MEMINIMALISIR KELOMPOK IN-GROUP VS OUT-GROUP DIDALAM KELAS MELALUI LAYANAN BIMBINGAN
KELOMPOK TEKNIK HOMEROOM PADA KELAS X SMA NEGERI 1 PEGAJAHAN KABUPATEN
SERDANG BEDAGAI TAHUN AJARAN 2013/2014
SKRIPSI
Oleh:
MUTIARA AGUSTANIA 1103351026
PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN MEDAN
MEMINIMALISIR KELOMPOK IN-GROUP VS OUT-GROUP DIDALAM KELAS MELALUI LAYANAN BIMBINGAN
KELOMPOK TEKNIK HOMEROOM PADA KELAS X SMA NEGERI 1 PEGAJAHAN KABUPATEN
SERDANG BEDAGAI TAHUN AJARAN 2013/2014
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Pada Jurusan
Psikologi Pendidikan dan Bimbingan
Oleh:
MUTIARA AGUSTANIA 1103351026
PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN MEDAN
i
ABSTRAK
MUTIARA AGUSTANIA. NIM: 1103351026. Meminimalisir Kelompok In-Group VS Out-In-Group Di dalam Kelas Melalui Layanan Bimbingan Kelompok Teknik Homeroom Pada Kelas X SMA Negeri 1 Pegajahan Tahun Ajaran 2013-2014. Skripsi. Jurusan Psikologi Pendidikan Dan Bimbingan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Medan. 2014
Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah layanan bimbingan kelompok teknik homeroom dapat meminimalisir kelompok in-group
vs out-group di dalam kelas pada kelas X SMA Negeri 1 Pegajahan Tahun ajaran.
2013-2014. Untuk memperoleh data dalam penelitian ini, peneliti melakukan pengumpulan data melalui sosiometri, observasi dan penyebaran angket yang sudah divalidasi. Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Bimbingan Konseling (PTBK) yang terdiri dari 2 siklus, siklus I dan siklus II dimana masing-masing dilakukan dua kali pertemuan. Jenis data dalam penelitian ini termasuk data kualitatif. Pada setiap pertemuan terakhir dari masing-masing siklus, peneliti melakukan penilaian segera (LAISEG), observasi, dan penilaian melalui hasil angket.
Berdasarkan hasil analisis angket dan sosiometri sebelum diberikan tindakan, dari 24 orang siswa diperoleh 8 orang siswa yang teridentifikasi dalam masalah in-group vs out group. Delapan orang siswa tersebut merupakan siswa yang memiliki skor tertinggi dimana 3 diantaranya memperoleh skor dengan kriteria Tinggi dan 5 orang dengan kriteria Sedang. Dari hasil analisis data pada siklus I setelah diberikan tindakan diperoleh 3 orang siswa yang mengalami peningkatan hubungan sosial dengan terminimalisrnya perasaan kelompok
in-group vs out in-group sehingga persentase keberhasilan memperoleh hasil 38%, hal
ini juga dilihat dari hasil analisis angket, LAISEG, dan lembar observasi. Pada siklus II terjadi peningkatan yang signifikan pada hubungan dan interaksi sosial siswa yaitu 87% karena diperoleh 7 orang siswa yang mengalami peningkatan dengan perubahan dalam kriteria Rendah. Walaupun masih ada 1 orang siswa (13%) yang berada pada kriteria ‘Sedang’, namun tingkat keberhasilan layanan sudah mencapai target yakni diatas 75%. Sedangkan jika dilihat keberhasilan keseluruhan siswa yang mengikuti kegiatan yaitu mencapai 95,8%.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa layanan bimbingan kelompok teknik homeroom dapat membantu meningkatkan interaksi dan komunikasi intrapersonal, sehingga dapat membantu meminimalisirkan perasaan kelompok
in-group vs out-in-group didalam kelas.
