• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara kecerdasan emosional dengan perilaku prososial pada polisi - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Hubungan antara kecerdasan emosional dengan perilaku prososial pada polisi - USD Repository"

Copied!
120
0
0

Teks penuh

(1)

i

PROSOSIAL PADA POLISI

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun Oleh: Eva Emeninta Br. P

07 9114 032

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)

iv

keep your eyes open,

concentrate and make sure you know exactly what it is you want. No one can hit their target with their eyes closed.

- Paulo Coelho

Berjuang..

Berjuang sekuat tenaga

Tetapi jangan lupa

Perjuangan harus pula disertai doa

- Rhoma Irama

Saat kamu menginginkan sesuatu yang baik untukmu.. Percaya dan yakinlah.. Seluruh isi jadag raya akan membantumu

(5)

v

Yesus Kristus yang tidak henti-hentinya memberi berkat yang melimpah

Di kehidupanku..

Bapak dan Nande yang luar biasa memberi dukungan dan cinta kepadaku

Dan juga abang sekaligus sahabatku yang paling menyenangkan

Yang pernah aku miliki..

(6)

vi

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian dari karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 22 Juli 2014 Penulis

(7)

vii

PROSOSIAL PADA POLISI

Eva Emeninta Br. P.

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kecerdasaan emosional dengan perilaku prososial pada polisi. Hipotesis dari penelitian ini yaitu adanya hubungan positif antara kecerdasaan emosional dengan perilaku prososial pada polisi. Subyek dalam penelitian ini berjumlah 89 orang yang terdiri dari 74 pria dan 15 wanita. Variabel pada penelitian ini adalah kecerdasan emosi sebagai variabel bebas dan perilaku prososial sebagai variabel tergantung. Reliabilitas yang dihasilkan dari uji coba skala adalah sebesar 0,940 pada skala kecerdasan emosi dan reliabiltas sebesar 0,927 pada skala perilaku prososial.

Hasil analisis data menyatakan bahwa sebaran data normal dan linear. Data penelitian dianalisi dengan menggunakan teknik korelasi Product Moment dari Pearson dengan bantuan SPSS for Windows versi 16.00. hasil pehitungan yang diperoleh menunjukkan bahwa koefisien korelasi (r) yang didapatkan sebesar 0.813 (p<0.05). Hal ini berarti bahwa hipotesis dalam penelitian ini diterima.

(8)

viii

PROSOCIAL BEHAVIOR TO THE POLICE

Eva Emeninta Br. P.

ABSTRACT

This research aims to investigate the correlation between emotional intelligence with prosocial behavior to the police. The hypothesis is that there was positive relationship between emotional intelligence with prosocial behavior to the police. Subjects involved in this research were 89 people consisting of 74 men and 15 women. The research variables were their emotion quotient, as the independent variable, and their prosocial behavior, as the dependent variable. The tried out of two scales resulted reliability 0,940 for emotional intelligence and 0,927 for prosocial behavior.

The result of the data analysis revealed that the distribution of the data is normal and linier. The data research were analyzed using correlation technique of Product Moment from Pearson helped by SPSS for Windows version 16.00. The result showed that the coefficient correlation was 0.813 (p<0.05) . It means that the hypothesis of this research is accepted.

(9)

ix

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertandatangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma Nama : Eva Emeninta Br. Perangin-angin

Nomor Mahasiswa : 07 9114 032

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan Kepada Perpustakan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

Hubungan Antara Kecerdasan Emosional dengan Perilaku Prososial

pada Polisi

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya di internet atau media lain untuk keperluan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal: 22 Juli 2014 Yang menyatakan,

(10)

x

Puji syukur kepada saya panjatkan kepada Tuhan Yesus, karena telah memberi segalanya termasuk cinta kasih-Nya, hingga pada akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Proses penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari keterlibatan berbagai pihak yang telah

memberikan bantuan yang sangat berarti. Sehubungan dengan itu, maka pada kesempatan ini

saya ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapa, Putra dan Roh Kudus, atas segala karunia-Nya telah memberi saya pertolongan untuk menyelesaikan skripsi ini.

2. Alam semesta yang telah mengingatkan saya untuk ingat akan tanggung jawab seorang anak.

3. P. Henrietta PDADS, M.A , selaku dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk anak didiknya. Terima kasih untuk sabarnya ya Mbak, tetap semangat!! Kehidupan keras!!!

(11)

xi

Nanik, mas Gandung, pak Gik, mas Doni, mas Muji dan yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Terimakasih untuk semua pelayanan yang sangat menakjubkan.

6. Bapakku tercinta, yang selalu mendukung saya dalam setiap kondisi. Adek persembahkan hasil karya ini, sebagai bukti tanggung jawab adek sebagai anak. Tetaplah dukung adek dengan segala keputusan dan kondisi adek. Adek sayang Bapak, selalu..

7. Ny. Perangin-angin, Nande tercentil di dunia yang tidak sungkan-sungkan menceramahin saya dari menit per menit. Terima kasih telah mengandung, melahirkan, dan menjagaku.. Nande memang Istimewa!!!

8. Abangku yang baik tapi kere yang ada di Malang, terima kasih atas dukungan abang untuk adek. Walaupun kamu kere, adek selalu sayang sama abang. Peluk erat dan kecup basyah buat abang.

9. Kepada saudara-saudara yang ada di Medan, Bali, dan Bandung yang telah mendukung Emban untuk semangat mengerjakan skripsi.

10.Geng gaholku dulu, walaupun kalian sudah pada lulus, tetap setia mendukungku. Terima kasih Dino, Mbak We, Mega dan inang Petra.

11.Babikku, Ledita Carolina. Babik yang selalu mendukungku dan merampasiku

untuk makan bakmi jawa. Kau akan selalu jadi Babikku sepanjang masa…

(12)

xii

pikiranku tentang banyak hal. Makasi telah menjadi pendengar yang baik. Semoga kita bertemu lagi dikehidupan yang akan datang.

14.Teman-teman TN, terima kasih atas sindiran kalian yang bermacam-macam caranya. Kalian teman terasyik di dunia, walaupun kalian sedikit aneh buatku.

Mas Windra, makasi atas sindiriannya. Aku hafal loh sindiranmu “Mercu Buana juga bagus Va”, Prek mas!!!. Aku mau lulus koq. Aku tunggu

undangan nikah mu ya. Mas Kmk yang mendukung dengan sindirian

“ngerjainnya pas kepepet aja Va” dan taaraaa… kenyataan deh -.-.. mas Simin yang telah menjadi teman ngobrol yang asik sekali, mas Iwil galau. Semoga kamu segera dapat cewek yang bisa dinikahin ya. Mas Dick, tetap binal dan gahol, semoga sukses di pelayaran. Sari, ayo kejar aku, aku udah mau lulus loh, kamu juga pasti bisa!!! Peyyuukkk…

15.Mas Brot dan Pak Jay yang memberi masukan dan saran pada peelitian ini sekaligus mengajari cara SPSS. Kalian ruaarrr biaassaaa!!!! Hidup angkatan tua!!!!

16.Mami Nice yang memberi masukan dan dukungan kepada saya. Walaupun kita beda pulau, mami tetap mensupportku. Bangga punya mami kayak kamu! Hidup MAMI GAHOLL!!!

(13)

xiii

selalu buat dukungannya. Tuhan memberkati kalian semua.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini belumlah sempurna. Maka dari itu, kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca sangat diharapkan demi semakin sempurnanya skripsi ini. Akhirnya penulis berharap, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca pada umumnya dan bagi teman-teman mahasiswa Fakultas Psikologi pada khususnya.

Penulis

(14)

xiv

HALAMAN JUDUL ...

i

HALAMAN PERSETUJUAN ...

ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

MOTTO ... iv

PERSEMBAHAN ...

v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix

KATA PENGANTAR ...

x

DAFTAR ISI ... xiv

DAFTAR TABEL ... xviii

DAFTAR GAMBAR ... xix

DAFTAR LAMPIRAN ... xx

BAB I PENDAHULUAN ...

1

A. Latar Belakang Penelitian ...

1

(15)

xv

D. Manfaat Penelitian ... 12

1. Manfaat Teoritis ... 12

2. Manfaat Praktis ... 12

BAB II LANDASAN TEORI ... 13

A. Perilaku Prososial ... 13

1.

