• Tidak ada hasil yang ditemukan

Imroatus Sholichah Suhadak Yuniadi Mayowan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Imroatus Sholichah Suhadak Yuniadi Mayowan"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Administrasi Bisnis - Perpajakan (JAB)|Vol. 5 No. 2 2015| perpajakan.studentjournal.ub.ac.id

1 PENGARUH KEBIJAKAN TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU DAN FASILITAS PENUNDAAN

TERHADAP PUNGUTAN CUKAI ROKOK (STUDI PADA PERUSAHAAN ROKOK YANG TERDAFTAR DI KPPBC TMC KEDIRI)

Imroatus Sholichah Suhadak Yuniadi Mayowan

PS Perpajakan, Jurusan Administrasi Bisnis, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya 115030407111085@mail.ub.ac.id

ABSTRACT

One of good that is imposed by excise is the processed tobacco. As known as the impact goods toward excise and efforts to increase revenue of cigarettes, the government set tobacco excise tariff policy. Tobacco excise tariff always increases so the impact on the selling price, purchasing power and the financial companies. Seeing that, the government seeks to maintain clearance from the company contribution with credits that is called postponement. Excise payment that companies do called revenues of cigarette. This research uses explanatory research with time series data. This study conducted on cigarette companies listed at KPPBC TMC Kediri. Based on some characteristics, so there are two sample that is Gudang Garam, Tbk and MPS HM. Sampoerna Tbk. The result of this research shows excise tariff policy and postponement facility had influence and significant on revenues of cigarette excise simultancously. Excise tariff policy do not influence on revenues of cigarette, while postponement facility was influence and significant on revenues of cigarette.

Keywords: excise, tobacco processed, excise tariff policy, postponement, revenues of cigarette ABSTRAK

Salah satu barang yang dikenakan cukai yakni atas hasil olahan tembakau. Mengingat dampak yang ditimbulkan dari barang kena cukai serta upaya meningkatkan penerimaan cukai, maka pemerintah menetapkan kebijakan tarif cukai hasil tembakau. Tarif cukai hasil tembakau selalu mengalami peningkatan sehingga berdampak pada harga jual, daya beli konsumen serta keuangan perusahaan. Melihat akan hal tersebut, pemerintah berupaya menjaga kontribusi cukai dari perusahaan dengan penangguhan pembayaran yang disebut penundaan. Pembayaran atas besaran cukai yang dilakukan oleh perusahaan selanjutnya disebut pungutan cukai. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif eksplanatif, dengan data time series. Penelitian ini dilakukan pada perusahaan rokok yang terdaftar di KPPBC TMC Kediri. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahan rokok yang terdaftar dan mendapat penundaan di KPPBC TMC Kediri. Berdasarkan beberapa karakteristik pemilihan sampel, maka diperoleh dua sampel yakni PT Gudang Garam, Tbk dan MPS HM. Sampoerna Tbk. Hasil dari penelitian ini bahwa secara simultan kebijakan tarif cukai dan fasilitas penundaan berpengaruh terhadap pungutan cukai. Secara parsial kebijakan tarif cukai tidak berpengaruh terhadap pungutan cukai, sedangkan penundaan berpengaruh signifikan terhadap pungutan cukai.

Kata kunci: cukai, hasil tembakau, kebijakan tarif cukai, penundaan, pungutan cukai

PENDAHULUAN

Cukai merupakan salah satu unsur pajak tidak langsung dengan mekanisme pembayaran seperti yang berlaku pada Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Cukai juga memiliki beberapa karakteristik unik yang membedakan dengan pajak lainnya, yakni cukai bersifat selective tax dan cukai memiliki keanekaragaman argumentasi terkait pemungutan cukai. Beberapa sifat dan atau karakteristik tertentu yang dimaksudkan sebagai obyek pajak tercermin dari pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Cukai Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai,

yakni: (a) konsumsinya perlu dikendalikan; (b) peredarannya perlu diawasi; (c)pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup dan (d) pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan.

Penentuan obyek pajak sebagai Barang Kena Cukai (BKC) di Indonesia ditetapkan atas Etil Alkohol (EA), Minuman Mengandung Etil Alkohol (MMEA), dan barang Hasil Tembakau (HT). Melihat hal tersebut, maka berbagai upaya terus dilakukan oleh pemerintah dalam rangka

(2)

Jurnal Administrasi Bisnis - Perpajakan (JAB)|Vol. 5 No. 2 2015| perpajakan.studentjournal.ub.ac.id

2 mengendalikan dampak konsumsi BKC dan

mendorong penerimaan cukai terutama atas hasil tembakau. Upaya yang dilakukan yakni dengan membuat kebijakan cukai.

