• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH KULTUR LINGKUNGAN KERJA DAN LOCUS OF CONTROL PADA HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KUALITAS PELAYANAN KARYAWAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PENGARUH KULTUR LINGKUNGAN KERJA DAN LOCUS OF CONTROL PADA HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KUALITAS PELAYANAN KARYAWAN"

Copied!
210
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KULTUR LINGKUNGAN KERJA

DAN

LOCUS OF CONTROL

PADA

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL

DENGAN KUALITAS PELAYANAN KARYAWAN

Studi Kasus: Karyawan Bagian Administrasi di Universitas Negeri Yogyakarta dan Universitas Gajah Mada, Yogyakarta

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Akuntansi

Oleh:

Veronica Giuliani Eta S NIM: 021334002

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)

ii

SKRIPSI

PENGARUH KULTUR LINGKUNGAN KERJA

DAN

LOCUS OF CONTROL

PADA

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL

DENGAN KUALITAS PELAYANAN KARYAWAN

Studi Kasus: Karyawan Bagian Administrasi di Universitas Negeri Yogyakarta dan Universitas Gajah Mada, Yogyakarta

Oleh:

Veronica Giuliani Eta S NIM: 021334002

Telah Disetujui Oleh:

Pembimbing I

(Laurentius Saptono S.Pd, M.Si) Tanggal, 03 Juni 2007

Pembimbing II

(3)

iii

SKRIPSI

PENGARUH KULTUR LINGKUNGAN KERJA

DAN

LOCUS OF CONTROL

PADA

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL

DENGAN KUALITAS PELAYANAN KARYAWAN

Studi Kasus: Karyawan Bagian Administrasi di Universitas Negeri Yogyakarta dan Universitas Gajah Mada, Yogyakarta

Dipersiapkan dan ditulis Oleh: Veronica Giuliani Eta S

NIM: 021334002

Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji pada tanggal 07 Agustus 2007

dan telah dinyatakan memenuhi syarat

Susunan Panitia Penguji

Ketua : Yohanes Harsoyo, S.Pd, M. Si ………...

Sekretaris : Laurentius Saptono, S.Pd, M. Si ………...

Anggota : Laurentius Saptono, S.Pd, M. Si ………...

Anggota : Ignatius Bondan Suratno, S.Pd, M. Si ………...

Anggota : Drs. F.X Muhadi, M.Pd ………...

Yogyakarta, 07 Agustus 2007

Fakultas keguruan dan ilmu pendidikan Universitas sanata dharma

Dekan,

(4)

iv

PERSEMBAHAN

Karya yang mungkin masih jauh dari sempurna ini saya persembahkan untuk semua yang teramat ku kasihi:

Hati Kudus Tuhan Yesus

yang selalu memberikan ketenangan hati ini, terlebih saat aku mengahadapi ujian sarjana ini

Bunda Maria

Yang telah menjadi perantara semua syukur & doa ku

Bapak Josep Ignatius Sabardijo dan Ibunda Cicilia Warsiti

yang selalu restui langkahku, berdoa untukku, menjaga dan menyayangiku

Mbak Wien-Mas Andre Aditya dan Agung

-bulek kangen kalian- yang selalu berdoa dan menyayangiku

Mas Rose-Mbak Tutik, Surya dan Denok, “aku kan selalu ingat keluarga ini”

Sahabat seperjuanganku Shila-Adji, Febri dan Yuli

yang selalu menjadi sahabatku, sukses untuk kita kita saling doakan yach

(5)

v

PENGHARAPAN Jalanku berat, hampa & penuh dosa Hatiku angkuh, iri & tinggi hati Dari-MU Tuhan kuharapkan kasih Kasih dari Tuhan Yesus Ajarilah aku kasih-MU Karena kasih-MU Yang pasti lemah lembut, memaafkan dan murah hati

SAHABAT meski aku bukan seorang sahabat yang terbaik bagi dirimu meski apa yang ku berikan untuk sahabat, kurang berarti di hatimu tapi aku kan berusaha untuk memberikannya dengan tulus untukmu aku kan selalu berusaha untuk jadi sahabat yang baik aku kan selalu berusaha untuk tidak menyakiti sahabat sahabat izinkan aku untuk merindukanmu merindukan saat-saat kebersaan itu meski sebentar lagi kita kan dipisahkan oleh jarak untuk kita menggapai impian masing-masing

(6)

vi MOTTO

Segala sesuatu akan diberikan indah pada waktunya oleh-NYA karena sesuatu hal ada waktunya dan segala sesuatu itu adalah yang terbaik untuk kita menurut DIA.

