• Tidak ada hasil yang ditemukan

NURUL AINI SIAGIAN P4400216020 TESIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "NURUL AINI SIAGIAN P4400216020 TESIS"

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

EFEK ANTIINFLAMASI EKSTRAK DAUN BERUWAS LAUT (SCAEVOLA TACCADA (GAERTN) ROXB) TERHADAP

KADAR IL-6 PADA MAMMAE TIKUS BETINA STRAIN SPRAGUE DAWLEY YANG DIINDUKSI

BAKTERI STAPHYLOCOCCUS AUREUS

THE ANTIINFLAMMATORY EFFECT OF BERUWAS LAUT LEAF EXTRACT (SCAEVOLA TACCADA (GAERTN(ROXB) ON IL-6

LEVELS IN MAMMARY OF FEMALE RATS STRAIN SPARAGUE DAWLEY INDUCED

BY STAPHYLOCOCCUS AUREUS

NURUL AINI SIAGIAN P4400216020

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR 2018

(2)

EFEK ANTIINFLAMASI EKSTRAK DAUN BERUWAS LAUT (SCAEVOLA TACCADA (GAERTN) ROXB) TERHADAP

KADAR IL-6 PADA MAMMAE TIKUS BETINA STRAIN SPRAGUE DAWLEY YANG DIINDUKSI

BAKTERI STAPHYLOCOCCUS AUREUS

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Magister

Program Studi Ilmu Kebidanan

NURUL AINI SIAGIAN

SEKOLAH PASCASARJANA

PROGRAM STUDI MAGISTER KEBIDANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR 2018

(3)
(4)
(5)

PRAKATA

Puji syukur peneliti ucapkan kepada Allah SWT karena atas berkah, rahmat dan izin-Nya penyusunan tesis yang berjudul “Efek Antiinflamasi Ekstrak Daun Beruwas Laut (Scaevola Taccada (Gaertn)Roxb) Terhadap Kadar Il-6 Pada Mammae Tikus Strain Sprague Dawley yang Diinduksi Bakteri Staphylococcus Aureus” ini dapat terselesaikan dengan baik.

Shalawat dan salam tak lupa peneliti sampaikan kepada Rasulullah Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabat yang telah menjadi teladan yang baik bagi kita.

Selama penyusunan tesis ini, peneliti mengalami banyak kendala namun berkat bimbingan, bantuan dan kerja sama dari berbagai pihak baik secara moril maupun materil akhirnya tesis ini bisa selesai.

Oleh karena itu dengan kerendahan hati, perkenankan peneliti menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada Dr. dr. Prihantono, Sp.B (K) Onk,M.Kes. selaku Ketua Komisi Penasihat dan DR. Mardiana Ahmad, S.Si.T, M.Keb., sebagai Anggota Komisi Penasihat atas bantuan dan bimbingan, arahan, koreksi serta saran yang telah diberikan mulai dari pengembangan minat terhadap permasalahan penelitian ini sampai selesainya penyusunan tesis ini.

(6)

Dengan kerendahan hati peneliti juga menghanturkan ucapan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Muhammad Ali, S.E,. M.S,. selaku Dekan Sekolah Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin Makassar

2. Prof. Dr. dr. Suryani As’ad, M.Sc., Sp.KG(K) selaku Plt Ketua Program Studi Magister Ilmu Kebidanan Universitas Hasanuddin Makassar sekaligus penguji 1.

3. dr. Aryadi Arsyad, M.Biomed,.Ph.D,. Dr. dr. Burhanuddin Bahar M.S selaku penguji 2 dan 3.

4. Ayahanda tercinta H. Nurlen Siagian dan Ibunda Hj. Dahniar Margolang, Abang, kakak dan adik saya yang saya sayangi, yang selalu mendoakan dan selalu memberikan dukungan baik moril maupun materil kepada saya dalam menyelesaikan hasil penelitian tesis ini.

Akhir kata sekali lagi peneliti ucapkan terima kasih atas semua bantuan yang diberikan, semoga mendapat anugerah dari Allah SWT.

Amin yarobbal’alamin.

Makassar, 11 Mei 2018

Nurul Aini Siagian

(7)

ABSTRAK

Mastitis merupakan suatu kondisi peradangan yang terjadi pada payudara yang ditandai dengan daerah payudarabengkak, merah,dan panas yang terjadi karena infeksi bakteri dan non infeksi. Salah satu terapi komplementer yang dapat diberikan untuk menangani masalah penyakit mastitis pada ibu pasca salin yaitu dengan memberikan terapi obat herbal yang didapat dari tanaman daun beruwas laut (scaevola taccada(gaertn)roxb. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efek antiinflamasi ekstrak daun beruwas laut (scaevola taccada(gaertn)roxb terhadap kadar IL-6 pada mammae tikus betina strain sprague dawley yang diinduksi bakteri staphylococcus aureus. Jenis penelitian menggunakan true experimental dengan pendekatan pre dan post test group desain, pengambilan sampel menurut standar WHO yaitu minimal 5 ekor. Uji statistik menggunakan uji ANOVA. Diperoleh hasil penelitian, untuk kelompok kontrol negatif 992,9 ± 9,7 , kontrol positif 834,6 ± 31,7, kontrol perlakuan 741,5 ± 32,5. Ekstrak daun beruwas laut berefek terhadap penurunan kadar IL-6 pada mammae tikus betina strain sprague dawley yang diinduksi bakteri staphylococcus aureus dengan signifikasi (p=0,00). Dapat disimpulkan bahwa ekstrak daun beruwas laut (scaevola taccada(gaertn)roxb berefek terhadap penurunan kadar IL-6 pada mammae tikus betina strain sprague dawley yang diinduksi bakteri staphylococcus aureus. Diperlukan pengkajian studi lanjut untuk penambahan dosis obat pada setiap perlakuan tindakan klinis supaya kadar IL-6 dapat menurun lebih signifikan, diperlukan juga pemeriksaan kuntitatif kadar kandungan senyawa pada daun beruwas laut.

Kata kunci : Scaevola Taccada, antiinflamasi, IL-6

(8)

ABSTRAC

Mastitis is an inflammatory condition that occurs in the breast that the breast area characterized by swollen, red, and heat that occurs due to bacterial infections and non-infectious. One of the complementary therapies that can be administered to deal with mastitis disease in the mother after the copy is to provide therapy herbal remedies derived from plants leaves beruwas laut(Scaevola taccada(Gaertn) Roxb. The aim of this study was to determine the anti-inflammatory effect beruwas laut leaf extract (Scaevola taccada(Gaertn) Roxb on levels of IL-6 in breast female rat strain Sprague Dawley induced by the bacteria staphylococcus aureus.

This type of research using a true experimental approach to pre-post-test and group design, sampling according to the WHO standard is a minimum of 5 mice. test ANOVA statistical test. Retrieved on research results, for the negative control group 992.9 ± 9.7, 834.6 ± 31.7 positive control, treatment control 741.5 ± 32.5. Beruwas laut leaf extract effect on decreased levels of IL-6 in breast female rats strain of Sprague-Dawley bacteria induced staphylococcus aureus with significance (p = 0.00). It can be concluded that the leaf extract beruwas laut(Scaevola taccada(Gaertn) Roxb effect on decreased levels of IL-6 in breast female rat strain Sprague Dawley induced by the bacteria .Necessary assessment of further studies to increase the drug dose in each treatment clinical measures so that the levels of IL -6 may decline more significantly, also required quantitative examination of the levels of compounds in the leaves beruwas laut.

