• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Esa, bahkan anak dianggap - Pelaksanaan Program Kota Layak Anak Dalam Meningkatkan Kesejahteraan Anak Oleh Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Esa, bahkan anak dianggap - Pelaksanaan Program Kota Layak Anak Dalam Meningkatkan Kesejahteraan Anak Oleh Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana "

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Anak merupakan amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Esa, bahkan anak dianggap sebagai harta kekayaan yang paling berharga dibandingkan kekayaan harta benda

lainnya.Karenanya, anak sebagai amanah Tuhan harus senantiasa dijaga dan dilindungi karena dalam diri anak melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung

tinggi.Hak asasi anak merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak-hak Anak. Dilihat dari sisi kehidupan berbangsa dan bernegara, anak adalah pewaris dan sekaligus potret masa

depan bangsa di masa yang akan datang, generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas

perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan.

Anak dikatakan sebagai cikal bakal lahirnya suatu generasi baru, dimana anak menjadi generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa yang diharapkan mampu memikul beban

tugas dan tanggung jawab serta berpartisipasi dalam pembangunan bangsa dan Negara.Oleh karena itu, generasi muda perlu dibina agar dapat bertumbuh dan berkembang secara wajar

sehingga pada gilirannya, mampu meneruskan pembangunan bangsa dan dapat hidup mandiri dan terampil di masa depannya. Semakin baik kepribadian anak sekarang maka semakin baik pula kehidupan masa depan bangsa. Begitu pula sebaliknya, apabila kepribadian anak tersebut

(2)

Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia telah mencantumkan tentang hak anak, pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawab orang tua, keluarga, masyarakat,

pemerintah, dan Negara untuk memberikan perlindungan terhadap anak. Meskipun demikian, dipandang masih sangat diperlukan suatu undang-undang yang khusus mengatur mengenai perlindungan anak sebagai landasan yuridis bagi pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawab

tersebut.Dengan demikian, pembentukan undang-undang perlindungan anak harus didasarkan pada pertimbangan bahwa perlindungan anak pada aspeknya merupakan bagian dari kegiatan

pembangunan nasional, khususnya dalam memajukan kehidupan berbangsa dan bernegara.Orangtua, keluarga, dan masyarakat bertanggung jawab untuk menjaga dan memelihara hak asasi tersebut sesuai dengan kewajiban yang dibebankan oleh hukum.Demikian

juga dalam rangka penyelenggaraan perlindungan anak, Negara dan pemerintah bertanggung jawab menyediakan fasilitas dan aksesibilitas bagi anak, terutama dalam menjamin pertumbuhan

dan perkembangannya secara optimal dan terarah.

Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak telah menegaskan bahwa pertanggungjawaban orangtua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan Negara merupakan

rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara terus-menerus demi terlindunginya hak-hak anak. Rangkaian kegiatan tersebut harus berkelanjutan dan terarah guna menjamin pertumbuhan dan

perkembangan anak, baik fisik, mental, spritual maupun sosial.Tindakan ini dimaksudkan untuk mewujudkan kehidupan terbaik bagi anak yang diharapkan sebagai penerus bangsa yang potensial, tangguh, memiliki jiwa nasionalisme yang dijiwai oleh akhlak mulia dan nilai

Pancasila, serta berkemauan keras menjaga kesatuan dan persatuan bangsa.

(3)

yang lebih dikenal dengan sebutan “krismon” semakin membuat jumlah anak yang harus hidup dengan kondisi tersebut bertambah dan memperburuk situasi dan kondisi kehidupan mereka.

