ABSTRACT
THE INFLUENCE OF EDUCATION AND TRAINING IMPLEMENTATION ON THE EMOTIONAL INTELLIGENCE OF ENTREPRENEURSHIP
VIEWED FROM FAMILY CULTURE, SCHOOL CULTURE, AND ENTREPRENEURSHIP TALENT
A survey: The Third Graders of The Vocational High School Major in Automotive Mechanical Engineering in Kulon Progo Regency, Province of
Daerah Istimewa Yogyakarta
Dewi Kurniawati Universitas Sanata Dharma
2007
The research was intended to know whether or not: (1) there was any positive influence of the education and training implementation on the emotional intelligence of entrepreneurship viewed from the family culture; (2) there was any positive influence of the education and training implementation on the emotional intelligence of entrepreneurship viewed from the school culture; (3) there was any positive influence of the education and training implementation on the emotional intelligence of entrepreneurship viewed from the entrepreneurship talent.
This research was conducted on six vocational high schools major in automotive mechanical engineering in Kulon Progo Regency, from November to December 2006. The population of this research was the third grade students of the vocational high school major in automotive mechanical engineering in Kulon Progo Regency, the province of Daerah Istimewa Yogyakarta. The samples consisting 429 students were gained by purposive sampling. The data was gained by questionnaire. Moreover, the data was analyzed using multiple regression model developed by Chow.
SKRIPSI
PENGARUH PELAKSANAAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN TERHADAP KECERDASAN EMOSIONAL BERWIRAUSAHA DITINJAU DARI KULTUR KELUARGA, KULTUR SEKOLAH,
DAN BAKAT KEWIRAUSAHAAN
Survei: Siswa-siswa Kelas Tiga SMK Jurusan Teknik Mekanik Otomotif Di Kabupaten Kulon Progo, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Oleh:
Dewi Kurniawati
NIM: 021334086
Telah disetujui oleh:
Pembimbing I,
L. Saptono, S.Pd., M.Si Tanggal 26 Februari 2007
Pembimbing II,
SKRIPSI
PENGARUH PELAKSANAAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN TERHADAP KECERDASAN EMOSIONAL BERWIRAUSAHA DITINJAU DARI KULTUR KELUARGA, KULTUR SEKOLAH,
DAN BAKAT KEWIRAUSAHAAN
Dipersiapkan dan ditulis oleh:
Dewi Kurniawati
NIM: 021334086
Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji
pada tanggal 4 April 2007
dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Susunan Panitia Penguji
Nama Lengkap Tanda Tangan
Ketua Drs. Sutarjo Adisusilo J.R. ...
Sekretaris S. Widanarto P., S.Pd., M.Si. ...
Anggota L. Saptono, S.Pd., M.Si. ...
Anggota Cornelio Purwantini, S.Pd., M.SA. ...
Anggota S. Widanarto P., S.Pd., M.Si. ...
Yogyakarta, 4 April 2007
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sanata Dharma
Dekan,
MOTTO
Hidup adalah perjuangan. Terangi jalanmu dengan kebenaran dan
keyakinan, sirami jiwamu dengan agama, dan jadilah pemenang
bagi dirimu sendiri.
Pandanglah orang yang lebih rendah dari padamu, jangan mema
ndang kepada orang yang lebih tinggi dari padamu, karena yan
g demikian itu lebih baik agar kamu tidak meremehkan nikmat d
an karunia Alllah SWT yang telah dianugrahkan kepadamu (HR.
Bukhori dan Muslim).
PERSEMBAHAN
Dengan perasaan cinta dan terima kasih yang tak terhingga saya
persembahkan karya ini untuk :
Bapak Purwanto dan Ibu Sri Bandini tercinta yang telah memberik
an doa, curahan kasih sayang, dan dukungan moral maupun mate
rial.
De Wati yang telah memberikan doa dan semangat.
Kasih sayang, cinta kasih, kesabaran, ketulusan, dan pengorbana
n mereka tak akan kulupa...
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak
memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam
kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 4 April 2007
Penulis
ABSTRAK
PENGARUH PELAKSANAAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN TERHADAP KECERDASAN EMOSIONAL BERWIRAUSAHA DITINJAU
DARI KULTUR KELUARGA, KULTUR SEKOLAH, DAN BAKAT KEWIRAUSAHAAN
Survei: Siswa-siswa Kelas Tiga SMK Jurusan Teknik Mekanik Otomotif di Kabuaten Kulon Progo, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Dewi Kurniawati Universitas Sanata Dharma
2007
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah: (1) ada pengaruh positif pelaksanaan pendidikan dan pelatihan terhadap kecerdasan emosional berwirausaha ditinjau dari kultur keluarga; (2) ada pengaruh positif pelaksanaan pendidikan dan pelatihan terhadap kecerdasan emosional berwirausaha ditinjau dari kultur sekolah; (3) ada pengaruh positif pelaksanaan pendidikan dan pelatihan terhadap kecerdasan emosional berwirausaha ditinjau dari bakat kewirausahaan.
Penelitian ini dilaksanakan di 6 SMK Jurusan Teknik Mekanik Otomotif di Kabupaten Kulon Progo, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta pada bulan November sampai dengan Desember 2006. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas tiga SMK Jurusan Teknik Mekanik Otomotif di Kabupaten Kulon Progo. Sampel penelitian ini berjumlah 429 siswa. Teknik pengambilan sampel
menggunakan purposive sampling. Teknik pengumpulan data menggunakan
kuesioner. Teknik analisis data menggunakan model persamaan regresi yang dikembangkan oleh Chow.
ABSTRACT
THE INFLUENCE OF EDUCATION AND TRAINING IMPLEMENTATION ON THE EMOTIONAL INTELLIGENCE OF ENTREPRENEURSHIP
VIEWED FROM FAMILY CULTURE, SCHOOL CULTURE, AND ENTREPRENEURSHIP TALENT
A survey: The Third Graders of The Vocational High School Major in Automotive Mechanical Engineering in Kulon Progo Regency, Province of
Daerah Istimewa Yogyakarta
Dewi Kurniawati Universitas Sanata Dharma
2007
The research was intended to know whether or not: (1) there was any positive influence of the education and training implementation on the emotional intelligence of entrepreneurship viewed from the family culture; (2) there was any positive influence of the education and training implementation on the emotional intelligence of entrepreneurship viewed from the school culture; (3) there was any positive influence of the education and training implementation on the emotional intelligence of entrepreneurship viewed from the entrepreneurship talent.
This research was conducted on six vocational high schools major in automotive mechanical engineering in Kulon Progo Regency, from November to December 2006. The population of this research was the third grade students of the vocational high school major in automotive mechanical engineering in Kulon Progo Regency, the province of Daerah Istimewa Yogyakarta. The samples consisting 429 students were gained by purposive sampling. The data was gained by questionnaire. Moreover, the data was analyzed using multiple regression model developed by Chow.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan
skripsi yang berjudul “Pengaruh Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan
Terhadap Kecerdasan Emosional Berwirausaha Ditinjau dari Kultur
Keluarga, Kultur Sekolah, dan Bakat Kewirausahaan”. Survei terhadap
siswa-siswa kelas tiga SMK Jurusan Teknik Mekanik Otomotif di Kabupaten Kulon
Progo, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan akhir mencapai Gelar
Sarjana Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Dalam penyusunan
skripsi ini penulis memperoleh banyak bantuan, semangat, dan do’a yang sangat
mendukung penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Pada kesempatan ini, penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Drs. T. Sarkim, M.Ed., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Bapak Drs. Sutarjo Adisusilo J.R, selaku Ketua Jurusan Pendidikan dan Ilmu
Pengetahuan Sosial Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
3. Bapak S. Widanarto Prijowuntato, S.Pd., M.Si. selaku Ketua Program Studi
Pendidikan Akuntansi Universitas Sanata Dharma Yogyakata.
4. Bapak L. Saptono, S.Pd., M.Si. selaku Dosen Pembimbing I yang dengan
pengarahan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini sampai dengan
selesai.
5. Ibu C. Purwantini, S.Pd., M.SA. selaku Dosen Pembimbing II yang telah
meluangkan waktu untuk membimbing, memberikan pengarahan, dan saran
kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini sampai dengan selesai.
6. Bapak S. Widanarto Prijowuntato, S.Pd., M.Si. selaku dosen tamu yang telah
memberikan saran dan masukan dalam skripsi ini.
7. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Pendidikan Akuntansi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah mencurahkan ilmunya
dengan sepenuh hati sehingga berguna untuk masa yang akan datang.
8. Mba’ Aris dan Pak Wawi yang telah melayani dan membantu selama
menjalankan pendidikan di Univeritas Sanata Dharma Yogyakarta.