Kata kunci : Scaevola Taccada, antiinflammatory, IL-6

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

LEMBAR PERNYATAAN ... iv

PRAKATA ... v

ABSTRAK ... vii

ABSTRAC ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR SINGKATAN ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10

A. Tinjauan Umum tentang Mastitis ... 10

B. Respon imun terhadap bakteri staphylococcus aureus ... 16

C. Tinjauan umum tentag interleukin 6 (IL-6) ... .. 17

D. Tinjauan umum tentang scaevola taccada ... 19

E. Kerangka Teori ... 24

F. Kerangka Konsep... 25

G. Hipotesis ... 25

H. Definisi Operasional ... 26

BAB III METODE PENELITIAN ... 27

(10)

A. Rancangan Penelitian ... 27

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 28

C. Populasi dan Teknik Sampel ... 29

D. Instrumen Pengumpulan Data ... 30

E. Etika Penelitian ... 39

F. Alur Penelitian ... 41

G. Analisis Penelitian ... 42

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 43

A. Hasil penelitian ... 43

B. Pembahasan ... 54

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 62

A. Kesimpulan ... 62

B. Saran ... 62 DAFTAR PUSTAKA

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Hasil uji senyawa fitokimia ekstrak beruwas laut ... 43 Tabel 2. Rerata berat badan tikus ... 44 Tabel 3. Rerata kadar IL-6 pada masing-masing kelompok ... 45 Tabel 4. Analisis perbedaan kadar IL-6 pada masing-masing

kelompok ... 47 Tabel 5. Analisis perbedaan kadar IL-6 pada tikus yang diinduksi

S.Aureus dan setelah diberikan treatment ... 49

(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Respon imflamasi ... 17

Gambar 2. Daun beruwas laut ... 20

Gambar 3. Model kerangka teori ... 24

Gambar 4. Model kerangka konseptual ... 25

Gambar 5 Rancangan Penelitian ... 27

Gambar 6 Grafik Rerata... 46

Gambar 7 Gambar Makroskopik histopatologi kelompok normal ... 50

Gambar 8 Gambar Makroskopik histopatologi kelompok negatif ... 51

Gambar 9 Gambar Makroskopik histopatologi kelompok positif .... 52

Gambar 9 Gambar Makroskopik histopatologi kelompok treatment ... 53

(13)

DAFTAR SINGKATAN

Lambang dan Singkatan Arti dan Keterangan

IL-6 Interleukin 6

TNF-α Tumor Necrosis Alfa

LTA Lipoteichoic Acid

APC Antigen Processing /Presenting

cell

BSF-2

B cell stimulatory factor-2/IL-6 APP

CSF colony stimulating factor

GF sel plasma Growth Factor sel plasma

COX-2 Siklooksigenase

Medium BHIB Brain Heart Infusion Broth

NA Nutrium Agar

ELISA Enzyme Linked Immunosorbent

Assay

PNM Polimorfonuklear

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Perhitungan dosis antibiotik

Lampiran 2 : Perhitungan dosis ekstrak beruwas laut Lampiran 3 : Lembar observasi

Lampiran 4 : Dokumentasi

(15)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Mastitis merupakan suatu kondisi peradangan yang terjadi pada payudara yang ditandai dengan daerah payudara bengkak, merah dan panas yang terjadi karena infeksi bakteri maupun non infeksi. Dua penyebab utama mastitis adalah stasis ASI dan infeksi. Stasis ASI biasanya merupakan penyebab primer, yang dapat disertai atau berkembang menjadi infeksi (Amir, 2014, WHO, 2000).

Studi prospektif mendapati 3% sampai 20% kasus mastitis tergantung pada definisi pasca salin tindak lanjut. Mayoritas kasus mastitis terjadi pada 6 minggu pertama setelah pasca salin. Salah satu faktor penyebabnya yaitu retaknya puting susu. Mastitis pada umumnya menyebabkan ibu berhenti menyusui bayinya sebelum waktunya (minimal 6 bulan/asi ekslusif). Keadaan tersebut dapat dicegah apabila ditangani sedini mungkin seperti memberikan perawatan konservatif atau tidakan medis saat ditemukan gejala awal mastitis atau ditemukannya tanda-tanda infeksi ( Amir, 2014, History, 2017, Foxman, et al,. 2002, Mahnaz et al, 2017).

Kejadian mastitis kronis ditemukan pada wanita usia muda primipara yaitu sebanyak 64%, ibu nifas berisiko sebanyak 87,7%. Wanita

(16)

yang memiliki faktor resiko terkena mastitis adalah wanita yang mengalami kerusakan putting susu, kelebihan produksi ASI, dan penggunaan perisai putting (Vuduedo, et al, 2015, Cullinane, et al, 2006, Anasari,2014)

Staphylococcus aureus merupakan patogen utama pada manusia yang menyebabkan berbagai infeksi klinis. Saat ini Staphylococcus aureus juga digunakan untuk mendiagnosa mastitis yang dikenal dengan istilah “mastitis menular” yang sedang diterapkan untuk menggambarkan kondisi kasus akut. Staphylococcus aureus dapat mengekspresikan berbagai macam permukaan protein yang dapat memainkan peran kunci dalam proses infeksi karena dapat mempromosikan adhesi bakteri pada sel inang dan jaringan, serta memperoleh nutrisi penting serta menghindari respon imun ( Tong et al., 2015, Contreras and Rodríguez, 2017, Chen et al., 2014).

Isolasi yang telah dilakukan Supar dan Ariyanti (2008) diketahui bahwa penyebab utama mastitis adalah staphylococcus aureus, streptococcus agalactiae, staphylococcus epidermis yang mendominasi sebanyak 91,5%.

Mastitis bereaksi terhadap Staphylococcus aureus dengan mengaktifkan mekanisme imun bawaan yang melibatkan produksi sitokin dan kemokin yang menarik makrofag neutrofil dan sel-sel kekebalan lainnya ke lokasi infeksi. Pada umumnya, aktivasi respon imun adaptif akan terjadi selama sel T dan B mampu secara spesifik memimpin antigen

(17)

untuk memberantas patogen (Von Kockritz-Blickwede et al, 2008, Sheehy et al, 2010).

Sistem imun bawaan dan fungsi imunologi merupakan host pertahanan yang utama terhadap patogen yang menyerang selama mastitis. Sitokin melakukan peran penting selama infeksi, kanker dan peradangan, dimana mereka mengatur proliferasi sel, diferensiasi dan kelangsungan hidup atau kematian sel. TNF-α merupakan sitokin utama pada respon inflamasi akut terhadap berbagai penyebab infeksi dan trauma. Sedangkan Interleukin 6 (IL-6) memiliki keterkaitan dengan TNF-α karena adanya fungsi saling berkoordinasi dalam pelepasan makrofag di daerah inflamasi. IL-6 juga disebut sebagai mediator utama inflamasi dalam sistem imun, kerjanya stabil dalam plasma (Fu et al., 2013, Sapochnik, Fuertes and Arzt, 2017, Abbas, et al., 2007, Kopa,et al,. 2005, Keller, dkk 2008).

IL-6 memiliki peran protektif dalam berbagai infeksi, dan dapat menjadi kunci untuk tidak terjadinya peradangan kronis. IL-6 konsisten sebagai faktor limfosit-stimulating, defisiensi IL-6 menyebabkan gangguan imunitas bawaan dan imunitas adaptif terhadap virus, parasit dan bakteri infeksi (Hunter and Jones, 2015, Dienz, et al,. 2012, Tanaka, Narazaki and Kishimoto, 2014, Rosh and john, 2012).

Inflamasi atau radang merupakan suatu respons protektif terhadap luka jaringan yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia, yang merusak, atau zat-zat mikrobiologik. Obat antiinflamasi adalah suatu golongan obat

(18)

yang memiliki khasiat analgetik (pereda nyeri), antipiretik (penurun panas), dan antiinflamasi (anti radang). Pada dasarnya obat ini relatif aman, apabila digunakan dengan dosis sesuai. Namun kekhawatiran akan timbul apabila dikonsumsi dengan dosis tinggi atau jangka panjang, sebab akan menimbulkan efek samping seperti keracunan hati, gangguan saluran pencernaan, gangguan ginjal dan masih banyak lagi (Amirah, et al,. 2014)

World Health Organization (WHO) telah merekomendasikan penggunaan obat herbal dalam bidang kesehatan sebagai terapi pendamping suatu penyakit, baik penyakit kronis maupun penyakit degeneratif. WHO juga memperkirakan 80% penduduk dunia saat ini bergantung pada penggunaan obat herbal dalam aspek kesehatan primer (WHO, 2015).

Scaevola taccada merupakan salah satu tumbuhan yang diduga memiliki efek antiinflamasi. Beberapa manfaat dari tanaman Scaevola taccada yaitu buah yang dihancurkan digunakan oleh masyarakat untuk mengobati tinea (kurap). Daun digunakan untuk gangguan pencernaan dan menyembuhkan sakit kepala. Selain itu, ada juga laporan yang menunjukkan penggunaan rebusan daun dan daging biji sebagai alat kontrasepsi.Jus dari buah matang telah digunakan untuk mengobati luka dan mata yang terinfeksi sedangkan kombinasi jus dari buah yang matang dan batang telah digunakan sebagai obat untuk gigitan dan sengatan binatang. Scaevola taccada juga telah digunakan sebagai bantuan dermatologis di Hawaii. Campuran kulit akar ditumbuk dengan garam

(19)

digunakan untuk penyembuhan penyakit kulit. Di Indonesia, akar digunakan sebagai penangkal pada saat mengkonsumsi ikan beracun dan kepiting. Scaevola taccada (Gaertn(Roxb) dilaporkan memiliki konstituen kimia dari alkaloid, flavonoid, lipid, terpenoid, glikosida dan saponin (Meijin, 2009, A.Chandran and G.Arunachalam, 2015).

