• Tidak ada hasil yang ditemukan

SINTESIS DAN KARAKTERISASI KOMPLEKS NIKEL(II) DENGAN DIFENILAMIN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "SINTESIS DAN KARAKTERISASI KOMPLEKS NIKEL(II) DENGAN DIFENILAMIN"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

SINTESIS DAN KARAKTERISASI

KOMPLEKS NIKEL(II) DENGAN DIFENILAMIN

Disusun oleh :

FITA NURDIYAH

M 0306033

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi sebagian

persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Sains Kimia

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

Juli, 2011

(2)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

HALAMAN PENGESAHAN

Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Sebelas Maret telah mengesahkan skripsi mahasiswa:

Fita Nurdiyah NIM M0306033, dengan judul ”Sintesis dan Karakterisasi

Kompleks Nikel(II) dengan Difenilamin”

Skripsi ini dibimbing oleh :

Pembimbing

Prof. Drs. Sentot Budi Rahardjo, Ph.D.

NIP. 19560507 198601 1001

Dipertahankan di depan Tim Penguji Skripsi pada:

Hari : Senin

Tanggal : 4 Juli 2011

Anggota tim Penguji :

1. Dr. Sayekti Wahyuningsih, M.Si 1. ... NIP. 19711211 199702 2001

2. Dr. Eddy Heraldy, M.Si 2. ... NIP. 19640305 200003 1002

Ketua Jurusan Kimia

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta

Dr. Eddy Heraldy, M.Si NIP. 19640305 200003 1002

(3)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul

“SINTESIS DAN KARAKTERISASI KOMPLEKS NIKEL(II) DENGAN

DIFENILAMIN” adalah benar-benar hasil penelitian sendiri dan tidak terdapat

karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu

perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat kerja atau

pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara

tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, Juli 2011

FITA NURDIYAH

(4)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

SINTESIS DAN KARAKTERISASI KOMPLEKS NIKEL(II) DENGAN

DIFENILAMIN

FITA NURDIYAH

Jurusan Kimia. Fakultas MIPA. Universitas Sebelas Maret

ABSTRAK

Penelitian tentang kompleks nikel(II) dengan difenilamin bertujuan untuk mengetahui cara sintesis, formula dan karakteristik kompleks yang terbentuk. Kompleks nikel(II) dengan difenilamin telah disintesis dengan perbandingan mol logam dan mol ligan 1 : 6 dalam metanol. Terbentuknya kompleks dapat ditandai dengan adanya pergeseran panjang gelombang maksimum kompleks ke arah yang lebih kecil dari panjang gelombang ion logamnya. Formula kompleks yang diperkirakan dari analisis kadar Ni dalam kompleks dengan Spektroskopi Serapan Atom (SSA) adalah [Ni(difenilamin)4(NO3)2.6H2O]. Pengukuran daya hantar

listrik (DHL) dengan konduktivitimeter menunjukkan perbandingan muatan kation : anion adalah 1:1, hal ini menunjukkan bahwa NO3- ada yang terkoordinasi

pada ion pusat Ni2+ dan juga berkedudukan sebagai anion, sehingga formula kompleks yang mungkin yaitu [Ni(difenilamin)4(NO3)(H2O)](NO3).5H2O.

Data spektra Infra Merah (IR) menunjukkan adanya pergeseran serapan gugus NH sekunder yang mengindikasikan gugus fungsi tersebut terkoordinasi pada ion pusat Ni2+ secara monodentat. Pengukuran momen magnet dengan Magnetic Susceptibility Balance (MSB) menunjukkan bahwa kompleks bersifat paramagnetik dengan µeff = 2,99 ± 0,05 BM. Spektra Ultra Violet-Visibel

(UV-Kata kunci : Sintesis, Karakterisasi, Kompleks Ni(II), Difenilamin.

(5)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

SYNTHESIS AND CHARACTERIZATION OF NICKEL(II) COMPLEX

WITH DIPHENYLAMINE

FITA NURDIYAH

Departement of Mathematic and Natural Science Faculty. Sebelas Maret University

ABSTRACT

The purposes of this research are to know the synthesis, formula and characteristic of complex of nickel(II) with diphenylamine. Complex of nickel(II) with diphenylamine (dpa) has been synthesized in 1 : 6 mole ratio of metal to ligan in methanol. The forming of complex was indicated by the shifting of maximum wavelength to the shorter wavelength than metal ion. The formula of complex which was predicted from analysis of % Ni in the complex by Atomic Absorption Spectroscopy (AAS) was [Ni(diphenylamine)4(NO3)2.6H2O]. Charge monodentately. Magnetic susceptibility measurement showed that this complex was paramagnetic with µeff = 2,99 ± 0,05 BM. The UV-Vis spectra showed two

absorptions band at 396,00 nm (25.252,53 cm-1) and 724,50 nm (13.802,62 cm-1). This peak indicated that the complex was octahedral structure with transitions

( )

P

Keywords : Synthesis, Characterization, Nickel(II) Complex, Diphenylamine.

(6)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

MOTTO

Tetapi boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu padahal itu baik bagimu,

dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu padahal itu tidak baik bagimu. Allah

mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.

(Al-Baqarah : 216)

Dan Dia memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya. Dan

barang siapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan

(keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan-Nya. Sungguh,

Allah telah mengadakan ketentuan bagi setiap sesuatu.

(At-Talaq : 3)

Nun jauh disana di dekat sinar sang surya terletak impian-impianku yang

tertinggi. Barangkali aku tak kan meraihnya tetapi aku bisa mendongak dan

melihat keindahan mereka, mempercayai mereka dan mencoba mengikuti

mereka.

(Louisa May Alcott)

Tekanan akan membuat anda selalu terjaga, tekanan akan membuat anda

selalu merasa harus belajar dan tekanan akan selalu membuat anda

berusaha menggali kemampuan anda sampai ke batas maksimal.

(B20P)

Tidakkah kau renungkan bahwa segala intrik yang terjadi dalam hidup

hingga memaksa meneteskan air mata adalah tanda

ketika Tuhan jatuh cinta?

(Wahyu Sujani)

(7)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

PERSEMBAHAN

Karya sederhana ini penulis persembahkan untuk :

v Allah S.W.T Rabb penguasa alam semesta yang telah memberikan limpahan nikmat yang luar biasa..

v Ibu dan Bapak yang senantiasa mencurahkan doa, semangat dan kepercayaan, ibu dan bapak juara 1

seluruh dunia..

v Iput, adik tersayang, terimakasih untuk pengertiannya..

v Sahabat-sahabat tercinta FC club, terimakasih untuk persahabatan yang indah ini..

v Semua orang yang telah memberikan inspirasi dan semangat yang luar biasa..

(8)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT atas segala limpahan nikmat dan

karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul

“SINTESIS DAN KARAKTERISASI KOMPLEKS NIKEL(II) DENGAN

DIFENILAMIN” guna memenuhi sebagian persyaratan untuk mendapatkan gelar

Sarjana Sains di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Sebelas Maret Surakarta.

Skripsi ini tidak akan selesai tanpa adanya bantuan dari banyak pihak.

Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Ir. Ari Handono Ramelan, MSc., Ph.D. selaku Dekan FMIPA

UNS.

2. Bapak Dr. Eddy Heraldy, M.Si. selaku Ketua Jurusan Kimia.

3. Bapak Prof. Drs. Sentot Budi Rahardjo, Ph.D. selaku Pembimbing

Skripsi.

4. Bapak Drs. Mudjijono, Ph.D. selaku Pembimbing akademik.

5. Bapak I.F. Nurcahyo, M.Si. selaku Ketua Laboratorium Kimia Dasar

FMIPA UNS.

6. Bapak Dr. rer. nat. Atmanto Heru Wibowo, M.Si. selaku Ketua Sub

Laboratorium Kimia Laboratorioum Pusat FMIPA UNS.

7. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret atas semua ilmu yang

berguna dalam penyusunan skripsi ini serta karyawan Jurusan Kimia

FMIPA UNS.

8. Staf Laboratorium Kimia Dasar FMIPA UNS : Mbak Nanik dan Mas

Anang.

9. Staf dan operator Sub Laboratorium Kimia Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

10. Teman sepenelitian, Endah dan Syafi’i, terima kasih untuk

kesabarannya.

(9)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11. Teman-teman 2006 serta adik-adik angkatan 2007-2009 yang selalu

membantu.

Semoga Allah SWT berkenan memberikan balasan yang lebih baik atas

pengorbanan yang diberikan. Amin.

Penulis menyadari bahwa banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini.

Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan sangat membantu penulis

dalam memperbaikinya. Semoga karya kecil ini dapat memberikan manfaat bagi

perkembangan ilmu pengetahuan.