DAFTAR ISI
2.1.2. Alasan Individu Bergabung Di Dalam Kelompok ... 13
2.1.3. In-Group VS Out-Group ... 14
2.1.4. Ciri-Ciri Kelompok In-group VS Out-group ... 19
2.2. Layanan Bimbingan Kelompok ... 22
2.2.1. Pengertian Layanan Bimbingan Kelompok ... 22
2.2.2. Tujuan Layanan Bimbingan Kelompok ... 23
2.2.3. Manfaat Bimbingan Kelompok ... 25
2.2.4. Isi Layanan Bimbingan Kelompok ... 26
2.2.5. Tahap-Tahap Bimbingan Kelompok ... 28
2.3.Teknik Homeroom ... 33
2.3.1. Pengertian Teknik Homeroom ... 33
2.3.3. Kelebihan Teknik Homeroom ... 36
2.3.4. Langkah Teknik Homeroom ... 37
2.4. Kerangka Konseptual ... 40
2.5. Hipotesis Tindakan ... 43
BAB III METODE PENELITIAN ... 44
3.1. Jenis Penelitian ... 44
3.2. Subjek Penelitian ... 44
3.3. Operasionalisasi Variabel Penelitian ... 44
3.4. Desain Penelitian ... 46
3.5. Prosedur Penelitian ... 47
3.6. Teknik Pengumpulan Data ... 53
3.7 Teori Validitas Dan Reliabilitas ... 57
3.8 Teknik Analisis data ... 58
3.9. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 59
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 61
4.3.3 Hasil Penelitian Tindakan Siklus II ... 86
4.4 Pembahasan Penelitian ... 98
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 103
5.1. Kesimpulan ... 103
5.2. Saran ... 104
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Alternatif Jawaban dalam Bentuk Skor ... 55
Tabel 3.2. Kisi- Kisi Angket ... 56
Tabel 3.3. Jadwal Rencana Penelitian ... 60
Tabel 4.1. Kisi-Kisi Angket Sesudah Validitas ... 62
Tabel 4.2. Kisi-Kisi Angket Dengan Penomoran Baru ... 63
Tabel 4.3. Tabel Sosiometri Soal 1 ... 65
Tabel 4.4. Tabel Sosiometri Soal 2 ... 66
Tabel 4.5. Tabel Sosiometri Soal 3 ... 67
Tabel 4.6. Tabel Sosiometri Soal 4 ... 69
Tabel 4.7. Hasil Skor Angket Keseluruhan Sebelum Tindakan... 71
Tabel 4.8. Hasil Angket Siswa Skor Terendah ... 72
Tabel 4.9. Hasil Skor Angket Keseluruhan Setelah siklus I ... 81
Tabel 4.10. Hasil Skor Angket Siswa Bermasalah Siklus 1 ... 82
Tabel 4.11. Hasil Skor Angket awal dan Setelah siklus 1 ... 83
Tabel 4.12.Hasil Skor Angket Keseluruhan Setelah siklus II ... 92
Tabel 4.13. Hasil Skor Angket Siswa Bermasalah Siklus II ... 93
vi DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Angket Uji Coba ... 109
Lampiran 2. Perhitungan Uji Validitas Angket... 112
Lampiran 3. Perhitungan Reliabilitas Angket ... 115
Lampiran 4. Angket Kelompok in-group vs Out-group ... 118
Lampiran 5. Rencana Pelaksanaan Layanan BK (RPLBK) I/I ... 121
Lampiran 6. Rencana Pelaksanaan Layanan BK (RPLBK) I/II ... 133
Lampiran 7. Rencana Pelaksanaan Layanan BK (RPLBK) II/I ... 142
Lampiran 8. Rencana Pelaksanaan Layanan BK (RPLBK) II/II ... 152
Lampiran 9. Daftar Hadir Peserta ... 163
Lampiran 10. AP3BK ... 171
Lampiran 11. Lembar Observasi Aktivitas Peserta... 183
Lampiran 12. Lembar Isian Sosiometri ... 191
Lampiran 13. LAISEG ... 197
Lampiran 14. Galeri Foto Penelitian ... 200
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Bagan Kerangka Konseptual ...42
DAFTAR DIAGRAM
Diagram 4.1. Hasil Angket Siswa Bermasalah Skor Terendah ... 72
Diagram 4.2. Hasil Angket Siswa Bermasalah Setelah siklus I ... 83
Diagram 4.3. Hasil Angket Siswa Bermasalah Setelah siklus II ... 94
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Remaja merupakan waktu di mana seseorang berada di dalam umur
belasan tahun. Pada masa remaja seseorang tidak bisa dikatan sudah dewasa
maupun anak-anak. Kata remaja sendiri berasal dari bahasa latin yaitu adolescere
yang artinya “tumbuh atau tumbuh untuk mencapai kematangan” (Ali, 2011:09).
