• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PEMBANTU TINDAK PIDANA PENGGELAPAN OLEH KARYAWAN PT. GITA OMEGA DISTRINDO (Studi Putusan Nomor 1352/Pid.B/2021/PN.TJK)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PEMBANTU TINDAK PIDANA PENGGELAPAN OLEH KARYAWAN PT. GITA OMEGA DISTRINDO (Studi Putusan Nomor 1352/Pid.B/2021/PN.TJK)"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PEMBANTU TINDAK PIDANA PENGGELAPAN OLEH KARYAWAN PT. GITA

OMEGA DISTRINDO

(Studi Putusan Nomor 1352/Pid.B/2021/PN.TJK)

( Skripsi )

Oleh:

ERIKA HENIDAR UTAMI

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2023

(2)

ABSTRAK

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PEMBANTU TINDAK PIDANA PENGGELAPAN OLEH KARYAWAN PT. GITA

OMEGA DISTRINDO

(Studi Putusan Nomor 1352/Pid.B/2021/PN.TJK)

Oleh

Erika Henidar Utami

Pelaku tindak pidana penggelapan dalam Putusan Nomor:

1352/Pid.B/2021/PN.Tjk. hakim mengadili dengan pidana penjara 1 (satu) tahun dan 10 (sepuluh) bulan sesuai dengan pasal 374 KUHP Jo. Pasal 56 ayat (1) KUHP.

Permasalahan dalam penulisan ini adalah sebagai berikut: (1) Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku pembantu tindak pidana penggelapan oleh karyawan PT. Gita Omega Distrindo (Studi Putusan Nomor 1352/Pid.B/2021/PN.TJK). (2) Apakah putusan terhadap pelaku pembantu dalam perkara Nomor: 1352/Pid.B/2021/PN.TJK telah memenuhi rasa keadilan substantif.

Penelitian ini menggunakan pendekatan masalah yuridis normatif dan empiris.

Sumber data yang digunakan adalah data sekunder dan data primer. Narasumber dari penelitian ini adalah (1) Hakim dari Pengadilan Negeri Tanjung Karang, (2) Jaksa dari Kejaksaan Negeri Bandar Lampung, (3) Dosen Bagian Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Kemudian data tersebut diperoleh dan dianalisis secara kualitatif.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat ditarik simpulan bahwa tindak pidana penggelapan sebagaimana dalam putusan 1352/Pid.B/2021/PN.Tjk. Pelaku Stevanus Jansen dalam kasus ini melakukan tindak pidana penggelapan sebagai pelaku pembantu telah memenuhi unsur-unsur pertanggungjawaban pidana dan bertentangan dengan hukum atau unsur perbuatan jahat (actus reus) dan unsur niat jahat (mens rea) telah terpenuhi. Dalam kasus penggelapan ini perbuatan terdakwa Stevanus Jansen adalah pembantuan aktif. Saat mewujudkan keadilan yang substantif dalam pengadilan yang dikursuskan pada konsep keadilan (justice).

(3)

Erika Henidar Utami Saran dalam penelitian ini hendaknya Majelis Hakim dalam memberikan putusan terhadap pelaku pembantuan melihat merujuk pada terpenuhinya unsur-unsur pertanggungjawaban pidana. Dalam putusan dan pertimbangan hakim terkait pembantuan sesuai dengan Pasal 57 KUHP. Perusahaan harus memiliki kontrol yang lebih ketat untuk mengawasi karyawannya. Agar menghindari terjadinya tindak pidana penggelapan dalam perusahaan.

Kata Kunci: Pertanggungjawaban Pidana, Pelaku Pembantu, Tindak Pidana Penggelapan, Karyawan.

(4)

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PEMBANTU TINDAK PIDANA PENGGELAPAN OLEH KARYAWAN PT. GITA

OMEGA DISTRINDO

(Studi Putusan Nomor 1352/Pid.B/2021/PN.TJK)

Oleh

ERIKA HENIDAR UTAMI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum

Pada

Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2023

(5)
(6)
(7)
(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Erika Henidar Utami, dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 27 Mei 2002. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara putri dari pasangan Bapak Hedaryani dan Ibu Eka Septiana Sari.

Penulis mengawali Pendidikan formal dan diselesaikan di Sekolah Dasar (SD) 2 Rawa Laut yang diselesaikan pada tahun 2013,lalu Penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun 2016, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 2 Bandar Lampung lulus pada tahun 2019. Selanjutnya pada tahun 2019, Penulis diterima sebagai Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung dalam program pendidikan Strata 1 (S1). Penulis aktif pada organisasi UKM-F Persikusi sebagai Sekretaris Bidang Social Funding pada tahun 2020. Penulis mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN) Periode 1 Tahun 2022 selama 40 hari di Kelurahan Garuntang, Kecamatan Bumi Waras, Kota Bandar Lampung.

(9)

MOTTO

“..Allah tidak membebani seseorang itu melainkan sesuai dengan kesanggupannya..”

(Q.S. Al-Baqarah: 286)

“Apapun yang menjadi takdirmu, akan mencari jalannya menemukanmu.”

(Ali bin Abi Thalib)

“Jangan pergi mengikuti kemana jalan akan berujung. Buat jalanmu sendiri dan tinggalkanlah jejak.”

(Ralph Waldo Emerson)

(10)

PERSEMBAHAN

Puji syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya yang telah memberikan kekuatan, kesehatan, rezeki, serta kesabaran dan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menjadi sumber inspirasi dalam segala tindakan dan

langkah hidupku, sehingga penulis dapat belajar dan bekerja keras untuk menyelesaikan skripsi ini. Dengan segala kerendahan hati, saya persembahkan

skripsi ini kepada:

Ayah tercinta Hedaryani dan Ibunda tersayang Eka Septiana Sari Orang tua terhebat yang selama ini telah mendidik dengan penuh kasih sayang

dan selalu memberikan semangat serta doanya yang tidak pernah putus untuk kebahagiaan dan kesuksesanku. Terima kasih telah mengajarkan kesabaran

serta mendukung dan memberi motivasi. Semoga kelak dapat membahagiakan, membanggakan, dan selalu bisa menjadi

alasan dibalik senyum tawa kalian.

Adik-adikku tersayang Hevinka Azaria dan Hendika Rafif Shabir terima kasih selama ini telah senantiasa mendoakan, memberikan semangat serta dukungannya.

Semoga kelak kalian akan menjadi orang yang hebat dan sukses untuk membanggakan keluarga.

Almamaterku tercinta Universitas Lampung

Tempatku menimba ilmu dan mendapatkan pengalaman berharga yang menjadi sebagian jejak langkahku menuju kesuksesan.

(11)

SANWACANA

Alhamdulillahirobbil’alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan kasih sayang-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul: “Pertanggungjawaban Pidana Pembantu Tindak Pidana Penggelapan Oleh Karyawan PT. Gita Omega Distrindo”

(Studi Putusan Nomor: 1352/Pid.B/2021/PN.Tjk). Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Penyusunan sampai selesainya skripsi ini mendapatkan bimbingan dari berbagai pihak, oleh karenanya dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Lusmeilia Afriani, D.E.A.IPM. selaku Rektor Universitas Lampung.

2. Bapak Dr. Muhammad Fakih, S.H., M.S. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung.

3. Bapak Tri Andrisman, S.H., M.Hum. selaku Ketua Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung.

4. Bapak Dr. Ahmad Irzal Fardiansyah, S.H., M.Hum. selaku Sekretaris Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung.

(12)

5. Bapak Eko Raharjo, S.H., M.H. selaku Dosen Pembimbing I, atas masukan dan saran yang diberikan selama proses bimbingan sampai dengan selesainya skripsi.

6. Bapak Deni Achmad, S.H., M.H. selaku Dosen Pembimbing II, atas masukan dan saran yang diberikan selama proses bimbingan sampai dengan selesainya skripsi.

7. Bapak Tri Andrisman, S,H., M.Hum. selaku Penguji Utama, atas masukan dan saran yang diberikan dalam proses perbaikan penulisan skripsi ini.

8. Ibu Aisyah Muda Cemerlang, S.H., M.H. selaku Dosen Pembahas, atas masukan dan saran yang diberikan dalam proses perbaikan penulisan skripsi ini.

9. Bapak Agus Triono S.H., M.H., Ph.D. selaku Dosen Pembimbing Akademik, atas bantuan dan bimbingannya dalam perkuliahan.

10. Ibu Firganefi, S.H., M.H. yang telah memberikan masukan, saran, dan meluangkan waktu untuk membantu penulis dalam menyusun skripsi ini serta menjadi narasumber dalam penelitian skripsi ini.

11. Bapak Gunawan Jatmiko, S.H., M.H. yang telah memberikan masukan, saran, dan meluangkan waktu untuk membantu penulis dalam menyusun skripsi ini serta menjadi narasumber dalam penelitian skripsi ini.

12. Bapak/Ibu dosen bagian Hukum Pidana yang telah memberikan ilmu dan motivasi kepada penulis selama menempuh studi perkuliahan.

