SKRIPSI
Diajukan Oleh
ADI SUGIANTO 0512010019/FE/EM
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR
melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi dengan judul “Pengaruh Economic Value Added, Operating Cas Flow
Dan Investment Opportunity Set Terhadap Return Saham Perusahaan Textile Yang Go Public Di Pt. Bursa Efek Indonesia ”.
Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu persyaratan
dalam rangka menyelesaikan studi dan untuk memperoleh gelar Sarjana S1
Program Studi Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Pembangunan
Nasional “Veteran” Jawa Timur.
Menyadari sepenuhnya bahwa penelitian ini tidak akan terselesaikan tanpa
dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis
menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, MP., selaku Rektor Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
2. Bapak Dhani Ichsanudin N, MM., selaku Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur serta dosen
pembimbing penulis
3. Bapak Dr. Muhadjir Anwar, MM., selaku Ketua Program Studi Manajemen
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
4. Seluruh staf Dosen Fakultas Ekonomi UPN “Veteran” Jawa Timur yang telah
persatu, terimakasih.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Oleh
karena itu kritik dan saran yang menbangun akan penulis terima dengan senang
hati demi sempurnanya skripsi ini.
Surabaya, Januari 2012
Daftar Isi ... iii
Daftar Tabel ... vii
Daftar Lampiran ... viii
Abstraksi ... ix
Bab I Pendahuluan ... 1
1.1. Latar Belakang Masalah... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 6
1.3. Tujuan Penelitian ... 6
1.4. Manfaat Penelitian ... 7
Bab II Tinjauan Pustaka ... 8
2.1. Penelitian Terdahulu ... 8
2.2. Landasan Teori... 10
2.2.1. Economic Value Added ... 10
2.2.1.1.Pengertian EVA ... 10
2.2.2. Analisa Arus Kas ... 12
2.2.2.1.Kegunaan Laporan Kas ... 12
2.2.2.2.Pengertian Kas dan Penggolongan Arus Kas .. 12
2.2.2.3.Teknik Analisis Arus Kas ... 13
2.2.3.3.Investasi Tidak Langsung ... 19
2.2.4. Investmen Opportunity Set ... 20
2.2.4.1.Pengertian Investmen Opportunity Set ... 22
2.2.4.2.Jenis-Jenis Proksi IOS (Investment Opportunity Set ) ... 22
2.2.5. Return Saham ... 23
2.2.5.1.Pengertian Saham ... 23
2.2.5.2.Harga Saham ... 25
2.2.5.3.Penilaian Harga Saham ... 26
2.2.5.4.Return Saham ... 27
2.2.6. Pengaruh EVA terhadap Return Saham ... 27
2.2.7. Pengaruh Arus Kas Operasi (Operating Cas Flow) terhadap Return Saham ... 28
2.2.8. Pengaruh IOS (Investment Opportunity Set) terhadap Return Saham ... 29
2.3. Kerangka Berpikir ... 30
2.4. Hipotesis ... 30
Bab III Metode Penelitian ... 31
3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 31
3.3.1. Jenis Data ... 34
3.3.2. Sumber Data... 34
3.3.3. Pengumpulan Data ... 34
3.4. Teknik Analisis dan Uji Hipotesis ... 35
3.4.1. Teknik Normalitas ... 35
3.4.2. Uji Asumsi Klasik ... 35
3.4.3. Uji Regresi Linier Berganda ... 37
3.4.4. Uji Hipotesis ... 37
Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan ... 40
4.1. Gambaran Umum Objek Penelitian ... 40
4.1.1. Bursa Efek Indonesia ... 40
4.1.1.1.Profil Bursa Efek Indonesia ... 40
4.1.1.2.Visi dan Misi Bursa Efek Indonesia ... 42
4.1.2. Perkembangan Industri Tekstile Di Indonesia ... 43
4.2. Penyajian Data ... 45
4.2.1. Variabel Economic Value Added (X1) ... 45
4.2.2. Variabel Arus Kas Operasi (X2) ... 47
4.2.3. Variabel Investment Opportunity Set (X3) ... 49
4.2.4. Variabel Return Saham (Y) ... 51
4.3. Analisis Data ... 52
4.3.5. Uji Regresi Linier Berganda ... 55
4.3.6. Uji Hipotesis ... 57
4.3.6.1.Uji F ... 57
4.3.6.2.Hasil Pengujian Pengaruh Parsial ... 58
4.4. Pembahasan ... 60
4.4.1. Pengaruh Economic Value Added Terhadap Return Saham ... 60
4.4.2. Pengaruh Arus Kas Operasi Terhadap Return Saham 62
4.4.3. Pengaruh Retturn On Asset Terhadap Return Saham . 63 Bab V Kesimpulan dan Saran ... 65
5.1. Kesimpulan ... 65
5.2. Saran ... 65
Daftar Pustaka
Efek Indonesia Periode 2006-2009 ... 4
Tabel 4.1 Data Economic Value Added Perusahaan Manufaktur Go Publik Di Bursa Efek Indonesia Mulai Tahun Tahun 2006-2009 ... 46
Tabel 4.2 Data Arus Kas Operasi Perusahaan Manufaktur Go Publik Di Bursa Efek Indonesia Mulai Tahun Tahun 2006-2009 ... 48
Tabel 4.3 Data Investment Opportunity Set Perusahaan Manufaktur Go Publik Di Bursa Efek Indonesia Mulai Tahun Tahun 2006-2009 ... 50
Tabel 4.4 Data Return Saham Perusahaan Manufaktur Go Publik Di Bursa Efek Indonesia Mulai Tahun Tahun 2006-2009 ... 51
Tabel 4.5 Hasil Pengujian Normalitas ... 52
Tabel 4.6 Hasil Pengujian Autokorelasi ... 53
Tabel 4.7 Hasil Pengujian Multikolinieritas ... 54
Tabel 4.8 Hasil Pengujian Heteroskedastisitas ... 55
Tabel 4.9 Hasil Uji Regresi Linier Berganda ... 55
Tabel 4.10 Hasil Uji F ... 57
Tabel 4.11. Nilai R Square ... 58
Adi Sugianto
ABSTRAKSI
Sebuah perusahaan dalam memaksimalkan kemakmuran atau kesejahteraan ekonomi para pemegang saham, adalah dengan terus berusaha memaksimalkan nilai perusahaan dengan cara meningkatkan kenaikan harga saham. Peningkatan harga saham ini berarti akan terjadi juga peningkatan pembayaran deviden bagi pemegang saham. Tujuan normatif tersebut tidak mudah dicapai karena hampir setiap hari terjadi fluaktasi indeks harga saham yang menggambarkan perubahan harga saham yang ada di bursa. Tujuan dalam penelitian ini adalah Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh economic
value added, arus kas operasi, dan investmen opportunity set, terhadap return
saham perusahaan tekstil yang go public di PT. Bursa Efek Indonesia
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah economic value adde (X1), arus kas operasi (X2), investmen opportunity set (X3), dan return saham (Y).
Skala dalam penelitian ini menggunakan skala rasio. populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan textile yang go publik dan tercatat di PT. Bursa Efek Indonesia yang berjumlah 9 perusahaan. Teknik penarikan sampel yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Regresi Linier Berganda.
Kesimpulan dalam penelitian ini adalah economic value added berpengaruh positif tidak signifikan terhadap return saham, arus kas operasi berpengaruh positif signifikan terhadap return saham sedangkan investmen
opportunity set berpengaruh positif signifikan terhadap terhadap return saham. Keyword: economic value added, arus kas operasi, investmen opportunity set,
1.1.Latar Belakang Masalah
Sejak pertengahan tahun 2006, dunia usaha di Indonesia mulai terguncang
akibat melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat yang
diakibatkan oleh krisis global menimbulkan krisis terhadap rupiah dan disusul
luntrunya kepercayaan rupiah, hal ini mengakibatkan nilai tukar rupiah terus
merosot tajam dan menimbulkan krisis ekonomi yang berkepanjangan yang
berimbas pada krisis politik dan krisis kepercayaan kepada pemerintah.
Dalam memaksimalkan kemakmuran atau kesejahteraan ekonomi para
pemegang saham, adalah dengan terus berusaha memaksimalkan nilai perusahaan
dengan cara meningkatkan kenaikan harga saham. Peningkatan harga saham ini
berarti akan terjadi juga peningkatan pembayaran deviden bagi pemegang saham.
Tujuan normatif tersebut tidak mudah dicapai karena hampir setiap hari terjadi
fluaktasi indeks harga saham yang menggambarkan perubahan harga saham yang
ada di bursa.
Ekspektasi dari para investor terhadap investasinya adalah memperoleh
return (tingkat pengembalian) sebesar-besarnya dengan risiko tertentu. Return
tersebut dapat berupa capital gain ataupun dividen untuk investasi pada saham
dan pendapatan bunga untuk invesatasi pada surat hutang. Return tersebut yang
menjadi indikator untuk meningkatkan wealth para investor, termasuk di
dalamnya para pemegang saham. Dividen merupakan salah satu bentuk
peningkatan wealth pemegang saham. Investor akan sangat senang apabila
memprediksi berapa besar investasi mereka. Investor selalu mencari alternatif
investasi yang memberikan return tertinggi dengan tingkat risiko tertentu.