Surakarta, Juli 2011

Fita Nurdiyah

(10)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN... iii

ABSTRAK... iv

ABSTRACT... v

MOTTO... vi

PERSEMBAHAN... vii

KATA PENGANTAR... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 6

1. Identifikasi Masalah ... 6

2. Batasan Masalah ... 6

3. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II LANDASAN TEORI ... 8

A. Tinjauan Pustaka ... 8

1. Sintesis Kompleks ... 8

2. Senyawa Kompleks Nikel(II)... 9

3. Teori Pembentukan Kompleks Ni(II)... 11

a. Teori Ikatan Valensi... 11

b. Teori Medan Kristal... 14

c. Teori Orbital Molekul... 19

4. Sifat Magnetik ... 21

(11)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5. Daya Hantar Listrik ... 23

6. Spektroskopi Serapan Atom (SSA) ... 24

7. Spektroskopi Infra Merah ... 26

8. Difenilamin ... 28

B. Kerangka Pemikiran ... 29

C. Hipotesis ... 31

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 32

A. Metode Penelitian ... 32

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 32

C. Alat dan Bahan ... 32

1. Alat ... 32

2. Bahan ... 33

D. Prosedur Penelitian ... 33

1. Sintesis Kompleks Ni(II) dengan Difenilamin... 33

2. Penentuan Kadar Nikel... 33

3. Pengukuran Daya Hantar Listrik ... 34

4. Pengukuran Momen Magnet ... 34

5. Pengukuran Spektrum Infra Merah ... 34

6. Pengukuran Spektrum Elektronik... 34

E. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data ... 35

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 36

A. Sintesis Kompleks Nikel(II) dengan Difenilamin ... 36

B. Penentuan Formula Kompleks... 37

1. Pengukuran Kadar Nikel dalam Kompleks ... 37

2. Pengukuran Daya Hantar Listrik... 37

C. Karakteristik Kompleks... 38

1. Sifat Kemagnetan... 38

2. Spektrum Infra Merah... 39

3. Spektrum Elektronik... 42

D. Perkiraan Struktur Kompleks Ni(II)-difenilamin ... 43

(12)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

BAB V PENUTUP... 45

A. Kesimpulan... 45

B. Saran... 45

DAFTAR PUSTAKA ... 46

LAMPIRAN... 50

(13)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Orbital Hibridisasi beberapa Konfigurasi Geometri... 13

Tabel 2. Faktor Koreksi Diamagnetik untuk Beberapa Kation,

Anion, Atom Netral dan Molekul (10-6cgs)…... 22

Tabel 3. Kadar Nikel dalam Kompleks Nikel(II) dengan

Difenilamin dengan Berbagai Komposisi secara

Teoritis... 37

Tabel 4. Daya Hantar Listrik Larutan Standar dan Kompleks

dalam Metanol... 38

Tabel 5. Serapan Gugus Fungsi Ligan Difenilamin dan Kompleks

Ni(II)-difenilamin... 39

Tabel 6. Serapan Gugus (>N-H) sekunder dari beberapa senyawa

kompleks... 41

Tabel 7. Panjang Gelombang Maksimum (λmaks), Absorbansi (A)

dan Absorptivitas Molar (ε) Ni(NO3)2.6H2O... 42

(14)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Struktur kompleks [Ni(L1)] ... 2

Gambar 2. Struktur kompleks [Ni(L2)(H2O)2Cl2] ... 3

Gambar 3. Struktur kompleks [Ni(L3)2] ... 3

Gambar 4. Struktur kompleks [Ru(L4)(CO)2Cl]PF6 ... 4

Gambar 5. Struktur difenilamin ... 5

Gambar 6. Struktur kompleks [Ni(L5)NO3]NO3 ... 5

Gambar 7. Struktur senyawa kompleks Ni(II) dengan ligan 2-aminopyrimidin dan potassium thiocyanate ... 10

Gambar 8. Struktur senyawa kompleks Ni(L6)2 ... 10

Gambar 9. Struktur senyawa kompleks Ni(L7)2 ... 11

Gambar 10. Ikatan Koordinasi pada kompleks Ni(II) dengan ligan 2-aminopyrimidin dan potassium thiocyanate... 12

Gambar 11. Ikatan Koordinasi pada kompleks Ni(II) dengan ligan salicylaldehydeprophanesulfonylhydrazone... 13

Gambar 12. Orbital d dan Susunannya dalam Ruang ……….. 14

Gambar 13. Diagram Pemisahan Orbital d dalam Medan Oktahedral ... 15

Gambar 14. Diagram Pemisahan Orbital d dan Bidang Kubik Medan Tetrahedral ... 16

Gambar 15. Diagram Orgel dan Spektrum Transisi Elektronik untuk Ion d8... 17

Gambar 16. Spektrum Elektronik (a) [Ni(H2O)6]2+ dan (b) [Ni(NH3)6]2+... 18

Gambar 17. Diagram Tingkat Energi Orbital Molekul Kompleks Oktahedral ... 20

Gambar 18. Diagram Tingkat Energi Orbital Molekul Kompleks Tetrahedral ... 21

Gambar 19. Vibrasi Ulur : (a) Simetri, (b) Asimetri.

Vibrasi Tekuk : (c) Guntingan, (d) Goyangan, (e) Kibasan

(15)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

dan (f) Pelintiran ... 26

Gambar 20. Kemungkinan Ikatan koordinasi antara Ni2+ dengan

Difenilamin ………... 29

Gambar 21. Struktur Ligan Tetrazole ... 30

Gambar 22. Spektrum Elektronik kompleks Ni(H2O)62+ dalam metanol (a)

dan spektrum elektronik kompleks Ni(II)-difenilamin dalam

metanol (b) ...……... 33

Gambar 23. Spektrum Infra Merah ligan Difenilamin ... 39

Gambar 24. Spektrum Infra Merah Kompleks Ni(II)-difenilamin ... 40

Gambar 25. Perkiraan Struktur

[Ni(difenilamin)4(NO3)(H2O)](NO3).5H2O ... 44

(16)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Tahapan Sintesis Kompleks Ni(II) dengan

Difenilamin ... 50

Lampiran 2. Perhitungan Rendemen Hasil Sintesis Kompleks... 51

Lampiran 3. Pengukuran Kadar Nikel dalam Kompleks dengan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA)... 52

Lampiran 4. Pengukuran Daya Hantar Listrik dengan Konduktivitimeter... 54

Lampiran 5. Penentuan Momen Magnet Efektif... 55

Lampiran 6. Perhitungan Nilai Absorptivitas Molar dan Energi Pembelahan Kompleks... 57

Gambar 1. Diagram Tahapan Sintesis Senyawa Kompleks... 50

Gambar 2. Kurva Larutan Standar Ni(II)... 52

Tabel 1. Konsentrasi Nikel dalam Larutan Sampel... 53

Tabel 2. Daya Hantar Listrik Larutan Standar dan Sampel Kompleks dalam Metanol ... 54

Tabel 3. Hasil Pengukuran Kerentanan Magnetik... 55

Tabel 4. Harga µeff pada Beberapa Harga χg dari Sampel Kompleks Ni(II)-difenilamin... 56

Tabel 5. Harga Absorptivitas Molar Formula Kompleks Ni(II)-difenilamin ... 57

Tabel 6. Harga 10 Dq Ni(NO3)2.6H2O dan Ni(II)-difenilamin …. 58

(17)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Senyawa kompleks didefinisikan sebagai senyawa yang terdiri dari ion

logam yang dikelilingi oleh molekul-molekul atau ion-ion yang disebut ligan. Ion

pusat pada umumnya merupakan ion-ion logam transisi yang memiliki orbital d

atau f yang terisi sebagian atau belum terisi penuh. Sedangkan ligan merupakan

molekul-molekul atau ion-ion yang memiliki pasangan elektron bebas atau donor

elektron (Cotton and Wilkinson, 1995). Sejumlah senyawa kompleks terjadi dan

terdapat secara alamiah dalam sistem biologi. Proses pengikatan oksigen oleh Fe

menjadi senyawa kompleks dalam tubuh merupakan salah satu contoh aplikasi

senyawa kompleks. Studi pembentukan kompleks menjadi hal yang menarik

untuk dipelajari karena kompleks yang terbentuk dimungkinkan memberi banyak

manfaat, misalnya untuk ekstraksi, sebagai katalis, dan penanganan keracunan

logam berat.

Peningkatan penggunaan logam berat dan hasil buangan yang

mengandung logam berat dalam berbagai macam kegiatan industri telah

menyebabkan keberadaan cemaran logam berat meningkat. Salah satu cemaran

logam berat yang banyak ditemukan yaitu nikel (Oboh et. al., 2009). Untuk itu

perlu dilakukan berbagai macam upaya penanganan maupun pengelolaan agar

cemaran logam berat dapat berkurang. Upaya yang dilakukan antara lain dengan

pengompleksan logam nikel dengan menggunakan senyawa tertentu. Asam sitrat,

asam nitril asetat (NTA), dan EDTA merupakan beberapa senyawa yang dapat

digunakan untuk pengompleksan logam berat (Zeng et. al., 2005). Seperti pada

pengompleksan nikel dengan Bis-(pentan-2,4-dione)propan-1,2-di-imine (Lecourt

et. al., 1999).

Nikel merupakan salah satu logam transisi deret pertama yang terletak

pada periode empat dan golongan VIIIB, memiliki nomor atom 28 dan massa

atom 58,71 g/mol. Ni merupakan unsur transisi dengan konfigurasi elektron 3d8

(18)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

dan banyak berada sebagai Ni(II) dalam senyawa kompleks. Kompleks Ni(II)

dapat berstruktur oktahedral, bujur sangkar atau tetrahedral. Namun bentuk

kompleks nikel(II) yang paling umum adalah oktahedral dan bujur sangkar

(square planar) (Lee, 1994).