A.Chandran and G.Arunachalam (2013) didalam penelitiannya mengatakan bahwa aktivitas antiinflamasi ekstrak daun beruwas laut (scaevola taccada) dievaluasi dengan menggunakan metode edema cakar karagenan pada tikus. Tikus dievaluasi untuk volume edema paw pada interval waktu yang berbeda hingga 3 jam. Ekstrak etanol 400mg / kg menunjukkan aktivitas sedang pada 180 menit (9,33 ± 1,33) sedangkan ekstrak air 400mg / kg menunjukkan aktivitas signifikan pada 180 menit (8,66 ± 1,2). Hasilnya mendukung penggunaan tanaman tradisional beruwas laut dalam beberapa kondisi yang menyakitkan dan peradangan.

Didalam penelitian Meijin (2009) mengatakan bahwa Scaevola taccada (Geartn)Roxb) sebagai antibakteri yaitu terdapat aktivitas antibakteri dari kandungan kimia dari Scaevola spinescens. Penelitian yang dilakukan oleh Rahmawatii, Amirah dan Sulfika 2012) juga mengatakan bahwa fraksi n-heksan daun beruwas laut (Scaevola taccada (Gaertn.)Roxb.) bersifat toksik sehingga memiliki potensi sebagai antikanker dengan nilai LC50 4,17 ± 2,59 μg/ml.

Penelitian yang dilakukan Kosman and Tappang (2012) tentang Golongan komponen kimia yang terdapat pada fraksi dietil eter daun

(20)

Beruwas Laut (Scaevola taccada (Gaertn)Roxb) adalah golongan Flavonoid dengan panjang gelombang 239.50 nm dan memiliki gugus hidroksi, aromatis, keton, alkil serta didukung penampak bercak setelah penyemprotan pereaksi benedict dan pereaksi Antimon (III) Klorida. Hasil penelitiannya juga mendukung penggunaan tanaman tradisional untuk terapi beberapa kondisi penyakit dan inflamasi.

Masih adanya kekhawatiran oleh masyarakat dari efek penggunaan obat antiinflamasi yang berbahan dasar kimia, sehingga menjadi indikasi untuk menemukan suatu obat antiinflamasi yang terbuat dari tanaman herbal salah satunya yaitu dari tanaman daun beruwas laut. Manfaat tumbuhan beruwas laut (Scaevola taccada (Geartn) Roxb) sudah ada yang meneliti sebelumnya namun belum ada yang menjelaskan tentang efek antiinflamasi ekstrak daun beruwas laut (Scaevola taccada (Geartn)Roxb) terhadap kadar IL-6 pada mammae tikus betina strain sprangue dawley yang diinduksi bakteri staphylococcus aureus. Beruwas laut juga merupakan tanaman yang banyak ditemukan ditepian pantai khususnya di Provinsi Sulawesi Selatan. Dan untuk pemeriksaan dengan menggunakan ELISA kit untuk melihat efek antiinflamasi ekstrak daun beruwas laut (Scaevola taccada (Geartn) Roxb) terhadap kadar IL-6 masih bisa dilaksanakan di wilayah kota Makassar.

(21)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas, maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut: “Apakah ada efek anti inflamasi ekstrak daun beruwas laut (Scaevola taccada (Gaertn)Roxb) terhadap kadar IL 6 pada mammae tikus betina strain sprangue dawley yang diindinduksi bakteri staphylococcus aureus?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui efek anti inflamasi ekstrak daun beruwas laut (Scaevola taccada (Gaertn)Roxb) terhadap kadar IL 6 pada mammae tikus betina strain sprangue dawley yang diindinduksi bakteri staphylococcus aureus

Tujuan Khusus

a. Menilai perubahan kadar IL-6 pada masing-masing kelompok sebelum, selama dan setelah pemberian ekstrak daun Beruwas Laut (Scaevola Taccada(Gaertn)Roxb) pada mammae tikus betina yang di induksi Staphylococcus Aureus.

(22)

b. Menilai perbedaan kadar IL-6 yang telah di induksi Staphylococcus Aureus sebelum pemberian ekstrak daun Beruwas Laut (Scaevola Taccada(Gaertn)Roxb)

c. Menilai perbedaan kadar IL-6 yang telah di induksi Staphylococcus Aureus setelah pemberian ekstrak daun Beruwas Laut (Scaevola Taccada(Gaertn)Roxb.

d. Membandingkan kadar IL-6 yang telah di induksi bakteri Staphylococcus Aureus.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat berguna menjadi terapi komplementer sebagai anti inflamasi yang diakibatkan oleh mastitis sehingga meningkatkan respon imun.

2. Manfaat Ilmiah

Diharapkan dapat menjadi bahan masukan yang bermanfaat untuk pembelajaran khususnya tentang pengobatan herbal pada ibu pasca salin serta dapat digunakan sebagai bahan masukan pengetahuan dan informasi serta pengembangan bagi penelitian selanjutnya.

(23)

E. Ruang Lingkup

Penelitian ini adalah penelitian true eksperimen mengenai efek anti inflamasi ekstrak daun beruwas laut (Scaevola taccada (Gaertn)Roxb) terhadap kadar IL 6 pada mammae tikus betina sprangue dawley yang diindinduksi bakteri staphylococcus aureus. Tujuan penelitian ini adalah efek anti inflamasi ekstrak daun beruwas laut (Scaevola taccada (Gaertn)Roxb) terhadap kadar IL 6 pada mammae tikus betina yang diindinduksi bakteri staphylococcus aureus.

F. Sistematika dan Organisasi

Secara garis besar pembahasan pada penelitian ini terbagi dalam beberapa bagian, antara lain :

BAB I Pendahuluan, menguraikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, lingkup penelitian, dan sistematika

BAB II Tinjauan pustaka : berisi tentang mastitis, respon imun terhadap bakteri staphylococcus aureus, interleukin 6, beruwas laut, kaitan beruwas laut terhadap kadar IL-6 BAB III Metode penelitian dikemukakan menegenai jenis

penelitian,lokasi dan waktu penelitian, populasi dan sampel , jenis data dan sumber data, teknik pengumpulan data dan teknik analisa data

(24)

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan tentang Mastitis 1. Anatomi payudara

Payudara terdiri dari jaringan kelenjar, fibrosa dan lemak. Terdapat puting susu, tonjolan berpigmen dikelilingi oleh aerola. Puting memiliki perforasi pada ujungnya dengan beberapa lubang kecil disebut aperture ductus laktiferosa. Jaringan kelenjar terdiri dari 15 sampai 25 lobus. Setiap lobus berbeda sehingga penyakit yang menyerang lobus tidak berkaitan dengan lobus lainnya (Sylvia et al, 2006; Price, 2012).

2. Fisiologi Laktasi

Setelah proses persalinan, maka plasenta terlepas. Dengan terlepasnya plasenta, produksi hormon esterogen dan progesteron ber- kurang. Pada hari kedua atau ketiga setelah persalinan, kadar esterogen dan progesteron turun drastis sedangkan kadar prolaktin tetap tinggi sehingga alveoli menghasilkan ASI dan disalurkan ke sinus melalui ductus laktiferus. Bersamaan dengan pembentukan prolaktin oleh adenohipofisis, rangsangan yang berasal dari isapan bayi dilanjutkan ke hipofise posterior (neurohipofise) yang kemudian dikeluarkan oksitosin. Melalui aliran darah, hormon ini menuju uterus sehingga menimbulkan kontraksi sebagai proses involusi uteri (WHO,2000 ;Guideline and Procedure Manual, 2012;

Guidelines, Mastitis And Breastfeeding, 2015).

(25)

3. Definisi Mastitis

Mastitis merupakan suatu kondisi peradangan yang terjadi pada payudara yang ditandai dengan daerah payudara bengkak, merah dan panas yang terjadi karena infeksi bakteri maupun non infeksi. Dua penyebab utama mastitis adalah stasis ASI dan infeksi. Stasis ASI biasanya merupakan penyebab primer, yang dapat disertai atau berkembang menjadi infeksi (Amir, 2014, WHO, 2000).

4. Morfologi

Mastitis disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus yaitu bakteri berbentuk bulat dengan diameter 1 µm, bersifat gram positif, biasanya tersusun dalam rangkaian tidak beraturan seperti buah anggur. Beberapa diantaranya tergolong flora normal pada kulit dan selaput mukosa manusia, menyebabkan penanahan, abses, berbagai infeksi piogen dan bahkan septikimia yang fatal. Staphylococcus aureus mengandung polisakarida dan protein yang berfungsi sebagai antigen dan merupakan substansi penting didalam struktur dinding sel, tidak membentuk spora, dan tidak membentuk flagel (Jawetz, 2013).