Lebih dari 4 juta anak usia sekolah tidak dapat mengenyam pendidikan di sekolah atau harus putus sekolah karena meteka tidak memiliki rumah untuk tinggal. Anak-anak di jalanan ini harus menjalani kehidupan yang keras dan mereka harus berjuang untuk tetap dapat bertahan

hidup.Namun masih banyak masyarakat yang menganggap remeh dan memandang rendah mereka.Banyak anak harus terpaksa terjun dan bekerja sebagai buruh anak untuk membantu

menambah pendapatan keluarga. Mereka sering harus bekerja dengan jam kerja yang sangat panjang dan menjalankan pekerjaan yang berbahaya serta memerlukan ketahanan fisik yang kuat. Juga banyak anak-anak yang mengalami penganiayaan seksual maupun fisik dari orang

dewasa.Sejumlah anak bahkan dipaksa bekerja ke dunia pelacuran dan eksploitasi sex oleh orang dewasa.

Indonesia merupakan salah satu dari 192 negara yang ikut mensyahkan Konvensi PBB untuk Hak-hak Anak, namun hak anak yang paling dasarpun masih tidak dapat dinikmati oleh banyak anak di Indonesia.Hak anak untuk mendapatkan pendidikan, perawatan kesehatan,

tempat tinggal yang layak dan aman, bahkan hak untuk mendapatkan makanan yang layak masih merupakan mimpi yang teramat jauh untuk diraih bagi ratusan ribu anak.(Manik, 1999:2).

Selain itu, sebenarnya telah banyak upaya yang dilakukan dalam menangani masalah

anak yang berkembang saat ini yaitu telah ditunjukkan dalam Konvensi ILO 138 tentang usia minimum anak yang bekerja pada bulan Mei 1999 dan kemudian dituang dalam UU Nomor 20

(4)

dilacurkan, pornografi, produksi dan perdagangan obat-obat terlarang, serta pekerjaan eksploitatif lainnya tanpa terkecuali.

Secara riil, situasi anak anak Indonesia masih dan terus memburuk. Dunia anak seharusnya diwarnai oleh kegiatan bermain, belajar dan mengembangkan minat serta bakatnya untuk masa depan, realitasnya diwarnai data kelam dan menyedihkan. Anak Indonesia masih dan

terus selalu mendapat perlindungan yang baik dikarenakan anak-anak pada masa sekarang mudah sekali tergoda dengan bujuk rayu oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab

(Huraera, 2006 dalam www.pikiran-rakyat.com).

Secara khusus, sering dijumpai anak-anak, baik laki-laki atau perempuan, anak masih balita ataupun sudah bekerja untuk membantu orangtua atau untuk menghidupi diri sendiri.

Anak-anak itu ada yang bekerja pada sektor formal sebagai buruh pabrik dan sektor informal sebagai pedagang asongan atau pedagang kaki lima, kuli panggul, pengamen, penyemir sepatu, pemulung, pembantu, calo kendaraan umum, tukang parkir, pekerja prostitusi dan

peminta-minta. Terlihat memang kemiskinan ekonomi menyebabkan mereka harus mencari uang dan merelakan diri untuk kehilangan masa kanak-kanak yang seharusnya diisi dengan belajar dan

bermain, bukan bekerja membanting tulang. Juga pengalaman mendapat perlakuan kasar dan kejam yang mereka alami di lapangan ketika bekerja (nanti) akan menunjukkan bahwa mereka

mengalami juga dimensi kemiskinan yang lain.

Banyak dari anak-anak tersebut bekerja memang karena diminta atau dipaksa oleh orangtua mereka sendiri untuk menambah penghasilan keluarga.Seringkali bukan kasih sayang

(5)

(perlu) bekerja tetapi sering menjadi sasaran kekerasan dari orang dewasa.Kehidupan di keluarga demikian mendorong anak-anak untuk memutuskan hubungan dengan keluarga dan memilih

hidup di jalanan.(Tjandraningsih, 1996:79-80).

Kondisi anak Indonesia sekarang ini sebagaimana telah diteliti dari berbagai daerah, masih banyak yang butuh perhatian yang sangat diharapkan seperti proses pendidikan yang tidak

dapat dijangkau dikarenakan alasan masalah ekonomi juga dimana akibatnya jumlah anak putus sekolah dalam beberapa tahun terakhir meningkat. Hal ini dapat dikatakan mengingat jika

melihat bagaimana kondisi anak-anak yang sangat menyedihkan saat ini, yang membuat kita menjadi ragu apakah nantinya anak-anak bangsa ini mampu untuk mengemban tugas sebagai

penerus bangsa.