9. Bapak Kepala SMK Muhammadiyah 1 Lendah, SMK Negeri 2 Pengasih,
SMK Ma’arif 1 Wates, SMK Muhammadiyah 2 Wates, SMK Ma’arif 1
Nanggulan, dan SMK Taman Siswa Nanggulan yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis dalam melaksanakan penelitian. Terima kasih atas
izin dan bantuannya.
10.Para Guru, Staf Karyawan, dan siswa-siswa kelas tiga Jurusan Teknik
Mekanik Otomotif Tahun ajaran 2006/2007 di enam SMK Kabupaten Kulon
Progo, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
11.Bapak dan Ibu tercinta (do’anya mujarab), De’ Wati (thank’s banget udah
semangat, perhatian, dan kasih sayangnya. Kalian telah menjadi semangat dan
penolongku ketika aku jatuh.
12.Mas Dela thank’s ya tuk do’a, perhatian, dukungan, semangat, dan kasih
sayangnya, serta thank’s juga udah jadi pendengar setia atas keluh kesah aku
selama ini.
13.Teman–teman seperjuanganku De’ Risa (moga program aerobikmu berhasil,
cayo2...!!!), De’ Ezti (kapan nech makan “sate kelinci” bareng di Tlogo
Putri....???), dan De’ Dika (Hallo pi2 bakpao, jangan pikirin maem mulu’
donk....!!!). Terima kasih buat do’a, semangat, saran, dan keceriaannya selama
kita berjuang menempuh hujan dan badai dalam penyusunan skripsi ini.
14.Keluarga Mas Warjo & Mba’ Tutik (keponakanku Yogi, Bagaskoro “gemesin
‘n lucu”) terima kasih udah pinjamin print pas print aku “eror”, pinjamin
buku2 yang aku perlukan selama skripsi, dan memberikan saran ataupun
masukan saat aku penelitian serta mau ujian skripsi. Mba’ Yusi thank’s udah
ngajarin aku “power point”.
15.Sahabatku Etik “tambah kurus aja” dan Dewi “Gendut” (kapan maen bareng
lagi....???). Thank’s ya buat bantuan, do’a, dan semangatnya. Sorry ganggu
kalian terus. Persahabatan ini tidak akan terlupakan.
16.Teman – teman seangkatanku PAK ’02 khususnya PAK C ’02. Mba’ SPT
“Mba’ Wiwik”, De’ Ima “Ayo ribonding lagi...!!!”, Tante Tutik “Ny. Lukas”,
De’ Dhita “Miss. Klaten”, Lina “ciplux”, Nina “kokom”, Dian “sastro”, Putri,
Si Cat, MM, Sari, TM, Tiara, Banu, Toro, Thomas, Candra, Satya, Valent,
“West-Prog poenya nech...”. Terima kasih atas do’a, semangat, dan bantuan
kalian semua. Sukses buat kalian, kisah kita akan menjadi kenangan indah
selamanya.
17.Mas Anto’ terima kasih atas waktu dan bantuannya, so sorry ngerepotin terus.
Jangan kapok ya...!!!
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan skripsi ini jauh dari
sempurna, sehingga masih perlu dikaji dan dikembangkan secara lebih lanjut.
Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang bersifat
konstuktif. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
semua pihak yang berkepentingan.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN MOTTO ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... viii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI ... xiii
DAFTAR TABEL ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Batasan Masalah ... 6
C. Rumusan Masalah ... 6
D. Tujuan Penelitian ... 7
E. Manfaat Penelitian ... 7
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan ... 9
B. Kecerdasan Emosional Berwirausaha ... 18
C. Kultur Keluarga ... 24
D. Kultur Sekolah ... 27
E. Bakat Kewirausahaan ... 31
F. Kerangka Berpikir ... 36
G. Perumusan Hipotesis ... 44
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 45
C. Subyek dan Obyek Penelitian ... 46
D. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel ... 46
E. Variabel Penelitian dan Pengukuran ... 48
F. Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen ... 53
G. Pengujian Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 53
H. Teknik Analisis Data ... 61
BAB IV ANALISI DATA DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data ... 68
B. Pengujian Prasyarat Analisis ... 84
C. Pengujian Hipotesis ... 86
D. Pembahasan Hasil Penelitian ... 91
BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN PENELITIAN, DAN SARAN A. Kesimpulan ... 104
B. Keterbatasan Penelitian ... 105
C. Saran ... 105
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Hasil Pengujian Validitas Variabel Pelaksanaan Pendidikan dan
Pelatihan... 55
Tabel 3.2 Hasil Pengujian Validitas Variabel Kecerdasan Emosional Berwirausaha... 56
Tabel 3.3 Hasil Pengujian Validitas Variabel Kultur Keluarga ... 56
Tabel 3.4 Hasil Pengujian Validitas Variabel Kultur Sekolah... 57
Tabel 3.5 Hasil Pengujian Validitas Variabel Bakat Kewirausahaan ... 58
Tabel 3.6 Hasil Pengujian Reliabilitas Variabel Penelitian ... 61
Tabel 4.1 Jenis Kelamin Responden ... 68
Tabel 4.2 Pekerjaan Orang Tua Responden ... 69
Tabel 4.3 Deskripsi Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan ... 70
Tabel 4.4 Deskripsi Kecerdasan Emosional Berwirausaha... 71
Tabel 4.5 Deskripsi Kultur Keluarga Pada Dimensi Power Distance... 72
Tabel 4.6 Deskripsi Kultur Keluarga Pada Dimensi Collectivism vs Individualism... 74
Tabel 4.7 Deskripsi Kultur Keluarga Pada Dimensi Masculinity vs Femininity ... 75
Tabel 4.8 Deskripsi Kultur Keluarga Pada Dimensi Uncertainty Avoidance... 76
Tabel 4.9 Deskripsi Kultur Keluarga ... 77
Tabel 4.10 Deskripsi Kultur Sekolah Pada Dimensi Power Distance ... 78
Tabel 4.11 Deskripsi Kultur Sekolah Pada Dimensi Collectivism vs Individualism ... 79
Tabel 4.12 Deskripsi Kultur Sekolah Pada Dimensi Masculinity vs Femininity ... 80
Tabel 4.13 Deskripsi Kultur Sekolah Pada Dimensi Uncertainty Avoidance ... 81
Tabel 4.14 Deskripsi Kultur Sekolah ... 82
Tabel 4.16 Hasil Pengujian Normalitas ... 85
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kuesioner ... 107
Lampiran 2 Data Induk ... 114
Lampiran 3 Validitas dan Reliabilitas ... 167
Lampiran 4 Normalitas dan Linieritas ... 174
Lampiran 5 Regresi ... 175
Lampiran 6 Distribusi Frekuensi dan Perhitungan Manual ... 182
Lampiran 7 Surat Ijin Penelitian ... 193
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bangsa Indonesia membutuhkan sumber daya manusia (SDM) yang
berkualitas untuk mendukung keberhasilan pembangunan nasional. Kualitas
SDM dapat diwujudkan melalui jalur pendidikan baik pendidikan formal
maupun non formal. Pendidikan formal merupakan pendidikan yang
terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan
menengah, dan pendidikan tinggi. Pendidikan non formal merupakan
pendidikan di luar pendidikan formal yang mencakup pendidikan kecakapan
hidup, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan,
pendidikan keaksaraan, pendidikan ketrampilan, dan pelatihan kerja, serta
pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta
didik.
Sebagai lembaga pendidikan formal, sekolah mempunyai tugas
memberikan bekal kepada seseorang agar potensinya berkembang secara
wajar, optimal, bersifat adaptif, dan kreatif. Oleh karena itu, sekolah
dipandang sebagai persiapan untuk kehidupan yang lebih baik di kemudian
hari. Mengingat hal demikian, banyak orang tua tidak ragu-ragu memberikan
pengorbanan yang besar untuk pendidikan anak-anaknya. Idealnya, lulusan
pendidikan formal berilmu pengetahuan dan memiliki ketrampilan yang cukup
tenaga kerja yang siap pakai tidaklah mudah. Hal tersebut dikarenakan mutu
pendidikan kurang memadai, kurang memberikan dorongan untuk
mengembangkan kemampuan siswa, dan terbatasnya informasi tentang dunia
kerja yang mengakibatkan ketidaksesuaian antara keluaran pendidikan dengan
keterbatasan lapangan pekerjaan.
Pendidikan menengah kejuruan merupakan salah satu sektor
pendidikan pada jenjang pendidikan menengah yang mengutamakan
pengembangan kemampuan peserta didik untuk dapat bekerja dalam bidang
tertentu, kemampuan beradaptasi di lingkungan kerja, melihat peluang kerja,
dan mengembangkan diri di kemudian hari. Pendidikan menengah kejuruan
juga merupakan pendidikan yang menyiapkan peserta didik menjadi manusia
yang produktif yang dapat langsung bekerja di bidangnya (Kurikulum SMK,
2004:3). Di samping memberikan bekal kemampuan siap kerja, lulusan SMK
diharapkan dapat mengembangkan ketrampilan kejuruan yang setara maupun
melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Dengan demikian secara
struktural SMK berada dalam posisi yang strategis. Namun, kenyataannya
masih banyak lulusan SMK yang belum bekerja atau menganggur. Hal ini
terbukti dari catatan Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2004 yang
menunjukkan bahwa jumlah pengangguran lulusan SMK di Indonesia
mencapai 1.254.343 orang dan khususnya di daerah Yogyakarta 18.088 orang
(BPS, 2004:270).
