan kesadaran untuk mencapai keberhasilan pembangunan. Menurut Erwan dalam (Dwiyanto, 2005: 189) Partisipasi publik merupakan salah satu indikator penting atau cirri-ciri eksistensi sistem pemerintahan yang demokratis, disini tidak hanya dilihat sebagai keterlibatan publik dalam pemilihan umum, tetapi juga dalam berbagai aktivitas politik lain yang berimplikasi terhadap kepentingan masyarakat banyak. Partisipasi masyarakat dalam pembuatan kebijakan merupakan hal penting yang harus dilakukan di negara yang menganut paham demokrasi. Partisipasi publik dalam proses pembuatan kebijakan yang mengakomodasi kepentingan-kepentingan stake holders adalah cara untuk meyakinkan kepada masyarakat bahwa pembuatan kebijakan publik dilakukan secara demokratis. Demokrasi hanya akan memiliki arti ketika masyarakat atau warga negara sebagai stake holder utama selalu dilibatkan dalam proses pembuatan semua jenis kebijakan publik yang dihasilkan oleh pemerintah.

(29)

xxix

(customer) melainkan sebagai warga negara yang memiliki Negara sekaligus pemerintahan yang ada didalamnya (owner).

UNDP sebagaimana yang dikutip oleh Joko Widodo (2007: 116) bahwa Partisipasi setiap warga negara mempunyai suara dalam pembuatan keputusan, baik secara langsung maupun melalui intermediasi institusi legitimasi yang mewakili kepentingnnya. Partisipasi seperti itu, dibangun atas dasar kebebasan berasosiasi dan berbicara serta berpartisipasi secara konstruktif.

Menurut Rukminto (2008: 111) partisipasi masyarakat adalah keikutsertaan masyarakat dalam proses pengidentifikasian masalah dan potensi yang ada di masyarakat, pemilihan dan pengambilan keputusan tentang alternatif solusi untuk menangani masalah, pelaksanaan upaya mengatasi masalah dan keterlibatan masyarakat dalam proses mengevaluasi perubahan yang terjadi.

Moelyarto dalam Hessel (2005) menempatkan partisipasi sebagai komponen strategis pendekatan pembangunan sosial, dengan asumsi dasarnya bahwa rakyat adalah fokus sentral dan tujuan akhir dari pembangunan, dimana partisipasi merupakan akibat logis dan dalil tersebut.

Sedangkan Lukman Sutrisno dalam Hessel (2005) menempatkan partisipasi sebagi style of development yang berarti bahwa partisipasi dalam kaitannya dengan proses pembangunan haruslah diartikan sebagi suatu uasaha mentransformasikan sistem pembangunan, dan bukan sebagai suatu bagian dari usaha system maintenance.

(30)

kelompok, kedua adanya motivasi individu untuk memberikan kontribusi tergerak yang dapat berujud barang, jasa, buah pikiran, tenaga, dan keterampilan; ketiga timbulnya rasa tanggung jawab dalam diri individu terhadap aktivitas kelompok dalam usaha pencapaian tujuan.

Menurut Jim dan Frank (2008: 285) pengembangan masyarakat harus selalu berupaya untuk memaksimalkan partisipasi, dengan tujuan membuat setiap orang dalam masyarakat terlibat secara aktif dalam proses-proses dan kegiatan masyarakat, serta untuk menciptakan kembali masa depan masyarakat dan individu. Dengan demikian, partisipasi merupakan suatu bagian penting dari pemberdayaan dan penumbuhan kesadaran. Semakin banyak orang yang menjadi peserta aktif dan semakin lengkap partisipasinya, semakin ideal kepemilikan dan proses masyarakat serta proses inklusif yang akan diwujudkan. Partisipasi adalah sebuah konsep sentral, dan prinsip dasar dari pengembangan masyarakat.

(31)

xxxi

dan kepemilikannya terhadap sekolah dalam pengembangan program RSBI di SMA 1 Salatiga ini.

3. Jaringan (Networking)

Dalam proses implementasi program RSBI ini, konsep jaringan memang suatu hal yang tidak bisa ditinggalkan. Tanpa adanya sistem jaringan yang kuat program ini akan sulit berkembang. Menurut Riant dan Tilaar (2008: 223) konsep ini memahami bahwa proses implementasi kebijakan merupakan sebuah complex of interaction processes di antara sejumlah besar aktor yang berada dalam suatu jaringan (networking) aktor-aktor yang independent. Interaksi di antara para aktor dalam jaringan tersebut lah yang akan menentukan bagaimana implementasi harus dilaksanakan, permasalahan-permasalahan yang harus dikedepankan, dan diskresi-diskresi yang diharapkan menjadi bagian penting di dalamnya. Pada teori ini, semua aktor dalam jaringan relatif otonom, artinya mempunyai tujuan masing-masing yang berbeda. Tidak ada aktor sentral, tidak ada aktor yang menjadi koordinator. Pada pendekatan ini, koalisi dan/ atau kesepakatan di antara aktor yang berada pada sentral jaringan yang menjadi penentu dari implementasi di kebijakan dan keberhasilannya.

(32)

dimiliki oleh state (pemerintah, negara) secara tersembunyi yang selama tidak dipunyai oleh kelompoknya yang lemah tersebut.

Dari berbagai pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa konsep jaringan/networking adalah proses interaksi diantara aktor terutama bagi individu/ kelompok masyarakat lemah yang menjalin networking/ hubungan dan kerjasama dalam tingkat lokal, regional, bahkan internasional dengan kelompok yang mempunyai kekuasaan/ kejayaan yang lebih besar, sehingga diperoleh suatu akses, informasi dan ide-ide yang bermanfaat bagi individu/ kelompok lemah tersebut.

