• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Verbal Baseline Information Dan Content Familiarity Dalam Identifikasi Penipuan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peran Verbal Baseline Information Dan Content Familiarity Dalam Identifikasi Penipuan."

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN VERBAL BASELINE INF ORMATION DAN CONTENT FAMILIARITY DALAM IDENTIFIKASI PENIPUAN

FAIZ AGUNG BASKORO

ABSTRAK

Manusia cenderung buruk dalam mengidentifikasi penipuan (Bond & DePaulo, 2006;

Aamodt & Custer, 2006). Salah satu alasannya adalah manusia cenderung menggunakan

tanda-tanda yang valid dalam identifikasi penipuan (Reinhard et al., 2011; Reinhard et al., 2013),

tanda-tanda nonverbal di bandingkan verbal. Eksperimen ini berusaha melihat pengaruh

familiaritas pada konten pesan dan verbal baseline information terhadap akurasi identifikasi

penipuan untuk menjelaskan penyebab individu cenderung buruk dalam mengidentifikasi

penipuan dalam bentuk suatu proses kognisi sosial. Hasil penielitian menunjukan indikasi

bahwa proses identifikai penipuan bersifat sangat kompleks.

(2)

PENDAHULUAN

Hasil dari penelitian-penelitian tentang penipuan belakangan ini semakin mengarahkan

para peneliti pada kesimpulan bahwa manusia cenderung buruk dalam mengidentifikasi

penipuan (Reinhard et al., 2013; Reinhard et al., 2011). Akurasi rata-rata dari individu (tanpa

pelatihan khusus) dalam mendeteksi penipuan adalah 54% (Bond & DePaulo, 2006) atau

berada dalam rentang 45% sampai dengan 60% (Aamodt & Custer, 2006; Vrij, 2008). Hal ini

tidak jauh berbeda dari peluang yang ada, 50% (½ jujur : ½ tipuan).

Beberapa peneliti meyakini bahwa fenomena tersebut terjadi akibat individu seringkali

menggunakan tanda-tanda (cues) yang tidak valid dalam mengidentifikasi penipuan (Reinhard

et al., 2013; Reinhard et al., 2011). Dalam hal ini, individu memiliki kecenderungan untuk

menggunakan tanda-tanda nonverbal dibandingkan tanda-tanda verbal yang ditampilkan

penipu.

Individu pada umumnya sering lebih sering menyabutkan tanda-tanda nonverbal

sebagai indikator penipuan dibandingkan tanda-tanda verbal (Global Deception Research

Team, 2006; Akehurst et al., 1996). Padahal tanda-tanda nonverbal tidak terbukti secara

objektif mampu menjadi indikator penipuan, sebaliknya dengan tanda-tanda verbal (DePaulo

et al., 2003; Vrij, 2008).

Kapan individu menggunakan tanda-tanda verbal atau nonverbal dalam

mengidentifikasi penipuan? Individu akan memilih menggunakan tanda-tanda verbal saat

dirinya mengenali topik atau fakta yang dibicarakan oleh pemberi pesan (familiar terhadap

konten pesan). Sebaliknya, pada situasi tidak mengenali topik yang dibicarakan pemberi pesan,

individu akan menghindari penggunaan tanda-tanda verbal dan memilih mendasarkan

penilaian pada ekspektasi atau stereotip budaya, yakni tanda-tanda nonverbal (Stiff et la., 1989;

(3)

Berdasakan penjelasan tersebut, akurasi identifikasi penipuan dapat meningkat jika

individu menggunakan tanda-tanda verbal. Namun, hasil studi meta-analisi menujukan adanya

fektor lain yang dapat meningkatkan akurasi identifikasi penipuan (Bond & DePaulo, 2006).

Baseline information telah menjadi konsep yang relatif disepakati para peneliti yang mengkaji

fenomena penipuan sebagai salah satu faktor yang memiliki asosiasi dengan peningkatan

akurasi identifikasi penipuan pada penerima pesan (Bond & DePaulo, 2006).