Definisi Perilaku Prososial ... 13

2. Aspek-aspek Perilaku Prososial ... 14

3. Faktor-faktor Perilaku Prososial ... 16

B. Kecerdasan Emosi ... 22

1. Definisi Kecerdasan Emosi. ... 22

2. Komponen-komponen Kecerdasan Emosi ... 23

3. Ciri-ciri Kecerdasan Emosi ... 29

4. Dampak-dampak Kecerdasan Emos ... 30

C. Polisi ... 31

D. Dinamika Hubungan antara Kecerdasan Emosi dan Perilaku ...

Prososial pada ... 35

(16)

xvi

BAB III METODE PENELITIAN ... 41

A. Jenis Penelitian ... 41

B. Identifikasi Variabel Penelitian ... 41

C. Definisi Operasional Variabel Penelitian. ... 41

D. Subyek Penelitian ... 43

E. Metode dan Teknik Pengambilan Data ... 44

F. Pengujian Instrumen Penelitian ... 50

1. Validitas ... 50

2. Seleksi Item ... 51

3.Reliabilitas ... 54

G. Metode Analisis Data ... 55

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 56

A. Pelaksanaan Penelitian ... 56

B. Deskriptif Data Subyek ... 57

C. Deskriptif Data Penelitian ... 57

D. Hasil Analisis Penelitian ... 59

(17)

xvii

E. Pembahasan ... 63

BAB V PENUTUP ... 66

A. Kesimpulan ... 66

B. Saran ... 61

DAFTAR PUSTAKA ... 68

(18)

xviii

Tabel 1 Distribusi Item Skala Kecerdasan Emosional ... 43

Tabel 2 Distribusi Item Skala Perilaku Prososial ... 46

Tabel 3 Distribusi Item Skala Kecerdasan Emosional ... 48

Tabel 4 Distribusi Item Skala Perilaku Prososial ... 49

Tabel 5 Data Subjek Penelitian ... 53

Tabel 6 Deskritif Data Penelitian ... 54

Tabel 7 Uji t Mean Empirik dan Mean Teoritik Skala Kecerdasaan

Emosi ... 54

Tabel 8 Uji t Mean Empirik dan Mean Teoritik Skala Perilaku

Prososial ... 55

Tabel 9 Hasil Uji Normalitas ... 56

Tabel 10 Hasil Uji Linearitas. ... 56

(19)

xix

Bagan Dinamika Psikologi ... 36

(20)

xx

Lampiran I Estimasi Reliabilitas dan Uji Seleksi Item Skala

Kecerdasan Emosi dan Skala Perilaku Prososial ... 70

Lampiran II Uji Normalitas, Uji Linearitas, Uji Hipotesis ... 79

Lampiran III Skala Perilaku Prososial dan Skala Kecerdasan

(21)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Polisi adalah pekerjaan yang memiliki peran penting bagi masyarakat. Istilah polisi berasal dari bahasa Belanda yaitu politie, yang mengambil dari bahasa Latin yaitu politia, yang berasal dari kata Yunani, politeia yang berarti warga kota atau pemerintahan kota. Menurut Kamus Bahasa Indonesia (2008) polisi berarti badan pemerintah yang bertugas memelihara keamanan dan ketertiban umum, misalnya menangkap orang yang melanggar undang-undang. Sadjijono (2006) menyebutkan polisi sebagai pelayan masyarakat yang berkewajiban untuk melayani masyakarat.

Idealnya, polisi diwajibkan membantu masyarakat sesuai dengan tugas yang ditetapkan oleh UU No. 28/1997 dan menjunjung tinggi HAM (Sadjijono, 2006), namun banyak berita di media menunjukkan bahwa perilaku polisi dalam bertugas belum sesuai dengan harapan. Kasus pemerasan oleh oknum polisi di Bali sempat menggegerkan Indonesia. Kasus tersebut menceritakan tentang turis Belanda yang tidak menggunakan helm dan menjadi korban pemerasan polisi di Bali. Berita ini dapat dilihat di Youtube (www.youtube.com, 2013) dan media online (www.news.okezone.com, 2013). Ada juga berita tentang anggota DPRD DKI mendapat kekerasan oleh oknum polisi di Kabupaten Klungkung, Bali pada

(22)

hari Rabu (20/2/2013) siang (www.seruu.com, 2013) Saat itu korban melihat ada warga yang ditilang, karena iba, korban menanyakan kepada polisi apa kesalahan dari warga tersebut. Polisi menjawab jika warga itu melanggar UU lalu - lintas. Saat korban menanyakan tentang UU itu, polisi itu tidak menjawab tetapi malah menentang korban.

Perilaku agresif polisi yang tidak menunjukkan profesionalitas juga terjadi di daerah lain. Media online Kompas (www.regional.kompas.com, 2013) memuat berita tentang oknum anggota Polres Kolaka berinisial Fr bersama seorang warga berinisial Is diduga menganiaya petugas Rumah Sakit Benyamin Guluh, Husni. Kepala Bagian Humas Polres Kolaka, AKP Nazaruddin, Jumat (25/10/2013) membenarkan adanya dugaan penganiayaan tersebut. Menurut polisi, penyebabnya hanya persoalan sepele antara saudara pelaku dengan korban. Nazaruddin juga menjelaskan, pelaku diduga lima orang, namun pihak kepolisian baru mengamankan dua orang, yakni oknum polisi dan Is. Sementara korban Husni, karyawan bagian anestesi rumah sakit tersebut, kini terbaring di ruang ICU dengan luka memar di bagian mukanya (www.regional.kompas.com, 2013).

(23)

surat kehilangan, tetapi polisi meminta uang dengan alasan uang sumbangan untuk menulis surat kehilangan.

Hal ini sesuai dengan survei yang pernah dilakukan oleh Syafrika (2004). Survei yang dilakukan Syafrika (2004) mengenai perilaku agresif Polantas menunjukkan adanya kecenderungan sejumlah oknum Polantas untuk melakukan tindak kekerasaan terhadap pelanggar lalu lintas. Survei tersebut dilakukan dengan menyebarkan kuesioner kepada 27 orang pengguna lalu-lintas di Jambi, yaitu 24 orang laki-laki dan 3 orang perempuan dengan rentang usia antara 17-50 tahun. Dari hasil survei tersebut didapat bahwa 81,5% pengguna jalan menyatakan pernah mengalami tindak kekerasaan yang dilakukan oleh Polantas, sedangkan sisanya menyatakan tidak pernah mengalami tindak kekerasaan oleh Polantas. Dari survei tersebut juga didapatkan bahwa persentasi tindak kekerasaan Polantas paling sering dialami oleh penguna lalu-lintas adalah membentak, sedangkan persentase tindakan yang paling rendah adalah menampar.

Penelitian yang lain dilakukan oleh Nilan (2012). Penelitian ini mengambil 86 responden yang berada di Surakarta, Jakarta, Pekanbaru, Mataram, dan Makassar dengan kisaran umur 17-67 tahun. Nilan melakukan interview

(24)

cara-cara pengelolaan "the conduct of conduct". Foucault berpendapat bahwa teknologi dominasi untuk mengendalikan kekerasan dan bertujuan untuk menghasilkan warga negara yang patuh. Dalam hal ini, pria yang toleran akan memberikan kontribusi positif dalam membangun kemakmuran negara. Polisi melakukan pendekatan kekuasaan yuridis, sementara masyarakat lebih suka dengan cara mediasi yang merupakan pendekatan kekuasaan pastoral. Saat mengalami suatu masalah, masyarakat lebih memilih cara penyelesaian masalah dengan musyawarah dan mufakat. Masyarakat tidak ingin polisi ikut campur tangan dalam masalah mereka, karena menurut sumber, polisi hanya akan membuat masalah tersebut menjadi lebih ruwet. Masyarakat menganggap polisi selalu menyelesaikan masalah dengan kekerasaan. Hal ini menyebabkan reputasi polisi di mata masyarakat sangat menurun (Rahardjo, 2007). Masyarakat menganggap polisi sering bertindak agresif, padahal seharusnya tugas polisi adalah membantu masyarakat dan tidak memandang bulu.

(25)

lingkungan hidup dari gangguan ketertiban atau bencana termasuk memberi perlindungan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia. (c). Pejabat Kepolisian Negara RI senantiasa bertindak berdasarkan norma hukum dan mengindahkan norma agama, kesopanan, kesusilaan, serta menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM).

Berdasarkan UU No. 28/1997, dapat diketahui apa tugas dari polisi sebenarnya, yaitu membantu, melayani, melindungi dan memberi pertolongan kepada masyarakat. Telah diketahui bahwa tugas polisi tersebut disebut perilaku prososial. Perilaku prososial adalah suatu tindakan menolong yang menguntungkan orang lain tanpa harus menyediakan suatu keuntungan langsung pada orang yang melakukan tindakan tersebut, dan mungkin bahkan melibatkan suatu resiko bagi orang yang menolong. Menurut Baron (2005) perilaku prososial didefinisikan sebagai melakukan sesuatu yang baik untuk orang lain atau untuk masyarakat secara keseluruhan. Perilaku prososial juga meliputi perilaku yang menghargai orang lain. Bandura (2000) berpendapat bahwa perilaku prososial berbanding terbalik dengan perilaku agresi, artinya peningkatan perilaku prososial selalu diikuti oleh penurunan perilaku agresi seseorang, oleh karena itu, perilaku prososial bagi polisi penting dalam pelaksanaan tugas.

