BAB IX - 230 BAB IX
ASPEK PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA
Sesuai PP no. 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, diamanatkan bahwa
kewenangan pembangunan bidang Cipta Karya merupakan tanggung jawab Pemerintah
Kabupaten/Kota. Oleh karena itu, Pemerintah Kabupaten/ Kota terus didorong untuk
meningkatkan belanja pembangunan prasarana Cipta Karya agar kualitas lingkungan permukiman
di daerah meningkat. Di samping membangun prasarana baru, pemerintah daerah perlu juga perlu
mengalokasikan anggaran belanja untuk pengoperasian, pemeliharaan dan rehabilitasi prasarana
yang telah terbangun.
Namun, seringkali pemerintah daerah memiliki keterbatasan fiskal dalam mendanai
pembangunan infrastruktur permukiman. Pemerintah daerah cenderung meminta dukungan
pendanaan pemerintah pusat, namun perlu dipahami bahwa pembangunan yang dilaksanakan
Ditjen Cipta Karya dilakukan sebagai stimulan dan pemenuhan standar pelayanan minimal. Oleh
karena itu, alternatif pembiayaan dari masyarakat dan sektor swasta perlu dikembangkan untuk
mendukung pembangunan bidang Cipta Karya yang dilakukan pemerintah daerah. Dengan adanya
pemahaman mengenai keuangan daerah, diharapkan dapat disusun langkah-langkah peningkatan
investasi pembangunan bidang Cipta Karya di daerah.
Pembahasan aspek pembiayaan dalam RPI2-JM bidang Cipta Karya pada dasarnya
bertujuan untuk:
a. Mengidentifikasi kapasitas belanja pemerintah daerah dalam melaksanakan pembangunan
bidang Cipta Karya,
b. Mengidentifikasi alternatif sumber pembiayaan antara lain dari masyarakat dan sektor
swasta untuk mendukung pembangunan bidang Cipta Karya,
BAB IX - 231 9.1 Arahan Kebijakan Pembiayaan Bidang Cipta Karya
Pembiayaan pembangunan bidang Cipta Karya perlu memperhatikan arahan dalam peraturan
dan perundangan terkait, antara lain:
1. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah : Pemerintah
daerah diberikan hak otonomi daerah, yaitu hak, wewenang, dan kewajiban daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang- undangan. Dalam hal ini,
Pemerintah Daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah Pusat
yaitu politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional,
serta agama.
2. Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Daerah: untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah,
pemerintah daerah didukung sumber-sumber pendanaan meliputi Pendapatan Asli
Daerah, Dana Perimbangan, Pendapatan Lain yang Sah, serta Penerimaan
Pembiayaan. Penerimaan daerah ini akan digunakan untuk mendanai pengeluaran daerah
yang dituangkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang
ditetapkan melalui Peraturan Daerah.
3. Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2005 Tentang Dana Perimbangan: Dana
Perimbangan terdiri dari Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, dan Dana Alokasi
Khusus. Pembagian DAU dan DBH ditentukan melalui rumus yang ditentukan
Kementerian Keuangan. Sedangkan DAK digunakan untuk mendanai kegiatan khusus
yang ditentukan Pemerintah atas dasar prioritas nasional. Penentuan lokasi dan besaran
DAK dilakukan berdasarkan kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis.
4. Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan
Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota: Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan
BAB IX - 232 kewenangan pemerintahan daerah untuk kabupaten/kota merupakan urusan yang
berskala kabupaten/kota meliputi 26 urusan, termasuk bidang pekerjaan umum.
Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat wajib yang berpedoman pada
standar pelayanan minimal dilaksanakan secara bertahap dan ditetapkan oleh
Pemerintah. Urusan wajib pemerintahan yang merupakan urusan bersama diserahkan
kepada daerah disertai dengan sumber pendanaan, pengalihan sarana dan prasarana,
serta kepegawaian sesuai dengan urusan yang didesentralisasikan.
5. Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah: Sumber
pinjaman daerah meliputi Pemerintah, Pemerintah Daerah Lainnya, Lembaga Keuangan
Bank dan Non-Bank, serta Masyarakat. Pemerintah Daerah tidak dapat melakukan
pinjaman langsung kepada pihak luar negeri, tetapi diteruskan melalui pemerintah pusat.
