PENELITIAN INTERNAL
Perbedaan Persepsi Mahasiswa yang Sudah dan Belum Mempelajari Etika Bisnis dan Etika Profesi pada Jurusan Akuntansi Politeknik Negeri Manado
TIM PENELITI
LOULA LUZY LENNY WALANGITAN, SE., MAP/NIP. 196610221994032001 ANTONIUS ADOLF TANDI, SE., MSi., Ak., CA/NIP. 197404272003121001
JACQUALINE GREETY WENAS, SE., MSA/NIP. 196904072008122001
POLITEKNIK NEGERI MANADO NOVEMBER 2021
RINGKASAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan persepsi mahasiswa yang sudah dan belum mempelajari etika bisnis dan etika profesi pada Jurusan Akuntansi Politeknik Negeri Manado. Di era persaingan global saat ini kecenderungan terjadi banyak pelanggaran dalam kegiatan bisnis dan juga pelanggaran terhadap kode etik akuntan sehingga berdampak pada menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap profesi akuntan.
Selain itu di era ini harus juga mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) yang trampil, cerdas, dan kompetitif sebagai calon tenaga kerja. Tidak semua calon tenaga kerja bisa mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan keinginannya. Hanya mereka yang siap, yang mempunyai sikap profesional, dan bekal yang memadai yang bisa bersaing pada dunia kerja saat ini dan masa yang akan datang. Profesional tidak hanya didasarkan pada keahlian seorang individu saja tapi mencakup bagaimana ia bisa berperilaku sesuai dengan standar moral dan etika.
Analisis penelitian ini akan didasarkan dari data responden penelitian yang adalah mahasiswa jurusan Akuntansi program studi Akuntansi Keuangan D4 Semester 6 dan semester 8, serta program studi Akuntansi D3 Semester 4 & semester 6 , karena berdasarkan kurikulum mata kuliah Etika Bisnis dan Etika profesi diajarkan di semester 7 pada program studi D4 Akuntansi Keuangan dan pada semester 5 untuk program Studi D3 Akuntansi. Dalam penelitian ini terdapat 2 hipotesis , yaitu Ho: tidak terdapat perbedaan persepsi yang signifikan antara mahasiswa yang sudah dan belum mempelajari etika bisnis dan etika profesi, sedangkan Ha: terdapat perbedaan persepsi yang signifikan antara mahasiswa yang sudah dan belum mempelajari etika bisnis dan etika profesi. Alat analisis yang digunakan untuk menganalisis hipotesis adalah Uji Independent Sampel Test sedangkan pengujian normalitas menggunakan uji kolmogorof-smirnov.
Luaran dari penelitian ini adalah dalam bentuk laporan akhir penelitian dan akan dipublikasikan pada Jurnal Akuntansi Vokasi Manado.
Kata kunci : Persepsi, Mahasiswa, Etika bisnis, Etika Profesi Akuntansi
PRAKATA
Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan tuntunanNya maka penelitian yang berjudul Perbedaan Persepsi Mahasiswa yang Sudah dan Belum Mempelajari Etika Bisnis dan Etika Profesi pada Jurusan Akuntansi Politeknik Negeri Manado dapat diselesaikan.
Pembelajaran Etika Bisnis dan Etika Profesi dilakukan dengan metode- metode pengajaran melalui diskusi atau case study dan berusaha memotivasi mahasiswa agar memahami mata kuliah tersebut untuk memberikan dasar bagi mereka bagaimana mereka harus beretika dalam bisnis dan profesi mereka sesuai dengan jurusan yang dipilih yaitu akuntansi.
Untuk melengkapi data, pengolahan hingga pada penyelesaian penelitian ini, ada banyak pihak yang membantu sehingga bisa rampung. Untuk itu disampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, diantaranya Kepala Pusat Penelitian, Ketua Jurusan Akuntansi, para dosen pengajar mata kuliah Etika Bisnis dan Etika Profesi, dan para mahasiswa.
Penelitian ini tidak akan sempurna jika tidak mendapat masukan dan kritikan yang membangun untuk perbaikan dan pengembangan ilmu dan metode pembelajaran yang kreatif, karena sangat disadari masih banyak terdapat kekurangan dan kesalahan.
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL HALAMAN PENGESAHAN
RINGKASAN ………...i
PRAKATA ………..ii
DAFTAR ISI ……….iii
DAFTAR TABEL ………..v
DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ………..1
1.2 Rumusan Masalah ………..5
1.3 Tujuan penelitian ………..5
1.4 Ruang Lingkup ………..6
1.5 Luaran ………..6
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi ………..7
2.2 Etika Bisnis ………..8
2.3 Etika Profesi Akuntan ………..9
BAB 3. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 3.1.Tujuan Penelitian ………17
3.2. Manfaat penelitian ………17
BAB 4. METODE PENELITIAN 4.1 Jenis penelitian dan sumber data ………18
4.2 Sampel ………18
4.3 Teknik Pengumpulan Data ………18
4.4 Teknik Analisis Data ………19
BAB 5. HASIL DAN LUARAN YANG DICAPAI 5.1.Deskripsi Sampel Penelitian.………20
5.2.Uji Instrumen Data………21
5.3.Uji Instrumen Data………...26
5.4.Hasil danPembahasan………...27
BAB 6. RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA ………29
BAB 7. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan ………30
7.2. Saran ………30
DAFTAR PUSTAKA ……….31
LAMPIRAN (bukti luaran yang didapatkan)
Letter of Acceptence ……….32
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Jumlah Mahasiswa Jurusan Akuntansi ……….1
Tabel 5.1 Sampel Penelitian ………21
Tabel 5.2 Hasil Uji Validitas Instrumen ………22
Tabel 5.3 Uji Reliabilitas ……….24
Tabel 5.4 Uji Normalitas ………26
Tabel 5.5 Uji T Test ………27
BA B I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Etika bisnis dan etika profesi sangat diperlukan di era persaingan global saat ini, sehingga setiap profesi dituntut untuk bekerja secara profesional dan memiliki kemampuan serta keahlian agar mampu bersaing di dunia bisnis.
Selain itu di era ini harus juga mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) yang terampil, cerdas, dan kompetitif sebagai calon tenaga kerja. Tidak semua calon tenaga kerja bisa mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan keinginannya. Hanya mereka yang siap, yang mempunyai sikap profesional, dan bekal yang memadai yang bisa bersaing pada dunia kerja saat ini dan masa yang akan datang. Profesional tidak hanya didasarkan pada keahlian seorang individu saja tapi mencakup bagaimana ia bisa berperilaku sesuai dengan standar moral dan etika.
Profesi Akuntan merupakan profesi yang menghubungkan antara perusahaan dengan stakeholder atau pihak-pihak yang memiliki kepentingan terhadap perusahaan, melalui laporan keuangan. Dalam proses penyusunan laporan keuangan, seringkali terdapat benturan kepentingan antara pihak-pihak didalam perusahaan. Akuntansi seringkali dihadapkan pada pilihan yang sulit karena terkadang akuntan tidak mengetahui apakah tindakan tindakan yang akan diambil tersebut benar atau tidak. Pada titk inilah pengetahuan dan kesadaran akan etika diperlukan, baik itu etika secara umum maupun etika profesi.
Etika adalah seperangkat aturan atau norma atau pedoman yang mengatur perilaku manusia, baik yang harus dilakukan maupun yang harus ditinggalkan yang di anut oleh sekelompok atau segolongan masyarakat atau profesi. Etika secara umum didapat dari pendidikan masa kecil dikeluarga, lingkungan, serta sosialisasi yang baik dengan orang lain, sementara etika profesi didapat dari proses pembelajaran mereka pada saat mengeyam pendidikan diperguruan tinggi.
Dalam akuntansi, etika profesi merupakan hal yang sangat penting untuk mendukung sikap profesional. IFAC sebagai asosiasi profesi akuntan internasional, melalui salah satu badannya yaitu International Accounting Education Standards Board
(IAESB) menerbitkan kode etik akuntan yang bernama “Code of Ethics for Professional Accountans”, kode etik tersebut terdiri dari tiga bagian yaitu Prinsip Dasar, Penerapan Prinsip Dasar dalam Praktik Publik, dan Penerapan Prinsip Dasar
Dalam bisnis, di Indonesia sendiri Kode Etik Akuntan dibentuk oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) sejak tahun 1975 yang di kenal “Kode Etik Akuntan Indonesia”. Dalam Kode Etik Akuntan ini terdapat delapan prinsip yang harus di patuhi oleh akuntan yaitu prinsip tanggung jawab profesi, kepentingan publik, integritas, objektivitas, kompetensi dan kehati-hatian profesional, kerahasiaan, perilaku profesional, dan standar teknis.
