BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia adalah negara tropis yang memiliki keanekaragaman hayati yang besar.
Keanekaragaman hayati di Indonesia menduduki peringkat kedua setelah negara Brazil (Bahtera, 2010). Kekayaan hayati Indonesia dapat terlihat dari banyaknya flora dan fauna negeri ini yang terdiri atas 515 spesies mamalia, 5.100 jenis reptilian, 1.531 jenis burung, 270 jenis amphibi, 2.827 jenis binatang tak bertulang belakang dan sekitar 38.000 jenis tumbuhan dan diantaranya 1.260 jenis merupakan tanaman obat (Departemen Kehutanan RI, 2008). Banyak tanaman yang sudah banyak dimanfaatkan masyarakat Indonesia untuk pengobatan. Salah satu tanaman yang sudah banyak dimanfaatkan masyarakat adalah tanaman sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav).
Secara empiris menurut Trubus (2010), sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav) mempunyai khasiat untuk merangsang saraf pusat, meningkatkan peristaltik, merangsang daya pikir, mencegah ejakulasi prematur, antiseptik, antibiotik, antijamur, antikejang, analgesik, hepatoprotektor, antidiare dan penekan kekebalan tubuh (autoimun).
Penyakit autoimun merupakan penyakit sistem imun, baik secara humoral maupun
imunitas sel perantara yang menghasilkan kerusakan jaringan oleh reaksi terhadap
antigen sendiri (Underwood, 1999). Dalam penyakit autoimun, terjadi fungsi dan
bentuk sistem imunologi yang abnormal. Antibodi dari seorang penderita penyakit
autoimun justru akan menyerang antigen tubuhnya sendiri. Autoimunitas terjadi akibat
gagalnya mekanisme normal yang berperan untuk mempertahankan self-tolerance sel B, sel T atau keduanya (Baratawidjaja, 2004). Ciri utama dari penyakit autoimun adalah adanya produksi autoantibodi yang abnormal dan patofisiologi yang unik, namun tidak diketahui pasti etiologi penyebab ketidaknormalan produksi autoantibodi ini (DiPiro dkk, 2005)
Dalam populasi, sekitar 3,5 % orang menderita penyakit autoimun. Pada tahun- tahun terakhir ini, penyakit autoimun makin meningkat. Kini tercatat kurang lebih sekitar 5 juta pasien autoimun tersebar di seluruh dunia dan setiap tahunnya bertambah sebanyak 100.000 pasien baru. Berdasarkan data Yayasan Lupus Indonesia (YLI), jumlah penderita lupus atau odapus yang terdeteksi di Indonesia terus meningkat. Dari 586 odapus pada tahun 1998 meningkat jadi 7.693 odapus pada 2006, hingga data terakhir pada 2010 diketahui terdapat 10.314 odapus. (Robbins & Kumar, 1995;
Baratawidjaja, 2004; Rakyat Merdeka, 2011).
Pada penyakit autoimun, yang berperan adalah respon imun spesifik penderita.
Oleh karena itu, yang perlu ditekan adalah respon imun spesifiknya saja, sedangkan
respon imun nonspesifik justru perlu ditingkatkan karena respon imun nonspesifik
merupakan sistem pertahanan terdepan yang dapat dimanfaatkan tubuh untuk
melindungi diri dari penyakit lain (Baratawidjaja, 2004). Salah satu tanaman Indonesia
yang potensial untuk menekan respon imun spesifik dan meningkatkan respon imun
nonspesifik adalah tanaman sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav). Hal ini sesuai
dengan penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya.
Penelitian Wahyudhi (2010) menyebutkan bahwa ekstrak n-heksana daun sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav) mampu menekan respon imun spesifik, yaitu pada titer antibodi tikus, tetapi tidak mempengaruhi proliferasi limfositnya. Selain itu, diketahui mampu meningkatkan respon imun nonspesifik yaitu dilihat dari nilai indeks fagisitosis makrofag dan ratio fagositosis makrofag (Indriyani, 2011). Penelitian lain menyebutkan bahwa ekstrak etanolik daun sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav) dapat meningkatkan nilai indeks fagositosi makrofag, namun tidak berpengaruh pada proliferasi limfosit (Wiweko, 2010; Apriyanto, 2011).