Banyak faktor yang mempengaruhi tingkat ”kematangan” seseorang, baik
itu faktor internal maupun eksternal. Sarwono (2011:138-150) menyatakan bahwa
keluarga merupakan wadah awal pembentukkan karakter dan kebiasaan
seseorang, hal ini dikarenakan keluarga merupakan lingkungan primer setiap
individu dengan kontak interaksi yang intensif. Namun pada saat masa remaja
inilah, seseorang remaja dalam rentang usia belasan tahun banyak mengahabiskan
waktunya di dalam wadah pencarian ilmu yang dinamakan sekolah. Seorang
remaja, biasanya duduk di bangku SMP dan SMA yang umumnya akan
menghabiskan waktunya lebih dari tujuh jam di sekolah. Hal ini menunjukkan
bahwa, di sekolah seorang remaja akan menghabiskan sepertiga waktunya dengan
teman-teman baru yang masing-masing mempunyai latar bela kang keluarga yang
berbeda-beda.
Cecep dan Latiefa (Sarwono, 2011:17) menyatakan bahwa masa remaja
merupakan masa transisi dari anak-anak ke dewasa yang ditandai dengan
perkembangan biologis, psikologis, moral kognitif dan sosial. Interaksi dan
individu di usia remaja, hal ini dikarenakan dalam fase transisi seseorang remaja
akan mengalami krisis identitas diri atau pencarian jati diri sehingga seorang
remaja memerlukan interaksi yang baik dengan lingkungan sosialnya untuk
melengkapi tugas perkembangan tersebut.
Proses interaksi sosial yang dilakukan seorang remaja tidak semuanya
berjalan dengan baik. Sumner (Sunarto, 2004:131) menyatakan bahwa di
kalangan siswa dapat tumbuh sikap etnosentrisme yang terwujud dalam julukan
atau ejekan bagi para siswa lain atau sekolah lain. Banyak konflik dan hal–hal
umum yang terjadi dalam hubungan sosial siswa di sekolah. Hal ini, dapat
bermula dari sikap etnosentrisme, yaitu sebuah sikap yang memandang
kelompoknya lebih baik dari pada kelompok lain yang akhirnya meluas menjadi
beberapa sikap unsosial dengan teman sekitarnya Seperti sikap tidak suka dengan
teman yang lain, sikap tidak terbuka dan tidak menolong kelompok lain, sikap
saling mengejek dan menghina orang/kelompok lain,sentimen, memilih dalam
berteman, persaingan antar kelompok, dan kurang dalam beretika dengan sesama.
Havinghurst (Santosa, 2004:82) menyebutkan bahwa pengaruh
perkembangan interaksi sosial yang terjadi pada saat remaja dengan temannya
cenderung akan menyebabkan sikap perasaan in-group dan out-group. Interaksi–
interaksi sosial yang terjadi di lingkungan sekolah, khususnya di dalam kelas
bersifat berkelanjutan. Sehingga memungkinkan siswa untuk mengenali karakter
maupun kepribadian teman-temannya di kelas. Dalam situasi seperti ini, siswa
lebih cenderung memilih dekat dengan teman yang mempunyai banyak kesamaan
dengannya, yang pada akhirnya akan membentuk sebuah kelompok (in-group dan
Berkaitan dengan pembahasan diatas, bahwa tak jarang seorang siswa
memilih teman atau sekedar membatasi ruang lingkup pertemanannya dengan
orang lain yang akhirnya membentuk sebuah kelompok. Gerungan (2004:101)
menyatakan bahwa sejajar dengan proses pembentukan struktur kelompok, timbul
pula sikap perasaan antar anggotanya yang disebut dengan sikap perasaan
in-group yang tegas dibatasi dari sikap perasaan out-in-group. Hal ini secara tak
langsung akan menimbulkan kesenjangan dengan teman-teman yang lain yang
berada disekitarnya. Hobi yang sama, keterikatan antara satu dan lain, sikap
solidaritas dan persahabatan yang kental didalam suatu kelompok yang
menjadikan adanya jembatan penghalang dengan orang lain dalam hubungan
sosial.