(33)

xxxiii

jaringan antar pihak/ aktor terkait tersebut, proses pembelajaran program RSBI di SMA N 1 Salatiga diharapkan dapat berjalan sesuai yang direncanakan.

4. Diskresi

Dalam proses implementasi sering kali berbagai aturan yang telah dibuat belum sepenuhnya dapat mencakup berbagai hal/ kebutuhan yang terjadi di lapangan, untuk itu diperlukan adanya diskresi kebijakan. Dwiyanto dalam Hessel (2005) menjelaskan bahwa diskresi secara konseptual merupakan suatu langkah yang ditempuh oleh administrator untuk menyelesaikan kasus tertentu yang tidak atau belum diatur dalam regulasi yang baku. Dalam konteks tersebut, diskresi dapat berarti suatu bentuk kelonggaran pelayanan yang diberikan oleh administrator kepada pengguna jasa. Pertimbangan untuk melakukan diskresi adalah adanya realitas bahwa suatu kebijakan atau peraturan tidak mungkin mampu merespons banyak aspek dan kepentingan semua pihak sebagai akibat adanya keterbatasan prediksi para aktor atau stakeholders dalam merumuskan kebijakan atau peraturan

Chandler dan Plano dalam Hessel (2005 : 43) mengungkapkan bahwa : “Administrative discretion is the freedom administrators have to make choice which determine how a policy will be implemented. Administrative discretion is the result of the inter action between politics and administration”

(34)

pelanggaran atau tindakan penyimpangan prosedur tidak perlu terlalu dipermasalahkan, sepanjang tindakan yang diambil tetap pada koridor visi dan misi organisasi, serta tetap dalam kerangka pencapaian tujuan organisasi.

Indikator dalam analisis yang dipergunakan untuk melihat diskresi birokrasi meliputi serangkaian tindakan yang dilakukan aparat pelayanan berdasarkan inisiatif, kreativitas, dan tidak terlalu bersandar pada peraturan atau juklak secara kaku. Diskresi dinilai baik, apabila aparat birokrasi selalu berupaya mengatasi sendiri kesulitan melalui cara-cara yang berorientasi pada upaya pemuasan kepentingan publik. Tindakan diskresi yang ditempuh meliputi mendiskusikan suatu masalah dengan rekan kerja, dan memutuskan suatu masalah berdasarakan visi organisasi. Diskresi dinilai buruk apabila aparat pelayanan dalm merespons kesulitan yang dihadapi memilih mengambil tindakan dengan meminta petunjuk pimpinan atau menunda pelayanan sampai pimpinan datang.

Pada proses pelaksanaan, tindakan diskresi diperlukan agar pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dapat maksimal, sekaligus mampu memenuhi tujuan, visi, dan misi organisasi publik secar akurat dan sistematis.

Michael dan Stewart mengungkapkan bahwa :

“Administrative discretion is characteristically constrained by rules. Administrators make their decisions by reference not only to rules but also to guidelines which are intended to shape their decisions in circumstances which are not covered by the rules “

(35)

xxxv

pelayanan publik (seperti dalam bidang kesehatan, pendidikan, dan pekerjaan umum) yang biasanya menyediakan pelayanan, pengambilan keputusannya pun didasarkan pada keleluasaan professional. Hal tersebut sesuai dengan apa yang diungkapkan Michael dan Stewart (2000: 403) “the government is the main source of employment and remuneration for doctors, teachers and social workers,

the doctors clinical freedom, the teachers’ control over what is taught in the

school and how it is taught”

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa konsep diskresi adalah suatu langkah keleluasaan yang ditempuh administrator dalam pengimplementasian program dengan membuat suatu keputusan yang belum terdapat dalam aturan sebelumnya.

(36)

sendiri. Disini, kemungkinan dibutuhkan suatu adanya diskresi/ kelonggaran aturan sehubungan dengan hal tersebut sehingga sharing knowledge tetap bisa tersampaikan oleh guru kepada siswa. Diskresi ini dilakukan dengan tidak merubah tujuan, visi, dan misi organisasi.

F. Kerangka Pikir

(37)

xxxvii G. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Pendekatan penelitian kualitatif merupakan pendekatan yang memerlukan pemahaman yang mendalam dan menyeluruh berhubungan dengan objek yang diteliti bagi menjawab permasalahan untuk mendapatkan data-data kemudian dianalisis dan mendapat kesimpulan penelitian dalam situasi dan kondisi tertentu (Iskandar, 2008:17). Sehingga dalam penelitian ini diperlukan kemampuan untuk menggali informasi yang sedalam-dalamnya namun tetap dalam konteks permasalahan yang diteliti.

Selain itu, pendekatan penelitian kualitatif pada intinya dilaksanakan melalui proses induktif, yaitu berangkat dari konsep khusus ke umum, konseptualisasi, kategorisasi, dan deskripsi dikembangkan atas dasar masalah yang terjadi dilapangan (Iskandar, 2008:187). Dari hal tersebut maka akan dapat ditarik kesimpulan melalui tahap-tahapnya. Proses pengumpulan data, reduksi data, display data dan pengambilan simpulan bukanlah sesuatu yang berlangsung secara linear, melainkan merupakan suatu siklus yang interaktif (Susanto, 2006:24). Sehingga dalam penelitian kualitatif ini dilakukan dengan melakukan penelitian terlebih dahulu baru kemudian membangun teorinya (Susanto, 2006:25).