SMK memiliki peran penting dalam pengembangan kecerdasan
kemampuan mengenali, mengekspresikan, dan mengendalikan emosi dalam
menerapkan kreatifitas dan inovasi baik bagi dirinya sendiri maupun orang
lain. Dalam mengembangkan kecerdasan emosional berwirausaha siswa
dilakukan melalui program pendidikan dan pelatihan di sekolah maupun di
dunia usaha. Hal tersebut didukung adanya mata pelajaran kewirausahaan
yang mempunyai tujuan, yaitu siswa memiliki jiwa, sikap, dan perilaku
wirausaha dalam bekerja, serta mampu dan berani berwiraswasta di bidangnya
(Kurikulum SMK, 2004:6).
Pelaksanaan pendidikan dan pelatihan di sekolah maupun di dunia
usaha dimaksudkan untuk mengembangkan potensi akademis dan kepribadian
siswa, menguasai kompetensi terstandar, dan menginternalisasi sikap serta
nilai profesional sebagai tenaga kerja yang berkualitas (Kurikulum SMK,
2004:16). Apabila setelah lulus siswa SMK berkeinginan untuk membuka
usaha sendiri, mereka harus melaksanakan pendidikan dan pelatihan di
sekolah maupun di dunia usaha dengan sungguh-sungguh agar kelak menjadi
wirausahawan yang sukses.
Kultur keluarga, kultur sekolah, dan bakat kewirausahaan siswa yang
berbeda diduga kuat menyebabkan derajat pengaruh pelaksanaan pendidikan
dan pelatihan terhadap tingkat kecerdasan emosional berwirausaha siswa
berbeda. Pada kultur keluarga (Hofstede, 1994:32,58,87,118) yang bercirikan
power distance kecil, individualism, masculinity, dan uncertainty avoidance
lemah, maka diduga kuat derajat pengaruh pelaksanaan pendidikan dan
lebih tinggi. Hal tersebut akan nampak dari sikap berani mengatakan yang
benar, tidak tergantung pada orang tua, demokratis dalam keluarga, mampu
mengelola keuangan, suka tantangan, dan mampu bertoleransi terhadap situasi
yang tidak pasti. Pada kultur keluarga (Hofstede, 1994:32,58,87,118) yang
bercirikan power distance besar, collectivism, femininity, dan uncertainty
avoidance kuat, maka diduga kuat derajat pengaruh pelaksanaan pendidikan
dan pelatihan terhadap tingkat kecerdasan emosional berwirausaha siswa akan
lebih rendah. Hal tersebut akan nampak dari otoritas orang tua berpengaruh
terus menerus sepanjang hidup, ketaatan kepada norma keluarga, kesetiaan
pada kelompok, merasa malu jika melanggar peraturan, peran wanita yang
lebih rendah dari pria, kurang mampu menghadapi situasi yang tidak pasti,
dan rendahnya inisiatif.
Pada kultur sekolah (Hofstede, 1994:34,62,90,119) yang bercirikan
power distance kecil, individualism, masculinity, dan uncertainty avoidance
lemah, maka diduga kuat derajat pengaruh pelaksanaan pendidikan dan
pelatihan terhadap tingkat kecerdasan emosional berwirausaha siswa akan
lebih tinggi. Hal tersebut akan nampak dari perlakuan guru terhadap siswa
sama, proses pembelajaran terpusat pada siswa, kebebasan mengungkapkan
pendapat, sikap positif dalam mengerjakan tugas, suka kompetisi, dan
kejelasan guru dalam menerangkan. Pada kultur sekolah (Hofstede,
1994:34,62,90,119) yang bercirikan power distance besar, collectivism,
femininity, dan uncertainty avoidance kuat, maka diduga kuat derajat
emosional berwirausaha siswa akan lebih rendah. Hal tersebut akan nampak
dari adanya komunikasi satu arah di kelas, kurang berani mengembangkan
kemampuan dan bakat, kurang berani dalam mengungkapkan pendapat,
tergantung pada orang lain, lebih mengutamakan kinerja kelompok, siswa
menganggap guru selalu benar, dan menolak kekurangan guru.
Selain kultur keluarga dan kultur sekolah, pada siswa yang berbakat
juga diduga kuat derajat pengaruh pelaksanaan pendidikan dan pelatihan
terhadap tingkat kecerdasan emosional berwirausaha siswa akan lebih tinggi
dibandingkan dengan siswa yang tidak berbakat. Hal ini tampak dari ciri
kreatif, berani menanggung resiko, inovatif, mampu bekerjasama dalam
kelompok, percaya diri, mampu mengatur kehidupannya sendiri, mampu
menyesuaikan diri, knowledgeable, versatile, more carrier oriented and
prepared, mampu menganalisis alternatif keputusan, keterbukaan terhadap
kritik ataupun masukan, mementingkan hasil pekerjaan, desire for growth,
desire for profits, mampu bertahan dalam tekanan, dan mampu mengendalikan
aktivitas (Suryana, 2003:31).
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi apakah ada
perbedaan derajat pengaruh pelaksanaan pendidikan dan pelatihan terhadap
kecerdasan emosional berwirausaha pada kultur keluarga, kultur sekolah, dan
bakat kewirausahaan yang berbeda. Penelitian ini selanjutnya akan dituangkan
dalam judul “Pengaruh Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan (Diklat)
Terhadap Kecerdasan Emosional Berwirausaha Ditinjau dari Kultur
merupakan survei terhadap siswa-siswa kelas 3 SMK Jurusan Teknik Mekanik
Otomotif di Kabupaten Kulon Progo, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
B. Batasan Masalah
Ada banyak faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional siswa
berwirausaha antara lain pelaksanaan pendidikan dan pelatihan (diklat), kultur
keluarga, kultur sekolah, bakat kewirausahaan, jenis kelamin, status sosial,
dan minat berwirausaha. Penelitian ini memfokuskan pada faktor kecerdasan
emosional berwirausaha anak. Secara lebih spesifik dalam penelitian ini akan
menginvestigasi pengaruh pelaksanaan diklat terhadap kecerdasan emosional
berwirausaha ditinjau dari kultur keluarga, kultur sekolah, dan bakat
kewirausahaan.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dirumuskan permasalahan
sebagai berikut:
1. Apakah ada pengaruh positif pelaksanaan pendidikan dan pelatihan
(diklat) terhadap kecerdasan emosional berwirausaha ditinjau dari kultur
keluarga?
2. Apakah ada pengaruh positif pelaksanaan pendidikan dan pelatihan
(diklat) terhadap kecerdasan emosional berwirausaha ditinjau dari kultur
3. Apakah ada pengaruh positif pelaksanaan pendidikan dan pelatihan
(diklat) terhadap kecerdasan emosional berwirausaha ditinjau dari bakat
kewirausahaan?
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka dirumuskan tujuan penelitian
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh positif pelaksanaan pendidikan
dan pelatihan (diklat) terhadap kecerdasan emosional berwirausaha
ditinjau dari kultur keluarga.
2. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh positif pelaksanaan pendidikan
dan pelatihan (diklat) terhadap kecerdasan emosional berwirausaha
ditinjau dari kultur sekolah.
3. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh positif pelaksanaan pendidikan
dan pelatihan (diklat) terhadap kecerdasan emosional berwirausaha
ditinjau dari bakat kewirausahaan.
E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberi manfaat bagi :
1. Sekolah
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh sekolah dalam
menghasilkan lulusan yang kreatif, mandiri, dan memiliki motivasi
b. Hasil penelitian ini diharapkan sebagai bahan pertimbangan untuk
meningkatkan kecerdasan emosional berwirausaha siswa melalui
pelaksanaan pendidikan dan pelatihan yang baik.
2. Universitas Sanata Dharma
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi tambahan pengetahuan
bagi FKIP sebagai calon guru dalam membimbing anak didiknya
untuk mengembangkan kecerdasan emosional berwirausaha.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan referensi
perpustakaan.
3. Penelitian Selanjutnya
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi
penelitian selanjutnya dan dapat memberikan tambahan pengetahuan
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan (Diklat)
Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, dan ketrampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa, serta negara. Oleh karena itu, pendidikan merupakan
sektor yang paling menentukan dalam keberhasilan pembangunan. Rendahnya
kualitas pendidikan akan berdampak kepada rendahnya kualitas sumber daya
manusia (SDM).
Sekolah Menengah Kejuruan sebagai lembaga pendidikan yang
mempunyai peran dalam mempersiapkan tenaga kerja tingkat menengah.