Dalam melakukan pinjaman daerah Pemda wajib memenuhi persyaratan:
a. total jumlah pinjaman pemerintah daerah tidak lebih dari 75% penerimaan APBD
tahun sebelumnya;
b. memenuhi ketentuan rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan
pinjaman yang ditetapkan pemerintah paling sedikit 2,5;
c. persyaratan lain yang ditetapkan calon pemberi pinjaman;
d. tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian pinjaman yang bersumber dari
pemerintah;
e. pinjaman jangka menengah dan jangka panjang wajib mendapatkan
persetujuan DPRD.
6. Peraturan Presiden No. 67 Tahun 2005 Tentang Kerjasama Pemerintah dengan
Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur (dengan perubahan Perpres 13/2010 &
Perpres 56/2010): Menteri atau Kepala Daerah dapat bekerjasama dengan badan usaha
dalam penyediaan infrastruktur. Jenis infrastruktur permukiman yang dapat
dikerjasamakan dengan badan usaha adalah infrastruktur air minum, infrastruktur air
BAB IX - 233 7. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah (dengan perubahan Permendagri 59/2007 dan
Permendagri 21/2011): Struktur APBD terdiri dari:
a. Pendapatan daerah yang meliputi: Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan,
dan Pendapatan Lain yang Sah.
b. Belanja Daerah meliputi: Belanja Langsung dan Belanja Tidak Langsung.
c. Pembiayaan Daerah meliputi: Pembiayaan Penerimaan dan Pembiayaan
Pengeluaran.
8. Peraturan Menteri PU No. 15 Tahun 2010 Tentang Petunjuk Teknis Penggunaan
Dana Alokasi Khusus Bidang Infrastruktur: Kementerian PU menyalurkan DAK untuk
pencapaian sasaran nasional bidang Cipta Karya, Adapun ruang lingkup dan kriteria
teknis DAK bidang Cipta Karya adalah sebagai berikut:
a. Bidang Infrastruktur Air Minum
DAK Air Minum digunakan untuk memberikan akses pelayanan sistem
penyediaan air minum kepada masyarakat berpenghasilan rendah di kawasan kumuh
perkotaan dan di perdesaan termasuk daerah pesisir dan permukiman nelayan.
Adapun kriteria teknis alokasi DAK diutamakan untuk program percepatan
pengentasan kemiskinan dan memenuhi sasaran/ target Millenium Development
Goals (MDGs) yang mempertimbangkan:
- Jumlah masyarakat berpenghasilan rendah;
- Tingkat kerawanan air minum
b. Bidang Infrastruktur Sanitasi
DAK Sanitasi digunakan untuk memberikan akses pelayanan sanitasi (air limbah,
persampahan, dan drainase) yang layak skala kawasan kepada masyarakat
berpenghasilan rendah di perkotaan yang diselenggara-kan melalui proses
pemberdayaan masyarakat. DAK Sanitasi diutamakan untuk program peningkatan
derajat kesehatan masyarakat dan memenuhi sasaran/target MDGs yang dengan
BAB IX - 234 - kerawanan sanitasi;
- cakupan pelayanan sanitasi.
9. Peraturan Menteri PU No. 14 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan
Kegiatan Kementerian Pekerjaan Umum yang Merupakan Kewenanangan Pemerintah
dan Dilaksanakan Sendiri: Dalam menyelenggarakan kegiatan yang dibiayai dana
APBN, Kementerian PU membentuk satuan kerja berupa Satker Tetap Pusat, Satker Unit
Pelaksana Teknis Pusat, dan Satuan Non Vertikal Tertentu. Rencana program dan usulan
kegiatan yang diselenggarakan Satuan Kerja harus mengacu pada RPI2-JM bidang
infrastruktur ke-PU-an yang telah disepakati. Gubernur sebagai wakil Pemerintah
mengkoordinasikan penyelenggaraan urusan kementerian yang dilaksanakan di daerah
dalam rangka keterpaduan pembangunan wilayah dan pengembangan lintas sektor.
Berdasarkan peraturan perundangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa lingkup
sumber dana kegiatan pembangunan bidang Cipta Karya yang dibahas dalam RPI2-JM
bidan Cipta Karya meliputi:
1. Dana APBN, meliputi dana yang dilimpahkan Ditjen Cipta Karya kepada
Satuan Kerja di tingkat provinsi (dana sektoral di daerah) serta Dana Alokasi
Khusus bidang Air Minum dan Sanitasi.
