2.1. Gambaran Geografi dan Administrasi Wilayah
Kota Wali, demikianlah julukan untuk Kota Cirebon. Kota Cirebon terletak di daerah
pantai utara Propinsi Jawa Barat bagian timur. Dengan Letak geografis yang strategis,
yang merupakan jalur utama transportasi dari Jakarta menuju Jawa Barat, Jawa Tengah,
yang melalui daerah utara atau pantai utara (pantura). Letak tersebut menjadikan suatu
keuntungan bagi Kota Cirebon, terutama dari segi perhubungan dan komunikasi.
Geografis Kota Cirebon terletak pada posisi 108.33˚ dan 6.41˚ Lintang Selatan pada
pantai Utara Pulau Jawa, bagian timur Jawa Barat, memanjang dari barat ke timur ± 8
kilometer, Utara Selatan ± 11 kilometer dengan ketinggian dari permukaan laut ± 5
meter dengan demikian Kota Cirebon merupakan daerah dataran rendah dengan luas
wilayah administrasi ± 37,35 km2 atau ± 3.735,8 hektar.
Tabel 2.1
Wilayah Administrasi Kota Cirebon
No. Kecamatan Kelurahan Luas (Ha)
1 Kejaksan Kejaksan 67
Kesenden 125
Kebon Baru 80
Sukapura 89
BAB 2
PROFIL KOTA
No. Kecamatan Kelurahan Luas (Ha)
Sumber : Sumber : Kota Cirebon Dalam Angka, Tahun 2015, BPS
Keterangan : *) mengalami penambahan luas dalam bentuk tanah timbul
Karakter sebagai kota pantai ditandai oleh pendangkalan yang cukup tinggi di daerah
pantai, sehingga menyebabkan terjadinya tanah-tanah timbul. Keberadaan tanah-tanah
timbul ini telah mempengaruhi luas wilayah administrasi kota, yang diperkirakan telah
mencapai penambahan sebesar ± 75 hektar yang tersebar di 4 kelurahan, yaitu :
Kelurahan Panjunan, Kelurahan Kasepuhan, Kelurahan Lemahwungkuk dan Kelurahan
Pegambiran.
Gambar 2.2
Berdasarkan letak geografisnya, Kabupaten Cirebon memilikiposisi yang strategis
(geostrategic) dengan mencermati hal-hal sebagai berikut:
a) Kabupaten Cirebon berbatasan langsung dengan Provinsi Jawa Tengah sehingga
menjadi pintu gerbang masuk ke Provinsi Jawa Barat. Hal ini merupakan potensi
pengembangan Kabupaten Cirebon untuk menarik investor ke wilayah ini.
b) Wilayah Kabupaten Cirebon berada di pantai Utara Jawa yang dilalui oleh jalan
arteri primer dan jalan kolektor primer sebagai penghubung antara Jakarta
dengan kota-kota besar di wilayah Jawa dan kota-kota di sekitar Cirebon.
c) Wilayah Kabupaten Cirebon menjadi lintasan ruas jalan bebas hambatan (Jalan
Tol) yakni ruas jalan tol Cikampek-Palimanan (Cikapa), ruas jalan
tolPalimanan-Kanci (Palikanci), ruas jalan tol tolPalimanan-Kanci-Pejagan.
d) Wilayah Kabupaten Cirebon dilalui juga oleh Jalur Kereta Api yakni jalur kereta
api Cirebon-Jakarta, jalur kereta api Cirebon-Bandung, jalur kereta api lintas
Utara Jawa (Cirebon-Semarang-Surabaya), dan jalur kereta api lintas Selatan
Jawa (Cirebon-Yogyakarta-Surabaya).
e) Keberadaan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Cirebon Electric Power (CEP)
di Kecamatan Astanajapura yang merupakan salah satu pemasok listrik jalur
transmisi Sumatera-Jawa-Bali.