Kartono (2013:15) menjelaskan bahwa “suatu „genk‟ jelas dapat
membedakan ciri-ciri karakteristik para anggota in-group dengan anggota
out-group-nya.” Dalam lingkungan sekolah khususnya di dalam kelas perasaan
kelompok in-group ini sering disebut dengan “genk”. Setiap kelompok memiliki
karakteristik sendiri yang sengaja dibentuk dengan kesepakatan bersama.
Dikarenakan karakteristik yang menonjol pada masing-masing kelompok, maka di
dalam “genk” akan menimbulkan situasi in-group terhadap kelompoknya dan out-group terhadap yang bukan kelompoknya.
Menurut Sumner (Sunarto, 2004:131) dalam menghadapi siswa suatu
sekolah pun sering sekali tumbuh perasaan kelompok dalam (in-group) yang kuat
yang terwujud dalam solidaritas, kesetiaan, pengorbanan kedalam dan
permusuhan keluar (out-group). In-group dalam konteks ini ialah sebuah perasaan
keterikatan persahabatan, persamaan dan lain-lain yang pada akhirnya
menciptakan suatu kelompok in-group yang berada di suatu tempat atau kelas.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan, setiap individu yang berada
dalam suatu kelompok sosial (in-group) akan membela dan membantu teman di
dalam kelompoknya walaupun yang bersangkutan sekalipun tidak mempunyai
masalah dengan individu dari kelompok lain tersebut. Di mana di dalam
kelompok sosial ini, out-group merupakan lawan bagi in- group.
Dari hasil pengamatan peneliti saat melakukan PPLT (Program
Pelaksanaan Lapangan Terpadu) di SMAN 1 Pegajahan terdapat cukup banyak
permasalahan yang dialami siswa terutama pada masalah sosialnya dengan teman
sekelas. Di dalam kelas peneliti melihat adanya batasan-batasan interaksi sosial
yang dilakukan siswa, yaitu dengan membuat beberapa kelompok in-group di
dalamnya. Dari hasil pengamatan selama observasi di lapangan, peneliti
mengamati bahwa di sekolah tersebut terdapat beberapa kelas yang siswanya
memiliki kelompok in-group vs out-group, diantaranya yakni kelas XII IPS-2
dan X.5. Namun berdasakan pertimbangan mengingat siswa kelas XII akan
segera melaksanakan UN maka guru bidang kurikulum merekomendasikan kelas
X.5 untuk di teliti.
Dari hasil observasi lebih lanjut pada kelas X.5 di SMAN 1 Pegajahan
tersebut peneliti mengamati bahwa kelompok in-group vs out-group yang terjadi
pada kelas tersebut dilakukan oleh mayoritas perempuan. Hal ini dikarenakan
jumlah siswa perempuan lebih mendominasi dibandingkan siswa laki-laki.
Peneliti juga mengamati beberapa kebiasaan yang sering dilakukan siswa secara
bermain yang tak pernah berganti, cara berdandan yang mencolok (berbusana
yang hampir sama), adanya pemilihan teman di dalam belajar kelompok,
bimbingan kelompok, sulitnya kelompok in-group bersosialisasi dengan
kelompok out-group, saling mengejek, menjelek-jelekkan yang bukan bagian dari
kelompoknya, sikap sentimen yang terlihat dari antar kelompok, memilih dalam
berteman, adanya persaingan antar kelompok, dan adanya sikap tidak suka siswa
satu dengan yang lain.