5. Patofisiologi

Terjadinya mastitis diawali dengan peningkatan tekanan di dalam duktus (saluran ASI) akibat stasis ASI. Bila ASI tidak segera dikeluarkan maka terjadi tegangan alveoli yang berlebihan dan mengakibatkan sel epitel yang memproduksi ASI menjadi datar dan tertekan, sehingga permeabilitas jaringan ikat meningkat. Beberapa

(26)

komponen (terutama protein kekebalan tubuh dan natrium) dari plasma masuk ke dalam ASI dan selanjutnya ke jaringan sekitar sel sehingga memicu respons imun. Stasis ASI yang tidak tertangani mengakibatkan terjadinya respon inflamasi dan kerusakan jaringan sehingga memudahkan terjadinya infeksi pada payudara (IDAI, 2013).

Terdapat beberapa cara masuknya kuman ke dalam payudara yaitu melalui duktus laktiferus ke lobus sekresi, melalui puting yang retak ke kelenjar limfe sekitar duktus (periduktal) atau melalui penyebaran hematogen (pembuluh darah). Organisme yang paling sering adalah Staphylococcus aureus, Escherecia coli dan Streptococcus. (IDAI, 2013).

6. Gejala klinis

Gejala klinis yang khas pada mastitis yaitu :

a. Payudara menjadi kemerahan, tegang, panas, bengkak, dan terasa sangat nyeri.

b. Nyeri atau ngilu seluruh tubuh

c. Demam dengan suhu lebih dari 38,5 0C d. Timbul garis-garis merah ke arah ketiak e. Menggigil

f. Peningkatan kadar natrium dalam ASI yang membuat bayi menolak menyusu karena ASI terasa asin ( IDAI, Guideline Mastitis Prevention and Treatment, 2017).

(27)

7. Penanganan

a. Non-Farmakologis

Jika gejala yang muncul termasuk gejala yang ringan, maka ibu dapat mempertimbangkan meningkatkan drainase ASI:

1) Metode fisiologis ( pijat dan menyusui) untuk menyelesaikan mastitis tanpa menggunakan antibiotik

2) Memastikan posisi yang benar dan efektif ketika menyusui untuk memberikan kehangatan serta membantu refleks let- down.

3) Mengompres dingin dalam perawatan payudara untuk mengurangi rasa sakit dan edema

4) Menghindari penggunaan pakaian yang sempit dan pemakaian bra yang ketat.

b. Pengobatan Farmakologis

Dalam penanganan medis pengobatan farmakologis yang digunakan untuk kasus mastitis yaitu :

1) Analgesia

a) Parasetamol dengan dosis pemberian maksimum yaitu 4 gr per 24 jam atau 2 tablet dengan dosis 500 mg dalam 4 kali pemberian

b) Ibuprofen juga efektif dalam mengurangi gejala peradangan dana man digunakan pada ibu yang sedang menyusui.

(28)

2) Antibiotik

Jika gejala tidak teratasi dalam waktu 12 sampai 24 jam dengan metode fisiologis atau jika gejala yang muncul adalah gejala sedang atau berat, pengobatan antibiotik mungkin diperlukan. Antibiotik oral harus dilanjutkan selama minimal 5 hari dengan dosis 3 x 500mg. Peningkatan harus dilihat dalam waktu 2 sampai 3 hari dari pengobatan antibiotik. Jika penyembuhan lambat, ASI harus dikumpulkan untuk kultur dan sensitivitas. Setiap bayi yang ibunya sedang menjalani terapi antibiotik harus dipantau untuk efek sistemik seperti perubahan flora gastro-intestinal (dengan gejala seperti diare, muntah dan sariawan) atau ruam kulit. Wanita yang sangat tidak sehat atau memiliki tanda-tanda sepsis sistemik mungkin perlu dirawat untuk pemberian antibiotik melalui intravena (IV). Antibiotik secara IV harus dilanjutkan selama minimal 48 jam atau sampai perbaikan klinis substansial terlihat (Guideline and Procedure Manual, 2012; IDAI, 2013).

Jenis Antibiotik Yang bisa digunakan :

1. Flukloksasilin atau dicloxacillin adalah antibiotik pilihan untuk mastitis sesuai dengan Pedoman Terapi Australia (Antibiotik) . Kedua antibiotik yang kompatibel dengan menyusui.

(29)

2. Sefalosporin generasi pertama juga efektif sebagai pengobatan ini pertama untuk pasien hipersensitif terhadap penisilin (tidak termasuk hipersensitif).

3. Klindamisin direkomendasikan untuk wanita yang mengalami penisilin hipersensitivitas.

4. Vancomycin digunakan sebagai antibiotik alternatif untuk pasien dengan alergi serius terhadap penisilin dan Sefazolin.

5. Lincomycin digunakan sebagai antibiotik alternatif untuk pasien dengan alergi serius terhadap penisilin dan Sefazolin.

(WHO,2000, Guideline and Procedure Manual, 2012, IDAI, 2013).

Didalam penelitian lain menyatakan bahwa pengobatan mastitis baik infeksi maupun non infeksi dengan pemberian antibiotik dapat memberikan resolusi yang cepat. Eritromicin dianggap obat pilihan kerena memiliki khasiat yang tinggi, biaya murah, dan memiliki risiko rendah menginduksi resistensi bakteri.

Penanganan pada mastitis menggunakan terapi antibiotik dengan pengosongan payudara lebih efektif untuk menghilangkan gejala dengan cepat dibandingkan dengan hanya memberikan terapi antibiotik (Kamal et al, 2013, Jahanfar et al, 2012)

(30)

B. Respon Imun Terhadap Bakteri Staphylococcus Aureus Ketika bakteri stphylococcous aureus masuk kedalam tubuh maka bakteri ini akan mengeluarkan super antigen, dimana super antigen ini memiliki enzim peptidoglikan dan Lipoteichoic Acid (LTA) yang menghidrolisis asam hiarulonat yang terdapat pada substansi dibawa intra sel jaringan ikat yang akan mempermudah penyebaran entertoxin stafillococcous, yang akan memberikan respon adaptif dengan mengaktifkan sel T dan sel B, dimana sel B (makrofag), yang mengeluarkan antibodi, sedangkan sel T mengenali jenis patogen sekaligus menghantarkan antibodi, sel T dan sel B akan membentuk sitokin yang menghasilkan pro inflamasi TNF Alpha dan IL-6, adapun tanda-tanda fisik sehingga dapat disebut inflamasi yaitu terdapat Kemerahan (Rubor), Bengkak (Tumor), Nyeri (Dolor), Panas (Kalor) dan yang terakhir terjadinya Gangguan funngsi organ yang terkena (Fungsiolesa). (Jawetz, 2013; Ziegler , 2011; Wang et al, 2000).

Respon imun yang terjadi akibat invasi dari bakteri staphylococcus aureus yaitu staphylococcus aureus sebagai antigen ketika masuk kedalam tubuh seseorang akan membangkitkan sel neutrophil dan makrofag sebagai usaha pertama sebagai imun bawaan melawan kuman atau bakteri tersebut melalui kegiatan fagositosis. Jika imun bawaan tidak sanggup menghadapi infeksi patogen maka tubuh akan mengerahkan pertahanan tubuh adaptif. Respon imun akan terbentuk melalui tahapan pemberian sinyal atau isyarat bahwa tubuh

(31)

terinfeksi kuman pathogen yang dilanjutkan dengan pemrosesan dan pemaparan antigen/kuman ke permukaan APC (antigen processing/

presenting cell) (Soeroso, 2007).

Staphylococcus Aureus

Super Antigen entertoxin

S.Aureus

Enzim peptidoglikan dan

Lipoteichoic Acid (LTA)

Respon Imun adaptif

Sel T

Sel B

SITOKIN

IL-6

TNF- alpha

Respon imflamasi

Gambar 2.1 Respon Imflamasi

C. Tinjauan umum tentang Interleukin-6 (IL-6)

Sitokin adalah protein kecil awalnya dianggap komponen dari sistem kekebalan tubuh, tetapi sejak ditemukan untuk memainkan peran yang lebih luas dalam fisiologi. Interleukin-6 (IL-6) adalah sitokin proinflamasi yang awalnya diidentifikasi sebagai faktor diferensiasi sel B (BSF-2) pada tahun 1985, sebagai faktor yang mengiinduksi pematangan sel B menjadi sel yang memproduksi antibodi (Erta et al, 2012).

Interleukin-6 (IL-6) merupakan pleiotropic ditandai dengan kemampuannya untuk mempromosikan ekspansi populasi, aktivasi sel T, deferensiasi sel B, dan regulasi respon fase akut. IL-6 memiliki

(32)

atribut hormone yang dapat mepengaruhi penyakit pembuluh darah, metabolisme lipid, resistensi insulin, aktivasi mitokondria, system neuro endokrin dan prilaku neuro psikologi. Il-6 juga merupakan factor limfosit stimulating, defesiensi Il-6 yang dapat menyebabkan gangguan imunitas bawaan dan imunitas adaptif terhadap virus, parasit dan infeksi bakteri (Hunter and Jones, 2015).