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap potensi daun sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav) dalam meningkatkan respon imun nonspesifik maupun menekan respon imun spesifik serta perlu diketahui senyawa apa yang bertanggungjawab dalam memodulasi respon imun tersebut. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah senyawa yang bertanggungjawab terhadap penekanan respon imun spesifik dan peningkatan respon imun nonspesifik tersebut terdapat pada fraksi tak larut n-heksana ekstrak etanolik daun sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav) serta apakah fraksi tak larut n-heksana ekstrak etanolik daun sirih merah mampu mempengaruhi nilai indeks fagositosis makrofag, ratio fagositosis makrofag, proliferasi sel limfosit (T CD4
+dan T CD 8
+) dan titer antibodi.
B. Perumusan Masalah
1. Apakah fraksi tak larut n-heksana dari ekstrak etanolik daun sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav) mampu mempengaruhi aktivitas fagositosis makrofag tikus
jantan galur Wistar?
2. Apakah fraksi tak larut n-heksana dari ekstrak etanolik daun sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav) mampu mempengaruhi proliferasi sel T CD4
+dan T CD8
+tikus jantan galur Wistar?
3. Apakah fraksi tak larut n-heksana dari ekstrak etanolik daun sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav) berpengaruh terhadap titer antibodi tikus jantan galur
Wistar?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui pengaruh fraksi tak larut n-heksana dari ekstrak etanolik daun sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav) terhadap aktivitas fagositosis makrofag tikus jantan galur Wistar.
2. Mengetahui pengaruh fraksi tak larut n-heksana dari ekstrak etanolik daun sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav) terhadap aktivitas proliferasi sel T CD4
+dan sel T CD8
+tikus jantan galur Wistar.
3. Mengetahui pengaruh fraksi tak larut n-heksana dari ekstrak etanolik daun sirih
merah (Piper crocatum Ruiz & Pav) terhadap titer antibodi tikus jantan galur
Wistar.
D. Tinjauan Pustaka 1. Ekstraksi
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan zat yang dapat larut dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Karena adanya perbedaan konsentrasi, zat aktif yang semula berada di dalam sel, ditarik oleh cairan penyari sehingga terjadi larutan zat aktif dalam cairan penyari tersebut. Faktor yang mempengaruhi kecepatan penyarian adalah kecepatan difusi zat larut melalui lapisan batas antara cairan penyari dengan bahan yang mengandung yang tersebut (Departemen Kesehatan RI, 1986).
Metode dasar penyarian adalah maserasi, perkolasi dan penyarian berkesinambungan. Pemilihan metode ekstraksi dapat disesuaikan dengan kepentingan dalam memperoleh fraksi yang baik dengan mempertimbangkan tekstur dan kandungan air bahan tumbuhan yang akan diekstraksi serta senyawa yang akan diisolasi (Harborne, 1987).
Maserasi adalah proses penyarian simplisia dengan mengunakan pelarut dengan beberapa kali penggojogan atau pengadukan pada temperatur ruangan (Departemen Kesehatan RI, 2000).
Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif dan akan larut. Karena adanya perbedaan konsentrasi larutan zat aktif di dalam dan luar sel, maka larutan yang terpekat didesak keluar. Peristiwa ini berulang hingga terjadi keseimbangan konsentrasi larutan di luar dan dalam sel yang berarti proses maserasi dapat dikatakan selesai (Departemen Kesehatan RI,1986;
Voigt, 1994).
Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan. Kerugian cara maserasi adalah pengerjaannya lama dan penyariannya kurang maksimal (Departemen Kesehatan RI, 1986).