(26)

empati/kepribadian altruism, mood, jenis kelamin, faktor lingkungan dan tanggung jawab moral.

Pertama, faktor naluri dan gen. Psikologi evolusioner menyatakan bahwa perilaku didorong oleh atribut genetis. Secara genetik manusia tersebut diprogram untuk mempelajari norma sosial dan salah satu dari norma yang dipelajari adalah altruisme (Hoffman, 1981; Kameda, Takezawa, & Hastie, 2003). Norma sosial berupa kemampuan bekerjasama, berkolaborasi dan menciptakan sinergi menjadi norma yang wajib diinternalisasi, kemudian diwujudkan dalam perilaku prososial.

Faktor kedua, perbandingan antara keuntungan dan kerugian saat melakukan perilaku prososial. Perilaku seseorang berlandaskan keinginan untuk memaksimalkan penghargaan dan meminimalkan biaya (Homans, 1961; Lawler & Thye, 1999; Thibaut & Kelley, 1959).

Faktor ketiga, empati dan kepribadian altruism. Kemampuan untuk memahami keadaan orang lain, mengambil perspektif orang lain dan pertimbangan untuk tidak mementingkan diri sendiri saling bekerjasama untuk mendorong munculnya perilaku prososial (Baron, 2005).

(27)

dibandingkan orang yang memiliki kesadaran diri dan penguasaan diri kurang (Goleman, 1998).

Faktor kelima, jenis kelamin. Hampir semua budaya di dunia memiliki norma untuk menentukan sifat dan perilaku untuk pria dan wanita, mempelajari sebagai anak laki-laki dan perempuan yang tumbuh berbeda. Dalam budaya barat, peran pria dituntut untuk menjadi ksatria dan heroik sedangkan perempuan diharapkan untuk menjadi pengasuh, peduli dan nilai dekat, hubungan jangka panjang.

Faktor keenam adalah faktor lingkungan. Amanto (1983) menjelaskan bila orang tersebut sudah menginterlisasikan norma sosial (salah satunya saling membantu satu sama lain) yang dianut di lingkungan maka orang tersebut akan lebih mudah berperilaku prososial.

Faktor ketujuh adalah tanggung jawab moral, berupa integritas moral, hipokrisi moral (Baron, 2005). Tanggung jawab moral tersebut menjadi motif seseorang dalam melakukan perilaku prososial, artinya seseorang terdorong untuk memenuhi standar tanggungjawab dan membangun komitmen untuk berperilaku prososial berdasarkan tingkat kekuatan motivasi mereka.

(28)
(29)

Goleman (1998) mengadaptasi lima komponen dasar kecakapan emosi dan kecakapan sosial sebagai berikut ; (a) kesadaran diri, (b) pengaturan diri, (c) motivasi, (d) empati, (e) keterampilan sosial. Pertama, kesadaran diri adalah kemampuan untuk mengenali apa yang individu rasakan dan menggunakan untuk memandu pengambilan keputusan diri sendiri (Goleman, 1998). Kedua, pengaturan diri adalah kemampuan menangani emosi sedemikian rupa sehingga berdampak positif kepada pelaksanaan tugas. Kemampuan pengaturan diri dapat diuraikan menjadi 5, yaitu kendali diri, sifat dapat dipercaya, kewaspadaan, adaptibilitas dan inovasi. Ketiga adalah motivasi. Motivasi adalah kemampuan menggunakan hasrat yang paling dalam untuk menggerakkan dan menuntun menuju sasaran, membantu mengambil inisiatif dan bertindak sangat efektif, serta untuk bertahan menghadapi kegagalan dan frustasi. Keempat, empati. Empati adalah kemampuan merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain, mampu memahami perspektif mereka, menumbuhkan hubungan saling percaya dan menyelaraskan diri dengan bermacam – macam orang. Kelima, keterampilan sosial adalah kemampuan mengenai emosi yang baik ketika berhubungan dengan orang lain dengan cermat membaca situasi serta jaringan sosial.

(30)

ditunjukkan dengan Rxy = 0.932 dengan p = 0,000, sehingga hipotesis dalam penelitian ini diterima. Penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan positif antara empati, kematangan emosi, jenis kelamin terhadap perilaku prososial. Empati terhadap perilaku prososial rxy = 0,884 dan p= 0,000. Kematangan emosi terhadap perilaku prososial rxy = 0,794 dan p = 0,000. Hipotesis yang menyatakan bahwa tidak adanya perbedaan perilaku antara laki-laki dan perempuan terhadap perilaku prososial.

Penelitian juga dilakukan oleh Toi dan Batson pada tahun 1982 (dalam, Eisenberg dan. Mussen, 1989). Subjek penelitian adalah mahasiswa. Peneliti membuat sebuah manipulasi yang dirancang untuk mendorong mahasiswa untuk mengambil peran dan berempati. Hasil dari penelitian ini adalah siswa yang dalam kondisi empati akan berusaha membantu kesulitan temannya, tetapi sebagian dari mahasiswa tersebut membantu karena alasan tidak ingin terbeban dari perasaan bersalah. Perasaan bersalah dimunculkan dari tidak sesuainya keinginannya dengan norma yang ada di sekitarnya, sehingga muncullah

personal distress”. Cara mudah untuk menghilangkan personal distress adalah mengikuti norma yang berlangsung. Sehingga keadaan emosional seseorang memiliki korelasi yang kuat dengan terjadi perilaku prososial seseorang (Eisenberg dan. Mussen, 1989)

(31)

bertindak, karena orang tersebut dapat menanggani emosi yang ada dalam dirinya. Selain itu, memiliki hasrat untuk membantu dan bertindak secara efektif. Orang yang memiliki kecerdasaan emosional tinggi juga mampu merasakan apa yang orang lain rasakan sesuai dengan persepsi mereka. Orang yang memiliki kecerdasaan emosi tinggi juga mampu menginternalisasikan norma sosial yang dianut (norma menolong) dan lebih mudah mengaplikasikan dalam bentuk tindakan, yaitu perilaku menolong. Ini berlaku sebaliknya dengan orang yang memiliki kecerdasaan emosional rendah. Dimana orang akan sulit belajar atau menginternalisasikan norma sosial serta sulit mengaplikasikan tindakan di kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan penelitian-penelitian yang dipaparkan sebelumnya dan juga melihat kasus-kasus yang terjadi di masyarakat, peneliti semakin tertarik untuk mencari hubungan antara kecerdasaan emosi dengan perilaku prososial, khususnya pada lingkup polisi.

B. Rumusan Permasalahan

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dibahas sebelumnya, maka rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

(32)

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kecerdasaan emosional dengan perilaku prososial pada polisi.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan memperkaya pengetahuan di bidang psikologi sosial, khususnya tentang perilaku prososial dengan kecerdasan emosional

2. Manfaat Praktis

(33)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Perilaku Prososial

1. Definisi Perilaku Prososial

Menurut Baron (2005) tindakan prososial adalah tindakan yang tidak menyediakan keuntungan langsung pada orang yang melakukan tindakan tersebut dan bahkan mungkin mengandung derajat risiko tertentu. Perilaku prososial adalah perilaku yang memberi manfaat yang baik kepada orang lain atau masyarakat disekitarnya, dengan cara menolong orang lain tanpa memandang tentang motif dari penolong (Baron, 2008 ; Taylor dkk, 2006).

Watson (1984) berpendapat bahwa perilaku prososial adalah tindakan yang memiliki konsekuensi positif bagi orang lain, tindakan menolong sepenuhnya yang dimotivasi oleh kepentingan sendiri tanpa mengharapkan sesuatu untuk dirinya. Pendapat ini juga di dukung oleh pendapat Myers (dalam Sarwono, 2002) menyatakan bahwa perilaku prososial atau altruisme adalah hasrat untuk menolong orang lain tanpa memikirkan kepentingan - kepentingan sendiri. Kartono (2003) menambahkan tentang teori prososial. Kartono (2003) menyatakan bahwa perilaku prososial adalah suatu perilaku sosial yang menguntungkan di dalamnya terdapat unsur unsur kebersamaan, kerjasama, kooperatif, dan altruisme.