Hasil wawancara yang dilakukan peneliti terhadap beberapa siswa
mengatakakan bahwa di dalam kelas tersebut terdapat beberapa kelompok
in-group yang masing-masing kelompok tersebut terdiri dari tiga sampai empat atau
lima orang, siswa juga menambahkan bahwa dari beberapa kelompok in-group
tersebut terdapat siswa yang kurang menyukai siswa yang lain yang bukan
merupakan bagian dari kelompok mereka dan jarang sekali berkomunikasi dengan
baik. Siswa tersebut juga menambahkan kembali, bahwa acap kali sering terjadi
keributan sejenak karna adu mulut antar kelompok ketika guru tidak ada dikelas
dan ini sangat mengganggu keadaan dan suasana kelas.
Dari hasil wawancara dengan wali kelas juga mengatakan bahwa di dalam
kelas tersebut benar terdapat kelompok in-group dan out-group yang dapat dilihat
dan ditandai dari kasus yang dialami oleh wali kelas yang menyatakan bahwa
pada saat guru memerintahkan siswa membentuk kelompok diskusi menurut
keinginannya sendiri selama dua minggu berturu-turut, maka beberapa siswa tetap
memilih kelompok diskusi yang sama pada minggu berikutnya. Namun, apabila
kelompok tersebut dipecah dan diacak dengan teman lain seperti teman yang
ini menujukkan bahwa didalam kelas tersebut memang terdapat permasalahan
hubungan sosial yang buruk, terlebih lagi pada kelompok-kolompok yang
individunya sangat bergantung pada kelompoknya serta sangat tertutup dalam
bersosialisasi sehingga tak menutup kemungkinan individu di dalam kelompok
tersebut (in-group) merasa risih apabila hadir orang baru yang tidak disukai
(out-group) pada kelompok tersebut.
Di dalam sekolah, guru BK diharapkan berperan aktif dalam pengentasan
masalah ini. Di dalam bimbingan konseling terdapat beberapa layanan, yakni
layanan orientasi, layanan informasi, penempatan dan penyaluran, layanan konten,
bimbingan kelompok, konseling kelompok dan konseling individu, konsultasi dan
mediasi. Sembilan layanan bimbingan konseling tersebut adalah layanan-layanan
yang sering digunakan oleh seorang konselor dalam membantu permasalahan–
permasalahan umum yang sering dihadapi oleh siswa.
Salah satu jenis layanan bimbingan konseling yang diperkirakan tepat
dalam mengatasi masalah kelompok sosial in-group vs out group yang ada di
dalam kelas ini adalah melalui layanan bimbingan kelompok teknik homeroom.
Bimbingan kelompok adalah cara memberikan bantuan (bimbingan)
kepada individu melalui kegiatan kelompok yang di dalamnya akan
memanfaatkan dinamika kelompok (Tohirin, 2011:170).
Homeroom adalah program kegiatan yang dilakukan dengan tujuan agar
guru dapat mengenal murid-muridnya lebih baik, sehingga dapat membantunya
secara efisien. Kegiatan ini dilakukan di dalam kelas dalam bentuk pertemuan
guru dengan murid di luar jam pelajaran untuk membicarakan hal yang dianggap
bebas dan menyenangkan, sehingga murid-murid dapat mengutarakan perasaanya
seperti di rumah (Damayanti, 2012:43).
Alasan peneliti menggunakan bimbingan kelompok dikarenakan di dalam
bimbingan kelompok sisiwa dapat mengembangkan kemampuan bersosialisasi,
khususnya kemampuan berkomunikasi peserta layanan (siswa). Namun secara
khusus bimbingan kelompok ini bertujuan untuk mendorong pengembangan
perasaan, pikiran, persepsi, wawasan dan sikap yang menunjang perwujudan
tingkah laku yang lebih efektif, yakni peningkatan kemampuan berkomunikasi.