Keberadaan kode etik tersebut pada hakikatnya bertujuan untuk meningkatkan profesionalitas profesi akuntan, namun jika merujuk pada fenomena dunia bisnis sekarang sepertinya apa yang terjadi sangat bertolak belakang dengan apa yang diharapkan.
Keberadaan kode etik akuntan tersebut sepertinya masih belum mampu mencegah kasus-kasus pelanggaran etik oleh perusahaan dan juga kantor akuntan publik, bukan hanya di Indonesia namun juga pada banyak negara di dunia. Kasus yang cukup menggemparkan adalah kasus pelanggaran etik yang di lakukan oleh Perusahaan Enron dan KAP Arthur Andersen. Pelanggaran etika yang di lakukan Enron tersebut awalnya terlihat mendatangkan keuntungan jangka pendek bagi mereka, namun pada akhirnya justru menjatuhkan kredibilitas bahkan menghancurkan Enron dan KAP Arthur Andersen itu sendiri. Ada juga kasus KPMG-Siddharta yang melanggar prinsip intergitas dimana terjadi penyuapan atas aparat pajak hanya untuk kepentingan klien, hal ini dapat dikatakan tidak jujur karena KPMG melakukan kecurangan dalam melaksanakan tugasnya sebagai akuntan publik sehingga KPMG juga melanggar prinsip objektif. Kasus-kasus lainnya seperti manipulasi Laporan Keuangan PT KAI, kasus Mulyana W.Kusuma tahun 2004 yang melanggar kode etik akuntan, kasus Melinda Dee dalam pemalsuan tanda tangan nasabah sehingga menjadi terdakwa pembobolan dana Citibank yang merupakan kasus pelanggaran tanggung jawab profesi, ini merupakan sederetan kasus yang menggambarkan beragam tindakan pelanggaran kode etik dari profesi akuntansi. Kejadian itu telah mendorong tuntutan masyarakat terhadap independesi kinerja auditor. Fenomena tersebut mengindikasikan rendahnya tingkat kepatuhan profesi akuntan terhadap kode etik yang dimiliki.
Didalam bisnis tidak jarang juga berlaku konsep tujuan menghalalkan segala cara. Bahkan tindakan yang berbau kriminal pun ditempuh demi pencapaian suatu tujuan. Terjadinya perbuatan tercela dalam dunia bisnis tampaknya tidak menampakan kecenderungan berkurang tetapi sebaliknya, makin hari semakin meningkat. Tindakan mark-up, ingkar janji, tidak mengindahkan kepentingan masyarakat, tidak memperhatikan sumber daya alam maupun tindakan kolusi dan suap merupakan segelintir contoh pengabdian para pengusaha terhadap etika bisnis. Secara sederhana etika bisnis dapat diartikan sebagai suatu aturan main yang tidak mengikat karena bukan hukum. Tetapi harus diingat dalam praktek bisnis sehari-hari etika bisnis dapat menjadi batasan bagi aktivitas bisnis yang dijalankan.
Etika bisnis sangat penting mengingat dunia usaha tidak lepas dari elemen- elemen lainnya. Keberadaan usaha pada hakikatnya adalah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Bisnis tidak hanya mempunyai hubungan dengan orang-orang maupun badan hukum sebagai pemasok, pembeli, penyalur, pemakai dan lain-lain. Sebagai bagian dari masyarakat, tentu bisnis tunduk pada norma-norma yang ada pada masyarakat. Tata hubungan bisnis dan masyarakat yang tidak bisa dipisahkan itu membawa serta etika-etika tertentu dalam kegiatan bisnisnya, baik etika itu antara sesama pelaku bisnis maupun etika bisnis terhadap masyarakat dalam hubungan langsung maupun tidak langsung.
Etika dan perilaku etis akuntan dalam dunia bisnis menjadi hal yang menarik untuk dibicarakan. Masyarakat pada masa sekarang ini banyak yang mempertanyakan perilaku etis akuntan atau auditor, bahkan penilaian dan persepsi masyarakat tentang praktik profesi akuntan identik dengan penyimpangan dari kode etik..
Dunia pendidikan akuntansi memegang peranan penting dalam menciptakan akuntan yang profesional dan berperilaku etis. Mahasiswa (calon akuntan) akan belajar memahami masalah-masalah etika, dalam hal ini etika bisnis dan etika profesi akuntan yang nantinya akan mereka hadapi di dunia kerja. Dunia pendidikan yang baik akan mencetak mahasiswa menjadi calon akuntan yang mempunyai sikap profesional yang berlandaskan pada standar moral dan etika.
Dalam melaksanakan fungsinya, profesi sering menghadapi dilema etika. Etika profesi adalah sarana untuk praktisi profesi mengendalikan diri (internal control) agar tetap menjaga profesionalitasnya. Etika profesi paling tidak menjaga praktisi profesi
agar selalu ingat profesi adalah untuk kepentingan publik dan selalu ingat sifat altruism (perhatian terhadap kesejahteraan orang lain tanpa memperhatikan diri sendiri) yang melekat pada profesi, sehingga praktisi profesi dapat melaksanakan tugas profesi berdasarkan kecintaan dan tanggung jawab profesi, bukan karena ketakutan tuntutan hukum ataupun karena kehilangan reputasi dan nama baik. (Modul Chartered accountant 2015:3).
Etika bisnis dan etika profesi sangat penting dipelajari oleh para calon pelaku bisnis, calon auditor, atau calon akuntan dalam hal ini adalah para mahasiwa yang saat ini sedang belajar di jurusan Akuntansi Politeknik Negeri Manado. Materi-materi dalam mata kuliah tersebut akan mengantar para mahasiswa untuk menjadi pebisnis atau akuntan yang beretika.
Penelitian ini mengambil judul etika yang difokuskan pada etika bisnis dan etika profesi karena aktivitas profesi akuntan tidak terlepas dari aktivitas bisnis. Dunia bisnis mempunyai etika bisnis yang di dalamnya memuat prinsip-prinsip etika bisnis yang mengatur semua kegiatan bisnis agar dapat berjalan dengan baik. Orang yang terjun dalam dunia bisnis, termasuk akuntan yang juga terlibat dalam dunia bisnis harus dapat memahami dan menerapkan prinsip-prinsip yang ada dalam etika bisnis.
Jurusan Akuntansi Politeknik Negeri Manado adalah tempat melaksanakan pendidikan vokasi yang mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan keahlian terapan tertentu. Mahasiswa dididik secara ilmu akademis dan etika oleh akuntan pendidik (dosen) sehingga nantinya dapat bekerja secara profesional berlandaskan etika profesi dan dapat menerapkan etika tersebut dalam dunia bisnis. Ada tiga program studi yang menunjang tercapainya pendidikan tersebut yaitu program studi D3 Akuntansi, program studi D3 Akuntansi Perpajakan, dan program studi D4 Akuntansi Keuangan, tapi dalam penelitian ini hanya akan diteliti pada mahasiswa di program studi D3 Akuntansi dan program studi D4 Akuntansi Keuangan, karena sesuai kurikulum di program studi akuntansi perpajakan hanya diajarkan mata kuliah tentang etika saja dan diajarkan pada mahasiswa semester 1.
Berikut ini adalah tabel jumlah mahasiswa akuntansi program studi akuntansi keuangan D4 (semester 8 dan semester 6), dan program studi akuntansi D3 Akuntansi (semester 6 dan semester 4) yang menjadi responden dalam penelitian ini.