Mencari kaitan antara familiaritas pada konten pesan dan baseline information dalam

proses identifikasi penipuan menjadi hal yang penting karena berkaitan dengan konsistensi

hipotesis familiaritas dalam mentelaskan fenomena identifikasi penipuan. Hipotesis

familiaritas didasarkan pada asumsi yang secara spesifik menganggap tanda-tanda verbal

sebagai tanda yang cenderung valid sebagai indikator penipuan dan menganggap

tanda-tanda nonverbal sebagai tanda-tanda-tanda-tanda yang cenderung tidak valid sebagai indikator penipuan

(Stiff et al., 1989; Reinhard et al., 2011; Reinhard et al., 2013). Sebagi konsekuensinya,

individu akan memiliki akurasi identifikasi yang bagus saat menggunakan tanda-tanda verbal

(dijumpai saat individu merasa familiar pada konten pesan) dan akan memiliki akurasi

identifikasi yang buruk saat menggunakan tanda-tanda nonverbal (dijumpai saat individu

merasa tidak familiar pada konten pesan). Sedangkan baseline information tidak secara spesifik

nyatakan superioritas salah satu diantara kedua tanda-tanda (Bond & DePaulo, 2006). Namun,

salah satu eksperimen yang menunjukan signifikansi pengaruh baseline information terhadap

akurasi identifikasi penipuan menggunakan asumsi bahwa tanda-tanda nonverbal memiliki

peran sebagi indikator penipuan/kejujuran sebagai salah satu teori yang menjadi dasar

penelitian (Brandt et al., 1980). Jika tanda-tanda nonverbal ternyata terbukti secara signifikan

meningkatkan akurasi identifikasi penipuan di dalam penelitian yang menyertakan baseline

(4)

diperlukan adanya penjelasan lain terkait hubungan familiaritas terhadap konten pesan,

penggunaan tanda-tanda verbal, dan akurasi identifikasi penipuan.

Pada penelitian kali ini, peneliti hanya menguji spekulasi Reinhard dan

kolega-koleganya (2011) terkait pemberian verbal baseline information. Peneliti hanya menguji satu

bagian dari dua spekulasi (verbal baselini nonverbal baseline) dari penelitian sebelumnya

karena keterbatasan waktu dan sumber daya (jumlah tenaga operasional dan dana). Penetapan

verbal baseline information juga didasari pada peran tanda-tanda verbal sebagai inti dari

hipotesis familiaritas yang berpengaruh dalam meningkatkan akurasi identifkasi penipuan

(Stiff et al., 1989).

METODE

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen karena

penelitian ini bertujuan mengetahui secara konseptual hubungan sebab akibat antara variable

independen (familiaritas terhadap konten pesan dan verbal baseline information) dan variabel

dependen (akurasi identifikasi penipuan), serta mengetahui pengaruh variabel mediasi

(penggunaan tanda-tanda verbal) dalam hubungan tersebut. Keberadaan dua variabel

independen membuat penelitian ini tidak hanya dapat melihat pengaruh dari masing-masing

variabel independen terhadap variabel dependen, tetapi juga interaksi diantara keduanya

(Christensen, 2007).

Rancangan penelitian kali ini adalah between participan factorial design 2x2

(familaritas yang tinggi terhadap konten pesan vs familaritas yang rendah terhadap konten

pesan x diberikan (ditunjukan) verbal baseline information vs tidak diberikan verbal baseline

information) yang memfasilitasi peneliti untuk melihat pengaruh masing-masing variabel

(5)

(Christensen, 2007) melalui perubahan yang terjadi pada variabel dependen (akurasi

identifikasi penipuan).

Partisipan dalam penelitian ini adalah individu yang sampai dengan pengambilan data

dilakukan tidak atau belum mengikuti KKN. Dalam hal ini, mahasiswa strata satu (S-1)

Universitas Padjadjaran angkatan 2013, 2014, dan 2015. Mahasiswa Universitas Padjadjaran

angkatan 2012 yang belum mengikuti KKN dan mahasiswa dari institusi pendidikan tinggi di

Jatinangor yang tidak memiliki program serupa dengan KKN (contoh: IKOPIN) juga termasuk

dalam kriteria peserta penelitian. Partisipan berjumlah 120 dengan rentang usia 19-21 tahun.