Sedangkan alasan peneliti memilih teknik homeroom adalah dikarenakan
didalam teknik homeroom konsep yang disajikan lebih menonjol seperti pada
suasana rumah sehingga tujuan dari teknik homeroom dapat dicapai, diantaranya
yaitu dapat menjadikan siswa akrab dengan lingkungan baru,menjadikan siswa
mampu untuk memahami diri sendiri (mampu menerima kekurangan dan
kelebihan diri sendiri) dan memahami orang lain dengan (lebih) baik, untuk
mengembangkan sikap positif, serta untuk menjaga hubungan sehat dengan orang
lain. jika dilihat dari tujuan bimbingan kelompok dan teknik homeroom diatas,
keduanya memiliki tujuan yang sejalan dalam memperbaiki hubungan sosial
siswa. Oleh karenanya, maka bimbingan kelompok dengan teknik homeroom ini
sangat memenuhi syarat dalam membantu meminimalisir kelompok in-group vs
out-group di dalam kelas.
Sukardi (2002:48) menyatakan bahwa “penggunaan teknik homeroom
melalui bimbingan kelompok sangat efektif jika dilihat dari fungsi penyampaian
dan pengembangannya”. Dalam konsep yang di bawakan dengan suasana seperti
hubungan sosial siswa antar kelompok. Selain itu, Games yang ada di dalam
teknik homeroom juga sangat membantu dalam proses pembentukkan hubungan
sosial antara kelompok in-group vs out-group.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik melakukan
penelitian tindakan kelas yang berjudul “Meminimalisir Kelompok In-Group
VS Out-Group di dalam Kelas melalui Layanan Bimbingan Kelompok
Teknik Homeroom pada Kelas X SMA Negeri 1 Pegajahan Kabupaten
Serdang Bedagai Tahun Ajaran 2013/2014.”
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka indentifikasi masalah pada
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Masih ada siswa yang membentuk kelompok tersendiri (ingroup)
2. Masih ada siswa yang sulit bersosialisasi
3. Terdapatnya beberapa siswa yang masih memilih dalam berteman.
4. Masih terdapat siswa berkelompok yang mengejek, memusuhi teman atau
kelompok yang lain(out-group).
1.3 Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka peneliti membatasi
masalah yang akan diteliti yaitu “Meminimalisir Kelompok In-Group VS
Out-Group Di Dalam Kelas Melalui Layanan Bimbingan Kelompok Teknik Homeroom Pada Kelas X SMA Negeri 1 Pegajahan Kabupaten Serdang Bedagai
I.4. Rumusan Masalah
Apakah dengan melaksanakan layanan bimbingan kelompok teknik
homeroom dapat meminimalisir kelompok in-group vs out-group di dalam kelas
pada kelas X SMA Negeri 1 Pegajahan Kabupaten Serdang Bedagai Tahun
Ajaran 2013/2014.
I.5 Tujuan Penelitian
Sehubungan dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan hubungan
penelitian ini adalah meminimalisir kelompok in-group vs out-group di dalam
kelas pada kelas X SMA Negeri 1 Pegajahan Kabupaten Serdang Bedagai Tahun
Ajaran 2013/2014.
I.6. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis
a. Penelitian ini dapat bermanfaat dalam memberikan masukan untuk
meminimalisir perasaan kelompok in-group vs out-group antar kelompok
pada siswa kelas X di SMA Negeri 1 Pegajahan Kabupaten Serdang
Bedagai Tahun Ajaran 2013-2014
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan serta tambahan
bagi pihak yang terkait dengan masalah yang diteliti dan berguna bagi
pihak yang berminat pada masalah yang sama.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Siswa, penelitian ini diharapkan dapat memberikan petunjuk kepada
khsusnya di dalam kelas. Mengenali lebih dalam tentang dirinya, tentang
bagaimana harus bersikap terhadap teman terutama out-groupnya.