Mengingat risiko yang melekat pada investasi saham lebih tinggi dari pada
investasi pada perbankan, return yang diharapkan juga lebih tinggi. Hal ini sesuai
dengan teori investasi oleh Widiatmodjo (2008:84). Seorang investor akan
dihadapkan pada dua macam risiko yaitu risiko fundamental dan risiko pasar.
Dalam lingkungan bisnis yang kompetitif, perusahaan tidak hanya
diharapkan sebagai wealrh-creating institution, namun jauh lebih dari itu
diharapkan langkah-langkah besar dan cemerlang. Ukurang kinerja keuangan
yang mendasarkan pada laba akuntansi (accounting profil), seperti earning per
share, price earning ratio dan return on equity, dianggap tidak lagi memadai
untuk mengevaluasi efektivitas dan efisiensi perusahaan. Pada saat ini, banyak
perusahaan menggunakan ukuran kinerja yang lebih menekankan value (Value
based management/VBM).
Economic Value Added (EVA) yang dipopulerkan dan dipatenkan oleh
Stewart & Company, sebuah konsultan manajemen terekemuka adalah salah satu
varian value based management (Stewart, 1991). EVA menghitung economic
profit dan bukan accounting profit. Pada dasarnya, EVA menghitung nilai tambah
dalam suatu periode tertentu. Nilai tambah ini tercipta apabila perusahaan
memperoleh keuntungan (profit) di atas cost of capital perusahaan. Secara
matematis, EVA dihitung dari laba setelah pajak dikurangi dengan cost of capital
tahunan. Jika EVA positif, menunjukkan telah menciptakan kekayaan.
EVA hubungannya dengan return saham bila dalam sebuah prusahaan
untuk menanggung beban bunga dari hutang saja, perusahaan hanya mampu
diterima oleh pemegang saham karena kalau perusahaan menghasilkan EVA yang
negatif maka juga mempengaruhi return yang diterima oleh pemegang saham.
Namun demikian fokus penilain kinerja perusahaan saat ini tidak hanya
pada keuangan, banyak yang memandang bahwa nilai suatu perusahaan juga
tercermin dari nilai investsasi yang akan dikeluarkan di masa yang akan datang.
Myers (1977) menggambarkan nilai suatu perusahaan sebagai sebuah kombinasi
assets in place (aset yang dimiliki) dengan invesment options (pilihan investasi) di
masa depan. Gaver dan Gaver (1993) menyatakan bahwa nilai investment options
ini tergantung pada discretionary expenditures yang dikeluarkanoleh manajer di
masa depan. Pilihan-pilihan investasi yang dilakukan perusahaan di masa depan
tersebut kemudian dikenal dengan set kesempatan investasi atau Investment
Opportunity Set (IOS) (Kallapur dan Trombley, 2001).
Sebelum muncul konsep EVA, tolak ukur lain yang banyak digunakna
oleh para analis untuk mengukur kinerja suatu perusahaan, antara lain adalah arus
kas yang dihasilkan dari aktivitas operasi (operating cash flows), earnings before
extraordinary income, residual income dan lain sebagainya. EVA didasarkan pada
konsep residualincome, dengan manambahakan adanya penyesuaian akuntansi
(accounting adjustment). Menurut Stewart & Company, earnings dan earnings per
share adalah pengukuran yang keliru untuk kinerja perusahaan. Pengukuran
kinerja yang terbaik adalah economic value added (Stewart, 1991).
Return saham mempunyai hubungan dengan arus kas operasi manajemen
dikarenakan perusahaan maupun para investor menyadari bahwa arus kas operasi
deviden kepada pemegang saham adalah perusahaan yang memiliki earnings yang
tinggi dan sekaligus dana tunai yang cukup. Sedangkan peluang untuk
berinvestasi atau investment opportunity set juga mempunyai hubungan dengan
return saham. Indikasi adanya perusahaan yang tumbuh merupakan informasi
yang dapat digunakan investor untuk memperoleh return.
Untuk menentukan perusahaan yang diamati, maka peneliti
mengklasifikasi permasalahn yang ada terhadap perusahaan tekstil. Hal tersebut
dilakukan dengan mengamati return saham dari beberapa perusahaan tekstil yang
go publik di Bursa Efek Indonesia tahun 2006 sampai dengan tahun 2009,
selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 1.1.
Return Saham Perusahaan Tekstil Yang Go Publik Di Bursa Efek Indonesia Periode 2006-2009
Return Saham No
Nama Perusahaan 2006 2007 2008 2009
1 PT Polychindo Eka Perkasa 0,000 0,000 -0,6 0,914
9 PT Ricky Putra Globalindo Tbk 0,882 0,167 -0,562 -0,204
Sumber : ICMD Perusahaan Tekstil (2005-2009)
Berdasarkan data yang disajikan tersebut dapat diperoleh keterangan
bahwa return saham perusahaan tekstil mengalami penurunan pada beberapa
perusahaan seperti halnya pada PT Hanson International Tbk yang pada tahun
2006 return saham sebesar 0,400 dan pada tahun 2009 turun menjadi 0,000. Selain
tetap selama empat tahun terkahir.
Dalam kondisi keuangan negara mengalami krisis sejak pertengahan
tahun 1997 dan krisis global yang melanda beberapa tahun yang lalu, banyak
pabrik tekstil berhenti berproduksi sebagaimana dinyatakan Menteri Perdagangan
dan Peridustrian RI. Bukti di lapangan bahwa sektor industri yang terpuruk akibat
krisis moneter adalah, pertama, sektor automotif, kedua, sektor produksi
elektronik, ketiga, sektor tekstil dan produk tekstil, dan keempat, sektor industri
alas kaki (foot wear). Dari empat sektor industri tersebut, yang paling banyak
menyerap tenaga kerja adalah sektor tekstil. Kesulitan dalam industri tekstil
diakibatkan kesulitan bahan baku utama yaitu kapa yang masih harus mengimpor
dari luar negeri (Dewi, 2010).
Bagi perusahaan yang ingin masuk ke pasar modal perlu memperhatikan
syarat-syarat yang dikeluarkan oleh Bapepam sebagai regulator pasar modal.
Selain itu, perusahaan juga harus mampu meningkatkan nilai perusahaan,
sehingga terjadi peningkatan penjualan sahamnya di pasar modal. Jika
diasumsikan investor adalah seorang yang rasional, maka investor tersebut pasti
akan memperhatikan aspek fundamental untuk menilai ekspektasi imbal hasil
yang akan diperolehnya. Apabila perusahaan dapt menhasilkan return saham yang
besar, maka akan mempengaruhi para investor untuk menanamkan modalnya di
perusahaan tersebut, sehingga akan berdampak pada pemasukan bagi perusahaan
(Dewi, 2010).
Dengan adanya motivasi untuk mengetahui economic value added, arus
kas operasi, dan investmen opportunity set yang dapat mempengaruhi return yang
tekstile yang go publik di PT. Bursa Efek Indonesia (BEI) selama periode
2005-2008. Dengan latar belakang seperti yang telah diuraikan diatas maka terbentuklah
judul dari penelitian ini “Pengaruh Economic Value Added, operating cash flow
dan investment opportunity set terhadap return saham perusahaan yang go public
di PT. Bursa Efek Indonesia”
1.2.Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas, maka dapat dirumuskan
permasalah sebagai berikut :
1. Apakah economic value added mempunyai pengaruh terhadap return saham
perusahaan tekstil yang go public di PT. Bursa Efek Indonesia?
2. Apakah operating cash flow mempunyai pengaruh terhadap return saham
perusahaan tekstil yang go public di PT. Bursa Efek Indonesia?
3. Apakah investmen opportunity set mempunyai pengaruh terhadap return
saham perusahaan tekstil yang go public di PT. Bursa Efek Indonesia?
1.3.Tujuan Penelitian
Tujuan dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh economic value added
berpengaruh terhadap return saham perusahaan tekstil yang go public di PT.
Bursa Efek Indonesia.
2. Untuk mengetahui dan menganalisis apakah arus kas operasi berpengaruh
terhadap return saham perusahaan tekstil yang go public di PT. Bursa Efek
berpengaruh terhadap return saham perusahaan tekstil yang go public di PT.
Bursa Efek Indonesia
1.4.Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Bagi Perusahaan
Manfaat dari penelitian bagi perusahaan adalah perusahaan dapat mengetahui
variabel manakah yang berpengaruh atau tidaknya terhadap return saham.
Apabila perusahaan sudah mengetahui variabel-variabel manakah yang
berpengaruh atau tidak, maka perusahaan dapat lebih meningkatkan hasil
sahamnya.
2. Bagi Peneliti selanjutnya
Manfaat dari penelitian bagi peneliti selanjutnya adalah peneliti bisa
menambahkan variabel ataupun mengganti perusahaan sebagai obyek
penelitian.