2.2. Gambaran Demografi
2.2.1. Jumlah Penduduk
Menurut hasil Sensus Penduduk Tahun 2014 (lihat tabel 2.2) jumlah penduduk Kota
Cirebon telah mencapai jumlah 305.899 jiwa. Dengan komposisi penduduk laki-laki
153.362 jiwa dan perempuan 152.537 jiwa. Penduduk Kota Cirebon tersebar di lima
kecamatan, kecamatan yang memiliki tingkat kepadatan penduduk tertinggi adalah
Kecamatan Pekalipan sebesar 191 jiwa/Ha, dan yang terendah adalah Kecamatan
Harjamukti dengan kepadatan 60 jiwa/Ha. Untuk lebih jelasya dapat dilihat pada tabel
60
Sumber : Kota Cirebon Dalam Angka, Tahun 2015, BPS
Gambar 2.3
Kepadatan Penduduk Perkecamatan di Kota Cirebon Tahun 2014 (jiwa/Ha)
2.2.2. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin
Pada tahun 2014 Kota Cirebon memiliki penduduk 305.899 jiwa (penduduk laki-laki
berjumlah 153.362 jiwa dan penduduk perempuan berjumlah 152.537 jiwa). Sedangkan
jumlah penduduk pada tahun 2013 yaitu sebesar 304.313 jiwa (jumlah penduduk
laki-laki 152.573 jiwa dan penduduk perempuan berjumlah 151.740 jiwa). Untuk lebih
Tabel 2.3
Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin Per Kecamatan Tahun 2014
6 Kota Cirebon 153.362 152.537 305.899 100,54
Sumber : Kota Cirebon Dalam Angka, Tahun 2015, BPS
2.2.3. Proyeksi Penduduk
Proyeksi jumlah penduduk didasarkan pada data dasar jumlah penduduk dan laju
pertumbuhan penduduk setiap kecamatan dari data Kota Cirebon mulai dari Tahun 2010
hingga Tahun 2014, yang terdapat pada Kota Cirebon Dalam Angka keluaran BPS Kota
Cirebon yang ditunjukan dengan tabel berikut.
Tabel 2.4
Jumlah Penduduk Tahun 2010 sampai dengan 2014
No Kecamatan Jumlah Penduduk
2010 2011 2012 2013 2014
1 Harjamukti 102.158 103.559 104.001 104.896 105.441
2 Lemahwungkuk 52.811 53.530 53.759 54.221 54.504
3 Pekalipan 28.927 29.321 29.447 29.699 29.854
4 Kesambi 70.193 71.148 71.453 72.067 72.443
5 Kejaksan 42.300 42.876 43.060 43.430 43.657
Total 296.389 300.434 301.720 304.313 305.899 Sumber : Kota Cirebon Dalam Angka, Tahun 2010 - 2015, BPS
Data terakhir BPS Kota Cirebon menunjukkan bahwa jumlah penduduk Kota Cirebon
pada tahun 2013 sebanyak 304.313 jiwa, tahun 2014 sebanyak 305.899 jiwa dan hasil proyeksi pertumbuhan penduduk dapat diperkirakan bahwa jumlah penduduk pada
Tabel 2.5
Proyeksi Penduduk Kota Cirebon Tahun 2020-2024
No Kecamatan Proyeksi Jumlah Penduduk
2020 2021 2022 2023 2024
1 Harjamukti 110.366 111.186 112.007 112.828 113.649 2 Lemahwungkuk 57.044 57.467 57.890 58.313 58.737
3 Pekalipan 31.245 31.476 31.708 31.940 32.172
4 Kesambi 75.818 76.381 76.943 77.506 78.068
5 Kejaksan 45.693 46.032 46.371 46.710 47.050
Total 320.164 322.542 324.919 327.297 329.674
Sumber : Hasil Analisis Tahun 2016
2.3. Gambaran Topografi
Secara topografis, sebagian besar wilayah Kota Cirebon merupakan dataran rendah dan
sebagian kecil merupakan wilayah perbukitan yang berada di Wilayah Selatan kota.
Kondisi wilayah kota yang sebagian besar berupa dataran rendah menjadi kendala
tersendiri karena kecepatan aliran air hujan yang terbuang ke laut menjadi lambat dan
sangat berpotensi menimbulkan genangan banjir di beberapa tempat. Oleh karena itu di
beberapa titik dibangun stasiun pompa yang berfungsi mempercepat pembuangan air
hujan ke laut.
Wilayah Kota Cirebon merupakan dataran rendah dengan ketinggian bervariasi antara 0
- 200 meter di atas permukaan laut. Peningkatan ketinggian mulai dari daerah pantai
menuju ke arah Selatan dengan ketinggian maksimal 200 meter, yaitu di Kelurahan
Argasunya, Kecamatan Harjamukti.
