• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 DATA DAN ANALISA. Data dan informasi yang mendukung pengerjaan proyek Tugas Akhir ini

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 DATA DAN ANALISA. Data dan informasi yang mendukung pengerjaan proyek Tugas Akhir ini"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

3

DATA DAN ANALISA

2.1 Sumber Data

Data dan informasi yang mendukung pengerjaan proyek Tugas Akhir ini diperoleh dari sumber berikut :

- Literature : pustaka dan internet

Untuk mendapatkan data yang lengkap digunakan buku yang melingkupi analisa mitologi La Galigo, serta digunakan juga terjemahan naskah La Galigo. Selain itu melalui internet didapatkan artikel – artikel kebudayaan bugis dan sebagai pelengkap dan pendukung cerita La Galigo.

- Wawancara

Wawancara dilakukan dengan Ibu Hasni dari Perpustakaan Nasional Republik Indonesia untuk melengkapi data cerita La Galigo dan kebudayaan Bugis.

2.2 La Galigo 2.2.1 Asal Mula

Pada tahun 1847 dewan pengurus Nederlandsch Bijbelgennotschap di Amsterdam mengambil keputusan bahwa Alkitab perlu diterjemahkan kedalam bahasa Bugis dan Makassar. Alasan keputusan itu adalah bahwa menurut John Leyden, Al Quran sudah diterjemahkan dalam bahasa Bugis, dan kalau hal itu memang benar maka agama Kristen seharusnya membawa kitab sucinya ke bangsa itu. Setelah itu terpilihlah

(2)

seseorang yang dianggap memiliki keahlian untuk melakukan tugas itu, yaitu Dr. Matthes (Benjamin Frederik Matthes lahir pada tanggal 16 Januari 1818 di Amsterdam.) yang pada waktu itu berumur tiga puluh tahun. Pada tanggal 20 Desember 1948 Matthes tiba dipelabuhan Makassar dan menginjak tanah Sulawesi dan dengan segera mulai melaksanakan tugasnya. Bahasa Makassar dianggapnya lebih mudah, tetapi tidak sepenting bahasa Bugis karena jumlah penutur bahasa Bugis jauh lebih besar. Sambil meneliti bahasa Makassar pada waktu itu Matthes mulai mengumpulkan naskah-naskah Bugis, antara lain naskah I La Galigo.

2.2.2 Materi

La Galigo adalah sebuah karya sastra Bugis yang berasal dari Sulawesi Selatan. Naskah Sureq Galigo ini terdiri dari lebih kurang 6000 halaman, setiap halaman folio mengandung sekitar 50 baris yang jumlah suku katanya antara 10 dan 15. Berarti seluruh cerita Galigo itu kurang lebih terdiri dari 300.000 baris panjangnya. Sebagian manuskrip La Galigo dapat ditemui pada beberapa perpustakaan di Eropa, terutama di Perpustakaan Koninkelijk Instituut Taal Land en Volkenskundig Leidden di Belanda. Terdapat juga 600 muka surat tentang epik ini di Yayasan Kebudayaan Sulawesi Selatan dan Tenggara dan jumlah mukasurat yang tersimpan di Eropa dan di yayasan ini adalah 6000 tidak termasuk simpanan oleh pribadi-pribadi.

Kisah yang bersifat epis-mitologis itu menceritakan riwayat manusia pertama dibumi dan keturunannya dengan menggunakan bahasa yang indah yang berbeda dari bahasa bugis sehari-hari, khususnya dalam hal leksikal. Naskah tersebut berbentuk puisi dan ditulis dalam bahasa Bugis kuno bercampur Sanksekerta pada sekitar abad ke-14, ditulis diatas daun lontar dan kertas, sekarang lebih dikenal dengan huruf Lontaraq.

(3)

Sebelum menggunakan kertas dan tinta, tulisan dibuat dengan “mengukirkan benda tajam” pada benda-benda dari tumbuhan, umumnya pada daun lontar. Namun demikian kata “lontar” diserap dalam pengertian “bahan tertulis”, bukan arti harafiahnya “daun lontar”. Hal itu dapat dibuktikan bahwa kata tersebut sebenarnya dapat diterjemahkanmenjadi daun tal (melayu), daung ta’, atau raung ta’ (bugis) atau leko’ tala’ (makassar). Lagipula bahan yang digunakan oleh orang bugis untuk menulis adalah gebang (corypha) bukan daun lontar (palmyra) lalu belakangan digunakan kertas.

Untuk membuat manuskrip lontara bugis, bilah-bilah lontar yang hanya berisi sebaris tulisan dijahit sambung menyambung dan dililitkan pada suatu kumparan yang dilengkapi engkol penggulung. Untuk membacanya orang harus mulai dari satu ujung gulungan yang dililitkan pada penggulung lain dengan menggunakan engkol, mirip cara kerja penggulung film. Tentu saja itu hanya berlaku untuk teks yang relatif panjang bukan yang terlalu panjang.