IL-6 berfungsi dalam imunitas nonspesifik dan spesifik, diproduksi fagosit mononuclear, sel endotel vascular, fibrolas, dan sel lain sebagai respons terhadap mikroba dan sitokin lain. Dalam imunitas nonspesifik, IL-6 merangsang hepatosit untuk memproduksi APP dan bersama CSF merangsang progenitor di sumsum tulang untuk memproduksi neutrophil. Dalam imunitas spesifik, IL-6 merangsang pertumbuhan dan diferensiasi sel B menjadi sel mast yag memproduksi antibodi. IL-6 juga merupakan GF sel plasma neoplastic ( Baratawidjaja & Rengganis, 2014).

IL-6 juga berfungsi sebagai mediator untuk memberitahukan terjadinya suatu peristiwa yang muncul seperti masuknya virus, parasit ataupun infeksi bakteri kemudian mengirimkan sinyal peringatan ke seluruh tubuh (Tanaka, Narazaki & Kishimoto, 2014)

(33)

D. Tinjauan umum tentang Scaevola taccada (Geartn)Roxb 1. Klasifikasi Tumbuhan Beruwas Laut (Scaevola taccada

(Geartn)Roxb)

Kingdom : Plantae Subkingdom : Tracheobionta Superdivision : Spermatophyta Division : Magnoliophyta Class : Magnoliopsida Subclass : Asteridae Order : Campanulales Famili : Goodeniaceae Genus : Scaevola

Spesies : Scaevola taccada (Geartn.)Roxb. (USDA,2013)

2. Morfologi Beruwas Laut (Scaevola taccada (Geartn)Roxb)

Scaevola taccada juga dikenal sebagai kubis pantai, selada laut, naupaka pantai, disebut naupaka kahakai (Hawai) magoo (Divehi), merambong (Melayu) sea lettuce (Maladewa) dan ngahu (Tongan) ini adalah tumbuhan berbunga jenis rumpun goodeniaceae ditemukan di pesisir daerah tropis dari indo pasifik. Scaevola taccada biasanya merupakan tumbuhan liar pantai di sepanjang laut Arabia, lautan tropis india dan pulau-pulau tropis pasifik (Kendek et al, 2011).

(34)

Tumbuhan scaevola taccada merupakan suatu tumbuhan semak yang besar, panjangnya mencapai 3-4 meter yang khas di daerah pesisir dimana ia tumbuh sangat dekat dengan percikan air laut yang terbuka, biasanya pada tanah berpasir atau tanah yang berkerikil.

Daun-daunnya melebar keatas mengandung air berukuran 20 cm panjang, dan dikelilingi tandan ujungnya. Berwarna hijau kekuningan dan mengkilat, tepinya melengkung dan permukaan daun seperti berlapis lilin Kelihatan menarik dengan sebuah warna hijau kekuning- kuningan. Buah dan bunganya berwarna putih. Scaevola taccada berbunga di sepanjang tahun dan bunganya memiliki bentuk yang menyenangkan sehingga disebut bunga kesenangan atau bunga paruhan. Buahnya mengapung di laut dan disebarkan oleh gelombang laut , tumbuhan semak ini menjadi suatu tumbuhan perintis baru pada pasir tepi perairan daerah tropis (Whiffin et al. 2010; Chandran et al.

2013).

Berikut gambar beruwas laut (Scaevola taccada (Geartn)Roxb)

Gambar 2.2. Scaevola Taccada

(Sumber :, Hawaiian ecosystems and culture 2009)

(35)

3. Kandungan Beruwas Laut (Scaevola taccada (Geartn)Roxb) Adapun kandungan dari beruwas laut (Scaevola taccada (Geartn)Roxb) adalah alkaloid, flavonoid, scaevolin,dan saponin (Kokate et al., 2007; Kosman & Tappang 2012).

4. Manfaat Beruwas Laut (Scaevola taccada (Geartn)Roxb)

Beberapa manfaat dari tumbuhan beruwas laut (Scaevola taccada (Geartn)Roxb) yaitu daun beruwas laut digunakan untuk masalah pencernaan, anti tumor dan anti inflamasi. Buahnya dijus untuk keluhan menstruasi dan penyakit kurap. Akar digunakan untuk pengobatan disentri, sifillis dan beri-beri. Rebusan daun dan kulit kayu dapat melawan takikardi, tanaman ini juga dapat mengurangi frekuensi detak jantung, memperlambat denyut nadi dan menstimulasi jantung untuk berkontraksi normal,anti-viral, anti- tumor,anti inflamasi,anti-jamur, anti bakteri, pengobatan batuk, dan tuberkolosis (Narayan et al., 2003; Meijin, 2009; Chandran, 2015;

Sutar et al., 2017, Suthiwong et al, 2016).

E. Kaitan Beruwas Laut (Scaevola taccada (Geartn)Roxb) terhadap kadar IL-6

Respon imun akan terbentuk melalui tahapan pemberian sinyal atau isyarat bahwa tubuh terinfeksi kuman pathogen yang dilanjutkan

(36)

dengan pemrosesan dan pemaparan antigen/kuman ke permukaan APC (antigen processing/ presenting cell) (Soeroso, 2007).

IL-6 berfungsi sebagai mediator atau penanda untuk memberitahukan terjadinya suatu peristiwa yang muncul seperti masuknya virus, parasit ataupun infeksi bakteri kemudian mengirimkan sinyal peringatan ke seluruh tubuh. Ketika terjadi respon imun tubuh terhadap bakteri staphylococcus aureus yang menyebabkan mastitis subklinis maka akan terjadi perubahan kadar IL-6 sebagai sitokin proinflamasi (Tanaka, Narazaki and Kishimoto, 2014, Sakemi 2011, Osman, et al, 2010).

Terapi komplementer untuk pengobatan penyakit infeksi menggunakan bahan alam seperti daun beruwas laut (Scaevola taccada (Geartn)Roxb) dilakukan sebagai tindakan pengobatan pendamping, disamping pemberian antibiotik terhadap penyakit yang terjadi akibat infeksi bakteri seperti mastitis. Kandungan senyawa aktif dari beruwas laut (Scaevola taccada (Geartn)Roxb) adalah alkaloid, flavonoid, lipid, terpenoid, dan saponin bersifat imunomudalator yang diduga mampu mempengaruhi sitem imun tubuh yang terinfeksi bakteri, sehingga akan menurunkan kadar IL-6 ketika terjadi infeksi (Kokate et al., 2007).

Senyawa flavonoid bekerja menghambat fase penting dalam biosintesis prostaglandin atau mediator peradangan dalam jaringan, yaitu pada lintasan siklooksigenase atau (COX-2). Flavonoid juga

(37)

menghambat fosfodiesterase, aldoreduktase, monoamine oksidase, protein kinase, DNA polymerase dan lipooksigenase. Sedangkan aktivitas farmakologi saponin yang telah dilaporkan antara lain sebagai antiinflamasi, antibiotik, antifungi, antivirus, hepatoprotektor serta antiulcer (Robinson, 1995 ; Soetan, 2006).

Berbagai penelitian telah telah dilakukan ke dalam sifat membrane permeabilising, immunostimulant, hypocholesterolaemic dan anticarcinogenic dari senyawa saponin dan hasilnya menunjukkan bahwa senyawa saponin secara signifikan mempengaruhi pertumbuhan, asupan pakan dan reproduksi pada hewan. Senyawa- senyawa struktural yang beragam ini juga telah diamati untuk membunuh protozoa dan moluska, menjadi antioksidan, untuk mengganggu pencernaan protein dan pengambilan vitamin dan mineral di usus, menyebabkan hipoglikemia, dan bertindak sebagai agen antijamur dan antiviral (Francis et al, 2002).

Didalam penelitian Iqbal (2007) menyatakan bahwa terapi komplementer dari senyawa saponin memiliki kemampuan untuk memodulasi sistem kekebalan tubuh yang dimediasi oleh sistem sel untuk meningkatkan produksi antibodi. Saponin tidak hanya memiliki efek stimulasi pada komponen imunitas teretentu, tapi juga mmemiliki efek pada beberapa reaksi kekebalan tubuh non spesifik seperti peradangan.