3. Bagi Lembaga
Manfaat dari penelitian bagi lembaga adalah dapat memberikan tambahan
informasi khususnya bagi faklutas manajemen mengenai return saham dan
2.1.Penelitian Terdahulu
Penelitian sebelumnya yang dijadikan sebagai acuan pembanding untuk
penelitian ini adalah :
1. Pradhono dan Yulius Jogi Christiawan (2004)
a. Judul :
Pengaruh Economic Value Adde, Residual Income, Earnings Dan Arus
Kas Operasi Terhadap Return Yang Diterima Oleh Pemegang Saham.
b. Perumusan Masalah :
1. Apakah EVA mempunyai pengaruh terhadap return yang diterima
oleh pemegang saham?
2. Apakah residual income mempunyai pengaruh terhadap return yang
diterima oleh pemegang saham?
3. Apakah earnings mempunyai pengaruh terhadap return yang diterima
oleh pemegang saham?
4. Apakah arus kas operasi mempunyai pengaruh terhadap return yang
diterima oleh pemegang saham?
5. Apakah EVA mempunyai pengaruh yang paling signifikan terhadap
return yang diterima oleh pemegang saham?
c. Hasil Penelitian :
1. Hasil pengujian menunjukkan bahwa EVA tidak mempunyai pengaruh
2. Hasil pengujian menunjukkan bahwa residual income tidak
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap return yang diterima
oleh pemegang saham.
3. Hasil pengujian menunjukkan bahwa variabel earnigns mempunyai
pengaruh nyata terhadap return yang diterima oleh pemegang saham.
4. Hasil pengujian menunjukkan bahwa variabel arus kas operasi
mempunyai pengaruh yang paling signifikansi terhadap return yang
diterima oleh pemegang saham.
2. Anthi Dwi. P. A (2008)
a. Judul :
Analisis Pengaruh Investment Opportunity Set (IOS) Terhadap Return
Saham Perusahaan Sektor Manufaktur.
b. Perumusan Masalah :
1. Apakah Market to Book Value of Asset Ratio (MKTBKASS) sebagai
salah satu dari proksi IOS memiliki pengaruh yang positif dan
signifikan terhadap return saham perusahaan manufaktur?
2. Apakah Market to Book Value of Equity Ratio (MKTBKEQ) sebagai
salah satu proksi IOS memiliki pengaruh yang positif dan signifikan
terhadap return saham perusahaan manufaktur?
3. Apakah Earning Per Share/Price Ratio (E/P) sebagai salah satu dari
proksi IOS memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap
4. Apakah Capital Expenditure to Book Value of Asset (CAPBVA)
sebagai salah satu dari proksi IOS memiliki pengaruh yang positif dan
signifikan terhadap return saham perusahaan manufaktur?
c. Hasil Penelitian :
1. Hipotesis penelitian satu yaitu pengaruh Market to Book Value of
Asset (MKTBKASS) dengan return perusahaan manufaktur dapat
dibuktikan signifikansinya.
2. Hipotesis penelitian dua yaitu pengaruh Market to Book Value of Asset
(MKTBKEQ) dengan return perusahaan manufaktur dapat dibuktikan
signifikansinya.
3. Hipotesis penelitian tiga yaitu pengaruh Earning per Share / Price
Ratio (E/P) dengan return perusahaan manufaktur tidak dapat
dibuktikan signifikansinya.
4. Hipotesis penelitian empat yaitu pengaruh rasio Capital Expenditure
to Book Value of Asset (CAPBVA) terhadap return perusahaan
manufaktur tidak dapat dibuktikan signifikansinya.
2.2.Landasan Teori
2.2.1. Economic Value Added 2.2.1.1.Pengertian EVA
Menurut Hansen dan Mowen (2008:126) laba residu atau EVA adalah laba
EVA yang menunjukkan nilai positif, artinya perusahaan tersebut menciptakan
kekayaan (modal), hal sebaliknya bila menunjukkan nilai negatif. Dalam jangka
panjang hanya perusahaan-perusahaan yang menghasilkan modal, atau kekayaan
yang dapat bertahan.
Economic Value Added (EVA) atau diterjemahkan dalam bahasa
Indonesia menjadi nilai tambah ekonomis (NITAMI) merupakan sebuah model
yang relatif baru dalam penilaian kinerja perusahaan. EVA merupakan alat
pengukuran kinerja perusahaan untuk menilai tingkat keberhasilan suatu kegiatan
dari sisi kepentingan dan harapan penyandang dana (kreditur dan pemegang
saham) (Arifin, 2007:101). Dengan demikian eksekutif dan manajer perusahaan
dituntut untuk mampu menghasilkan keuntungan dari aktivitas perusahaan.
Penilaian kinerja perusahaan dengan model EVA dianggap mampu
memudahkan tugas komisaris dalam melakukan bargaining dengan manajemen.
Hal ini disebabkan perusahaan yang meraih laba secara akuntanasi belum tentu
memberikan keuntungan bagi pemiliknya atau para pemegang saham. Di sisi lain
pihak manajemen juga bisa memperoleh bargaining power untuk memperoleh
kompensasi yang lebih baik dengan mengaitkan kinerja manajerialnya dengan apa
yang ditujukan EVA tersebut. Apa yang ditunjukkan EVA juga dapat
memudahkan bagi CEO membuat program kompensasi kepada para menajernya
dengan mengaitkan EVA dan prestasi kerja masing-masing. EVA dihitung dengan
formula berikut ini yang dinyatakn dalam satuan moneter, dalam kasus ini satuan
2.2.2. Analisa Arus Kas
2.2.2.1.Kegunaan Laporan Arus Kas
Dengan melakukan analisa Arus Kas ini dapat mengetahui (Harahap,
2001:257):
1. Kemampuan perusahaan meng ”generate” kas, merencanakan, mengontrol
arus kas masuk dan arus keluar perusahaan pada masa lalu.
2. Kemungkinan keadaan arus kas masuk dan ke luar, arus kas bersih
perusahaan, termasuk kemampuan membayar dividen di masa yang akan
datang.
3. Informasi bagi investor, kreditor, memproyeksikan, return dari sumber
kekayaan perusahaan.
4. Kemampuan perusahaan untuk memasukkan kas ke perusahaan di masa yang
akan datang.
5. Alasan perbedaan antara laba bersih dibandingkan dengan penerimaan dan
pengeluaran kas.
6. Pengaruh investasi baik kas maupun bukan kas dan transaksi lainnya terhadap
posisi keuangan perusahaan selama satu periode tertentu.
2.2.2.2.Pengertian Kas Dan Penggolongan Arus Kas
Dalam laporan ini didefinisikan Kas adalah uang dan surat berharga
lainnya yang dapat diuangkan setiap saat serta surat berharga lainnya yang sangat
lancar yang memnuhi syarat (Harahap, 2001:258):
a. Setiap saat dapat ditukar menjadi kas.
b. Tanggal jatuh temponya sangat dekat.
Contoh kas dan yang disamakan dengan kas ini adalah kas di perusahaan,
di Bank, Treasury Bills, Commercial Paper jangka sangat pendek, Money Market
Fund, dan lain sebagainya.
Dalam penyajiannya Laporan Arus Kas ini memisahkan transaksi arus kas
dalam tiga kategori yaitu :
1. Kas yang berasal dari/digunakan untuk kegiatan operasional.
2. Kas yang berasal dari/digunakan untuk kegiatan investasi.
3. Kas yang berasal dari/ digunakan untuk kegiatan keuangan/pembiayaan.
2.2.2.3.Teknik Analisa Arus Kas
Setelah kita menguasai landasan teoritis dari laporan arus kas maka
selanjutnya kita akan membahas teknik melakukan analisa arus kas. Untuk
menganalisa laporan arus kas dapat kita lihat dari dua keadaan (Harahap,
2001:261) :
1. Menganalisa dari Laporan Arus Kas yang sudah dibuat perusahaan
2. Melakukan analisa berdasarkan informasi hanya dari laporan Neraca dan
Laba/Rugi. Dengan perkataan lain laporan arus kasnya belum ada.
2.2.2.4.Klasifikasi Arus Kas Menurut Jenis Terjadinya
Dilihat dari sudut pandangan ini, arus kas dibedakan kedalam arus kas
masuk (cash in flow) dan arus kas keluar (cash out flow)
1. Arus Kas Masuk
Arus kas masuk adalah arus kas yang terjadi dari kegiatan transaksi yang
Arus kas masuk ini dapat dibedakan dalam :
a. Penerimaan hasil penjualan keluaran (revenue).
b. Penerimaan hasil penjualan aktiva tetap yang disisihkanbdari penggunaan.
c. Nilai sisa poryek, yaitu nilai aktiva tetap yang diterima kembali pada akhir
usia ekonomis.
Unsur arus kas masuk yang paling utama ialah penerimaan hasil
penjualan.
2. Arus Kas Keluar
Arus kas keluar adalah arus kas yang terjadi dari kegiatan transaksi yang
mengakibatkan beban pengeluaran kas.