(38)

berupa kata-kata, kalimat atau gambar yang memiliki arti lebih dari sekedar angka atau frekuensi. (H.B Sutopo, 2002: : 35). Dalam penelitian ini, penulis berusaha untuk menerangkan atau menjelaskan mengenai bagaimana proses implementasi program RSBI di SMA N 1 Salatiga ini dilihat dari bagaimana partisipasi seluruh komponen sekolah dalam pengembangan program sekolah, bagaimana pihak sekolah membangun sistem jaringan dengan pihak luar juga melihat diskresi apa saja yang dilakukan sekolah dalam mendukung implementasi RSBI di SMA N 1 Salatiga.

2. Lokasi penelitian

Penelitian ini mengambil lokasi di SMA N 1 Salatiga. Adapun alasan pemilihan lokasi tersebut karena SMAN 1 Salatiga adalah lokasi dimana dijadikannya rintisan program sekolah bertaraf internasional pertama di Salatiga yang dimulai sejak tahun pertama pemerintah merintis program tersebut yakni tahun 2006 (lihat lampiran). Di samping itu, SMAN 1 Salatiga sampai saat ini adalah satu-satunya SMA di Salatiga yang ditunjuk oleh Pemerintah Kota Salatiga untuk menyelenggarakan program ini.

3. Sumber Data

(39)

xxxix

tambahan seperti dokumen dan lain-lain (Moleong, 2006:157). Sumber data dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu :

a. Data primer

Data primer adalah data atau informasi yang diperoleh secara langsung dari orang-orang yang dipandang mengetahui masalah yang akan dikaji dan bersedia memberi data atau informasi yang diperlukan. Data atau informasi tersebut diperoleh melalui wawancara terhadap pihak-pihak yang terkait dengan implementasi program RSBI di SMA N 1 Salatiga. Data ini diperoleh melalui Kepala Sekolah/ Wakil Kepala Sekolah SMA N 1 Salatiga (Kepala Bagian RSBI, Kepala Bagian Kurikulum dan Kesiswaan), guru pengajar /staf pendidikan, para siswa, dan orang tua/masyarakat atau Komite Sekolah. Sementara itu observasi dilakukan dengan melakukan pengamatan secara langsung terhadap proses pembelajaran RSBI di SMA N 1 Salatiga.

b. Data sekunder

(40)

4. Teknik Pengambilan Sampel

Untuk mendapatkan data dalam penelitian, maka peneliti harus mewawancarai orang-orang yang terlibat dalam objek penelitian. Hal ini akan sangat beresiko, terutama dalam keterbatasan waktu, dan dan tenaga. Oleh karena itu, diperlukan pengambilan sampel dengan menggunakan teknik sampling. Sampel adalah sebagian dari populasi yang diambil secara representatif atau mewakili populasi yang bersangkutan atau bagian kecil yang diamati (Iskandar, 2008:69). Lebih lanjut lagi, Sutrisno Hadi berpendapat bahwa sampel adalah sebagian individu yang diselidiki (dalam Susanto, 2006: 114).

(41)

xli

kurikulum, serta penggunaan bahasa Inggris dan pemanfaatan teknologi saat proses pembelajaran; 3. beberapa siswa SMAN 1 Salatiga (anggota OSIS dan siswa yang turut pertukaran pelajar), sehingga diperoleh informasi mengenai wujud partisipasi siswa dalam program RSBI; 4. karyawan Tata Usaha/ Administrasi dan Pustakawan, sehingga peneliti memperoleh data mengenai kegiatan administrative yang juga mendukung para guru dan siswa, mengetahui peran karyawan/ staf tersebut yang turut menjaga kelancaran program berlangsung; 5. beberapa orang tua siswa yang memberikan informasi mengenai peran orang tua dalam rangka mensukseskan program, selain itu juga mengetahui bagaimana para orang tua tersebut dilibatkan dalam suatu pengambilan keputusan pengembangan program, serta mekanisme kontrol terhadap program sekolah.

(42)

informasi lebih lanjut kepada anggota OSIS dan mendapatkan beberapa informasi mengenai cara atau mekanisme siswa untuk mengartikulasikan kebutuhannya. Dari beberapa anggota OSIS juga mendapat informasi mengenai pelibatan siswa dalam pertukaran pelajar ke luar negeri. Sehingga, peneliti mendapatkan informasi mengenai salah satu wujud partisipasi siswa dalam pengambilan keputusan pada pengembangan program yaitu dengan melibatkan siswa dan evaluasi dalam studi banding/ pertukaran pelajar ke luar negeri (dalam hal ini adalah Brown Plains High School Australia). Pada akhirnya, peneliti juga memutuskan untuk menggali informasi lebih dalam lagi mengenai kegiatan pertukaran pelajar kepada para siswa yang telah mengikuti pertukaran pelajar ke Australia tersebut atas rekomendasi beberapa anggota OSIS.

5. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti dalam penelitian ini, sebagai berikut :

a. Wawancara mendalam (indepth interview)

(43)

xliii

wawancara mendalam. Melakukan wawancara mendalam berarti menggali informasi atau data sebanyak-banyaknya dari responden atau informan (Susanto, 2006: 131). Pada penelitian ini, peneliti juga melakukan wawancara dengan pendekatan secara mendalam. Peneliti berusaha mencari informasi terlebih dahulu mengenai latar belakang informan yang akan dipilih, dan secara kebetulan atau keuntungan tersendiri dalam penelitian ini adalah peneliti merupakan alumni SMAN 1 Salatiga, sehingga secara batin/ emosional dengan para informan akan lebih dalam. Sebagai contoh, untuk melakukan wawancara dengan Bapak Jaka Agus sebagai Wakasek RSBI, peneliti yang sudah mengenalnya terlebih dahulu harus mengetahui kapan beliau ada waktu, tempat/ ruangan yang disukai, bagaimana gaya bahasa yang sebaiknya peneliti gunakan dan sebaginya. Dengan pendekatan tersebut, diharapkan mendapatkan informasi/ data yang lebih jelas dan mendalam, begitu juga kepada informan lainnya.