(38)

F. Kerangka Teori

Ibu Menyusui

Payudara

Anatomi Fisiologi

Eksternal (Putting,Aero

la, Korpus)

Internal )Alveoli, Lobus, Sinus laktiferus, Duktus

laktiferus

Hisapan bayi merangsang hipotalamus, adenohifofisis

dan neurohifofisis

Proklaktin Oksitosin

Merangsang sel alveoli untuk memproduksi ASI

Menimbulkan kontraksi terjadinya

involusi uterus

Di alveoli memperngaaruhi mioepitelium.Kontraksi dari sel akan membantu memeras ASI dari alveoli

masuk keduktus laktiferus Dieksresikan melalui

hisapan bayi

MASTITIS

Meningkatnya tekanan duktus oleh stasi ASI, tegangan pada alveoli berlebihan, masuknya protein+natrium kedalam

ASI

Rusaknya Jaringan payudara Putting

susu retak

Bakteri Staphylococcus aureus

Mengeluarakan enterotoksin menyebabkan infeksi

Melepaskan leucotoksin dan leukosidin merusak

membran sel

Asi terbendung

Beruwas laut

Flavonoid Alkaloid Saponin Tanin Steroid/

terpenoid

IL-6 Meningkat

Mengikat membran sel

Menurunkan

Gambar 2.3 Kerangka Teori

Sumber : IDAI (2013), Chandran, et al,.(2013), Sylvia et al,.(2006) Price,.( 2012), WHO,.(2000), Guideline and Procedure Manual,.(2012), Guidelines, Mastitis And

Breastfeeding,.( 2015).

(39)

G. Kerangka konsep

Ekstrak Daun Beruwas Laut

Penurunan Kadar IL-6

Tikus yang diinduksi bakteri

staphylococcus aureus

Gambar 2.4. Kerangka konseptual

Keterangan :

: variabel Independen : variabel Perantara : variabel Dependen

H. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1) Pemberian ekstrak daun beruwas laut dapat menurunkan kadar IL-6 pada mammae tikus betina yang diinduksikan bakteri staphylococcus Aureus

(40)

I. Definisi Operasional

Definisi operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

No Variabel Definisi Operasional Cara ukur Skala pengukuran 1. Ekstrak

beruwas laut

Ekstrak yang dibuat menggunakan larutan etanol 70% dan diberikan kepada tikus sesuai dengan dosis per kgBB

Dosis sesuai dengan berat berat badan tikus.

Rasio

2. Kadar IL-6 Kadar sitokin yang banyak disekresi oleh monosit, yang memiliki efek pleiotrofik pada sistem kekebalan dan peradangan, diukur sebelum, selama dan setelah diberikan perlakuan.

Menggunakan Elisa kit

Rasio

(41)

27

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah true experimental atau ekperimen murni yaitu percobaan pada laboratorium, dengan rancangan pre dan posttest control design.

Kelompok dibagi menjadi 3 (tiga) kelompok yaitu kelompok kontrol negatif, kelompok kontrol positif, kelompok perlakuan.

Gambar 3.1 Rancangan Penelitian Keterangan :

X1 : perbedaan kadar IL-6 sebelum, selama dan setelah perlakuan pada pada kelompok kontrol negatif yaitu diinduksi bakteri staphylococcus aureus dan diberikan air

Subjek R Penelitian

Dibandingkan A1-A2-A3= X1 B1-B2-B3= X2 C1-C2-C3= X3 A1-B1-C1= X4 A2-B2-C2= X5 A3-B3-C3= X6 Kelompok

Kontrol Positif (+)

(B1)

Kelompok Perlakuan

(C1)

Pengaruh (B2)

Pengaruh (C2)

Pengaruh (B3)

Pengaruh (C3) Pengaruh

(A2) Kelompok

Kontrol Negatif (-)

(A1)

Pengaruh (A3)

(42)

X2 : perbedaan kadar IL-6 sebelum, selama dan setelah perlakuan pada kelompok kontrol positif yaitu diinduksi bakteri staphylococcus aureus dan diberikan antibiotik amoxicillin

X3 : perbedaan kadar IL-6 sebelum, selama dan setelah perlakuan pada kelompok kontrol perlakuan yaitu diinduksi bakteri staphylococcus aureus dan diberikan antibiotik amoxicillin dan ekstrak daun beruwas laut

X4 : perbedaan kadar IL-6 sebelum diberikan perlakuan pada kelompok kontrol negatif yaitu diinduksi bakteri staphylococcus aureus dan diberikan air

X5 : perbedaan kadar IL-6 selama diberikan perlakuan pada kelompok kontrol positif yaitu diinduksi bakteri staphylococcus aureus dan diberikan antibiotik amoxicillin

X6 : perbedaan kadar IL-6 setelah perlakuan pada kelompok kontrol perlakuan yaitu diinduksi bakteri staphylococcus aureus dan diberikan antibiotik amoxicillin dan ekstrak daun beruwas laut.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium RS. Unhas untuk pemeriksaan ELISA dan pembiakan bakteri, untuk ekstraksi daun beruwas laut (Scaevola taccada(Geartn)Roxb) dilakukan di Laboratorium Biofarmaka dan Laboratorium Farmasi Biologi UIN

(43)

Makassar, dan untuk proses adaptasi tikus sampai dengan akhir perlakuan di laboratorium animal Unhas.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan November 2017- Maret 2018.

C. Populasi dan teknik sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah tikus strain Sprague Dawley dengan berat badan 200-250 gram sebanyak 18 ekor. Sampel dalam penelitian ini adalah tikus strain Sprague Dawley dengan berat badan 200-250 gram sebanyak 18 ekor, namum dilakukan pengelompokan secara acak untuk menghindari bias karena faktor umur. Penarikan sampel dilakukan berdasarkan uji coba research guidelines for evaluating the savety and efficaty of herbal medicine sesuai dengan standar WHO yaitu minimal 5 (lima) ekor tikus strain Sprangue Dawley pada masing – masing kelompok dan cadangan ditambah 1 (satu) setiap kelompok sehingga jumlah tikus yang dibutuhkan adalah 18 ekor yang dibagi menjadi 3 kelompok.

Guna mengantisipasi kekurangan sampel maka sebelum perlakuan tikus strain Sprague Dawley yang disiapkan adalah 18 ekor untuk dipelihara di Laboratorium Animal Fakultas Kedokteran Unhas selama 7 (tujuh) hari agar kondisi fisik dan psikis tikus stabil dalam ruangan dengan sirkulasi udara yang cukup dan dipertahankan pada

(44)

suhu ruangan dengan kondisi standar. Lampu ruangan dengan siklus 12 jam menyala dan 12 jam dipadamkan. Tikus dikandangkan terbuat dari kawat ukuran 90 inci atau 96,8 cm2 dengan tinggi kandang 5 inci atau 12,7 cm2.

Selama pemeliharaan tikus diberikan makan diet standar alamiah dan diberi minum secukupnya secara ad libtum. Berikut kriteria sampel :

1. Kriteria inklusi

a. Tikus strain Sprangue Dawley b. Berat badan 200-250 gram.

2. Kriteria eksklusi

a. Tikus tidak mau makan 3. Kriteria drop out

a. Tikus`mati sebelum pengambilan darah yang terakhir (akhir perlakuan).

D. Instrument pengumpulan data

Instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bahan dan peralatan

a. Bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1) Beruwas laut yang diperoleh dari sepanjang pesisir pantai Desa Watang Suppa Kecamatan Suppa Kabupaten Pinrang

(45)

dan diekstraksi dilakukan di laboratorium farmasi biologi UIN Makassar.

2) Hewan uji, tikus strain Sprague Dawley, berat badan 200- 250 gram.

3) Makanan hewan (pallet) 4) Aqua pro injecsion

5) Antibiotik amoxicillin @ 500 mg sebanyak 5 butir.

6) Bakteri staphylococcus aureus standar yang diperoleh dari laboratorium Rs. Unhas yang telah dibiakkan dan diinduksikan dengan jumlah 0,2 x 108ml/sel pada mammae tikus tepatnya pada duktus laktiferus.

b. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1) Kandang hewan coba

2) Timbangan digital 3) Elisa kit

4) Sarung tangan

5) Mikropipet dan spoit 1 mL.

2. Protokol penelitian a. Ekstraksi

1) 5 kg daun mentah beruwas laut yang diperoleh dari Desa Watang Suppa Kecamatan Suppa Kabupaten Pinrang.

(46)

2) Dibersihkan dari kotoran yang melekat dengan menggunakan air mengalir lalu sampel dipotong-potong kecil.

3) Dikeringkan hingga mengandung kadar air dibawah 10%.

4) Beruwas laut diayak dengan ukuran mesh 40 sehingga didapatkan sampel simplisia yang halus.

5) Setelah itu sampel siap untuk diekstraksi dengan metode maserasi.

6) Ekstraksi dengan cara metode maserasi menggunakan pelarut etanol 70%.

7) Terlebih dahulu sampel dibasahkan dengan etanol 70%

hingga terendam sepenuhnya selama 15 menit, setelah itu dicukupkan lagi menjadi 2 Liter dengan etanol 70% pada suhu ruang selama 3 x 24 jam sambil sesekali di aduk.

8) Maserat kemudian disaring dan ampasnya dimaserasi kembali. Ekstrak yang diperoleh kemudian diuapkan dengan menggunakan rotavapor hingga mengental, kemudian dikeringkan dengan bantuan penangas air.