13. Para staf dan karyawan Fakultas Hukum Universitas Lampung, terutama pada bagian Hukum Pidana: Mba Tika, Mas Ijal, dan Pak Yudi yang selalu membantu penulis dalam proses pemberkasan hingga ujian.

(13)

14. Bapak Efiyanto, S.H., M.H. selaku Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang, yang telah bersedia membantu dan memberikan masukan sekaligus menjadi narasumber di dalam penelitian ini.

15. Bapak Mohammad Rifani Agustam. selaku Jaksa Kejaksaan Negeri Bandar Lampung, yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk membantu penulis dalam menyusun skripsi ini dan menjadi narasumber di dalam penelitian ini.

16. Terkhusus kepada kedua orang tuaku, Bapak Hedaryani, S.H., M.H. dan Ibu Eka Septiana Sari, S.H. yang telah memberikan dukungan, motivasi, dan doa kepada penulis agar penulis bisa terus semangat mewujudkan cita- cita dan harapan sehingga dapat membanggakan kedua orang tua. Semoga Allah memberikan kebaikan dan kebahagiaan untuk Ayah dan Ibu di dunia maupun di akhirat kelak. Kepada adik-adikku tercinta Hevinka Azaria dan Hendika Rafif Shabir yang telah memberikanku semangat dan dukungan, semoga kelak kita semua bisa mewujudkan cita-cita dan membanggakan keluarga.

17. Seluruh keluarga besar yang selalu mendoakan dan memberikan dukungan kepada penulis.

18. Sahabat SMP ku yang tersayang, Naila Radha Olivia, Muhammad Rafli, Anisa Alunata, Salsabila Alya Rahmah terima kasih untuk selalu ada bertukar cerita dan senantiasa saling mendukung.

19. Sahabat-sahabat semasa kuliah, Nabila Khoirunnisa, Irma Nur Amanda, Salsabila Vania Fitri, Dinda Ariandini, Marshanda Puspita Dewi, Irene Chahya Sonya, Rahma Dini, Jeffry Verian Kasmara, M. Bagas Satriawan,

(14)

dan M. Adit Bintang Hartahta terima kasih telah mewarnai dunia perkuliahanku saling mendukung, memberi motivasi dan menghibur.

Semoga kita semua dapat mewujudkan semua impian.

20. Sahabatku tercinta yang selalu setia sampai saat ini Adisty Azalia Alayjna, Rissa Tri Velita, Innaya Rizky, Viviana Amanda Klarissa, terima kasih telah bersedia meluangkan waktunya untuk selalu menemani, berbagi cerita, memberikan semangat, motivasi, inspirasi dan juga canda tawanya selama ini, terimakasih kalian sudah .mewarnai dunia perkuliahanku, tanpa kalian dunia perkuliahaku tidak indah, dan terimkasih sudah menemaniku ketika aku susah dan senang semoga kelak kita menjadi pribadi yang sukses dengan mimpi yang akan kita raih nanti. Aku berharap persahabatan kita akan selalu terjalin sampai hari tua kelak.

21. Sahabat semasa SMA Aulia Herani, Muhammad Asvi, Farra Dyba, Siti Nurmala, Sofia Kayila, Agastia Pramesti terima kasih untuk selalu memberikan motivasi dan dukungan.

22. Teman-teman KKN Kelurahan Garuntang yang kompak selama menjalani program KKN 40 hari.

23. Keluarga Besar UKM-F Persikusi, Terima kasih telah membantu untuk berproses di dunia perkuliahan. Terimakasih juga telah membuatku kenal dengan banyak orang serta telah mengajarkan pentingnya solidaritas.

24. Teman-teman mahasiswa Fakultas Hukum atas persahabatan dan kebersamaannya dalam menempuh perkuliahan ini

(15)

25. Almamater Tercinta, Universitas Lampung yang telah memberikan banyak kenangan, ilmu, teman hingga menjadikanku menjadi pribadi yang lebih baik lagi.

26. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini.

27. Semoga kebaikan yang diberikan kepada penulis akan mendapatkan balasan kebaikan dari Allah SWT dan akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat

Bandar Lampung, Januari 2023 Penulis

Erika Henidar Utami

(16)

DAFTAR ISI

Halaman

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup ... 6

C. Tujan dan Kegunaan Penelitian ... 7

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual ... 8

E. Sistematika Penulisan ... 12

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban Pidana ... 14

B. Pelaku Pembantu Tindak Pidana (Medeplichtige) ... 22

C. Tindak Pidana Penggelapan ... 23

D. Karyawan ... 32

III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah ... 38

B. Sumber dan Bahan Hukum ... 38

C. Penentuan Narasumber ... 40

D. Prosedur Pengumpulan Data ... 40

E. Analisis Data ... 42

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pertanggungjawaban pidana pembantu tindak pidana penggelapan oleh karyawan PT. Gita Omega Distrindo (Studi Putusan Nomor 1352/Pid.B/2021/PN.TJK) ... 43

(17)

B. Putusan hakim terhadap pelaku pembantu dalam perkara Nomor:

1352/Pid.B/2021/PN.TJK telah memenuhi rasa keadilan substantif ... 61

V. PENUTUP

A. Simpulan ... 74 B. Saran ... 75

DAFTAR PUSTAKA

(18)

`

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan secara tegas bahwa negara Indonesia adalah negara hukum. Sejalan dengan ketentuan tersebut maka salah satu prinsip penting negara hukum adalah adanya jaminan kesederajatan bagi setiap orang dihadapan hukum (equality before the law).1 Indonesia sebagai negara yang berdasarkan hukum wajib untuk menegakkan keadilan dalam proses penegakan hukum yang sesuai dengan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 dirumuskan “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”.

Tujuan dari hukum adalah untuk melindungi masyarakat dari masalah sosial yang ada, dan pada prinsipnya hukum merupakan pernyataan dan kenyataan yang beraneka ragam untuk menjamin adanya penyesuaian kebebasan berkehendak seseorang.2 Menegakkan hukum dapat diartikan sebagai mematuhi hukum. Warga negara yang tidak menjunjung hukum disebut melakukan pelanggaran hukum.

Salah satu bentuk pelanggaran hukum yang terjadi di masyarakat yakni

1 Leden Marpaung. Proses Penanganan Perkara Pidana (Penyelidikan dan Penyidikan). Sinar Grafika. Jakarta. 2008. hlm.271.

2 Sri Warjiyati. Memahami Dasar Ilmu Hukum, Konsep Dasar Ilmu Hukum. Kencana, Jakarta. 2018, hlm.73.

(19)

2

penggelapan. Tindak pidana pengelapan itu sendiri diatur di dalam buku kedua tentang kejahatan di dalam Pasal 372 – 377 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Penggelapan termasuk di dalam jenis kejahatan terhadap harta benda.

Menurut Lamintang, tindak pidana penggelapan adalah penyalahgunaan hak atau penyalahgunaan kepercayaan oleh seseorang yang mana kepercayaan tersebut diperolehnya tanpa adanya unsur melawan hukum.3 Perbuatan yang termasuk dalam penggelapan adalah perbuatan mengambil barang milik orang lain sebagian atau seluruhnya di mana penguasaan atas barang itu sudah ada pada pelaku, tetapi penguasaan itu terjadi secara sah.

Menurut Andi Hamzah, bagian inti delik atau tindak pidana penggelapan sebagaimana diatur dalam Pasal 372 KUHP adalah sebagai berikut: Pertama, Sengaja; Kedua, Melawan Hukum; Ketiga, Memiliki suatu barang; Keempat, Yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain; Kelima, Yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan.4 Tindak pidana penggelapan yang akhir- akhir ini telah merajalela di seluruh sektor kehidupan. Salah satu yang sering terjadi adalah penggelapan jabatan dalam suatu perusahaan. Tindak pidana penggelapan dapat dilakukan oleh pihak yang berada di dalam ataupun di luar lingkungan perusahan, namun pada umumnya dilakukan oleh pihak yang berada di dalam lingkungan perusahaan, karena biasanya pihak tersebut memahami mengenai pengendalian internal yang berada di dalam perusahan tempat ia bekerja sehingga bukanlah hal yang sulit untuk melakukan tindak penggelapan. Setiap perusahaan

3 P.A.F. Lamintang. Dasar-Dasar Hukum Pidana Di Indonesia, Citra Aditya, Bandung, 1997, hlm.

83.

4 Andi Hamzah. Delik-Delik Tertentu (Speciale Delicten) di dalam KUHP. Sinar Grafika. Jakarta.

2009. hlm. 108.

(20)

3

atau institusi apapun juga rentan akan terjadinya penggelapan, terlebih-lebih perusahaan. Dapat dibayangkan betapa berat beban yang ditanggung oleh perusahaan ketika laba perusahaan lebih banyak menguap ditengah jalan.5

Ada beberapa unsur khusus yang digunakan terhadap tindak pidana penggelapan dalam jabatan yaitu karena adanya hubungan kerja, sehingga pada Pasal 374 KUHP istilah penggelapan dalam jabatan dapat dikatakan tindak pidana penggelapan dengan pemberatan, dalam hal:

1. Terdakwa diserahi menyimpan barang yang digelapkan itu karena hubungan pekerjaannya (persoonlijke dienstbetrekking), misalnya perhubungan antara majikan dan pembantu rumah tangga atau majikan dan buruh.