(34)

Perilaku prososial dapat memberikan pengaruh bagaimana individu melakukan interaksi sosial. Sears (1991) memberikan pemahaman mendasar bahwa masing-masing individu bukanlah semata-mata makhluk tunggal yang mampu hidup sendiri, melainkan sebagai makhluk sosial yang sangat bergantung pada individu lain, individu tidak dapat menikmati hidup yang wajar dan bahagia tanpa lingkungan sosial. Taylor dkk (2006) juga berpendapat hal yang sama, bahwa perilaku prososial sangat efektif membangun relasi antara penolong dengan orang lain.

Dapat disimpulkan bahwa perilaku prososial adalah perilaku yang memberi bantuan kepada orang lain tanpa memikirkan kerugian dari penolong itu sendiri.

2. Aspek – aspek perilaku prososial.

Menurut Mussen dkk. (dalam, Asih dan Pratiwi, 2010) menjelaskan aspek- aspek dari perilaku prososial. Mussen membagi aspek-aspek tersebut menjadi 5, yaitu :

a. Berbagi

Kesediaan penolong untuk berbagi perasaan dengan orang lain (korban) dalam suasana suka maupun suasana duka.

(35)

Kesedian untuk bekerjasama dengan orang lain demi mencapai tujuan bersama.

c. Menolong

Kesediaan untuk menolong orang lain, di saat orang tersebut sedang berada di situasi yang sulit.

d. Bertindak jujur

Kesediaan untuk melakukan suatu tindakan yang tidak dibuat-buat (apa adanya) dan tidak berbuat curang.

e. Berderma

Kesediaan untuk memberikan secara sukarela sebagian dari barang miliknya kepada orang yang lain yang sedang membutuhkan.

Bringham (dalam, Asih dan Pratiwi, 2010) juga memberikan pendapatnya tentang aspek-aspek dari perilaku prososial. Ada sedikit perbedaan yang diungkapkan oleh Bringham. Bringham mengungkapkan tentang persahabatan di dalam aspek prososial sedangkan Mussen tidak. Bringham membagi aspek prososial menjadi 5, yaitu:

a. Persahabatan

(36)

b. Kerjasama

Ketersediaan untuk bekerjasama dengan orang lain agar tercapai tujuan yang diinginkan.

c. Menolong

Kesediaan untuk menolong orang lain yang berada dalam situasi kesulitan atau membutuhkan pertolongan

d. Bertindak jujur

Kesediaan penolong untuk bertindak apa adanya dan tidak berbuat curang

e. Berderma

Kesediaan untuk memberikan secara sukarela sebagian dari barang miliknya kepada orang yang lebih membutuhkan.

Aspek-aspek tersebut memiliki kaitan yang erat antara satu dengan yang lain. Oleh karena itu, di penelitian ini menggunakan aspek sebagai berikut : berderma, persahabatan, kerjasama, menolong, bertindak jujur dan berbagi.

3. Faktor – faktor perilaku prososial

(37)

a. Faktor naluri dan gen.

(38)

b. Perbandingan antara keuntungan dan kerugian saat melakukan perilaku prososial.

Seseorang akan memaksimalkan penghargaan sosial daripada kerugian sosial. Perilaku prososial merupakan perilaku yang memiliki biaya mahal (misalnya mengakibatkan rasa sakit, kehilangan materi dan memakan waktu) karena itu, seseorang harus yakin adanya timbal balik positif yang lebih besar daripada biaya yang telah ia keluarkan (dalam, Baron, 2005). c. Empati dan kepribadian altruism.

(39)

relevan menentukan apa yang disebut sebagai kepribadian altruistik (altruistic personality). Altruisme adalah tingkah laku yang merefleksikan pertimbangan untuk tidak mementingkan diri sendiri demi kebaikan orang lain.

d. Mood.

Kondisi suasana hati yang baik akan meningkatkan peluang terjadinya perilaku menolong orang lain, sedangkan kondisi suasana hati yang tidak baik akan menghambat pertolongan (Amato, 1986; Rogers dkk, 1982; Thompson, Cowan, & Rosenham, 1980). Orang yang memiliki suasana hati yang baik cenderung memiliki sudut pandang positif terhadap kehidupan, mampu melihat sisi baik dalam setiap peristiwa dan terbuka pada orang lain.

(40)

membantu lebih cenderung mengikuti dari situasi seperti ini (terutama ketika membantu ini kompatibel dengan pikiran yang menyenangkan). Singkatnya, suasana hati yang baik, bahan yang menyenangkan dari memori, dan kegiatan prososial saling memperkuat satu sama lain. Selain itu juga, kondisi mood yang baik terutama dibangun oleh kesadaran diri dan penguasaan diri mereka.

e. Jenis kelamin.

Sebenarnya antara pria dan wanita sama sama memiliki keberanian yang luar biasa dalam membantu orang lain (Taylor dkk, 2005). Para wanita menawarkan bantuan untuk wanita dan pria dalam kadar yang sama, sedangkan pria lebih banyak menawarkan bantuan kepada wanita (Myers, 2012). Peneliti telah berfokus pada sikap membantu yang melibatkan tentang pengasuhan dan komitmen, tapi beberapa studi telah menemukan bahwa perempuan lebih membantu dalam jangka panjang, hubungan mengasuh daripada laki-laki (dalam, Elliot Aronson dkk, 2005). f. Faktor lingkungan.

(41)

satunya saling membantu satu sama lain) yang dianut di lingkungan desa. Efek bystander juga mempengaruhi orang tersebut berperilaku prososial atau tidak. Kecenderungan untuk berespon prososial pada keadaan darurat dipengaruhi oleh jumlah bystander, probabilitas bahwa seorang bystander

akan menolong menurun dan lamanya waktu sebelum pertolongan diberikan meningkat.

g. Tanggung jawab moral, berupa integritas moral, hipokrisi moral.

Integritas moral adalah motivasi untuk bermoral dan benar-benar terlibat dalam tingkah laku moral. Bagi mereka yang termotivasi dengan integritas moral, pertimbangan kebajikan dan keadilan terkadang sering sekali membutuhkan pengorbanan self-interest untuk melakukan hal yang benar. Bagi orang yang bermoral, konflik antara self-interest dan integritas moral dapat diselesaikan dengan pilihan bermoral, suatu pilihan yang juga dipengaruhi oleh dukungan internal dan eksternal. Kategori manusia yang ingin terlihat bermoral sementara sebenarnya orang tersebut sedang menghindari kerugian dari tingkah laku bermoral sebenarnya disebut hipokrisi moral. Individu pada kategori ini ini didorong oleh self-interest

(42)

moral tersebut menjadi motif seseorang dalam melakukan perilaku prososial, artinya seseorang terdorong untuk memenuhi standar tanggungjawab dan membangun komitmen untuk berperilaku prososial berdasarkan tingkat kekuatan motivasi mereka.

B. Kecerdasan Emosional

1. Definisi kecerdasan emosional (Emotion Intelligence)

Pada tahun 1990, dua psikolog Salovey dan Mayer, membuat konsep kecerdasaan emosional ( Emotional Intelligence- EI). Menurut Salovey dan Mayer kecerdasaan emosional adalah kemampuan seseorang dalam memahami dan meregulasi emosi, suatu komponen penting dari tingkah laku yang efektif dan inteligen (dalam Papalia dkk., 2008). Selain itu EI

adalah kemampuan untuk memonitor diri sendiri dan emosi orang lain, untuk membedakan diantaranya, dan menggunakan informasi tersebut untuk memandu berfikir dan bertindak.

(43)

emosional dan memperluaskan hingga mencakup beberapa kualitas seperti, optimisme, kecermatan, motivasi, empati, dan kompensasi sosial (dalam Papalia dkk., 2008). Goleman (1998) menyatakan bahwa kecerdasaan emosional adalah kemampuan yang lebih yang dimiliki seseorang dalam memotivasi diri, ketahanan dalam menghadapi kegagalan, mengendalikan emosi dan menunda kepuasaan, serta mengatur keadaan jiwa.

Dapat disimpulkan bahwa kecerdasaan emosional adalah kemampuan seseorang untuk mengelola emosi diri sendiri dan orang lain agar terciptanya relasi antara satu dengan yang lain.

2. Komponen -komponen kecerdasan emosional

Goleman (1998) mengadaptasi model kecerdasaan emosional dari Salovey dan Mayer, yang menurutnya paling bermanfaat untuk memahami cara kerja kecerdasaan emosi dalam kehidupan sehari-hari. Goleman (1998) mengungkapkan ada 5 komponen dasar dari kecerdasaan emosional dan kecakapan sosial, yaitu :

a. Kesadaran diri.

(44)

Kesadaran diri dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu kesadaran emosi, penilaian diri dan percaya diri.

1) Kesadaran emosi

Kasadaran emosi berarti individu dapat mengenali emosi diri sendiri dan juga efek dari emosinya.