Tabel 1.1
Tabel Jumlah Mahasiswa Jurusan Akuntansi MAHASISWA
AKUNTANSI
JUMLAH MAHASISWA TOTAL KETERANGAN
Kelas A
Kelas B
Kelas C
Kelas D Program Studi Akuntansi
Keuangan D4
Semester 8 34 34 32 34 134
Semester 6 32 32 31 33 127
Program Studi Akuntansi
D3
Semester 6 23 - - - 23
Semester 4 34 - - - 34
Sumber : Politeknik Negeri Manado Jurusan Akuntansi TA. 2019/2020
Tabel 1.1 diatas menunjukkan bahwa jumlah mahasiswa yang sudah mengikuti kuliah etika bisnis dan etika profesi baik program studi D4 dan D3 adalah sebanyak 157 mahasiswa, dan yang belum mengikuti kuliah etika bisnis dan etika profesi baik program studi D4 dan D3 adalah sebanyak 161 mahasiswa.
Berdasarkan uraian diatas maka dibuatlah suatu penelitian yang diberi judul
“Perbedaan Persepsi Mahasiswa yang Sudah dan Belum Mempelajari Etika Bisnis dan Etika Profesi pada Jurusan Akuntansi Politeknik Negeri Manado”
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang melatarbelakangi penelitian ini, maka rumusan masalah adalah:
“Apakah ada perbedaan persepsi mahasiswa yang sudah dan belum mempelajari etika bisnis dan etika profesi?”
1.3 Tujuan penelitian
Tujuan penelitian adalah sebagai berikut :
Untuk mengetahui apakah ada perbedaan persepsi mahasiswa yang sudah dan belum mempelajari etika bisnis dan etika profesi.
1.4 Ruang Lingkup
Penelitian ini hanya meneliti tentang etika bisnis dan etika profesi dengan mengambil sampel mahasiswa semester 4 yang belum menerima mata kuliah etika bisnis dan etika profesi, dan semester 6 untuk mahasiswa yang sudah mengikuti mata kuliah etika bisnis dan etika profesi pada program studi D3 Akuntansi, dan semester 6 untuk mahasiswa yang belum mendapat pembelajaran mata kuliah etika bisnis dan etika profesi serta mahasiswa semester 8 untuk mahasiswa yang sudah mengikuti mata kuliah etika bisnis dan etika profesi pada program studi D4 Akuntansi Keuangan.
1.5 Luaran
a. Laporan Akhir Penelitian
b. Publikasi Jurnal Akuntansi Vokasi Manado
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Persepsi
Kamus besar psikologi mengartikan persepsi sebagai suatu proses pengamatan seseorang terhadap lingkungan dengan menggunakan indra-indra yang dimiliki sehingga ia menjadi sadar akan segala sesuatu yang ada dilingkungannya. Sementara itu menurut Slameto (2010:102), persepsi adalah proses yang menyangkut masuknya pesan atau informasi kedalam otak manusia, melalui persepsi manusia terus menerus mengadakan hubungan dengan lingkungannya. Hubungan ini dilakukan lewat inderanya, yaitu indera penglihat, pendengar, peraba, perasa, dan pencium.
Persepsi mempunyai sifat subjektif, karena bergantung pada kemampuan dan keadaan dari masing-masing individu, sehingga akan ditafsirkan berbeda oleh individu yang satu dengan yang lain. Dengan demikian persepsi merupakan proses perlakuan individu yaitu pemberian tanggapan, arti, gambaran, atau penginterprestasian terhadap apa yang dilihat, didengar, atau dirasakan oleh indranya dalam bentuk sikap, pendapat, dan tingkah laku atau disebut sebagai perilaku individu.
2.2 Etika Bisnis
Bisnis dapat menjadi sebuah profesi etis apabila ditunjang oleh sistem politik ekonomi yang kondusif (Keraf, 2012) sehingga dibutuhkan prinsip-prinsip etis untuk berbisnis
Beberapa prinsip etika bisnis yang dapat diterapkan dalam kegiatan bisnis adalah sebagai berikut : (Keraf, 2012).
1. Prinsip Otonomi
Otonomi adalah sikap dan kemampuan manusia untuk bertindak berlandaskan kesadarannya sendiri tentang apa yang dianggap baik untuk diakukan. Orang otonom adalah orang yang sadar sepenuhnya akan apa yang menjadi kewajibannya dalam dunia bisnis. Ia tahu mengenai bidang kegiatannya, situasi yang dihadapinya, apa yang diharapkan, tuntutan atau aturan yang berlaku untuk bidang kegiatannya
dan tahu pula mengenai keputusan dan tindakan yang pantas diambilnya. Orang yang otonom adalah orang yang tahu aturan dan tuntutan sosial, tetapi bukan orang sekedar mengikuti begitu saja aturan yang berlaku dalam masyarakat atau mengikuti begitu saja apa yang dilakukan orang lain.
Maka dalam kerangka etika bisnis itu berarti bahwa prinsip otonomi menuntut para pengusaha dan manajer dihargai kebebasannya dalam mengambil keputusan apa saja, dan bertindak bedasarkan keputusannya itu. Dalam kondisi inilah kita bisa mengharapkan bahwa ia akan menjadi seorang pengusaha atau manajer yang bertindak secara etis. Namun, kebebasan saja belum menjamin bahwa orang bisa bertindak secara otonom dan etis. Otonomi mengandaikan juga adanya tanggung jawab.
Pengusaha atau manajer dituntut untuk bertanggung jawab atas keputusan dan tindakannya, yaitu :
a. Bertanggung jawab kepada dirinya sendiri.
b. Bertanggung jawab kepada orang yang mempercayakan seluruh kegiatan bisnis dan manajemen itu kepadanya.
c. Bertanggung jawab kepada pihak-pihak yang terlibat dengannya dalamurusan bisnis.
d. Bersedia untuk mempertanggungjawabkan keputusan dan tindakannya kepadapihak ketiga, yaitu masyarakat seluruhnya yang sacara tidak langsung terkena akibat dari keputusan dan tindakan binisnya.
2. Prinsip Kejujuran
Aspek kejujuran dalam dunia bisnis :
a. Kejujuran dalam pemenuhan syarat-syarat perjanjian dan kontrak.
b. Kejujuran dalam penawaran barang dan jasa dengan mutu yang baik.
c. Kejujuran menyangkut hubungan kerja dalam perusahaan.
3. Prinsip Keadilan
Prinsip ini menuntut agar kita memperlakukan orang lain sesuai dengan haknya.
Hak orang lain perlu dihargai dan jangan sampai dilanggar, seperti kita juga mengharapkan agar hak kita dihargai dan tidak dilanggar.
4. Prinsip Saling Menguntungkan
Prinsip ini berintikan prinsip moral sikap baik kepada orang lain. Dalam berhubungan dengan orang lain, dalam bidang apa saja, kita dituntut untuk besikap baik kapada mereka. Dua bentuk perwujudan prinsip ini adalah : pertama, prinsip bersikap baik menuntut agar secara aktif dan maksimal kita semua berbuat hal yang baik bagi orang lain; kedua, wujudnya yang minimal dan pasif, sikap ini menuntut agar kita tidak berbuat jahat kepada orang lain. Secara maksimal orang bisnis dituntut melakukan kegiatan yang menguntungkan bagi orang lain (atau lebih tepat, saling menguntungkan), tapi kalau situasinya tidak memungkinkan, maka titik batas yang masih ditoleransi adalah tindakan yang tidak merugikan pihak lain.
2.3 Etika Profesi Akuntan
Dari asal usul kata, etika berasal dari bahasa Yunani, yaitu ethos yang berarti adat istiadat/ kebiasaan yang baik. Dalam bahasa latin Etika adalah ethica, yang berarti falsafah moral. Etika merupakan pedoman cara bertingkah laku yang baik dari sudut pandang budaya, susila serta agama. Bertens (2013), merumuskan pengertian etika kepada tiga pengertian:
1. Etika digunakan dalam pengertian nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.
2. Etika merupakan kumpulan asas atau nilai moral atau kode etik.
3. Etika merupakan ilmu yang mempelajari tentang sesuatu hal yang baik dan buruk.
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa etika merupakan seperangkat aturan/ norma/ pedoman yang harus dilakukan maupun yang harus di tinggalkan oleh sekelompok golongan/ masyarakat/ profesi.
Ikatan Akuntan Indonesia memuat delapan prinsip- prinsip etika (Standar Profesional Akuntan Publik, 2020) :
1. Tanggung Jawab Profesi
“Dalam melaksanakan akan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya”.