2. Dana APBD Provinsi, meliputi dana daerah untuk urusan bersama (DDUB) dan
dana lainnya yang dibelanjakan pemerintah provinsi untuk pembangunan
infrastruktur permukiman dengan skala provinsi/regional.
3. Dana APBD Kabupaten/Kota, meliputi dana daerah untuk urusan bersama
(DDUB) dan dana lainnya yang dibelanjakan pemerintah kabupaten untuk
pembangunan infrastruktur permukiman dengan skala kabupaten/kota.
4. Dana Swasta, meliputi dana yang berasal dari skema kerjasama pemerintah dan
swasta (KPS), maupun skema Corporate Social Responsibility (CSR).
5. Dana Masyarakat, melalui program pemberdayaan masyarakat.
BAB IX - 235 Dana-dana tersebut digunakan untuk belanja pembangunan, pengoperasian dan
pemeliharaan prasarana yang telah terbangun, serta rehabilitasi dan peningkatan
prasarana yang telah ada. Oleh karena itu, dana-dana tersebut perlu dikelola dan
direncanakan secara terpadu sehingga optimal dan memberi manfaat yang
sebesar-besarnya bagi peningkatan pelayanan bidang Cipta Karya.
9.2 Profil APBD Kabupaten/Kota
Bagian ini menggambarkan struktur APBD Kabupaten/Kota selama 3-5 tahun terakhir
dengan sumber data berasal dari dokumen Realiasasi APBD dalam 5 tahun terakhir.
Komponen yang dianalisis berdasarkan format Permendagri No. 13 Tahun 2006 adalah
sebagai berikut:
a. Belanja Daerah yang meliputi: Belanja Langsung dan Belanja Tak Langsung.
b. Pendapatan daerah yang meliputi: Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, dan
Pendapatan Lain yang Sah.
c. Pembiayaan Daerah meliputi: Pembiayaan Penerimaan dan Pembiayaan
BAB IX - 236 Tabel 9.1
Perkembangan Pendapatan Daerah dalam 5 Tahun Terakhir
BAB IX - 237 Tabel 9.2
Perkembangan Belanja Daerah dalam 5 Tahun Terakhir
BELANJA DAERAH
Belanja Barang & Jasa Total Belanja
Tabel 9.3
Perkembangan Pembiayaan Daerah dalam 5 Tahun Terakhir
BAB IX - 238 Pengeluaran
Pembiayaan
Pembentukan Dana
Cadangan
Penyertaan Modal
Pembayaran Pokok
9.3 Profil Investasi Pembangunan Bidang Cipta Karya
Setelah APBD secara umum dibahas, maka perlu dikaji berapa besar investasi pembangunan
khusus bidang Cipta Karya di daerah tersebut selama 3-5 tahun terakhir yang bersumber dari
APBN, APBD, perusahaan daerah dan masyarakat/swasta.
9.3.1 Perkembangan Investasi Pembangunan Cipta Karya Bersumber Dari
APBN dalam 5 Tahun Terakhir
Meskipun pembangunan infrastruktur permukiman merupakan tanggung jawab
Pemda, Ditjen Cipta Karya juga turut melakukan pembangunan infrastruktur sebagai
stimulan kepada daerah agar dapat memenuhi SPM. Setiap sektor yang ada di
lingkungan Ditjen Cipta Karya menyalurkan dana ke daerah melalui Satuan Kerja
Non Vertikal (SNVT) sesuai dengan peraturan yang berlaku (PermenPU No. 14 Tahun
2011). Data dana yang dialokasikan pada suatu kabupaten/kota perlu
dianalisis untuk melihat trend alokasi anggaran Ditjen Cipta Karya dan realisasinya di
daerah tersebut.
Tabel 9.4
APBN Cipta Karya di Kabupaten/Kota dalam 5 Tahun Terakhir
Sektor
Alokasi Anggaran Tahun
2010 2011 2012 2013 2014
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
Pengembangan Air
BAB IX - 239 Pengembangan PLP
Pengembangan
Permukiman Penataan Bangunan
& Lingkungan Total
Di samping APBN yang disalurkan Ditjen Cipta Karya kepada SNVT di daerah, untuk
mendukung pendanaan pembangunan infrastruktur permukiman juga dilakukan
melalui penganggaran Dana Alokasi Khusus. DAK merupakan dana APBN yang
dialokasikan ke daerah tertentu dengan tujuan mendanai kegiatan khusus yang
merupakan urusan daerah sesuai prioritas nasional.
