• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keanekaragaman Nepenthes di Cagar Alam Dolok Sibual-buali, Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Keanekaragaman Nepenthes di Cagar Alam Dolok Sibual-buali, Sumatera Utara"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Deskripsi Nepenthes

Nepenthes atau kantong semar (pitcher plant) merupakan tumbuhan karnivora yang di setiap ujung daunnya memiliki kantung yang unik. Kantung yang unik ini dapat menjebak serangga atau hewan kecil lainnya, karena di dalam kantungnya terdapat nectar glands (kelenjar madu) yang dapat memikat serangga khususnya yang menyukai rasa manis. Dinding permukaan kantung licin sehingga ketika mendekati kantung serangga akhirnya terpeleset dan terperangkap di dalam kantung (Handoyo dan Sitanggang, 2006).

Tumbuhan ini umumnya terestrial, tetapi ada juga yang menempel pada batang atau ranting pohon sebagai epifit. Keunikan dari tumbuhan ini adalah bentuk, ukuran dan corak warna kantungnya yang dapat dilihat pada Gambar 1. Kantung Nepenthes merupakan modifikasi ujung daun yang berubah bentuk dan fungsinya menjadi perangkap serangga atau binatang kecil lainnya. Berdasarkan kemampuannya itu maka tumbuhan ini digolongkan sebagai carnivorous plant, namun sebagian peneliti menamakannya insectivorous plant karena kelompok serangga lebih sering terperangkap kedalam kantungnya (Mansur, 2006).

(2)

Berdasarkan taksonomi Nepenthes spp. memiliki klasifikasi sebagai berikut (Mansur, 2006) :

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Subkelas : Dilleniidae Ordo : Nepenthales Famili : Nepenthaceae Genus : Nepenthes Spesies : Nepenthes sp.

Mansur (2006), menyatakan bahwa Nepenthes tergolong kedalam tumbuhan liana (merambat). Tumbuhan Nepenthes termasuk dalam tumbuhan berumah dua. Bunga biasanya baru muncul pada saat tumbuhan telah tumbuh menjalar/merambat dan telah membentuk kantung atas. Pada tumbuhan muda, jenis kelamin tumbuhan tidak dapat dibedakan berdasarkan morfologi tumbuhan. Bunga Nepenthes bentuknya sangat sederhana, dengan empat kelopak tanpa mahkota dan terangkai dalam satu tandan. Ukuran masing-masing bunga biasanya tidak lebih dari 1 cm diameternya.

(3)

bagian tepi kantung, semut tersebut akan terpeleset kembali ke bawah, karena bagian tersebut memiliki permukaan yang sangat licin (Slamet, 1998).

Cairan yang berada dalam kantung tengah, akan mencerna tubuh mangsanya. Cairan asam itu adalah ramuan enzim pemecah protein yang dikeluarkan oleh deretan kelenjar pada dinding kantung di daerah pencernaan yang bernama enzim proteolase atau Nepenthesin. Enzim ini berfungsi untuk menguraikan protein serangga atau binatang lain yang terperangkap di dalam cairan kantung menjadi zat-zat yang lebih sederhana seperti nitrogen, fosfor, kalium dan garam-garam mineral. Zat-zat sederhana inilah yang kemudian diserap oleh tumbuhan untuk kebutuhan hidupnya (Mansur, 2006).

Nama Daerah Nepenthes

Nepenthes dikenal dengan berbagai nama dari daerah yang berbeda. Selain

kantong semar, nama-nama yang biasa dipakai untuk menyebut tumbuhan tersebut antara lain adalah periuk monyet (Riau), terompet gunung, lonceng gunung, ketakung (Bangka), entuyut (suku Dayak), kobe-kobe (Papua), kacung beruk, pitcher plant dalam bahasa Inggris, pelipur lara, kendi setan, miranda herba, dan lain sebagainya (Untung, dkk., 2006).

Manfaat Nepenthes

(4)

mancanegara. Bahkan di negara-negara seperti Australia, Eropa, Amerika, Jepang, Malaysia, Thailand, dan Sri Lanka budidaya tumbuhan ini sudah berkembang menjadi skala industri. Ironisnya, tumbuhan pemakan serangga ini kebanyakan jenisnya berasal dari Indonesia (Azwar, dkk., 2007).