2. Terdakwa menyimpan barang itu karena jabatannya (beroep).

3. Karena mendapat upah uang (bukan upah berupa barang), misalnya pekerja stasiun membawakan barang orang penumpang dengan upah uang, barang itu digelapkannya.6

Salah satu tindak pidana penggelapan dalam jabatan yang diputus oleh Pengadilan Negeri Tanjung Karang adalah Putusan Nomor 1352/Pid.B/2021/PN.TJK, dimana pada sekitar bulan juni 2021 sampai bulan agustus 2021 terdakwa Stevanus Jansen yang merupakan sales kanvas di kantor PT. Gita Omega Distrindo (perusahaan yang bergerak di bidang distributor produk Cap Lang) menyanggupi permintaan Soni Septiawan yang merupakan kepala gudang di kantor tersebut untuk membuat nota penambahan barang fiktif yang seolah-olah pesanan barang didalam nota tersebut datang dari konsumen, sehingga terdakwa Stevanus Jansen membuat dan mengajukan barang-barang yang akan dilakukan penambahan kepada admin, kemudian admin mencetak lembar ITR (Item Transfer Reservation) sesuai yang

5 Mahendri Massie. Tindak Pidana Penggelapan Dalam Menggunakan Jabatan Berdasarkan Pasal 415 KUHP. Lex Crimen. Vol. VI. No. 7. 2017. hlm. 102.

6 Aziz Syamsuddin. Tindak Pidana Khusus, Sinar Grafika. Jakarta. 2013. hlm. 7.

(21)

4

diajukan terdakwa Stevanus Jansen, setelah itu nota penambahan barang ITR tersebut diserahkan kepada Soni Septiawan selaku kepala gudang. Kemudian Soni Septiawan mengeluarkan barang-barang dari dalam gudang dimana pesanan penambahan barang yang dibuatkan tersebut fiktif, Soni Septiawan juga dalam mengeluarkan barang-barang dari dalam gudang pun tidak sesuai dengan yang tertera di ITR (Item Transfer Reservation) melainkan barang-barang yang dikeluarkan dilebihkan. Setelah barang-barang tersebut dikeluarkan dari gudang Soni Septiawan menjual barang-barang tersebut kepada teman-temannya dengan harga dibawah dari harga seharusnya dan hasil penjualannya dipergunakan untuk kepentingan pribadi Soni Septiawan, hal tersebut telah dilakukan berulang kali.7

Perbuatan terdakwa Stevanus Jansen yang melakukan pembuatan nota penambahan barang fiktif tersebut yang digunakan oleh Soni Septiawan untuk kepentingan pribadinya PT. Gita Omega Distrindo mengalami kerugian sebesar kurang lebih Rp.

620.306.008,-. Keuntungan Stevanus Jansen dari perbuatannya adalah mendapatkan insentif atau bonus dari PT. Gita Omega Distrindo karena target perbulan penjualan barang atau produk selaku sales kanvas terpenuhi.

Majelis Hakim menjatuhkan pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan 10 (sepuluh) bulan terhadap Stevanus Jansen. Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Membantu Penggelapan dalam jabatan”

sebagaimana diatur dalam Pasal 374 KUHP, sesuai dengan dakwaan penuntut umum.8

7 Berdasarkan Surat Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1352/Pid.B/2021/PN.Tjk. hlm. 3.

8 Ibid. hlm. 36.

(22)

5

Tindak pidana pada kasus ini tidak hanya melibatkan terdakwa Stevanus Jansen sendiri, tetapi terdapat keterlibatan pelaku lain yaitu Sony Septiawan selaku kepala Gudang yaitu pelaku utama (dader) dan Randya Farshal sebagai sales kanvas sama dengan Stevanus Jansen peran mereka sebagai pelaku pembantu (medeplichtige).

Menurut Leden Marpaung, “Perbuatan membantu tersebut sifatnya menolong atau memberi sokongan. Dalam hal ini, tidak boleh merupakan perbuatan pelaksanaan.

Jika telah melakukan perbuatan pelaksanaan, pelaku telah termasuk mededader, bukan lagi membantu”.9 Pemberian pidana terhadap pelaku yang membantu kejahatan tersebut selanjutnya diatur pada pasal 57 KUHP yaitu :

1. Dalam hal pembantuan, maksimum pidana pokok terhadap kejahatan, dikurangi sepertiga.

2. Jika kejahatan diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, dijatuhkan pidana penjara paling lama lima belas tahun.

3. Pidana tambahan bagi pembantuan sama dengan kejahatannya sendiri.

4. Dalam menentukan pidana bagi pembantu, yang diperhitungkan hanya perbuatan yang sengaja dipermudah atau diperlancar olehnya, beserta akibat-akibatnya.

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka penulis ingin menulis skripsi dengan judul “Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Pembantu Tindak Pidana Penggelapan Oleh Karyawan PT. Gita Omega Distrindo (Studi Putusan Nomor 1352/Pid.B/2021/PN.TJK)”

9 Leden Marpaung. Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, 2012. hlm. 90.

(23)

6

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup 1. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan di atas, maka penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut :

a. Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku pembantu tindak pidana penggelapan oleh karyawan PT. Gita Omega Distrindo (Studi Putusan Nomor 1352/Pid.B/2021/PN.TJK) ?

b. Apakah putusan terhadap pelaku pembantu dalam perkara Nomor:

1352/Pid.B/2021/PN.TJK telah memenuhi rasa keadilan substantif?

2. Ruang Lingkup

Berdasarkan dengan permasalahan diatas maka ruang lingkup penelitian penulis ini adalah kajian hukum pidana, khususnya mengenai pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku pembantu tindak pidana penggelapan oleh karyawan PT. Gita Omega Distrindo (Studi Putusan Nomor 1352/Pid.B/2021/PN.TJK), serta apakah putusan terhadap pelaku pembantu dalam perkara Nomor:

1352/Pid.B/2021/PN.TJK telah memenuhi rasa keadilan substantif. Ruang lingkup terkait lokasi penelitian adalah di Kota Bandar Lampung dan waktu penelitian yaitu tahun 2022.

(24)

7

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang diatas, tujuan penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui pertanggungjawaban pidana pembantu tindak pidana penggelapan oleh karyawan PT. Gita Omega Distrindo (Studi Putusan Nomor 1352/Pid.B/2021/PN.TJK).

b. Untuk mengetahui putusan terhadap pelaku pembantu dalam perkara Nomor:

1352/Pid.B/2021/PN.TJK telah memenuhi rasa keadilan substantif.

2. Kegunaan Penelitian

Kegunaan dari penelitian ini adalah mencakup kegunaan teoritis dan kegunaan praktis:

a. Kegunaan Teoritis

Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap pengembangan ilmu hukum pidana khususnya tindak pidana penggelapan di Indonesia, yaitu hal-hal yang berkaitan dengan beberapa permasalahan tentang pelaku tindak pidana penggelapan dalam jabatan (Studi Putusan No.1352/Pid.B/2021/PN.TJK).

b. Kegunaan Praktis

Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai sumbangan pemikiran dalam kajian ketentuan pidana terhadap Pertanggungjawaban Pidana pembantu tindak pidana penggelapan oeh karyawan PT. Gita Omega Distrindo (Studi Putusan No. 1352/Pid.B/2021/PN.TJK)

(25)

8

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual 1. Kerangka Teoritis

Kerangka teoritis adalah identifikasi teori-teori yang dijadikan sebagai landasan berfikir untuk melaksanakan suatu penelitian atau dengan kata lain untuk mendiskripsikan kerangka referensi atau teori yang digunakan untuk mengkaji permasalahan. Berdasarkan definisi tersebut, maka kerangka teoritis yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Teori Pembantuan Tindak Pidana

Berdasarkan rumusan Pasal 56 KUHP, membantu melakukan (medeplichtige) haruslah dilakukan sebelum atau pada waktu tindak pidana tersebut dilakukan. S.R Sianturi berpendapat bahwa pemberian kesempatan, sarana atau keterangan adalah cara untuk menggerakkan seseorang.10 Pembantuan dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu:11

1) Jenis pertama (Pasal 56 ke-1)

a) Bantuan diberikan berbarengan atau pada saat kejahatan dilakukan;

b) Daya upaya yang merupakan bantuan tidak dibatasi (Dapat berupa apa saja, berwujud ataupun tidak).

2) Jenis kedua (Pasal 56 ke-2)

a) Bantuan diberikan sebelum kejahatan dilakukan;

b) Daya upaya (yang merupakan bantuan) dibatasi atau tertentu, yaitu kesempatan, sarana atau keterangan.

10 S.R Sianturi. Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya. Jakarta:Alumni, 1996.

hlm. 363.

11 E.Y Kanter dan S.R Sianturi. Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya. Jakarta:

Storia Grafika. 2002. hlm. 373.