Berikan waktu yang kita miliki…dalam sehari…..dalam semalam untuk DIA, untuk orang-orang yang menyayangi kita -ortu, sahabat, kekasih- dan untuk diri kita sendiri….untuk semua kewajiban kita -refleksi gladi rohani

(7)

vii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak

memuat karya atau bagian karya dari orang lain, kecuali yang telah disebutkan

dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 07 Agustus 2007

Penulis

(8)

viii

ABSTRAK

PENGARUH KULTUR LINGKUNGAN KERJA

DAN

LOCUS OF CONTROL

PADA

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL

DENGAN KUALITAS PELAYANAN KARYAWAN

(Studi Kasus: Karyawan Bagian Administrasi di Universitas Negeri Yogyakarta dan Universitas Gajah Mada, Yogyakarta)

Veronica Giuliani Eta S Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta 2007

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah (1) ada pengaruh positif kultur lingkungan kerja pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan karyawan; (2) ada pengaruh positif locus of control pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan karyawan. Penelitian ini dilaksanakan di Universitas Negeri Yogyakarta dan Universitas Gadjah Mada di Daerah Istimewa Yogyakarta pada bulan Januari sampai dengan Februari 2007. Populasi dalam penelitian ini adalah karyawan tetap pada bagian administrasi. Sampel penelitian ini berjumlah 180 karyawan. Teknik pengambilan sampel adalah purposive sampling. Teknik analisis data menggunakan regresi yang dikembangkan oleh Chow.

(9)

ix

ABSTRACT

THE INFLUENCE OF CULTURE OF WORKING

ATMOSPHERE AND LOCUS OF CONTROL ON THE

RELATIONSHIP BETWEEN EMOTIONAL INTELLIGENCE

AND SERVICE QUALITY OF EMPLOYEES

A Case Study on Administrative staff of Yogyakarta State University and Gadjah Mada University Yogyakarta

Veronica Giuliani Eta S Sanata Dharma University

Yogyakarta 2007

The aims of this research are to know whether (1) culture of working atmosphere has positive influence on the relationship between emotional intelligence and service quality of employees; (2) locus of control has positive influence on the relationship between emotional intelligence and service quality of employees.

This research was carried out at Yogyakarta State University and Gadjah Mada University Yogyakarta from January till February 2007. The population of the research were all permanent employees from administrative Section of those two universities. Samples of this research were 180 employees. The technique of samples drawing was purposive sampling technique. The technique of analizing the data wasregressiondeveloped by Chow.

The result of this research show that (1) culture of working atmosphere has positive influence on the relationship between emotional intelligence and service

(10)

x

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL...i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ...ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ...xvi

KATA PENGANTAR ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ...1

A. Latar Belakang Masalah ...1

B. Batasan Masalah ...4

C. Rumusan Masalah...5

D. Tujuan Penelitian ...5

E. Manfaat Penelitian ...5

BAB II LANDASAN TEORI ...7

A. Kultur Lingkungan Kerja ...7

(11)

xi

2. Kultur Lingkungan Kerja ...12

3. Dimensi Kultur Lingkungan Kerja ...12

B.Locus of Control ...14

1. PengertianLocus of Control...14

2. DimensiLocus of Control...14

3. Faktor-faktor yang berperan dalam perkembangan Locus of Control...16

4. Perbedaan orientasiLocus of Control Internal dan Eksternal ...17

5. Aspek-Aspek Kehidupan yang Dipengaruhi OlehLocus of Control...18

C. Kecerdasan Emosional ...20

1. Pengertian Kecerdasan Emosional ...20

2. Dimensi Kecerdasan Emosional ...23

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terbentuknya Kecerdasan Emosional... 25

4. Ciri-ciri Orang yang Memiliki Kecerdasan Emosional Tinggi ... 25

D. Kualitas Pelayanan Karyawan ... 27

1. Definisi dan Karakteristik Jasa ... 27

2. Kualitas Pelayanan Jasa... 28

3. Dimensi Kualitas Jasa... 31

(12)