Prosedur penelitian diadaptasi dari penelitian sebelumnya (Reinhard et al., 2011)

Partisipan direkrut dalam rangka penelitian menilai kebohongan dan kebenaran. Mereka

didudukan di depan laptop dan diberitahu bahwa nantinya mereka menyaksikan dan

memberikan penilaian (bohong/jujur) pada sejumlah video individu yang sedang di interview,

sebagian diantara video-video tersebut berisi pernyataan tipuan/bohong dan sebagaian

benar/jujur. Kemudian familiaritas pada konten pesan dimanipulasi. Pada kelompok

eksperimen I dan II, partisipan diminta untuk membaca fakta-fakta singkat terkait konten yang

nantinya akan dibicarakan oleh orang-orang di dalam video. Kelompok lain langsung

memasuki tahap beriutnya.

Pada tahap selanjutnya, bagi kelompok I dan III, partisipan diberikan informasi tentang

kebiasaan verbal pemberi pesan melalui secarik kertas dan audio dimana target sedang

menceritakan sesuai. Pengeksposan dilakukan sebanyak tiga kali (Brandt et al., 1980a). Ini

selalu dilakukan sebelum mulai menyaksikan video yang kemudian diikuti dengan

mengidentifikasi video. Bagi kelompok yang lain, langsung menyaksikan dan mengidentifikasi

(6)

Setelah partisipan selesai mengidentifikasi seluruh video, eksperimenter memberikan

self-report questionnaire tentang familiaritas terhadap konten pesan. Kemudian, ekserimenter

meberikan kuesioner penggunaan tanda-tanda verbal/nonverbla pada partisipan. Tidak ada

pembatasan waktu bagi partisipan saat menjawab kuesioner. Akhirnya partisipan di debrief dan

diberikan kompensasi.

HASIL

Akurasi dalam mengidentisikasi penipuan dalam penelitian ini dilihat melalui

persentase akurasi partisipan dalam mengidentifikasi penipuan. Sebelum melihat persentase

akurasi identifikasi penipuan pada keempat kelompok (familiaritas tinggi vs. familiaritas

rendah dan diberikan VBI vs. tidak diberikan VBI) menggunakan two way ANOVA, setiap

data persentase akurasi identifikasi penipuan pada keempat kelompok harus memenuhi dua

asumsi yang menjadi persyaratan penggunaan ANOVA. Kedua asumsi tersebut adalah

keempat kelompok (1) memiliki data yang berdistribusi normal dan (2) memiliki distribusi

varians yang sama (varians homogen) (Glass et al., 1972).

Langkah pertama, peneliti melakukan uji normalitas pada data persentase akurasi

identifikasi penipuan di keempat kelompok menggunakan uji normalitas Kolmogorov-Smirnov

dengan α = 0.05. Kelompok 1 (familiaritas tinggi dan diberikan VBI) memenuhi persyaratan

distribusi normal, N = 30, M = 0.603, SD = 0.162, Z = 1.051, sig = 0.22, p > α. Demikian juga

pada kelompok 2 (familiaritas tinggi dan tidak diberikan VBI, N = 30, M = 0.546, SD = 0.173,

Z = 0.843, sig = 0.476, p > α) dan kelompok 3 (familiaritas rendah dan diberikan VBI, N = 30,

M = 0.570, SD = 0.137, Z = 1.071, sig = 0.202, p > α). Hasil yang berbeda ditemukan pada

kelompok 4 (familiaritas rendah dan tidak diberikan VBI) dimana data tidak berdistribusi

(7)

Untuk mengatasi permasalah akibat yang tidak berdistribusi normal, peneliti mengacu

pada pendapat teoritis yang menyatakan bahwa penyimpangan terhadap distribusi normal tidak

akan terlalu signifikan mempengaruhi hasil yang sesungguhnya dari uji ANOVA jika ia

memenuhi beberapa persyaratan (Glass et al., 1972). Diantaranya, (1) skewness sedikit sekali

mempengaruhi tingkat signifikasi (α) dan kekuatan (power) dari tes (kecuali dilakukan one

tailed test), (2) distribusi platykurtic (kurtosis dengan β < 3) hanya sedikit memberikan efek

pada α jika setiap kelompok memiliki jumlah sampel yang sama, (3) kurtosis akan

mempengaruhi kekuatan dari tes jika dilakukan pada sampel kecil (< 25), dan (4) varians yang

heterogen tidak akan banyak mempengaruhi α.