Sekolah Menengah Kejuruan diharapkan mampu menghasilkan sumber daya
manusia yang produktif, memiliki kemampuan, ketrampilan, dan sikap kerja,
sehingga siswa lulusan SMK siap memasuki dunia kerja. Dalam
mempersiapkan siswa untuk memasuki dunia kerja, SMK melaksanakan
program pendidikan dan pelatihan baik di sekolah maupun di industri. Semua
teori yang diperoleh siswa di kelas dari proses belajar mengajar dipraktikkan
di industri/dunia kerja secara langsung dan nyata.
Dalam pelaksanaan pembelajaran di industri/dunia kerja menuntut
harus mengerjakan tugas dengan baik dan benar, mematuhi peraturan yang
berlaku, bekerja sama dengan orang lain, belajar berkomunikasi dengan orang
lain, dapat melatih mental, dan dapat meningkatkan kompetensi agar sesuai
dengan kebutuhan dunia kerja. Dengan demikian siswa dapat memahami
karakteristik suatu pekerjaan dan mengetahui kemampuan apa yang harus
dimiliki oleh seseorang agar dapat bekerja dengan baik.
1. Pengertian Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan (Diklat)
Pelaksanaan pembelajaran/diklat adalah proses kegiatan belajar
peserta didik sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan, untuk mencapai
penguasaan kompetensi (Kurikulum SMK, 2004:16). Pendidikan kejuruan
tidak bisa sepenuhnya dilaksanakan di sekolah saja tetapi dilaksanakan di
dua tempat yaitu di sekolah dan di industri/dunia kerja untuk mencapai
kompetensi yang sesuai dengan bidang keahliannya. Oleh karena itu,
pendidikan menengah kejuruan harus menjalin kerja sama dengan pihak
dunia kerja/industri yang menjadi lapangan kerja lulusan SMK.
Proses pembelajaran di sekolah bertujuan untuk mengembangkan
potensi akademis dan kepribadian siswa, menguasai ilmu pengetahuan dan
teknologi, sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan dunia kerja
(Kurikulum SMK, 2004:16). Proses pembelajaran/pelatihan di dunia kerja
bertujuan agar siswa menguasai kompetensi terstandar, mengembangkan
dan menginternalisasi sikap dan nilai profesional sebagai tenaga kerja
yang berkualitas unggul, baik bekerja pada pihak lain maupun sebagai
2. Tujuan Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan (Diklat)
Pelaksanaan pembelajaran/pendidikan dan pelatihan dimaksudkan
untuk mengembangkan potensi akademis dan kepribadian siswa,
menguasai kompetensi terstandar, serta menginternalisasi sikap dan nilai
profesional sebagai tenaga kerja yang berkualitas unggul, sesuai dengan
kebutuhan dan perkembangan dunia kerja (Kurikulum SMK, 2004:16).
Kompetensi lulusan terdiri dari kompetensi umum yang mengacu pada
tujuan pendidikan nasional dan kecakapan hidup generik dan kompetensi
kejuruan yang mengacu pada Standar Kompetensi Kerja Nasional
Indonesia (Bagian II Kurikulum SMK, 2004:6).
3. Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan
Pelaksanaan pembelajaran yang menerapkan prinsip-prinsip pembelajaran
berbasis kompetensi dilakukan dengan pengaturan sebagai berikut:
a. Pembelajaran di Sekolah
Ciri/operasionalisasi pembelajaran di sekolah (Kurikulum SMK,
2004:19) adalah:
1) Pembelajaran di sekolah meliputi pembelajaran program
normatif, adaptif, dan produktif.
2) Pembelajaran program produktif ditekankan pada penguasaan
dasar-dasar keahlian yang luas, kuat, mendasar, serta penguasaan
alat dan teknik bekerja yang tepat.
3) Industri dapat dilibatkan dalam proses pembelajaran di SMK
dasar-dasar keahlian yang benar serta memberikan wawasan tentang
dunia kerja.
4) Keterlaksanaan program di SMK, baik akademis maupun
administratif menjadi tanggung jawab kepala sekolah dengan
koordinasi komite sekolah.
5) Siswa yang berminat untuk bekerja mandiri (berwirausaha), perlu
mendapatkan bimbingan khusus yang memadai dari pihak
sekolah. Siswa yang bersangkutan tidak cukup diberikan
pengetahuan bisnis secara teoritis. Ia harus dibina dan dilatih
dengan pengalaman berwirausaha atau berbisnis secara nyata dan
bertahap.
6) Bimbingan berwirausaha antara lain mencakup aspek
menganalisis pasar, merencanakan, melaksanakan produksi
(barang dan jasa), memasarkan hasil, mengevaluasi, dan membuat
laporan hasil usaha serta membuka jejaring kerja dengan pihak
lain.
7) Apabila praktik berwirausaha tersebut membutuhkan waktu
pembelajaran yang lebih banyak, maka sekolah dapat
menyesuaikan jumlah jam yang ada di dalam Struktur Kurikulum
Pendidikan dan Pelatihan, baik program diklat normatif, adaptif,
maupun produktif. Pengaturan tersebut dilakukan secara rasional,
8) Pengalaman berwirausaha dapat dilaksanakan di sekolah melalui
pembukaan kelas wirausaha yang sesuai dengan minat siswa dan
potensi pasar.
b. Pembelajaran di Industri (Dunia Kerja)
Ciri/operasionalisasi pembelajaran di dunia kerja/industri (Kurikulum
SMK, 2004:20) adalah:
1) Peserta diklat yang mengikuti pelatihan di industri adalah mereka
yang memenuhi persyaratan minimal yang telah ditetapkan, baik
pada saat penerimaan maupun pada saat pemilihan program
diklat.
2) Industri dapat melakukan pemilihan peserta dan memberikan
pembekalan kemampuan tambahan, agar benar-benar siap dan
memenuhi standar minimal sesuai dengan persyaratan kerja yang
ada.
3) Kegiatan pelatihan di industri dilaksanakan sesuai dengan
program bersama yang telah disepakati.
4) Kegiatan peserta di industri merupakan kegiatan bekerja langsung
pada pekerjaan yang sesungguhnya, untuk menguasai kompetensi
yang benar dan terstandar, sekaligus menginternalisasi sikap dan
etos kerja yang positif sesuai dengan persyaratan tenaga kerja
profesional pada bidangnya.
5) Lamanya peserta berada di suatu industri, ditentukan atas dasar
kompetensi yang akan dipelajarinya. Waktunya berkisar antara 4
bulan sampai dengan 12 bulan.
6) Pelaksanaan pembelajaran di industri dilengkapi dengan
perangkat antara lain: jurnal kegiatan peserta, termasuk daftar
kemajuan hasil belajar peserta, perangkat monitoring, kontrak
kerja/perjanjian peserta (jika diperlukan), asuransi kecelakaan
kerja bagi peserta, dan lain-lain yang dianggap perlu.
7) Kegiatan pembelajaran berbasis kompetensi dilakukan setelah
penyiapan komponen-komponen/sarana pembelajaran dipastikan
kesiapannya, untuk mengantisipasi terjadinya hambatan dalam
pelaksanaan proses pembelajaran.