9) Ekstrak yang diperoleh kemudian diuapkan dengan menggunakan rotavapor hingga mengental, kemudian dikeringkan dengan bantuan penangas air. Ekstrak kental yang dihasilkan dimasukkan ke dalam vial / cawan porselen dan ditimbang bobot ekstrak.

(47)

.

b. Kultur bakteri

1. Bakteri Staphylococcus aureus di tanam dalam medium BHIB dan diinkubasi selama 18-24 jam dengan suhu 37°C dalam inkubator. Kemudian bakteri tersebut ditanam pada medium NA (Nutrient Agar) dan diinkubasi kembali selama 18-24 jam dengan suhu 37°C.

2. Setelah inkubasi bakteri, lakukan pewarnaan gram.

3. Koloni yang tumbuh pada NA dilakukan uji biokimia untuk bakteri S. aureus dengan menanam pada medium DNAse agar kemudian manitol salt agar, lalu lakukan bacitracin dan Novobiocin test dilanjutkan dengan kalatase koagulase test.

Kemudian diinkubasi kembali selama 18-24 jam dengan suhu 37°C.

4. Bakteri yang tumbuh pada uji biokimia dicocokkan dengan tabel identifikasi bakteri S. aureus.

5. Untuk membuat sampel bakteri yang disuntikkan ke tikus dengan cara membuat suspensi dalam larutan NaCl fisiologis sebanyak 10 ml dicampurkan dengan koloni bakteri S. aureus yag berwarna kuning emas dengan tingkat kekeruhan Mc Farlan 2 x 108 CFU. Keakuratan tingkat kekeruhan Mc Farland diukur dengan alat Densi check.

(48)

c. Uji histopatologi

Sebelum tikus di induksikan bakteri staphylococcus aureus pada semua kelompok , maka akan dilakukan uji histopatologi pada satu ekor tikus sebagai parameter bahwa teknik injeksi dan pertumbuhan bakteri tepat pada bagian duktus laktiferus.

Setalah dilakukan uji histopatologi dan menunjukkan hasil yang diharapkan bahwa mammae tikus khususnya bagian duktus laktiferus telah terinfeksi oleh bakteri staphylococcus aureus.

d. Perlakuan pada subjek penelitian

1) Tikus diperoleh dari laboratorium animal Unhas. Uji coba dilakukan berdasarkan uji coba research guidelines for evaluating the savety and efficaty of herbal medicine sesuai dengan standar WHO yaitu minimal 5 (lima) ekor tikus strain Sprangue Dawley

2) Pada masing – masing kelompok dan cadangan ditambah 1 (satu) setiap kelompok sehingga jumlah tikus yang dibutuhkan adalah 18 ekor yang dibagi menjadi 3 kelompok.

3) Percobaan akan dilakukan sesuai dengan panduan penggunaan dan perawatan hewan laboratorium dan telah mendapat izin dari Komite Etik Fakultas Kedokteran Unhas Makassar.

(49)

4) Tikus strain Sprangue Dawley sebanyak 15 ekor dibagi menjadi 3 (tiga) kelompok dengan random, masing- masing kelompok terdiri dari 5 (lima) ekor tikus dengan pembagian kelompok sebagai berikut:

a) Kelompok kontrol negatif (I)

Kelompok kontrol negatif adalah kelompok kontrol yang diinduksikan bakteri staphylococcus aureus (0,2 mlx108 ml/CFU), hanya diberikan air (aqua pro injeksion) sebanyak 1 ml/250gram BB tikus dan tidak diberikan ekstrak beruwas laut.

b) Kelompok kontrol positif (II)

Kontrol positif adalah kelompok kontrol yang yang diinduksikan bakteri staphylococcus aureus (0,2 mlx108 ml/CFU), dan diberikan antibiotik amoxicillin dengan dosis 9,59 mg/ml/250gramBB tikus selama 5 hari dan tidak diberikan ekstrak beruwas laut.

c) Kelompok perlakuan (III)

Kontrol positif adalah kelompok kontrol yang yang diinduksikan bakteri staphylococcus aureus (0,2 mlx108 ml/CFU), diberikan antibiotik amoxicillin dengan dosis 9,59 mg/ml/250gramBB tikus selama 5 hari dan ekstrak beruwas laut dengan dosis 400mg/ml/kgBB tikus.

(50)

Pengukuran dilakukan dalam tiga tahapan sebagai berikut :

1) Pengukuran pertama (pre-test) kadar sitokin IL-6 pada masing-masing kelompok dilakukan pada hari ke 8 setelah adaptasi, pengambilan darah sebanyak 0,5 ml dilakukan pada ekor. Dilanjutkan dengan melakukan penginduksian bakteri staphylococcus aureus pada daerah duktus laktiferus.

2) Pengukuran kedua untuk kadar sitokin IL-6 dilakukan pada hari ke -9, dengan mengambil darah pada bagian orbital sebanyak 0,5 ml . Selanjutnya pada masing- masing kelompok diberikan pengobatan yaitu pada kelompok kontrol negatif hanya diberikan air saja dengan dosis 1 ml/250grBB tikus/24 jam selama 5 (lima) hari kedepan, kelompok kontrol positif diberikan antibiotik amoxicillin dengan dosis 9,59 mg/ml/250gramBB/24 jam selama 5 (lima) hari kedepan, dan kelompok perlakuan diberikan antibiotik amoxicillin dengan dosis 9,59 mg/ml/250gramBB/24 jam + ekstrak beruwas laut dengan dosis 400 mg/ml/250KgBB/ 24 jam selama 5 (lima) hari kedepan.

(51)

3) Pengukuran ketiga untuk kadar sitokin IL-6 dilakukan pada hari ke-14 pada semua kelompok, dengan mengambil darah pada bagian orbital sebanyak 0,5 ml . e. Pemeriksaan Elisa

Penelitian dilakukan dengan metode Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA) untuk mengukur kadar IL-6.

Sebelumnya, antibodi monoklonal spesifik IL-6 telah dicoated dalam mikroplate. Sampel dan standar dipipet ke dalam well, dan keberadaan IL-6 akan di sandwich (dipasangkan) oleh immobilized antibody t dalam well, Setelah dilakukan pencucian untuk menghilangkan substansi-substansi yang tidak terikat, kemudian ditambahkan enzym-linked polyclonal antibody yang spesifik terhadap IL-6. Kemudian setelah dilakukan pencucian kembali untuk menghilangkan reagen antibodi enzim yang tidak berikatan, selanjutnya larutan substrate ditambahkan ke dalam well dan kemudian terbentuklah warna yang sebanding dengan jumlah IL-6 yang terikat. Pembentukan warna dihentikan dan kemudian intensitas warna diukur.

Tahap yang dilakukan adalah :

1. Menyiapkan reagen, standar kerja, kontrol, dan sampel seperti yang diarahkan pada bagian sebelumnya.

2. Menghilangkan kelebihan strip lempeng dari frame piring, mengembalikan mereka ke kantong foil yang berisi paket

(52)

pengering, dan reseal.

3. Menambahkan 50 µm Assay Pengencer untuk masing-masing dengan baik.

4. Menambahkan 50 µm Standard, Control, atau sampel * masing-masing dengan baik, campur dengan menekan lembut frame piring untuk 1 menit. Menutup dengan setrip perekat yang disediakan. Inkubasi selama 2 jam pada suhu kamar.

5. Mengaspirasi masing-masing dengan baik dan mencuci, mengulangi proses empat kali untuk total lima mencuci.

Mencuci dengan mengisi masing-masing dengan baik dengan Wash Buffer (400 µm) menggunakan botol semprot, dispenser manifold, atau autowasher. Penghapusan lengkap cair pada setiap langkah sangat penting untuk kinerja yang baik. Setelah mencuci terakhir, menghilangkan sisa Wash Buffer oleh aspirating atau dengan membalik piring dan blotting melawan handuk kertas yang bersih.

6. Menambahkan 100 µm Rat IL-6 Conjugate untuk masing- masing dengan baik. Tutup dengan strip perekat baru.

Inkubasi selama 2 jam pada suhu kamar.

7. Mengulangi aspirasi / mencuci seperti pada langkah 5.

8. Menambahkan 100 µm Substrat Solusi untuk masing masing dengan baik. Inkubasi selama 30 menit pada suhu kamar.

Lindungi dari cahaya.

(53)

9. Menambahkan 100 µm Stop Solution untuk setiap baik. Tekan dengan lembut piring untuk memastikan menyeluruh pencampuran.