b. Observasi

(44)

(Februari-Juli). Dari observasi tersebut diperoleh beberapa informasi mengenai bagaimana proses pembelajaran di SMAN 1 Salatiga terkait penggunaan bahasa Inggris dan pemanfaatan TI, melihat kegiatan training/ pelatihan peningkatan kualitas guru seperti training pemanfaatan teknologi, mengamati ruangan khusus bagian RSBI, laboratorium dan ruang multimedia, serta mengobservasi berbagai fasilitas dan sarana prasarana di sekolah. Selain itu, melihat bagaimana sekolah melayani para siswa dan orang tua dalam bentuk layanan konseling. Peneliti juga mengamati system informasi manajemen sekolah yang ada serta melihat arsip dan berbagai dokumentasi kegiatan proses pembelajaran. Dalam melakukan penelitian ini, karena keterbatasan waktu dan tenaga peneliti, maka teknik observasi ini tidak bisa dilakukan secara terus menerus. Disamping itu, pada saat melakukan observasi peneliti juga sempat mengalami sedikit kesulitan/ terhambat karena program pembangunan gedung dan berbagai fasilitas yang sedang berlangsung. Pada saat observasi peneliti juga dihadapkan pada program Ulangan Harian Terprogram serta Ujian Semesteran sekitar bulan Juni-Juli 2009, sehingga peneliti juga harus hati-hati dan bijaksana menyikapinya agar tidak mengganggu aktivitas sekolah. Peneliti disini lebih bersifat pasif dan sekedar melihat berbagai kegiatan dan merekam peristiwa dengan alat bantu seperti video recorder/ handphone.

c. Studi dokumentasi

(45)

Dokumen-xlv

dokemen yang dapat berupa arsip-arsip, catatan pribadi, laporan kelembagaan, referensi-referensi, atau peraturan-peraturan yang relevan dengan fokus penelitian, seperti Rencana Pengembangan RSBI di SMA N 1 Salatiga tahun 2009, SK Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah tentang Penetapan SMA Penerima Subsidi RSBI Tahun Anggaran 2006 dan 2007, MoU Kerjasama bidang pendidikan antara Pemerintah Indonesia dengan Kerajaan Malaysia, UU No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 50, UU Nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025, PP No.19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Rencana Strategis Depdiknas tahun 2005-2009, dan data-data dan informasi lain yang menunjang.

6. Validitas Data

Data yang telah dicatat dan dikumpulkan harus dijamin kesasihan (validitasnya). Hal ini dilakukan untuk menghindari penyimpangan informasi dari pengolahan data yang sudah diperoleh. Salah satu kriteria teknik menurut Moeloeng, Danmin Sudarwan dan Sugiyono dalam mengukur tingkat validitas data adalah dengan trianggulasi data (dalam Iskandar, 2008: 229).

(46)

1. Data trianggulation, dimana peneliti menggunakan beberapa sumber data yang berbeda untuk mengumpulkan data yang sama.

2. Investigator trianggulation, yaitu pengumpulan data sejenis yang dikumpulkan oleh beberapa orang peneliti.

3. Methodological trianggulation, yaitu penelitian yang dilakukan dengan menggunakan metode yang berbeda ataupun dengan mengumpulkan data sejenis tetapi dengan menggunakan teknik pengumpulan data yang yang berbeda.

4. Theoritical trianggulation, yaitu peneliti melakukan penelitian tentang topik yang sama dan data yang dianalisis dengan menggunakan perspektif.

(47)

xlvii

mendampingi pertukaran pelajar/ studi banding, disamping itu peneliti juga mewawancarai anggota OSIS dan beberapa siswa yang turut langsung dalam kegiatan tersebut. Dari berbagai sumber atau informan tersebut, peneliti yakin akan data yang diperoleh.

Selain itu, dalam penelitian ini juga menggunakan teknik trianggulasi metode (methodological trianggulation), yakni penelitian yang dilakukan dengan mengumpulkan data sejenis tetapi dengan menggunakan teknik atau metode pengumpulan data yang yang berbeda (Sutopo, 2002: 80). Menurut Danim dengan menggunakan trianggulasi metode ini memungkinkan peneliti melengkapi kekurangan informasi yang diperoleh dengan metode tertentu dengan menggunakan metode yang lain (dalam Iskandar, 2008: 231). Sehingga data yang diperoleh akan benar-benar teruji validitasnya dan menunjukkan keabsahan informasi. Seperti contoh diatas, dalam mendapatkan data mengenai kegiatan pertukaran pelajar, peneliti menggunakan teknik trianggulasi metode yaitu dengan metode wawancara kepada beberapa sumber, kemudian dilanjutkan dengan mengecek data dengan teknik dokumentasi sehingga mendapatkan data yang tidak ditemukan atau dirasa kurang dalam teknik wawancara sebelumnya, misalnya dokumen tentang MoU kerjasama pertukaran pelajar ke luar negeri, Surat Keputusan dari pemerintah dan sebagainya.

7. Teknik Analisis Data

(48)

yang disarankan oleh data dan sebagai usaha untuk memberikan bantuan tema dan ide itu (dalam Iskandar, 2008: 221). Selain itu, menurut Hamidi analisis data penelitian kualitatif dilakukan sejak awal turun ke lokasi melakukan pengumpulan data, dengan cara “mengangsur atau menabung” informasi, mereduksi, mengelompokkan dan seterusnya sampai terakhir memberi interpretasi (dalam Susanto, 2006: 142).