Salah satu bentuk kebijakan cukai yang berdampak bagi penerimaan yakni kebijakan tarif cukai. Hal ini dikarenakan kebijakan tarif cukai merupakan salah satu kebijakan yang berfungsi sebagai pengontrol dampak yang ditimbulkan atas konsumsi hasil tembakau serta sebagai upaya meningkatkan penerimaan cukai. Pendapat tersebut didukung oleh Surono (2013:7), yang menyatakan bahwa “Secara teoritis, apabila tarif cukai hasil tembakau ditingkatkan maka asumsinya konsumen akan mengurangi konsumsinya terhadap hasil tembakau. Disisi lain kebijakan tarif cukai dalam jangka pendek akan meningkatkan penerimaan negara”. Hal tersebut senada dengan keterangan pimpinan tertinggi DJBC, cukai hasil tembakau menyumbang 95% hingga 96% dari total penerimaan cukai, dan lainnya berasal dari EA dan MMEA, (Kemenkeu, 2013).

Dampak lain yang ditimbulkan dari kebijakan tarif cukai yakni beban tarif yang meningkat. Berdasarkan hasil analisa yang dilakukan oleh Badan Kebijakan Fiskal (2012) dalam IAKMI (2012:95) menyimpulkan terdapat kenaikan beban cukai terdapat pada kisaran 5% hingga meningkatkan beban cukai tertinggi sebesar 16,3% pada tahun 2012. Kenaikan tersebut berdampak pada harga jual, daya beli konsumen serta keuangan perusahaan. Sebagai wujud dari pelayanan dan untuk tetap menjaga penerimaan dari cukai hasil tembakau, maka pemerintah memberikan fasilitas penundaan.

Penundaan adalah kemudahan pembayaran yang diberikan kepada pengusaha pabrik dalam bentuk penangguhan pembayaran cukai tanpa disertai bunga (pasal 7A ayat 2 UU Cukai Nomor 39 Tahun 2007). Tujuan pemberian fasilitas tersebut dimana perusahaan dapat mengatur dan mengelola aliran cash flow perusahaan, sehingga terjadi kesinambungan dan peningkatan produksi hasil tembakau. Peningkatan produksi tembakau secara otomatis juga berdampak pada peningkatan penerimaan cukai hasil tembakau.

Besarnya penerimaan cukai hasil tembakau sesuai pada besarnya beban cukai yang dibayarkan oleh perusahaan. Sehingga dapat disimpulkan sementara bahwa pungutan cukai adalah besarnya nilai yang harus dibayar oleh produsen rokok atas cukai dari penjualan rokok. Berdasarkan pemaparan tersebut, maka peneliti mengambil judul “Pengaruh Kebijakan Tarif Cukai Hasil Tembakau dan Fasilitas Penundaan Terhadap Pungutan Cukai Rokok (Studi pada Perusahaan Rokok yang Terdaftar di KPPBC TMC Kediri)”.

TINJAUAN TEORI Konsep Cukai

Cukai merupakan pajak tidak langsung yang dikenakan terhadap beberapa barang atas dampak yang ditimbulkan. Beberapa definisi cukai menurut Agung (2005) dalam Sitompul (2008:23) mengemukakan bahwa, “cukai merupakan pajak negara yang dibebankan kepada pemakai dan bersifat selektif yang dalam pemakaiannya perlu dibatasi dan diawasi”. Pendapat lain dikemukakan oleh Novianti dan Efendi (2009:2), dimana cukai dikenakan terhadap produk rokok dan minuman beralkohol sebagai kompensasi dari biaya-biaya eksternalitas yang ditimbulkan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa cukai adalah pajak tidak langsung yang dikenakan pada konsumen atas produk berbahaya sebagai langkah mengawasi dan pembatasan konsumsi.

Cukai sebagai pajak tidak langsung, tentunya memiliki unsur subyek dan obyek. Subyek cukai yakni pengusaha atau produsen barang kena cukai. Obyek cukai dalam hal ini adalah barang kena cukai yang meliputi hasil olahan tembakau, etil alkohol dan minuman mengandung etil alkohol. Pemungutan cukai dilakukan atas beberapa tujuan mendasar oleh otoritas negara. Menurut Cnossen (2005:596), terdapat lima poin tujuan pemungutan cukai, yang antara lain: (a) to raise revenue; (b) to reflect external costs; (c) to discourage consumption ; (d) to charge road users for government-provided services; (e)to others.