Berikut ini adalah tabel silabus pembelajaran di SMK Jurusan Teknik
Mekanik Otomotif (Bagian II Kurikulum SMK, 2004:7-9) :
Level Kualifikasi Kompetensi Sub Kompetensi
Pelaksanaan pemeliha-raan/servis komponen
Pelaksanaan pemeliharaan/servis komponen
Identifikasi dan penggunaan pelumas/cairanpemebrsih yang benar
Pemasangan sistem hidrolik Pemasangan sistem
hidrolik Pengujian sistem hidrolik Pemeliharaan/service
sistem hidrolik
Pemeliharan/servis dan pengujian sistem hidrolik
Pemeliharaan/service dan perbaikan kompre-sor udara dan kompo-nen-komponennya
Pemeliharaan/service dan perbaikan kompresor udara dan komponen - komponennya
Pelaksanaan prosedur pengelasan
Pelaksanaan prosedur pematrian
Pelaksanaan prosedur pemotongan dengan panas Melaksanakan prosedur
pengelasan, pematrian, pemotongan dengan panas
dan pemanasan Pelaksanaan prosedur pemanasan Pembacaan dan
pema-haman gambar teknik
Membaca dan memahami gambar teknik
Penggunaan dan pemeliharaan alat ukur
Pengukuran dimensi dan variabel menggunakan perlengkapan yang sesuai
Mengikuti prosedur pada tempat kerja untuk mengidentifikasi bahaya dan penghindarannya
Teknisi Yunior
Mengikuti prosedur kesehatan dan
Level Kualifikasi Kompetensi Sub Kompetensi
Penempatan dan pengidentifikasian jenis pemadam kebakaran,penggunaan dan prosedur pengoperasian ditempat kerja
Pelaksanaan prosedur darurat
Menjalankan dasar dasar prosedur keamanan
Pelaksanaan prosedur penyelamatan pertama dan Cardio Pulmonary Resusciation (CPR)
Memilih dan menggunakan secara aman peralatan tempat kerja Penggunaan dan
peme-liharaan peralatan dan
perlengkapan tempat kerja Pemeliharaan/servis pada peralatan dan perlengkapan tempat kerja Pelaksanaan operasi
penanganan secara manual
Mengangkat dan memindahkan meterial/komponen/part
Mengidentifikasi konstrusksi jenis roda dan sistem pemasangannnya
Melepas roda-roda
Pemeriksaan roda dan pemasangannya Melepas, memasang dan
menyetel roda
Memasang roda
Membongkar,memasang dan mengganti dan dalam dan luar
Memeriksa ban dalam dan luar untuk menentukan perbaikan Pembongkaran, perbai-kan
dan pemasangan ban luar
dan ban dalam Melaksanakan perbaikan ban dalam dan ban luar
Menguji baterai
Melepas dan mengganti baterai
Memelihara/servis dan mengisi baterai Pengujian,
pemelihara-an/servis dan penggan-tian baterai
Membantu start
Memelihara,memahami dan menyampaikan informasi tempat kerja
Konstribusi komunikasi di tempat kerja
Mempertahankan prestasi tempat kerja Pemeliharaan/servis
sistem pendingin dan komponen– komponennya
Memelihara/servis sistem pendingin dan komponennya
Perbaikan sistem pendi-ngin dan komponen– komponennya
Memperbaiki sistem pendingin dan komponennya
Pemeliharaan/servis sistem bahan bakar bensin
Memelihara/servis komponen sistem bahan bakar bensin
Pemeliharaan/servis sistem injeksi bahan bakar diesel
Memelihara/servis sistem dan komponen injeksi bahan bakar diesel
Pemeliharaan/servis unit kopling dan kom-ponen-komponennya sistem pengoperasian
Memelihara/servis unit kopling dan komponen-komponen sistem pengoperasian
Perbaikan kopling dan komponen– komponenya
Memperbaiki sistem kopling dan komponennya
Pemeliharaan/servis transmisi manual
Memperbaiki,melepas dan mengganti transmisi manual dan komponennya
Pemeliharaan/servis poros penggerak roda
Memelihara/servis poros penggerak roda/drive shaft dan komponen-komponennya
Merakit dan memasang sistem rem dan komponennya Perakitan dan
pema-sangan sistem rem dan komponen–komponenya
Menguji sistem rem dan komponennya
Pemeliharaan/servis sistem rem
Memelihara/servis sistem rem dan komponennya
Pemeriksaan sistem kemudi
Memeriksa dan menguji kondisi sistem/komponen kemudi
Pemeriksaan sistem suspensi
Level Kualifikasi Kompetensi Sub Kompetensi
Perbaikan ringan pada
rangkaian/sistem kelistrikan
Menguji dan mengidentifikasi kesalahan sistem/komponen
Memasang sistem penerangan dan wiring kelistrikan
Menguji sistem kelistrikan Pemasangan, pengujian
dan perbaikan sistem
penerangan dan wiring Memperbaiki sistem kelistrikan Pemasangan keleng-kapan
kelistrikan tambahan (Assesoris)
Memasang perlengkapan kelistrikan tambahan
Pemeliharaan/servis engine dan kompo-nen– komponennya
Memelihara/servis engine dan komponen-komponennya
Overhaul komponen sistem pendingin
Overhaul komponen sistem pendingin
Overhaul kopling dan komponennya
Overhaul kopling dan komponen-komponennya
Pemeliharaan/servis transmisi otomatis
Pemeliharaan/servis transmisi otomatis dan atau komponen yang berhubungan
Pemeliharaan/servis unit final drive/gardan
Memperbaiki unit final drive/gardan dan komponen-komponenya
Perbaikan poros penggerak roda
Memperbaiki poros penggerak roda/drive shaft dan komponen-komponennya
Perbaikan sistem rem Memperbaiki melepas dan mengganti sistem rem dan atau komponen lain yang bersangkutan
Overhaul komponen sistem rem
Overhaul komponen sistem rem dan bagian-bagiannya
Perbaikan sistem kemudi Memperbaiki membongkar dan mengganti sistem kemudi dan komponennya
Pemeliharaan/servis sistem suspensi
Memelihara/servis sistem suspensi dan atau komponen-komponennya
Balans roda/ban Membalans roda
Memasang sistem pengaman kelistrikan/komponen
Menguji sistem pengaman kelistrikan/komponen Pemasangan, pengujian
dan perbaikan sistem pengaman kelistrikan dan
komponennya Memperbaiki sistem pengaman kelistrikan/komponen Perbaikan sistem
pengapian
Memperbaiki sistem pengapian dan komponennya
Memelihara/servis sistem AC (Air Conditioner)
Memelihara/servis sistem AC
Berikut ini adalah struktur kurikulum bidang keahlian teknik mesin program
keahlian teknik mekanik otomotif (Bagian II Kurikulum SMK, 2004:17-18) :
NO PROGRAM/MATA DIKLAT DURASI /
WAKTU (jam) I PROGRAM NORMATIF:
1. Pendidikan Agama 192
2. Pendidikan Kewarganegaraan dan Sejarah 288
3. Bahasa Indonesia 192
4. Pendidikan Jasmani dan Olah Raga 288
II PROGRAM ADAPTIF :
1. Matematika 516
2. Bahasa Inggris 440
3. Keterampilan Komputer dan Pengelolaan Informasi (KKPI) 202
NO PROGRAM/MATA DIKLAT WAKTU (jam) DURASI /
6. Kimia 192
7. Pengetahuan Dasar Teknik Mesin 240
III PROGRAM PRODUKTIF :
1. Pelaksanaan pemeliharaan/servis komponen 40
2. Pemasangan sistem hidrolik 30
3. Pemeliharaan/service sistem hidrolik 30
4. Pemeliharaan/service dan perbaikan kompresor udara dan komponen-komponennya 20 5. Melaksanakan prosedur pengelasan, pematrian, pemotongan dengan panas dan
pemanasan
80
6. Pembacaan dan pemahaman gambar teknik 60
7. Penggunaan dan pemeliharaan alat ukur 60
8. Mengikuti prosedur kesehatan dan keselamatan kerja 60 9. Penggunaan dan pemeliharaan peralatan dan perlengkapan tempat kerja 80 10. Pelaksanaan operasi penanganan secara manual 40
11. Melepas, memasang dan menyetel roda 30
12. Pembongkaran, perbaikan dan pemasangan ban luar dan ban dalam 40 13. Pengujian, pemeliharaan/servis dan penggantian baterai 30
14. Konstribusi komunikasi di tempat kerja 18
15. Pemeliharaan/servis sistem pendingin dan komponen – komponennya 40 16. Perbaikan sistem pendingin dan komponen – komponennya 40 17. Pemeliharaan/servis sistem bahan bakar bensin 60 18. Pemeliharaan/servis sistem injeksi bahan bakar diesel 60 19. Pemeliharaan/servis unit kopling dan komponen- komponennya sistem pengoperasian 60 20. Perbaikan kopling dan komponen – komponenya 60
21. Pemeliharaan/servis transmisi manual 60
22. Pemeliharaan/servis poros penggerak roda 40
23. Perakitan dan pemasangan sistem rem dan komponen – komponennya 60
24. Pemeliharaan/servis sistem rem 60
25. Pemeriksaan sistem kemudi 40
26. Pemeriksaan sistem suspensi 40
27. Perbaikan ringan pada rangkaian/sistem kelistrikan 60 28. Pemasangan, pengujian dan perbaikan sistem penerangan dan wiring 60 29. Pemasangan kelengkapan kelistrikan tambahan ( Assesoris ) 60 30. Pemeliharaan/servis engine dan komponen – komponennya 80
31. Overhaul komponen sistem pendingin 40
32. Overhaul kopling dan komponennya 60
33. Pemeliharaan/servis transmisi otomatis 60
34. Pemeliharaan/servis unit final drive/gardan 60
35. Perbaikan poros penggerak roda 40
36. Perbaikan sistem rem 40
37. Overhaul komponen sistem rem 40
38. Perbaikan sistem kemudi 40
39. Pemeliharaan/servis sistem suspensi 40
40. Balans roda/ban 20
41. Pemasangan, pengujian dan perbaikan sistem pengaman kelistrikan dan komponennya 60
42. Perbaikan sistem pengapian 60
43. Memelihara/servis sistem AC ( Air Conditioner ) 60
JUMLAH 4970
Keterangan:
1. Durasi pembelajaran per jam @ 45 menit.
B. Kecerdasaan Emosional Berwirausaha
1. Kecerdasan Emosional
Pembangunan mutu sumber daya manusia yang berkualitas
tidaklah cukup dengan mengandalkan kecerdasan intelektual saja, tetapi
harus didukung juga oleh kecerdasan emosional. Menurut Zakarilya
(Januari 2004), kecerdasan emosional perlu dikembangkan dalam
pendidikan di antaranya empati, kemandirian, ketekunan, kesetiakawanan,
keramahan, sikap hormat, kemampuan beradaptasi, kemampuan
memecahkan masalah, kecakapan sosial, berpikir terbuka dan jujur,
memiliki prinsip, kreatif, bersikap adil, bijaksana, kemampuan
berkomunikasi, motivasi, dan kemampuan bekerja sama.