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional bahkan pernah membuat perkiraan lebih tinggi lagi, sekitar 9 juta siswa.Jumlah pekerja anak di Indonesia kini diperkirakan sudah mencapai 10 juta, bahkan mungkin lebih besar lagi. Selain itu, masalah yang dihadapi anak saat

ini yaitu merebaknya korban eksploitasi seksual dimana terdapat 40.000-70.000 anak yang mengalaminya, begitu juga derita anak Indonesia yang ada di kamp-kamp pengungsian di daerah

konflik atau di daerah bekas bencana dimana lebih dari 2000 anak yang tidak mempunyai orangtua dan akibat dari itu orang-orang yang melihat hal tersebut berpura-pura menjadi orang baik namun dari kebaikannya malah melecehkan mereka terutama anak dan wanita, cerita

menjijikkan tentang anak perempuan yang diperjualbelikan dan dipaksa jadi pelacur, nasib sekitar 10,6 juta anak penyandang cacat, sekitar 4000 kasus anak yang diadili di pengadilan

(6)

Masalah-masalah lain yang dialami mereka yaitu anak yang bekerja dalam sektor terburuk lebih dari 3 juta anak, anak-anak yang diperdagangkan sekitar 100.000 setiap tahunnya

dimana kebanyakan untuk tujuan pekerja seks komersial (PSK) serta 5000 anak ditahan atau dipenjara dimana 84% ditempatkan di penjara dewasa dan juga anak yang butuh perlindungan

khusus sebanyak 6.686.936 anak (Unicef Perlindungan Anak, 2004).

Berdasarkan hasil Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (dalam Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak) menunjukkan bahwa hampir 70% anak mengalami

kekerasan seksual yang terjadi di sekolah dan rumah dan mayoritas pelaku pelecehan seksual merupakan orang yang dikenal korbannya. Sekitar 30% adalah keluarga si anak, khususnya saudara laki-laki.Sedangkan, 60% merupakan kenakalan seperti teman dari keluarga.sisanya, 10

persen pelakunya orang tak dikenal. Nur Agustina, tim Profesi Lembaga Perlindungan Anak mengatakan data ini cukup menjadi keprihatinan bersama. Maka, diperlukan perhatian dan

peduli kepada anak.Beri pengertian melalui bahasa anak tentang pentingnya komunikasi dengan orangtua, jika mendapatkan perlakuan tidak wajar dari orang yang tidak dikenal maupun orang di sekitarnya. Dijelaskan, berdasarkan data Komnas Perlindungan Anak, sejak Januari-April 2014

terdapat 175 kasus kekerasan seksual menimpa anak-anak. Dari total 175 kasus, sekitar 40% dengan tersangka di lingkungan sekolah, 30% dari keluarga sendiri, serta 30% sisanya

campuran.Hal itu salah satunya dipicu pelakunya pernah menyaksikan adegan porno dalam video, internet maupun bacaan yang berbau pornografi (http://www.kemenppa.go.id/jdih/?page=berita&id=138, diakses pada tanggal 9 Februari 2015

pukul 09.03 WIB).

(7)

pembantu rumah tangga. Anak-anak jalanan (street children) yang merupakan produk dinamika perkotaan marak di kota-kota besar Indonesia yang ironisnya tanpa perlindungan hukum, rawan

dengan kekerasan, asumsi kriminal (crime image) dan destruktif bagi kemajuan kota. Sementara itu, eksploitasi seks (sex exploitation) dan pelacuran anak (child prostitution) yang rentan dalam industri pariwisata dan bisnis hiburan mulai menjalari anak-anak Indonesia mulai

menggenjala.Demikian juga praktek jual beli, penculikan dan penyelundupan anak (sale, trafficking, and abdurating).Kasus-kasus lain yang muncul lebih dahulu seperti kekerasan