Sementara itu menurut Miles dan Huberman menyatakan bahwa analisis data kualitatif tentang mempergunakan kata-kata yang selalu disusun dalam sebuah teks yang diperluas atau dideskripisikan (dalam Iskandar, 2008: 221). Adapun langkah-langkah dalam analisis data kualitatif, yaitu : (Iskandar, 2008: 223)

1. Reduksi data

Merupakan analisis yang menajamkan untuk mengorganisasikan data, dengan demikian kesimpulannya dapat diverifikasikan untuk menjdi temuan penelitian terhadap masalah yang diteliti.

2. Display/ penyajian data

Penyajian data yang diperoleh ke dalam sejumlah matriks atau kategori setiap data yang didapat, penyajian data biasannya digunakan berbentuk teks naratif. 3. Penarikan kesimpulan

(49)

xlix

Dari penjelasan diatas maka digunakan teknik pengumpulan data dan analisis data model interaktif. Dimana dalam hal ini peneliti tetap bergerak diantara tiga komponen analisis dengan proses pengumpulan data selama kegiatan pengumpulan data berlangsung (Sutopo, 2002:95). Dalam penelitian ini, sebagai contoh langkah pertama yang dilakukan peneliti adalah dengan menggali informasi tentang penerapan RSBI di SMA 1 Salatiga ini kepada Wakasek RSBI dan Wakasek Kurilkulum dan Kesiswaan. Pertanyaan wawancara yang diajukan pun bersifat umum terlebih dahulu. Peneliti membiarkan informan tersebut menjelaskan informasi yang kita butuhkan. Data yang peneliti peroleh juga selalu direkam dengan alat bantu recorder melalui handphone. Setelah data terekam, kemudian data diorganisir/ diverifikasikan untuk menjadi temuan penelitian. Kemudian data tersebut peneliti sajikan dengan teks naratif. Selanjutnya data tersebut masih bersifat simpulan-simpulan, dan hal ini peneliti berpeluang mendapatkan masukan dalam temuan penelitian tersebut. Secara sederhana model analisis interaktif ini, dapat digambarkan melalui bagan sebagai berikut :

Gambar 1. Bagan Model Teknik Pengumpulan Data dan Analisis Data Secara Interaktif Menurut Miles dan Huberman

Sumber : Iskandar, 2008: 222 Penyediaan

data

Data collection Display data

(50)

BAB II

DESKRIPSI LOKASI

Pada penelitian ini, penulis akan mendeskripsikan lokasi penelitian yaitu di SMA N1 Salatiga yang beralamat di Jalan Kemiri No. 1 Kota Salatiga. Lokasi sekolah ini bisa dikatakan strategis, karena termasuk pada area pusat pendidikan kota yang mudah dijangkau oleh masyarakat, khususnya Salatiga dan sekitarnya.

Dalam bagian ini , penulis juga memaparkan gambaran nyata tentang lokasi penelitian serta beberapa informasi penting lainnya yang relevan dengan penelitian ini, mencakup sebagai berikut :

a. Visi, misi, dan tujuan SMA N 1 Salatiga

b. Penjaminan mutu RSBI di SMAN 1 Salatiga yang didalamnya memuat ; pertama pengertian Sekolah Bertaraf internasional (SBI); kedua landasan kebijakan; ketiga konsepsi dan karakteristik RSBI; keempat penjaminan mutu RSBI

A. VISI, MISI, DAN TUJUAN SMA NEGERI 1 SALATIGA

Visi dan misi SMAN 1 Salatiga merupakan bagian integral dari usaha mewujudkan tujuan pendidikan nasional sekaligus sebagai strategi peningkatan mutu.Visi SMAN 1 Salatiga adalah “Terwujudnya insan-insan yang berprestasi tinggi beriman dan bertaqwa, yang mampu bersaing secara nasional maupun internasional”.

(51)

li

yang mampu bersaing secara nasional maupun internasional”. Misi ini direalisasikan melalui kebijakan, rencana, program, dan kegiatan sekolah yang telah direncanakan.

Tujuan yang akan dicapai dengan dijadikannya SMAN 1 Salatiga ini sebagai rintisan pelaksanaan kurikulum dan sistem pengujian yang berbasis kompetensi adalah : Meningkatkan kemampuan managemen sekolah, meningkatkan kompetensi guru, meningkatkan mutu sarana prasarana dan bahan ajar, menyelenggarakan MGMP mapel rintisan SBI, dan meningkatkan layanan administrasi.

B. PENJAMINAN MUTU RINTISAN SEKOLAH BERTARAF

INTERNASIONAL (RSBI) DI SMAN 1 SALATIGA

1. Pengertian Sekolah Bertaraf Internasional

(52)

2. Landasan kebijakan

1. UU No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 50

2. UU Nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional tahun 2005-2025

3. PP No.19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan 4. Rencana Strategis Depdiknas tahun 2005-2009

3. Konsepsi

Memenuhi seluruh Standar Nasional Pendidikan. Diperkaya dengan mengacu pada standar pendidikan salah satu negara OECD atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam pendidikan (Adaptasi dan Adopsi). Daya saing siswa lulusan SBI dapat; Melanjutkan pendidikan pada satuan pendidikan bertaraf internasional di dalam/luar negeri; Mengikuti sertifikasi bertaraf internasional; Meraih medali tingkat internasional pada berbagai kompetisi sains; Bekerja pada lembaga internasional dan / atau negara lain.

4. Karakteristik

(53)

liii

dari anggota OECD / negara maju lainnya yang memiliki keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan.