Arus kas keluar dibedakan kedalam :
a. Pengeluaran investasi, yaitu beban pengeluaran kas untuk membelanjai
kegiatan pembangunan proyek.
b. Pengeluaran investasi baru, yaitu beban pengeluaran kas yang bertujuan
untuk membiayai keperluan investasi baru, seperti keperluan ekspansi,
peningkatan efisiensi proses produksi, dan lain-lain.
c. Pengeluaran operasi, yaitu pengeluaran kas untuk membelanjai operasi
proyek perusahaanagar dapat menjalankan fungsi komersionalnya asainya
seperti belanja produksi dan pemasaran.
d. Pengeluaran non operasi, yaitu penegeluaran kas untuk membiayai
kegiatan non operasional, seperti biaya manajemen, biaya riset, biaya
2.2.2.5.Arus Kas Operasi (Operating Cas Flow)
Menurut IAI (2009:2.2-2.3) arus kas adalah arus masuk dan arus keluar
kas atau setara kas. Sedangkan aktivitas operasi adalah aktivitas penghasil utama
pendapatan perusahaan (principal revenue-producing activities) dan aktivitas lain
yang bukan merupakan aktivitas investasi dan aktivitas pendanaan.
Jumlah arus kas yang berasal dari aktivitas operasi merupakan indikator
yang menentukan apakah operasi perusahaan dapat menghasilkan arus kas yang
cukup untuk melunasi pinjaman, memelihara kemampuan operasi perusahaan,
membayar dividen, dan melakukan investasi baru tanpa mengandalkan sumber
pendanaan dari luar. Informasi mengenai unsur tertentu arus kas historis bersama
dengan informasi lain, berguna dalam memprediksi arus kas operasi masa depan.
Arus kas dari aktivitas operasi terutama diperoleh dari aktivitas penghasil
utama pendapatan perusahaan. Oleh karena itu, arus kas pada umumnya berasal
dari transaksi dan peristiwa lain yang mempengaruhi penetapan laba atau rugi
bersih. Beberapa contoh arus dari aktivitas operasi adalah :
1. Penerimaan kas dari penjualan barang dan jasa.
2. Penerimaan kas dari royalti, fees, komisi, dan pendapatan lain.
3. Pembayaran kas kepada pemasok barang dan jasa.
4. Pembayaran kas kepada karyawan.
5. Penerimaan dan pembayaran kas oleh perusahaan asuransi sehubungan
6. Pembayaran kas atau penerimaan kembali (restitusi) pajak penghasilan kecuali
jika dapat diidentifikasikan secara khusus sebagai bagian dari aktivitas
pendanaan dari investasi.
7. Penerimaan dan pembayaran kas dari kontrak yang diadakan untuk tujuan
transaksi usaha dan perdagangan.
Perusahaan sekuritas dapat memiliki sekuritas untuk diperdagangkan
sehingga sama dengan persediaan yang dibeli untuk dijual kembali. Karenanya,
arus kas yang berasal dari pembelian dan penjualan dalam transaksi atau
perdagangan sekuritas tersebut diklasifikasikan sebagai aktivitas operasi. Sama
halnya dengan pemberian kredit oleh lembaga keuangan juga harus
diklasifikasikan sebagai aktivitas operasi, karena berkaitan dengan aktivitas
penghasil utama pendapatan lembaga keuangan tersebut. Langkah pertama dalam
menentukan arus kas perusahaan adalah untuk mengetahui arus kas dari operasi.
Arus kas operasi yang dihasilkan oleh kegiatan usaha, termasuk penjualan
services operating dan arus kas mencerminkan pembayaran pajak, tetapi tidak
pembiayaan, belanja modal, atau perubahan modal kerja (Ross dkk, 2008:29).
Menurut Ross dkk (2009:45-46) arus kas operasi adalah arus kas yang
merujuk pada aktivitas sehari-hari perusahaan dalam melakukan produksi dan
penjualan. Pengeluaran–pengeluaran yang terkait dengan pendanaan perusahaan
atas aset-asetnya tidak termasuk kedalam arus kas ini karena pengeluaran tersebut
bukanlah pengeluaran operasional. Arus kas operasional merupakan angka yang
penting karena mengatakan pada kita, pada tingkat yang sangat mendasar, apakah
arus kas keluarnya sehari-hari. Karena alasan ini, arus kas operasional yang
negatif sering kali merupakan pertanda adanya masalah. Cara menghitung arus
kas operasi adalah pendapatan dikurangi biaya-biaya
2.2.3. Investasi
2.2.3.1.Pengertian Investasi
Investasi ialah penundaan konsumsi sekarang untuk digunakan di dalam
produksi yang efisien selama periode waktu yang tertentu (Jogiyanto, 2003:5).
Titik-titik yang berada di indifference curve yang sama menjelaskan tingkat
substitusi subyektif dari individu untuk konsumsi-konsumsi yang berbeda
waktunya. Substitusi ini menjelaskan berapa unit konsumsi mendatang yang harus
ditermia supaya individu mau mengorbanakan satu unit konsumsi mendatang
yang harus diterima supaya individu mau mengorbankan satu unit konsumsi
sekarang dengan tingkat kepuasaan subyektif yang sama. Walaupun pengorbanan
konsumsi sekarang dapat diartikan sebagai investasi untuk konsumsi di masa
mendatang, tetapi pengertian investasi yang lebih luas membutuhkan kesempatan
produksi yang effisien untuk mengubah satu unit konsumsi yang ditunda untuk
dihasilkan menjadi lebih dari satu unit konsumsi mendatang.
Dengan demikian investasi dapat didefinisikan sebagai penundaan
konsumsi sekarang untuk digunakan di dalam produksi yang effisien selama
periode waktu yang tertentu. Dengan adanya kesempatan produksi yang efisien,
pendundaan konsumsi sekarnag untuk diinvestasikan ke produksi tersebut akan
2.2.3.2.Investasi Langsung
Investasi langsung dapat dilakukan dengan membeli aktiva keuangan yang
dapat diperjual-belikan di pasar uang (money market), pasar modal (capital
market), atau pasar turunan (derivative market). Investasi langsung juga dapat
dilakukan dengan membeli aktiva keuangan yang tidak dapat diperjual-belikan.
Aktiva keuangan yang tidak dapat diperjual-belikan biasanya diperoleh melalui
bank komersial. Aktiva-aktiva ini dapat berupa tabungan di bank atau sertifikat
deposito.
Aktiva yang dapat diperjual-belikan di pasar uang (monery market) berupa
aktiva yang mempunyai risiko gagal kecil, jatuh temponya pendek dengan tingkat
cari yang tinggi. Contoh aktiva ini dapat beruap Treasury-bill (T-bill) yang
banyak digunakan di penelitian keuangan sebagai proksi return bebas risiko
(risk-free rate of return). Contoh yang lain adalah sertifikat deposito yang dapat
dinegoisasi. Istilah negoisasi berarti dapat dijual kembali.
Macam-macam investasi langsung dapat disarikan sebagai berikut ini:
1. Investasi langsung yang tidak dapat diperjual belikan
- Tabungan
- Deposito
2. Investasi langsung yang dapat diperjual-belikan.
A. Investasi langsung di pasar uang.
- T-Bill
- Deposito yang dapat dinegoisasi
B. Investasi langsung di pasar modal.
- T-Bond
- Federal Agency securities
- Manicipal bond
- Corporate bond
- Convertible bond
C. Investasi langsung di pasar turunan.
a. Opsi
- Waran (warrant)
- Opsi put (put option)
- Opsi call (call option)
b. Futures contract
2.2.3.3.Investasi Tidak Langsung
Investasi tidak langsung dilakukan dengan membeli surat-surat berharga
dari perusahaan inestasi. Peruashaan investasi adalah perusahaan yang
menyediakan jasa keuangan dengan cara menjual sahamnya ke publik dan
menggunakan dana yang diperoleh untuk diinvestasikan ke dalam portofolionya.
Perusahaan investasi dapat diklarifikasikan sebagai unit investmen trust
closed-end investment companies dan open-closed-end investment companies.
Unit investment trust merupakan trust yang menerbitkan portofolio yang
dibentuk dari surat-surat berharga berpengahsailan tetap (misalnya bond) dan
ditangani oleh orang kepercayaan yang independen. Sertifikat portofolio ini dijual
kepada investor sebesar nilai bersih total aktiva yang tergabung di dalam
kepada trust sebesar nilai bersih sertifikat tersebut (net asset value atau NAV).
Besarnya NAV per sertifikat adalah total nilai pasar dari sekuritas-sekuritas yang
tergabung di portofolio dikurangi dengan biaaya-biaya yang terjadi dan dibagi
dengan jumlah sertifikat yang diedarkan.
Closed-end investment companies merupakan perusahaan ingestasi yang
hanya menjual sahamnya pada saat penawaran perdana (initial public offering)
saja dan selanjutnya tidak menawarkan lagi tambahan lembar saham. Lembar
saham yang sudah beredar dari penawaran perdana diperdagangkan di pasar
sekunder (stock exchange) dengan harga pasar yang terjadi di pasar bursa.