Dapat diperkirakan juga bahwa bilah-bilah lontar tetap dipergunakan dalam bentuk bundel (seperti digunakan di Jawa dan Bali hingga abad ke 20) dan bahwa bahan selain lontar (seperti bambu, kulit kayu, dan lapisan dalam kulit kayu dan sebagainya) atau mungkin juga tulang telah digunakan untuk teks yang lebih pendek (seperti halnya didaerah batak). Pertukaran melalui lembaran lempengan emas dalam naskah La galigo boleh jadi berlandaskan suatu kenyataan karena lembaran emas dapat dilebur ulang, maka bahan inilah yang bisa digunakan sebagai sarana untuk menyimpan suatu informasi dengan aman.

Hampir semua ahli yang pernah meneliti huruf lontaraq, antara lain Mills, Noorduyn, Fachruddin, sepakat bahwa huruf lontaraq berasal dari Pallawa yang masuk menyebar

(4)

ke Nusantara bersamaan dengan penyebaran agama Hindu. Melalui huruf Kawi, ia menyebar ke Sumatera, dan dari situ orang Bugis mengadopsinya kemudian me-localgenius-kannya menjadi huruf lontaraq. Para ahli juga menyebut bahasa yang ada pada naskah La Galigo sebagai bahasa Galigo. Bahasa tersebut digubah dengan gaya sastra yang tinggi, dengan cirinya adalah irama atau metrumnya, setiap segmen terdiri atas empat atau lima suku kata, berbeda dengan puisi Bugis yang lain, umpamanya dengan genre toloq ( syair kepahlawanan ) yang setiap segmennya terdiri atas delapan suku kata. Hampir semua unsurnya memenuhi standar untuk disebut sebagai karya sastra, tetapi sebagian ilmuwan tidak berani karena hampir sebagian besar orang Bugis mensakralkannya.

Naskah sureq Galigo dalam masyarakat Bugis berfungsi sebagai bacaan hiburan, bacaan pada banyak upacara adat, sekaligus sebagai buku tuntunan hidup. Isinya bukan hanya hikayat kepahlawanan ( yang lebih dipercaya sebagai mitos daripada sejarah ), tetapi juga aturan – aturan kemasyarakatan, tata moral, budi pekerti, tuntunan pergaulan, berkeluarga, hukum, ekonomi, perdagangan, pengobatan, dan banyak lagi. Naskah ini pada umumnya tidak dibaca seorang diri didalam hati, tetapi dinyanyikan oleh seseorang untuk hadirin yang berkumpul.

Naskah ini tidak boleh dibaca sembarangan. Bahkan judul sureq ini sengaja menggunakan nama Galigo, bukannya Sawérigading. Padahal Sawérigading adalah pemeran utama. Namun, alasan tidak menggunakannya sebagai judul karena nama tersebut tidak boleh disebut sembarangan.

Bila menyebut La Galigo berarti yang dimaksud adalah tulisan – tulisan yang terdapat didalam manuskrip. Sebaliknya bila hanya menyebut Galigo itu berarti yang dimaksud adalah tembang-tembang dari naskah La Galigo yang dinyanyikan pada

(5)

upacara-upacara ritual dengan ritme yang tetap dan datar. Jadi, Maggaligo berarti menembangkan La Galigo sedangkan Paggaligo adalah sang penembangnya. Sementara bila menyebutkan I La Galigo adalah nama tokoh yang terdapat pada naskah La Galigo. Penyebaran La Galigo diturunkan melalui dua tradisi yakni tradisi tulis dan tradisi lisan. Text-text Galigo yang lisan kemudian ditulisankan dengan tujuan menjaganya terhindar dari kepunahan. Tradisi lisan tersebut tersebar hampir pada semua etnik di Nusantara. Salah satu ciri tradisi lisannya adalah bersifat migratoris, yaitu berpindah dari satu tempat ke tempat lain, kemudian menyesuaikan diri dan beradaptasi dengan budaya setempat, itulah kemudian yang menyebabkan munculnya berbagai versi cerita La Galigo. Selain itu, penyampaiannya yang secara lisan juga dapat menyebabkan terjadinya distorsi pada cerita tersebut.

Gambaran tersebut telah memperlihatkan bahwa cerita La Galigo telah menoreh sejarah yang panjang dan meninggalkan jejak-jejaknya dalam bentuk peradaban manusia secara universal di setiap tempat persinggahannya.