Fraksinasi adalah metode untuk memisahkan kandungan senyawa dalam ekstrak tanaman berdasarkan kepolarannya. Pada umumnya proses fraksinasi melibatkan dua pelarut yang tidak saling campur dan memiliki tingkat kepolaran yang berbeda. Prinsip pemisahannya adalah like dissolves like, yang berarti bahwa senyawa nonpolar akan tertarik pada pelarut nonpolar dan sebaliknya, senyawa polar akan tertarik pada pelarut yang polar juga (Harborne, 1987).
2. Sirih Merah
Sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav) tumbuh merambat dengan bentuk
daun menyerupai hati dengan ujung daun meruncing dan bertangkai yang tumbuh
berselang seling dari batangnya. Penampakan daun berwarna merah keperakan dengan
permukaan yang mengkilap dan tidak merata. Batang berbentuk bulat dan berwarna
hijau keunguan serta tidak berbunga. Tanaman sirih merah dapat hidup di tempat
dengan pengairan yang cukup serta cahaya matahari yang diterimanya mencapai 60-
75% (Manoi, 2007). Berikut klasifikasi taksonomi dari sirih merah (Backer & Van Den
Brink, 1965; Plantamor, 2008) :
Gambar 1. Daun Sirih Merah (Medyansyah, 2009)
Kingdom : Plantae
Sub Kingdom : Tracheobionta Divisi : Spermatophyta Sub Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Sub Kelas : Magnolidae Ordo : Piperales Familia : Piperaceae Genus : Piper
Spesies : Piper crocatum Ruiz & Pav
Kandungan kimia dalam sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav) diantaranya
adalah flavonoid, alkaloid, senyawa polifenat, tanin, steroid, antosianin dan minyak
atsiri. Kandungan khusus lainnya yaitu hidroksikavicol, kavicol, kavibetol, cyneol,
caryophillen, cyanogenic, glucoside, glucosinolate, nonprotein amino acid,
isoprenoid, cadinen, estragol, terpennena, seskuiterpena, crotepoxide, fenilpropana,
amilim, eugenol, tanin, pati, gula, amilum, piperbetol, methylpiperbetol, piperol A dan piperol B (Manoi, 2007; Sugiharti, 2007; Safitri & Fahma, 2008; Trubus, 2010).
Secara empiris menurut Trubus (2010), sirih merah (Piper crocatum Ruiz &
Pav) mempunyai khasiat untuk merangsang saraf pusat, meningkatkan peristaltik, merangsang daya pikir, mencegah ejakulasi prematur, antiseptik, antibiotik, antijamur, antikejang, analgesik, penekan kekebalan tubuh, hepatoprotektor dan antidiare. Selain itu, menurut Manoi (2007), tanaman sirih merah berkhasiat sebagai penurun tekanan darah, penurun kadar gula darah, penurun kolesterol, penurun asam urat, peluruh batu ginjal, membantu penyembuhan penyakit hepatitis, jantung, radang prostat, radang mata, masuk angin dan memperhalus kulit.
Dalam penelitian Erviana dkk (2011) minyak atsiri yang diisolasi dari daun sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav) mampu menghambat pertumbuhan dan menghambat aktivitas glukosiltransferase yang diproduksi Streptococcus mutans.
Penelitian lain menyebutkan bahwa ekstrak metanol sirih merah mampu menghambat proliferasi human breast cancer (T
47D) cells melalui penghambatan p44/p42 phosphorylation (Wicaksono dkk, 2009) dan memiliki efek antiinflamasi (Fitriyani
dkk, 2011). Pada penelitian Juliantina, dkk (2008), ekstrak etanolik sirih merah mempunyai aktivitas antibakteri pada bakteri Gram positif maupun bakteri Gram negatif.
3. Sistem Imun
Sistem imun merupakan gabungan dari sel dan molekul yang berperan dalam
imunitas (Abbas & Lichtman, 2005). Sedangkan menurut Baratawidjaja (2004), sistem
imun merupakan gabungan sel, molekul dan jaringan yang berperan dalam resistensi terhadap infeksi. Sistem imun dibagi menjadi dua, yaitu sistem imun spesifik (adaptive immunity) dan sistem imun nonspesifik (innate immunity).
Gambar 2. Pembagian Sistem Imun (Abbas dkk, 2012)