Sehingga dapat terciptalah hubungan sosial yang lebih harmonis.
b. Bagi Konselor , penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan
positif bagi guru BK dalam mengatasi kasus siswa yang berhubungan
dengan interaksi sosial siswa dengan teman sebayanya.
c. Bagi Sekolah, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan
jalan keluar dalam upaya meminimalisir kelompok in-group vs out-group
sehingga warga di sekolah khususnya murid menjadi lebih erat rasa
persaudaraanya.
d. Bagi Peneliti, penelitian ini untuk memenuhi tugas akhir perkuliahan
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil yang telah dipaparkan sebelumnya, maka peneliti dapat
mengambil kesimpulan sebagai berikut:
a. Layanan bimbingan kelompok dapat memperbaiki hubungan sosial dan
meminimalisir kelompok in-group vs out-group.
b. Layanan bimbingan kelompok teknik homeroom dapat digunakan sebagai
salah satu cara untuk meningkatkan hubungan sosial siswa dan mereduksi
perasaan dan presepsi buruk siswa antar teman.
c. Layanan bimbingan kelompok teknik homeroom dapat membuat siswa lebih
dekat dengan teman-teman yang ada dikelas. Selain itu melalui bimbingan
kelompok ini siswa lebih aktif dalam berinteraksi, berbaur dan bekerjasama
dengan orang lain walaupun orang tersebut tidak begitu dekat sehingga hal ini
menunjukkan sudah terjadi peningkatan dalam hubungan sosial dan berhasil
terminimalisirnya perasaan in-group vs out group di dalam kelas.
d. Keberhasilan yang diperoleh oleh siswa dalam memperbaiki hubungan sosial
dalam meminimalisir kelompok in-group vs out-group yaitu melalui observasi
dilapangan selama proses penelitian berlangsung yang menunjukan perubahan
yang mambaik, interaksi dan komunikasi yang membaik antara kedua
kelompok in-group vs out-group atau pun pada teman sekelas yang tidak
mempunyai masalah dan juga pada hasil LAISEG sebagai tambahan setelah
perubahan sikap dan perasaan siswa, khususnya bagi yang bermasalah. Selain
itu juga menggunakan bukti konkrit berupa skor nilai angket yang menurun.
Pada pembagian angket awal siswa yang bermasalah tersebut hanya sampai
pada kriteria Sedang bahkan ada beberapa yang berada pada kriteria Tinggi.
Namun setelah dilakukannya siklus I, keberhasilan dari siswa tersebut
meningkat menjadi 38% pada kategori Cukup berhasil, dan pada siklus II
semakin meningkat menjadi 87% pada kategori Berhasil. Hal ini membktikan
bahwa penelitian ini berhasil dan layanan bimbingan kelompok teknik
homeroom dapat digunakan untuk meminimalisir kelompok in-group vs out-group.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan sebelumnya dan dari
kesimpulan di atas makan saran dari peneliti yakni:
a. Kepada konselor maupun calon konselor diharapkan dapat menerapkan teknik
homeroom dalam layanan bimbingan kelompok guna meningkatkan hubungan
sosial dan meminimalisir perasaan kelompokin-group vs out-group di dalam
kelas.
b. Kepada pihak sekolah diharapkan lebih mendukung program-program layanan
bimbingan konseling di sekolah yang berkaitan dengan pengembangan diri
siswa terutama yang erat kaitannya dengan hubungan sosial siswa di sekolah.
c. Kepada siswa diharapkan lebih aktif berinteraksi dengan teman sebaya tanpa
membeda-bedakan dan tanpa permusuhan dengan membentuk hubungan
menghargai teman sehingga terbentuk kemampuan interpersonal yang baik
pada lingkungan sekitarnya.
d. Kepada peneliti lainnya yang berminat mengangkat judul mengenai kelompok
in-group vs out-group ini diharapkan mempertimbangkan variabel-variabel
yang lain yang lebih mempengaruhi aspek hubungan sosial dan
1
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, A. 2007. Psikologi Sosial. Jakarta: Rineka Cipta.
Afifuddin, H. 2010. Bimbingan Dan Konseling. Bandung: Pustaka Setia.
Ali, M. 2011. Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Bumi Aksara.
Arikunto, S. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.
Arikunto, S. 2010. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.