2) Penilaian diri

Kemampuan penilaian diri menunjukkan secara luas pengetahuan individu itu sendiri. Pengetahuan yang dimaksud adalah tentang kekuatan dan batas-batas diri sendiri.

3) Percaya diri

Kepercayan diri menunjukkan seberapa besar keyakinan yang dimiliki individu tentang harga diri dan kemampuan individu itu sendiri.

b. Pengaturan diri

(45)

1) Kendali diri

Kendali diri yaitu kemampuan mengelola emosi-emosi dan desakan-desakan hati yang sifatnya tidak baik

2) Sifat dapat dipercaya

Kemampuan memelihara dan menjunjung norma kejujuran dan integritas.

3) Kewaspadaan

Kewaspadaan yaitu sikap yang bertanggung jawab pada kinerja diri sendiri.

4) Adaptibilas

Adaptibilitas yaitu mampu dalam menghadapi perubahan perubahan yang terjadi

5) Inovasi

Inovasi adalah kemampuan mudah menerima dan terbuka pada ide-ide, pendekatan dan informasi- informasi yang baru

c. Motivasi

(46)

Dorongan prestasi adalah dorongan untuk menjadi lebih baik dari sebelumnya atau memenuhi standar keberhasilan

2) Komitmen

Kemampuan dimiliki oleh individu yang dapat menyesuaikan diri dengan tujuan kelompok disebut komitmen

3) Inisiatif

Inisiatif yaitu kesiapan untuk melihat dan memanfaatkan kesempatan

4) Optimisme

Optimisme adalah kegigihan dalam memperjuangkan tujuannya walaupun ada rintangan dan kegagalan.

d. Empati

Empati adalah kemampuan yang dimiliki oleh individu yang dapat merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain, selain itu juga memahami perspektif orang lain, menumbuhkan hubungan saling percaya dan menyelaraskan diri dengan bermacam-macam orang. Empati dapat diuraikan menjadi 5, yaitu:

1) Memahami orang lain

(47)

2) Orientasi pelayanan

Orientasi pelayanan yaitu mengantisipasi, mengenali dan berusaha memenuhi kebutuhan orang lain.

3) Mengembangkan orang lain

Mengembangkan orang lain adalah kemampuan merasakan kebutuhan perkembangan orang lain dan berusaha mengembangkan kemampuan orang lain.

4) Menerima keragaman

Menerima keragaman yaitu menumbuhkan peluang melalui relasi yang orang lain.

5) Kesadaran politik

Kesadaran emosi adalah kemampuan yang mampu membaca arus-arus emosi sebuah kelompok dan hubungannya dengan kekuasaan.

e. Keterampilan sosial

(48)

menyelesaikan perselisihan, serta untuk bekerja sama dalam tim. Keterampilan sosial ini dapat dibagi menjadi 8 bagian, yaitu :

1) Pengaruh

Pengaruh yaitu memiliki berbagai taktik dan strategi untuk persuasi orang lain.

2) Komunikasi

Mengirimkan pesan yang jelas dan tepat, juga meyakinkan orang lain 3) Kepemimpinan

Kepimpinan adalah kemampuan yang dapat membangkitkan inspirasi dan memandu kelompok serta orang lain.

4) Katalisator perubahan

Katalisator perubahan adalah kemampuan memulai dan mengelola perubahan

5) Manajemen konflik

Manajemen konflik yaitu kemampuan yang dapat bernegosiasi dan memecahkan silang pendapat.

6) Pengikat jaringan

(49)

7) Kolaborasi dan kooperasi

Kolaborasi dan kooperasi yaitu kemampuan yang mampu bekerja sama dengan orang lain demi tujuan bersama

8) Kemampuan tim

Kemampuan tim yaitu kemampuan yang dapat menciptakan sinergi pada kelompok dalam memperjuangkan tujuan bersama.

3. Ciri-ciri kecerdasan emosional

Kecerdasan emosional bisa terditeksi dengan melihat tingkah laku yang mereka lakukan. Orang yang memiliki kecerdasan emosional yang baik biasanya memiliki ciri- ciri sebagai berikut (dalam, Asih dan Pratiwi, 2002):

1) Penerimaan diri yang baik. Individu yang yang memiliki kecerdasaan emosi yang baik akan menerima kondisi fisik maupun psikisnya, baik secara pribadi dan sosial.

2) Pada umumnya tidak impulsif karena dapat mengatur pikirannya dalam memberikan tanggapan terhadap stimulus.

3) Dapat mengontrol emosi dengan baik dan juga mengontrol ekspresi emosinya dengan baik.

(50)

5) Bertanggung jawab penuh, dapat berdiri sendiri, tidak mudah mengalami frustasi dan juga mampu menghadapi masalah.

6) Kasih sayang. Individu mempunyai rasa kasih sayang seperti kasih sayang orang tua atau keluarganya sehingga dapat diwujudkan kepada orang lain sesuai dengan norma sosial yang ada.

7) Emosi terbuka, lapang, yang artinya individu tersebut menerima kritik dan saran dari orang lain demi pengembangan diri dan memahami secara mendalam tentang dirinya.

8) Objektif, yang dimana individu tersebut akan memandang kejadian

berdasarkan dunia orang lain dan tidak hanya dari sudut pandang pribadi.

4. Dampak Kecerdasan Emosional

Kemampuan kecerdasan emosional memiliki dampak kepada individu itu sendiri. Dampak dari kecerdasan emosional (Goleman, 1998) adalah :

1) Individu tersebut lebih bertanggung jawab pada tugasnya.

2) Individu dapat lebih memahami keadaan orang lain, karena memiliki tenggang rasa dan sangat perhatian dengan lingkungannya.

(51)

4) Saat individu memahami keadaan orang lain, individu tersebut lebih bersifat sosial, suka menolong, dan mampu mengurangi berperilaku kasar pada orang lain.

5) Individu lebih memahami akibat-akibat dari tindakan mereka, sehingga individu tersebut akan berpikir terlebih dahulu sebelum bertindak.

6) Individu juga mampu mengatasi kecemasan yang ada dalam dirinya. 7) Individu dapat dijadikan tempat bergantung oleh rekan-rekan

sebayanya.

8) Individu mampu bekerja sama dengan orang lain.

9) Individu mudah bergaul dengan orang lain sehingga mempunyai teman yang banyak.

10) Individu juga membawa suasana yang lebih positif di lingkungannya.

C. Polisi

(52)

ada masyarakat yang melanggar hukum, terurtama perilaku yang menyimpang (kejahatan), maka diperlukan peran polisi untuk memulihkan keadaan (restitutio in integrum) dan memaksa si pelanggar hukum untuk bertanggung jawab atau menanggung akibat dari perbuatannya (Sadjijono, 2006).

Banyak perilaku polisi yang menunjukkan ketidak profesionalnya saat bekerja. Contohnya saja berita yang dimuat di harian Pikiran Rakyat, tanggal 15 Juni 2004, karena kesalahan plat nomor kendaraan, kendaraan pelapor diberhentikan oleh oknum Polantas, kemudian diminta SIM dan STNK,

sampai akhirnya oknum Polantas tersebut menawarkan “denda damai”. Pada

saat itu pelapor tidak membawa uang, dan karena kesal oknum Polantas tersebut kemudian melemparkan SIM dan STNK ke muka pelapor. Ada juga fenomena yang membahas tentang perilaku kurang baik dari polisi lalu lintas. Masyarakat sering mengeluhkan tentang ketidakramahannya sampai perilaku yang suka menilang dengan paksa (Jawa Pos, 4/7/2006). Fenomena-fenomena ini menjadi latar belakang mengapa masyarakat mempertanyakan bagaimana perilaku polisi yang sebenarnya.

(53)

pada Polisi dan Skala Kecerdasan Emosional yang disebarkan kepada 70 subjek. Skala Profesionalisme pada Polisi terdiri dari 26 aitem dengan α = 0,

809, dan Skala Kecerdasan Emosional terdiri dari 25 aitem dengan α = 0, 853.

Hasil analisis tersebut juga menunjukkan adanya hubungan positif dan sangat signifikan antara kecerdasan emosional dengan profesionalisme pada polisi yang ditunjukkan oleh angka korelasi rxy = 0,502 dengan p = 0,000 (p<0,05).

Penelian juga dilakukan oleh Adria Dahriani (2007), yang membahas perilaku prososial terhadap pengguna jalan (studi fenomenologis pada polisi lalu lintas). Metode pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara dan observasi. Subjek penelitain ini sebanyak tiga personil anggota Satlantas Polwiltabes Semarang yang berada di pos penjagaan yang berbeda-beda. Penelitian ini menemukan bahwa dalam berperilaku prososial memerlukan proses evaluasi, berupa pertimbangan-pertimbangan tertentu, sampai pada faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku prososial subjek. Hasil evaluasi tersebut akan mengambarkan perilaku prososial subjek dalam bentuk respon yang sesuai dengan sikapnya.