Sebagai profesional, anggota mempunyai peran penting dalam masyarakat. Sejalan dengan peranan tersebut, anggota mempunyai tanggung jawab kepada semua pemakai jasa profesional mereka.
2. Kepentingan Publik
“Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme”.
a. Profesi akuntan tetap berada dalam posisi yang penting ini dengan terus menerus memberikan jasa yang unik pada tingkat yang menunjukkan bahwa kepercayaan masyarakat dipegang teguh. Kepentingan utama profesi akuntan adalah untuk membuat para pemakai jasa akuntan paham bahwa jasa akuntan dilakukan dengan prestasi tertinggi dan sesuai dengan persyaratan etika yang diperlukan untuk mencapai tingkat prestasi tersebut.
b. Dalam memenuhi tanggung jawab profesionalnya, anggota mungkin menghadapi tekanan yang saling berbenturan dengan pihak-pihak yangberkepentingan. Dalam mengatasi hal ini, anggota harus bertindak dengan penuh integritas, dengan suatu keyakinan bahwa apabila anggota memenuhi kewajibannya kepada publik, maka kepentingan penerima jasa terlayani dengan sebaik-baiknya.
c. Mereka memperoleh pelayanan dari anggota mengharapkan anggota untuk memenuhi taggung jawabnya dengan integritas, obyektivitas, keseksamaan profesional, dan kepentingan untuk melayani publik. Anggota mengharapkan untuk memberikan jasa berkualitas, mengenakan imbalan jasa yang pantas, serta menawarkan berbagai jasa, semua dilakukan dengan tingkat profesionalisme yang kosisten dengan Prinsip Etika Profesi ini.
d. Semua anggota mengikat dirinya untuk menghormati kepercayaan publik. Atas kepercayaan publik yang diberikan kepadanya, anggota harus secara terus menerus menjalankan dedikasi mereka untuk mencapai profesionalisme yang tinggi.
e. Tanggung jawab seorang akuntan tidak semata-mata untuk memenuhi kebutuhan klien individual atau pemberi kerja. Dalam melaksanakan tugasnya, seorang akuntan harus mengikuti standar profesi yang dititikberatkan pada kepentingan publik, misalnya:
1. Auditor independen membantu memelihara integritas dan efisiensi dari laporan keuangan yang disajikan oleh lembaga keuangan untuk mendukung pemberi pinjaman dan kepada pemegang saham untuk memberi modal;
2. Eksekutif keuangan bekerja di berbagai bidang akuntansi manajemen dalam organisasi dan memberikan kontribusi efisiensi dan efektivitas pengguna sumber daya organisasi;
3. Auditor intern memberikan keyakianan tenteng sistim pengendalian internalyang baik untuk meningkatkan keandalan informasi keuangan dari pemberikerja ke pihak luar;
4. Ahli pajak membantu membangun kepercayaan dan efisiensi sertapenerapan adil dari sistim pajak; dan
5. Konsultan manajemen mempunyai tanggung jawab terhadap kepentinganumum dalam membantu pembuatan keputusan manajemen yang baik.
3. Integritas
“Untuk memlihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setip anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas”.
a. Integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan profesional. Integritas merupakan kualitas yang mendasari kepercayaan publik yang merupakan patokan (benchmark) bagi anggota dalam menguji semua keputusan yang diambilnya.
b. Integritas mengharuskan setiap anggota untuk, antara lain, bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerimaan jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak dapat menerima kecurangan atau peniadaan prinsip.
c. Integritas diukur dalam apa yang benar dan adil. Dalam hal tidak terdapat aturan, standar, paduan khusus atau dalam menghadapi pendapat yang bertentangan, anggota harus menguji keputusan atau perbuatannya dengan bertanya apakah anggota telah melakukan apa yang seorang berintegritas akan lakukan dan apakah anggota telah menjaga integritas dirinya. Integritas mengharuskan anggota untuk menaati baik bentuk maupun jiwa standar teknis dan etika.
d. Integritas juga mengharuskan anggota untuk mngikuti prinsip obyektivitas dan kehati-hatian profesional.
4. Obyektivitas
“Setiap anggota harus menjaga obyektifitas dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya”.
a. Obyektivitas adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau berada dibawah pengaruh pihak lain.
b. Anggota bekerja dalam berbagai kapasitas yang berbeda dan harus menunjukkan obyektivitas mereka di berbagai situasi. Anggota dalam praktik akuntan publik memberikan jasa atestasi, pepajakan, serta konsultan manajemen. Anggota lain menyiapkan laporan keuangan sebagai seorangbawahan, melakukan jasa audit intern yang bekerja dalam kapasitas keuangan dan manajemennya di industri, pendidikan dan pemerintahan. Mereka harus melindungi integritas pekerjaannya dan memelihara obyektifitas.
c. Dalam menghadapi situasi dan praktik yang secara spesifik berhubungan dengan aturan etika sehubungan dengan obyektivitas, pertimbangan yang cukup harus diberikan terhadap faktor berikut :
1. Adakalanya anggota dihadapkan kepada situasi yang memungkinkan mereka menerima tekanan-tekana yang diberikan kepadanya. Tekanan ini dapat mengganggu objektivitasnya.
2. Adakalanya tidak praktis untuk menyatakan dan menggambarkan semua situasi di mana tekanan-tekanan mungkin terjadi. Ukuran kewajaran (reasonableness) harus digunakan dalam menetukan standar untuk mengidentifikasi hubungan yang mungkin atau kelihatan dapat merusak objektivitas anggota.
3. Hubungan-hubungan yang memungkinkan prasangka, bias atau pengaruh lainnya untuk melanggar objektivitas harus dihindari.
4. Anggota memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa orang-orang yang terlibat dalam pemberian jasa operasional mematuhi prinsip objektivitas.
5. Anggota tidak boleh menerima atau menawarkan hadiah atau entertainment yang dipecaya dapat menimbulkan pengaruh yang tidak pantas terhadap pertimbangan profesional mereka atau terhadap orang-orang yang berhubungan dengan mereka. Anggota harus menghindari situasi-situasi yang dapat membuat posisi profesional mereka ternoda.
5. Kompetensi dan Kehati- Hatian Profesional
“Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan kehati -hatian, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan ketrampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional yang kompeten berdasarkan perkembangan praktik, legislasi dan teknik yang paling mitakhir”.
a. Kehati-hatian profesional mengharuskan anggota untuk memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan kompetensi dan ketekunan.
b. Kompetensi diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman.
c. Kompetensi profesional dapat dibagi menjadi dua fase yang terpisah : 1. Pencapaian Kompetensi Profesional.
Pencapaian kompetensi professional pada awalnya memerlukan standar pendidikan umum yang tinggi, diikuti oleh pendidikan khusus, pelatihan dan ujian profesional dalam subyek-subyek yang relevan, dan pengalaman kerja. Hal ini harus menjadi pola pengembangan yang normal untuk anggota.
2. Pemeliharaan Kompetensi Profesional Kompetensi harus dipelihara dan dijaga melalui komitmen untuk belajar dan melakukan peningkatan profesional secara bekesinambungan selama kehidupan profesional anggota. Pemeliharaan komptensi profesional memerlukan kesadaran untuk terus mengukuti perkembangan profesi akuntansi, termasuk di antaranya pernyataan-pertanyaan akuntansi, auditing dan peraturan lainnya, baik nasional maupun internasional yang relevan.
d. Kompetensi menunjukan terdapatnya pencapaian dan pemeliharaan suatu tingkatan pemahaman dan pengetahuan yang memungkinkan seorang anggota untuk memberikan jasa dengan kemudahan dan kecerdikan. Dalam penugasan profesional
melebihi kompetensi anggota atau perusahaan, anggota wajibmelakukan konsultasi atau menyerahkan klien kepada pihak lain yang lebih kompeten. Setiap anggota bertanggung jawab untuk menentukan kompetensi masing-masing atau menilai apakah pendidikan, pengalaman dan pertimbangan yang diperlukan memadai untuk tanggung jawab yang harus dipenuhinya.
e. Anggota harus tekun dalam memenuhi tanggung jawabnya kepada penerima jasa dan publik. Ketekunan mengandung arti pemenuhan tanggung jawab untuk mematuhi standar teknis, dan etika yang berlaku.
f. Kahati-hatian profesional mengharuskan anggota untuk merencanakan dan mengawasi secara seksama setiap kegiatan professional yang menjadi tanggung jawabnya.