Kompleks [Ni(L1)] (L1 = tetrazole), ligan L1 terkoordinasi pada ion Ni2+

melalui gugus (›NH), atom N pada siklik lima dan juga atom N di luar lingkar

(Kang et. al., 2009). Kompleks yang terbentuk bergeometri oktahedral seperti

ditunjukkan oleh Gambar 1.

N

NH N

HN

N N

N N

N

N N

N

Ni2+

Gambar 1. Struktur kompleks [Ni(L1)] (L1 = tetrazole) (Kang et. al., 2009)

Kompleks [Ni(L2)(H2O)2Cl2]; (L2 = desipramine). L2 terkoordinasi pada

Ni(II) melalui atom N dari gugus (›NH) dan atom N dari piridin membentuk

geometri oktahedral, seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 2 (Revanasiddappa et.

al., 2010).

(19)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

N

H N

Ni

2+

Cl OH2

H2O Cl

Gambar 2. Struktur kompleks [Ni(L2)(H2O)2Cl2] (Revanasiddappa et. al., 2010)

Kompleks [Ni(L3)2] (L3 = 4-chlorobenzaldehyde phenylhydrazone) yang

bergeometri square planar seperti ditunjukkan oleh Gambar 3 (Hania, 2009). L3

terkoordinasi pada ion Ni2+ melalui atom N dari gugus (›NH) dan gugus C=N

yang ditunjukkan dengan adanya pergeseran spektra IR gugus (›NH) dari 3430,

3450 dan 3420 cm-1(pada ligan L3) menjadi 3160 cm-1(pada kompleks [Ni(L3)2])

serta gugus C=N dari 1600, 1610 cm-1 (pada ligan L3) menjadi 1580 cm-1 (pada

kompleks [Ni(L3)2]).

N N H

H Cl

N H N

H

Cl

Ni2+

Gambar 3. Struktur kompleks [Ni(L3)2] (L3 = 4-chlorobenzaldehydephenyl

hydrazone) (Hania, 2009)

(20)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Kompleks [Ru(L4)(CO)2Cl]PF6 (L4 = bis(2-pyridylmethyl)amine), dimana

L4 memiliki struktur yang mirip dengan difenilamin (Gibson et. al., 2006). L4

terkoordinasi pada Ru2+ melalui gugus (›NH) dan dua atom N piridin secara

tridentat. Dalam kompleks ini, ion Cl- dan ligan CO juga terkoordinasi pada ion

Ru2+ seperti ditunjukkan oleh gambar 4.

Gambar 4. Struktur kompleks [Ru(L4)(CO)2Cl]PF6 (L4 =

bis(2-pyridylmethyl)amine) (Gibson et. al., 2006)

Dari beberapa contoh senyawa kompleks di atas terlihat bahwa gugus

(›NH) yang terikat pada benzena dan –CH-, gugus (›NH) yang terikat pada

atom C di luar lingkar, gugus (›NH) yang terikat antara gugus Cl-Ph-CH=N-

dan -Ph, terkoordinasi pada ion pusat membentuk kompleks dengan geometri

oktahedral dan square planar. Gugus pengeliling (›NH) dapat memberikan

pengaruh terhadap geometri kompleks, karena itu pengaruh gugus lain yang

mengelilingi gugus (›NH) perlu dipelajari misalnya difenilamin yang

strukturnya ditunjukkan oleh Gambar 5.

(21)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

H

N

Gambar 5. Struktur difenilamin

Difenilamin mengandung gugus –NH- yang dikelilingi oleh gugus fenil,

oleh karena itu gugus –NH- difenilamin berkesempatan terkoordinasi pada ion

Ni2+. Adanya pelarut (metanol) dan anion-anion yang terdapat dalam campuran

ligan dan Ni2+ (NO3-) memungkinkan juga dapat terkoordinasi pada ion Ni2+,

sehingga terbentuk geometri tertentu.

Kompleks [Ni(L5)NO3]NO3 (L5 = 3,3’-thiodipropionic acid bis

(4-amino-5-ethylimino-2,3-dimethyl-1-phenyl-3-pyrazoline), bergeometri oktahedral

(Chandra et. al., 2009). L5 terkoordinasi pada Ni(II) melalui atom N azomethine,

atom sulfur, dan atom N dari gugus NH. Selain itu satu ion NO3- juga

terkoordinasi pada Ni(II) seperti yang ditunjukkan pada gambar 6.

(22)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Dari gambar 6 terlihat bahwa ion NO3- dapat berkedudukan sebagai anion

maupun terkoordinasi pada Ni(II). Adanya ion NO3- yang berkedudukan sebagai

anion maupun yang terkoordinasi pada Ni(II) dapat diamati dari spektrum infra

merah yang menunjukkan serapan pada daerah 1407, 1313, 1075 cm-1 yang

menunjukkan vibrasi stretching dari ion NO3- (Chandra et. al., 2009). Karena itu

pembentukan kompleks antara Ni2+ dengan difenilamin menarik untuk dipelajari.

B. Perumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

a. Sintesis kompleks dapat dilakukan dengan berbagai cara dan kondisi antara

lain mereaksikan ligan dan logam pada pH tertentu, merefluks, mencampur

tanpa pemanasan, atau dengan pemanasan dan pengadukan.

b. Formula kompleks dapat ditentukan berdasarkan analisis unsur C, H, N, O dan

logam.

c. Kedudukan anion dalam kompleks dapat bertindak sebagai ligan atau sisa

asam.

d. Gugus yang terkoordinasi pada logam dapat ditentukan melalui kristalografi

sinar X atau diperkirakan dari data spektrum Infra Merah.

e. Karakterisasi kompleks diperkirakan melalui spektrum infra merah, spektrum

ultraviolet-visible (Uv-Vis) , sifat kemagnetan, atau potensial redoksnya.

2. Batasan Masalah

a. Formula kompleks ditentukan dari pengukuran kadar logam.

b. Kedudukan anion sebagai ligan atau sebagai sisa asam ditentukan dari daya

hantar listrik senyawa kompleksnya.

c. Gugus fungsi ligan yang terkoordinasi pada atom pusat diperkirakan dari

spektra infra merahnya.

d. Karakterisasi kompleks diperkirakan melalui spektrum infra merah, spektrum

ultraviolet-visible (Uv-Vis) , sifat kemagnetan.

(23)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3. Rumusan Masalah

a. Bagaimana sintesis kompleks nikel(II) dengan difenilamin ?

b. Bagaimana formula kompleks nikel(II) dengan difenilamin ?

c. Bagaimana karakteristik kompleks nikel(II) dengan difenilamin ?

d. Bagaimana perkiraan struktur kompleks nikel(II) dengan difenilamin?

C. Tujuan Penelitian

1. Mensintesis senyawa kompleks nikel(II) dengan difenilamin.

2. Mengetahui formula kompleks nikel(II) dengan difenilamin.

3. Mengetahui karakteristik kompleks nikel(II) dengan difenilamin yang meliputi

sifat kemagnetannya, sifat elektroniknya, koordinasi ligan dengan ion pusat.

4. Memperkiraan struktur kompleks nikel(II) dengan difenilamin.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang

sintesis dan karakteristik kompleks Ni(II) dengan Difenilamin, untuk kemudian

dapat diaplikasikan dalam bidang ilmu yang lain.

(24)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Sintesis Kompleks

Sintesis kompleks dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain

merefluks larutan logam dan ligan selama beberapa jam, pencampuran dan

pengadukan larutan dengan pemanasan atau tanpa pemanasan. Pemanasan kadang

dibutuhkan untuk mempercepat reaksi yang terjadi. Cara sintesis kompleks

dengan refluks sebagaimana dalam pembentukan kompleks [NiL2] (L =

N-(Pyridin-2-yl) picolinamide ) (Wang et. al., 2010). Campuran ligan (0.5 mmol)

dan NiBr2 (0.5 mmol) dalam methanol direfluks selama 6 jam kemudian 30 ml

dietil eter ditambahkan untuk mengendapkan kompleks. Kompleks yang

dihasilkan disaring dan dicuci dengan dietil eter kemudian dikeringkan dengan

vakum sehingga dihasilkan serbuk berwarna hijau.

Sintesis kompleks [Ni(Thz)(Qz)] (Qz = quinalizarin, Thz = thiacetazone)

(Shaker et. al., 2010). Larutan logam NiCl2.6H2O ditambahkan secara

bertetes-tetes ke dalam campuran larutan ligan yaitu quinalizarin dalam 12 ml etanol dan

thiacetazone dalam 15 ml etanol. Campuran tersebut kemudian dipanaskan dan

distirer selama 30 menit sehingga dihasilkan kristal. Kristal tersebut kemudian

dicuci dan direkristalisasi dengan campuran air : etanol (1:3), kemudian

dikeringkan pada suhu 60 oC.

Cara sintesis lainnya sebagaimana pada kompleks [Ni3(ppko)6].2H2O

(ppko = anion dari phenyl(2-pyridyl)ketone oxime) (Efthymiou et. al., 2010),

yaitu NaOMe (0.130 g, 2.40 mmol) ditambahkan ke dalam larutan ppkoH (0.238

g, 1.20 mmol) dalam methanol (25 ml). Kemudian NiSO4.6H2O (0.158 g, 0.60

mmol) ditambahkan ke dalam larutan ligan sehingga dihasilkan larutan berwarna

merah dan distirer selama 1 jam pada temperatur kamar. Larutan tersebut

kemudian dipekatkan dengan vakum. Hasil pemekatan dilarutkan kembali dalam

MeCO2Et (15 ml) untuk menghasilkan larutan merah tua, kemudian disaring dan

(25)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ditempatkan dalam labu tertutup hingga diperoleh kristal berwarna merah

kemudian dicuci dengan Et2O (2 x 3 ml) dan dikeringkan.