Kemiringan lahan di wilayah Kota Cirebon dapat diklasifikasikan berdasarkan persentase
kemiringan sebagai berikut:
• Kemiringan 0 - 3 % seluas kurang lebih 2 685 Ha lebih terdapat di sebagian besar wilayah Kota Cirebon, kecuali sebagian kecil wilayah di Kecamatan Harjamukti;
• Kemiringan 3 - 8 % seluas kurang lebih 449 Ha terdapat di sebagian besar wilayah Kelurahan Kalijaga, sebagian kecil di Kelurahan Harjamukti, Kecamatan Harjamukti;
• Kemiringan 8 - 15 % seluas kurang lebih 371 Ha terdapat di sebagian wilayah Kelurahan Argasunya, Kecamatan Harjamukti;
2.4. Geohidrologi
Potensi air Kota Cirebon meliputi; air tanah dangkal, air tanah dalam, air permukaan,
dan air laut. Kondisi air tanah relatif baik dengan kedalaman 5 – 10 meter untuk dataran
rendah dan mencapai 20 – 30 meter untuk dataran tinggi (di Wilayah Argasunya).
Sementara untuk air tanah di kawasan pantai pada umumnya sudah terkena intrusi air
laut.
Kota Cirebon memiliki 4 sistem sungai, yaitu Sistem Kedung Pane / Tangkil, Sistem
Sukalila, Sistem Kesunean, dan Sistem Kalijaga. Sistem Kedung Pane/ Tangkil memiliki
panjang sungai yang terpanjang yaitu 51.850 m dibandingkan dengan sistem sungai
lainnya. Sistem sungai yang memiliki panjang sungai yang terpendek adalah Sistem
Sukalila dengan panjang 20.400 m.
Potensi air Kota Cirebon meliputi; air tanah dangkal, air-tanah dalam, air permukaan,
dan air laut. Kondisi air tanah relatif baik dengan kedalaman 5-10 meter untuk dataran
rendah dan mencapai 20 - 30 meter untuk dataran tinggi (di Wilayah Argasunya).
Sementara untuk air tanah di kawasan pantai pada umumnya sudah terkena intrusi air
laut.
Kondisi air permukaan berupa air yang mengalir melalui sungai dan anak-anak sungai.
Kota Cirebon memiliki 4 sistem sungai, yaitu Sistem Kedung Pane / Tangkil, Sistem
Sukalila, Sistem Kesunean, dan Sistem Kalijaga.
Adapun kondisi air laut khususnya di kawasan pantai berwarna coklat karena pengaruh
pendangkalan oleh lumpur yang dibawa oleh 4 sistem sungai dan sungai-sungai dari
wilayah Kabupaten Cirebon. Khusus untuk air bersih sebagai konsumsi rumah tangga,
Kota Cirebon masih memiliki kendala utama dimana penyediaannya masih tergantung
pada Kabupaten Kuningan. Hal ini dikarenakan sumber air yang digunakan berada di
wilayah Kabupaten Kuningan. Maka perlu ada penyelesaian karena masalah air
dikategorikan sebagai bidang pelayanan dasar, sebagai solusi bisa berupa kerjasama
antar daerah atau kerjasama amalgamasi atau pengelolaan air laut melalui teknologi
pengelolaan air bersih yang mutakhir.
Terdapat 4 (empat) buah sungai yang cukup besar yaitu :
Kondisi air tanah agak dipengaruhi oleh intrusi air laut dan relatif dangkal. Kota Cirebon
termasuk dalam iklim tropis dengan suhu udara rata-rata 28°C. Kelembaban udara
berkisar antara ± 48-93% dengan kelembaban udara tertinggi terjadi pada bulan
Januari-Maret dan angka terendah terjadi pada bulan Juni-Agustus.
2.5. Geologi
Pada umumnya tanah di Kota Cirebon adalah tanah jenis regosol yang berasal dari
endapan lava dan piroklasik (pasir, lempung, tanah liat, breksi lumpur, dan kerikil) hasil
intrusi Gunung Ciremai. Secara umum jenis tanah yang tersebar di .Kota Cirebon ini
relatif mudah untuk mengembangkan berbagai macam jenis vegetasi.