xii

F. Kerangka Berpikir ... 37

G. Hipotesis ... 38

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 39

A. Jenis Penelitian ... 39

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 39

C. Subyek dan Obyek Penelitian ... 39

D. Variabel Penelitian ... 40

1. Kultur Lingkungan Kerja ... 40

2. Locus of Control... 41

3. Kecerdasan Emosional... 43

4. Kualitas Pelayanan Karyawan ... 44

E. Populasi, Sampel dan Teknik Penarikan Sampel ... 46

F. Teknik Pengumpulan Data ... 47

G. Pengujian Validitas dan Reliabilitas ... 47

H. Teknik Analisis Data ... 54

1. Analisis Deskriptif ... 54

2. Pengujian Normalitas dan Linieritas ... 54

3. Uji Hipotesis ... 55

BAB IV GAMBARAN UMUM UNIVERSITAS ... 58

A. Universitas Negeri Yogyakarta ... 58

1. Sejarah Universitas Negeri Yogyakarta ... 58

2. Visi dan Misi Universitas Negeri Yogyakarta ... 59

(13)

xiii

B. Universitas Gadjah Mada ... 60

1. Sejarah Universitas Gadjah Mada ... 60

2. Visi dan Misi Universitas Gadjah Mada ... 61

3. Tujuan ... 62

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 63

A. Deskripsi Data ... 63

1. Deskripsi Responden Penelitian ... 64

2. Deskripsi Variabel Penelitian ... 65

B. Analisis Data ... 72

1. Pengujian Prasyarat Analisis Data ... 72

2. Pengujian Hipotesis ... 74

C. Pembahasan Hasil Penelitian ... 84

BAB VI KESIMPULAN ... 92

A. Kesimpulan ... 92

B. Keterbatasan Penelitian ... 92

C. Saran ... 94

DAFTAR PUSTAKA

(14)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Tabel Operasionalisasi Variabel Kultur Lingkungan Kerja ...40

Tabel 3.2 Tabel Operasionalisasi VariabelLocus of Control...42

Tabel 3.3 Tabel Operasionalisasi Variabel Kecerdasan Emosional...43

Tabel 3.4 Tabel Operasionalisasi Variabel Kualitas Pelayanan Karyawan ...45

Tabel 3.5 Rangkuman Hasil Uji Validitas Kultur Lingkungan Kerja...49

Tabel 3.6 Rangkuman Hasil Uji Validitas VariableLocus of Control...50

Tabel 3.7 Rangkuman Hasil Uji Validitas Kecerdasan Emosional...51

Tabel 3.8 Rangkuman Hasil Uji Validitas Kualitas Pelayanan Karyawan ....52

Tabel 3.9 Rangkuman Hasil Uji Reliabilitas...53

Tabel 5.1 Sebaran Responden Penelitian ...63

Tabel 5.2 Jenis Kelamin Responden ...64

Tabel 5.3 Pendidikan Terakhir Responden ...64

Tabel 5.4 Kultur Lingkungan Kerja Karyawan pada DimensiPower Distance...65

Tabel 5.5 Kultur Lingkungan Kerja Karyawan Pada DimensiCollectivism vs Individualism...66

Tabel 5.6 Kultur Lingkungan Kerja Karyawan Pada DimensiFemininity vs Masculinity...67

Tabel 5.7 Kultur Lingkungan Kerja Karyawan Pada Dimensi Uncertainty Avoidance ...68

Tabel 5.8 Kultur Lingkungan Kerja Karyawan...69

(15)

xv

Tabel 5.10 Kecerdasan Emosional Karyawan ...70

Tabel 5.11 Kualitas Pelayanan Karyawan ...71

Tabel 5.12 Hasil Pengujian Normalitas ...72

(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I Kuesioner Penelitian ...98

Lampiran II Data dan Hasil Pengujian Validitas/Reliabilitas ...111

Lampiran III Data Induk Penelitian ...124

Lampiran IV Distribusi Frekuensi ...153

Lampiran V Hasil Pengujian Normalitas dan Linieritas ...160

Lampiran VI Hasil Pengujian Hipotesis ...162

Lampiran VII Tabel Statistik ...163

(17)

xvii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kasih atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lancar. Skripsi ini merupakan karya tulis ilmiah yang disusun dalam rangka memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana kependidikan di Program Studi Pendidikan Akuntansi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Proses penulisan skripsi ini tidak lepas dari bimbingan dan bantuan serta dukungan dari banyak pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:

1. Bapak Drs. T Sarkim, M.Ed, Ph.D selaku Dekan Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Bapak Yohanes Harsoyo, S.Pd, M.Si selaku Ketua Jurusan Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

3. Bapak Laurentius Saptono, S.Pd, M.Si selaku Ketua Program Studi Pendidikan Akuntansi.

4. Bapak Laurentius Saptono, S.Pd, M.Si selaku dosen pembimbing I yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan dukungan, bimbingan dan pengarahan selama penyusunan skripsi ini.