2. Senyawa Kompleks Nikel

Suatu senyawa kompleks akan terbentuk bila terjadi ikatan kovalen

koordinasi antara suatu atom atau ion logam dengan beberapa molekul netral atau

ion donor elektron. Atom atau ion logam berfungsi sebagai ion pusat sedangkan

molekul netral atau ion donor elektron berfungsi sebagai gugus pengeliling atau

yang lebih dikenal dengan ligan (Day et. al., 1985). Atom pusat biasanya ion – ion

logam transisi yang berfungsi sebagai penerima pasangan elektron bebas dari

ligan. Kemampuan suatu ion logam untuk berikatan dengan sejumlah ligan

dinyatakan oleh bilangan koordinasinya. Ligan yang dapat menyumbangkan lebih

dari satu pasang elektron (mempunyai lebih dari satu atom donor) disebut ligan

polidentat (Cotton et. al., 1988).

Nikel merupakan salah satu logam transisi deret pertama yang terletak

pada periode empat dan golongan VIIIB, memiliki nomor atom 28 dan massa

atom 58,71 g/mol (Huheey and Keiter, 1993). Nikel dalam keadaan nikel(II) lebih

stabil daripada nikel(0), nikel(I), nikel(III) dan nikel(IV). Nikel(I) dan nikel(0)

tidak stabil karena mudah teroksidasi, nikel(III) mudah tereduksi menjadi nikel(II)

dan nikel(IV) jarang ditemukan (Cotton et. al., 1988). Bentuk kompleks nikel(II)

yang paling umum adalah oktahedral dan bujur sangkar (square planar) (Lee,

1994).

Seperti pada sintesis kompleks Ni(II) dengan ligan 2-aminopyrimidin dan

potassium thiocyanate, kompleks yang dihasilkan bergeometri oktahedral dengan

atom N pada cincin pyrimidin, atom N pada thiocyanate, dan atom O dari air

terkoordinasi pada Ni (II) (Tabatabaee and Saheli, 2010) seperti ditunjukkan pada

Gambar 7.

(26)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Gambar 7. Struktur senyawa kompleks Ni(II) dengan ligan 2-aminopyrimidin dan

potassium thiocyanate, yang bergeometri oktahedral (Tabatabaee and

Saheli, 2010).

Kompleks Ni(L6)2 (L6 = 2-((2-Hydroxyethylimino)methyl)quinolin-8-ol)

yang disintesis dari logam Ni(II) dan ligan L5 bergeometri oktahedral terdistorsi.

Seperti yang ditunjukkan pada gambar 8, atom logam Ni(II) terkoordinasi melalui

atom oksigen pada fenolat, atom nitrogen pada quinolin dan atom nitrogen pada

imin (Santos et. al., 2010).

Gambar 8. Struktur senyawa kompleks Ni(L6)2 (L6 =

2-((2-Hydroxyethylimino)methyl)quinolin-8-ol) (Santos et. al., 2010).

Selain itu juga telah disintesis kompleks Ni(II) dengan ligan L7 (L7 =

(27)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

gambar 9, kompleks yang dihasilkan bergeometri square planar dengan 2 atom N

dan 2 atom O yang terkoordinasi pada Ni(II) (Ozmen and Olgun et. al., 2008).

Gambar 9. Struktur senyawa kompleks Ni(L7)2 (L7 = salicylaldehydeprophane

sulfonylhydrazone) (Ozmen and Olgun et. al., 2008).

3. Teori Pembentukan Kompleks Ni(II)

a. Teori Ikatan Valensi

Berdasarkan teori ini, pembentukan senyawa kompleks melibatkan reaksi

antara asam Lewis (atom pusat) dengan basa-basa Lewis (ligan-ligan) melalui

ikatan kovalen koordinasi (Effendy, 2007). Menurut Pauling, ikatan kovalen

terjadi karena adanya tumpang tindih antara orbital kosong logam dengan orbital

ligan yang berupa molekul atau ion yang mempunyai pasangan elektron bebas

(Day et. al., 1985). Dalam ikatannya dengan ligan-ligan, atom pusat menggunakan

orbital-orbital hibrida yang diperoleh dari proses hibridisasi, yaitu proses

pembentukan orbital-orbital hibrida dengan tingkat energi yang sama melalui

kombinasi linear orbital-orbital atom dengan tingkat energi yang berbeda

(Effendy, 2007).

Kompleks Ni(II) dengan ligan 2-aminopyrimidin dan potassium

thiocyanate (gambar 6) (Tabatabaee and Saheli, 2010), bergeometri oktahedral,

disebabkan 6 orbital kosong dari ion Ni2+ didonasi oleh dua pasang elektron N

(28)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

O dari air yang menempati dua orbital 3d, satu orbital 4s dan tiga orbital 4p, yang

kemudian mengalami hibridisasi d2sp3 seperti ditunjukkan oleh gambar 10.

Ni [Ar]

Ni2+

3d8 4p0 4d0

3d8

[Ni(L)] [Ar]

3d8 4s2 4p6 4d4

Didonasi oleh 2 atom N dari pyrimidin, 2 atom N dari thiocyanate, 2 atom O dari air, hibrida sp3d2= oktahedral

N ..N N.. N.. ..O O..

..

4s2 4s2

[Ar]

Gambar 10. Ikatan Koordinasi pada kompleks Ni(II) dengan ligan

2-aminopyrimidin dan potassium thiocyanate (Tabatabaee and Saheli,

2010).

Kompleks Ni(II) dengan ligan salicylaldehydeprophanesulfonylhydrazone

(gambar 8) (Ozmen and Olgun et. al., 2008) bergeometri square planar,

disebabkan 4 orbital kosong dari ion Ni2+ didonasi oleh dua pasang elektron N dan

dua pasang elektron O yang menempati satu orbital 3d, satu orbital 4s dan dua

orbital 4p, yang kemudian mengalami hibridisasi dsp2 seperti ditunjukkan oleh

gambar 11.

(29)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Gambar 11. Ikatan Koordinasi pada kompleks Ni(II) dengan ligan

salicylaldehydeprophanesulfonylhydrazone (Ozmen and Olgun et.

al., 2008).

Hibridisasi dapat diperkirakan dari bentuk geometri molekul atau senyawa

hasil eksperimen. Geometri hasil hibridisasi beberapa orbital lain ditunjukkan oleh

tabel 1 (Sharpe , 1992). Teori ikatan valensi ini dapat menjelaskan struktur dan

kemagnetan banyak senyawa kompleks, namun memiliki kelemahan yaitu tidak

dapat menerangkan warna kompleks yang dihasilkan dan momen magnet yang

berbeda pada temperatur yang bervariasi (Lee, 1994).

Tabel 1. Orbital Hibridisasi Beberapa Konfigurasi Geometri (Sharpe, 1992)

Bilangan koordinasi

Konfigurasi orbital

Bentuk geometri Ion kompleks

(30)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

b. Teori Medan Kristal

Menurut teori ini, interaksi antara logam atau atom pusat dan ligan dalam

kompleks adalah murni elektrostatik. Logam transisi sebagai atom pusat

diasumsikan sebagai ion positif yang dikelilingi oleh ligan yang bermuatan negatif

atau molekul netral yang mempunyai pasangan elektron bebas (Lee, 1994).

Interaksi ini menimbulkan medan kristal dan menyebabkan naiknya tingkat energi

semua orbital yang dimiliki oleh atom pusat, serta menyebabkan pemisahan

orbital-orbital d dari atom pusat, tetapi tidak menyebabkan pemisahan

orbital-orbital p (Effendy, 2007). Orbital-orbital-orbital d ada lima macam yaitu dxy , dxz ,dyz , dx2

-y2 dan dz2 dengan susunannya dalam ruang ditunjukkan pada gambar 12. Orbital

Gambar 12. Orbital d dan Susunannya dalam Ruang (Huheey et. al., 1993)

1. Pembelahan Orbital d Kompleks Oktahedral

Satu ion sebagai pusat oktahedral dikelilingi oleh enam ligan yang terletak

pada sumbu oktahedral (gambar 10). Orbital d akan mengalami kenaikan energi

karena tolakan dari ligan. Orbital dz2 , dx2-y2, yang berada pada sumbu oktahedral

mengalami tolakan lebih besar daripada orbital dxy , dxz , dyz yang berada diantara

sumbu oktahedral. Hal ini mengakibatkan pemisahan (splitting) orbital d, dimana

orbital dz2 dan dx2-y2 (orbital eg) mengalami kenaikan energi sedangkan orbital dxy

,dxz, dyz (orbital t2g) mengalami penurunan energi (Huheey et. al., 1993).

Perbedaan tingkat energi antara dua kelompok orbital tersebut dinyatakan 10

Dq atau Do yang juga menunjukan kekuatan medan kristal.

Pada kompleks oktahedral, pengisian orbital t2g menurunkan energi

kompleks yang akan membuatnya lebih stabil sebesar -0,4∆0 per elektron.