Kebijakan Tarif Cukai

Kebijakan dibuat atas apa yang melandasinya, dalam kaitan kebijakan dengan

(3)

Jurnal Administrasi Bisnis - Perpajakan (JAB)|Vol. 5 No. 2 2015| perpajakan.studentjournal.ub.ac.id

3 cukai maka kebijakan dibuat dengan asumsi

keseimbangan tujuan ekonomi dan kesehatan. Indaryani (2013:158) membagi kebijakan terkait cukai menjadi dua jenis, yakni kebijakan cukai dan kebijakan non cukai. Salah satu bentuk kebijakan cukai yang berdampak terhadap penerimaan yakni kebijakan tarif cukai hasil tembakau. Kebijakan tarif cukai hasil tembakau dikenakan terhadap semua barang hasil olahan tembakau, seperti rokok, sigaret, cerutu, kretek, klobot dan hasil olahan lainnya. Kebijakan tarif tembakau selalu mengalami perubahan dan peningkatan setiap tahun.

Terdapat dua jenis tarif cukai di Indonesia, yakni add volarem tariff dan specified tariff. Terdapat dua analisa terkait pengembangan struktur tarif cukai yang diungkapkan oleh Tjandra (2013:77), yang antara lain:

1. Ketika kebijakan struktur tarif cukai masih menggunakan sistem add volarem, maka faktor HJE minimum dan besaran tarif akan disesuaikan secara proporsional berdasarkan strata golongan pabrik untuk mencapai target yang ditetapkan.

2. Apabila tarif cukai diubah menjadi spesifik, maka akan ditetapkan tarif tertimbang menjadi sistem spesifik secara proporsional berdasar strata golongan pabrik untuk mencapai target yang ditetapkan.

Fasilitas Penundaan

Berdasarkan pasal 7A ayat 2 UU Cukai Nomor 39 Tahun 2007, “penundaan adalah kemudahan pembayaran yang diberikan kepada pengusaha pabrik dalam bentuk penangguhan pembayaran cukai tanpa disertai bunga”. Fasilitas ini tidak didapatkan oleh semua perusahaan rokok, melainkan untuk perusahaan rokok yang berstatus PKP dan mampu memenuhi persyaratan disertai jaminan perusahaan. Jaminan yang digunakan dapat berupa jaminan dari bank, jaminan perusahaan asuransi atau jaminan perusahaan. Jenis dan besar jaminan yang diberikan adalah harus sama dan atau lebih besar dari nilai penundaan yang didapat.

Perhitungan besaran penundaan yang diberikan diatur dalam pasal 3 ayat (2) Nomor P-29/BC/2010, yakni dua kali dari nilai cukai

rata-rata perbulan yang paling tinggi, terhitung dari pemesanan pita cukai dalam kurun waktu 6 (enam) atau 3 (tiga) bulan terakhir. Apabila rentabilitas mempunyai nilai positif, akan ditambah 50% dari hasil bruto. Adapun rumus perhitungan penundaan, yakni:

Pungutan Cukai

Pungutan cukai merupakan pajak tidak langsung yang dikenakan terhadap barang hasil tembakau, minuman mengandung etil alkohol dan etil alkohol. Hal ini dikarenakan subjek yang harus menanggung beban cukai pertama kali adalah produsen, baik daam kapasitasnya sebagai pembuat maupun pengimpor, (Surono, 2013:1). Beban pungutan cukai pada akhirnya dialihkan kepada konsumen akhir atau pemikul pajak sebenarnya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pungutan cukai adalah besarnya nilai yang harus dibayar oleh produsen rokok terhadap cukai atas penjualan rokok. Nilai atau beban cukai yang harus dibayarkan adalah nilai yang sama dengan hasil dari pemesanan pita cukai atau sama dengan hasil perhitungan pada CK-1. Hasil kalkulasi pungutan cukai yang telah dibayar selanjutnya disebut dengan penerimaan cukai.

Kurva Laffer

Kurva laffer biasanya digunakan dalam analisa fiskal. Kurva ini memiliki sisi cekung dengan perbandingan antara tarif pajak dengan penerimaan. Ilustrasi yang tergambar dari kurva laffer terletak pada dua tarif pajak dengan tarif tertinggi 100% dan terendah 0%.