Dengan mengacu pada ke-4 poin tersebut, peneliti hanya perlu melihat β dari kurtosis

pada data persentase akurasi identifikasi penipuan di kelompok 4 untuk melihat apakah

distribusi data berbentuk platykurtic. Perhitungan statistik menunjukan bahwa kurtosis data di

kelompok 4 memiliki β = - 0.532, β < 3. Sehingga, data berbentuk platykurtic. Oleh karena itu,

two way ANOVA masih menjadi uji yang terpercaya untuk melihat keberadaan hubungan

deterministik antara variabel independen (familiaritas terhadap konten pesan dan VBI) dan

variabel dependen (persentase akurasi identifikasi penipuan) dalam penelitian ini.

Langkah kedua setelah melakukan uji normalitas adalah melakukan uji homogenitas

varians pada keempat kelompok tersebut. Dengan menggunakan uji Levene’s dengan α = 0.05,

diperoleh hasil bahwa setiap kelompok memiliki distribusi varians yang sama atau homogen,

F = 0.864, sig = 0.462, p > α.

Langkah ketiga, peneliti melakukan uji two way ANOVA dengan α = 0.05 untuk

melihat pengaruh dari masing-masing variabel independen (main effect) dan pengaruh dari

interaksi diantara kedua variabel independen (interaction effect) terhadap persentase akurasi

(8)

perbedaan pada persentase akurasi identifikasi penipuan di variabel familiaritas pada konten

pesan (KKN), F = 0.003, sig = 0.967, p > α, dan di variabel VBI, F = 0.623, sig = 0.575, p > α.

Tidak ditemukan juga interkasi diantara kedua variabel, F = 1.292, sig = 0.258, p > α. Hasil

pengujian statistik tersebut menunjukan bahwa baik familiaritas terhadap konten pesan,

maupun VBI tidak memunculkan pengaruh terhadap akurasi dalam identifikasi penipuan.

Kedua variabel independen tersebut juga tidak menunjukan adanya saling mempengaruhi satu

sama lain.

DISKUSI

Hasil pengujian statistik menunjukan bahwa familiaritas terhadap konten pesan tidak

mempengaruhi akurasi individu dalam mengidentifikasi penipuan. Tidak ditemukan adanya

perbedaan yang signifikan pada akurasi identifikasi penipuan di antara kelompok dengan

familiaritas yang tinggi terhadap konten pesan dan kelompok dengan familiaritas yang rendah

terhadap konten pesan. Situasi ini bertentangan dengan hipotesis penelitian yang menyatakan

bahwa familiaritas terhadap konten pesan mempengaruhi akurasi identifikasi penipuan.

Berdasarkan kondisi-kondisi tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa ada variabel lain

yang turut mempengaruhi variabel dependen. Dalam hal ini, terdapat variabel lain selain

familiaritas pada konten pesan yang turut aktif saat proses identifikasi penipuan bersangsung.

Sehingga, individu tidak semerta-merta menggunakan tanda-tanda verbal ketika kondisi

familiaritasnya mencukupi. Variabel asing tersebut nampaknya hanya dapat diidentifikasi pada

tahap yang lebih mendasar atau terdapat pada akar dari konsep yang peneliti gunakan dalam

menjelaskan proses identifikasi penipuan.

Informasi tentang kecenderungan verbal dari pemberi pesan (verbal baseline

(9)

menggunakan tanda-tanda yang valid, tetapi VBI hanya berperan sebagai pembanding atau

menyajikan informasi tentang tanda-tanda verbal yang tidak valid. Sesuai dengan prinsip

tersebut, informasi tentang kecenderungan verbal dari pemberi pesan (VBI) tidak memberikan

pengaruh terhadap peningkatan akurasi identifikasi penipuan akibat familiaritas terhadap

konten pesan tidak mempengaruhi akurasi identifikasi penipuan. Peran VBI yang hanya

sebagai pembanding juga didukung oleh hasil penghtungan statistik yang menunjukan tidak

ada perbedaan yang signifikan pada penggunaan tanda-tanda verbal diantara kelompok yang

diberikan VBI dan kelompok yang tidak diberikan VBI (sig = 0.447).