(26)

9

Pada masing-masing jenis pembantuan diisyaratkan:12

a) Pembantu harus mengetahui macam kejahatan yang dikehendaki oleh petindak (pelaku utama);

b) Bantuan yang diberikan oleh pembantu adalah untuk membantu petindak untuk mewujudkan kejahatan tersebut. Bukan untuk mewujudkan kejahatan lain.

c) Kesengajaan pembantu ditujukan untuk memudahkan atau memperlancar petindak melakukan kejahatan yang dikehendaki petindak. Dengan perkataan lain kesengajaan pembantu bukan merupakan unsur dari kejahatan tersebut. Justru kesengajaan petindak yang merupakan unsur dari kejahatan tersebut.

S.R Sianturi membedakan antara pembantuan aktif dan pembantuan pasif sebagai berikut: 13

1. Pembantuan aktif (active medeplichtigheid) adalah benar-benar terjadi suatu gerakan untuk melakukan suatu tindakan (bantuan).

2. Pembantuan pasif (passive medeplichtigheid) adalah tidak melakukan suatu gerakan atau tindakan, namun dengan kepasifannya itu ia telah dengan sengaja memberi bantuan.

b. Teori Keadilan

Keadilan artinya menempatkan sesuatu pada tempatnya. Keadilan adalah kondisi kebenaran ideal secara moral mengenai sesuatu hal, baik menyangkut benda atau orang.

Keadilan menurut Aristoteles keadilan adalah memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi haknya. Keadilan dibagi menjadi tiga kelompok yaitu sebagai berikut:14

1) Keadilan Distributif

Keadilan distributif adalah keadilan yang menuntut bahwa setiap orang mendapat apa yang menjadi haknya, jadi sifatnya proporsional. Di sini yang

12 Ibid. hlm. 373.

13 S.R Sianturi. Op. Cit.

14 Sudikno Mertokusumo, Teori Hukum. Jakarta: Cahaya Atma Pustaka, 2012. hlm. 105-106.

(27)

10

dinilai adil adalah apabila setiap orang mendapatkan apa yang menjadi haknya secara proporsional. Jadi keadilan distributif berkenaan dengan penentuan hak dan pembagian hak yang adil dalam hubungan antara masyarakat dengan negara, dalam arti apa yang seharusnya diberikan oleh negara kepada warganya.

2) Keadilan Komutatif

Keadilan ini mengatur hubungan yang adil antara orang yang satu dan yang lain atau antara warga negara yang satu dengan warga negara yang lainnya. Keadilan komutatif menyangkut hubungan horizontal antara warga yang satu dengan warga negara yang lain. Dalam bisnis, keadilan komutatif juga disebut dengan atau berlaku sebagai keadilan tukar. Dengan kata lain, keadilan komutatif menyangkut pertukaran yang adil antara pihak-pihak yang terlibat.

3) Keadilan Substantif

Keadilan substantif dimaknai dengan keadilan yang diberikan sesuai dengan aturan-aturan hukum substantif, dengan tanpa melihat kesalahan-kesalahan prosedural yang tidak berpengaruh pada hak-hak substantif penggugat. Ini berarti bahwa apa yang secara formal-prosedural benar bisa saja disalahkan secara materil dan substansinya melanggar keadilan. Demikian sebaliknya, apa yang secara formal salah bisa saja dibenarkan jika secara materil dan substansinya sudah cukup adil (hakim dapat menoleransi pelanggaran prosedural asalkan tidak melanggar susbstansi keadilan). Dengan kata lain, keadilan susbstantif bukan berarti hakim harus selalu mengabaikan bunyi undang-undang. Melainkan, dengan keadilan substantif berarti hakim bisa mengabaikan undang-undang yang tidak memberi rasa keadilan, tetapi tetap

(28)

11

berpedoman pada formal-prosedural undang-undang yang sudah memberi rasa keadilan sekaligus menjamin kepastian hukum.15

2. Konseptual

Kerangka konseptual penelitian adalah kaitan atau hubungan antara konsep satu dengan konsep yang lainnya dari masalah yang ingin diteliti. Kerangka konsep ini gunanya untuk menghubungkan atau menjelaskan secara panjang lebar tentang suatu topik yang akan dibahas. Kerangka ini didapatkan dari konsep ilmu / teori yang dipakai sebagai landasan penelitian yang didapatkan pada tinjauan pustaka atau kalau boleh dikatakan oleh penulis merupakan ringkasan dari tinjauan pustaka yang dihubungkan dengan garis sesuai variabel yang diteliti. Maka dalam penelitian ini agar tidak terjadi kesalahpahaman, akan dijelaskan tentang pengertian pokok yang dijadikan konsep dalam penelitian, sehingga akan memberikan batasan yang tetap dalam penafsiran beberapa istilah. Istilah-istilah yang di maksud ialah:

a. Pertanggungjawaban pidana (criminal responsibility) adalah suatu mekanisme untuk menentukan apakah seseorang terdakwa atau tersangka dipertanggungjawabakan atas suatu tindakan pidana yang terjadi atau tidak.

Untuk dapat dipidananya si pelaku, diisyaratkan bahwa tindak pidana yang dilakukannya itu memenuhi unsur-unsur yang telah ditentukan dalam undang- undang.16

15 Ahmad Rifai, Penemuan Hukum oleh Hakim dalam Perspektif Hukum Progresif. Jakarta: Sinar Grafika. 2010. hlm. 103.

16 Moeljatno, Op. Cit, hlm. 49.

(29)

12

b. Pelaku pembantu tindak pidana (medeplichtige) adalah perbuatan yang sengaja memberi bantuan berupa saran, informasi atau kesempatan pembantu kepada orang lain yang melakukan tindak pidana.17

c. Tindak pidana penggelapan menurut Pasal 374 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang berbunyi sebagai berikut : “Penggelapan yang dilakukan oleh orang yang penguasaannya terhadap barang disebabkan karea ada hubunga kerja atau karena pencaharian atau karena mendapat upah untuk itu”

d. Karyawan menurut Undang-Undang 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan disebut juga dengan pekerja/buruh. Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.18

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

I. PENDAHULUAN

Bab ini menjabarkan latar belakang masalah, permasalahan dan ruang lingkup, tujuan dan kegunaan penelitian, Kerangka Teori dan Konseptual, serta sistematika penulisan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini, tinjauan pustaka yang digunakan adalah teori – teori yang menjadi landasan dalam penelitian, selain itu kajian pustaka juga melalui jurnal- jurnal penelitian nasional dan internasional.

17 I Nyoman Agus Suprapta, I Ketut Sukadana dan I Made Minggu Widyantara, Pembantuan dalam Tindak Pidana Perjudian, Jurnal Analogi Hukum, Volume 2, Nomor 3, 2020, hlm. 280.

18 Salis Rabindra Ishaya, Pengaruh Motivasi Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan Pada PT.

Arka Mahesa Pratama Di Jakarta Selatan, Jurnal Lentera Bisnis, Vol .6 No 2, hlm. 100.

(30)

13

III. METODE PENELITIAN

Pada bab ini berisi metode yang digunakan pada penelitian, terdiri dari Ruang Lingkup Masalah, Jenis Penelitian, Pendekatan Masalah, Sumber dan Bahan Hukum, dan Analisis Data.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini menjelaskan berupa pembahasan mengenai hasil dari observasi penelitian yang berupa Pertanggungjawaban Pidana Pembantu Tindak Pidana Penggelapan Oleh Karyawan PT. Gita Omega Distrindo (Studi Putusan Nomor 1352/Pid.B/2021/PN.TJK)

V. PENUTUP

Bab ini menjadi bab penutup yang memuat kesimpulan umum yang didasarkan pada hasil analisis dan pembahasan penelitian serta berbagai saran sesuai dengan permasalahan yang ditujukan kepada pihak yang terkait dengan peneliti.

(31)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pertanggungjawaban Pidana

1. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana

Dalam bahasa inggris pertanggungjawaban pidana disebut sebagai responsibility, atau criminal liability. Konsep pertanggungjawaban pidana sesungguhnya tidak hanya menyangkut soal hukum semata-mata melainkan juga menyangkut soal nilai- nilai moral atau kesusilaan umum yang dianut oleh suatu masyarakat atau kelompok-kelompok dalam masyarakat, hal ini dilakukan agar pertanggungjawaban pidana itu dicapai dengan memenuhi keadilan.19

Pertanggungjawaban atau yang dikenal dengan konsep liability dalam segi falsafah hukum, Roscoe Pound menyatakan bahwa: I..use simple word “liability” for the situation whereby one may exact legaly and other is legaly subjeced to the excaxtion” pertanggungjawaban pidana diartikan Pound adalah sebagai suatu kewajiban untuk membayar pembalasan yang akan diterima pelaku dari seseorang yang telah dirugikan.20 Menurutnya juga bahwa pertanggungjawaban yang dilakukan tersebut tidak hanya menyangkut masalah hukum semata akan tetapi

19 Hanafi, Mahrus, Sistem Pertanggung Jawaban Pidana, Cetakan pertama, Jakarta, Rajawali Pers, 2015, hlm.16.

20 Romli Atmasasmita, Perbandingan Hukum Pidana, Mandar Maju, Bandung, 2000. hlm. 65

(32)

15

menyangkut pula masalah nilai-nilai moral ataupun kesusilaan yang ada dalam suatu masyarakat.