(54)

terbinanya ketentraman masyarakat dengan menjunjung Hak Asasi Manusia (HAM).

Dalam pasal 13 dan 14 UU No. 2 tahun 2002 menjelaskan beberapa tugas yang dilakoni oleh polisi (Sadjijono, 2006), yaitu:

1) Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat. 2) Menegakkan hukum.

3) Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.

4) Membina dan meningkatkan partisipasi, kesadaran dan ketaatan masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan.

5) Turut serta dalam pembinaan hukum nasional.

(55)

D. Dinamika Hubungan antara Kecerdasan Emosional dan Perilaku

Prososial pada Polisi

Menurut Hurlock (1999) kecerdasaan emosional adalah tidak meledaknya emosi saat berelasi dengan orang lain melainkan menunggu situasi dan tempat yang tepat untuk mengungkapkan emosinya dengan cara yang bisa diterima oleh orang lain. Dengan kemampuan ini, manusia akan lebih mudah berinteraksi dengan orang lain, termasuk polisi.

Polisi adalah bagian birokrasi pemerintahan yang fungsinya menjalankan kontrol sosial sehingga polisi memiliki monolopi kekuatan dan kekuasaan. Selama keadaan biasa-biasa saja atau normal, maka yang terlihat dari tugas polisi adalah menjalankan penegakan hukum. Penegakan hukum sudah menjadi lambang bagi pekerjaan kontrol sosial tersebut (Rahardjo, 2007).

(56)

langsung dengan masyakarat, agar pelayanan mudah di berikan oleh polisi (Rahardjo, 2007). Untuk itu dibutuhkan kemampuan untuk mengelola emosi dengan baik, ini disebut dengan kecerdasaan emosional.

Menurut Hurlock (1999) kecerdasaan emosional adalah tidak meledaknya emosi saat berelasi dengan orang lain melainkan menunggu situasi dan tempat yang tepat untuk mengungkapkan emosinya dengan cara yang bisa diterima oleh orang lain. Dengan kemampuan ini, manusia akan lebih mudah berinteraksi dengan orang lain, termasuk polisi.

(57)

berhubungan dengan tanggung jawab moral seseorang. Dimana polisi harus mempertimbangkan kebajikan dan keadilan bahkan pengorbanan dan ini merupakan tugas dari polisi. dengan kemampuan ini juga, polisi dapat mengendalikan emosi (mood) dirinya sendiri. Polisi juga harus memiliki kemampuan untuk mengetahui bagaimana perasaan orang lain dan ikut serta berperan dalam pergulatan dalam arena kehidupan karena ini merupakan salah satu tugas polisi, kemampuan ini disebut kemampuan berempati (Goleman, 1998). Faktor inilah yang membuat seseorang mengambil peran sebagai penolong di dalam situasi yang genting.

(58)

besar pula kecenderungan orang tersebut untuk campur tangan. Campur tangan yang dilakukan oleh saksi, tergantung dari prinsip moral yang dianut oleh sanksi. Prinsip moral itu bisa saja perilaku menolong. Perilaku menolong ini dikenal sebagai perilaku prososial.

(59)
(60)

Berdasarkan teori-teori yang menjelaskan tentang kecerdasaan emosional dan perilaku prososial, maka “adanya hubungan yang positif antara

kecerdasaan emosional dengan perilaku prososial pada polisi”. Jadi, semakin

(61)

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasional. Penelitian korelasional akan menunjukkan apakah ada kaitannya antara setiap skor pernyataan yang bersangkutan dengan skor total skala dan ini dilihat dari besarnya koefisien korelasi (Azwar, 2005). Dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara kecerdasaan emosional dengan perilaku prososial pada polisi.

B. Identifikasi Variabel Penelitian

Variabel – variabel yang terdapat dalam penelitian ini adalah : 1. Variabel Prediktor (Y) : Kecerdasan emosional

2. Variabel Kriterium(X) : Perilaku prososial

C. Definisi Operasional Variabel Penelitian

1) Perilaku Prososial

Perilaku prososial adalah perilaku menolong yang dilakukan oleh polisi, yang dilakukan berdasarkan kepentingan sosial bukan semata-mata untuk kepentingan pribadi. Perilaku prososial ini muncul

(62)

bukan individual. Perilaku prososial individu polisi nampak dalam skor total skala yang dihasilkan dari skala perilaku prososial. Semakin tinggi skor perilaku prososial maka semakin tinggi perilaku prososial polisi dan semakin rendah skor perilaku prososial maka semakin rendah perilaku prososial polisi. Prososial memiliki aspek-aspek yang ingin diteliti, dan aspek tersebut sebagai berikut :

a) Berbagi b) Kerjasama c) Menolong d) Berderma e) Persahabatan

2) Kecerdasaan Emosional

(63)

seseorang. Ada beberapa aspek yang ingin diteliti dari kecerdasan emosional, aspek-aspek tersebut sebagai berikut :

a) Kesadaran diri b) Pengatuan diri c) Motivasi d) Empati

e) Keterampilan sosial

D. Subjek Penelitian

Sampel penelitian ini adalah polisi dalam tahap perkembangan dewasa awal laki-laki dan perempuan dengan rentang usia 18-40 tahun dan dewasa tengah laki-laki dan perempuan dengan rentang usia 40-60 tahun (Hurlock, 1999). Dimana pada usia 18-60 adalah usia yang masih produktif (Hurlock, 1999). Subjek dalam penelitian ini diambil dengan menggunakan teknik

(64)

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu dengan cara metode skala. Skala adalah pertanyaan yang disusun untuk mengungkap atribut-atribut tertentu melalui respon terhadap pertanyaan yang diberikan (Azwar, 2012).

1. Skala Kecerdasan Emosional

Skala kecerdasan emosional ini bertujuan untuk melihat tingkat kecerdasaan emosional pada polisi. Skala ini menggunakan skala tipe

Likert, dimana masing-masing item terdiri dari empat kategori jawaban yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Setiap kategori diberi skor sebagai berikut:

Untuk aitem yang favorabel :

Nilai 4 : Untuk jawaban Sangat Sesuai (SS), artinya subyek sangat setuju dengan pernyataan yang tersedia karena dirasa sangat sesuai dengan keadaan yang dirasakan oleh subyek. Nilai 3 : Untuk jawaban Sesuai (S), artinya subyek setuju dengan

pernyataan yang tersedia karena dirasa sesuai dengan keadaan yang dirasakan oleh subyek.

(65)

sangat tidak setuju dengan pernyataan yang tersedia karena dirasa sangat tidak sesuai dengan keadaan yang dirasakan oleh subyek.

Untuk aitem yang unfavorabel :

Nilai 1 : Untuk jawaban Sangat Sesuai (SS), artinya subyek sangat setuju denganpernyataan yang tersedia karena dirasa sangat sesuai dengan keadaan yang dirasakan oleh subyek.

Nilai 2: Untuk jawaban Sesuai (S), artinya subyek setuju dengan pernyataan yang tersedia karena dirasa sesuai dengan keadaan yang dirasakan oleh subyek.

Nilai 3 : Untuk jawaban Tidak Sesuai (TS), artinya subyek tidak setuju dengan pernyataan yang tersedia karena dirasa tidak sesuai dengan keadaan yang dirasakan oleh subyek.

Nilai 4 : Untuk jawaban Sangat Tidak Sesuai (STS), artinya subyek sangat tidak setuju dengan pernyataan yang tersedia karena dirasa sangat tidak sesuai dengan keadaan yang dirasakan oleh subyek.

(66)

central tendency effect. Untuk menghindari efek tersebut, peneliti memutuskan untuk menggunakan empat katerogi jawaban.

Skor total yang diperoleh dari skala kecerdasaan emosional akan menunjukkan bahwa seberapa tinggi rendahnya yang dimiliki subjek. Peneliti membuat item berjumlah 50 pertanyaan dengan komposisi yang seimbang disetiap aspeknya. Penyebaran item dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 1

Distribusi Item Skala Kecerdasan Emosional

(67)

Skala perilaku prososial ini bertujuan untuk melihat tingkat perilaku prososial pada polisi. Sebelumnya, ada skala prososial yang telah dibuat oleh peneliti sebelumnya, nama skala tersebut adalah yaitu

Altruistic Personality Scale, Social Values Orientation (SVO) dan

Philosophies Of Human Nature Altruisme Scale.