DAFTAR PUSTAKA

Aamodt, M. G., & Custer, H. (2006). Who Can Best Catch a Liar? A Meta-analysis of

Individual Differences in Detecting Deception. Forensic Examiner, 15, 6–11

Aarts, Henk, & Dijksterhuis, Ap. 2000. Habits as knowledge structures: Automaticity in

goal-directed behavior. Journal of Personality and Social Psychology, 78, 53-63

Akehurst, L., Koehnken, G., Vrij, A., & Bull, R. 1996. Lay Persons’ and Police Officers’

Beliefs Regarding Deceptive Behaviour. Applied Cognitive Psychology, 10, 461– 471

Bohner, Gerd, Moskowitz, Gordon B, & Chaiken, Shelly. 1995. The Interplay of Heuristic and

Systematic Processing of Social Information. European Review of Social Psychology,

6, 34-68

Bond, C. F., Jr., & DePaulo, B. M. 2006. Accuracy of deception judgments. Personality and

Social Psychology Review, 10, 214–234

Bond, C. F., Jr., & DePaulo, B. M. 2008. Individual differences in judging deception: Accuracy

(10)

Brandt, D. R., Miller, G. R., & Hocking, J. E. 1980a. The Truth-Deception Attribution: Effects

of Familiarity on The Ability of Observers to Detect Deception. Human

Communication Research, 6, 100-109

Brandt, D. R., Miller, G. R., & Hocking, J. E. 1980b. Effects of self‐monitoring and familiarity

on deception detection 1. Communication Quarterly, 28(3), 3-10

Carson, Thomas L. 2010. Lying and Deception. New York: Oxford University Press

Castelfranchi, Cristiano & Falcone, Rino. 2001. Social Trust: A Cognitive Approach. National

Research Council-Institute of Psychology

Castelfranchi, Cristiano, Giardini, Francesca, & Marzo, Francesca. 2006. Cognition and

rationality: Part I Relationships between rational decisions, human motives, & emotion.

Simposiom Mind & Society, 5, 173-197

Chaiken, Shelly, & Maheswaran, Durairaj. 1994. Heuristic Processing Can Bias Systematic

Processing: Effects of Source Credibility, Argument Ambiguity, and Task Importance

on Attitude Judgement. Journal of Personality and Social Psychology, 66, 460-473

Chaiken, Shelly, & Stangor. 1987. Attitudes and Attitude Change. Ann. Rev. Psychol, 38,

575-630

Chaiken, Shelly. 1980. Heuristic Versus Systematic Information Processing and the Use of

Source Versus Message Cues in Persuasion. Journal of Personality and Social

Psychology, 39, 757-766

Chen, S., & Chaiken, S. 1999. The heuristic-Systematic Model in Its Broader Context. In S.

Chaiken & Y. Trope (Eds.), Dual-process theories in social psychology (pp. 73–96).

New York, NY: Guilford Press

Christensen, Larry B. 2007. Experimental Methodology 10th Edition. Boston: Pearson

DePaulo, B. M. Et al. 1996. Lying in Everyday Life. Journal of Personality and Social

(11)

DePaulo, B. M. et al. 2003. Cues to deception. Psychological Bulletin, 129, 1, 74-178

Ekman, Paul. 1992. Telling Lies: Clues to Deceit in the Marketplace, Politics, and Marriage.

New York: Norton & Company

Global Deception Research Team. 2006. A world of lies. Journal of Cross-Cultural

Psychology, 37, 60–74

Granhag, Par Anders & Stromwall, Leif A. 2002. Repeated interrogation: Verbal & non-verbal

cues to deception. Applied Cognitive Psychology, 16, 243-257

Hartwig, Maria & Bond Jr., Charles F. 2011. Why Do Lie-Catchers Fail? A Lens Model

Meta-Analysis of Human Lie Judgments. Psychological Bulletin, 137, 4, 643-659

Kumpulan Surat Laporan Kasus Dalam Penyelidikan tahun 2012. Kepolisian Sektor

Jatinagnor. Admin: Brigadir Irfan Krisdoanto

Kumpulan Surat Laporan Kasus Dalam Penyelidikan tahun 2013. Kepolisian Sektor

Jatinagnor. Admin: Brigadir Irfan Krisdoanto

Masip, J., Garrido, E., & Herrero, C. 2009. Heuristic Versus Systematic Processing of

Information in Detecting Deception: Questioning The Truth Bias. Psychological

Reports, 105, 11–36

Myers, David G. 2013. Social Psychology 11th Edition. New York: McGraw Hill

Oxford Learner’s Pocket Dictonary (4th ed.). (2011). Great Clarendon Street, Oxford: Oxford

University Press

Peters, Michele, & Passchier, Jan. 2006. Translating Instruments for Cross-Cultural Studies in

Headache Research. Headache, 46, 82-91

Poole, C. J. M. 2010. Illness Deception and Work: Incidence, manifestation and detection.