10. Menentukan kepadatan optik masing-masing dengan baik dalam waktu 30 menit, menggunakan microplate reader set ke 450 nm. Jika koreksi panjang gelombang tersedia, set ke 540 nm atau 570 nm. Jika koreksi panjang gelombang tidak tersedia, kurangi pembacaan pada 540 nm atau 570 nm dari pembacaan pada 450 nm. Pengurangan ini akan mengoreksi ketidaksempurnaan optik di piring. Pembacaan dilakukan secara langsung di 450 nm tanpa koreksi mungkin lebih tinggi dan kurang akurat.

E. Etika penelitian

Dalam hal memanfaatkan hewan percobaan untuk penelitian kesehatan digunakan prinsip 3R, yaitu: replacement, reduction dan refinement. (Hume and Russel, 1957)

1. Replacement

Ada dua alternatif untuk replacement, yaitu:

a. Replacement relatif, yaitu tetap memanfaatkan hewan percobaan sebagai donor organ, jaringan, atau sel.

(54)

b. Replacement absolut, yaitu tidak memerlukan bahan dari hewan, melainkan memanfaatkan galur sel (cell lines) atau program komputer.

2. Reduction

Mengurangi pemanfaatan jumlah hewan percobaan sehingga sesedikit mungkin dengan bantuan ilmu statistik, program komputer, dan teknik-teknik biokimia serta tidak mengulangi penelitian dengan hewan percobaan apabila tidak perlu.

3. Refinement

Mengurangi ketidaknyamanan yang diderita oleh hewan percobaan sebelum, selama, dan setelah penelitian, misalnya dengan pemberian analgetik

(55)

F. Alur penelitian

POPULASI

SAMPEL

PRE EKSPERIMEN

HARI KE 1-7

ADAPTASI

HARI KE-8

PENGAMBILAN DARAH UNTUK PENGUKURAN IL-10 PADA JAM 08.00 WITA .SETELAH ITU JAM 16.00 WITA PENGINDUKSIAN BAKTERI STAFILLOCOCCUS AUREUS

HARI KE 9

PENGAMBILAN DARAH UNTUK PENGUKURAN KADAR IL-6

KELOMPOK I (KONTROL NEGAATIVE)

N=6 POST EKSPERIMEN

HARI KE 9-13

PEMBERIAN AIR SECARA ORAL SERTA MAKANAN DAN MINUMAN

HARI KE-14

PENGAMBILAN DARAH UNTUK PENGUKURAN KADAR IL-6

PRA EKSPERIMEN

HARI KE-1-7

ADAPTASI

HARI KE-8

PENGAMBILAN DARAH UNTUK PENGUKURAN IL-10 PADA JAM 08.00 WITA .SETELAH ITU JAM 16.00 WITA PENGINDUKSIAN BAKTERI STAFILLOCOCCUS AUREUS

HARI KE-9

PENGAMBILAN DARAH UNTUK PENGUKURAN KADAR IL-6 KELOMPOK II

(KONTROL POSITIVE)

N=6

POST EKSPERIMEN

HARI KE-9-13

Antibiotik Amoxicilin DENGAN DOSIS 9,6mg/250 gram BB/24 JAM SECARA ORAL SELAMA 4 (TEMPAT)

HARI

HARI KE-14

PENGAMBILAN DARAH UNTUK PENGUKURAN KADAR IL-6

PRA EKSPERIMEN

HARI KE 1-7 HARI KE-8 HARI KE 9

ADAPTASI

PENGAMBILAN DARAH UNTUK PENGUKURAN IL-10 PADA JAM 08.00 WITA .SETELAH ITU JAM 16.00 WITA PENGINDUKSIAN BAKTERI STAFILLOCOCCUS AUREUS

PENGAMBILAN DARAH UNTUK PENGUKURAN KADAR IL-6

KELOMPOK III PERLAKUAN

N=6

POST EKSPERIMEN

HARI KE 9-13 HARI KE 14

ANTIBIOTIK AMOXICILIN DENGAN DOSIS 9,6mg/ml/

250 gram BB/24 JAM + EKSTRAK BERUWAS LAUT DENGAN DOSIS 400mg /ml/250 gram BB SECARA

ORAL SELAMA 4 (EMPAT) HARI

PENGAMBILAN DARAH UNTUK PENGUKURAN KADAR IL-6

ANALISA DATA

KESIMPULAN

(56)

G. Analisis data

Data diolah dan dianalisis dengan bantuan piranti komputer. Efek pemberian ekstrak beruwas laut, kadar IL-6 ditampilkan dalam bentuk mean (standar deviasi) dengan confidence interval (95% CI). Uji bivariat menggunakan uji repeted anova apabila data terdistribusi normal untuk melihat perbedaan kadar IL-6 pada masing-masing kelompok yaitu kelompok kontrol negatif, kontrol positif, dan kelompok perlakuan sebelum, selama dan setelah diberikan perlakuan. Selain itu dilakukan pula uji one way anova untuk melihat perbedaan kadar IL-6 antar kelompok yaitu kelompok kontrol negatif, kontrol positif, dan kelompok perlakuan.

(57)

43

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Telah dilakukan penelitian tentang efek antiinflamasi daun beruwas laut (scaevola taccada(Gaertn)Roxb) terhadap kadar IL-6 pada mammae tikus betina strain sprague dawley yang diinduksi bakteri staphylococcus aureus. Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2017 - Maret 2018.

Sampel penelitian ini menggunakan tikus betina strain sprague dawley yang dibagi menjadi 3 kelompok yaitu kelompok kontrol positif hanua diberikan aqua pro injaction, kontrol negative diberikan amoxicillin 9,59 mg/250 BB, dan kelompok perlakuan. Dari hasil penelitian tersebut didapatkan hasil sebagai berikut :

1. Hasil uji senyawa fitokimia ekstrak daun beruwas laut (Scaevola taccada(Gaertn.)Roxb.)

Tabel 4.1

Hasil uji senyawa fitokimia ekstrak daun beruwas laut (Scaevola taccada(Gaertn.)Roxb.)

No Nama Sampel

Identifikasi Golongan Senyawa Alkaloid Flavo

noid

Steroid/tri pernoid

Sapo nin

Tanin Drag LB Mayer

1

Ekstrak daun beruwas laut (Scaevola

taccada(Gaertn)Ro xb)

+ + + + + + +

(58)

Berdasarkan table 4.1 menunjukkan bahwa untuk hasil identifikasi golongan senyawa alkaloid, flavonoid, steroid/tripernoid, saponin dan tannin pada ekstrak daun beruwas laut (Scaevola taccada(Gaertn)Roxb) menunjukkan hasil yang positif (+) artinya terdapat kandungan senyawa alkaloid, flavonoid, steroid/tripernoid, saponin dan tanin pada ekstrak daun beruwas laut (Scaevola taccada(Gaertn)Roxb)

2. Rerata berat badan tikus pada masing-masing kelompok Tabel 4.2

Rerata berat badan tikus pada masing-masing kelompok

Berat badan Rerata + SD (Min-Maks) Nilai

Ρ Kelompok kontrol negatif 216 ± 8 207 – 225

0,38 Kelompok kontrol positif 220 ± 11 207 – 232

Kelompok kontrol perlakuan 224 ± 8 215 – 233 Data disajikan dalam bentuk rerata±SD.

Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan rerata berat badan tikus pada kelompok kontrol negatif adalah 216 ± 8 gram, pada kelompok kontrol positif adalah 220 ± 11 gram, dan pada kelompok perlakuan adalah 224 ± 8 gram.

Referensi

Dokumen terkait

Output Regresi Linier Berganda SPSS Faktor-faktor yang Mempengaruhi Jumlah Kekurangan Produksi Usaha Kebun Kelapa Sawit di Desa Pusuk Kecamatan Kelapa Dengan Variabel Modal,

Kenaikan dan penurunan harga efek tidak terlepas dari suku bunga dunia atau Federal Funds Rate (FFR), apabila FFR naik maka akan banyak investor domestik yang beralih ke investasi

STUDI TENTANG MINTA TERHADAP PROFESI GURU GEOGRAFI PADA MAHASISWA DEPARTEMEN GEOGRAFI FPIPS UPI.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Obat dan Makanan (BPOM) dalam Perlindungan Konsumen terhadap Makanan. yang mengandung

Dengan adanya inventarisasi data luasan atau kerapatan dan perubahan ekosistem mangrove dengan pemanfaatan teknologi Sistem informasi Geografis menggunakan data citra

Nyeri neuropatik merupakan nyeri yang ditimbulkan akibat kerusakan neural pada saraf perifer maupun pada sistem saraf pusat yang meliputi jalur saraf aferen

Pikiran dan budaya tidak dapat dipisahkan dan saling konstitutif, studi tentang bagaimana psikologis dan kecenderungan perilaku berakar dalam budaya mempengaruhi penanaman

Hutan gambut JP memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi destinasi baru ekowisata di Palangka Raya, dengan melakukan peningkatan daya tarik wisata, seperti