(31)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Sementara pengisian orbital eg menaikkan energi sebesar 0,6∆0 per elektron. Total

Crystal Field Stabilization Energi (CFSE) atau energi yang terstabilkan oleh

medan kristal adalah

CFSEoctahedral = -0,4n(t2g) + 0,6n(eg)

n(t2g) dan n(eg) berturut – turut adalah jumlah elektron yang mengisi orbital t2g dan

eg. Nilai CFSE konfigurasi d0 dan d10 adalah nol baik di medan ligan kuat maupun

lemah. Nilai konfigurasi d5 juga nol pada medan ligan lemah (Lee, 1994).

Pembelahan orbital pada kompleks oktahedral ditunjukkan oleh gambar 13.

---Gambar 13. Diagram Pemisahan Orbital d dalam Medan Oktahedral (Lee, 1994).

2. Pembelahan Orbital d Kompleks Tetrahedral

Bila keempat ligan mendekati ion pusat secara tetrahedral, maka arah

pendekatan ligan-ligan tersebut tidak searah, baik dengan kelompok orbital t2g

maupun dengan orbital eg. Arah pendekatan ligan menuju ion pusat lebih dekat

kepada orbital t2g (dxy , dxz , dyz) dibanding dengan orbital eg (dz2 dan dx2-y2). Medan

listrik yang terjadi pada pembentukan kompleks tetrahedral menyebabkan

pemisahan orbital pada ion pusat menjadi kelompok orbital t2g yang triplet dengan

energi yang lebih tinggi dan kelompok orbital eg dengan tingkat energi yang lebih

rendah (Huheey et. al., 1993). Diagram pemisahan orbital d dan bidang kubik

medan tetrahedral ditunjukkan pada gambar 14.

(32)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

dx y dx z dy z

dz 2

dx 2

- y 2

t2

e

A

e n e r g i ( te t r a h e d r a l)

z

x

y

Gambar 14. Diagram Pemisahan Orbital d dan Bidang Kubik Medan Tetrahedral (Huheey et. al., 1993)

Kompleks tetrahedral mempunyai energi pemisahan atau medan ligan sebesar 4/9 Δokathedral (Δo) (Yamamoto, 1986). Karena itu pada kompleks

tetrahedral, energi setiap orbital pada eg = -3/5 x 4/9 Δo = -0,27 Δo dan energi

setiap orbital pada t2g = +2/5 x 4/9 Δo = +0,18 Δo (Syarifuddin, 1994).

3. Spektrum Elektronik Kompleks Ni(II)

Pada senyawa kompleks terdapat tiga jenis transisi elektronik dari ion

logam yang memberikan spektrum, yaitu transisi perpindahan muatan (charge

transfer), transisi antara orbital pada ligan, dan transisi d-d. Transisi elektronik

yang terjadi pada kompleks nikel(II) adalah akibat dari pembelahan tingkat energi

pada orbital-orbital d oleh suatu medan ligan. Dalam keadaan ion bebas atau tanpa

adanya medan ligan, tolakan elektrostatis antara elektron-elektron yang tidak

berpasangan menghasilkan tingkat-tingkat energi yang dinyatakan dengan term

symbol 1S, 1D, 1G, 3P dan 3F (Miessler and Tarr, 1991) sebagaimana ditunjukkan

oleh gambar 15.

(33)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Gambar 15. Diagram Orgel dan Spektrum Transisi Elektronik untuk Ion d8 (Lee, 1994)

Keadaan dasar 3F mempunyai dua elektron dengan spin sejajar, tetapi

keadaan 1G, 1D dan 1S mempunyai elektron dengan spin berlawanan. Sehingga

transisi dari keadaan dasar ke keadaan tereksitasi 1G, 1D dan 1S terlarang dan

dapat diabaikan. Keadaan 3F dan 3P merupakan transisi yang diperbolehkan.

Dalam medan oktahedral, keadaan 3P tidak terpecah (splitting) dan ditulis

sebagai 3T1g, sedangkan keadaan 3F terpecah menjadi tiga tingkat, yaitu 3T1g, 3T2g,

dan 3A2g. Tiga transisi yang mungkin adalah dari 3A2g → 3T2g (F), 3A2g → 3T1g

(F), 3A2g → 3T1g (P), transisi ini tampak sebagai tiga puncak pada spektrum

UV-Vis (Lee, 1994). Sebagai contohnya kompleks hijau [Ni(H2O)6]2+ yang

mempunyai spektrum elektronik sekitar 1111 nm (9.000 cm-1), 714 nm (14.000

cm-1) dan 400 nm (25.000 cm-1). Apabila pada kompleks [Ni(H2O)6]2+

ditambahkan ligan NH3 sehingga menjadi kompleks violet [Ni(NH3)6]2+, maka

spektrum elektroniknya menjadi berada di sekitar 1000 nm (10.000 cm-1), 571 nm

(17.500 cm-1) dan 364 nm (27.500 cm-1) (Sharpe, 1992) sebagaimana ditunjukkan

oleh gambar 16.

3

A2g 3

T2g 3

T1g (F) 3

T1g (P)

Medan Ligan Bertambah

3

F

3

P Energi

(34)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

menurut Laporte karena menghasilkan intensitas yang rendah (absorptivitas molar (ε) mencapai 50 L.mol-1.cm-1) yang terjadi pada daerah panjang gelombang 500-600 nm dengan transisi elektroniknya 6A1g → 4T1g (G). Meskipun terlarang, λ = panjang gelombang maksimum (m) NA = bilangan avogadro (6,023.1023 mol-1)

(Szafran, Pie and Singh, 1991)

Transisi yang menghasilkan pita intensitas rendah namun bukan nol tidak

selamanya terlarang. Hal ini disebabkan orbital-orbital yang terlibat sebenarnya

tidak mempunyai sifat 3d murni, artinya ada beberapa vibrasi ligan yang

menyebabkan sedikit bersifat p tercampur dengan orbital-orbital d, sehingga

transisi jenis p«d diperbolehkan dengan ε = 500 L.mol-1.cm-1 (Lee, 1994). log ε

(35)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

c. Teori Orbital Molekul

Teori orbital molekul didasarkan asumsi bahwa pada pembentukan

senyawa kompleks terjadi interaksi kombinasi linear antara orbital-orbital dari

atom pusat dengan orbital-orbital dari ligan membentuk orbital molekul. Interaksi

antara atom pusat dengan ligan-ligan merupakan gabungan dari interaksi

elektrostatis (ionik) dan interaksi kovalen (Effendy, 2007). Sifat ikatan kovalen

pada senyawa kompleks dapat dijelaskan dengan teori orbital molekul.

Pada kompleks oktahedral yang digunakan untuk membentuk orbital

molekul adalah enam orbital logam (sebagai s, px, py, pz, dz2 dan dx2-y2) dan enam

orbital ligan (Sharpe, 1992). Orbital-orbital yang mempunyai energi sama atau

hampir sama dapat mengadakan tumpang tindih membentuk orbital molekul

bonding dan orbital molekul antibonding. Tiga orbital d logam t2g (dxy, dxz, dyz)

merupakan orbital nonbonding, yang tidak terlibat dalam pembentukan ikatan.

Ketiga orbital p membentuk orbital molekul bonding t1u dan orbital molekul

antibonding t1u*. Orbital dx2-y2 dan dz2 membentuk orbital molekul bonding e1g dan

orbital molekul antibonding e1g*. Orbital s membentuk orbital molekul bonding

a1g dan orbital molekul antibonding a1g* (Huheey et. al., 1993). Diagram tingkat

(36)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Gambar 17. Diagram Tingkat Energi Orbital Molekul Kompleks Oktahedral (Effendy, 2007)

Pada kompleks tetrahedral orbital dz2 dan dx2-y2 merupakan orbital

nonbonding yang tidak terlibat pada pembentukan ikatan. Empat orbital ligan

yang simetrinya sama dengan orbital logam akan bertumpang tindih. Setiap

tumpang tindih orbital dapat membentuk orbital molekul bonding dan orbital

molekul nonbonding. Diagram tingkat energi orbital molekul pada kompleks

tetrahedral dapat dilihat pada gambar 18.

(37)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Gambar 18. Diagram Tingkat Energi Orbital Molekul Kompleks Tetrahedral (Effendy, 2007)

4. Sifat Magnetik

Sifat magnetik kompleks dibedakan menjadi dua yaitu sifat paramagnetik

dan diamagnetik. Kompleks dengan medan ligan lemah menghasilkan pemisahan

orbital d (Δ) yang tidak terlalu besar, sehingga setelah elektron memenuhi orbital d energi rendah elektron berikutnya akan mengisi orbital d energi tinggi, sehingga

elektron cenderung tidak berpasangan. Keadaan ini dinamakan spin tinggi.

Kompleks dengan medan ligan kuat menghasilkan pemisahan orbital d yang

cukup besar, sehingga elektron cenderung berpasangan. Keadaan ini dinamakan

spin rendah yang menimbulkan sifat diamagnetik (Lee, 1994).

Adanya elektron yang tidak berpasangan akan menyebabkan sifat

paramagnetik pada senyawa kompleks. Gerakan spin elektron dari orbital d

tersebut menimbulkan momen magnet permanen yang bergerak searah dengan

medan magnet luar dan menghasilkan nilai kerentanan magnet (Jolly, 1991).