Selain berpotensi sebagai tanaman hias, Nepenthes juga dapat digunakan sebagai obat tradisional. Air dalam kantung Nepenthes dapat digunakan untuk memperlancar persalinan, menghentikan ompol pada anak, mengobati sakit mata, batuk, maag, dan penyakit kulit. Namun air yang diambil harus berasal dari kantung yang masih asli dan belum terbuka katupnya. Kantungnya juga biasa digunakan untuk memasak lemang oleh orang Sumatera. Sementara itu, masyarakat tradisional di pedalaman nusantara menggunakan batangnya sebagai tali atau tempat nasi pada upacara adat (Handoyo dan Sitanggang, 2006).

Penyebaran Nepenthes

Nepenthes dapat dijumpai mulai dari puncak gunung sampai pinggir

pantai, dengan ketinggian tempat mulai dari 0 – 3.000 m dpl. Dilihat dari segi geografis, Nepenthes tumbuh di daerah tropis yang basah dan tersebar mulai dari Madagaskar, Kepulauan Seychelles, Srilanka, India, Cina, Asia Tenggara, Papua, Australia, dan Kaledonia Baru (Adrian, 2011).

Sumatera merupakan wilayah terbesar kedua dari penyebaran Nepenthes sp. setelah Kalimantan. Saat ini hanya beberapa jenis alami saja dari Nepenthes

sp. yang ada di Sumatera yang telah teridentifikasi seperti: N. adnata, N. albomarginata, N. ampullaria, N. angasanensis, N. aristolochioides,

N. bongso, N. gracilis, N. diata, N. dubia, N. custachia, N. inermis,

(5)

N. spathulata, N. sumatrana, N. tobaica dan masih ada beberapa jenis lagi yang

merupakan silangan alami. Habitat alami dari jenis Nepenthes sp. di Sumatera setiap tahunnya semakin terancam, baik oleh pembalakan liar, kebakaran hutan maupun konversi lahan hutan (Azwar, dkk., 2007).

Habitat Nepenthes

Nepenthes tidak hanya tumbuh di daerah lembab dan teduh, tetapi juga

pada tempat yang miskin unsur hara seperti rawa-rawa dan pasir pantai. Beberapa jenis juga ditemukan tumbuh di tanah gambut, tanah pasir, tanah kapur, celah bebatuan, serasah daun, tanah gunung, atau di pohon-pohon besar (epifit). Kantung pada Nepenthes mampu memberikan cadangan nutrisi sehingga

tumbuhan ini dapat bertahan hidup pada tanah yang miskin hara (Handoyo dan Sitanggang, 2006).

Mansur (2006), lebih lanjut menegaskan, pada umumnya Nepenthes hidup di habitat yang kekurangan unsur nitrogen dan fosfor. Kondisi seperti ini, menjadikan tumbuhan Nepenthes sebagai indikator bahwa tempat tersebut merupakan tanah marginal. Tanah yang miskin unsur hara memacu tumbuhan Nepenthes untuk mengembangkan kantungnya sebagai alat untuk memenuhi kekurangan suplai nutrisi dari tanah. Sulur Nepenthes dapat mencapai permukaan tanah atau menggantung pada cabang-cabang ranting pohon sehingga berfungsi sebagai pipa penyalur nutrisi dan air.

(6)

tumbuh di suhu 10°C-30°C. Bahkan ada beberapa spesies dataran tinggi yang memerlukan suhu 4°C agar dapat tumbuh dengan baik (Untung, dkk., 2006).

Umumnya Nepenthes di Kalimantan Barat tumbuh pada lingkungan dengan kelembaban yang tinggi yaitu antara 70% - 90% (Listiawati dan Chairani, 2008). Kelembaban sangat penting bagi Nepenthes, tanpa kelembaban yang memadai, minimamal 70%, maka kantungnya tidak akan muncul (Untung, dkk., 2006).

Berdasarkan ketinggian tempat tumbuhnya, Nepenthes dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu Nepenthes dataran rendah, menengah, dan dataran tinggi. Nepenthes dataran rendah yaitu Nepenthes yang hidup pada ketinggian di bawah 500 m dpl. Nepenthes dataran menengah berada di ketinggian antara 500 m dpl – 1000 m dpl, dan Nepenthes dataran tinggi hidup pada ketinggian lebih dari 100 m dpl (Mansur, 2006).