2.2.4. Investmen Opportunity Set
2.2.4.1.Pengertian Investmen Opportunity Set
Istilah set kesempatan investasi atau Investment Opportunity Set (IOS)
muncul setelah dikemukakan oleh Myers (1977) yang memandang nilai suatu
perusahaan sebagai sebuah kombinasi assets in place (aset yang dimiliki) dengan
invesment options (pilihan investasi) pada masa depan. Kole dalam Norpratiwi
(2004) menyatakan nilai investment options ini tergantung pada discretionary
expenditures yang dikeluarkan manajer di masa depan yang pada saat ini
merupakan pilihan-pilihan investasi yang diharapkan akan menghasilkan return
yang lebih besar dari biaya modal dan dapat menghasilkan keuntungan, sedangkan
assets in place tidak memerlukan investasi semacam itu. Pilihan-pilihan investasi
di masa yang akan datang ini kemudian dikenal dengan set kesempatan investasi
Myers (1977) menyatakan bahwa perusahaan adalah kombinasi antara
nilai aktiva riil (asset in place) dengan pilihan investasi di masa yang akan datang.
Pilihan investasi merupakan suatu kesempatan untuk berkembang, namun
seringkali perusahaan tidak selalu dapat melaksanakan semua kesempatan
investasi di masa mendatang. Bagi perusahaan yang tidak dapat menggunakan
kesempatan investasi tersebut akan mengalami pengeluaran yang lebih tinggi
dibanding dengan nilai kesempatan yang hilang.
Opsi investasi masa depan tidak semata-mata hanya ditunjukkan dengan
adanya proyek-proyek yang didukung oleh kegiatan riset dan pengembangan saja,
tetapi juga dengan kemampuan perusahaan yang lebih dalam mengeksploitasi
kesempatan mengambil keuntungan dibandingkan dengan perusahaan lain yang
setara dalam suatu kelompok industrinya. Kemampuan perusahaan yang lebih
tinggi ini bersifat tidak dapat diobservasi (unobservable) (Rokhayati, 2005).
Berdasarkan pengertian tersebut para peneliti telah mengembangkan proksi
pertumbuhan perusahaan menjadi IOS sesuai dengan tujuan dan jenis data yang
tersedia dalam penelitiannya.
Secara umum dapat dikatakan bahwa IOS menggambarkan tentang
luasnya kesempatan atau peluang investasi bagi suatu perusahaan, namun sangat
tergantung pada pilihan expenditure perusahaan untuk kepentingan di masa yang
akan datang. Dengan demikian IOS bersifat tidak dapat diobservasi, sehingga
perlu dipilih suatu proksi yang dapat dihubungkan dengan variabel lain dalam
perusahaan, misalnya variabel pertumbuhan, variabel kebijakan dan lain-lain. Dari
dasar untuk mengklasifikasikan perusahaan sebagai kategori perusahaan
bertumbuh dan tidak bertumbuh, dan IOS juga memiliki hubungan dengan
berbagai variabel kebijakan perusahaan (Norpratiwi, 2004)
2.2.4.2.Jenis-Jenis Proksi IOS (Investment Opportunity Set )
Proksi IOS yang digunakan dalam bidang akuntansi dan keuangan
digolongkan menjadi 3 jenis, yaitu (Kallapur dan Trombley, 2001) :
1. Proksi IOS berbasis pada harga
Proksi IOS yang berbasis pada harga merupakan proksi yang
menyatakan bahwa prospek pertumbuhan perusahaan sebagian dinyatakan
dalam harga pasar. Proksi berdasarkan anggapan yang menyatakan bahwa
prospek pertumbuhan perusahaan secara parsial dinyatakan dalam harga-harga
saham, dan perusahaan yang tumbuh akan memiliki nilai pasar yang lebih
tinggi secara relatif untuk aktiva-aktiva yang dimiliki (asset in place)
dibandingkan perusahaan yang tidak tumbuh. IOS yang didasari pada harga
akan berbentuk suatu rasio sebagai suatu ukuran aktiva yang dimiliki dan nilai
pasar perusahaan.
Proksi IOS yang merupakan proksi berbasis harga adalah : Market
2. Proksi IOS berbasis pada investasi
Proksi IOS berbasis pada investasi merupakan proksi yang percaya
pada gagasan bahwa suatu level kegiatan investasi yang tinggi berkaitan
secara positif dengan nilai IOS suatu perusahaan. Proksi IOS yang merupakan
proksi IOS berbasis investasi adalah : Ratio R&D expense to firm value, Ratio
of R&D expense to total assets, Ratio of R&D expense to sales, Ratio of
capital addition to firm value, dan Ratio of capital addition to asset book value.
3. Proksi IOS berbasis pada varian (variance measurement)
Proksi IOS berbasis pada varian (variance measurement) merupakan
proksi yang mengungkapkan bahwa suatu opsi akan menjadi lebih bernilai
jika menggunakan variabilitas ukuran untuk memperkirakan besarnya opsi
yang tumbuh, seperti variabilitas return yang mendasari peningkatan aktiva.
Proksi IOS yang berbasis varian adalah : VARRET (variance of total return),
dan Market model Beta.
2.2.5. Return Saham 2.2.5.1.Pengertian Saham
Saham dapat didefinisikan sebagai tanda penyertaan atau pemilikan
seseorang atau badan dalam suatu perusahaan (perseroan terbatas) (arifin, 2007).
Secara fisik, saham berupa selembar kertas yang menerangkan bahwa pemilik
kertas tersebut adalah pemilik perusahaan yang menerbitkan surat tersebut. Saham
terbagi menjadi saham biasa (common stock) dan saham preferen (preffered
perusahaan) sepanjang perusahaan memperoleh laba. Pemilik saham preferen
memiliki hak lebih dulu untuk memperoleh dividen.
Suatu perusahaan dapat menjual hak kepemikilikannya dalam bentuk
saham (stock). Jika perusahaan hanya mengelurkan satu kelas saham saja, saham
ini biasa disebut dengan saham biasa (common stock). Untuk menarik investor
potensial lainnya, suatu perusahaan mungkin juga mengelurakan kelas lain dari
saham, yaitu yang disebut dengan saham preferen (preffered stock) (Jogiyanto,
2003:67)
Saham ialah tanda penyertaan modal pada perseroan terbatas
(Gitosudarmo & Basri, 2002:265). Jenis-jenis saham secara umum :
1. Saham Biasa. Saham biasa adalah saham yang tidak memperoleh hak
istimewa. Pemegang saham biasa mempunyai hak untuk memperoleh dividen
sepanjang perseroan memperoleh keuntungan. Pemilik saham mempunyai hak
suara pada rapat umum pemegang saham, dan pada likuidasi perseroan
pemilik saham memiliki hak memperoleh sebagian dari kekayaan perseroan
setelah tagihan kreditru dan saham preferen dilunasi.
2. Saham Bonus. Saham bonus, diciptakan dari pos cadangan perseroan, yang
terbentuk dari uang kontan yang tidak dibagikan kepada para pemegang
saham, kekayaan perseorangan tidak mengalmi perubahan, karena tidak ada
kekayaan yang bertambah dan tidak ada modal yang dibayarkan.
Perubahannya adalah pergerseran struktur permodalan perseroan saja.
3. Saham Pegawai. Saham yang dapat dimiliki oleh para pegawai, dengan syarat
4. Saham Preferen. Para pendiri perseroan, biasanya dihargai dengan diberikan
jasa yaitu dapat berupa saham yang disebut saham pendiri.
5. Saham Preferen. Saham yang memberikan hak untuk mendapat dividen dan
atau bagian kekyaan pada saat perubahan lebih dahulu dari saham biasa, dan
disamping itu mempnyai preferen untuk mengajukan usul pencalonan
direiksi/komisaris.
6. Saham Preferen Kumulatif. Saham preferen yang memberikan hak untuk
mendapatkan dividen yang belum dibayarkan pada tahun-tahun yang lalu
secara kumulatif.
7. Saham Preferen Partisipasi. Saham yang disamping hak prioritasnya masih
dapat turut serta dalam pembagian dividen selanjutnya.
2.2.5.2.Harga Saham
Siamat (2001:225) dalam Sugiharto dan Haryanto (2003:142) beranggapan
bahwa harga saham merupakan refleksi dari nilai perusahaan yang bersangkutan.
Seringkali investor melakukan penilaian terhadap saham perusahaan berdasarkan
perolehan per lembar saham. (Weston, 1994:215).
Menurut Sunariyah (2000:154) harga saham dapat dibedakan menjadi tiga
macam, yakni harga pasar, harga nominal dan harga perdana.
1. Harga pasar (market value) yaitu harga yang berlaku dalam pasar pada saat
itu.
2. Harga nominal saham adalah harga saham yang tercantum dalam sertifikat
saham, dimana yang telah ditetapkan oleh emiten serta dengan mendapatkan
3. Harga perdana adalah harga saham ketika saham tersebut dijual saat pertama
kali di pasar perdana, yang harganya ditentukan oleh penjamin emisi dan
emiten berdasarkan analisis fundamental perusahaan yang bersangkutan.
2.2.5.3.Penilaian Harga Saham
Menurut G. Foster (1986) dalam Gitosudarmo dan Basri (2002:268),
analisis terhadap saham melalui manajemen investasi aktif dapat dilakukan
dengan dua pendekatan yaitu pendekatan teknikal dan pendekatan fundamental.