Pada pengukuran dengan neraca kerentanan magnetik, diperoleh harga

kerentanan magnetik per gram (Xg), hubungannya dengan kerentanan magnetik

σ

(38)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

molar (XM) ditunjukkan oleh persamaan (2) (Szafran et. al., 1991). Harga XM

dikoreksi terhadap faktor diamagnetik (XL) dari ion logam dan ligan, sehingga

diperoleh harga kerentanan magnetik terkoreksi (XA), yang ditunjukkan oleh

persamaan (3).

XM = Xg x Berat Molekul (dalam g mol-1)...(2)

XA = XM - ∑XL ...(3)

Tabel 2. Faktor Koreksi Diamagnetik untuk Beberapa Kation, Anion, Atom Netral dan Molekul (10-6 cgs) (Huheey et. al., 1993)

No Kation/anion/atom netral/molekul Faktor koreksi (10-6 cgs)

1. Ni2+ -13,00

2. Fe3+ -13,00

3. Cl¯ -23,40

4. NO3¯ -18,90

5. C -6,00

6. H -2,93

7. N (dalam lingkar lima atau enam) -4,61

8. N (amida) -2,11

9. O (aldehid atau keton) -1,73

10. H2O -13,00

Hubungan antara µeff dengan kerentanan magnetik terkoreksi (XA) ditunjukkan

oleh persamaan (4) (Szafran et. al., 1991).

µeff = 2,828 (XA x T)1/2 BM (Bohr Magneton) ...(4)

keterangan : µeff = momen magnet(BM)

T = suhu (K)

Momen magnet logam transisi merupakan paduan dari momen spin dan

orbital, akan tetapi pada kebanyakan senyawa kompleks kontribusi orbital hampir

dapat diabaikan sehingga momen magnet dapat dihitung berdasarkan momen

magnet spin saja, rumus momen magnet yang ditimbulkan oleh spin (spin-only)

ditunjukkan pada persamaan (5).

µs = 2[s(s+1)]1/2 BM (Bohr Magneton) ...(5)

(39)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

keterangan : µs = momen magnet yang ditimbulkan oleh spin elektron

s = total spin elektron = ½ x jumlah elektron tidak berpasangan

Hubungan nilai momen magnet suatu senyawa dengan banyaknya elektron

yang tidak berpasangan dinyatakan dalam persamaan (6) (Jolly, 1991).

µs = [n(n+2)]1/2 BM (Bohr Magneton) ………..……….(6)

keterangan : µs = momen magnetik yang ditimbulkan oleh spin elektron

n = jumlah elektron yang tidak berpasangan

Pada kompleks nikel(II) dengan konfigurasi elektron d8, momen magnet

yang diharapkan untuk dua elektron yang tidak berpasangan pada kompleks

oktahedral 2,8 – 3,2 BM dan tetrahedral 3,4 – 4,2 BM, sedangkan kompleks

square planar bersifat diamagnetik (Agarwal et. al., 2006).

Kompleks [Ni(L5)NO3]NO3 (L5 = 3,3’-thiodipropionic acid

bis(4-amino-5-ethylimino-2,3-dimethyl-1-phenyl-3pyrazoline) yang bergeometri oktahedral

memiliki momen efektif sebesar 2,84 BM (Chandra et. al., 2009). Selain itu,

kompleks oktahedral [Ni(CPHPZ)2(H2O)2], CPHPZ = 4-Carboxaldehyde

phenylhydrazone-1-phenyl-3-methyl-2-pyrazolin-5-one memiliki harga momen

magnet efektif 2.97 BM(Pandya et. al., 2010).

5. Daya Hantar Listrik

Daya hantar listrik adalah ukuran seberapa kuat suatu larutan dapat

menghantarkan arus listrik. Daya hantar listrik larutan elektrolit dapat dinyatakan

sebagai daya hantar listrik molar (molar conductivity) yang didefinisikan sebagai

daya hantar yang ditimbulkan oleh satu mol zat, sesuai persamaan (7)

(Kartohadiprodjo, 1990).

C K

m =

L ...(7)

keterangan : Λm = hantaran molar (S mol-1 cm2)

(40)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

K = daya hantar listrik spesifik larutan elektrolit (S cm-1)

C = konsentrasi elektrolit (mol cm-3)

Apabila daya hantar spesifik larutan merupakan daya hantar yang sudah terkoreksi

(K*) dalam satuan µ S cm-1 maka daya hantar molar larutan elektrolit dapat ditulis

seperti pada persamaan (8).

K* = konduktansi = daya hantar listrik spesifik terkoreksi(µ.S.cm-1)

= K-K pelarut

C = konsentrasi elektrolit (mol.L-1)

Pada kompleks logam transisi, anion dari sisa asam dapat terkoordinasi

pada ion pusat atau tidak terkoordinasi. Dengan membandingkan konduktivitas

molar suatu senyawa dengan senyawa ionik yang diketahui molarnya, dapatlah

diperkirakan jumlah ion (kation atau anion) yang dihasilkan dalam larutan

(Szafran et. al., 1991).

Kompleks [Ni(L)NO3]NO3 (L = 3,3’-thiodipropionic acid bis

(4-amino-5-ethylimino-2,3-dimethyl-1-phenyl-3-pyrazoline), dalam pelarut DMSO memiliki

harga konduktivitas molar sebesar 88 S.mol-1.cm2 (Chandra et. al., 2009). Hal

tersebut mengindikasikan bahwa kompleks bersifat elektrolit dengan satu ion

NO3- terkoordinasi pada Ni(II) dan satu ion No3- yang lain berkedudukan sebagai

anion.

Sedangkan pada kompleks [Ni(Thz)(Qz)] (Qz = quinalizarin, Thz =

thiacetazone), bersifat non elektrolit karena dalam DMSO memiliki daya hantar

listrik yang sangat rendah yaitu sebesar 4,6 S.mol-1.cm2 (Shaker et. al., 2010).

6.Spektroskopi Serapan Atom (SSA)

Spektroskopi Serapan Atom (SSA) merupakan suatu metode analisis kimia

(41)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Hasil perhitungan akan memberikan kadar total unsur logam atau semi logam

dalam sampel dan tidak tergantung pada bentuk molekul logam tersebut dalam

sampel. Hasil ini didasarkan pada pengukuran jumlah radiasi yang diserap oleh

atom-atom saat sejumlah radiasi dilewatkan melalui suatu sistem yang

mengandung atom tersebut.

Prinsip kerja SSA adalah adanya interaksi antara energi (sinar) dan materi

(atom). Ini dapat dilaksanakan dengan menghisap cuplikan melalui selang kapiler

dan menyemprotkan ke dalam nyala api yang memenuhi syarat tertentu sebagai

kabut yang halus (aerosol). Jumlah radiasi yang diserap tergantung pada jumlah

atom-atom bebas yang terlibat dan kemampuan atom itu untuk menyerap radiasi.

Dasar perhitungan pada SSA adalah menggunakan hukum Lambert-Beer yaitu:

A= ε.b.C

Keterangan : A = absorbansi

ε = koefisien absorpsi molar b = tebal kuvet

C = konsentrasi.

Cuplikan harus disiapkan dalam bentuk larutan untuk analisis kuantitatif

dengan menggunakan nyala. Cuplikan ini perlu perlakuan pendahuluan untuk

memperoleh bentuk larutan yang prosedurnya tergantung pada sifat dan jenis

cuplikan yang akan dianalisis. Ada beberapa cara untuk melarutkan cuplikan,

yaitu: (1) cuplikan langsung dilarutkan dalam pelarut yang sesuai, (2) cuplikan

direaksikan dengan asam, atau (3) cuplikan dilebur dulu dengan basa kemudian

hasil leburan dilarutkan dalam asam. Prosedur yang banyak digunakan adalah

dengan melarutkan sampel dengan asam murni seperti HNO3, H2SO4, dan HCl

karena tidak menambah kadar zat padat dalam larutan. Penentuan kadar logam

dari suatu sampel dengan metode SSA, dapat dilakukan dengan cara kurva

kalibrasi maupun penambahan standar (Skoog, et. al., 1998).

(42)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7.Spektroskopi Infra Merah

Atom-atom dalam molekul tidak hanya diam di tempat, melainkan

mengalami getaran (vibrasi) relatif satu sama lain. Apabila getaran atom-atom

tersebut menghasilkan perubahan momen dwikutub, akan terjadi penyerapan

radiasi infra merah pada frekuensi yang sama dengan frekuensi vibrasi alamiah

molekul tersebut (Pudjaatmaka, 1997).

Energi yang diemisikan pada daerah infra merah cukup untuk mengubah

tingkat vibrasi ikatan dalam suatu molekul. Daerah yang paling banyak digunakan

untuk keperluan praktis dalam penentuan struktur senyawa organik adalah 4000–

690 cm-1 (Szafran, et. al., 1991).

Molekul-molekul diatomik memperlihatkan dua jenis vibrasi yaitu ulur

(stretching) dan vibrasi tekuk (bending). Vibrasi ulur ada dua yaitu simetri dan

asimetri. Vibrasi tekuk terdiri dari guntingan (scissoring), kibasan (waging),

pelintiran (twisting) dan goyangan (rocking). Gambar vibrasi tekuk dan ulur

ditunjukkan oleh Gambar 19.