Gambar 1. Kurva Laffer Sumber: Amadeo, 2015

Penjabaran kurva tersebut, dimana semakin tinggi tarif yang diberlakukan akan berdampak pada meningkatnya penerimaan. Ketika tarif

Besar Penundaan= Besaran rata-rata 3 atau 6 bulan terakhir yang terbesar x 2 + 50% dari hasil bruto

(4)

Jurnal Administrasi Bisnis - Perpajakan (JAB)|Vol. 5 No. 2 2015| perpajakan.studentjournal.ub.ac.id

4 melebihi batasan garis pemisah bahkan

mencapai titik 100%, maka penerimaan juga akan menurun dan kembali pada posisi 0. Menurut Toomey (2009:60) terdapat dua hal yang dapat diambil dari kurva laffer, “yang pertama jika tarif cukai berada pada prohibitive range, maka penurunan tarif akan mendorong penambahan produksi untuk menambah penerimaan pajak. Kedua, pemerintah seharusnya meningkatkan penerimaan pada tarif di bawah prohibitive range”.

Model Konsepsi dan Hipotesis

Berikut ini merupakan model konsepsi dalam penelitian:

Gambar 2. Model Konsep Sumber: Data Diolah, 2014

Mengacu pada model konsep di atas, maka berikut ini adalah hipotesis dalam penelitian ini antara lain:

a. H1 : Kebijakan tarif cukai (X1) dan fasilitas

penundaan (X2) secara parsial

berpengaruh signifikan terhadap pungutan cukai (Y).

b. H2 : Kebijakan tarif cukai (X1) dan fasilitas

penundaan (X2) secara simultan

berpengaruh terhadap pungutan cukai (Y).

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian eksplanatif dengan pendekatan kuantitatif (Arikunto, 2006:12). Hal tersebut sesuai dengan tujuan peneliti yakni ingin menjelaskan adanya pengaruh kebijakan tarif cukai dan fasilitas penundaan terhadap pungutan cukai pada Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Cukai Kediri. Teknik sampel yang digunakan adalah purposive sampling (Arikunto, 2006:135). Sumber data yang digunakan yakni data sekunder berupa time series dengan rentang waktu mulai tahun 2010 semester pertama hingga 2014 semester pertama. Analisis data yang digunakan yakni analisis

deskriptif dan analisis statistik inferensial yang terdiri dari: (a) uji asumsi klasik; (b) regresi linier berganda; (c) uji F; (d) uji t dan; (e) uji koefisien determinasi (Sugiyono, 2012:277).

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil pengolahan data yang diperoleh, menunjukkan bahwa beban tarif cukai terus mengalami peningkatan dengan tujuan meningkatkan pungutan cukai. Kondisi berbanding terbalik ditunjukkan oleh besaran penundaan yang diperoleh PT Gudang Garam Tbk, dan MPS HM. Sampoerna Tbk yang mana justru mengalami penurunan. Kedua kondisi tersebut memberikan dampak yang stabil dan bahkan meningkatkan pungutan cukai di KPPBC TMC Kediri. Hasil dari data tersebut berbeda dengan hasil penilaian statistik yang telah dilakukan oleh peneliti, seperti yang terlihat pada tabel 1.

Tabel 1. Hasil Uji Regresi Linier Berganda

Model 1: OLS, using observations 1:2-14:2 (T = 27) Dependent variable: pungutan_cukai

Coeffi cient

Std. Error t-ratio p-value

const 5.2722 2.19734 2.3994 0.02454 ** tarif_ cukai −1.07338 0.563555 -1.9047 0.06888 * penun daan 1.05553 0.0731865 14.4225 <0.00001 *** Mean depen dent var 27.59387 S.D. depen dent var 1.379241 Sum squared resid 3.022749 S.E. of regression 0.354891 R-squared 0.938885 Adjusted R-squared 0.933792 F(2, 24) 184.3509 P-value(F) 2.72e-15 Log-likelihood −8.750792 Akaike criterion 23.50158 Schwarz criterion 27.38909 Hannan-Quinn 24.65754 Rho 0.049090 Durbin-Watson 1.885429 Sumber: Gretl, 2015

Pengaruh Kebijakan Tarif Cukai dan Fasilitas

Penundaan Secara Simultan Terhadap

Pungutan Cukai

Pemerintah telah menempuh cara dengan menaikkan tarif cukai tembakau sebagai alat kontrol dampak merokok. Semakin tinggi tarif cukai yang dibebankan akan berimbas pada berkurangnya jumlah perokok. Asumsi yang

Kebijakan Tarif Cukai Pungutan Cukai Fasilitas Penundaan

(5)