Prioritas nasional yang terkait dengan bidang Cipta Karya adalah pembangunan air
minum dan sanitasi. DAK Air Minum digunakan untuk memberikan akses
pelayanan sistem penyediaan air minum kepada masyarakat berpenghasilan rendah di
kawasan kumuh perkotaan dan di perdesaan termasuk daerah pesisir dan permukiman
nelayan. Sedangkan DAK Sanitasi digunakan untuk memberikan akses pelayanan
sanitasi (air limbah, persampahan, dan drainase) yang layak skala kawasan kepada
masyarakat berpenghasilan rendah di perkotaan yang diselenggarakan melalui proses
pemberdayaan masyarakat. Besar DAK ditentukan oleh Kementerian Keuangan
berdasarkan Kriteria Umum, Kriteria Khusus dan Kriteria Teknis. Dana DAK ini perlu
BAB IX - 240 Tabel 9.5
Perkembangan DAK Infrastruktur Cipta Karya diKabupaten/Kota dalam 5 Tahun Terakhir
APBD dalam 5 Tahun Terakhir
Pemerintah Kabupaten/Kota memiliki tugas untuk membangun prasarana
permukiman di daerahnya. Untuk melihat upaya pemerintah daerah dalam
melaksanakan pembangunan bidang Cipta Karya perlu dianalisis proporsi belanja
pembangunan Cipta Karya terhadap total belanja daerah dalam 3-5 tahun terakhir.
Proporsi belanja Cipta Karya meliputi pembangunan infrastruktur baru, operasional
dan pemeliharaan infrastruktur yang sudah ada.
Tabel 9.6
Perkembangan Alokasi APBD untuk Pembangunan Bidang Cipta Karya dalam 5 Tahun Terakhir
BAB IX - 241 Pengembangan Air
Minum
Pengembangan
PPLP
Pengembangan
Permukiman
Penataan Bangunan
dan Lingkungan
Gambar Contoh Grafik Proporsi Belanja Cipta Karya terhadap APBD
Selain itu, pemerintah daerah juga didorong untuk mengalokasikan Dana Daerah
untuk Urusan Bersama (DDUB) sebagai dana pendamping kegiatan APBN di
kabupaten/kota. DDUB ini menunjukan besaran komitmen pemerintah daerah dalam
melakukan pembangunan bidang Cipta Karya.
BAB IX - 242 Perkembangan DDUB dalam 5 Tahun Terakhir
Sektor
9.3.3 Perkembangan Investasi Perusahaan Daerah Bidang Cipta Karya dalam 5 Tahun
Terakhir
Perusahaan daerah yang dibentuk pemerintah daerah memiliki dua fungsi, yaitu
untuk menyediakan pelayanan umum bagi kesejahteraan sosial (social oriented)
sekaligus untuk menghasilkan laba bagi perusahaan maupun sebagai sumber
pendapatan pemerintah daerah (profit oriented). Ada beberapa perusahaan daerah
yang bergerak dalam bidang pelayanan bidang Cipta Karya, seperti di sektor air
minum, persampahan dan air limbah. Kinerja keuangan dan investasi perusahaan
daerah perlu dipahami untuk melihat kemampuan perusahaan daerah dalam
meningkatkan cakupan dan kualitas pelayanan secara berkelanjutan. Pembiayaan dari
perusahaan daerah dapat menjadi salah satu alternatif dalam mengembangkan
BAB IX - 243 Dalam bagian ini disajikan kinerja perusahaan daerah yang bergerak di bidang Cipta
Karya berdasarkan aspek keuangan, aspek pelayanan, aspek operasi dan aspek sumber
daya manusia. Khusus untuk PDAM, indikator tersebut telah ditetapkan BPP-SPAM
untuk diketahui apakah perusahaan daerah memiliki status sehat, kurang sehat atau
sakit.