Makin rumit struktur suatu molekul semakin banyak bentuk-bentuk vibrasi

yang mungkin terjadi, akibatnya akan terlihat banyak pita-pita absorbsi yang

diperoleh pada spektrum infra merah. Spektrum infra merah suatu molekul

poliatom sangat rumit untuk dianalisis, setiap absorbsi gugus fungsional suatu

molekul tampak pada daerah yang agak spesifik (Hendayana, dkk., 1994).

(43)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

dihitung berdasarkan hukum Hooke yang ditunjukkan oleh persamaan (9) (Kemp,

1987) :

Dari persamaan (10) terlihat bahwa bilangan gelombang υ berbanding lurus dengan kekuatan ikatan dua atom k. Sebaliknya bilangan gelombang υ berbanding

terbalik dengan massa tereduksi µ, dimana :

2 atom semakin kuat dan panjang ikatan semakin pendek. Pergeseran bilangan

gelombang ke arah yang lebih besar akan menambah kuat ikatan dua atom dalam

satu molekul yang bervibrasi. Pergeseran bilangan gelombang ke arah yang lebih

kecil akan memperlemah ikatan dua atom dalam satu molekul yang bervibrasi.

Gugus fungsi tertentu yang dapat menyerap sinar infra merah antara lain :

1. Nitrogen-hidrogen pada amina

a) Getaran ulur N-H

Amina primer memperlihatkan dua pita serapan lemah, satu di dekat 3500

(44)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

H simetri dan asimetri. Amina sekunder menunjukkan serapan lemah di daerah

3350 - 3310 cm-1.

b) Getaran tekuk N-H

Getaran tekuk N-H amina primer teramati di daerah spektrum 1650 – 1580

cm-1 ( Hartono dan Purba, 1986).

2. Karbon-nitrogen pada rantai siklik

Gugus C=N pada cincin aromatik mempunyai serapan pada daerah

1689-1471 cm-1 ( Hartono dan Purba, 1986).

3. Karbon - karbon pada cincin aromatik

Vibrasi ikatan rangkap C=C aromatik terkonjugasi menunjukkan serapan

pada daerah 1650-1600 cm-1 (Hartono dan Purba, 1986).

Ligan L (L=3,3’-thiodipropionic acid bis

(4-amino-5-ethylimino-2,3-dimethyl-1-phenyl-3-pyrazoline)), terkoordinasi pada Ni(II) membentuk

kompleks [Ni(L)Cl]Cl melalui atom N azomethine, atom sulfur, dan atom N dari

gugus NH, selain itu satu ion NO3- juga terkoordinasi pada Ni(II). Adanya ikatan

koordinasi ini diperlihatkan oleh pergeseran serapan spektrum infra merah dari

kompleksnya dibandingkan dengan ligannya. Spektrum infra merah dari ligan

memperlihatkan serapan pada daerah 1621 cm-1 (n C=N), 1647 cm-1 (n C=O), 1532 cm-1 (d NH), dan 768 cm-1 (n C-S). Sedangkan untuk spektrum infra merah dari kompleks yaitu 1570 cm-1 (n C=N), 1640 cm-1 (n C=O), 1405 cm-1 (d NH), dan 673 cm-1 (n C-S), kemudian juga muncul serapan baru pada 384 cm-1 (n M-N), 1640 cm-1 (n M-S), dan juga serapan ion NO3- pada 1407, 1313, 1075 cm-1.

8. Difenilamin

Difenilamin merupakan senyawa organik, berupa serbuk kristal berwarna

putih, larut dalam pelarut-pelarut organik seperti metanol, etanol. Nama lain dari

difenilamin diantaranya N-Phenyl benzenamine, N-Phenyl Aniline,

Anilinobenzene, (phenylamino)benzene, N,N-diphenylamine, Phenyl

benzenamine. Formula kimia difenilamin adalah C12H11N dengan berat

molekulnya 169,23 g/mol, memiliki titik leleh 53ºC, titik didih 302ºC.

(45)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Difenilamin merupakan turunan dari anilin yang memiliki peranan penting

dalam bidang farmasi. Reaksi antara difenilamin dengan sulfur menghasilkan

phenothiazine yang merupakan suatu prekursor dalam industri obat. Sedangkan

reaksinya dengan iodin menghasilkan carbazole. Diphenylamin juga sering

digunakan sebagai reagen tes nitrat.

B. KERANGKA PEMIKIRAN

Senyawa kompleks akan terbentuk jika terjadi ikatan kovalen koordinasi

antara ion logam yang mempunyai orbital kosong dengan ligan yang merupakan

pendonor elektron. Ni(II) menyediakan orbital kosong sedangkan difenilamin

memiliki atom donor elektron lebih dari satu, sehingga kemungkinan dapat

membentuk ikatan kooordinasi dengan Ni(II) dalam berbagai kemungkinan.

Donor elektron tersebut adalah NH sekunder dan cincin benzena. Kemampuan

atom donor berikatan dengan atom pusat dalam membentuk kompleks

dipengaruhi oleh kekuatan ligan dan keruahan (efek sterik). Efek sterik yang

ditimbulkan oleh N sekunder lebih kecil daripada efek sterik cincin benzena.

Ligan dapat terkoordinasi pada Ni(II) sebagai monodentat dengan N atau dengan

cincin benzena pada ion pusat. Kemungkinan ikatan antara difenilamin dengan

Ni(II) ditunjukkan oleh Gambar 20.

Gambar 20. Kemungkinan Ikatan koordinasi antara Ni2+ dengan difenilamin.

Difenilamin memiliki kekuatan ligan yang relatif lebih kuat bila

dibandingkan dengan air (H2O). Hal tersebut menyebabkan difenilamin akan

dapat menggantikan H2O pada Ni(NO3)2.6H2O sehingga pada spektrum elektronik N

H

Ni2+

N H

(46)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

akan terjadi pergeseran panjang gelombang maksimum (lmax) ke arah yang lebih

kecil. Serapan spektrum elektronik dapat menandai terbentuknya kompleks dan

geometri yang terbentuk melalui besarnya transisi elektronik dari keadaan dasar

ke keadaan eksitasi. Struktur oktahedral Ni(II) dengan dua elektron tidak

berpasangan ditandai dengan tiga puncak di sekitar 400-1000 nm dengan

intensitas tinggi, namun yang teramati dengan spektrofotometer UV-Vis biasanya

hanya dua puncak saja.

Banyaknya difenilamin yang dapat menggantikan molekul H2O tergantung

dari kemampuan difenilamin dalam berikatan dengan ion pusat Ni2+. Difenilamin

merupakan ligan lemah sehingga tidak dapat menggantikan semua molekul H2O.

Selain itu adanya pelarut yang digunakan (metanol) ataupun anion (NO3-) dapat

juga untuk terkoordinasi pada ion pusat Ni2+.

Kompleks [Ni(tetrazole)] memiliki harga momen magnet efektif sebesar

2,86 BM (Kang et. al., 2009). Hal tersebut menunjukkan bahwa kompleks bersifat

paramagnetik, dengan geometri oktahedral membentuk spin tinggi sehingga ligan

tetrazole merupakan ligan lemah. Difenilamin memiliki struktur yang mirip

dengan ligan tetrazole, seperti yang ditunjukkan pada gambar 21.

N

NH N

HN

N N

N N

N

N N

N

Gambar 21. Struktur ligan Tetrazole

Dikarenakan kemiripan struktur antara difenilamin dengan tetrazole maka

diperkirakan difenilamin juga merupakan ligan lemah, bersifat paramagnetik dan

bergeometri oktahedral.

(47)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Pada kompleks nikel(II) dengan konfigurasi elektron d8, momen magnet

yang diharapkan untuk dua elektron yang tidak berpasangan pada kompleks

oktahedral 2,8 – 3,2 BM dan tetrahedral 3,4 – 4,2 BM, sedangkan kompleks

square planar bersifat diamagnetik (Agarwal et. al., 2006).

C. Hipotesis

1. Kompleks Ni(II) - difenilamin dapat disintesis dari Ni(NO3)2.6H2O dengan

difenilamin.

2. Formula kompleks yang mungkin terbentuk adalah

Ni(difenilamin)m(NO3)2.nH2O dengan m = 1,2,3,4,5 atau 6 dan n =

0,1,2,3,4,5 atau 6.

3. Karakterisasi kompleks Ni(II) -difenilamin antara lain:

a. Pergeseran spektra elektronik ke arah panjang gelombang yang kecil.

b. Kompleks bersifat paramagnetik dengan harga momen magnet efektif

berkisar antara 2,83-3,2 BM.

c. Ikatan koordinasi antara Ni(II) dengan Difenilamin diperkirakan melalui

atom N pada gugus NH sekunder.

4. Struktur kompleks diperkirakan oktahedral.

(48)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode yang dilakukan dalam sintesis kompleks ini adalah metode

eksperimen. Terbentuknya kompleks ditandai dengan adanya pergeseran spektrum

UV-Vis dan pergeseran spektrum infra merah. Formula kompleks diperkirakan

dari pengukuran kadar nikel(II) dalam kompleks dengan spektrofotometer serapan

atom (SSA), pengukuran daya hantar listrik (DHL) dengan konduktivitimeter.