Assa, N. R. 2005. Pengaruh Konteks Ingroup-Outgroup Dan Prasangka
Terhadap Bias Dalam Keadilan Distributif Tahun 2005 (Thesis). Depok:
Universitas Indonesia. (www. Google scholar. Com)
Damayanti, D. 2012. Buku Pintar Panduan Bimbingan Konseling. Yogyakarta: Araska.
Dalimunthe, R.Z. 2014. Mengendalikan Perilaku Konsumtif Melalui Layanan
Konseling Kelompok Siswa Kelas XI SMA Negeri 11 Medan T.A. 2013-2014 (Skripsi). Medan: Universitas Negeri Medan (hal 49)
Dedi (http://dedinov.wordpress.com/2012/11/19/teknik-konseling-kelompok-homeroom/, diakses 27 januari 2014).
Dewi, R. 2012. Penelitian Tindakan (Desain Emperikal dan PTK). Medan: Pasca Sarjana Unimed.
Gerungan, W.A. 2004. Psikologi Sosial. Bandung: Refika Aditama.
Hallen, A. 2005. Bimbingan dan Konseling. Ciputat: Quantum Teaching.
Hasibuan, S.U. Pengaruh Layanan Bimbingan Kelompok Dengan Teknik
Homeroom Terhadap Sikap Konfromitas Pada Sisiwa Kelas X SMA RK Deli Tua T.A 2012/2013. Medan: Universitas Negeri Medan. Skripsi tidak
diterbitkan. Hal 29-30
Hutahaean, Hatoguan. 2007. Rasa Toleransi Dalam Mereduksi Tindak Kekerasan
Dan Pertikaian Antar Kelompok Tahun 2007 (Thesis). Jakarta: Universitas
Guna Dharma(www. Google scholar. Com)
2
Mawi (http://ma-aljawami.juplo.com/2013/10/mendesain-bimbingan-konseling-melalui-metode-homeroom/ diakses 01-02-2014)
Narwoko, D. 2006. Sosiologi Teks Pengantar & Terapan. Jakarta: Kencana Prenada.
Nurihsan, J.A. Strategi Layanan Bimbingan dan Konseling. Bandung: Refika Aditama.
Prayitno, 1995. Layanan Bimbingan dan Konseling Kelompok (Dasar dan Profil). Jakata: GI.
Prayitno dan Erman Amti. 2004. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Rineka Cipta.
Salahudin, A. 2010. Bimbingan dan konseling. Bandung: Pustaka Setia
Santosa, S. 2004. Dinamika Kelompok. Jakarta: Bumi Aksara.
Sari, D (Esta, http://estacucant.blogspot.com/2011/09/home-room program.html,diakses 3 maret 2014)
Sarwono, W dan Meinarno. 2011. Psikologi Sosial. Jakarta: Salemba Humanika.
Sugiyono. 2006. Statistik Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Sujandi, Lilik. 2011. Komunikasi Antar Kelompok Preskriptif Untuk Mengurangi
Prasangka In Group-Out Group Tahun 2011(Thesis). Depok. Universitas
Indonesia. (www. Google scholar. Com)
Sukardi, D.K. 2002. Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling
di Sekolah. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Sunarto, K. 2004. pengantar sosiologi. Jakarta: lembaga penerbit fakultas ekonomi universitas indonesia
Suwarjo dan Eliasa E. 2011. 55 Games Di Dalam Bimbingan Konseling. Yogyakarta: Paramitha.
Soekanto, S. 2012. Sosiologi suatu pengantar. Jakarta: Raja Grafindo persada.
Soeroso, A. 2008. Sosiologi SMA 2 kelas XI. Bandung: Quadra.
Tohirin, A. 2011. Bimbingan Dan Konseling Di Sekolah Dan Madrasah (berbasis integrasi). Jakarta: Raja Grafindo.
3
Walgito, B. 2003. Psikologi Sosial Suatu Pengantar. Yogyakarta: Andi Offset
Winkel, W.S dan M.M. Sri Hatuti. 2012. Bimbingan dan Konseling di Institusi