Jurnal Administrasi Bisnis - Perpajakan (JAB)|Vol. 5 No. 2 2015| perpajakan.studentjournal.ub.ac.id

5 timbul dari berkurangnya perokok yakni

penerimaan yang ikut menurun. Mengingat kontribusi cukai rokok yang dominan dalam penerimaan negara, maka pemerintah membuat kebijakan fasilitas penundaan. Berdasarkan hasil penelitian menyimpulkan bahwa kebijakan tarif cukai dan fasilitas penundaan secara bersama-sama berpengaruh terhadap pungutan cukai. Pengaruh Kebijakan Tarif Cukai dan Fasilitas Penundaan Secara Parsial Terhadap Pungutan Cukai

Pembebanan cukai dengan pemberlakuan tarif spesifik terus mengalami peningkatan. Peningkatan tarif cukai belum tentu selalu berjalan lurus dengan sisi penerimaan cukai, karena dipengaruhi oleh patokan Harga Jual Eceran (HJE) dari perusahaan. Apabila perusahaan berada pada golongan pertama, maka beban cukai per batang juga akan tinggi. Tingginya tarif cukai juga akan mempengaruhi daya beli masyarakat, sehingga pada kondisi tertentu akan terjadi penurunan pembelian. Hal ini seperti yang terjadi pada hukum ceteris paribus.

Hukum ceteris paribus tersebut sesuai dengan hasil penelitian bahwa variabel tarif cukai (X1) tidak berpengaruh terhadap pungutan

cukai (Y). Hasil tersebut juga sejalan dengan teori kurva laffer, bahwa “When tax rates already high, a rate reduction may increases tax revenue. Correspondingly increasing high tax rate may lead to less tax revenue” (Macpherson.,et al, 2007:100).

Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil tersebut bahwa hasil penelitian ini telah sesuai dengan teori kurva laffer dan hukum ceteris paribus. Kebijakan tarif cukai dalam kaitannya dengan pungutan cukai hanya akan efektif pada tingkatan tertentu. Kebijakan tarif cukai dalam hal ini merupakan salah satu kebijakan yang sesuai dalam output untuk mengurangi dampak merokok.

Pengaruh Fasilitas Penundaan Terhadap

Pungutan Cukai

Penundaan merupakan fasilitas

penangguhan pembayaran yang diberikan kepada produsen rokok yang telah berstatus PKP. Penundaan diberikan oleh pemerintah kepada produsen rokok yang patuh dalam

kewajiban cukai. Pemberian fasilitas penundaan dilakukan dengan tujuan agar produsen rokok masih dapat berkontribusi dalam penerimaan cukai.

Pengujian yang dilakukan atas variabel fasilitas penundaan pertama kali dilakukan oleh Surono (2007:86), dengan analisisnya apabila perusahaan yang berorientasi labour intensive diberikan fasilitas penundaan yang lebih lama maka perusahaan juga akan tetap berkembang dan meningkatkan kinerja penjualannya. Analisis tersebut sejalan dengan hasil peneliti. Berdasarkan perhitungan regresi berganda dengan metode least square menyatakan bahwa variabel penundaan berpengaruh signifikan dan positif terhadap variabel pungutan cukai. Penjelasannya bahwa setiap perubahan besaran penundaan akan berpengaruh pula pada besaran pungutan cukai.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan dari penelitian, terdapat tiga poin kesimpulan yakni: (a) pengujian secara simultan menunjukkan bahwa variabel kebijakan tarif cukai dan fasilitas penundaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap pungutan cukai di Kota Kediri; (b) secara parsial menunjukkan bahwa variabel kebijakan tarif cukai tidak berpengaruh terhadap pungutan cukai. Hal ini dikarenakan, semakin tinggi tarif cukai akan berdampak pada tingginya HJE sehingga kuantitas permintaan menurun; (c) variabel fasilitas penundaan memiliki hasil yang berbanding terbalik dengan variabel kebijakan tarif cukai, dimana fasilitas penundaan memiliki hubungan positif dan signifikan terhadap variabel pungutan cukai. Saran

Adapun saran dari hasil penelitian ini, dimana pemerintah seharusnya konsisten dalam pencapaian tujuan atas kebijakan tarif cukai dan fasilitas penundaan. Apakah kebijakan dibuat sebagai pengontrol dampak dari barang kena cukai ataukah sebagai pendorong penerimaan negara. Apabila tujuan pemerintah ingin meningkatkan penerimaan negara, maka perlu kerjasama dengan lembaga riset atau dinas

(6)

Jurnal Administrasi Bisnis - Perpajakan (JAB)|Vol. 5 No. 2 2015| perpajakan.studentjournal.ub.ac.id

6 kesehatan untuk mencari alternatif bahan rokok.