Pertanggungjawaban pidana adalah suatu perbuatan yang tercela oleh masyarakat yang harus dipertanggungjawabkan pada si pembuatnya atas perbuatan yang dilakukan. Dengan mempertanggung jawabkan perbuatan yang tercela itu pada si pembuatnya, apakah si pembuatnya juga dicela ataukah si pembuatnya tidak dicela.

Padahal yang pertama maka si pembuatnya tentu dipidana, sedangkan dalam hal yang kedua si pembuatnya tentu tidak dipidana.21

Kesalahan dalam arti seluas-luasnya, dapat disamakan dengan pengertian pertangungjawaban dalam hukum pidana. Didalamnya terkandung makna dapat dicelanya si pembuat atas perbuatannya. Jadi, apabila dikatakan bahwa orang itu bersalah melakukan sesuatu tindak pidana, maka itu berarti bahwa ia dapat dicela atas perbuatanya.22 Dalam suatu tindak pidana itu terdiri atas dua unsur, a criminal act (actus reus) dan a criminal intent (mens rea).23

Actus reus atau guilty act dan mens rea atau guilty mind ini harus ada untuk bisa dimintakannya pertanggungjawaban pidana. Kedua unsur itu, actus reus dan mens rea, atau yang disebut juga conduct elements dan fault elements tersebut, harus dipenuhi untuk menuntut adanya pertanggungjawaban pidana.

Pertanggungjawaban pidana itu hanya dapat terjadi setelah sebelumnya seseorang melakukan suatu tindak pidana. Tidak ada pertanggungjawaban pidana, jika tidak

21 Roeslan Saleh. Op Cit. hlm. 76

22 Moeljatno. Asas-Asas Hukum Pidana, Bina Aksara. Jakarta. 2007. hlm. 49.

23 Hasbullah F. Sjawie, Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Pada Tindak PIdana Korupsi, Kencana. Jakarta. 2015. hlm. 10.

(33)

16

didahului dengan dilakukannya suatu tindak pidana. Dengan demikian, tindak pidana itu dipisahkan dari pertanggungjawaban pidana, atau dipisahkan dari unsur kesalahan. Pengecualian prinsip auctus reus dan mens rea ini adalah hanya pada delik-delik yang bersifat strict liability, di mana pada tindak pidana yang demikian itu adanya unsur kesalahan atau mens rea tidak perlu dibuktikan.24

Berbicara masalah pertanggungjawaban pidana seperti hal nya diatas, berarti berbicara mengenai orang yang melakukan perbuatan pidana.25 Ada dua pandangan mengenai pertanggungjawaban pidana, yaitu pandangan yang monistis oleh Simon dan pandangan yang dualistis oleh Herman Kotorowicz. Menurut Pandangan monistis, unsur-unsur strafbaar feit itu meliputi baik unsur perbuatan yang lazim disebut unsur objektif, maupun unsur pembuat, yang lazim disebut unsur subjektif.

Oleh karena dicampurnya unsur perbuatan dan unsur pembuatnya, maka dapatlah disimpulakan bahwa strafbaar feit adalah sama dengan syarat penjatuhan pidana, sehingga seolah-olah dianggap bahwa kalau terjadi strafbaar feit, maka pasti pelakunya dapat dipidana.26

Maka dari itu para penganut pandangan monistis tentang strafbaar feit atau criminal act berpendapat, bahwa unsur-unsur pertanggungjawaban pidana yang menyangkut pembuat delik yang meliputi;27 Pertama, Kemampuan bertanggungjawab, yaitu mampu memahami secara sunggu-sungguh akibat yang bertentang dengan

24 Ibid, hlm. 11.

25 Eddy O.S. Hiarij, Prinsip-Prinsip Hukum Pidana, Cahaya Atma Pustaka, Yogyakarta, 2014 hlm, 119.

26 Muladi & Dwidja Priyatno, Pertanggungjawaban Pidana Korporasi, Kencana Prenadamedia Group, Jakarta, 2010. hlm. 63

27 Ibid, hlm. 65.

(34)

17

ketertiban masyarakat, Kedua, mampu untuk menginsyafi bahwa perbuatan itu bertentangan dengan ketertiban masyarakat dan mampu untuk menentukan kehendak berbuat. Ketiga kemampuan tersebut bersifat komulatif. Artinya salah satu saja kemampuan bertanggungjawab tidak terpenuhi , maka seseorang dianggap tidak dapat dipertanggungjawabkan .28

2. Unsur-Unsur Pertanggungjawaban Pidana Unsur-unsur pertanggungjawaban pidana, ialah:

a. Adanya suatu tindak pidana

Unsur perbuatan merupakan salah satu unsur yang pokok pertanggungjawaban pidana, karena seseornag tidak dapat dipidana apabila tidak melakukan suatu perbuatan di mana perbuatan yang dilakukan merupan perbuatan yang dilarang oleh undang-undang hal itu sesuai dengan asas legalitas yang kita anut. Asas legalitas nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali artinya tidak dipidana suatu perbuatan apabila tidak ada Undnag-Undang atau aturan yang mengatur mengenai larangan perbuatan tersebut.29

Hukum pidana Indonesia menghendaki perbuatan yang konkret atau perbuatan yang tampak, artinya hukum menghendaki perbuatan yang tampak keluar, karena didalam hukum tidak dapat dipidana seseorang karena atas dasar keadaaan batin seseorang, hal ini asas cogitationis poenam nemo patitur, tidak seorang pun dipidana atas yang ada dalam fikirannya saja.30

28 Eddy O.S. Hiariej, Op. Cit. hlm, 128.

29 Moeljaltno, Asas-Asas Hukum Pidana, Edisi revisi, Jakarta, Renika Cipta, 2008. hlm. 25.

30 Frans Maramis, Hukum Pidana Umum dan Tertulis di Indonesia, Jakarta, RajaGrafindo Persada, 2012. hlm. 85.

(35)

18

b. Unsur Kesalahan

Kesalahan yang dalam bahasa asing disebut dengan schuld adalah keadaan psikologi seseorang yang berhubungan dengan perbuatan yang ia lakukan yang sedemikian rupa sehingga berdasarkan keadaan tersebut perbuatan tersebut pelaku dapat dicela atas perbuatannya.31 Pengertian kesalahan tersebut dalam arti seluas-luasnya. Pengertian kesalahan di sini digunakan dalam arti luas.

Dalam KUHP kesalahan digunakan dalam arti sempit, yaitu dalam arti kealpaan sebagaimana dapat dilihat dalam rumusan bahasa Belanda yang berada dalam Pasal 359 dan 360.

Untuk dapat dicelanya si pembuat atas perbuatannya, seseorang itu harus memenuhi unsur-unsur kesalahan sebagai berikut:

a. Adanya kemampuan bertanggungjawab pada si pembuat. Artinya keadaan jiwa si pembuat harus normal

b. Adanya hubungan batin antara si pembuat dengan perbuatannya, yang berupa kesengajaan (dolus) atau kealpaan (culpa). Ini disebut bentuk-bentuk kesalahan, c. Tidak adanya alasan yang menghapus kesalahan atau tidak ada alasan pemaaf.

Kalau ketiga unsur tersebut ada, maka orang yang bersangkutan dapat dinyatakan bersalah atau mempunyai pertanggungjawaban pidana, sehingga ia dapat dipidana.

Disamping itu, harus diingat pula bahwa untuk adanya kesalahan dalam arti seluas- luasnya (pertanggungjawaban pidana), orang yang bersangkutan harus dinyatakan lebih dulu bahwa perbuatannya bersifat melawan hukum. Oleh karena itu sangat penting untuk selalu menyadari akan dua hal dalam syarat-syarat pemidanaan, yaitu:

31 Ibid. hlm. 114.

(36)

19

a. Dapat dipidananya perbuatan (strafbaarheid van het feit)

b. Dapat dipidananya orang atau pembuatnya (strafbaarheid van de persoon).32

Kesalahan terdiri dari dua jenis yaitu:

a. Kesengajaan

Dalam arti yang seluas-luasnya adalah hubungan batin antara si pembuat terhadap perbuatannya, yang dicelakan kepada si pembuat itu. Hubungan batin ini bisa berupa sengaja atau alpa. Sengaja juga dapat diartikan “menghendaki dan mengetahui apa yang dilakukan”.33

Kesengajan telah berkembang dalam yurisprudensi dan doktrin sehingga umumnya telah diterima beberapa bentuk kesengajaan, yaitu:34

1) Sengaja sebagai maksud

Sengaja sebagai maksud dalam kejahatan bentuk ini pelaku benar-benar menghendaki (willens) dan mengetahui (wetens) atas perbuatan dan akibat dari perbuatan yang pelaku perbuatan. Diberi contoh A merasa dipermalukan oleh B, oleh karena itu A memiliki dendam khusus terhadap B, sehingga A memiliki rencana untuk mencelakai B, suatu hati A membawa sebilah pisau dan menikam B, menyebabkan B tewas, maka perbuatan A tersebut dapat dikatakan adalah perbuatan yang benar-benar ia kehendaki. Matinya B akibat tikaman pisau A juga dikehendaki olehnya.