1. Pendekatan Teknikal
Pendekatan teknikal merupakan suatu teknik analisis yang
menggunakan data atau catatan mengenai pasar itu sendiri untuk berusaha
mengakses permintaan dan penawaran suatu saham tertentu atau pasar secara
keseluruhan.
Pendekatan ini menggunakan data yang sudah dipublikasikan serta
faktor-faktor lain yang sasarannya adalah ketepatan waktu dalam memprediksi
pergerakan harga jangka pendek suatu saham maupun indikator pasar.
Penekanan analis adalah pada perubahan harga daripada tingkat harga untuk
meramalkan perubahan harga tersebut.
2. Pendekatan Fundamental
Analisis fundamental didasarkan pada suatu anggapan bahwa setiap
saham memiliki nilai intrinsik. Nilai intrinsik merupakan nilai nyata suatu
saham yang ditentukan oleh beberapa faktor fundamental perusahaan penerbit
saham. Menurut Braham et al. (1986), nilai intrinsik adalah nilai yang
tercermin pada faktor seperti pendapatan deviden, prospek perusahaan, aspek
Dalam penelitian ini menggunakan penilaian harga saham menggunakan
pendekatan teknikal yakni dengan menggunakan data yang sudah dipublikasikan
yaitu dari ICMD (Indonesia Capital Market Directory)
2.2.5.4.Return Saham
Tingkat keuntungan (return) adalah rasio antara pendapatan investasi
selama beberapa periode dengan jumlah dana yang diinvestasikan. Pada umumnya
investor mengharapkan keuntungan yang tinggi dengan resiko kerugian yang
sekecil mungkin, sehingga para investor berusaha menentukan tingkat keuntungan
investasi yang optimal dengan menentukan konsep investasi yang memadai.
Konsep ini penting karena tingkat keuntungan yang diharapkan dapat diukur.
Dalam hal ini tingkat keuntungan dihitung berdasarkan selisih antara capital gain
dan capital loss. Rata-rata return saham biasanya dihitung dengan mengurangkan
harga saham periode tertentu dengan harga saham periode sebelumnya dibagi
dengan harga saham sebelumnya (Hartono, 2000).
Rumus dari Return Saham :
i,t = Harga Penutupan Saham Pada Tahun t
P
2.2.6. Pengaruh EVA terhadap Return Saham
Economic Value Added (EVA) atau NITAMI (Nilai Tambah Ekonomis) adalah ukuran kinerja keuangan yang lebih mampu menangkap laba ekonomis
perusahaan yang sebenarnya daripada ukuran– ukuran lain. Pada perusahaan yang
sekarang yang masih menanggung beban pokok dan bunga hutang yang besar,
yang antara lain disebabkan akibat fluktuasi nilai tukar valuta asing pada masa
sebelumnya. Untuk menanggung beban bunga dari hutang saja, banyak
perusahaan hanya mampu menghasilkan laba yang minim atau bahkan menderita
kerugian, sebagaimana tampak dalam laporan laba rugi sehingga berdampak
langsung pada return yang diterima oleh pemegang saham kerena kalau
perusahaan menghasilkan EVA yang negatif maka juga mempengaruhi return
yang diterima oleh pemegang saham (Pradhono dan Christiawan, 2004).
2.2.7. Pengaruh Arus Kas Operasi (Operating Cas Flow) terhadap Return Saham
Dalam manajemen keuangan terdapat banyak metode yang bisa
digunakan untuk mengevaluasi dan menilai investasi. Menurut Damodaran
(1999) dalam Pradhono (2004), untuk mengukur return dari sebuah investasi,
dapat digunakan arus kas. Informasi arus kas berguna untuk menilai kemampuan
perusahaan dalam menghasilkan kas, informasi tersebut juga meningkatkan daya
banding pelaporan kinerja operasi berbagai perusahaan karena meniadakan
pengaruh penggunaan perlakuan akutansi yang berbeda terhadap transaksi dan
Manajemen perusahaan maupun para investor menyadari bahwa arus kas
operasi positif lebih menjamin kemampuan perusahaan dalam menjalankan
aktivitas usahanya dimasa yang akan datang. Sehingga perusahaan yang mampu
membayar deviden kepada pemegang saham adalah perusahaan yang memiliki
earnings yang tinggi dan sekaligus dana tunai yang cukup (Pradhono dan
Christiawan, 2004)
2.2.8. Pengaruh IOS (Investment Opportunity Set) terhadap Return Saham
Proksi IOS digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam penilaian
kondisi perusahaan. Indikasi adanya perusahaan yang tumbuh merupakan
informasi yang dapat digunakan investor untuk memperoleh return. Semakin
tinggi Market to Book Value of Asset (MKTBKASS), semakin besar aset yang
digunakan perusahaan dalam usahanya, maka semakin besar kemungkinan
perusahaan tersebut untuk bertumbuh, sehingga harga sahamnya akan meningkat,
dan pada akhirnya return saham yang diperoleh pemegang saham akan semakin
meningkat pula (Anugrah, 2009).
Rasio market value to book of asset merupakan proksi IOS berdasarkan
harga. Proksi ini digunakan untuk mengukur prospek pertumbuhan perusahaan
berdasarkan banyaknya asset yang digunakan dalam menjalankan usahanya. Bagi
para investor, proksi ini menjadi bahan pertimbangan dalam penilaian kondisi
perusahaan. Indikasi adanya perusahaan yang tumbuh merupakan informasi yang
dapat digunakan investor untuk memperoleh return maupun abnormal return.
Semakin tinggi MKTBKASS semakin besar asset yang digunakan perusahaan
dalam usahanya, maka semakin besar kemungkinan perusahaan tersebut untuk
saham yang diperoleh pemegang saham akan semakin meningkat
(Anugrah, 2009).
2.3.Kerangka Konseptual
2.4.Hipotesis
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang diuraikan diatas, serta
landasan teori yang digunakan maka hipotesis untuk penelitian ini adalah :
1. Diduga bahwa Economic Value Added berpengaruh postif terhadap return
saham perusahaan tekstil yang go public di PT. Bursa Efek Indonesia.
2. Diduga bahwa Operating Cash Flow berpengaruh positif terhadap return
saham perusahaan tekstil yang go public di PT. Bursa Efek Indonesia.
3. Diduga bahwa Investment Opportunity Set berpengaruh positif terhadap return
saham perusahaan tekstil yang go public di PT. Bursa Efek Indonesia
Economiv Value Added
(X1)
Operating Cash Flow
(X2)
Investment Opportunity Set (X3)
3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
Variabel-variabel yang diamati dalam penelitian ini terdiri dari beberapa
variabel. Variabel-variabel tersebut adalah sebagai berikut :
1. Variabel terikat (Y) dalam penelitian ini adalah rasio return saham. Rata-rata
return saham biasanya dihitung dengan mengurangkan harga saham periode tertentu dengan harga saham periode sebelumnya dibagi dengan harga saham
sebelumnya. Untuk menghitung return saham didapatkan rumus sebagai
berikut (Anthi, 2009):
R
i,t = Harga Penutupan Saham Pada Tahun t
P
i,t –1 = Harga Penutupan Saham Pada Tahun t-1
2. Variabel bebas (X) dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Economic Value Added (X1), yaitu ukuran kinerja keuangan yang paling
baik untuk menjelaskan economic profit suatu perusahaan, dibandingkan dengan ukuran yang lain. EVA juga merupakan ukuran kinerja yang
dapat menggunakan rumus sebagai berikut :
Tingkat Pajak (Tax) = 100%
Pajak
b. Arus Kas Operasi (X2), yaitu selisih bersih antara penerimaan dan
pengeluaran kas dan setara kas yang berasal dari aktivitas operasi selama
satu tahun buku, sebagaimana tercantum dalam Laporan Arus Kas,
rumusnya yaitu (Pradhono, 2004):
CHARGES
EVA WACC xINVESTED CAPITAL
Pajak
sebagai suatu kombinasi assets in place (aset yang dimiliki) dengan
investment options (pilihan investasi) di masa depan. Dalam penelitian ini
Investment Opportunity Set (IOS) diukur dengan menggunakan proksi MKTBKASS. Proksi ini digunakan untuk mengukur prospek
pertumbuhan perusahaan berdasarkan banyaknya asset yang digunakan
dalam menjalankan usahanya, rumusnya yaitu (Anthi, 2009):
IOS =
3.2. Tekhnik Penentuan Sampel 3.2.1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas : obyek / subyek
yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2003:55). Dalam
penelitian ini populasinya adalah perusahaan textile yang go publik dan tercatat di PT. Bursa Efek Indonesia yang berjumlah 9 perusahaan.
3.2.2. Sampel dan Teknik Penarikan Sampel
Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan pendekatan “non
probability sampling“ dengan metode “purposive sampling”. Adapun pengertian
non probability sampling adalah cara pengambilan sampel dimana peneliti tidak memberikan kesempatan yang sama pada anggota populasi untuk dijadikan
(Sugiyono, 2003:61). Kriteria sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Perusahaan Textile yang go publik di PT. Bursa Efek Indonesia.