Skala Altruistic Personality Scale ini seperti skala Likert. Dimana subjek memilih kategori dari tidak pernah sampai sering (Rushton dkk, 1981). Social Values Orientation (SVO) bertujuan untuk membagi responden ke dalam satu dari tiga kategori. Tiga kategori itu adalah altruism, egois dan kompetitor. Subjek disuruh memilih diantara 3 pilihan hipotesis. Subjek harus memberikan penilai reward

(68)

dimensi skala Altruistic Personality Scale. Peneliti berharap hasil yang didapat hampir sama dengan skala dari Altruistic Personality Scale. Dimana masing-masing item terdiri dari empat kategori jawaban yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Setiap kategori diberi skor sebagai berikut:

Untuk aitem yang favorabel :

Nilai 4 : Untuk jawaban Sangat Sesuai (SS), artinya subyek sangat setuju dengan pernyataan yang tersedia karena dirasa sangat sesuai dengan keadaan yang dirasakan oleh subyek.

Nilai 3 : Untuk jawaban Sesuai (S), artinya subyek setuju dengan pernyataan yang tersedia karena dirasa sesuai dengan keadaan yang dirasakan oleh subyek.

Nilai 2 : Untuk jawaban Tidak Sesuai (TS), artinya subyek tidak setuju dengan pernyataan yang tersedia karena dirasa tidak sesuai dengan keadaan yang dirasakan oleh subyek.

(69)

Nilai 1 : Untuk jawaban Sangat Sesuai (SS), artinya subyek sangat setuju dengan pernyataan yang tersedia karena dirasa sangat sesuai dengan keadaan yang dirasakanoleh subyek.

Nilai 2: Untuk jawaban Sesuai (S), artinya subyek setuju dengan pernyataan yang tersedia karena dirasa sesuai dengan keadaan yang dirasakan oleh subyek.

Nilai 3 : Untuk jawaban Tidak Sesuai (TS), artinya subyek tidak setuju dengan pernyataan yang tersedia karena dirasa tidak sesuai dengan keadaan yang dirasakan oleh subyek. Nilai 4 : Untuk jawaban Sangat Tidak Sesuai (STS), artinya subyek

sangat tidak setuju dengan pernyataan yang tersedia karena dirasa sangat tidak sesuai dengan keadaan yang dirasakan oleh subyek.

Peneliti juga menggunakan 4 kategori jawaban di skala perilaku prososial, agar menghindari kecenderungan subjek memilih jawaban tengah. Kecenderungan ini disebut juga dengan central tendency affect, karena jawaban yang berada di tengah memiliki arti ganda atau subjek belum bisa memutuskan jawaban.

(70)

Tabel 2

Distribusi Item Skala Perilaku Prososial

No.

(71)

profesional judgement adalah cara melihat apakah item-item dalam tes telah ditulis sesuai dengan batasan yang telah ditetapkan sebelumnya dan memeriksa apakah masing-masing item telah sesuai dengan indikator perilaku yang hendak diungkap dalam penelitian ini.

2. Seleksi Item

Dasar kerja yang dipergunakan dalam seleksi aitem adalah memilih aitem yang fungsi ukurnya selaras atau sesuai dengan fungsi ukur yang dikehendaki penyusunnya. (Azwar, 2004). Pengujian daya dikriminasi aitem dilakukan dengan menghitung koefisien korelasi antara distribusi skor aitem dengan disktribusi skor skala. Komputansi ini akan menghasilkan koefisien korelasi aitem-total (rix) (Azwar,

2013). Untuk skala-skala yang setiap aitemnya diberi skor pada level interval dapat digunakan formula koefisien korelasi product-moment

(72)

Kriteria pemilihan aitem biasanya digunakan batasan (rix) ≥0,3. Aitem yang mencapai koefisien korelasi minimal 0,30 daya bedanya dianggap memuaskan, dan sebaliknya (Azwar, 2013).

Berdasarkan hasil seleksi item skala kecerdasaan emosional, dari 50 item total terdapat 41 item valid dan 9 item gugur. Untuk menyeleraskan komposisi tiap aspeknya maka setiap aspek dibuat menjadi 6 item, sehingga total yang terpaksa digugurkan adalah 11 item. Hasil seleksi item dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 3

Distribusi Item Skala Kecerdasan Emosional

(73)

( ) : item yang gugur * : item yang digugurkan

Berdasarkan hasil seleksi item, dari 48 item skala prososial terdapat 41 item valid dan 7 item yang gugur. Unutk menyelaraskan tiap aspeknya maka setiap aspek dibuat menjadi 6 item (3 favorable dan 3 unfavorable) seperti yang terdapat dalam tabel berikut :

Tabel 4

Distribusi Item Skala Perilaku Prososial

(74)

Reliabilitas suatu alat tes menunjukkan seberapa jauh hasil pengukuran alat tersebut dapat dipercaya. Hasil pengukuran dapat dipercaya hanya apabila dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok subyek yang sama diperoleh hasil yang relatif sama selama aspek yang diukur belum berubah. (Azwar, 2013). Reliabilitas tes ini diukur dengan pendekatan konsistensi internal (single trial administration) yang didasarkan pada data dari sekali pengenaan skala pada sekelompok subyek. Teknik perhitungan konsistensi internal yang diakai dalam penelitian ini adalah teknik Alpha Cronbach,

(75)

1. Uji Asumsi

a) Uji normalitas

Uji normalitas ini bertujuan untuk mengetahui normal tidaknya data yang diperoleh. Data dinyatakan berdistribusi normal apabila signifikas lebih besar dari 5% atau 0.05. sebaliknya bila nilai signifikasi yang diperoleh lebih kecil dai 5 % atau 0,05 maka sebaran data tersebut tidak berdistribusi normal. Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan teknik one sample Kolmogorov-Smirnov test. b) Uji linearitas

(76)

ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan 2 tahap, yaitu pada tanggal 20 Maret 2014 dan 4 April 2014. Sebelum melakukan penyebaran skala, peneliti harus mendapat izin penelitian dari BAPPEDA Sleman sebagai salah satu syarat untuk melakukan penelitian di POLDA Sleman DIY. Selain itu, peneliti juga meminta izin kepada KAPOLDA Sleman untuk memberi izin melakukan penelitian di lingkup POLDA DIY.

Selain meminta izin kepada KAPOLDA, peneliti juga meminta izin secara langsung kepada setiap STAKER-STAKER di POLDA untuk menyebarkan skala penelitian. Peneliti memilih STAKER yang tepat untuk menjadi subjek. Peneliti memilih subjek yang bekerja di bagian operasional, karena polisi tersebut lebih sering berhadapan dengan masyarakat. Peneliti juga mendapat rekomandasi dari STAKER SDM untuk menyebarkan skala di DITLANTAS DIY.

Dengan rekomandasi tersebut, peneliti meminta izin kepada Direktorat lalu lintas Yogyakarta untuk melakukan penelitian di DITLANTAS DIY dan pihak DITLANTAS merespon dengan cepat permintaan dari penelliti. Pada tanggal 4 April, peneiti juga melakukan penyebaran skala di DITLANTAS DIY.

Peneliti juga meminta kesediaan bapak dan ibu polisi untuk turut serta dalam penelitian memlaui informed consent. Informed consent berisi hak dan kewajiban

(77)

kewajiban masing-masing, serta menyatakan bahwa subjek setuju dan sukarela menjadi subjek penelitian ini. Subjek juga diminta untuk menandatangani sebagai tanda bahwa subjek secara sukarela mengikuti penelitian. Dari 200 angket penelitian yang disebar di POLDA dan DITLANTAS DIY, yang terkumpul dan kembali sebanyak 130 skala, 41 tidak menjawab dengan lengkap dan 70 skala tidak kembali. Jadi total skala yang digunakan di penelitian ini adalah 89 skala.

B. Deskripsi Subjek Penelitian

Subjek dari penelitian ini adalah 88 orang, yang berkelamin pria dan wanita. Data subjek dapat dilihat dari tabel berikut ini.

Tabel 5

Data Subjek Penelitian

Jenis Kelamin

Pria Wanita Total

74 15 89

C. Deskriptif Data Penelitian

(78)

Variabel

Skor teoritik Skor empirik

Mean Xmin Xmax Mean Xmin Xmax

Kecerdasaan

Emosi 75 30 120 96.1461 63

117 Prososial 90 36 144 120.93 81 144

Mean teoritik ini menunjukkan rata-rata skor alat penelitian. Mean

teoritik ini diperoleh dari angka nilai yang yang tertinggi dikurangi nilai terendah lalu dibagi dua. Mean empiris adalah rata-rata skor data penelitian yang hasilnya diperoleh dari angka yang merupakan rata-rata skor penelitian. Dapat dilihat dari tabel, bahwa nilai mean empirik kecerdasan emosional lebih besar dari mean teoritiknya. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata subjek penelitian memiliki kecerdasan emosional yang tinggi. Nilai mean empirik perilaku prososial juga lebih besar dari nilai mean teoritiknya. Hal ini juga menunjukkan bahwa rata-rata subjek penelitian memiliki perilaku prososial yang tinggi.