9.3.4 Perkembangan Investasi Pembangunan Cipta Karya Bersumber dari
Swasta dalam 5 Tahun Terakhir
Sehubungan dengan terbatasnya kemampuan pendanaan yang dimiliki pemerintah,
maka dunia usaha perlu dilibatkan secara aktif dalam pembangunan infrastruktur
Cipta Karya melalui skema Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS) untuk kegiatan
yang berpotensi cost- recovery atau Corporate Social Responsibility (CSR) untuk
kegiatan non-cost recovery. Dasar hukum pembiayaan dengan skema KPS adalah
Perpres No. 67 Tahun 2005 Tentang Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha
Dalam Penyediaan Infrastruktur serta PermenPPN No. 3 Tahun 2012 Tentang
Panduan Umum Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam
Penyediaan Infrastruktur. Sedangkan landasan hukum untuk pelaksanaan CSR
tercantum dalam UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) dan UU
No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal.
Tabel 9.8
Perkembangan KPS Bidang CK dalam 5 Tahun Terakhir
Kegiatan Tahun
Komponen
KPS
Satuan
Volume Nilai (Rp) Skema KPS Ket.
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
Pengembangan Air Minum
- …
- …
Pengembangan PPLP
BAB IX - 244 - …
Pengembangan Permukiman
- …
- …
Penataan Bangunan dan Lingkungan
- …
- …
9.4 Proyeksi dan Rencana Investasi Bidang Cipta Karya
Untuk melihat kemampuan keuangan daerah dalam melaksanakan pembangunan bidang
Cipta Karya dalam lima tahun ke depan (sesuai jangka waktu RPI2-JM) maka dibutuhkan
analisis proyeksi perkembangan APBD, rencana investasi perusahaan daerah, dan rencana
kerjasama pemerintah dan swasta.
9.4.1 Proyeksi APBD 5 tahun ke depan
Proyeksi APBD dalam lima tahun ke depan dilakukan dengan melakukan
perhitungan regresi terhadap kecenderungan APBD dalam lima tahun terakhir
menggunakan asumsi atas dasar trend historis. Setelah diketahui pendapatan dan
belanja maka diperkirakan alokasi APBD terhadap bidang Cipta Karya dalam lima
tahun ke depan dengan asumsi proporsinya sama dengan rata-rata proporsi
BAB IX - 245
Dalam melakukan proyeksi APBD 5 tahun ke depan, langkah-langkanya adalah sebagai berikut:
1. Menentukan presentase pertumbuhan per pos pendapatan
Setiap pos pendapatan dihitung rata-rata pertumbuhannya dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Keterangan: Y0 = Nilai tahun ini
Y-1 = Nilai 1 tahun sebelumnya Y-2 = Nilai 2 tahun sebelumnya
Dalam menentukan presentase pertumbuhan dihitung setiap pos pendapatan yang terdiri dari PAD, Dana Perimbangan (DAU, DAK, DBH), dan Lain-lain pendapatan yang sah.
2. Menghitung proyeksi sumber pendapatan dalam 5 tahun ke depan
Setelah diketahui tingkat pertumbuhan pos pendapatan maka dapat dihitung nilai proyeksi pada 5 tahun ke depan dengan menggunakan rumus proyeksi geometris sebagai berikut:
Keterangan: Yn = Nilai pada tahun n r = % pertumbuhan Y0 = Nilai pada tahun ini n = tahun ke n (1-5)
3. Menjumlahkan Pendapatan dalam APBD tiap tahun dan menghitung kapasitas daerah dalam pendanaan pembangunan bidang Cipta Karya. Setelah didapatkan nilai untuk setiap pos pendapatan, dapat dihitung total pendapatan. Apabila diasumsikan bahwa total pendapatan sama dengan total belanja dan diasumsikan pula bahwa proporsi belanja bidang Cipta Karya terhadap APBD sama dengan eksisting (Tabel 11.6) maka dapat diketahui proyeksi kapasitas daerah dalam mengalokasikan anggaran untuk bidang Cipta Karya dalam lima tahun ke depan.