6) Kerahasiaan
“Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali apabila ada hak atau kewajiban profsional atau hukum yang mengungkapkannya”.
7. Perilaku Profesional
“Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskusikan profesi”. Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat mendikreditkan profesi yang harus dipenuhi oleh anggota sebagai perwujudan tanggung jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan masyarakat umum.
8. Standar Teknis
“Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati- hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas” . Standar teknis dan standar profesional yang harus ditaati anggota adalah
standar yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia, International Fedaration of Accountants, badan pengatur, dan peraturan perundang-undangan yang relevan.
Sementara dalam modul chartered accountant (2015:44), bahwa prinsip utama yang harus ditaati oleh seorang akuntan profesinal adalah:
a. Integritas, setiap praktisi harus jujur dan berterus terang dalam menjalin hubungan professional dan hubungan bisnis.
b. Objektivitas – tidak dipengaruhi pendapat dan pertimbangan pribadi atau pihak lain, dan tidak dipengaruhi kepentingan pribadi dan pihak lain dalam mengambil keputusan professional atau bisnis.
c. Memiliki kompetensi dan kehati-hatian professional – selalu memelihara dan meningkatkan kompetensi dan ketrampilan professional pada tingkat yang dibutuhkan sehingga klien ataupun pemberi kerja memperoleh layanan professional berdasarkan perkembangan praktik dan peraturan terkini, yang dilaksanakan secara professional sesuai dengan teknik dan standar professional yang berlaku.
d. Kerahasiaan – menghargai kerahasiaan informasi yang diperoleh sebagai hasil dari hubungan professional dan bisnis, dengan tidak mengungkapkannya kepada pihak lain tanpa persetujuan yang jelas dan memadai dari klien atau pemberi kerja, kecuali jika terdapat kewajiban untuk mengungkapkan sesuai dengan ketentuan hukum atau peraturan lainnya yang berlaku, atau menggunakannya untuk keuntungan pribadi atau pihak ketiga.
e.
Perilaku Profesional – mematuhi hukum dan peraturan dan peraturan yang relevan dan menghindari semua tindakan yang dapat merusak nama baik dan reputasiprofesi.
Beberapa hasil penelitian yang berkaitan dengan penelitian ini, seperti Penelitian Rina (2015) “persepsi mahasiswa terhadap etika profesi akuntan” menujukkan bahwa terdapat perbedaan persepsi mahasiswa Perguruan Tinggi Negeri dengan mahasiswa Perguruan Tinggi Swasta terhadap etika profesi akuntan. Dinda & Hajan (2017) dalam penelitian “perbedaan persepsi tentang etika bisnis pada mahasiswa yang belum dan sudah mempelajari mata kuliah etika bisnis pada prodi akuntasi di perguruan tinggi kota batam”, juga menunjukkan bahwa pendidikan etika bisnis mempengaruhi persepsi mahasiswa sehingga mahasiswa yang sudah mengikuti mata kuliah etika bisnis mempunyai persepsi berbeda dengan mahasiswa yang belum mengikuti mata kuliah etika bisnis.
Selanjutnya Dian, dkk dengan penelitian tentang Persepsi Mahasiswa Akuntansi Terhadap Etika Profesi Akuntansi menemukan bukti bahwa terdapat perbedaan signifikan berdasarkan gender terkait persepsi mahasiswa akuntansi terhadap kode etik akuntan, wanita terbukti memiliki persepsi etis yang lebih tinggi dibanding pria.
Sedangkan di lihat dari strata pendidikan persepsi mahasiswa terkait etika profesi akuntan tidak terdapat perbedaan yang signifikan, temuan ini mengindikasikan bahwa tingkat pendidikan yang lebih tinggi bukan merupakan jaminan seseorang telah memiliki penalaran etis yang lebih baik, dan sebaliknya.
Ada juga hasil penelitian dari Feronika Dwi Kurniasih (2005) dalam “Persepsi Akuntan Publik, Akuntan Pendidik, Dan Mahasiswa Akuntansi Terhadap Etika Bisnis Dan Etika Profesi Akuntan” memberikan hasil bahwa penelitian ini tidak mendapatkan bukti adanya perbedaan yang signifikan atas persepsi kelompok akuntan publik, akuntan pendidik maupun kelompok mahasiswa akuntansi. Walaupun penelitian-penelitian tersebut menunjukkan ada perbedaan persepsi mahasiswa terhadap etika bisnis atau terhadap kode etik akuntan secara sepihak dan dengan berbagai jenis responden, tapi sangat menarik saat ini untuk melihat persepsi dan keterpengaruhan mahasiswa terhadap sudah dan belum mempelajari etika bisnis dan etika profesi secara bersama- sama.
BAB III
TUJUAN DAN MANFAAT
3.1. Tujuan Penelitian a. Tujuan Umum
Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui minat mahasiwa dalam mengikuti dan mempelajari mata kuliah etika bisnis dan etika profesi
b. Tujuan Khusus
1. Untuk menguji perbedaan persepsi mahasiswa yang sudah dan belum mengikuti mata kuliah etika bisnis dan etika profesi
2. Untuk mengetahui model pembelajaran yang lebih memberi dampak yang signifikan dari pemberian materi perkuliahan etika bisnis dan etika profesi bagi mahasiswa
3.2. Manfaat penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dari hasil penelitian ini antara lain :
a. Penelitian ini dapat menjadi sarana untuk mempraktekkan dan menerapkan ilmu pengetahuan yang telah diperoleh.
b. Mendapatkan tambahan pengetahuan tentang etika bisnis dan etika profesi akuntan.
c. Dapat mengetahui persepsi akuntan publik, akuntan pendidik, dan mahasiswa akuntansi terhadap etika bisnis dan etika profesi akuntan.
d. Dapat memberikan masukan dalam upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan akuntansi yang tidak hanya bertanggung jawab untuk mendidik mahasiswa menjadi akuntan yang mahir dan profesional tetapi juga menjadi akuntan yang berperilaku etis dan selalu berpegang teguh pada etika profesi yang dipahaminya.
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Jenis penelitian dan sumber data
Penelitian ini dianalisis secara kuantitatif untuk menguji hipotesis (hypothesis testing) yang terbentuk berdasarkan konsep yang ada. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer (primary data), yaitu sumber data yang diperoleh secara langsung dari sumber asli (tidak melalui media perantara) (Indriantoro, Nur dan B. Supomo, 2002: 146). Data primer diperoleh melalui kuesioner secara personal (personllyadministered questionaries) kepada masing-masing respoden, yaitu dalam hal ini peneliti berhubungan langsung dan memberikan penjelasan seperlunya dan kuesioner dapat langsung dikumpulkan setelah selesai dijawab oleh responden (Indriantoro, Nur dan B. Supomo, 2002: 154 ).
Jenis data yang digunakan dalam penlitian ini adalah data subyek (selfreport data), yaitu jenis data yang berupa opini, sikap, pengalaman atau karakteristik dari seorang atau sekelompok orang yang menjadi subyek penelitian (responden) (Indriantoro, Nur dan B. Suipomo, 2002: 154 ).
4.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang karakteristiknya hendak diteliti.
Teknik pemilihan sampel dalam penelitian ini adalah menggunakan pemilihan sampel berdasarkan pertimbangan (judgment sampling), yaitu merupakan tipe pemilihan sampel secara tidak acak yang informasinya diperoleh dengan menggunakan pertimbangan tertentu (umumnya disesuaikan dengan tujuan atau masalah penelitian) (Indriantoro, Nur dan B. Supomo, 2002 :131).
4.3 Teknik Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data adalah dengan memberikan daftar pertanyaan kepada para responden yaitu mahasiswa akuntansi yang diminta untuk memberikan pendapat atau jawaban atas pertanyaan yang diajukan. Daftar pertanyaan tersebut menggunakan
skala likert yakni dengan mengelompokkan 5 kategori jawaban responden dengan bobot skor 5 = Sangat setuju, 4 = Setuju, 3 = Netral, 2 = tidak setuju, 1= sangat tidak setuju.