Beberapa jenis Nepenthes juga ditemukan di ketinggian tempat 200 m dpl pada daerah pegunungan kapur yang tanahnya sulit menangkap air, dan memiliki kelembaban yang tinggi. Vegetasi yang mendominasi adalah semak perdu dan paku-pakuan serta jarang terlihat pohon yang tinggi. Pada habitat ini ditemukan spesies N. nothiana, N. boschiana, N. campunalata, N. faizaliana, dan N. mapuluensis. Beberapa jenis Nepenthes seperti N. rafflesiana, N. gracilis, dan N.

ampularia dapat juga ditemukan pada daerah berpayau, yaitu tanahnya masam

bergambut dan selalu basah dengan kelembaban yang sangat tinggi. Jenis Nepenthes yang tumbuh di daerah ini umumnya bersifat terestrial yang tampak

(7)

Selain itu, Nepenthes juga ditemukan pada daerah dataran tinggi dengan cuaca yang kerap kali berkabut dan terasa dingin. Tanahnya bersifat masam dengan lumut yang mendominasi dan tumbuhan bersifat epifit. Nepenthes biasanya tumbuh bertebaran di lokasi hutan yang terkena sinar matahari. Salah satu contohnya adalah N. gymnamphora yang ditemukan di Gunung Slamet. Beberapa jenis juga tumbuh di tanah (N. rajah dan N. villosa) dan tumbuh memanjat (N. muluensis). N. lamii merupakan jenis langka dan endemik yang tumbuh di Papua pada ketinggian tempat 3.250 m dpl (Adrian, 2011).

Karakter dan sifat Nepenthes berbeda pada tiap habitat. Beberapa jenis Nepenthes yang hidup di habitat hutan hujan tropik dataran rendah dan hutan

pegunungan bersifat epifit, yaitu menempel pada batang atau cabang pohon lain. Pada habitat yang cukup ekstrim seperti di hutan kerangas yang suhunya bisa mencapai 30ºC pada siang hari, Nepenthes beradaptasi dengan daun yang tebal untuk menekan penguapan air dari daun. Nepenthes yang hidup di daerah savana, umumnya tumbuhan hidup menjalar di permukaan tanah (terestrial), tumbuh tegak dan memiliki panjang batang kurang dari 2 m (Sukmadijaya, 2010).

Morfologi Nepenthes

(8)

Menurut Gaume, dkk. (2002) dalam Baiti (2012), bahwa kantung pada Nephentes terdiri atas tutup kantung, peristome (bibir kantung), zona lilin (wax

zone) dan zona pencernaan (digestive zone), sulur dan sayap kantung yang dapat

dilihat pada Gambar 2. Tutup kantung akan menghasilkan bau harum atau manis, sedangkan peristome memiliki pola garis yang unik sehingga dapat digunakan untuk menarik mangsa. Zona lilin berfungsi untuk menangkap serta mencegah mangsa keluar dari kantung.

Gambar 2. Bagian tubuh dari kantung Nepenthes (Baiti, 2012)

Gambar 3. Bagian-bagian tubuh Nepenthes ; a) daun, b) batang, dan c) akar (Baiti, 2012)

Tutup

Wax zone Peristome

Sulur Digestive

Sayap kantung

c a

(9)

Bagian-bagian dari tumbuhan Nepenthes adalah : a) Akar

Menurut Clarke (2001), Nepenthes spp. memiliki akar tunggang, sebagaimana tumbuhan dikotil lainnya. Perakaran tumbuh dari pangkal batang, memanjang, dengan akar-akar sekunder di sekitarnya. Akar yang sehat berwarna hitam dan tampak berisi (gemuk), tetapi perakaran Nepenthes spp. rata-rata kurus dan sedikit, bahkan hanya terbenam sampai kedalaman 10 cm dari permukaan tanah. Hal itu wajar karena tumbuhan Nepenthes spp. umumnya tumbuh di lahan yang miskin unsur hara sehingga diduga fungsi utama akar bukan untuk menyerap unsur hara.

b) Batang

Batang Nepenthes spp. termasuk batang memanjat (Scandens), yaitu batangnya tumbuh ke atas dengan menggunakan penunjang. Penunjang dapat berupa benda mati atau tumbuhan lain. Pada saat memanjat batang menggunakan alat khusus untuk berpegangan, berupa sulur daun. Bentuk batang Nepenthes spp. bervariasi ada yang segitiga, segiempat, membulat, bersudut, dan lain-lain tergantung jenisnya. Diameter batang pun sangat kecil yaitu antara 3-30 mm dengan warna bervariasi yaitu hijau, merah, ungu tua (Clarke, 2001).