Emosi adalah suatu perasaan dan pikiran-pikiran khasnya, suatu
keadaan biologi dan psikologi, serta serangkaian kecenderungan untuk
bertindak (Agus Efendi, 2005:176). Orang yang dapat mengenali dan
mengelola emosi berarti menuju ke arah kebaikan dan hal tersebut dapat
diterapkan untuk mulai merintis menjadi seorang wirausahawan. Menurut
Agus Efendi (2005:171), kecerdasan emosional adalah kemampuan
mengenali perasaan diri sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan
memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik
pada diri sendiri dan dalam hubungannya dengan orang lain.
Menurut Reuven Bar-On (http://www.psikoutama.com/id/service
13.php), kecerdasan emosi didefinisikan sebagai mata rantai keahlian,
keberhasilan seseorang dalam menghadapi tuntutan dan tekanan
lingkungannya. Kecerdasan emosional (Emotional Intelligence) adalah
kemampuan untuk mengerti dan mengendalikan emosi. Termasuk di
dalamnya kemampuan untuk membina hubungan dengan orang lain di
sekitarnya (http://www.sekolahindonesia.com/). Dalam kehidupan
sehari-hari kemampuan kecerdasan emosional sangat berperan untuk mencapai
kesuksesan seseorang.
Menurut Daniel Goleman (2004:45), kecerdasan emosional adalah
kemampuan seperti kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan
bertahan menghadapi frustasi, mengendalikan dorongan hati dan tidak
melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga agar
beban stres tidak melumpuhkan kemampuan berfikir, berempati, dan
berdoa. Salovey dan Mayer dalam Shapiro (1997:8) juga mendefinisikan
kecerdasan emosional sebagai himpunan bagian dari kecerdasan sosial
yang melibatkan kemampuan memantau perasaan dan emosi baik pada diri
sendiri maupun orang lain, memilah-milah semuanya, dan menggunakan
informasi ini untuk membimbing pikiran dan tindakan.
Kecerdasan emosional menurut Ge Mozaik (Juni 2005) adalah
kemampuan untuk mengenali, mengekspresikan dan mengendalikan
emosi, baik emosi dirinya sendiri maupun emosi orang lain, dengan
tindakan konstruktif, yang mempromosikan kerjasama sebagai tim yang
mengacu pada produktivitas dan bukan pada konflik. Pendapat tersebut
blogspot.com/ 2004_12_10_ahmadchoironudin) yang mengatakan bahwa
kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan, memahami, dan
secara selektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber
energi dan pengaruh yang manusiawi. Kecerdasan emosional juga
merupakan komponen yang membuat seseorang menjadi pintar
menggunakan emosi (Howes dan Herald, http://ahmadchoironudin.
blogspot.com/ 2004_12_10_ahmadchoironudin). Kecerdasaan emosional
menuntut diri untuk belajar mengakui dan menghargai perasaan diri
sendiri dan orang lain, dan untuk menanggapinya dengan tepat,
menerapkan dengan efektif energi emosi dalam kehidupan sehari-hari.
2. Kewirausahaan
Menurut Budi Santoso (http://www.webpost.net/as/asmatweb/
apotret.htm), kata "wiraswasta" berasal dari Wira yang berarti utama,
gagah, berani, luhur, teladan atau pejuang. Swa berarti sendiri dan Sta
berarti berdiri. Jadi wiraswasta (entrepreneur) berarti pejuang yang utama,
gagah, luhur, berani dan layak menjadi teladan dalam bidang usaha dengan
landasan berdiri di atas kaki sendiri. Menurut Drucker dalam Suryana
(2003:10), kewirausahaan adalah suatu kemampuan untuk menciptakan
sesuatu yang baru dan berbeda.
Menurut Zimmerer dalam Suryana (2003:10) kewirausahaan
adalah penerapan kreativitas dan inovasi untuk memecahkan masalah dan
upaya untuk memanfaatkan peluang yang dihadapi setiap hari. Pendapat
diartikan sebagai kemampuan kreatif dan inovatif yang dijadikan dasar,
kiat, dan sumber daya untuk mencapai peluang menuju sukses. Proses
kreatif dan inovatif biasanya diawali dengan memunculkan ide-ide dan
pemikiran baru untuk menciptakan yang baru dan berbeda.
3. Kecerdasan Emosional Berwirausaha
Berdasarkan pengertian kecerdasan emosional dan kewirausahaan
di atas, dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosional berwirausaha
adalah kemampuan mengenali, mengekspresikan, dan mengendalikan
emosi dalam menerapkan kreatifitas dan inovasi baik bagi dirinya sendiri
maupun orang lain.
4. Dimensi Kecerdasan Emosional Berwirausaha
Dimensi kecerdasan emosional berwirausaha mempunyai lima komponen
dasar (Ge Mozaik, Juni 2005), yaitu :
a. Self-awareness (pengenalan diri)
Mampu mengenali emosi diri dan penyebab dari pemicu emosi
tersebut. Kesadaran diri dalam mengenali perasaan sewaktu perasaan
itu terjadi merupakan dasar kecerdasan emosional.
b. Self-regulation (penguasaan diri)
Seseorang yang mempunyai pengenalan diri yang baik dapat lebih
terkontrol dalam membuat tindakan agar lebih hati-hati. Penguasaan
diri berarti menangani perasaan agar perasaan dapat terungkap dengan
c. Self-motivation (motivasi diri)
Kemampuan seseorang memotivasi diri dapat ditelusuri melalui
hal-hal sebagai berikut: 1) cara mengendalikan dorongan hati, 2) derajat
kecemasan yang berpengaruh terhadap unjuk kerja seseorang, 3)
kekuatan berpikir positif, 4) optimisme, 5) keadaan flow (mengikuti
aliran).
d. Emphaty (empati)
Kemampuan untuk mengenali perasaan orang lain dan merasakan apa
yang orang lain rasakan jika dirinya sendiri yang berada pada posisi
tersebut. Empati atau mengenal emosi orang lain dibangun
berdasarkan pada kesadaran diri. Apabila seseorang terbuka pada
emosi sendiri, maka dapat dipastikan bahwa ia akan terampil membaca
perasaan orang lain.
e. Social Skill (ketrampilan sosial)
Dengan adanya empat kemampuan tersebut, seseorang dapat
berkomunikasi dengan orang lain secara efektif. Kemampuan untuk
memecahkan masalah bersama-sama lebih ditekankan dan bukan pada
konfrontasi yang tidak penting yang sebenarnya dapat dihindari.
Membina hubungan dengan orang lain merupakan ketrampilan sosial
Tujuh kiat meningkatkan kecerdasan emosional, yaitu
(http://www.glorianet.org/lowongan/tips_35.html):
a. Mengenali emosi diri
Ketrampilan ini meliputi kemampuan seseorang untuk
mengidentifikasi apa yang sesungguhnya ia rasakan. Setiap kali suatu
emosi tertentu muncul dalam pikiran, seseorang harus dapat
menangkap pesan apa yang ingin disampaikan.
b. Melepaskan emosi negatif
Ketrampilan ini berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk
memahami dampak dari emosi negatif terhadap dirinya sendiri.
c. Mengolah emosi diri sendiri
Kemampuan untuk mengendalikan dan mengelola emosi.
d. Memotivasi diri sendiri
Ketrampilan memotivasi diri memungkinkan terwujudnya kinerja yang
tinggi dalam segala bidang.
e. Mengenali emosi orang lain
Berusaha mengerti terlebih dahulu sebelum dimengerti. Ketrampilan
ini merupakan dasar dalam berhubungan dengan manusia secara
f. Mengelola emosi orang lain
Ketrampilan mengelola emosi orang lain merupakan kemampuan yang
dahsyat jika seseorang bisa mengoptimalkannya.
g. Memotivasi orang lain
Ketrampilan memotivasi orang lain adalah bentuk lain dari
ketrampilan kepemimpinan yaitu kemampuan menginspirasi,
memotivasi, dan mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan
bersama.
C. Kultur Keluarga
1. Pengertian Kultur
Kultur atau kata lainnya budaya berasal dari ilmu antropologi.
Kultur dapat didefinisikan sebagai: “... the totally of socially transmitted
behavior pattern, arts, beliefs, institusions, and all other product of human
work and thought characteristics of the community or population” (Kotter
dan Heskett, 1992:3).