Berdasarkan hasil identifikasi, struktur geologis tanah adalah hasil gunung api muda
yang tak terurai (Qyu) seluas 33.740 Ha (34,10%), breksi kompleks Kromong (Qvk) seluas
1.110 Ha (1,12 %), batu gamping kompleks Kromong (MI) seluas 202,60 Ha, formasi
Kaliwungu (Pk) seluas 8.964,20 Ha (9,06%), formasi Cijulang (Tpel) seluas 825 Ha
(0,83%), formasi Kalibiuk (Tpb) seluas 1.345 Ha (1,36%), dan hasil gunung api tua yang
tak terurai (Qvu) seluas 560 Ha (0,63%).Kondisi struktur geologistersebut dipengaruhi
oleh keberadaan Gunung Ciremai. Jika ditinjau dari kondisi jenis tanah, wilayah
Kabupaten Cirebon didominasi oleh jenis tanah aluvial (aluvial/Qa)seluas 52.224 ha
(52,76%),baik aluvial kelabu, aluvial kelabu tua, maupun asosiasi aluvial kelabu tua dan
asosiasi regosol kelabu, regosol coklat keterabuan. Jenis-jenis tanah tersebut umumnya
sesuai untuk pertanian semusim terutama padi, palawija dan perikanan. Jenis tanah
lainnya adalah litosol, grumosol, mediteran, latasol, podsolik, regosol, dan gleihumus.
Secara rinci jenis tanah di Kota Cirebon terdiri atas:
• Regosol cokelat kelabu, asosiasi regosol kelabu
• Asosiasi regosol kelabu, regosol cokelat kelabu
• Asosiasi glei humus rendah/aluvial kelabu
• Asosiasi regosol kelabu, regosol cokelat kelabu, dan latosol
• Asosiasi mediteran cokelat dan litosol
• Latosol cokelat kemerahan
Kedalaman efektif tanah di Kota Cirebon terdiri atas 3 macam, yaitu:
• Kedalaman 0-30 meter : terdapat di sebagian wilayah Kelurahan Argasunya,
• Kedalaman 30-60 meter : terdapat di sebagian wilayah Kelurahan Argasunya,
Kelurahan Harjamukti Kecamatan Harjamukti dan Kelurahan Karyamulya,
Kecamatan Kesambi
• Kedalaman lebih dari 60 meter : Terdapat di seluruh wilayah Kota Cirebon, kecuali
di wilayah-wilayah yang telah disebutkan di atas.
2.6. Klimatologi
Kota Cirebon termasuk daerah iklim tropis, dengan suhu udara minimum rata-rata
22,3°C dan maksimun rata-rata 33,0°C, Kelembaban udara berkisar antara ± 48-93%
dengan kelembaban udara tertinggi terjadi pada bulan Januari-Maret dan angka
terendah terjadi pada bulan Juni-Agustus.
Rata-rata curah hujan tahunan di kota Cirebon ± 2260 mm/tahun dengan jumlah hari
hujan ± 155 hari. Berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt-Ferguson, iklim di kota Cirebon
termasuk dalam tipe iklim C dengan nilai Q ± 37,5% (persentase antara bulan kering dan
bulan basah). Musim hujan jatuh pada bulan Oktober-April, dan musim kemarau jatuh
pada bulan Juni-September.
Tabel 2.6
Sesuai dengan lokasi wilayah yang berada di tepi laut, Kota Cirebon
termasuk daerah bertemperatur udara cukup tinggi berkisar antara 24,2oC
-32,8oC dengan curah hujan per tahun sebanyak 1.351 mm, dan 86 hari
hujan.
Tabel 2.7
Rata-rata Curah Hujan Tahun 2011-2013
Sumber : Kota Cirebon Dalam Angka Tahun 2014
2.7. Sosialisasi dan Ekonomi
2.7.1. Pendidikan
Pada bidang pendidikan, Angka Melek Huruf (AMH) atau tingkat literasi menunjukkan
jumlah penduduk usia 15 tahun keatas yang bisa membaca dan menulis. Pada kurun
upaya pemberantasan buta huruf berdampak positif bagi pengurangan penderita buta
huruf. Juga, angka tersebut menunjukkan bahwa Kabupaten Cirebon masih menyisakan
sebesar 6,48% penderita buta huruf.