(79)

Skala Perilaku Prososial diperoleh memenuhi syarat untuk dianalisi dengan menggunakan analisis korelasi. Uji asumsi meliputi uji normalitas dan uji linearitas

a) Uji normalitas

(80)

Kecerdasaan

Asymp. Significant 0.064 0.189

Berdasarkan hasil uji normalitas, didapatkan bahwa distribusi sebaran variabel kecerdasaan emosional dan perilaku prososial bersifat normal. Nilai signifikasi kedua variabel lebih besar daripada 0.05 (p > 0.05 ), yaitu 0.064 dan 0.189.

b) Uji Linearitas

Uji linearitas digunakan untuk menguji apakah hubungan antara variabel bebas dengan variabel tergantung merupakan garis lurus atau tidak. Uji libearitas dilakukan menggunakan test for linearity dalam program SPSS for Windows versi 16.00 dan hasilnya dapat dilihat dari tabel berikut :

Tabel 10

Linearity 11763.508 0.000 Deviation from

linearity 1.010

(81)

signifikansi untuk linearitas lebih kecil daripada 0.05 (p<0.05). Dengan kata lain, hubungan antara skor variabel kecerdasaan emosional dan variabel perilaku prososial mengikuti fungsi linear. Selain itu, pada scatter plot akan tampak bahwa data tersebar mengikuti garis linear.

Gambar 1

Scatter Plot Variabel Kecerdasan Emosional dan Perilaku

(82)

Analisis data ini menggunakan korelasi product moment Pearson

dalam program SPSS for Windows versi 16.00. Hasil analisis menggambarkan bahwa koefisien korelasi untuk variabel kecerdasaan emosional dan perilaku prososial adalah 0.813 dengan taraf signifikansi 0.00 ( p<0.01) . Analisis data ini menunjukkan bahwa ada hubungan signifikan dan positif antara kecerdasaan emosional dengan perilaku prososial. Taraf signifikansi di tes dengan uji satu ekor (I-tailed), karena hipotesis ada penelitian ini sudah berarah, yaitu berarah positif.

Tabel 11

Korelasi kecerdasaan emosional dengan perilaku prososial

Correlations

(83)

Berdasarkan dari penelitian ini, didapatkan bahwa uji korelasi antara kecerdasan emosional dengan perilaku prososial didapatkan koefisien hasil korelasi (r) sebesar 0.813. Korelasi tersebut memiliki signifikan pada level 0.00. Ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang positif dan signifikan antara kecerdasaan emosional dengan perilaku prososial pada polisi di Daerah Istimewa Yogyakarta. Hasil dari penelitian ini sangat mendukung pernyataan dari Hoffman, yang berpendapat bahwa seseorang yang memiliki kecerdasaan emosional yang baik akan lebih mudah melakukan perilaku prososial.

Polisi bergerak di bidang jasa, dimana polisi memberikan pelayanan kepada masyarakat yang membutuhkan pertolongan. Tugas polisi memberikan beban pada polisi untuk memberikan pelayan yang baik kepada masyarakat. Selain itu, polisi juga di tuntut untuk langsung bersentuhan dengan masyarakat, sehingga pertolongan mereka bisa dirasakan langsung oleh masyarakat (Rahardjo, 2007). Melayani masyarakat bukanlah pekerjaan yang mudah, perlu beberapa kemampuan untuk menjalani tugas ini. Kemampuan yang penting yang dimiliki oleh polisi adalah kecerdasaan emosional.

(84)

Dengan itu, polisi akan bertindak sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Semakin sering polisi memposisikan dirinya dengan orang lain, maka semakin tinggi rasa empati polisi tersebut. Seperti yang dikatakan oleh peneliti Hoffman (dalam, Goleman, 1998), empati adalah akar dari moralitas. Jika polisi berempati kepada orang yang membutuhkan, maka polisi tersebut akan terdorong untuk bertindak memberi bantuan. Mill juga mengatakan hal yang sama (dalam, Goleman, 1998), semakin besar empati yang dirasakan oleh polisi terhadap korban, semakin besar pula kecenderungan polisi tersebut untuk campur tangan dalam situasi tersebut.

Dengan adanya kemampuan empati yang tinggi, polisi dapat memberi bantuan langsung kepada masyarakat yang membutuhkan. Sehingga dapat membentuk image polisi yang ideal di mata masyarakat. Rahardjo (2007) mengatakan bahwa untuk mengubah image polisi yang buruk di mata masyarakat, polisi harus memiliki doktrin melindungi dan membantu rakyat. Dengan itu, polisi dapat bekerja secara profesional yaitu membantu semua kalangan masyarakat.

(85)

peran antara kaum wanita dan pria (Sadjijono, 2006)

(86)

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis dalam penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa adanya hubungan positif antara kecerdasan emosional dengan perilaku prososial pada polisi. Koefisien korelasi (r) yang dihasilkan dalam penelitian ini sebesar 0.813 Korelasi tersebut signifikan pada level 0.00. Dengan demikian, hipotesis yang menyatakan bahwa ada hubungan positif antara kecerdasan emosional dengan perilaku prososial pada polisi diterima kebenarannya.

B. SARAN

Dengan melihat hasil penelitian ini, peneliti merekomendasikan beberapa saran yang dapat dipakai guna mendukung penulisan skripsi mahasiswa. Beberapa saran yang peneliti sebagai berikut :

1. Bagi atasan polisi

Selaku kepala di kepolisian sebaiknya lebih memperhatikan pentingnya kecerdasaan emosi bagi para polisi. Kepala polisi sebaiknya melakukan upaya untuk meningkatkan kecerdasan emosi para polisi sehingga polisi dapat melakukan misi dan visinya.

(87)

Polisi diharapakan lebih mengelola kecerdasan emosi mereka. Dengan mengelola kecerdasaan emosi ini, polisi akan dapat melaksanakan tugasnya dan berinterkasi dengan masyarakat dengan baik.

3. Bagi penelitian selanjutnya

Faktor jenis kelamin adalah salah satu faktor yang mempengaruhi seseorang berperilaku prososial. Penelitian selanjutnya diharapkan lebih memperhatikan komposisi jenis kelamin subjek, sehingga diharapkan dapat melihat perbedaan perilaku prososial antara wanita dan pria. Peneliti juga menganjurkan untuk menggunakan dimensi lain dari skala prososial. Ini disebabkan adanya kemungkinan indikasi dari

Gambar

Tabel 1 Distribusi Item Skala Kecerdasan Emosional
Tabel 2 Distribusi Item Skala Perilaku Prososial
Tabel 3 Distribusi Item Skala Kecerdasan Emosional
Tabel 4 Distribusi Item Skala Perilaku Prososial
+6

Referensi

Dokumen terkait

Kecamatan Samigaluh Dalam Angka 2009/Samigaluh Subdistrict in Figures 2009 Lanjutan Tabel /Continued Table : 4.8 Banyaknya Sekolah Non Dikbud Menurut Jenis Sekolah. di

”– – et oliko oikea-aikasesti, et just se on aika ratkaseva sitte tässä.”.. Yhtä lailla kurssin tavoitteena voi pitää juuri sairau­ den hy väksymistä, mihin osa

Dalam merencanakan struktur beton bertulang pada gedung yang dapat menahan gaya gempa dengan menggunakan komponen struktur rangka, terdapat 3 macam sistem,

Berdasarkan hasil penelitian di kawasan karst Gunung Kendeng Pati Jawa Tengah didapatkan 6 gua yang diamati (Gua Pancur, Gua Serut, Gua Pawon, Gua Bandung, Gua

Kelebihan dari aplikasi ini adalah aplikasi ini dibuat dengan menggunakan elemen multimedia baik teks, gambar, suara animasi maupun video, sehingga lebih mudah dalam pemahaman

Hasil penelitian menunjukan kualitas lingkungan permukiman di Kecamatan Cimahi Tengah pada aspek kepadatan bangunan tergolong buruk; ukuran bangunan tergolong baik; pola

Berdasarkan pendapat tersebut dia atas, menjelaskan bahwa manajemen infrastruktur adalah koordinasi antara lingkungan kerja fisik dengan karyawan dan pekerjaan pada

Sedangkan dalam bidang ekonomi ilmu ini bisa digunakan untuk melakukan manajemen resiko begi investor saat menetapkan keputusan sebelum berinvestasi dan memberi gambaran