Sifat kompleks ditentukan dari pengukuran spektrum UV-Vis, spektrum infra

merah, dan sifat kemagnetannya.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan selama sepuluh bulan mulai bulan Juli 2010 sampai

dengan April2011 :

1. Sintesis kompleks, pengukuran kadar logam, daya hantar listrik, spektrum

elektronik, dan momen magnet dilakukan di Laboratorium Pusat MIPA Sub

Laboratorium Kimia Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Pengukuran spektrum infra merah dilakukan di Laboratorium Kimia Fakultas

MIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta.

C. Alat dan Bahan

1. Alat

a. Spektrofotometer serapan atom (SSA) Shimadzu AA-6650

b. Spektrofotometer UV-Vis Double Beam Shimadzu 1601

c. Spektrofotometer FTIR Prestige 21

d. Magnetic Susceptibility Balance (MSB) Auto Sherwood Scientific 10169

e. Konduktivitimeter Jenway CE 4071

f. Neraca analitik Shimadzu AEL-200

g. Pemanas listrik Cimarec Thermolyne

h. Pengaduk magnetik Heidholp M1000 Germany

i. Peralatan gelas

(49)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

j. Termometer 100 ºC

2. Bahan-bahan

Semua bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini mempunyai

derajat kemurnian pro analisis (pa) :

a. Ni(NO3)2.6H2O (Merck)

b. Difenilamin (Merck)

c. Asam nitrat (HNO3) 16 M (Merck)

d. KBr kering (Merck)

e. Metanol (Merck)

f. NiSO4.6H2O (Merck)

g. CuSO4.5H2O (Merck)

h. CuCl2.6H2O (Merck)

i. NiCl2.6H2O (Merck)

j. AlCl3.6H2O (Merck)

k. Akuades

l. Kertas saring

D. Prosedur Penelitian

1. Sintesis Kompleks Ni(II) dengan Difenilamin

Ni(NO3)2.6H2O (0,582 g, 2 mmol) dalam metanol (10 ml) ditambahkan ke

dalam larutan difenilamin (2,031 g; 12 mmol) dalam metanol (20 ml) lalu diaduk

konstan selama ± 3 jam. Larutan kemudian dipekatkan sampai volume ± 10 ml

dan dibiarkan selama ± 48 jam hingga terbentuk endapan hijau muda. Endapan

ini kemudian direkristalisasi, dicuci dengan metanol dan didiamkan pada suhu

kamar (1,6320 g; 84,328%).

2. Penentuan Kadar Nikel

Pengukuran kadar nikel diukur dengan spektrofotometer serapan atom

(SSA). Larutan standar induk dibuat dengan melarutkan Ni(NO3)2.6H2O dalam

HNO3 0,1 M sehingga diperoleh standar Ni2+ 1000 ppm, kemudian dibuat larutan

(50)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

standar Ni2+ 25 ppm dalam 0,1 M HNO3. Konsentrasi larutan standar untuk

pengukuran dibuat pada konsentrasi 0; 1; 2; 3; 4 dan 5 ppm yang diambil dari

larutan standar 25 ppm, kemudian diukur absorbansinya dan dibuat kurva standar.

Larutan sampel dibuat dengan mendistruksi sampel dengan HNO3 pekat sehingga

diperoleh konsentrasi tidak lebih dari 5 ppm, diukur absorbansinya kemudian

diplotkan pada kurva standar.

3. Pengukuran Daya Hantar Listrik (DHL)

Sampel dan standar dilarutkan dalam metanol dan dibuat pada konsentrasi

kurang lebih sama (10-3 M), kemudian masing-masing larutan diukur daya hantar

listriknya dengan konduktivitimeter (setiap pengukuran dikoreksi terhadap nilai

daya hantar spesifik pelarut, kpelarut).

4. Pengukuran Momen Magnet

Sampel senyawa kompleks padat yang akan ditentukan harga momen

magnetnya dimasukkan ke dalam tabung kosong pada neraca kerentanan

magnetik, lalu diukur tinggi sampel dalam tabung minimal 1,5 cm dan beratnya

antara 0,001 – 0,999 gram. Hasil pengukuran akan diperoleh harga kerentanan

magnetik per gram atom (χg) yang kemudian diubah menjadi kerentanan magnetik

molar (χM) dan dikoreksi terhadap faktor diamagnetik (χL), sehingga didapatkan

nilai kerentanan magnetik terkoreksi (χA). Dari harga χA dapat dihitung momen

magnet efektifnya.

5. Pengukuran Spektrum Infra Merah

Masing-masing sampel senyawa kompleks dan ligan difenilamin (1 mg)

dibuat pelet menggunakan KBr kering (300 mg). Masing-masing pelet dibuat

spektrumnya dengan menggunakan Spektrofotometer FTIR pada daerah 4000-400

cm-1.

6. Pengukuran Spektrum Elektronik

Sampel dan standar dilarutkan dalam metanol dengan konsentrasi 10-2 M

(51)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

UV-Vis. Pengukuran spektrum elektronik dilakukan pada daerah 350 nm – 800

nm. Serapan diamati pada absorbansi yang sesuai dengan panjang gelombang

maksimum dengan spektrofotometer UV-Vis.

E. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data

Data hasil pengamatan diolah secara deskriptif non statistik. Indikasi

terbentuknya kompleks nikel(II) dengan difenilamin ditandai dengan pergeseran

panjang gelombang spektrum elektronik UV-Vis dari Ni(NO3)2.6H2O. Formula

kompleks diperkirakan dari hasil analisis SSA yaitu kadar logam Ni dan hasil

eksperimen ini dibandingkan dengan yang persentasenya mendekati perhitungan

secara teoritis, hasil pengukuran daya hantar listrik yang menunjukkan jumlah

muatan ion dalam kompleks. Sifat magnetik kompleks ditentukan dengan

pengukuran nilai momen magnet menggunakan MSB. Besarnya energi transisi

pada kompleks diketahui dari spektrum elektronik UV-Vis. Gugus fungsi ligan

yang terkoordinasi pada ion pusat diperkirakan dari pergeseran spektrum infra

merah.

(52)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Sintesis Kompleks

Sintesis Kompleks Nikel(II) dengan Difenilamin

Sintesis kompleks Ni(II)-difenilamin dilakukan dengan menambahkan

larutan Ni(NO3)2.6H2O (0,582 g, 2 mmol) dalam 10 ml metanol secara

bertetes-tetes ke dalam larutan difenilamin (2,031 g, 12 mmol) dalam metanol 20 ml pada

suhu kamar sehingga merubah warna larutan yang semula bening menjadi hijau

muda. Pengadukan larutan dilakukan selama ± 3 jam, kemudian dipekatkan

hingga 10 ml dan didiamkan ± 48 jam untuk menghasilkan padatan berwarna

hijau muda (1,6320 g) yang diperkirakan kompleks Ni(II)-difenilamin.

Pembentukan kompleks ini diindikasikan oleh adanya pergeseran serapan

panjang gelombang maksimum (λmax) spektrum elektronik Ni(NO3)2.6H2O ke

arah yang lebih kecil, seperti yang ditunjukkan gambar 22.

Gambar 22. Spektrum Elektronik kompleks Ni(H2O)62+ dalam metanol (a) dan

Spektrum Elektronik kompleks Ni(II)-difenilamin dalam metanol (b).

(a) 397,50 nm

(b) 396,00 nm

(b) 724,50 nm

(a) 728,00 nm

Gambar

Tabel 1. Orbital Hibridisasi beberapa Konfigurasi Geometri.........            13
Gambar 20. Kemungkinan Ikatan koordinasi antara Ni2+ dengan
Gambar 1. Diagram Tahapan Sintesis Senyawa Kompleks...............
Gambar 1. Struktur kompleks [Ni(L1)] (L1 = tetrazole) (Kang et. al., 2009)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Poliuretan akan dikarakterisasi menggunakan spektroskopi infra merah (FTIR) untuk menentukan Indeks Ikatan Hidrogen (HBI) dari perbandingan absorbansi gugus karbonil terikat

Deasetilasi kitin dilakukan dengan cara menghilangkan gugus asetil (- COCH3-) pada gugus asetil amino bebas kitosan dengan ikatan kuat antara ion nitrogen dan

Selain interaksi dengan rantai alkil surfaktan, molekul organik yang memiliki gugus polar, dapat berikatan hidrogen dengan permukaan bentonit yang masih memiliki gugus silanol

Setelah dilakukan uji kelarutan dengan beberapa pelarut, penentuan kemagnetan dengan MSB, dan penentuan komposisi molekul padatan kompleks dengan SEM-EDX, diketahui

Benzokain merupakan ligan yang mempunyai atom donor elektron lebih dari satu, sehingga dapat membentuk ikatan koordinasi dengan Cr(III) dalam berbagai

Kompleks kobalt(II) piridin-2,6- dikarboksilat, terdapat ikatan hidrogen, interaksi π-π dan heterosiklik aromatis [4] , yang memungkinkan kompleks ini berinteraksi dengan

Gugus-gugus tersebut masing-masing memungkinkan terkoordinasi pada ion pusat (Ni 2+ ). Hidantoin memiliki dua gugus -NH yang berbeda, -NH pertama terletak diantara dua gugus

Penentuan struktur kompleks dilakukan berdasarkan analisis unsur tembaga dalam kompleks dengan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA), daya hantar listrik larutan kompleks,