Kultur menurut Hofstede (1995:5) adalah
“… a collective phenomenon, because it is at least partly shared with people who live or lived within the same social environment, which is there it was learned. It is the collective programming of the mind which distinguishes the members of the one group or category of people from another”.
Menurut Sugiarto (Oktober 2005), kultur merupakan pandangan
mencakup cara berpikir, perilaku, sikap, nilai yang tercermin baik dalam
wujud fisik maupun abstrak. Menurut Hofstede (1994:4) kultur sebagai
“software of the mind”. Kultur sebagai bentuk pemrograman mental
secara kolektif, kultur cenderung sulit berubah. Perubahan bersifat evolutif
atau perlahan-lahan. Hal ini disebabkan bukan semata-mata karena kultur
tersebut telah menjadi bagian dari diri para anggota kelompok, tetapi
kultur telah terkristalisasi ke dalam lembaga yang mereka bangun.
2. Pengertian dan Dimensi Kultur Keluarga
Keluarga merupakan kelompok sosial pertama bagi anak, sehingga
peranan keluarga sangat penting dalam pendidikan anak. Pendidikan yang
diterima dari lingkungan keluarga, yang diserap dari masyarakat, maupun
yang diperoleh dari sekolah akan menyatu dalam diri peserta didik,
menjadi satu kesatuan yang utuh, saling mengisi, dan diharapkan dapat
saling memperkaya secara positif. Kultur keluarga adalah
kebiasaan-kebiasaan keluarga akan menjadi pola pikir tersendiri yang digunakan
sebagai dasar seseorang bertindak dan mengambil keputusan.
Menurut Hofstede (1994:10) kultur dapat diklasifikasikan ke dalam
enam tingkatan (layers), yaitu: 1) a national level, 2) a regional level, 3) a
gender level, 4) a generation level, 5) a social class level, dan 6) an
organization or corporate level. Pada tingkat nasional, kultur dapat
dikenali berdasarkan dimensi yang mencakup: power distance (from small
to large), collectivism versus individualism, femininity versus masculinity,
Dimensi power distance (jarak kekuasaan) menunjukkan tingkatan
atau sejauh mana tiap kultur mempertahankan perbedaan status atau
kekuasaan di antara anggota-anggotanya. Dimensi individualism
(individualisme) menggambarkan suatu masyarakat dimana pertalian antar
individu cenderung menghilang (artinya: individu cenderung memikirkan
dirinya sendiri dan setelahnya orang lain). Dimensi collectivism
(kolektivisme) menunjukkan suatu kondisi kelompok dimana
individu-individu sejak lahir diintegrasikan secara kuat sehingga mereka menjadi
sangat loyal terhadap kelompok tersebut. Dimensi masculinity
(maskulinitas) menunjukkan suatu kelompok dimana peran sosial gender
terhadap perbedaan jelas. Dimensi femininity menunjukkan suatu
kelompok dimana peran sosial gender terhadap perbedaan tidak jelas.
Dimensi uncertainty avoidance (ketidakpastian) menunjukkan suatu
kelompok masyarakat dalam menghadapi situasi yang samar-samar atau
tidak pasti.
Pada tingkat keluarga, dimensi power distance (jarak kekuasaan)
(Hofstede, 1994:32) mencakup indikator antara lain: ketaatan kepada
norma keluarga, menghormati orang tua dan yang lebih tua sebagai dasar
kebaikan, otoritas orang tua berpengaruh terus menerus sepanjang hidup,
dan ketergantungan.Dimensi collectivismversus individualism (Hofstede,
1994:58) mencakup indikator antara lain: demokrasi dalam keluarga,
kesetiaan kepada kelompok adalah sumber daya bersama, mampu
merasa bersalah jika melanggar peraturan, dan keluarga menjadi tempat
bersatunya anggota keluarga. Dimensi femininity versus masculinity
(Hofstede, 1994:87) mencakup indikator antara lain: relasi anak dan orang
tua ada jarak, perbedaan peran orang tua, peran wanita yang lebih rendah
dari pria, dan belajar bersama menjadi rendah hati. Dimensi uncertainty
avoidance (Hofstede, 1994:118) mencakup indikator antara lain: toleransi
terhadap situasi yang tidak pasti dan mempunyai inisiatif, keluarga
menjadi tempat belajar, dan memiliki aturan.
D. Kultur Sekolah
1. Pengertian Kultur Sekolah
Kultur merupakan pandangan hidup yang diakui bersama oleh
suatu kelompok masyarakat yang mencakup cara berpikir, perilaku, sikap,
nilai yang tercermin baik dalam wujud fisik maupun abstrak (Sugiarto,
Oktober 2005). Sekolah memegang andil yang cukup besar dalam
pembentukan kepribadian siswa. Menurut Depdiknas dalam Dapiyanta
(2005:92) mengartikan kultur ialah kualitas kehidupan yang terwujud
dalam aturan-aturan atau norma, tata kerja, kebiasaan kerja, gaya
kepemimpinan seorang pemimpin maupun anggota. Kualitas kehidupan
tersebut tumbuh dan berkembang berdasarkan nilai-nilai, spirit, atau
keyakinan yang dianut organisasi.
Menurut Depdiknas dalam Dapiyanta (2005:92), kultur sekolah
berkembang berdasarkan nilai atau spirit yang dianut oleh sekolah.
Kualitas kehidupan itu terwujud dalam bentuk bagaimana keseluruhan
anggota sekolah, yaitu kepala sekolah, para guru, para tenaga
kependidikan bekerja, belajar, dan berhubungan satu sama lainnya,
sebagaimana telah menjadi tradisi sekolah. Kultur sekolah adalah perilaku
lahir dan batin dari komunitas sekolah dalam menjalankan kehidupan
sekolah yang berpola dan mentradisi (Dapiyanta, 2005:93). Mentradisi di
sini tidak berarti berhenti, melainkan dinamis dan selalu berproses.
Menurut Arief Achmad (http://www.pikiranrakyat.com/cetak/
1004/11/0310.htm), kultur sekolah merupakan faktor esensial dalam
membentuk siswa menjadi manusia yang optimis, berani tampil,
berperilaku kooperatif, kecakapan personal, dan akademik. Kultur sekolah
memiliki pengaruh yang jelas atas apa yang anak-anak dan orang dewasa
pelajari dan bagaimana mereka mempelajarinya. Kultur sekolah akan
terwujud jika semua komponen ikut andil didalamnya, karena hubungan
kekerabatan individu merupakan kunci sebuah sistem. Suasana disiplin,
keakraban, saling menghargai, dan menghormati tentunya tidak boleh
diabaikan. Peran kultur sekolah adalah untuk memperbaiki kinerja
sekolah, membangun komitmen warga sekolah, serta membuat suasana
kekeluargaan, kolaborasi, ketahanan belajar, semangat terus maju,
dorongan bekerja keras, dan tidak mudah mengeluh (Arief Achmad,
Kultur sekolah yang positif menghargai kesuksesan, menekankan
pencapaian dan kolaborasi, serta mengikat suatu komitmen pada staf dan
siswa untuk belajar. Kultur sekolah yang negatif menyalahkan siswa atas
prestasinya, menghindari kolaborasi, dan selalu ada pertentangan antar
warga sekolah. Kultur sekolah yang negatif harus diubah ke arah positif.
Untuk mengubahnya kepala sekolah harus memahami kultur yang ada,
mengubah variasi hubungan antar warga sekolah, perubahan dilakukan
melalui dialog, perlahan-lahan dengan kesabaran, dan komitmen, serta
perubahan dimulai dari atas dengan contoh perubahan yang bersifat
keteladanan. Kultur sekolah yang positif akan menghasilkan produk kultur
yang baik pula, seperti peningkatan kinerja individu dan kelompok,
peningkatan kinerja sekolah atau institusi, terjamin hubungan yang
sinergis di antara warga sekolah, tugas dilaksanakan dengan perasaan
senang, timbul iklim akademik, kompetisi dengan kolaborasi, serta
interaksi yang menyenangkan.
Kultur sekolah yang kondusif, antara lain, ditandai dengan adanya
iklim terbuka (open climate), budaya positif (positive culture), budaya
terbuka (open culture), dan suasana batin yang menyenangkan (enjoyable
spiritual atmosphere) di antara warga sekolah. Kultur sekolah yang
kondusif akan tampak dan tercermin dalam struktur organisasi sekolah,
deskripsi tugas sekolah, kebijakan dan aturan, tata tertib sekolah,
kepemimpinan dan hubungan, acara atau ritual, serta penampilan fisik
2. Dimensi Kultur Sekolah
Menurut Hofstede (1994:10) kultur dapat diklasifikasikan ke dalam
enam tingkatan (layers) yaitu: (1) a national level, (2) a regional level, (3)
a gender level, (4) a generation level, (5) a social class level, dan (6) an
organization or corporate level. Pada tingkat nasional, kultur dapat
dikenali berdasarkan dimensi yang mencakup: power distance (from small
to large), collectivism versus individualism, femininity versus masculinity,
dan uncertainty avoidance (from weak to strong) (Hofstede, 1994:14).