4.4 Teknik Analisis Data
Uji Kualitas Data
Karena pengumpulan data dilakukan dengan kuisioner, maka kualitas kuisioner dan kesanggupan responden dalam menjawab pertanyaan merupakan hal yang sangat penting dalam penelitian ini. Apabila alat yang digunakan dalam proses pengumpulan data tidak valid, maka hasil penelitian yang diperoleh tidak mampu menggambarkan keadaan yang sebenarnya. Oleh karena itu dalam penelitian akan dimulai dengan pengujian validitas dan reliabilitas terhadap daftar pertanyaan yang digunakan dalam kuesioner.
Uji Validitas
Pengujian validitas dilakukan menggunakan pearson correlation untuk menguji validitas pernyataan kuesioner yang disusun dalam bentuk skala.. Perbandingan nilai total item dengan pearson corelation harus berada di atas 0,3 untuk dapat di katakan valid.
Uji Reliabilitas
Uji Reliabilitas dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana hasil pengukuran tetap konsisten, apabila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama dengan menggunakan alat ukur yang sama. Reliabilitas di uji menggunakan Cronbachs’s alpha. Nilai cronbachs’s alpha masing-masing pertanyaan harus lebih besar dari 0,6 untuk menyatakan bahwa instrumen dalam penelitian ini reliable (Ghozali, 2016).
Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis ini dimaksudkan untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan persepsi diantara dua kelompok sampel yang independent maka alat uji yang digunakan yaitu Independent Sampel t-test apabila data berdistribusi normal, namun bila data tidak berdistribusi normal maka menggunakan Mann Whitney. Ghozali (2016) menjelaskan Uji beda mean t-two sampel/ Independent Sampel t-test adalah pengujian dengan uji t yang melibatkan dua kelompok sampel yang sama-sama independent yang tidak saling berhubungan yang berasal dari dua populasi, dengan asumsi data berdistribusi normal. Pengujian hipotesis dengan Independent Sample t-test digunakan untuk menentukan apakah dua sampel yang tidak berhubungan memiliki nilai rata-rata yang berbeda. Dengan melihat nilai t-test untuk menentukan apakah terdapat perbedaan nilai rata-rata secara signifikan. Pengambilan keputusan berdasarkan: Jika signifikasi lebih besar dari 0,05 maka Ho diterima, jika signifikasi lebih kecil dari 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima. Apabila signifikasi nilainya lebih besar dari tingkat signifikasi (0,05) maka hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa hipotesis nol (Ho) diterima dan apabila signifikasi kurang dari tingkat signifikansi (0,05) maka hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa hipotesis nol (Ho) yang diuji ditolak atau dengan kata lain hipotesis Ha diterima (Santoso, 2002).
Akan tetapi pada saat uji normalitas jika data tidak berdistribusi normal maka pengujian menggunakan uji mann whitney. Mann whitney merupakan uji non parametik yang bisa dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan respon dari dua populasi data yang saling independen. Uji ini merupakan alternative lain yang dianggap efektif untuk data yang tidak berdistribusi normal. Dimana kriteria pengujiannya adalah sebagai berikut: Jika signifikasi lebih besar dari 0,05 maka Ho diterima, jika signifikasi lebih kecil dari 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima.
Pengembangan Hipotesis
Berdasarkan landasan teori dan penelitian sebelumnya maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Ha : Terdapat perbedaan persepsi yang signifikan antara mahasiswa yang sudah dan belum mempelajari etika bisnis dan etika profesi akuntan
Ho : Tidak terdapat perbedaan persepsi yang signifikan antara mahasiswa yang sudah dan belum mempelajari etika bisnis dan etika profesi akuntan.
BAB V
HASIL DAN LUARAN YANG DICAPAI
5.1 Deskripsi Sampel Penelitian
Sampel penelitian terdiri atas 150 mahasiswa akuntansi seperti Tabel 5.1 sebagai berikut:
Tabel 5.1 Sampel Penelitian
Program Pria Wanita Total
Mahasiswa Akuntansi D4 23 57 80
Mahasiswa Akuntansi D3 21 49 70
Total Responden 44 106 150
Sumber: Data Olahan (2021)
Penelitian ini dilakukan terhadap mahasiswa akuntansi yang sementara studi di Politeknik Program Studi D4 Akuntansi Keuangan dan Program Studi D3 Akuntansi.
5.2 Uji Instrumen Data
Penelitian ini menggunakan indikator indikator yang ada pada buku etika bisnis dan profesi yang terbagi dalam 49 pertanyaaan dengan skala sangat setuju 5, setuju 4, ragu-ragu 3, tidak setuju 2, sangat tidak setuju 1
Pada tahap penyebaran instrumen kepada mahasiswa akuntansi dilakukan dengan tiga (3) tahap, yaitu:
a. Uji coba terhadap mahasiswa yang belum mendalami etika bisnis dan profesi dan yang mendalami matakuliah etika bisnis dan profesi dengan responden yang ada yaitu 150 orang responden,
b. Kuesioner dibagikan kepada responden dengan menyusun pertanyaan secara per indikator dari pertanyaan ke 1 sampai dengan ke 49
c. Kuesioner dibagikan kepada responden dengan mengelompokkan pertanyaan dalam tiga kelompok.
Cara penyebaran kuesioner ini dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan data yang relatif representatif dan tidak bias, sehingga dalam pengolahan data dapat dilakukan dengan tingkat kesalahan yang minimum.
Hasil dari pengolahan data terkait dengan tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
5.2.1 Uji Validitas
Suatu item dari instrument dapat diketahui dengan membandingkan level signifikan (sig) <5% (0,050). Adapun hasil dari pengujian validitas terhadap ke 49 item instrumen kuesioner dapat diketahui pada Tabel 5.5 berikut:
Tabel 5.2 Hasil Uji Validitas Instrumen
Sig
Pearson
Correlation Validitas
P1 0.00 .544** Valid
P2 0.00 .439** Valid
P3 0.00 .249** Valid
P4 0.00 .539** Valid
P5 0.00 .602** Valid
P6 0.00 .561** Valid
P7 0.00 .480** Valid
P8 0.00 .599** Valid
P9 0.00 .374** Valid
P10 0.00 .530** Valid
P11 0.00 .559** Valid
P12 0.00 .594** Valid
P13 0.00 .570** Valid
P14 0.00 .568** Valid
P15 0.00 .469** Valid
EB1 000 .614** Valid
EB2 000 .680** Valid
EB3 000 .540** Valid
EB4 000 .735** Valid
EB5 000 .763** Valid
EB6 000 .680** Valid
EB7 000 .693** Valid
EB8 000 .719** Valid
EB9 000 .698** Valid
EB10 000 .729** Valid
EB11 000 .705** Valid
EB12 000 .339** Valid
EB13 0.58 .155 Tidak Valid
EB14 102 .134 Tidak Valid
EB15 015 .199* Valid
EB16 000 .650** Valid
EB17 000 .688** Valid
EB18 000 .302** Valid
EB19 000 .630** Valid
EB20 000 .677** Valid
EP1 .000 .867** Valid
EP2 .000 .827** Valid
EP3 .000 .817** Valid
EP4 .000 .631** Valid
EP5 .000 .764** Valid
EP6 .000 .711** Valid
EP7 .000 .818** Valid
EP8 .000 .855** Valid
EP9 .000 .670** Valid
EP10 .000 .788** Valid
EP11 .000 .459** Valid
EP12 .000 .792** Valid
EP13 .000 .800** Valid
EP14 .000 .802** Valid
Sumber: Data Olahan SPSS
Hasil perhitungan uji validitas data responden mahasiswa pada Tabel 5.2 diperoleh hasil bahwa 47 pertanyaan kuesioner berada pada Sig.(2-tailed) atau signifikasi antara 0,000 – 0,005 dan ada dua (2) pertanyaan yang dinyatakan tidak valid, karena lebih besar dari 0,05 yaitu 0,155 dan 0,134, dengan demikan dua (2) pertanyaan tersebut dikeluarkan dari pengujian regresi.