Menurut Adrian (2011), bentuk batang Nepenthes berbeda-beda, tergantung pada jenisnya. Ada batang yang berbentuk segitiga seperti pada N. gracilis dan N. reinwardtiana, berbentuk segi empat seperti pada N. spathulata,

(10)

c) Daun

Warna daun Nepenthes umumnya hijau atau hijau kekuningan, namun terkadang daun berwarna merah tua hingga keunguan. Daun muncul di ruas-ruas batang dan di ujung daun akan muncul sulur panjang yang tipis. Sulur tersebut menjadi penopang ketika tumbuhan Nepenthes merambat ke pohon lain, dan dari ujung sulur tersebut yang kemudian akan muncul kantung (Adrian, 2011).

d) Kantung

Nepenthes memiliki kantung yang berbeda-beda tiap jenisnya, dan

terkadang dapat digunakan untuk mengklasifikasikan antar jenis. Kantung pada Nepenthes memiliki warna dan corak yang berbeda-beda, diantaranya: kuning,

hijau, merah, cokelat, hitam, merah kecokelatan, hijau semburat merah, dan lain sebagainya. Namun perbedaan warna dan corak ini tidak dapat dijadikan dasar untuk mengklasifikasikan jenis Nepenthes (Adrian, 2011).

Beberapa jenis Nepenthes memiliki dua tipe kantung dalam satu tumbuhan, yaitu elongate dan typical. Tipe elongate memiliki kelenjar lilin pada kantung bagian dalam yang berfungsi utama untuk menangkap mangsa, sedangkan tipe typical memiliki peristome yang berfungsi utama untuk menangkap mangsa (Bauer, dkk., 2011).

(11)

Menurut Purwanto (2007), variasi beberapa bentuk kantung Nepenthes spp. adalah bentuk tempayan, bentuk telur, bentuk silinder, bentuk corong, dan bentuk pinggang yang ditunjukkan pada Gambar 4 berikut ini:

Gambar 4. Berbagai variasi bentuk kantung Nepenthes ; a) bentuk tempayan,

b) bentuk telur, c) bentuk silinder, d) bentuk corong, dan e) bentuk pinggang.

Menurut Mansur (2006), umumnya Nepenthes memiliki tiga bentuk kantung yang berbeda meski dalam satu individu, ketiga kantung tersebut dikenal dengan nama :

1. Kantung roset, yaitu kantung yang keluar dari kantung ujung roset.

2. Kantung bawah, yaitu kantung yang keluar dari daun yang letaknya tidak jauh dari permukaan tanah dan biasanya menyentuh permukaan tanah. Selain ujung sulurnya berada di depan bawah kantung, juga memiliki dua sayap yang fungsinya seperti tangga untuk membantu serangga naik hingga ke mulut kantung.

3. Kantung atas, yaitu kantung berbentuk corong, pinggang atau silinder dan tidak memiliki sayap. Bentuk ini sangat beralasan karena kantung atas difungsikan untuk menangkap serangga terbang, bukan serangga tanah, ciri lainnya adalah ujung sulur berada di bawah kantung.

(12)

Tumbuhan ini lebih mengandalkan kantungnya dibandingkan akar untuk mensuplai nutrisi yang dibutuhkannya. Secara alami, kantung dibuat untuk mensuplai kekurangan nutrisi yang diserap akar dari tanah. Pemberian pupuk merupakan cara lain untuk memenuhi kebutuhan nutrisi Nepenthes. Dosis pupuk yang diberikan sangat rendah. Pemberian dosis pupuk terlalu tinggi akan menyebabkan Nepenthes mati (Mansur, 2006).

e) Bunga

Bunga Nepenthes muncul sekali atau dua kali setahun, atau bahkan terus menerus. Satu tumbuhan menghasilkan bunga jantan atau betina yang muncul di dekat puncak batang utama. Bakal bunga jantan saat belum mekar berbentuk bulat tanpa ada belimbingan. Sedangkan bunga betina memiliki belimbingan (lekukan seperti buah belimbing) di bakal bunganya (Adrian, 2011).

Gambaran Umum Cagar Alam Dolok Sibual-buali

A. Letak dan Luas

Ekosistem Cagar Alam (CA) Dolok Sibual-buali secara administrasi pemerintahan terletak di 3 (tiga) wilayah kecamatan yaitu Kecamatan Sipirok, Kecamatan Padang Sidempuan Timur, dan Kecamatan Marancar, Kabupaten Tapanuli Selatan, Propinsi Sumatera Utara. Sedangkan berdasarkan wilayah pengelolaan hutan termasuk dalam wilayah kerja Seksi Konservasi Wilayah II yang berkedudukan di Rantau Prapat, Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Utara II (BBKSDASUMUT, 2011).

(13)

Berdasarkan letak pada ketinggian di atas permukaan laut (dpl) maka Cagar Alam Dolok Sibual-buali terletak pada ketinggian 750 s/d 1.819 m dpl.