Melalui hal tersebut pemerintah dapat terus mendorong penerimaan cukai dan mengurangi dampak konsumsi.

DAFTAR PUSTAKA

Amadeo, Kimberly. 2015. “The Laffer Curve”. US Economy Expert. Diakses pada tanggal 10

Maret 2015, melalui

http://useconomy.about.com/od/Politics/p /L/affer-Curve.htm

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta

Cnossen, Sijbren. 2005. Economics and Politics of Excise Taxation, Volume 38, Number 7. Tax Analysts.

IAKMI, TCSC. 2012. Bunga Rampai Fakta Tembakau dan Permasalahannya. Menteri Kesehatan Republik Indonesia.

Indaryani, Mamik. 2013. Stigma Illegal Rokok dan Kompleksitas Relasi di Dalamnya: Bab 7. Penerapan Kebijakan Indutri Hasil Tembakau (IHT) Rokok. Universitas Kristen.

Kemenkeu. 2013. “Buletin Kinerja XVII/2013: Integritas Dalam Pencapaian Penerimaan Cukai”, diakses pada tanggal 29 September

2014 dari

http://www.kemenkeu.go.id/sites/default/ files/buletin%20kinerja/Buletin%20Kinerja %20XVII-2013/HTML/files/assets/basic-html/page10.html

Macpherson, David., et al. 2007. Macroeconomics:Public and Private Choice, 12th Edition. Canada: Neilson

Education,Ltd.

Novianti, Doanna dan Rizal Effendi. 2009. Analisis Tingkat Produksi dan Pungutan Cukai Minuman Beralkohol pada Pabrik Anggur Capung Palembang. STIE MDP: Jurusan Akuntansi.

Sitompul, Y.A. Taruli Ferdinand. 2008. Analisis Kebijakan Penetapan Tarif Cukai dan Harga Jual. Ilmu Administrasi: Universitas Indonesia

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif R&B. Bandung: Alfabeta. Surono. 2007. Pengaruh Kebijakan Cukai, Fasilitas

Penundaan dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai Pada Industri Rokok Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara: Ilmu Manajemen.

Surono. 2013. Kebijakan Tarif Cukai Hasil Tembakau 2013: Sinergi dalam Roadmap Industri Hasil Tembakau. Jakarta: Pusdiklat Bea dan Cukai.

. 2013. Menggali Lebih Dalam Potensi Pajak. Jakarta: Pusdiklat Bea dan Cukai.

Tjandra, Riawan. 2013. Hukum Keuangan Negara. Jakarta: Grasindo.

Toomey, Patrick J. 2009. The Road to Prosperity: How to Grow Our Economy and Review the American Dream. Canada: John Wiley and Sons, Inc.

Undang-Undang Cukai Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai

Gambar

Tabel 1. Hasil Uji Regresi Linier Berganda  Model 1: OLS, using observations 1:2-14:2 (T = 27)

Referensi

Dokumen terkait

Dalam kesempatan ini penulis juga mencoba meneliti upaya untuk meningkatkan aktifitas penguasaan materi akord dalam tingkat melalui alat musik keyboard dan gitar dengan

c. 5etelah ledakan uap atau asap ledakannya lebih sedikit bila dibandingkan dengan *CF atau /inamit... /inamit, terdiri dari granular dinamit, semi gelatin dan gelatir

Berdasarkan pembahasan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan kepala madrasah, motivasi kerja, kepuasan kerja secara parsial memberi pengaruh signifikan atau

Pada akhir bulan Februari 2018, terjadi banjir yang cukup besar di daerah Irigasi Rawa Seputih Surabaya, banjir ini diakibatkan curah hujan yang tinggi yang

Dari 2 (dua) indikator kinerja SKPD yang tercantum dalam RPJMD Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2013-2018 yang menjadi tanggung jawab Badan Diklat Provinsi Sumatera

Minat beli terlihat masih cukup kuat baik dari investor local maupun asing, namun sentiment negative bursa regional dapat menghambat pergerakan indeks sehingga

Pembelajaran berbasis komputer juga sangat penting bagi siswa karena, (1) siswa akan lebih mudah dan cepat memahami materi pembelajaran yang

Demikian Pengumuman ini, untuk diketahui oleh seluruh Peserta Lelang Umum. Rury Eysa