5.2.2 Uji Reliabilitas
Suatu instrument dikatakan andal bila memiliki koefisien reliabilitas sebesar 0,6 atau lebih. Adapun beberapa kriteria indek penilaian reliabilitas suatu instrument
menurut hasil perhitungan pengujian reliabilitas terhadap masing-masing pertanyaan dapat digambarkan pada tabel 5.3 sebagai berikut :
Tabel 5.3 Tabel Uji Reliabilitas Kelompok
Cronbach's Alpha
if Item Deleted Validitas
P1 0.94 Reliable
P2 0.95 Reliable
P3 0.95 Reliable
P4 0.94 Reliable
P5 0.94 Reliable
P6 0.94 Reliable
P7 0.94 Reliable
P8 0.94 Reliable
P9 0.94 Reliable
P10 0.95 Reliable
P11 0.95 Reliable
P12 0.94 Reliable
P13 0.94 Reliable
P14 0.94 Reliable
P15 0.95 Reliable
EB1 0.94 Reliable
EB2 0.94 Reliable
EB3 0.94 Reliable
EB4 0.94 Reliable
EB5 0.94 Reliable
EB6 0.94 Reliable
EB7 0.94 Reliable
EB8 0.94 Reliable
EB9 0.94 Reliable
EB10 0.94 Reliable
EB11 0.94 Reliable
EB12 0.95 Reliable
EB13 0.95 Reliable
EB14 0.95 Reliable
EB15 0.95 Reliable
EB16 0.94 Reliable
EB17 0.94 Reliable
EB18 0.95 Reliable
EB19 0.94 Reliable
EB20 0.94 Reliable
EP1 0.94 Reliable
EP2 0.94 Reliable
EP3 0.94 Reliable
EP4 0.94 Reliable
EP5 0.94 Reliable
EP6 0.94 Reliable
EP7 0.94 Reliable
EP8 0.94 Reliable
EP9 0.94 Reliable
EP10 0.94 Reliable
EP11 0.94 Reliable
EP12 0.94 Reliable
EP13 0.94 Reliable
EP14 0.94 Reliable
Sumber: Data Olahan SPSS
Berdasarkan hasil perhitungan dalam Tabel 5.3 dengan uji reliabilitas menunjukkan bahwa 49 pertanyaan yang dinyatakan dalam kuesioner untuk kelompok mahasiswa berada pada kisaran angka 0,90, sehingga dapat disimpulkan bahwa data dinyatakan reliable, karena dari nilai korelasi (total correlation) untuk setiap item terlihat bahwa nilai alpha untuk setiap nomor pertanyaan bisa dilihat bahwa nilai alpha lebih besar dari 0,6 sehingga kesimpulan yang bisa diambil adalah masing-masing pertanyaan adalah reliabel.
5.2.3 Uji Normalitas
Uji normalitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah Uji Kolmogorov Smirnov. Konsep dasar dari uji normalitas Kolmogorov Smirnov adalah dengan membandingkan distribusi data (yang akan diuji normalitasnya) dengan distribusi normal baku. Penerapan pada uji Kolmogorov Smirnov adalah bahwa jika signifikansi di bawah 0,05 berarti data yang akan diuji mempunyai perbedaan yang signifikan dengan data normal baku, berarti data tersebut tidak normal.
Berdasarkan uji normalitas pada tabel 5.4 dibawah, dapat dilihat bahwa data terdistribusi normal untuk responden dari mahasiswa yang sebelum dan sesudah
mengambil mata kuliah Etika Bisnis dan Etika Profesi, dimana nilai signifikansi sebesar 0,257, yang artinya data terdistribusi normal.
Tabel 5.4 Uji Normalitas
Sumber: Data Olahan SPSS
5.3 Uji Instrumen Data
Pengujian selanjutnya adalah perbedaan persepsi antara mahasiswa akuntansi yang belum dan sudah mengambil mata kuliah Etika Bisnis dan Etika Profesi berdasarkan 47 pertanyaan setelah dibuang 2 pertanyaan yang tidak valid dalam kuesioner menjadi tiga kelompok yakni persepsi, etika bisnis, dan etika profesi.
Uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah Uji Independent T Test, dimana untuk mengetahui adakah perbedaan mean atau rata-rata yang bermakna antara 2 kelompok bebas yang berskala data interval/rasio. Dua kelompok bebas yang dimaksud di sini adalah dua kelompok yang tidak berpasangan, artinya sumber data berasal dari subjek yang berbeda.
Standar eror perbedaan dalam nilai rata-rata terdistribusi secara normal. Jadi tujuan uji beda t-test adalah membandingkan rata-rata dua group atau lebih yang tidak berhubungan satu dengan yang lain. Apakah kedua group tersebut mempunyai nilai rata-rata yang sama atau tidak sama secara signifikan (Ibid:2004:57)
Apabila diperoleh sampel hasil distribusi normal, maka dilakukan uji parametrik Independent Sampel T Test. Menurut Ghozali (2007), tujuan dari uji parametrik Independent Sampel T Test (uji beda t-test) adalah untuk dapat
membandingkan rata-rata dari kedua grup yang tidak saling berhubungan dengan satu dan yang lainnya.
Tabel 5.5 Uji T Test
Sumber: Data Olahan SPSS
Hasil pengujian diatas menunjukan nilai siginifikansi lebih besar dari 0,05 yaitu sebesar 0,132 yang artinya bahwa tidak terdapat perbedaan yang siginifikan antara persepsi mahasiswa sebelum dan sesudan mengambil matakuliah Etika Bisnis dan Etika Profesi.
5.4 Hasil dan Pembahasan
Dari pengujian yang telah dilakukan nampak bahwa dari total responden sebanyak 150 mahasiswa yang belum mengikuti mata kuliah etika bisnis dan etika profesi hanya 136 responden sebagai sampel berdasarkan pertimbangan (judgment sampling), yaitu merupakan tipe pemilihan sampel secara tidak acak yang informasinya diperoleh dengan menggunakan pertimbangan tertentu, dan responden yang sudah mengikuti mata kuliah etika bisnis dan etika profesi adalah sebanyak 68 mahasiswa. Hal ini terjadi karena syarat pengujian harus diupayakan sama untuk mahasiswa yang sudah dan belum mengikuti mata kuliah tersebut.
Hasil pengujian diatas menunjukan nilai siginifikansi lebih besar dari 0,05 yaitu sebesar 0,132 yang artinya bahwa tidak terdapat perbedaan yang siginifikan antara
persepsi mahasiswa sebelum dan sesudan mengambil matakuliah Etika Bisnis dan Etika Profesi.
Hal ini dikarenakan materi-materi mata kuliah etika bisnis dan etika profesi saat ini dapat dengan mudah diperoleh dari google sehingga mahasiwa yang belum belajar tentang etika bisnis dan etika profesi sudah bisa membaca atau memahami topik-topik tersebut. Selain itu ada mata kuliah entrepreneurship yang juga dapat memberikan gambaran dan cara-cara dalam melakukan bisnis.
Mahasiswa sebelum mengikuti mata kuliah etika bisnis dan etika profesi adalah mahasiswa semester 1 sampai dengan semester 4 untuk program studi D3 Akuntansi dan semester 1 sampai semester 6 untuk program studi D4 Akuntansi Keuangan dan yang sudah mengikuti mata kuliah tersebut adalah mahasiswa semester 6 untuk mahasiswa program studi D3 Akuntansi dan mahasiswa semester 8 untuk program studi D4 Akuntansi Keuangan. Hal ini terlihat bahwa walaupun mahasiswa tersebut belum mengikuti mata kuliah etika bisnis dan etika profesi tapi pada semester itu mahasiswa sudah ada dasar tentang mata kuliah yang diajarkan seperti mata kuliah akuntansi, auditing, entrepreneurship. Dari dasar mata kuliah itu mahasiswa sudah mulai tahu atau sudah mendapat gambaran tentang etika bisnis dan etika profesi, atau etika dari profesi itu sendiri dalam hal ini akuntan, atau auditor dan bagaimana etika menjadi seorang entrepreneur.
BAB VI
RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA
Rencana tahapan lanjutan dari penelitian ini adalah melakukan penelitian dengan menggali model model pembelajaran yang efektif untuk memberi pemahaman kepada mahasiswa tentang mata kuliah Etika Bisnis dan Etika Profesi atau kaitannya dengan mata kuliah lain.
Melakukan penelitian lanjutan untuk semua program studi di jurusan akuntansi dengan mencari teknik dan metode bagi pengembangan pemahaman terhadap materi- materi kuliah yang berkaitan dengan profesi dan etika.