2. Memiliki data laporan keuangan tahun 2006-2009.
3. Memiliki perputaran saham yang masih aktif
Dengan kriteria tersebut, maka jumlah sampel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah 6 perusahaan, yang terdiri dari:
1. PT. Argo Pantes
2. PT. Century Textile
3. PT. Panasia Filamen Inti
4. PT. Roda Vivatex
5. PT Tifico
6. PT. Untiex
3.3. Tekhnik Pengumpulan Data 3.3.1. Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu
data yang diambil untuk memperoleh bahan atau keterangan data dengan cara
mempelajari serta mencatat dari data dokumen dan laporan keuangan dari
Dalam penelitian ini data sekunder tersebut berupa laporan keuangan
perusahaan tekstile tahun 2006-2010 yang terdaftar di Bursa Efek indonesia,
selama 5 tahun ICMD (Indonesia Capital Market Directory).
3.3.3. Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data menggunakan teknik dokumentasi. Teknik
dokumentasi adalah pengambilan data yang diperoleh melalui dokumen-dokumen
dengan cara mencari dan mengumpulkan data dengan mengambil data-data yang
sudah dipublikasikan oleh pemerintah, industri atau sumber-sumber individual.
Data ini diambil atau digunakan sebagian dari data yang telah di catat atau
dilaporkan.
3.4. Tekhnik Analisis Dan Uji Hipotesis 3.4.1. Tekhnik Normalitas
Uji normalitas data digunakan untuk mengetahui apakah suatu data
mengikuti sebaran normal yang dapat dilakukan dengan berbagai metode
diantaranya adalah uji regresi OLS (Ordinary least Square), dimana distribusi sampling dari regresi OLS tergantung pada distribusi residual (e), apabila residual
(e) berdistribusi normal dengan sendirinya bo dan b1 juga berdistribusi normal.
(Gujarati, 1995:66). Komponen penganggu e harus tersebar mengikuti sebaran
normal dengan nilai tengah = 0 dengan varaian sebesar σ2. Uji normalitas dapat dilakukan dengan berbagai metode diantaranya adalah Kolmogorov Smirnov.
Dalam regresi OLS b0 dan b1 adalah fungsi linier dari Y dan Y adalah fungsi linier
Persamaan regresi harus bersifat BLUE (Best Linier Unbiased Estimator), artinya pengambilan keputusan uji F dan uji t tidak boleh bias. Untuk
menghasilkan keputusan yang BLUE, maka harus dipenuhi diantara tiga asumsi
dasar yang tidak boleh dilanggar oleh regresi linier, Apabila ada salah satu dari
ketiga asumsi dasar tersebut dilanggar, maka persamaan regresi yang diperoleh
tidak lagi bersifat BLUE (Best Linier Unbiased Estimator) (Algifari, 2000:83),
sehingga pengambilan keputusan melalu uji F dan uji t menjadi bias, yaitu :
1. Autokolerasi.
Autokorelasi dapat didefinisikan sebagai “korelasi antara data observasi yang
diurutkan berdasarkan urut waktu (data time series) atau data yang diambil pada waktu tertentu (data cross sectional)” (Gujarati, 1999:201). Jadi dalam model regresi linear diasumsikan tidak terdapat gejala autokorelasi. Artinya
nilai residual (Yobservasi–Yprediksi) pada waktu ke-t (et) tidak boleh ada
hubungan dengan nilai residual periode sebelumnya (et-1).
2. Multikolinieritas.
Uji asumsi multikolinieritas digunakan untuk menunjukkan adanya hubungan
linier antara variabel-variabel bebas dalam suatu model regresi. Salah satu
cara yang digunakan untuk mengetahui ada tidaknya multikolinieritas yaitu
dengan melihat besarnya nilai Variance Inflation Factor (VIF). VIF ini dapat dihitung dengan rumus:
dijelaskan oleh variabel bebas lainnya. Nilai cutoff yang umum dipakai adalah
nilai tolerance 0,10 atau sama dengan nilai VIF diatas 10. Setiap peneliti harus
menentukan tingkat kolonieritas yang masih dapat dia tolerir (Ghozali,
2001:57).
3. Heteroskedastisitas
Pada regresi linier, nilai residual tidak boleh ada hubungan dengan variabel
(X). Hal ini bisa diidentifikasi dengan menghitung korelasi Rank Spearman
antara residual dengan seluruh variabel bebas dimana nilai probabilitas yang
diperoleh harus lebih besar dari 0,05. (Gujarati, 1999 : 188)
rs = 1-6
di = Perbedaan dalam rank antara residual dengan variabel bebas ke-1.
N = Banyaknya data
3.4.3. Uji Regresi Linier Berganda
Untuk memudahkan dalam menjawab permasalahan dalam penelitian ini
yaitu mengenai pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat, maka teknik
analisis yang digunakan adalah persamaan regresi linier berganda sesuai dengan
tujuan yang akan diteliti sebagai berikut :(Santoso, 2001: 167)
Y= βo + β1 X1 + β2 X2 + β3 X3 + e
X1 : Economic Value Added (EVA)
X2 : Arus Kas Operasi
X3 : Investment Opportunity Set (IOS)
e : Standar Error
3.4.4. Uji Hipotesis a. Uji F
Pengujian hipotesis penelitian pengaruh simultan variabel (X1, X2, dan
X3) terhadap Y digunakan uji F dengan prosedur sebagai berikut :
1. H0 : b1 = 0 (tidak ada pengaruh yang nyata antara variabel bebas dengan
variabel terikat secara simultan)
Ha : b1 = 0 (ada pengaruh yang nyata antara variabel bebas dengan
variabel terikat secara simultan)
2. Dalam penelitian digunakan tingkat signifikasi 0,05 dengan derajat bebas
(n-k), dimana n : jumlah pengamatan, dan k : jumlah variabel.
3. Dengan F hitung sebesar :
b. Uji t
Pengujian hipotesis penelitian pengaruh parsial (X1, X2, dan X3)
terhadap Y digunakan uji t student dengan prosedur sebagai berikut:
1. H0 : b1 = 0 (tidak ada pengaruh yang nyata antara variabel bebas dengan
variabel terikat secara parsial)
Ha : b1 ≠ 0 (ada pengaruh yang nyata antara variabel bebas dengan
variabel terikat secara parsial)
2. Dalam penelitian ini digunakan tingkat signifikansi 0,05 dengan derajat
bebas (n-k), dimana n : jumlah pengamatan, dan k : jumlah variabel.
3. Dengan nilai t hitung :
) (bj se
bj thit
Keterangan :
t hit = t hasil perhitungan
bj = Koefisien regresi
4.1. Gambaran Umum Objek Penelitian
4.1.1. Bursa Efek Indonesia
4.1.1.1.Profil Bursa Efek Indonesia
Secara historis, pasar modal telah hadir jauh sebelum Indonesia merdeka.
Pasar modal atau bursa efek telah hadir sejak jaman kolonial Belanda dan tepatnya
pada tahun 1912 di Batavia. Pasar modal ketika itu didirikan oleh pemerintah Hindia
Belanda untuk kepentingan pemerintah kolonial atau VOC.
Meskipun pasar modal telah ada sejak tahun 1912, perkembangan dan
pertumbuhan pasar modal tidak berjalan seperti yang diharapkan, bahkan pada
beberapa periode kegiatan pasar modal mengalami kevakuman. Hal tersebut
disebabkan oleh beberapa faktor seperti perang dunia ke I dan II, perpindahan
kekuasaan dari pemerintah kolonial kepada pemerintah Republik Indonesia, dan
berbagai kondisi yang menyebabkan operasi bursa efek tidak dapat berjalan
sebagimana mestinya.
Pemerintah Republik Indonesia mengaktifkan kembali pasar modal pada tahun
1977, dan beberapa tahun kemudian pasar modal mengalami pertumbuhan seiring
dengan berbagai insentif dan regulasi yang dikeluarkan pemerintah.
Secara singkat, tonggak perkembangan pasar modal di Indonesia dapat dilihat sebagai
berikut: pada tanggal 14 Desember 1912 Bursa Efek pertama di Indonesia dibentuk di
Batavia oleh Pemerintah Hindia Belanda. Tahun 1914-1918 Bursa Efek di Batavia
kembali bersama dengan Bursa Efek di Semarang dan Surabaya. Awal tahun 1939
Karena isu politik (Perang Dunia II) Bursa Efek di Semarang dan Surabaya ditutup.
Tahun 1942-1952 Bursa Efek di Jakarta ditutup kembali selama Perang Dunia II.
Tahun 1952 Bursa Efek di Jakarta diaktifkan kembali dengan UU Darurat Pasar
Modal 1952, yang dikeluarkan oleh Menteri kehakiman (Lukman Wiradinata) dan
Menteri keuangan (Prof.DR. Sumitro Djojohadikusumo). Instrumen yang
diperdagangkan: Obligasi Pemerintah RI (1950). Pada tahun 1956 Program
nasionalisasi perusahaan Belanda. Bursa Efek semakin tidak aktif. Tahun 1956-1977
Perdagangan di Bursa Efek vakum. Tanggal 10 Agustus 1977 Bursa Efek diresmikan
kembali oleh Presiden Soeharto. BEJ dijalankan dibawah BAPEPAM (Badan
Pelaksana Pasar Modal). Tanggal 10 Agustus diperingati sebagai HUT Pasar Modal.