Adapun hasil dari proses perhitungan tersebut, disajikan dalam tabel 11.9 dengan panduan pengisian kolom sebagai berikut:
(1) Berisikan Komponen APBD
(2), (3), (4) adalah realisasi APBD dalam tiga tahun terakhir
(5) Rata-rata persentase pertumbuhan APBD selama tiga tahun terakhir
BAB IX - 246 Tabel 9.9
Proyeksi Pendapatan APBD dalam 5 Tahun ke Depan
Komponen APBD
Realisasi Persentase
Pertum-
Proyeksi
Y-2 Y-1 Y0 Y1 Y2 Y3 Y4 Y5
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)
Pendapatan Asli
Daerah
Xx xx xx % xx xx xx xx xx
Dana Perimbangan
DAU Xx xx xx % xx xx xx xx xx
DBH Xx xx xx % xx xx xx xx xx
DAK Xx xx xx % xx xx xx xx xx
- DAK Air Minum Xx xx xx % xx xx xx xx xx
- DAK SAnitasi Xx xx xx % xx xx xx xx xx Lain Lain Pendapat- an
yang Sah
Xx xx xx % xx xx xx xx xx
Total APBD Xx xx xx xx xx xx xx xx
Dari data proyeksi APBD tersebut, dapat dinilai kapasitas keuangan daerah dengan
metode analisis Net Public Saving dan kemampuan pinjaman daerah (DSCR).
Net Public Saving
Net Public Saving atau Tabungan Pemerintah adalah sisa dari total penerimaan daerah
setelah dikurangkan dengan belanja/pengeluaran yang mengikat. Dengan kata lain, NPS
merupakan sejumlah dana yang tersedia untuk pembangunan. Besarnya NPS menjadi
dasar dana yang dapat dialokasikan untuk bidang PU/Cipta Karya. Berdasarkan proyeksi
APBD, dapat dihitung NPS dalam 3-5 tahun ke depan untuk melihat kemampuan
anggaran pemerintah berinvestasi dalam bidang Cipta Karya. Adapun rumus
BAB IX - 247 Analisis Kemampuan Pinjaman Daerah (Debt Service Coverage Ratio/DSCR)
Pinjaman Daerah merupakan alternatif pendanaan APBD yang digunakan untuk menutup
defisit APBD, pengeluaran pembiayaan atau kekurangan arus kas. Pinjaman Daerah
dapat bersumber dari Pemerintah, Pemerintah Daerah lain, lembaga keuangan
bank, lembaga keuangan bukan bank, dan Masyarakat (obligasi). Berdasarkan PP No.
30 Tahun 2011 Tentang Pinjaman Daerah, Pemerintah Daerah wajib memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a. Jumlah sisa Pinjaman Daerah ditambah jumlah pinjaman yang akan ditarik
tidak melebihi 75% dari jumlah penerimaan umum APBD tahun sebelumnya;
b. Memenuhi ketentuan rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan
pinjaman yang ditetapkan oleh Pemerintah.
c. Persyaratan lainnya yang ditetapkan oleh calon pemberi pinjaman.
d. Dalam hal Pinjaman Daerah diajukan kepada Pemerintah, Pemerintah Daerah
juga wajib memenuhi persyaratan tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian
pinjaman yang bersumber dari Pemerintah.
Salah satu persyaratan dalam permohonan pinjaman adalah rasio kemampuan keuangan
daerah untuk mengembalikan pinjaman atau dikenal dengan Debt Service Cost
Ratio (DSCR). Berdasarkan peraturan yang berlaku, DSCR minimal adalah 2,5. DSCR
ini menunjukan kemampuan pemerintah untuk membayar pinjaman, sekaligus
memberikan gambaran kapasitas keuangan pemerintah. Net Public Saving = Total Penerimaan daerah - Belanja Wajib
NPS = (PAD+DAU+DBH+DAK) - (Belanja mengikat + Kewajiban Daerah)
- Belanja mengikat adalah belanja yang harus dipenuhi/tidak bisa dihindari oleh
Pemerintah Daerah dalam tahun anggaran bersangkutan seperti belanja pegawai, belanja barang, belanja bunga, belanja subsidi, belanja bagi hasil serta belanja lain yang mengikat sesuai peraturan yang berlaku.
- Kewajiban daerah antara lain pembayaran pokok pinjaman, pembayaran
BAB IX - 248 9.4.2 Rencana Pembiayaan Perusahaan Daerah
Beberapa kabupaten/kota memiliki perusahaan daerah yang bergerak dalam bidang
pelayanan bidang Cipta Karya seperti air minum, air limbah maupun persampahan.
Dalam hal ini, perusahaan daerah tersebut umumnya memiliki rencana dalam lima
tahun ke depan dalam bentuk business plan.