2.2.3 Ringkasan Cerita

Versi pokok I La Galigo dimulai dengan cerita penjaga ayam bersaudara yang turun dari Boting Langiq kedunia dan menemukan bahwa dunia sangat sunyi, mereka pun memberitahukannya kepada Tuan mereka Patotoqé sang penguasa langit. Maka dari itu Patotoqé menerima usulan tersebut dengan mengadakan rapat para dewa terlebih dahulu untuk memutuskan siapa yang akan diturunkan kebumi dan menjadi tunas mereka. Maka hasil rapat diputuskanlah bahwa Batara Guru, putera sulung Patotoqé yang akan diturunkan ke bumi. Pada hari turunnya Batara Guru ke bumi, ia melemparkan benda-benda yang dititipkan Patotoqé padanya sembari turun kebumi. Dan

(6)

itulah yang kemudian menjalin wilayah, membentuk gunung dan lembah, laut serta berbagai aneka satwa. Tetapi hari-hari pertama Batara Guru di bumi tidaklah menyenangkan, ia menderita seorang diri, kelaparan, kedingin dan panas disinari matahari. Maka suatu hari saat ia berjalan-jalan di sebuah telaga yang besar, ia bertemu dengan penjaga telaga tersebut yang kemudian membawanya kepada Sinauq Toja sang penguasa telaga. Setelah berbincang dengan Sinauq Toja, Batara Guru diberitahu bahwa bila ia telah tenang berada dipermukaan, maka ia dapat bertemu dengan puteri Sinauq Toja, Wé Nyiliq Timoq yang kemudian akan menjadi istri Batara Guru. Kemudian kembalilah Batara Guru kepermukaan. Haripun berlalu, karena merasa sangat menderita maka Batara Guru mengeluhkan penderitaannya kepada langit. Karena iba, Patotoqé dan istrinya menurunkan pusaka Batara Guru kedunia, semua istana, rumah penduduk, saudara-saudara serta inang pengasuhnya. Hidup Batara Guru pun menjadi bahagia. Hingga pada suatu hari Batara Guru mendapat mimpi bahwa ia harus pergi ke tepi telaga. Penasaran dengan mimpinya tersebut, Batara Guru berangkat beriringan dengan pasukannya ke tepi telaga. Disana ia bertemu dengan Wé Nyiliq Timoq yang muncul dari dasar telaga. Awalnya Wé Nyiliq Timoq tidak mau menikah dengan Batara Guru, tapi dengan bantuan para bissu merekapun akhirnya menikah. Waktupun berlalu, semua selir Batara Guru telah melahirkan anaknya. Akan tetapi Wé Nyiliq Timoq belum juga hamil, maka diadakanlah upacara mohon keturunan hingga pada akhirnya Wé Nyiliq Timoq hamil. Saat kelahiran Batara Lattuq, putera Batara Guru, pun tidak berjalan dengan mudah, berbagai kurban diberikan agar Batara Lattuq dapat lahir kedunia, setelah melewati perjuangan yang berat, akhirnya lahirlah Batara Lattuq ke dunia.

(7)

2.2.4 Suku Bugis

Suku bugis berasal dari Sulawesi Selatan. Suku Bugis terdiri dari 14 suku rumpun Bugis, antara lain Suku Bentong, Bugis, Campalagian, Duri, Enrekang, Kono Pagunungan, Konjo Pesisir, Luwu, Maiwa, Suku Makassar, Mamuju, Mandar, Pannei dan Ulumanda. Suku Bugis tersebar di propinsi-propinsi Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Irian Jaya Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Riau dan Riau kepulauan, bahkan Malaysia dan Brunei Darussalam. Suku Bugis tergolong dalam suku Deutero Melayu atau Melayu muda. Masuk ke Nusantara setelah gelombang migrasi pertama dari daratan Asia, tepatnya dari Propinsi Yunan, Cina. Beberapa Kerajaan Bugis klasik yang besar antara lain Luwu, Bone, Wajo, Soppeng, Suppa dan Sawitto, Sidenreng dan Rappang.

Nama Bugis berasal dari kata to ugi. Yang berasal dari La Sattumpugi, raja pertama Kerajaan Cina di Jazirah Sulawesi Selatan, tepatnya di Kecamatan Pammana, Kabupaten Wajo. Rakyat La Sattumpugi pada waktu itu menyebut mereka sebagai to ugi, yang berarti pengikut dari La Sattumpugi. La Sattumpugi adalah ayah dari We Cu Dai yang merupakan istri Sawerigading. Bahasa suku bugis disebut Bahasa Ugi, yang memiliki tulisan huruf Bugis, yang diucapkan dengan bahasa Bugis sendiri. Huruf ini sudah ada sejak abad ke-12.