Sementara, Rata-rata Lama Sekolah (RLS) adalah durasi rata-rata tahun penduduk
mencapai pendidikan tertinggi. Pada tahun 2012-2013 capaian RLS mengalami kenaikan
dari 6,89 tahun menjadi 7,01 tahun atau kenaikan sebesar 0,12 tahun. Ini menunjukkan
program wajib belajar sembilan tahun berdampak positif bagi peningkatan pendidikan
penduduk Kabupaten Cirebon. Namun, Angka Partisipasi Kasar (APK) dan Angka.
Partisipasi Murni (APM) jenjang pendidikan SD, SMP, dan SMA mengalami kenaikan dari
tahun 2009-2013. Adapun rasio ketersediaan sekolah jenjang pendidikan SD, SMP dan
SMA relatif tetap. Untuk rasio guru per murid jenjang pendidikan SD, SMP dan SMA
berfluktuatif dari tahun ke tahun. Untuk lebih jelas, kita dapat mencermati angkaangka
pada tabel dibawah ini.
Tabel 2.8
Capaian Indikator Sasaran Sektor Pendidikan Kota Cirebon Tahun 2009-2013
No Indikator Sasaran Tahun
2009 2010 2011 2012 2013
1 Angka Melek Huruf (AMH) 91,55 92,33 92,41 92,5 93,52
2 Rata-rata Lama Sekolah (RLS) 6,67 6,85 6,87 6,89 7,01
3 APK – SD 94,45 111,92 106,59 115,24 109,23
4 APM – SD 86,02 97,36 93,41 99,24 99,99
5 APK – SMP 80,85 65,78 73 90,63 110,63
6
APM – SMP 62,65 66,47 66,15 71,31 89,3
APK – SMA 41,03 40,09 47,51 60,02 79,58
APM -SMA 34,25 43,25 40,14 45,25 59,88
7
Rasio ketersediaan sekolah per penduduk usia sekolah
SD - 49,4 49,83 49,86 49,86
Sekolah Kejuruan (SMK) terdapat 17 Sekolah dengan jumlah guru 704 orang. Untuk
Madrasah Ibtidaiyah keagamaan di Kota Cirebon tahun 2010/2011 berjumlah 18,
dengan jumlah guru sekitar 240 orang. MTs berjumlah 12, dengan jumlah guru 231
orang, di tingkat MA jumlahnya 7 Sekolah mempunyai guru 164 orang.
2.7.2. Jumlah Penduduk Miskin
Kemiskinan menjadi salah satu indikator kemakmuran. Pada kurun 2002-2012, tingkat
kemiskinan Kabupaten Cirebon masih berada diatas rata-rata nasional dan Jawa Barat.
Angka kemiskinan di Kabupaten Cirebon (17,83%) nasional (14,91%), dan Jawa Barat
(12,15%). Namun demikian, kinerja penurunan angka kemiskinan Kabupaten Cirebon
lebih besar dibandingkan Jawa Barat. Capaian Kinerja Pembangunan menurunkanangka
Kemiskinkan Di Kabupaten Cirebon Rata-rata 0,47% per tahun.
Rendahnya tingkat daya beli masyarakat terkait dengan kondisi kemiskinan. Jumlah
keluarga miskin di Kota Cirebon sejak tahun 2000 hingga tahun 2003 cenderung
menurun, namun sejak tahun 2004 hingga tahun 2007 cenderung meningkat. Pada
tahun 2000 jumlah KK Miskin adalah sebanyak 12 ribu kepala keluarga, kemudian
menurun hingga 11 ribu kepala keluarga pada tahun 2003. Kondisi ini tidak bertahan
lama karena pada tahun 2004 jumlah keluarga miskin meningkat kembali menjadi 12
ribu kepala keluarga. Hingga akhir tahun 2007 jumlah keluarga miskin terus mengalami
peningkatan hingga terakhir berjumlah 15.449 kepala keluarga miskin. Dilihat dari segi
persentase, selama tiga tahun (2000 hingga tahun 2003) persentase keluarga miskin
terhadap total jumlah keluarga kota menurun dari 18,98 persen menjadi 17,28 persen.
Kemudian pada tahun 2004 hingga tahun 2007 meningkat kembali dari 19,01 persen
menjadi 22,65 persen. Fenomena peningkatan keluarga miskin ini bukan hanya terjadi di
Kota Cirebon tetapi juga terjadi pada tingkat Provinsi Jawa Barat. Di Jawa Barat pada
tahun 2003 penduduk miskin mencapai 27,89 persen dari seluruh jumlah penduduk,
atau sekitar 2,6 juta kepala keluarga. Dan pada tahun 2007 diperkirakan meningkat
menjadi 3,3 juta kepala keluarga atau mencapai 30 persen dari jumlah penduduk.