5. Penjaminan Mutu Sekolah Bertaraf Internasional

Untuk menuju sekolah bertaraf Internasional, maka bagi sekolah yang sedang dalam rintisan perlu dijamin mutunya dengan mengacu pada 9 aspek yang harus dipenuhi, yaitu :

1. Kurikulum 2. Akreditasi

3. Proses Pembelajaran 4. Penilaian

5. Pendidik

6. Tenaga Kependidikan 7. Sarana dan Prasarana 8. Pengelolaan

9. Pembiaayaan

5.1 Kurikulum

(54)

bisa mengakses transkipnya masing – masing .Muatan mata pelajaran setara atau lebih tinggi dari sekolah unggul pada negara OECD atau negara maju lainnya .Menerapkan standar kelulusan sekolah yang lebih tinggi dari Standar Kompetensi Lulusan .

Dalam pencapaian indikator kunci minimal, SMA N 1 Salatiga sudah bisa melaksanakannya/ mencapainya, tetapi untuk pencapaian indikator tambahan bisa dikatakan masih dalam proses penyempurnaan, seperti system administrasi sekolah berbasiskan TIK, sehingga semua siswa dapat mengakses transkip nilainya. Untuk muatan kurikulum belum bisa 100% setara dengan kurikulum dari Negara-negara OECD. Kenyataan yang jelas terjadi di SMAN 1 Salatiga ini sudah berusaha untuk mensejajarkan kurikulum tersebut dengan adaptasi/ adopsi kurikulum dengan International Islamic School (IIS) Malaysia dan Brown Plains High School (BPHS) Australia. Tetapi, belum tersedianya kurikulum dalam bahasa inggris yang memacu ke Cambridge sehingga dalam membuat silabus guru belum dapat secara pasti menyusun silabus yang sesuai dengan standard Cambridge.

5.2 Akreditasi

(55)

lv

Cooperation and Development ( OECD ) dan / atau negara maju lain yang mempunyai keunggulan tertentu bidang pendidikan .

Selama dua tahun terakhir ini sejak tahun 2006, SMA N 1 Salatiga sudah mendapatkan akreditasi sangat baik atau predikat A dari badan Akreditasi Nasional Sekolah / madrasah untuk RSBI. Sedangkan untuk pencapaian indikator kinerja kunci tambahan, yaitu akreditasi dari salah satu negara OECD, SMA N 1 Salatiga belum mendapatkannya. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi sekolah untuk lebih meningkatkan kinerjanya mengingat masih banyaknya sesuatu hal yang perlu ditingkatkan.

5.3 Proses Pembelajaran

Mutu SBI dijamin dengan keberhasilan melaksanakan proses pembelajaran yang efektifdan efisien. Pencapaian indicator kerja kunci minimal , yaitu memenuhi standar proses . Pencapaian indikator kinerja kunci tambahan : Menjadi teladan bagi sekolah lainnya dalam pengembangan akhlak mulia , budi pekerti luhur , kepribadian unggul , kepemimpinan , jiwa entrepreneural , jiwa patriot dam jiwa inovator. Diperkaya dengan model proses pembelajaran dari sekolah unggul pada negara OECD atau negara maju lainnya; Menerapkan pembelajaran berbasis TIK pada semua mata pelajaran; Pembelajaran kelompok sains , matematika , dan inti kejuruan menggunakan Bahasa Inggris ; Pelajaran lain menggunakan Bahasa Indonesia .

(56)

sekolah lain dalam pengembangan diri. Didalam pembelajaran juga sudah mulai menerapkan pembelajaran berbasis TIK. Sedangkan untuk pembelajaran kelompok sains sudah mencoba menggunakan bahasa Inggris, meskipun belum sepenuhnya.

5.4 Penilaian

Mutu SBI dijamin dengan keberhasilan menunjukkan kinerja pendidikan yang optimal melalui penilaian . Pencapaian indikator kerja kunci minimal , yaitu memenuhi Standar Penilaian. Pencapaian indikator kinerja kunci tambahan , yaitu memperkaya penilaian kinerja pendidikan dengan model penilaian dari sekolah unggul pada negara OECD atau negara maju lainnya.

(57)

lvii 5.5 Pendidik

Mutu SBI dijamin dengan guru yang menunjukkan kinerja optimal sesuai dengan tugas profesionalnya. Pencapaian indikator kerja kunci minimal , yaitu memenuhi Standar Pendidik. Pencapaian indikator kinerja kunci tambahan; Semua guru mampu memfasilitasi pembelajaran berbasis TIK; Guru mata pelajaran kelompok sains , matematika , dan inti kejuruan mampu mengampu pembelajaran berbahasa Inggris ; Minimal 30 % guru berpendidikan S2 / S3 dari perguruan tinggi yang berakreditasi.

(58)

Sedangkan untuk guru berpendidikan S2 / S3 dari perguruan tinggi yang berakreditasi belum bisa mencapai 30 %, tetapi semua ini masih dalam proses menuju kesana.

5.6 Tenaga Kependidikan

Mutu SBI dijamin dengan kepala sekolah yang menunjukkan kinerja optimal sesuai dengan tugas profesionalnya,yaitu sebagai pemimpin manajerial –administratif dan pemimpin manajerial edukatif. Pencapaian indicator kerja kunci minimal , yaitu memenuhi standar kepala sekolah. Pencapaian indicator kinerja kunci tambahan : Minimal S2 dari perguruan tinggi berakreditasi A; Mampu berbahasa inggris aktif; Bervisi internasional, mampu membangun jejaring internasional , memiliki kompetensi manajerial , serta jiwa kepemimpinan .

(59)

lix 5.7 Sarana dan prasarana

Mutu SBI dijamin dengan kewajiban sekolah memiliki dan memelihara sarana prasarana pendidikan yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkesinambungan. Pencapaian indicator kerja kunci minimal yaitu memenuhi standar sarana prasarana. Pencapaian indicator kinerja kunci tambahan ; Setiap ruangan dilengkapi dengan sarana pembelajaran berbasis TIK; Perpustakaan dilengkapi dengan sarana digital yang memberikan akses ke sumber pembelajaran berbasis TIK di seluruh dunia; Dilengkapi ruang multi media , ruang unjuk seni , fasilitas olahraga, klinik , dsb.