(12)

Reinhard, Marc-Andre & Sporer, Siegfried L. 2011. Listening, Not Watching: Situational

Familiarity and the Ability to Detect Deception. Journal of Personality and Social

Psychology, 101, 3, 467-484

Reinhard, Marc-Andre, & Sporer, Siegfried L. 2008. Verbal and Nonverbal Behavior as a Basis

for Credibility Attribution: the Impact of Task Involvement and Cognitive Capacity.

Journal of Experimental Social Psychology, 44, 477

Reinhard, Marc-Andre, & Sporer, Siegfried L. 2010. Conten Versus Source Cue Information

as a Basis for Credibility Judgements: The Impact of Task Involvement. Social

Psychology, 42, 93-104

Reinhard, Marc-Andre, Siegfried L. Sporer & Martin Scharmach. 2013. Percieved Familiarity

with a Judgmental Situation Improves Lie Detection Ability. Swiss Journal of

Psychology, 72, 1, 43-52

Reinhard, Marc-Andre. 2010. Need for cognition and the process of lie detection. Journal of

Experimental Social Psychology, 46, 961–971

Ruffman, Ted et al. 2012. Age-Related Differences in Deception. Psychology and Aging, 27,

543-549

Sobel, Michael E. 1982. Asymptotic confidence intervals for indirect effects in structural

equation models. Sociological methodology, 13, 290-312

Stiff, J. B., Miller, G. R., Sleight, C., Mongeau, P., Garlick, R., & Rogan, R. 1989. Explanations

for visual cue primacy in judgments of honesty and deceit. Journal of Personality and

Social Psychology, 56, 555–564

Tim Pusbang KKNM dan PKM Universitas Padjadjaran. 2013. Buku Materi Pembekalan

KKNM-PPMD Integratif Univeristas Padjadjaran. Jatinangor: Universitas Padjadjaran

(13)

Vrij, Aldert, Granhag, Par Anders, & Porter, Stephen. 2010. Pitfalls and Opportunities in

Nonverbal and Verbal Lie Detection. Psychological Science in the Public Interest,

1-33

Vrij, Aldert. 2008. Detecting lies and deceit: Pitfalls and opportunities. Chichester, England:

Referensi

Dokumen terkait

Perhitungan hitungan profil muka air bertujuan untuk mempelajari perhitungan profil muka air dengan mengaplikasikannya dengan proyek nyata dan mengontrol tinggi tanggul

Wacana kesehatan di masyarakat mayoritas Madura dengan masyarakat pasir sumenep sebagai media kontestasi yang dapat menjadi saran dan masukan untuk tantangan kajian

(e) Pengukuran dan penandaan diameter dan panjang bibit (f) Bibit R.mucronata pada naungan 25% (g) Bibit R.mucronata pada intensitas 0% (h) Pemanenan bibit (i) Akar bibit

Berbeda dengan analisis Location Quontient (LQ) yang berpedoman pada kontribusi, sektor pertanian antar Kecamatan di Kabupaten Blora pada tahun 2102-2105 tergolong

(a) (b).. Pengujian batas kadaluarsa juga dilakukan pada semua produk yang disimpan di laboratorium. Standar mutu produk jadi setelah melalui proses pasteurisasi

Dalam proses belajar mengajar tersirat adanya satu kesatuan kegiatan yang tak terpisahkan antara siswa yang belajar dan guru yang mengajar, karena mengajar merupakan segala upaya

Perusahaan yang mengimplementasikan complementarity dari empat dimensi information technology relatedness dan mengaturnya dengan baik akan lebih memungkinkan untuk menciptakan dan

Indeks lain yang dikeluarkan adalah governance (IDI) karena (1) berupa angka seolah memberikan kesan sebuah kewajiban, padahal tidak setiap negara memiliki