Untuk mengentaskan kemiskinan tersebut berbagai upaya telah dilakukan. Untuk bidang
pendidikan dan kesehatan telah dialokasikan anggaran yang cukup untuk membiayai
pendidikan dan kesehatan keluarga miskin. Untuk bidang fisik telah dilakukan berbagai
program dan kegiatan seperti perbaikan lingkungan, penyediaan MCK, dan lain
ada dalam APBD belum fokus pada pengentasan kemiskinan, selain karena porsi
anggaran yang dialokasikan termasuk kecil. Ke depan diharapkan fokus pengentasan
kemiskinan adalah pada upaya pendampingan dan pemberdayaan ekonomi masyarakat
miskin dengan jaminan ketersediaan pasar dan peluang berusaha yang lebih jelas.
Tabel 2.9
Jumlah Keluarga dan Keluarga Miskin di Kota Cirebon Tahun 2013-2014
Sumber : Kota Cirebon Dalam Angka, BPS
2.7.3. Perkembangan PDRB
Kondisi perekonomian Kota Cirebon pada Tahun 2013 secara umum mengalami
Kondisi ekonomi daerah yang diukur berdasarkan nilai PDRB menunjukkan bahwa pada
tahun 2013 PDRB Kota Cirebon yang dihitung Atas Dasar Harga Berlaku mencapai angka
Rp. 14,698 trilyun atau mengalami peningkatan sebesar 10,79 % dibandingkan tahun
sebelumnya yang sebesar Rp. 13,267 trilyun. Sedangkan nilai PDRB secara riil yang
dilihat dari PDRB yang didasarkan Atas Dasar Harga Konstan mencapai angka Rp.6,148
trilyun sementara pada tahun 2012 mencapai angka Rp.5,867 trilyun. Dengan
membandingkan angka di kedua tahun tersebut terlihat bahwa PDRB atas dasar harga
konstan tahun 2013 telah tumbuh sebesar 4,79 % sebagai indikator Laju Pertumbuhan
Ekonomi (LPE). Angka LPE ini ternyata menunjukkan pertumbuhan yang lebih kecil dari
LPE tahun sebelumnya yang mencapai 5,57 %. Penurunan angka LPE sebesar 0,78 poin
dari LPE tahun sebelumnya menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi di tahun ini
mengalami sedikit perlambatan.
Secara umum kegiatan ekonomi dikelompokkan menjadi tiga sektor ekonomi yaitu :
1. Sektor Primer, yaitu sektor yang tidak mengolah bahan mentah atau bahan baku
melainkan hanya mendayagunakan sumber-sumber alam seperti tanah dan deposit
didalamnya. Yang termasuk kelompok ini adalah sektor pertanian serta sektor
pertambangan dan penggalian.
2. Sektor Sekunder, yaitu sektor yang mengolah bahan baku, baik yang berasal dari
sektor primer maupun sektor sekunder menjadi barang lain yang lebih tinggi nilainya.
Sektor Sekunder mencakup sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas, air bersih
dan sektor bangunan/konstruksi.
3. Sedangkan Sektor Tersier atau dikenal juga sebagai sektor jasa-jasa, yaitu
sektor-sektor yang tidak memproduksi dalam bentuk fisik melainkan dalam bentuk jasa.
Yang termasuk sektor ini adalah sektor perdagangan, sektor pengangkutan dan
komunikasi, bank dan lembaga keuangan, sewa rumah, pemerintahan dan jasa- jasa.
Dari pengelompokkan tersebut tampak bahwa kelompok tersier masih mendominasi
dalam penciptaan nilai tambah di Kota Cirebon. Total Nilai Tambah Bruto (NTB) atas
dasar harga berlaku dari kelompok sektor tersier di tahun 2013 mencapai Rp. 10.207,21
milyar, atau meningkat 11,18 % dibandingkan tahun sebelumnya. Kelompok sekunder
mengalami peningkatan sebesar 9,85 % yaitu dari Rp. 4.045,64 milyar di Tahun 2012
sebesar 14,96 % atau dari Rp. 40,85 milyar pada tahun 2012 menjadi Rp. 46,96 milyar di