Pengaktifan kembali pasar modal ini juga ditandai dengan go public PT Semen
Cibinong sebagai emiten pertama. Tahun 1977-1987 Perdagangan di Bursa Efek
sangat lesu. Jumlah emiten hingga 1987 baru mencapai 24. Masyarakat lebih memilih
instrumen perbankan dibandingkan instrumen Pasar Modal.
Tahun 1987 ditandai dengan hadirnya Paket Desember 1987 (PAKDES 87)
yang memberikan kemudahan bagi perusahaan untuk melakukan Penawaran Umum
dan investor asing menanamkan modal di Indonesia. Tahun 1988-1990 Paket
deregulasi dibidang Perbankan dan Pasar Modal diluncurkan. Pintu BEJ terbuka untuk
asing. Aktivitas bursa terlihat meningkat. Pada tanggal 2 Juni 1988 Bursa Paralel
Indonesia (BPI) mulai beroperasi dan dikelola oleh Persatuan Perdagangan Uang dan
Efek (PPUE), sedangkan organisasinya terdiri dari broker dan dealer. Bulan Desember
kemudahan perusahaan untuk go public dan beberapa kebijakan lain yang positif bagi
pertumbuhan pasar modal. Pada tanggal16 Juni 1989 Bursa Efek Surabaya (BES)
mulai beroperasi dan dikelola oleh Perseroan Terbatas milik swasta yaitu PT Bursa
Efek Surabaya. Tanggal 13 Juli 1992 Swastanisasi BEJ. BAPEPAM berubah menjadi
Badan Pengawas Pasar Modal. Tanggal ini diperingati sebagai HUT BEJ. Tanggal 22
Mei 1995 Sistem Otomasi perdagangan di BEJ dilaksanakan dengan sistem computer
JATS (Jakarta Automated Trading Systems). Tanggal 10 November 1995 Pemerintah
mengeluarkan Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.
Undang-Undang ini mulai diberlakukan mulai Januari 1996. Tahun 1995 Bursa Paralel
Indonesia merger dengan Bursa Efek Surabaya. Tahun 2000 Sistem Perdagangan
Tanpa Warkat (scripless trading) mulai diaplikasikan di pasar modal Indonesia. Tahun
2002 BEJ mulai mengaplikasikan sistem perdagangan jarak jauh (remote trading).
Tahun 2007 Penggabungan Bursa Efek Surabaya (BES) ke Bursa Efek Jakarta (BEJ)
dan berubah nama menjadi Bursa Efek Indonesia (BEI).
4.1.1.2.Visi dan Misi Bursa Efek Indonesia
Visi
Menjadi bursa yang kompetitif dengan kredibilitas tingkat dunia.
Misi
Menciptakan daya saing untuk menarik investor dan emiten, melalui
pemberdayaan Anggota Bursa dan Partisipan, penciptaan nilai tambah, efisiensi
4.1.2. Perkembangan Industri Tekstile Di Indonesia
Industri Tesktil Dan Produk Tekstil (Tpt) Indonesia secara teknis dan struktur
terbagi dalam tiga sektor industri yang lengkap, vertikal dan terintegrasi dari hulu
sampai hilir, yaitu: Sektor Industri Hulu (upstream), adalah industri yang
memproduksi serat/fiber (natural fiber dan man-made fiber atau synthetic) dan proses
pemintalan (spinning) menjadi produk benang (unblended dan blended yarn).
Industrinya bersifat padat modal, full automatic, berskala besar, jumlah tenaga kerja
realtif kecil dan out put pertenagakerjanya besar.
Sektor Industri Menengah (midstream), meliputi proses penganyaman
(interlacing) benang enjadi kain mentah lembaran (grey fabric) melalui proses
pertenunan (weaving) dan rajut (knitting) yang kemudian diolah lebih lanjut melalui
proses pengolahan pencelupan (dyeing), penyempurnaan (finishing) dan pencapan
(printing) menjadi kain-jadi. Sifat dari industrinya semi padat modal, teknologi madya
dan modern – berkembang terus, dan jumlah tenaga kerjanya lebih besar dari sektor
industri hulu.
Sejarah pertekstilan Indonesia dapat dikatakan dimulai dari industri rumahan
tahun 1929 dimulai dari sub-sektor pertenunan (weaving) dan perajutan (knitting)
dengan menggunakan alat Textile Inrichting Bandung (TIB) Gethouw atau yang
dikenal dengan nama Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) yang diciptakan oleh
Daalennoord pada tahun 1926 dengan produknya berupa tekstil tradisional seperti
sarung, kain panjang, lurik, stagen (sabuk), dan selendang. Penggunaan ATBM mulai
tergeser oleh Alat Tenun Mesin (ATM) yang pertama kali digunakan pada tahun 1939
tahun 1935. Dan sejak itu industri TPT Indonesia mulai memasuki era teknologi
dengan menggunakan ATM.
Tahun 1960-an, sesuai dengan iklim ekonomi terpimpin, pemerintah Indonesia
membentuk Organisasi Perusahaan Sejenis (OPS) yang antara lain seperti OPS Tenun
Mesin; OPS Tenun Tangan; OPS Perajutan; OPS Batik; dan lain sebagainya yang
dikoordinir oleh Gabungan Perusahaan Sejenis (GPS) Tekstil dimana pengurus GPS
Tekstil tersebut ditetapkan dan diangkat oleh Menteri Perindustrian Rakyat dengan
perkembangannya sebagai berikut.
Pertengahan tahun 1965-an, OPS dan GPS dilebur menjadi satu dengan nama
OPS Tekstil dengan beberapa bagian menurut jenisnya atau sub-sektornya, yaitu
pemintalan (spinning); pertenunan (weaving); perajutan (knitting); dan
penyempurnaan (finishing).
Menjelang tahun 1970, berdirilah berbagai organisasi seperti Perteksi; Printer’s
Club (kemudian menjadi Textile Club); perusahaan milik pemerintah (Industri
Sandang, Pinda Sandang Jabar, Pinda Sandang Jateng, Pinda Sandang Jatim), dan
Koperasi (GKBI, Inkopteksi).
Tanggal 17 Juni 1974, organisasi-organisasi tersebut melaksanakan Kongres
yang hasilnya menyepakati mendirikan Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) dan
sekaligus menjadi anggota API. FASE PERKEMBANGAN INDUSTRI TEKSTIL
INDONESIA diawali pada tahun 1970-an industri TPT Indonesia mulai berkembang
dengan masuknya investasi dari Jepang di sub-sektor industri hulu
(spinning dan man-made fiber making).
1. Periode 1970 – 1985, industri tekstil Indonesia tumbuh lamban serta terbatas dan
hanya mampu memenuhi pasar domestik (substitusi impor) dengan segment pasar
menengah-rendah.
2. Tahun 1986, industri TPT Indonesia mulai tumbuh pesat dengan faktor utamannya
adalah: (1) iklim usaha kondusif, seperti regulasi pemerintah yang efektif yang
difokuskan pada ekspor non-migas, dan (2) industrinya mampu memenuhi standard
kualitas tinggi untuk memasuki pasar ekspor di segment pasar atas-fashion.
3. Periode 1986 – 1997 kinerja ekspor industri TPT Indonesia terus meningkat dan
membuktikan sebagai industri yang strategis dan sekaligus sebagai andalan
penghasil devisa negara sektor non-migas. Pada periode ini pakaian jadi sebagai
komoditi primadona.
4. Periode 1998 – 2002 merupakan masa paling sulit. Kinerja ekspor tekstil nasional
fluktuatif. Pada periode ini dapat dikatakan periode cheos, rescue, dan survival.
5. Periode 2003 – 2006 merupakan outstanding rehabilitation, normalization, dan
expansion (quo vadis?). Upaya revitalisasi stagnant yang disebabkan
multi-kendala, yang antara lain dan merupakan yang utama: (1) sulitnya sumber
pembiayaan, dan (2) iklim usaha yang tidak kondusif.
6. Periode 2007 pertengahan – onward dimulainya restrukturisasi permesinan industri
TPT Indonesia.
4.2. Penyajian Data
4.2.1. Variabel Economic Value Added (X1)
Economic Value Added (X1), yaitu ukuran kinerja keuangan yang paling baik untuk menjelaskan economic profit suatu perusahaan, dibandingkan dengan ukuran
yang lain. EVA juga merupakan ukuran kinerja yang berkaitan langsung dengan
kemakmuran pemegang saham sepanjang waktu (Pradhono & Yulius J.C, 2004). Dari
go publik dan tercatat di PT. Bursa Efek Indonesia mulai tahun tahun 2006-2009,
diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 4.1
Data Economic Value Added Perusahaan Manufaktur Go Publik
Di Bursa Efek Indonesia Mulai Tahun Tahun 2006-2009
No NamaPerusahaan Tahun EVA
2006 -312.355.988.888.244
3 PT Panasia Filamen Inti
2009 194.848.530.029.269