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa, persepsi mahasiswa yang sudah dan belum mengikuti mata kuliah etika bisnis dan etika profesi tidak terdapat perbedaan yang signifikan.
7.2. Saran
Diharapkan penelitian ini dapat berguna untuk mendapatkan teknik dan metode pengajaran mata kuliah etika bisnis dan etika profesi agar mahasiswa lebih mampu mengembangkan pemikiran dan pemahaman tentang etika dan profesi khususnya di bidang akuntansi.
DAFTAR PUSTAKA
Bertens Kees, 2013, Pengantar Etika Bisnis, Yogyakarta Kanisius
Brooks, Leonard, and Paul Dunn, 2012, Business & Proffesional Ethics for Directors, executives and Accountants, South-Western College Publishing, 6th edition, Chapter 3 dan 4
Dinda, dkk, 2017, Perbedaan Persepsi Mahasiswa Akuntansi Terhadap Etika Profesi Akuntan, Dimensia Volume 13 Nomor 2 September 2016
Feronika Dwi Kurniasih, 2005, Persepsi Akuntan Publik, Akuntan Pendidik, Dan Mahasiswa Akuntansi Terhadap Etika Bisnis dan Etika Profesi Akuntan, Skripsi S-1, Program Sarjana, Fakultas Ekonomi, Universitas Katholik Soegijapranata Semarang.
Ghozali, 2016, Aplikasi Analisis Muiltivariete dengan Proggram IBM SPSS 23 (edisi 8).
Cetakan ke VIII. Semarang : Badan penerbit Universitas Diponegoro
Keraf, A Sony, 2012, Etika Bisnis Membangun Citra Bisnis Sebagai Profesi yang Luhur, Yogyakarta: Kanisius, Cetakan ke-16
Maulina, D. R. (2011). Persepsi Mahasiswa Akuntansi Terhadap Muatan Etika Bisnis dan Profesi Dalam Kurikulum Akuntansi. Jember: Perguruan tinggi Jember.
Modul Chartered Accountant, 2015, Etika Profesi dan Tata Kelola Korporat, Penerbit:
IAI
Permatasari, S Ineke, 2004, Analisis Persepsi Akuntan Publik, akuntan Pendidik, dan Mahasiswa Akuntansi Terhadap Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia, Skripsi S- 1, Program Sarjana, Universitas Katholik Soegijapranata, Semarang.
Rina Yulistina Wati, 2015, Persepsi Mahasiswa Akuntansi Terhadap Etika Profesi Akuntan (Studi Pada Peguruan Tinggi Negeri dan Perguruan Tinggi Swasta di Jember, Skripsi S-1 Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Jember Slameto. (2010). Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka
Cipta.
Standar Profesional Akuntan Publik, Kode Etik Profesi Akuntan Publik 2020, Institut Akuntan Publik Indonesia
LAMPIRAN 1
LAMPIRAN 2
DAFTAR PERTANYAAN
bobot skor 5 = Sangat setuju, 4 = Setuju, 3 = Netral, 2 = tidak setuju, 1= sangat tidak setuju.
No Variabel Pertanyaan Score
5 4 3 2 1 1 Persepsi 1 Profesi Akuntan sebagai Karir
- Saya akan senang menjadi seorang akuntan
- Profesi akuntan hanya memperoleh sedikit kepuasan pribadi dalam pekerjaannya.
- Profesi akuntan adalah orang-orang yang membosankan 2. Etika Bisnis & Etika Profesi sebagai Bidang Ilmu
- Etika Bisnis & Etika Profesi menarik
- Saya suka belajar Etika Bisnis & Etika Profesi - Etika Bisnis & Etika Profesi hanyalah aktifitas
mengingat aturan-aturan
- Dalam Etika Bisnis & Etika Profesi banyak aturan yang bersifat tetap/kaku. Tidak memerlukan conceptual skills atau judgement (penyesuaian)
3. Akuntan sebagai Profesi
- Rekan saya berpendapat bahwa saya membuat keputusan karir yang baik jika saya menjadi akuntan.
- Keluarga saya senang jika saya menjadi akuntan.
- Profesi akuntan sangat dihormati
- Akuntan adalah sebuah profesi, setara dengan dokter dan ahli hukum.
- Menjadi akuntan sangat bergengsi (prestise) 4. Akuntan sebagai Aktifitas Kelompok
- akuntan profesional, berinteraksi dengan banyak orang - Para akuntan sibuk dengan angka-angka, mereka jarang
bekerja dengan orang lain
- Akuntan lebih banyak bekerja sendiri daripada bekerja dengan orang lain
2 Etika Bisnis 1. Dalam berbisnis perlukah menerapkan prinsip otonomi?
2. Orang berbisnis harus sadar sepenuhnya akan apa yang menjadi kewajibannya dalam berbisnis
3. Orang berbisnis harus bertanggungjawab atas dirinya
sendiri
4. Orang yang berbisnis bertanggung jawab kepada orang yang mempercayakan seluruh kegiatan bisnis dan manajemen itu kepadanya
5. Orang yang berbisnis bertanggung jawab kepada pihak-pihak yang terlibat dengannya dalam urusan bisnis.
6. Orang yang berbisnis bersedia untuk mempertanggungjawabkan keputusan dan tindakannya kepada pihak ketiga, yaitu masyarakat seluruhnya yang sacara tidak langsung terkena akibat dari keputusan dan tindakan binisnya
7. Perlukah prinsip kejujuran dalam berbisnis?
8. Orang yang berbisnis harus jujur dalam pemenuhan syarat-syarat perjanjian dan kontrak.
9. Orang yang berbisnis harus jujur dalam penawaran barang dan jasa dengan mutu yang baik.
10. Orang yang berbisnis harus jujur dalam hubungan kerja dalam perusahaan
11. Orang yang berbisnis perlu memperhatikan orang lain sesuai dengan haknya
12. Jika tidak berkerja dengan baik langsung melakukan pemotongan secara sepihak hak orang lain
13. Bertindak semena-mena terhadap orang lain
14. Meminjam hak orang lain untuk kepentingan pribadi 15. Meminjam hak orang lain untuk kepentingan bisnis.
16. Dalam berbisnis perlukah menerapkan prinsip saling menguntungkan?
17. Dalam berbisnis harus menunjukkan moral sikap baik kepada orang lain
18. Dalam keadaan tertentu dapatkah kita berbuat hal yang tidak baik kepada orang lain
19. Kita pantas diperlakukan dan memperlakukan diri kita sendiri sebagai pribadi yang mempunyai nilai yang sama dengan pribadi lainnya
20. Kita wajib membela dan mempertahankan kehormatan diri kita, jika martabat kita sebagai manusia dilanggar
3 Etika Profesi 1. Dalam melaksanakan tanggung jawab sebagai seorang profesional, harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya
2. Bertanggung jawab kepada semua pemakai jasa profesional mereka.
3. Setiap orang yang profesional berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme.
4. Seorang professional menghadapi tekanan yang saling berbenturan dengan pihak-pihak yang berkepentingan.
5. Seorang yang professional harus mengikat dirinya untuk menghormati kepercayaan publik untuk mencapai profesionalisme yang tinggi
6. Tanggung jawab seorang akuntan tidak semata-mata untuk memenuhi kebutuhan klien individual atau pemberi kerja
7. Seorang profesional membantu memelihara integritas dan efisiensi dari laporan keuangan yang disajikan oleh lembaga keuangan untuk mendukung pemberi pinjaman dan kepada pemegang saham untuk memberi modal
8. Untuk memlihara dan meningkatkan kepercayaan publik, seorang profesional harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas 9. bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus
mengorbankan rahasia penerimaan jasa.
10. Setiap anggota harus menjaga obyektifitas dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya
11. Jika ada kesempatan seorang professional dapat menerima atau menawarkan hadiah atau entertainment dari atau kepada klien
12. Seorang profesional harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali apabila ada hak atau kewajiban profsional atau hukum yang mengungkapkannya 13. Seorang profesional harus berperilaku yang
konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskusikan profesi.
14. Seorang professional anggota mempunyai kewajiban
untuk melaksanakan penugasan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas.
15. Seorang profesiona harus mematuhi hukum dan peraturan yang relevan dan menghindari semua tindakan yang dapat merusak nama baik dan reputasi profesi