terhadap anak, penyiksaan dan perampasan hak (turtore and depri vation of liberation) baik secara nyata atau secara tersembunyi, di dalam keluarga atau di luar rumah. Praktek perlakuan salah terhadap anak (child abuse) yang wujud dalam kasus perkosaan anak, kekerasan terhadap

anak, eksploitasi dan penekanan anak dalam media iklan, siaran televisi, dalam rumah tangga, bahkan perlakuan aparatus penegak hukum: hakim, jaksa, polisi yang dalam praktek penegakan

cenderung memidana anak

Menghadapi permasalahan anak yang sedemikian rupa, implementasi hak-hak anak harus

dilakukan dengan transformasi hak anak secara struktural.Hak-hak Anak harus diaktualisasikan dalam kebijakan politik tertinggi Negara. Tatkala isu anak tidak diposisikan sebagai isu politik

Negara atau isu Hak Asasi Manusia, maka masalah anak dianggap sebagai suatu soal yang terlepas begitu saja dalam derap pembangunan. Oleh karena itu, konkretisasi hak anak sebagai totalitas dari Hak Asasi Manusia diartikan formalisasi politik Negara yang diupayakan untuk

melegalisir tatanan, sistem dan konstruksi struktural yang pro anak/hak anak.Upaya ini sekaligus sejalan dengan upaya dekonstruksi konsep, kebijakan, regulasi dan bangunan struktural yang

(8)

Berbagai pihak berkewajiban dan bertanggung jawab menjamin pemenuhan hak-hak anak tersebut, mulai dari institusi terkecil yaitu keluarga, masyarakat, pemerintah

desa/kelurahan, pemerintah kabupaten/kota, pemerintah provinsi dan pemerintah. Untuk mempercepat pemenuhan hak-hak anak telah disusun kebijakan Kabupaten/Kota Layak Anak, dan telah ditetapkan melalui Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Nomor 2

Tahun 2009 tentang Kebijakan Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA). Sebagai langkah awal pengembangan KLA, Kementrian Pemberdayaan Perempuan telah melakukan ujicoba

pengembangan KLA di 5 Kabupaten/Kota pada tahun 2006 dan 10 Kabupaten/Kota pada tahun 2007. Landasan pengembangan Kabupaten/Kota Layak Anak makin diperkuat dengan ditetapkannya Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksaan Prioritas

Pembangunan Nasional 2010.

Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Linda Gumelar, menjelaskan bahwa program "Kota Layak Anak" sebenarnya sudah digagas sejak tiga tahun lalu.

Program ini bertujuan untuk menyediakan kota yang aman dan nyaman bagi anak-anak sesuai dengan 31 butir yang terangkum dalam Konvensi Hak-hak Anak PBB, misalnya dengan

pembangunan taman bermain dan sekolah ramah anak. Meski program ini merupakan program kerja peninggalan menteri pemberdayaan sebelumnya, Meutia Hatta, dengan perubahan nama Kementrian Pemberdayaan Perempuan menjadi Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan

Perlindungan Anak, maka Gumelar akan lebih memiliki kewenangan untuk membuat kebijakan-kebijakan terkait hak-hak anak. Berbagai persoalan memang dihadapi oleh anak-anak (0-18

(9)

target Millenium Development Goals 2015, untuk itu kami perlu mengkomunikasikannya melalui organisasi masyarakat dan pemerintah-pemerintah daerah setempat," ungkap Gumelar.

diakses pada tanggal 14 Februari 2015 pukul 12.26 WIB).