32 Tri Andrisman, Asas dan Dasar Aturan Umum Hukum Pidana Indonesia Serta Perkembangannya Dalam Konsep KUHP 2013. Bandar Lampung. AURA, 2013. hlm. 95-96.

33 Ibid. hlm. 102.

34 Frans Maramis, Op Cit. hlm. 121.

(37)

20

2) Sengaja sebagi suatu keharusan

Kesangajan semacam ini terjadi apabila sipelaku dengan perbuatannya tidak bertujuan untuk mencapai akibat dari perbuatanya, tetapi ia melakukan perbuatan itu sebagai keharusan untuk mencapai tujuan yang lain. Artinya kesengajan dalam bentuk ini, pelaku menyadari perbuatan yang ia kehendaki namun pelaku tidak menghendaki akibat dari perbuatan yang telah ia perbuat.35

3) Sengaja dengan sadar kemungkinan

Dalam sengaja sebagai kemungkinan, pelaku sebenarnaya tidak menghendaki akibat perbuatanya itu, tetapi pelaku sebelumnya telah mengetahui bahwa akibat itu kemungkinan juga dapat terjadi, namun pelaku tetap melakukan perbuatannya dengan mengambil resiko tersebut.

Scaffrmeister mengemukakan contoh bahwa ada seorang pengemudi yang menjalankan mobilnya kearah petugas polisi yang sedang memberi tanda berhenti. Pengemudi tetap memacu mobil dengan harapan petugas kepolisian tersebut melompat kesamping, padahal pengemudi menyadari resiko dimanda petugas kepolisian dapat saja tertabrak mati atau melompat kesamping.

b. Kealpaan (culpa)

Menurut Pasal 359 kealpaan adalah barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun. Van Hamel

35 Ibid. hlm. 122.

(38)

21

mengatakan bahwa kealpaan itu mengandung dua syarat, yaitu: Tidak mengadakan penduga-duga sebagaimana diharuskan oleh hukum dan Tidak mengadakan penghati-hati sebagaimana diharuskan oleh hukum. 36

Kealpaan seseorang itu harus ditentukan secara normatif, dan tidak secara fisik.

Maksudnya, tidaklah mungkin diketahui bagaimana sikap batin seseorang yang sesungguhnya, maka haruslah ditetapkan dari luar bagaimana seharusnya ia berbuat dengan mengambil ukuran sikap batin orang pada umumnya, apabila ada dalam situasi yang sama dengan si pembuat. Yang harus memegang ukuran normatif dari kealpaan adalah hakim. Hakimlah yang harus menilai sesuatu perbuatan in concreto dengan upkuran norma penghati-hati atau penduga-duga, dengan memperhitungkannya di dalam segala keadaan dan keadaan pribadi si pembuat.37

Delik kelalaian itu dalam rumusan undang-undang ada dua macam, yaitu delik kelalaian yang menimbulkan akibat dan yang tidak menimbulkan akibat, tetapi yang diancam dengan pidana adalah perbuatan ketidak hati-hatian itu sendiri.

Perbedaan antara keduanya sangat mudah dipahami, yaitu bagi kelalaian yang menimbulkan akibat kelalaian itu maka terciptalah delik kelalaian. Misal Pasal 359 KUHP, sedangkan bagi yang tidak perlu menimbulkan akibat, dengan kelalaian atau kekurang hati-hatian itu sendiri sudah diancam dengan pidana.

36 Moeljatno. Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta, RajaGrafindo Persada, 1988. hlm. 201.

37 Tri Andrisman, Op Cit, hlm. 109.

(39)

22

B. Pelaku Pembantu Tindak Pidana (Medeplichtige)

Pelaku yang membantu kejahatan ini di dalam KUHP disebut sebagai pembantu kejahatan. Pada Pasal 56 KUHP, adapun yang dimaksud sebagai pembantu kejahatan adalah :

1. Mereka yang sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan dilakukan;

2. Mereka yang sengaja memberi kesempatan, sarana atau keterangan untuk melakukan kejahatan.

Pembantuan atau “membantu” melakukan tindak pidana dalam Pasal 56 KUHP, maka harus dibuktikan adanya unsur “sengaja” pada tindakan untuk membantu melakukan tindak pidana. Membantu melakukan adalah memberikan sarana untuk pelaku utama melakukan tindak pidana, maka ada unsur sengaja terkandung di dalamnya.38

Tujuan dari dilakukannya pembantuan untuk mempermudah atau memperlancar pelaksanaan kejahatan yang dilakukan oleh pelaku atau pembantu. Suatu tindakan dapat disebut sebagai pembantuan bila memuat unsur-unsur berupa unsur subjektif dimana kesengajaan pembantu kejahatan dalam mewujudkan perbuatan bantuannya, baik sebelum pelaksanaan maupun pada saat pelaksanaan, dan unsur objektif dimana wujud dari perbuatan (bantuan) yang dilakukan oleh pembuat pembantu hanyalah bersifat mempermudah atau memperlancar pelaksanaan kejahatan.39

38 Ike Indra Agus Setyowati, Pembantuan Dan Penyertaan (Deelmening) Dalam Kasus Perkosaan Anak, Media Iuris Vol. 1 No. 2, hlm. 297.

39 I Nyoman Agus Suprapta, I Ketut Sukadana dan I Made Minggu Widyantara, Loc. Cit.

(40)

23

Pembantu/medeplichtige (Pasal 56) yang terdiri dari dua jenis:

1) Jenis pertama Waktunya : Pembantu saat kejahatan dilakukan. Caranya : tidak ditentukan secara limitatif dalam UU;

2) Jenis kedua Waktunya : Pembantu sebelum kejahatan dilakukan. Caranya : ditentukan secara limitatif dalam UU (yaitu dengan cara memberi kesempatan, sarana atau keterangan).40

Pemberian pidana terhadap pelaku yang membantu kejahatan tersebut selanjutnya diatur pada Pasal 57 KUHP yaitu :

a. Dalam hal pembantuan, maksimum pidana pokok terhadap kejahatan, dikurangi sepertiga.

b. Jika kejahatan diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, dijatuhkan pidana penjara paling lama lima belas tahun.

c. Pidana tambahan bagi pembantuan sama dengan kejahatannya sendiri.

d. Dalam menentukan pidana bagi pembantu, yang diperhitungkan hanya perbuatan yang sengaja dipermudah atau diperlancar olehnya, beserta akibat- akibatnya.

Berdasarkan pada ketentuan Pasal 57 KUHP tersebut, sanksi pidana yang dijatuhkan kepada pembantu kejahatan terhadap nyawa hanyalah berupa pidana penjara. Untuk tenggang waktu pidana penjara yang dijatuhkan oleh majelis hakim kepada pembantu kejahatan terhadap nyawa selanjutnya disesuaikan pada ketentuan Pasal 57 KUHP tersebut.

C. Tindak Pidana Penggelapan 1. Pengertian Tindak Pidana

Pelanggaran adalah tindak pidana, atau perbuatan yang melanggar hukum, terlepas dari apakah perbuatan itu dipidana. Meskipun tidak didefinisikan sebagai tindak pidana oleh undang-undang, hal itu dianggap oleh masyarakat sebagai pelanggaran

40 Barda Nawawi Arief, Sari Kuliah Hukum Pidana II, Penerbit Badan Penyediaan Bahan Kuliah Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang, Semarang, 1984. hlm. 30-42.

(41)

24

hukum. Tindak pidana, di sisi lain, umumnya dikenal sebagai tindak pidana hanya karena diatur oleh undang-undang sebagai tindak pidana. Praktik ini dianggap sebagai kejahatan oleh masyarakat karena hukum mengancam sanksi pidana.

Kejahatan pidana juga dapat dibedakan menjadi kejahatan formal dan kejahatan berat. Tindak pidana prosedural adalah tindak pidana yang susunan katanya ditujukan kepada perbuatan yang dilarang, yaitu tindak pidana itu dapat dianggap diakhiri dengan dilaksanakannya perbuatan yang dilarang undang-undang tanpa mempersoalkan akibat-akibatnya.41

Pada hakekatnya “pidana” merupakan sebuah “alat” yaitu alat untuk mencapai tujuan melakukan hukuman atau pidana.42 Menurut Subekti dan Tjitrosoedibio dalam bukunya kamus hukum, “pidana” adalah “hukuman”.43 Pada hakekatnya sejarah hukum pidana adalah sejarah dari pidana dan pemidanaan yang senantiasa mempunyai hubungan erat dengan masalah tindak pidana.44

Istilah tindak pidana dipakai sebagai terjemah dari istilah strafbaar feit atau delict.