Mata pencaharian masyarakat Bugis kebanyakan adalah petani dan nelayan karena mereka tersebar didaratan rendah yang subur dan pesisir.

(8)

2.5 Target Pasar

La Galigo karena merupakan mitologi yang berisikan konsep dongeng suci tentang dewa suatu kebudayaan maka akan ditargetkan kepada masyarakat yang telah dianggap cukup dewasa untuk menerima sebuah mitologi dan memiliki minat yang besar terhadap kebudayaan daerah.

2.6 Pembanding

Dongeng Klasik Indonesia Sangkuriang oleh Sanggar Tumpal PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta 1994

Keunggulan :

- Visual yang menarik

- Menggunakan cat air sehingga berkesan tradisional - Alur cerita yang baik

- Memiliki layout yang baik

- Hardcover yang melindungi isi buku dan menambah image buku

2.7 Mandatoris

KPG atau Kepustakaan Popular Gramedia merupakan penerbit yang berlokasi di jakarta. Banyak menerbitkan buku-buku bacaan yang bersifat historis,seni, budaya dan sosial

(9)

serta pengetahuan. Jenis buku yang diterbitkan baik dalam bentuk novel maupun memiliki ilustrasi. Harga-harga bukunya pada umumnya berkisar antara Rp30.000,- sampai Rp60.000,- bahkan beberapa ada yang dijual mencapai ratusan ribu. Beberapa contoh terbitan KPG adalah Bali Today II: Love and Social Life, Putri Loeha dan Payung Saktinya, Samurai (1550-1600), Nusantara: Sejarah Indonesia, Reinventing Comics (Mencipta Ulang Komik), Kartun Kimia, Tubuh-Tubuh Provokatif, Kartun Sejarah Bumi: Zaman Tongkat & Batu dan masi banyak lagi.

2.8 Analisa SWOT Strength

- Epik Mitologi yang diakui terpanjang didunia. - Berasal dari daerah Indonesia sendiri.

- Diterima dengan antusias oleh masyarakat luar sehingga dapat menarik masyarakat dalam negeri sendiri untuk ikut melirik cerita ini.

- Cerita yang memiliki banyak pelajaran hidup. - Tema cerita yang menarik tentang penciptaan bumi.

- Diakui memenuhi semua kriteria sebuah sastra (dapat menjual kualitas cerita). Weakness

- Tidak diketahui banyak orang sehingga belum tentu mereka akan membeli. - Buku cerita La Galigo sulit untuk ditemukan.

- Sulit untuk mengingat cerita karena tidak ada gambaran visual. - Cerita yang terlalu panjang.

- Bentuk naskah asli tidak mudah untuk dibaca akibat ditulis dalam bentuk bahasa sastra dan banyaknya nama karakter yang muncul.

(10)

Oportunity

- Belum pernah ada buku ilustrasi La Galigo.

- Dapat mempopulerkan cerita dari kebudayaan Indonesia sendiri .

- Memberi gambaran visual bagi La Galigo sehingga dapat lebih mudah ditangkap dan menjadi langkah awal untuk mempopulerkan La Galigo.

- Mendapat dukungan karena merupakan budaya dalam negeri.

Threat

- Cerita yang walaupun mitos tetapi memiliki tema yang sama dengan religi yaitu penciptaan dunia, sehingga tidak dapat sembarangan dikonsumsi.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam tahapan sosialisasi ini, dilakukan diskusi dengan warga setempat dengan tujuan untuk; memberikan informasi tentang tujuan dan maksud program pengabdian kepada masyarakat

Semua yang dikemukakan responden mengenai green product promotion yang dirasakannya ini tidak cukup mampu mendorong responden untuk merasa yakin dalam

Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis mengajukan penelitian dengan judul: “PENGARUH KAPASITAS SUMBER DAYA MANUSIA, PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI, KOMITMEN

Hampir segala macam serbuk dapat dipakai sebagai penyerap pada kromatografi lapis tipis, akan tetapi yang paling umum digunakan adalah silika gel (asam silikat),

Laju pendinginan yang maksimum tidak akan tercapai dengan metode ini, sehingga tujuan pembentukan baja yang seluruh bagiannya bermikrostruktur martensit (untuk baja karbon

“Kepariwisataan Budaya Bali memiliki hubungan yang sangat kuat dan berlandaskan Kebudayaan Bali. Ajaran Agama Hindu dan falsafah Tri Hita Karana dijadikan

Berdasarkan uraian di atas, maka yang menjadi menarik untuk diteliti dalam penelitian ini adalah pengaruh workfamily conflict dan stres kerja terhadap kepuasan

Apabila capaian tersebut dibandingkan dengan target akhir tahun Rencana Strategis (5.600 kecamatan), maka masih diperlukan upaya percepatan pencapaian indikator