Perlindungan anak merupakan isu pembangunan lintas program, sehingga perlu adanya

kebijakan yang mengintegrasikan berbagai program pembangunan yang berhubungan dengan anak di Kabupaten/Kota. Kebijakan Kota Layak Anak (KLA) merupakan suatu kebijakan untuk

mengintegrasikan berbagai sumber daya pembangunan dan pengintegrasian berbagai kebijakan perlindungan anak yang sudah ada di Kabupaten/Kota secara terencana dan menyeluruh untuk memenuhi hak anak.KLA merupakan istilah yang diperkenalkan pertama kali oleh Kementerian

Negara Pemberdayaan Perempuan tahun 2005 melalui Kebijakan KLA.Karena alasan untuk mengakomodasi pemerintahan kabupaten, belakangan istilah KLA menjadi Kabupaten atau Kota Layak Anak dan kemudian disingkat menjadi KLA.Komitmen ini diperkuat lagi dengan lahirnya

Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2009 tentang Kebijakan Kabupaten/Kota Layak Anak. Puncaknya adalah pada Kabinet Indonesia

bersatu jilid kedua, Presiden memberikan perhatian secara khusus pada masalah anak dengan merubah nama Kementerian Pemberdayaan Perempuan menjadi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Dalam kebijakan tersebut digambarkan bahwa KLA

merupakan upaya pemerintahan Kabupaten atau Kota untuk mempercepat implementasi Konvensi Hak Anak (KHA) dari kerangka hukum kedalam definisi, strategi, dan intervensi

(10)

pukul 12.21 WIB).

Pemko Medan melalui Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BPP&KB) Kota Medan ingin seluruh kecamatan dan kelurahan yang ada di ibukota Provinsi Sumatera Utara memiliki Forum Anak.Pembentukan forum ini dinilai sangat penting dalam

rangka percepatan terwujudnya KLA.Selain itu melalui Forum Anak diharapkan para anak dapat diajak berpartisipasi dalam pembangunan.Keinginan dibentuknya Forum anak diseluruh

kecamatan dan kelurahan ini disampaikan Pelaksana Tugas Wali Kota Medan diwakili Kepala BPP&KB Kota Medan, Pulungan Harahap, SH, M.Si.Pulungan menjelaskan, anak-anak di Indonesia mempunyai 31 hak yang tidak hanya harus dipenuhi oleh pemerintah saja tetapi juga

masyarakat luas lainnya. Dari 31 hak anak tersebut, terdapat 4 hak anak yang menjadi prioritas utama dalam pemenuhannya yaitu hak untuk hidup, hak untuk tumbuh dan bekembang, hak

untuk mendapatkan perlindungan dan hak untuk berpatisipasi dalam pembangunan. Perlu ditanamkan sejak dini dalam keluarga bahwa anak-anak juga memiliki hak untuk berpartisipasi.Di Indonesia melibatkan anak berpartisipasi dalam pembangunan sangat minim

dan bisa dikatakan hal yang mustahil walaupun kenyataannya di Kota Medan anak sudah beberapa kali dilibatkan dalam kegiatan, khususnya Musrembang (musyawarah rencana

pembangunan).

Menurut Pulungan, sebagai upaya pemenuhan hak-hak anak, pemerintah terus mendorong program KLA mengingat pentingnya anak sebagai generasi bangsa yang harus

(11)

go.id/berita-143-kecamatan-dan-kelurahan-harus-bentuk-forum-anak.html, diakses pada tanggal 14 Februari 2015 pukul 12.46 WIB).

KLA adalah sistem pembangunan kabupaten/kota yang mengintegrasikan komitmen dan sumber daya pemerintah, masyarakat dan dunia usaha yang terencana secara menyeluruh dan berkelanjutan dalam kebijakan, program dan kegiatan untuk pemenuhan hak-hak anak.

Pentingnya mewujudkan KLA ialah jumlah anak sekitar sepertiga dari jumlah penduduk, anak adalah modal investasi dan sumber daya manusia di masa yang akan datang, sekaligus sebagai

generasi penerus bangsa, anak harus berkualitas agar tidak menjadi beban pembangunan, koordinasi dan kemitraan antara pemangku kepentingan terkait, pemenuhan hak-hak anak harus diperkuat agar terintegrasi, holistik akan berkelanjutan. Badan Pemberdayaan Perempuan dan

Keluarga Berencana (BPP&KB) Kota Medan ialah instansi pemerintahan yang menyelenggarakan sendiri program KLA. Faktor-faktor yang menunjang pelaksanaan KLA adalah untuk memberikan perlindungan terhadap anak dan hak-haknya dalam sebuah proses

pembangunan berkelanjutan, dengan menciptakan lingkungan yang kondusif agar anak dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai harkat dan martabat.