Dimensi power distance (jarak kekuasaan) menunjukkan tingkatan
atau sejauh mana tiap kultur mempertahankan status atau kekuasaan di
antara anggota-anggotanya. Dimensi individualism (individualisme)
menggambarkan suatu masyarakat dimana pertalian antar individu
cenderung menghilang (artinya: individu cenderung memikirkan dirinya
sendiri dan setelahnya orang lain). Dimensi collectivism (kolektivisme)
menunjukkan suatu kondisi kelompok dimana individu-individu menjadi
anggota sekolah kemudian diintegrasikan secara kuat sehingga mereka
menjadi sangat loyal terhadap kelompok tersebut. Dimensi masculinity
(maskulinitas) menunjukkan suatu kelompok dimana peran sosial gender
terhadap perbedaan jelas. Dimensi femininity (feminitas) menunjukkan
suatu kelompok dimana peran sosial gender terhadap perbedaan tidak
jelas. Dimensi uncertainty avoidance (ketidakpastian) menunjukkan suatu
kelompok masyarakat dalam menghadapi situasi yang samar-samar atau
Pada tingkat sekolah, dimensi power distance (jarak kekuasaan)
(Hofstede, 1994:34) mencakup indikator antara lain: perlakuan guru
terhadap para siswa sama/tidak pilih kasih, proses pembelajaran terpusat
pada siswa, kesempatan bertanya, kebebasan menyampaikan kritik,
komunikasi dua arah di kelas, peran orang tua pada anak di sekolah, aturan
dan norma dalam sekolah, pengembangan kemampuan dan bakat, dan
orang tua diuntungkan dengan proses pembelajaran di sekolah. Dimensi
collectivismversusindividualism (Hofstede, 1994:62) mencakup indikator
antara lain: kebebasan mengemukakan pendapat, penyelesaian tugas dari
guru, tingkat penerimaan diri oleh orang lain, sikap positif dalam
mengerjakan tugas, dan tujuan berprestasi. Dimensi femininity versus
masculinity (Hofstede, 1994:90) mencakup indikator antara lain: suasana
kompetisi di kelas, berorientasi pada prestasi, dan kompetensi guru.
Dimensi uncertainty avoidance (Hofstede, 1994:119) mencakup indikator
antara lain: tingkat penerimaan siswa pada kekurangan guru, kejelasan
guru dalam menerangkan, dan adanya kedekatan hubungan antara guru,
siswa, dan orang tua.
E. Bakat Kewirausahaan
1. Bakat
Selama ini pengembangan bakat anak kurang mendapat perhatian
yang berarti di dunia pendidikan. Padahal pendidikan dimaksudkan untuk
berkemampuan kurang, rata-rata, atau lebih, mendapat kesempatan untuk
mewujudkan bakat-bakatnya secara optimal. Bakat merupakan salah satu
faktor penting penentu keberhasilan seorang peserta didik. Bakat diartikan
sebagai kemampuan bawaan yang merupakan potensi yang masih perlu
dikembangkan atau dilatih. Bakat juga merupakan kemampuan alamiah
untuk memperoleh pengetahuan atau ketrampilan, yang relatif bisa bersifat
umum atau khusus (Conny Semiawan dkk., 1984:1-2).
Menurut Roy Sembel dalam Paulus Winarto (Januari 2006), bakat
merupakan pola pikir, perasaan, perilaku alami yang kita miliki. Menurut
Paulus Winarto (Januari 2006), yang menyebutkan bahwa bakat adalah
sesuatu yang sudah kita bawa sejak lahir dan merupakan anugerah Tuhan
yang harus kita syukuri. Bakat adalah potensi terpendam yang perlu digali
dengan cermat, mana yang paling menonjol, kita tidak akan tahu secara
pasti sebelum kita menemukannya (Aminah Ahmad, April 2003). Bakat
memungkinkan seseorang untuk mencapai prestasi dalam bidang tertentu,
akan tetapi diperlukan latihan, pengetahuan, pengalaman, dan dorongan
Renzulli dan kawan-kawan dalam Conny Semiawan dkk.
(1984:6-7) menyimpulkan bahwa yang menentukan keterbakatan seseorang pada
hakikatnya adalah keterikatan dari tiga kelompok ciri-ciri, yaitu:
a. Kemampuan di atas rata-rata
Kemampuan di atas rata-rata tidak berarti bahwa kemampuan itu harus
unggul. Yang pokok ialah bahwa kemampuan itu harus cukup
diimbangi oleh kreativitas dan tanggung jawab terhadap tugas.
b. Kreativitas
Kreativitas adalah kemampuan untuk memberikan gagasan-gagasan
baru dan menerapkannya dalam pemecahan masalah. Kreativitas
meliputi aptitude seperti kelancaran, keluwesan (fleksibilitas), dan
keaslian ciri (non-aptitude) seperti rasa ingin tahu, senang mengajukan
pertanyaan dan selalu ingin mencari pengalaman baru.
c. Tanggung jawab atau pengikatan diri terhadap tugas
Tanggung jawab atau pengikatan diri terhadap tugas menunjukkan
semangat dan motivasi untuk mengerjakan dan menyelesaikan suatu
tugas. Suatu pengikatan dari dalam jadi bukan tanggung jawab yang
diterima dari luar.
2. Kewirausahaan
Dahulu, kewirausahaan hanya dapat dilakukan melalui pengalaman
langsung di lapangan dan merupakan bakat yang dibawa sejak lahir
sehingga kewirausahaan tidak dapat dipelajari dan diajarkan. Sekarang,
ilmu yang dapat dipelajari dan diajarkan. Jiwa dan sikap kewirausahaan
tidak hanya dimiliki oleh usahawan tetapi dapat dimiliki oleh setiap orang
yang berpikir kreatif dan bertindak inovatif baik kalangan usahawan
maupun masyarakat umum. Menurut Budi Santoso (http://www.webpost.
netas/asmatweb/apotret.htm), kata "wiraswasta" berasal dari Wira yang
berarti utama, gagah, berani, luhur, teladan, atau pejuang. Swa berarti
sendiri dan Sta berarti berdiri. Jadi wiraswasta (entrepreneur) berarti
pejuang yang utama, gagah, luhur, berani, dan layak menjadi teladan
dalam bidang usaha dengan landasan berdiri di atas kaki sendiri.
Kewirausahaan adalah kesatuan terpadu dari semangat, nilai-nilai,
dan prinsip serta sikap, kuat, seni, dan tindakan nyata yang sangat perlu,
tepat, dan unggul dalam menangani dan mengembangkan perusahaan atau
kegiatan lain yang mengarah pada pelayanan terbaik kepada langganan
dan pihak-pihak lain yang berkepentingan termasuk masyarakat, bangsa,
dan negara (http://www.webpost.net/as/asmatweb/apotret.htm). Menurut
Drucker dalam Suryana (2003:10), kewirausahaan adalah suatu
kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda.
Kewirausahaan menurut Soeharto Prawiro dalam Suryana (2003:13), yaitu
suatu nilai yang diperlukan untuk memulai suatu usaha dan perkembangan
usaha.
Menurut Zimmerer dalam Suryana (2003:10) kewirausahaan
adalah penerapan kreativitas dan inovasi untuk memecahkan masalah dan
tersebut senada dengan pendapat Suryana (2003:1) bahwa kewirausahaan
diartikan sebagai kemampuan kreatif dan inovatif yang dijadikan dasar,
kiat, dan sumber daya untuk mencapai peluang menuju sukses. Proses
kreatif dan inovatif biasanya diawali dengan memunculkan ide-ide dan
pemikiran baru untuk menciptakan yang baru dan berbeda.
Menurut Geoffrey G. Meredith dalam Suryana (2003:13-14),
bahwa ciri-ciri utama kewirausahaan dapat dilihat dari watak dan
perilakunya, yaitu percaya diri, berorientasi pada tugas dan hasil,
pengambil risiko dan suka tantangan, kepemimpinan, keorisinilan, dan
berorientasi ke masa depan.
3. Bakat kewirausahaan
Seseorang yang memiliki bakat kewirausahaan dapat
mengembangkan bakatnya melalui pendidikan. Bakat kewirausahaan
dapat diartikan sebagai kemampuan untuk kreatif dan inovatif yang
dijadikan dasar, kiat, dan sumber daya untuk mencapai peluang untuk
menuju sukses, yang merupakan potensi yang masih perlu dikembangkan
dan dilatih. Untuk menjadi wirausaha yang sukses, memiliki bakat
kewirausahaan saja tidak cukup, tetapi juga harus memiliki pengetahuan
mengenai segala aspek usaha yang akan ditekuninya. Pengetahuan,
ketrampilan, dan kemampuan kewirausahaan dapat membentuk