9.4.3 Rencana Kerjasama Pemerintah dan Swasta Bidang CK
Dalam menggali sumber pendanaan dari sektor swasta, Pemerintah Daerah perlu
menyusun daftar proyek potensial yang dapat dikerjakan dengan skema kerjasama
pemerintah dan swasta di bidang Cipta Karya untuk ditawarkan ke pihak swasta.
Pada bagian ini perlu dihitung DSCR daerah dalam 3-5 tahun terakhir dengan rumus sebagai berikut:
PAD = Pendapatan Asli Daerah DAU = Dana Alokasi Umum DBH = Dana Bagi Hasil DBHDR = DBH Dana
Reboisasi
Bagian ini berisi Informasi ini dibutuhkan untuk mengetahui kontribusi perusahaan daerah untuk pendanaan pembangunan bidang Cipta Karya dalam lima tahun ke depan sesuai jangka waktu RPI2-JM.
Bagian ini berisikan daftar proyek potensial KPS yang disusun berdasarkan identifikasi usulan program dan kegiatan setiap sektor serta tingkat kelayakan ekonomi dan finansial dari program tersebut. Rencana kerjasama pemerintah dan swasta bidang Cipta Karya terangkum dalam tabel 11.10. Adapun petunjuk pengisian tabel adalah sebagai berikut:
(1) Nama kegiatan yang berpotensi untuk di-KPS-kan (2) Deskripsi teknis dan komponen kegiatan KPS (3) Nilai Kegiatan
BAB IX - 249 Tabel 9.10
Proyek Potensial yang Dapat Dibiayai dengan KPSdalam 5 Tahun Ke Depan
Nama
Keterangan IRR: Internal Rate of Return
9.5 Analisis Keterpaduan Strategi Peningkatan Investasi Pembangunan Bidang Cipta
Karya
Sebagai kesimpulan dari analisis aspek pembiayaan, dilakukan analisis tingkat ketersediaan
dana yang ada untuk pembangunan bidang infrastruktur Cipta Karya yang meliputi sumber
pemerintah pusat, pemerintah daerah, perusahaan daerah, serta dunia usaha dan masyarakat.
Kemudian, perlu dirumuskan strategi peningkatan investasi pembangunan bidang Cipta
Karya dengan mendorong pemanfaatan pendanaan dari berbagai sumber.
9.5.1 Analisis Kemampuan Keuangan Daerah
Ketersediaan dana yang dapat digunakan untuk membiayai usulan program dan
kegiatan yang ada dalam RPI2-JM bidang Cipta Karya dapat dihitung melalui hasil
analisis yang telah dilakukan.
Bagian ini berisikan rangkuman kemampuan penandaan untuk pembangunan bidang Cipta Karya, dengan sumber-sumber sebagai berikut:
a. Proyeksi dana dari pemerintah pusat (APBN) dengan menggunakan asumsi trend historis maksimal 10% dari tahun sebelumnya.
b. Proyeksi dana dari pemerintah daerah (APBD) berdasarkan hasil perhtungan pada bagian 11.4.1
c. Rencana pembiayaan dari perusahaan daerah berdasarkan analisis pada bagian 11.4.2
BAB IX - 250 9.5.2 Strategi Peningkatan Investasi Bidang Cipta Karya
Dalam rangka percapatan pembangunan bidang Cipta Karya di daerah dan untuk
memenuhi kebutuhan pendaanan dalam melaksanakan usulan program yang ada
dalam RPI2-JM, maka Pemerintah Daerah perlu menyusun suatu set strategi untuk
meningkatkan pendanaan bagi pembangunan infrastruktur permukiman.
Satgas RPIJM daerah perlu merumuskan strategi peningkatan investasi pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya, yang meliputi:
1. Strategi peningkatan DDUB oleh kabupaten/kota dan provinsi;
2. Strategi peningkatan penerimaan daerah dan efisiensi pengunaan anggaran;
3. Strategi peningkatan kinerja keuangan perusahaan daerah;
4. Strategi peningkatan peran masyarakat dan dunia usaha dalam pembiayaan pembangunan bidang Cipta Karya;
5. Strategi pendanaan untuk operasi, pemeliharaan dan rehabiltasi infrastruktur permukiman yang sudah ada;