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan pada latar belakang, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian berkenaan dengan pelaksanaan program KLA dalam meningkatkan

kesejahteraan anak serta melihat sejauh mana keberhasilan pelaksanaan program tersebut. Untuk itu, peneliti mengangkat permasalahan yang dirangkum dalam penelitian sebuah karya ilmiah berbentuk skripsi dengan judul: “Pelaksanaan Program Kota Layak Anak Dalam Meningkatkan

(12)

1.2 Rumusan Masalah

Masalah penelitian merupakan pokok dari suatu penelitian. Berdasarkan pada uraian latar

belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: “Bagaimana Pelaksanaan Program Kota Layak Anak Dalam Meningkatkan Kesejahteraan Anak Oleh Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga

Berencana Kota Medan?”.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan program Kota Layak Anak dalam meningkatkan kesejahteraan anak oleh Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga

Berencana Kota Medan.

1.3.2 Manfaat Penelitian

1. Secara teoritis, dapat menambah wawasan dan pemahaman mengenai pelaksaan

program kota layak anak yang diselenggarakan oleh Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kota Medan.

2. Secara akademis, dapat memberikan kontribusi keilmuan dalam menambah referensi dan bahan kajian serta studi komparasi bagi para peneliti atau mahasiswa yang tertarik terhadap penelitian yang berkaitan dengan masalah ini.

3. Secara praktis, dapat memberikan sumbangan pemikiran dan juga menjadi referensi bagi pihak-pihak yang terlibat di dalam program kota layak anak dan juga instansi

(13)

4. Bagi penulis sendiri adalah dapat mengembangkan pemahaman dan kemampuan berpikir penulis melalui penulisan ilmiah mengenai pelaksanaan program kota layak

anak oleh Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana, dengan menerapkan pengetahuan yang diperoleh selama belajar di Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

1.4 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan secara garis besarnya telah dikelompokkan ke dalam enam bab,

dengan urutan sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisikan latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan

dan manfaat penelitian serta sistematika penelitian.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisikan uraian dan konsep yang berkaitan dengan masalah dan

objek yang diteliti, kerangka pemikiran, defenisi konsep dan defenisi operasional.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini berisikan tipe penelitian, lokasi penelitian, populasi, teknik

(14)

BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini berisikan tentang sejarah singkat serta gambaran umum lokasi

penelitian.

BAB V : ANALISA DATA

Bab ini berisikan uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian beserta

dengan analisisnya.

BAB VI : PENUTUP

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu dengan memahami kalimat al-Rahmân ini memberikan tuntunan kepada kita bahwa kita harus mempunyai pendekatan yang tepat dalam memahami, menjelaskan dan bersikap

 Belanja adalah semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum Negara yang mengurangi Saldo Anggaran Lebih dalam peride tahun anggaran yang bersangkutan yang tidak akan

Pengalokasian belanja modal dalam anggaran keuangan daerah terutama pada pemba- ngunan infrastruktur sangat penting karena daerah yang memiliki mobilitas penduduk

Pada tahun 2016 ini, sesuai dengan Surat Keputusan Rektor Unsyiah Nomor 503 Tahun 2016 tentang buku panduan penyusunan kurikulum Uiniversitas Syiah Kuala tahun 2016-2020

[r]

Hasil pemotongan dengan enzim restriksi HindIII tidak terjadi perpotongan, terlihat dari nilai pita DNA yang masih sama seperti hasil produk PCR-RFLP yaitu pada kisaran 650 bp –

Konvensi Internasional yang mengatur warisan budaya dan sudah diratifikasi oleh Indonesia adalah Konvensi 1972 tentang Perlindungan Warisan Budaya dan Alam, Konvensi

Masti i ulja su najčešći glicerolski lipidi. Oni su triesteri karboksilnih kiselina dugog lanca koje se zovu masne kiseline. Budući da nastaju od suviška