Strafbaar feit terdiri dari tiga kata, yakni straf, baar, dan feit, secara literlijk, kata straf artinya pidana, baar artinya dapat atau boleh dan feit adalah perbuatan. Dalam kaitannya dengan istilah strafbaar feit secara utuh, ternyata straf diterjemahkan juga dengan kata hukum. Dan sudah lazim hukum itu adalah terjemahan dari kata recht, seolah-olah arti straf sama dengan recht. Untuk kata baar, ada dua istilah

41 Agus Wija Atmaja, Penggelapan Penggunaan Jabatan Di Lingkungan Perbankan Dalam Menggandakan Rekening Bank, Jurnal Preferensi Hukum, Vol. 3, No. 2, hlm. 268.

42 Barda Nawawi Arif, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 1980, hlm 98.

43 Subekti dan Ijitrosoedibio, Kamus Hukum, Pardnya paramita, Jakarta, 1980, hlm 83.

44 Sudarto, Hukum dan hukum Pidana, Alumni, Bandung, hlm 23.

(42)

25

yang digunakan yakni boleh dan dapat. Sedangkan kata feit digunakan empat istilah yakni, tindak, peristiwa, pelanggaran, dan perbuatan.45

Tindak pidana pada dasarnya cenderung melihat pada perilaku atau perbuatan (yang mengakibatkan) yang dilarang oleh undang-undang. Tindak pidana khusus lebih pada persoalan-persoalan legalitas atau yang diatur dalam undang-undang. Tindak pidana khusus mengandung acuan kepada norma hukum semata, hal-hal yang diatur perundang-undangan tidak termasuk dalam pembahasan. Tindak pidana khusus ini diatur dalam undang-undang di luar hukum pidana umum.46

2. Jenis-jenis Tindak Pidana

Jenis-jenis tindak pidana dapat dibedakan menjadi 10 macam yaitu:47 a. Kejahatan dan Pelanggaran

Pembagian delik atas kejahatan dan pelanggaran digunakan oleh KUHP, yaitu Buku II mengenai Kejahatan (Misdrijven) dan Buku III mengenai Pelanggaran (Overtredingen). Konsep KUHP 2013 tidak menganut pembedaan tindak pidana menjadi kejahatan dan pelanggaran sebagaimana diikuti oleh KUHP.

Materi yang diatur dalam Konsep KUHP 2013 dibagi menjadi 2 (dua) Buku, yaitu Buku I tentang Ketentuan Umum dan Buku II tentang Tindak Pidana.

b. Delik formil dan delik materiil

Delik formil adalah delik yang perumusannya dititikberatkan kepada perbuatan yang dilarang oleh undang-undang. Perwujudan delik ini dipandang selesai

45 Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, Jakarta. Rajawali Pers, 2011, hlm. 69.

46 Nandang Alamsah D dan Sigit Suseno, Modul 1 Pengertian dan Ruang Lingkup Tindak Pidana Khusus, hlm. 7.

47 Ruslan Renggong, Hukum Pidana Khusus (Edisi Revisi), Prenada Media. Cet. Ke-4, hlm. 28-30

(43)

26

dengan dilakukannya perbuatan seperti tercantum dalam rumusan delik, misalnya: Pasal 156 KUHP tentang Penodaan Agama.

Delik materiil adalah delik yang perumusannya dititikberatkan kepada akibat yang tidak dikehendaki (dilarang). Delik ini dikatakan selesai apabila akibat yang tidak dikehendaki itu telah terjadi. Bila belum, maka paling banyak hanya ada percobaan. Misalnya: Pasal. 187, Pasal 338 atau Pasal 378 KUHP.

c. Delik commisionis, delik ommissionis, dan delik commisionis per Omnissionis Commissa

Delik commisionis adalah delik berupa pelanggaran terhadap larangan, misalnya berbuat sesuatu yang dilarang, pencurian, penggelapan, dan penipuan.

Delik ommissionis adalah delik berupa pelanggaran terhadap perintah, yaitu tidak melakukan sesuatu yang diperintahkan/ diharuskan. Misalnya tidak menghadap sebagai saksi di pengadilan (Pasal 522 KUHP), tidak menolong orang yang memerlukan pertolongan (Pasal 531 KUHP). Delik commisionis per omnissionis commissa adalah delik yang berupa pelanggaran larangan, tetapi dapat dilakukan dengan cara tidak berbuat, misalnya seorang ibu yang membunuh anaknya dengan tidak menyusui (Pasal KUHP)

d. Delik dolus dan Delik Culpa

Dolus dapat diartikan kesengajaan. Artinya delik dolus diperlukan adanya unsur kesengajaan. Misalkan, dalam Pasal 338 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yakni dengan sengaja menyebabkan matinya orang lain. Contoh dari delik-delik dolus di dalam KUHP adalah: Pasal 354 yaitu dengan sengaja melukai orang lain, Pasal 231 yaitu dengan sengaja mengeluarkan barang-

(44)

27

barang yang disita, atau, Pasal 232 ayat (2) yaitu dengan sengaja merusak segel dalam penyitaan, atau Pasal 187 yaitu dengan sengaja menimbulkan kebakaran.

Sedangkan Culpa dapat diartikan kealpaan, adalah seseorang dapat dipidana bila kesalahannya itu berbentuk kealpaan, misalnya, menurut Pasal 359 KUHP yaitu dapat dipidana seseorang yang menyebabkan matinya orang lain karena kealpaan. Contoh lain delik-delik culpa dalam KUHP adalah Pasal 189 yaitu karena kealpaan menyebabkan kebakaran, Pasal 360 yaitu karena kealpaan menyebabkan orang lain mendapatkan luka-luka berat, Pasal 232 yaitu karena kealpaannya menimbulkan rusaknya segel dalam penyitaan Pasal 231 ayat (4) yaitu kealpaannya menyebabkan dikeluarkannya barang-barang dari sitaan.

e. Delik tunggal dan delik ganda

Delik Tunggal adalah delik yang cukup dilakukan dengan satu kali perbuatan.

Artinya delik ini dianggap telah terjadi dengan hanya dilakukan sekali perbuatan. Misalnya Pasal 187, Pasal 197.

Delik Ganda adalah delik yang untuk kualifikasinya baru terjadi apabila dilakukan beberapa kali perbuatan. Misalnya: Untuk dapat dikualifikasikan sebagai tindak pidana / delik dalam Pasal 481 KUHP, maka penadahan itu harus terjadi dalam beberapa kali. Apabila hanya satu kali terjadi, maka masuk kualifikasi Pasal 480 KUHP (Penadahan biasa).

f. Delik yang berlangsung terus dan Delik yang tidak berlangsung terus

Delik yang berlangsung terus adalah tindak pidana yang mempunyai ciri, bahwa keadaan / perbuatan yang terlarang itu berlangsung terus. Dengan demikian

(45)

28

tindak pidananya berlangsung terus menerus. Misalnya: Tindak pidana yang diatur dalam Pasal 333 KUHP yaitu tindak pidana merampas kemerdekaan orang. Dalam tindak pidana ini, selama orang yang dirampas kemerdekaannya itu belum dilepas (misalnya disekap didalam kamar), maka selama itu pula tindak pidana itu masih berlangsung.

Delik yang tidak berlangsung terus adalah yang mempunyai ciri, bahwa keadaan / perbuatan yang terlarang itu tidak berlangsung terus. Jenis tindak pidana ini akan selesai setelah denmgan telah dilakukannya perbuatan yang dilarang atau telah timbulnya akibat. Misalnya: Tindak pidana pencurian, pembunuhan penganiayaan dan sebagainya.

g. Delik Aduan dan Bukan Delik Aduan

Delik aduan adalah delik yang penuntutannya hanya dilakukan bila ada pengaduan dari Pihak ang terkena. Misalnya: Penghinaan (Pasal 310 jo. 319 KUHP), Perzinahan (Pasal 284 KUHP). Delik aduan dibedakan menjadi 2 macam yaitu :

1) Delik aduan absolut, yaitu delik yang hanya dapat dituntut atas dasar pengaduan (memang benar-benar delik aduan). Contoh Pasal 284 KUHP 2) Delik aduan relatif, yaitu delik yang merupakan delik biasa, tetapi ada

hubungan istimewa (keluarga) antara pembuat dan korban, lalu berubah menjadi delik aduan Contoh Pasal 367 Delik bukan aduan adalah tindak pidana yang tidak KUHP mempersyaratkan adanya pengaduan untuk penuntutannya. Misalnya Pasal 338 KUHP.

h. Delik sederhana dan delik yang ada pemberatannya

Delik sederhana adalah bentuk tindak pidana yang paling sederhana, tanpa adanya unsure yang bersifat memberatkan. Delik yang ada pemberatannya yaitu

(46)

29

tidak pidana dalam bentuk pokok yang ditambah denganadanya unsur pemberatan, sehingga ancaman pidananya menjadi lebih berat.

i. Delik ekonomi dan bukan delik ekonomi

Delik ekonomi adalah dengan moral di bidang ekonomi, dan merugikan kehidupan Perbuatan tersebut bertentangan ekonomi yang merusak sistem ekonomi suatu masyarakat, sudah tentu berdampak secara individual kepada anggota masyarakat menderita kerugian. Delik ekonomi diatur dalam KUHP misalnya Pasal 202 KUHP, Pasal 204 KUHP dan lebih rincinya lagi delik ekonomi diatur dalam Undang-Undang No. 7 drt 1955 yang secara khusus mengatur tentang Tindak Pidana Ekonomi.

j. Kejahatan Ringan

Mengenai tindak pidana ringan, dalam Pasal 205 ayat (1) KUHAP, dikatakan bahwa yang diperiksa menurut acara pemeriksaan tindak pidana ringan ialah perkara yang diancam dengan pidana penjara atau kurungan paling lama 3 bulan dan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 7.500,- dan penghinaan ringan kecuali yang ditentukan dalam paragraf 2 bagian ini. KUHAP hanya melanjutkan pembagian perkara/ pemeriksaan yang sudah dikenal sebelumnya dalam HIR.