Setelah beralih fungsi menjadi Cagar Alam, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No.215/Kpts/Um/14/1982 tanggal 8 April 1982, maka Cagar Alam Dolok Sibual-buali Register 3 memiliki luas 5.000 hektar (BBKSDASUMUT, 2011).

B. Penataan Batas

Menurut BBKSDASUMUT (2011), Kawasan Cagar Alam Dolok Sibual-buali sebagian besar berbatasan dengan hutan rakyat dan kebun.

• Bagian Utara berbatasan dengan wilayah Desa Bulumario dan Desa Huraba. • Bagian Selatan berbatasan dengan wilayah Desa Sialaman, Sibio-bio, Aek

Sabaon Julu, Sukarame, Sugitonga, dan Sugijulu.

• Bagian Timur berbatasan dengan wilayah Desa Sumuran, Hutaraja,

Mandurana, Aek Horsik, Paringgonan, Hasahatan, Pinang Sori dan Gunungtua Baringin.

• Bagian Barat berbatasan dengan wilayah Desa Sugijae, Pasar Marancar,

Simaretung/Haunatas, Bonan Dolok, Tanjung Rompa, Janjimanaon dan Aek Nabara.

C. Topografi, Geologi dan Iklim

(14)

Iklim di Cagar Alam Dolok Sibual-buali ditandai dengan hujan yang paling sering turun pada bagian utara dan barat kawasan, sehingga pada beberapa lokasi banyak terdapat longsor. Sebagian besar kawasan sudah tertutup embun mulai jam 17.00 WIB, sedangkan di beberapa bagian puncak mulai turun embun jam 16.00 WIB. Angin bertiup dari arah barat menuju utara dan timur. Suhu maksimum 29°C dan minimum 18°C (BBKSDASUMUT, 2011).

D. Flora

Berdasarkan hasil survey identifikasi tanaman obat-obatan tahun 2002 oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Utara II, terdapat lebih dari 107 jenis tanaman obat-obatan yang terdapat di dalam Cagar Alam Dolok Sibual-buali dan daerah sekitarnya.

Didominasi oleh famili Euphorbiaceae, Myrtaceae, Anarcadiaceae dan Moraceae, Dipterocarpaceae, Raflesia sp., Pinus Merkusii, Kecing tanduk (Castanopsis aeaecuminatissima), Hapas-hapas (Exbucklandia populnea), Sengon (Albizia procera), Beringin (Ficus sp.). Keadaan vegetasi dilapangan masih relatif baik, didalam hutan masih banyak ditemui pohon-pohon berdiameter 1 m (BBKSDASUMUT, 2011).

E. Fauna

Gambar

Gambar 1. Kantong semar (Nepenthes spp.) (Pitcherplant, 2009)
Gambar 2. Bagian tubuh dari kantung Nepenthes (Baiti, 2012)
Gambar 4.  Berbagai variasi  bentuk kantung Nepenthes ; a) bentuk tempayan,    b) bentuk telur, c) bentuk silinder, d) bentuk corong, dan                  e) bentuk pinggang

Referensi

Dokumen terkait

Deskripsi Morfologi : Anggrek tanah, tumbuh berkelompok, perakarannya dangkal dan menjalar di bawah lapisan humus, tidak memiliki umbi atau organ penyimpan air atau makanan.

No. ovata di CA Dolok Sibual-buali dan WA Taman Eden tidak berbeda jauh yaitu secara berurut adalah 0,4 cm dan 0,47 cm. ovata yang ditemukan di CA Dolok Sibual-buali

Berdasarkan analisis yang dilakukan, kawasan Cagar Alam Dolok Sibual-buali terjaga dengan baik karena kondisi biofisik yaitu tutupan lahan hutan yang berada pada ketinggian

pemangsa yang sering juga disebut dengan ‘Insectivorous plant’ atau tumbuhan. pemangsa

107 jenis tanaman obat-obatan yang terdapat di dalam Cagar Alam Dolok Sibual.. Buali dan daerah

Deskripsi Morfologi : Anggrek tanah, tumbuh berkelompok, perakarannya dangkal dan menjalar di bawah lapisan humus, tidak memiliki umbi atau organ penyimpan air atau makanan.

Pada tahun 2013 penulis melakukan penelitian Inventarisasi Anggrek Tanah di Cagar Alam Dolok Sibual-buali Sumatera Utara....

Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di USU, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Perubahan Tutupan Vegetasi Berdasarkan Nilai NDVI dan Faktor Biofisik Lahan