Kenyataan yang terjadi di SMAN 1 Salatiga adalah belum semua kelas memiliki LCD, Laptop, OHP, dan TV. Sedangkan untuk Laboratorium Fisika, Kimia, Biologi masih perlu penambahan bahan dan alat karena tidak sebanding dengan jumlah kelas IPA yang ada. Perpustakaan belum berbasis ICT . Perpustakaan perlu penambahan buku referensi berbahasa Inggris untuk menunjang proses pembelajaran. Ruang guru belum dapat menampung seluruh jumlah guru yang ada. Belum tersedianya ruang MGMP secara khusus, serta diperlukan penambahan gudang.

5.8 Pengelolaan

(60)

sertifikat ISO 9001 versi 2000 atau sesudahnya dan ISO 14000; Merupakan sekolah multi cultural ; Menjalin hubungan “Sister School” dengan SBI di luar negeri; Bebas narkoba dan rokok; Menerapkan prinsip kesetaraan gender dalam segala aspek pengelolaan sekolah; Meraih medali tingkat internasional pada berbagai kompetisi.

Dalam kenyataan yang terjadi di SMAN 1 Salatiga, penerapan manajemen berbasis sekolah sudah dilakukan. Untuk meraih sertifikat ISO 9001 versi 2000 atau sesudahnya dan ISO 14000, saat ini baru dilakukan dalam proses dan rencananya pada tahun 2009 ini juga diusahakan untuk dapat mencapai hal tersebut. SMAN 1 Salatiga juga sudah menjalin hubungan sister school dengan International Islamic School (IIS) Malaysia dan Brown Plains High School (BPHS) Australia. Sekolah ini juga bebas narkoba dan rokok, serta menerapkan kesetaraan gender dalam pengelolaannya. Disamping itu, SMAN 1 Salatiga juga telah meraih berbagai medali dalam kompetisi baik tingkat lokal, nasional, maupun internasional (lihat pada lampiran).

5.9 Pembiayaan

(61)

lxi

(62)

BAB III

PEMBAHASAN

Dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia, pemerintah mengeluarkan program kebijakan tentang penyelenggaraan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) yang mengamanatkan masing-masing Pemerintah Kabupaten / Kota , seperti halnya dengan Pemerintah Kota Salatiga yaitu SMA Negeri 1 Salatiga. Proses implementasi program RSBI ini merupakan pelaksanaan kebijakan RSBI yang dilakukan oleh stake holder yang meliputi kepala sekolah, guru/karyawan, siswa dan orang tua yang menyangkut perilaku badan administratif yang kemungkinan mengarah pada lembaga sekolah yang bisa mengambil bentuk keterlibatan baik guru/ kepala sekolah dengan orang tua siswa, maupun guru/kepala sekolah dengan siswa itu sendiri dalam pengembangan program. Proses implementasi ini menyangkut tentang jaringan kekuatan-kekuatan politik, ekonomi, dan sosial yang dibangun dalam rangka pencapaian tujuan serta melihat adanya diskresi yang terjadi pada saat pengimplemntasian program.

(63)

lxiii A. PARTISIPASI

Konsep partisipasi kaitannya dengan implementasi program RSBI di SMA 1 Salatiga ini bisa diartikan sebagai keterlibatan stake holder (kepala sekolah, guru/ staf karyawan, siswa, dan orang tua) berupa aktivitas-aktivitas baik secara langsung atau tidak, dalam proses pengambilan keputusan atau kebijakan, sehingga mereka akan tumbuh kesadaran dan kepemilikannya terhadap sekolah dalam pengembangan program RSBI di SMA 1 Salatiga ini. Penelitian akan menjelaskan bagaimana wujud partisipasi dari masing-masing komponen sekolah terkait pengembangan program RSBI di SMA 1 Salatiga.

1 . Partisipasi Kepala Sekolah dalam Program RSBI

(64)

Berdasarkan pengamatan yang penulis peroleh bahwa kepemimpinan kepala sekolah dalam mengarahkan dan memanfaatkan segala sumber daya yang tersedia sangat menentukan keberhasilan proses belajar di sekolah. Begitu juga dengan kepemimpinan Drs. Samtono, M.Si sebagai Kepala sekolah SMA 1 Salatiga, juga sangat menentukan keberhasilan program RSBI yang sudah berlangsung selama ini. Kepala Sekolah disini selalu berusaha mengarahkan dan memanfaatkan segala sumber daya yang ada demi tujuan bersama. Hal tersebut sesuai yang dikatakan Bapak Agus selaku Penanggung Jawab program RSBI di SMA N 1 Salatiga :

“…Saya kira menurut pengamatan saya kepala sekolah disini sudah mempunyai kemampuan yang cukup tinggi dalam melaksanakan program RSBI ini didukung oleh para wakil kepala sekolah, para guru, komite, staf/ karyawan, pustakawan, dan semua siswa…dengan kata lain secara umum, warga sekolah dan stake holder sangat mendukung program RSBI ini…”

“….Kepala sekolah disini lebih kepada peran sebagai pemimpin, tugas-tugas sudah didelegasikan pada masing-masing penanggung jawab.Dalam RSBI ini ada 1 koordinator program untuk menyusun program mengkoordinasi pelaksanaan, dibantu penanggung jawab program , ditambah sekretaris dan bendahara..” (wawancara, 27-5-2009)

Kepala sekolah SMA N 1 Salatiga sudah menjalankan tugas sebagai seorang pemimpin sebagaimana mestinya. Terbukti bahwa ada suatu koordinasi yang baik dan pendelegasian tugas kepada bawahannya untuk mensukseskan program tersebut. Keberadaan koordinator program, sekretaris dan bendahara tersebut, tentunya akan sangat membantu tugas kepala sekolah.