Ini tampak pula dari sudut penempatannya, yaitu Tindak Pidana Ringan dimasukkan ke dalam Acara Pemeriksaan Cepat, bersama-sama dengan perkara pelanggaran lalu lintas jalan. Hal ini dapat dimengerti karena Tindak Pidana Ringan pada umumnya adalah tindak pidana (delik) pelanggaran yang dalam KUHPidana ditempatkan pada Buku III. Dengan kata lain, hakikat Tindak Pidana Ringan adalah tindak-tindak pidana yang bersifat ringan atau tidak

(47)

30

berbahaya. Sedangkan hakikat pengaduan acara pemeriksaan tindak pidana ringan agar perkara dapat diperiksa dengan prosedur yang lebih sederhana.

3. Pengertian Penggelapan

Pengertian yang terdapat pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), penggelapan memiliki definisi sebagai proses, cara dan perbuatan menyelewengkan serta menggunakan barang secara tidak sah. Istilah penggelapan sebagaimana yang lazim dipergunakan orang untuk menyebut jenis kejahatan yang di dalam buku II Bab XXIV Kitab Undang-Undang Hukum Pidana itu adalah suatu terjemahan dari perkataan verduistering dalam bahasa Belanda. Delik yang berkualifikasi atau yang bernama penggelapan ini diatur dalam Pasal 372.

Unsur-unsur Pasal 372 KUHP : a. Barang siapa

b. Dengan sengaja

c. Melawan hukum mengaku sebagai milik sendiri barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain

d. Yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan

Banyak unsur-unsur yang menyeruapi delik pencurian, hanya saja beradanya barang yang dimaksud untuk dimiliki (zich toeegenen) itu di tangan pelaku penggelapan bukanlah karena seperti halnya pencurian. Pengertian pemilikan juga seperti di dalam pencurian.48

48 Tongat, Hukum Pidana Materiil, Malang. UMM Press, 2006, hlm. 57.

(48)

31

Pengelapan diatur dalam Bab XXIV (Buku II) KUHPidana mulai dari Pasal 372 sampai dengan 377. Pengertian Yuridis pengelapan itu sendiri diatur dalam Pasal 372 KUHPidana. Tindak pidana penggelapan dikategorikan sebagai berikut:49 1. Pasal 372 KUHPidana tentang penggelapan biasa

Penggelapan biasa adalah penggelapan sebagaimana diatur dalam Pasal 372 KUHP: “Barangsiapa dengan sengaja dan melawan hukum mengaku sebagai miliknya (zich toeegenen), sesuatu yang seluruhnya atau sebagian dimiliki oleh orang lain, tetapi yang berada di bawahnya kontrol bukan karena kejahatan, diancam dengan penggelapan dengan hukuman penjara maksimal empat tahun”.

2. Pasal 373 KUHPidana tentang penggelapan ringan

Pengelapan ringan adalah penggelapan yang apabila yang digelapkan bukan temak dan harganya tidak mencapai atau tidak lebih dari Rp.25. (Pasal 373 KUHP)

3. Pasal 374 dan Pasal 375 KUHPidana tentang penggelapan dengan pemberatan Pada Pasal 374 KUHP, penggelapan dengan pemberatan yakni penggelapan yang dilakukan oleh orang yang memperoleh suatu objek itu berhubungan dengan pekerjaannya atau jabatannya atau karena seseorang tersebut memperoleh keuntungan tertentu.

4. Pasal 376 KUHP tentang penggelapan dalam keluarga

Pada Pasal 376 KUHP, penggelapan dalam lingkungan keluarga yakni tindak pidana penipuan yang dapat diberikan contoh seperti seseorang yang terpaksa

49 P.A.F. Lamintang dan Theo Lamintang, Kejahatan Terhadap Harta Kekayaan, Bandung. Sinar Grafika, 2013, hlm. 111.

(49)

32

diberikan sesuatu untuk dititipkan oleh pengampu, wali, pelaksana atau pengurus surat berharga, surat wasiat, pengurus yayasan atau lembaga sosial, terhadap sesuatu objek yang dimilikinya. 50

Tindak pidana penggelapan merupakan perbuatan yang melawan hukum dan pelakunya dapat diancam dengan hukuman pidana. Tindak pidana penggelapan menurut Pasal 372 KUHPidana adalah: “Barangsiapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang adadalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak Sembilan ratus rupiah.”

D. Karyawan

1. Pengertian Karyawan

Setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/

jasa, baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat dapat meliputi setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain atau setiap orang yang bekerja sendiri dengan tidak menerima upah atau imbalan. Tenaga kerja meliputi pegawai negeri, pekerja formal, dan orang yang belum bekerja atau pengangguran. Dengan kata lain, pengertian tenaga kerja lebih luas dari pada pekerja/buruh.51 Tenaga kerja itu sendiri mencakup buruh, pegawai negeri baik sipil maupun swasta, karyawan.

50 Moeljatno, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Bumi Aksara.

51 Asri Wijayanti. Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi. Jakarta. Sinar Grafika. 2009, hlm. 1.

(50)

33

Karyawan Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 disebut juga dengan pekerja/buruh. Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Tersirat unsur-unsur yang ada dalam pengertian pekerja/buruh adalah : (1) bekerja pada orang lain, (2) di bawah perintah orang lain, (3) mendapat upah.52 Buruh (pekerja) atau mantan buruh (pekerja) tampil sebagai subjek hukum dalam kedudukannya sebagai pribadi kodrati, artinya ia tampil sebagai buruh (pekerja) atau mantan buruh (pekerja) karena ia adalah manusia yang berbeda dengan kuda atau kerbau yang juga bekerja menarik pedati atau bajak sawah. Di sini kerbau atau kuda tidak dapat disebut buruh, karena kuda atau kerbau bukanlah manusia. Sedangkan buruh (pekerja) atau mantan buruh (pekerja) adalah manusia yang bekerja pada orang lain untuk mendapatkan upah. 53

Karyawan yang telah memberikan tenaga maupun pikirannya dalam melaksanakan tugas ataupu pekerjaan, baik itu organisasi pemerintah maupun organisasi swasta akan mendapat imbalan sebagai balas jasa atas pekerjaan yang telah dikerjakan.

Keberadaan karyawan menjadi penting dalam menjalankan roda perusahaan.

Seorang Karyawan biasanya dipekerjakan untuk mengisi posisi/jabatan tertentu dalam suatu perusahaan, mulai dari staff biasa hingga direksi semua berstatus karyawan menurut hukum. Dalam mengemban tugas dan wewenang yang diberikan oleh karena jabatannya seorang karyawan diwajibkan dapat bertanggungjawab atas setiap perbuatan yang ia lakukan untuk itu. Semakin tinggi jabatan seseorang maka semakin besar pula tugas dan tanggungjawab yang ia emban, kondisi yang demikian dapat meningkatkan intensitas kemungkinan kesalahan kerja pada diri

52 Endah Pujiastuti, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan. Semarang. University Press, 2015, hlm. 13

53 Abdullah Sulaiman, Hukum Ketenagakerjaan /Perburuhan, Yayasan Pendidikan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia, Jakarta, 2019, hlm. 7.

Referensi

Dokumen terkait

This course will cover the basic concepts of semiotics including the nature of signs, models of signs, the signification process, typology of signs, value

Hasil penelitian diperoleh bahwa pemberian fermentasi sludge biogas dengan berbagai urin ternak memberikan hasil yang nyata terhadap produksi berat segar, produksi

5 Tahun 2010 menyebutkan bahwa infrastruktur merupakan salah satu prioritas pembangunan nasional untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan sosial yang berkeadilan

Kartini adalah satu-satunya perempuan pribumi yang ada disana, teman perempuan Kartini hanya anak-anak menir Belanda, jadi tak heran bahwa kartini

Pada BPR Syariah Artha Amanah Ummat pembiayaan multijasa menggunakan akad ijarah dan akad wakalah dimana lembaga keuangan syariah dapat memperoleh imbalan jasa

Di sisi lain, pasar saham dan obligasi global sudah bergerak cukup tinggi karena dorongan sentimen likuiditas / stimulus yang digencarkan berbagai negara

Gulma spesies tertentu secara ekologis dapat tumbuh dengan baik pada daerah budidaya dengan jenis tanaman tertentu dan mendominasi daerah pertanaman

Siti Rahayu Hassan, Mohammad Syuhaimi Ab-Rahman, Aswir Premadi and Kasmiran Jumari. The Development of Heart Rate Variability Analysis Software for Detection of Individual