(65)

lxv

individu untuk bekerja sama dengan kelompok dalam rangka mewujudkan tujuan sekolah. Hal tersebut sesuai yang disampaikan oleh Bapak Drs. Jaka Agus, M.Pd selaku Wakasek program RSBI di SMA N 1 Salatiga :

“…Partisipasi kepala sekolah di SMA N 1 Salatiga menurut pengamatan saya sendiri sudah mempunyai kemampuan yang sangat tinggi untuk mewujudkan bagaimana melaksanakan implementasi RSBI ini, yang menjadi masalah adalah bagaimana memotivasi warga sekolah, terutama guru untuk meningkatkan kinerjanya…”

“….saya kira dari awal dimulai program ini, semangat para guru sudah naik turun…yang jadi masalah adalah ketika semangat itu turun, maka perlu di-push

lagi….perlu disuntik lagi..dan difasilitasi itu penting…” (wawancara, 27-5-2009)

Seperti yang dikemukakan diatas, peran kepala sekolah dalam rangka mensukseskan program ini sudah cukup baik. Kepala sekolah memang mempunyai peranan kunci dalam menciptakan kondisi untuk pengembangan RSBI ini. Bagi para guru khususnya, dorongan/motivasi sangatlah diperlukan agar komitmen yang disepakati semula dapat berjalan sesuai yang direncanakan. Adapun permasalahan yang dihadapi sekolah selama ini adalah naik turunnya semangat guru untuk menjaga kesepakatan bersama, disamping itu juga kurangnya pemahaman yang benar terhadap program ini. Hal senada juga diungkapkan oleh Bapak Drs. Jaka Agus, M.Pd selaku Wakasek program RSBI di SMA N 1 Salatiga :

“….yang jadi masalah adalah untuk memberi motivasi mereka untuk terus belajar bahasa Inggris dan Teknologi Komunikasi serta pemahaman yang benar tentang implementasi program ini, .” (wawancara, 27-5-2009)

(66)

kepada para guru. Hal tersebut sesuai yang disampaikan oleh Ibu Dra.Retno W, sebagai guru mata Bahasa Indonesia SMA1 Salatiga, sebagai berikut :

“ Peran kepala sekolah selama ini terhadap guru ini selalu memotivasi …apalagi selama ini kan RSBI ya,…jadi memang harus ada ketentuan bahwa 30 % guru harus S2/S3…kepala sekolah sangat berperan , mendukung dan selalu memotivasi dalam pembelajaran…ya dalam rangka untuk meningkatkan pembelajaran dan kualitas SDM dan juga untuk memenuhi standar pendidik (wawancara, 3-6-2009)

Bapak Drs.Jaka Agus,M.Pd selaku Wakasek program RSBI di SMA 1 Salatiga juga menambahkan lagi :

“Menurut saya, kami selalu melibatkan semuanya…saya beri informasi, saya jelaskan…dan yang paling tahu adalah guru mapel itu sendiri …kami hanya memfasilitasi saja…seperti pengiriman beberapa guru dan siswa ke Queensland, ….nanti juga ada short course ke Australia…itu kan juga selalu melibatkan menurut kami, kepala sekolah sudah sudah cukup memberikan kesempatan…yang mau S2 juga akan difasilitasi…itu kan dasar-dasar mengembangkan program sekolah….bagaimana mau mengembangkan kalau dia tidak menambah kemampuannya…, kalau masalah input siswa di SMA 1 gak ada problem…sekolah favorit yang otomatis siswanya adalah yang terbaik masuk sini…”

(wawancara, 3-6-2009)

Melalui otonomi yang luas, sekolah dapat meningkatkan kinerja tenaga kependidikan dengan menawarkan partisipasi aktif mereka dalam pengambilan keputusan dan tanggung jawab bersama dalam pelaksanaan keputusan yang diambil secara proporsional dan professional.

Gambar

Gambar 1. Bagan Model Teknik Pengumpulan Data dan Analisis Data

Referensi

Dokumen terkait

keuangan dari orang tua terhadap perilaku keuangan mahasiswa, (3) sikap pada.. uang terhadap perilaku keuangan

Syarat- syaratnya adalah: Harga barang ditentukan jelas dan pasti diketahui pihak penjual dan pembeli, pembayaran cicilan disepakati kedua belah pihak

PENERAPAN DATA MINING UNTUK KLASIFIKASI PENJURUSAN SEKOLAH MENENGAH ATAS PADA SMA 1 KAJEN DENGAN MENGGUNAKAN. ALGORITMA NAIVE

Setiap Orang yang tanpa persetujuan dari orang yang dipotret atau ahli warisnya melakukan Penggunaan Secara Komersial, Penggandaan, Pengumuman, Pendistribusian,

Bahan yang digunakan untuk melakukan penelitian “Penerapan Metode Profile Matching Dalam Sistem Pendukung Keputusan Seleksi Pemain Sepakbola Untuk Posisi Tertuntu” berupa:

[r]

Jam Prime Time adalah waktu penayangan paling baik , yaitu pada jam 19.30 21.00 yang dimana pemirsa televisi dapat menyaksikan program acara pada jam tersebut Tetapi

Apabila sebuah benda dalam keadaan diam atau bergerak dengan kecepatan tetap menurut sebuah garis lurus, maka resultante dari gaya seluruhnya yang bekerja pada benda itu adalah