5. Bapak Ignatius Bondan Suratno, S.Pd, M.Si selaku dosen pembimbing II dan tim penguji yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan dukungan, bimbingan dan pengarahan selama penyusunan skripsi ini.

6. Bapak Drs. F.X Muhadi, M.Pd selaku tim penguji.

7. Segenap dosen dan staff karyawan Program Studi Pendidikan Akuntansi Universitas Sanata Dharma atas proses selama penulis belajar dan menyelesaikan karya ilmiah ini.

(18)

xviii

9. Bapak Josep Ignatius Sabardijo dan Ibunda Cicilia Warsiti atas kasih, kesabaran, doa, restu di tiap langkahku dan segala pengorbanannya “pak/bu…etha sampun lulus”.

10. Keluaraga Mbak Clara Erwinawati-Mas Andreas Suryono atas kasih, doanya dan semangatnya, kedua keponakanku Agustinus Aditya Surya dan si kecil Bernadus Kidung Agung, aku kangen tawa dan canda kalian berdua.

11. Keluarga Mas Rose-Mbak Tutik atas semuanya yang telah diberikan kepadaku saat masa-masa sulit ‘itu’, serta Suryo dan Denok…belajar yang rajin yach, berantemnya jangan keseringan. Aku tak akan lupa keluarga ini.

12. Keluarga Mas Joni-Mbak Bekti, Kelik. yang telah memberiku semangat…si kecil Vina “kecil-kecil kok udah cerewet yach”.

13. Om Harmaji-Bulek Titik, Mas Indra (thanks dah jadi dokter komputerku), dhek indri (semangat ya jalani kehidupan ini, apapun itu).

14. Keluarga besar Simbah Sastrosuwito, atas doanya untuk kami anak-cucu-cicit, juga Simbah Putri.

15. Alumni TK/SD Kanisius Kanutan, Alumni SMP Kanisius Ganjuran, Alumni SMA Stella Duce 2 Yogyakarta (yang sudah bentuk pribadiku menjadi pribadi yang berani ngomong).

16. Devi…sodara dan sobatku sejak kanak-kanak sampe saat ini, atas semangatnya, doa barengnya. Akhirnya aku lulus juga dev..!

17. Sobat-sobatku Shila-Adji (semoga langgeng ya), Febri (semoga langgeng sama Kelik), Yuli…”thanks atas kebersamaan 5 tahun ini dan makacih atas semua yang kalian beri untukku”, mbak Tia (eh...kita lulus bareng ya..kukira U duluan), Moko-Felly (baek-baek ya jagain thomasnya), Titet-Dinot (berantemya diminimalisir ya), Adi-Ayuk, Wulan, Burket.

18. Bekti dan Kristin (“krist, cepat sembuh dan tetep ingat Yesus kita, doa ya krist…karena itu kekuatanmu), thanks karena kalian telah menemaniku jalan-jalan ke UNY dan UGM.

(19)

xix

20. Yudhis, Mbak Pur (thanks atas doanya), Premadi (semoga pilihanmu tepat dan bahagia jalani pilihanmu) ”meski singkat kebersamaan kita, aku merasakan kalian dah mengasihiku”. tetep setia ya dalam melayani kanak-kanak Yesus. 21. Temen-temen PAK ‘A 2002 yang sudah lulus “sukses ya, bagi-bagi info

kerjaan ya..GBU”, yang masih berjuang di kampus “tetep semangat…cepet lulusnya…GBU”. Semua temen-temen PAK dari Ganjuran TM PAK ‘C’ 2002 (thanks udah boncengin aku, terlebih saat aku sakit).

22. Temen-temen eks-DHM Ganjuran Wawan, Clara, Yona, Arnanto, Budi, Hendrik atas semangatnya “kapan kita dapat kumpul lagi yach?” Dan temen-temen DHM yang sekarang “thanks, masih mengajakku gabung di tiap kegiatan”…tetep kompak!

23. Temen-temen Mudika St.Stephanus Wilayah Siten, lebih kompak lagi yach! 24. Temen-temen Pendamping Iman Anak Paroki Ganjuran Kristi, Dedy, Komar,

Kecik, Rani, Aik thanks udah mengajakku gabung disini “yang sabar ya dalam membentuk paguyuban ini jadi lebih baik dan tetep setia dan kreatif menyampaikan sabda Tuhan untuk temen-temen kecil kita.

25. Galih, kehadiranmu dan perpisahan ini membuat aku bisa belajar mencintai dengan tulus.

26. Dan semua yang belum tertulis disini, yang telah membantu terselesaikannya karya ini baik material ataupun non material.

Akhir kata penulis mohon maaf apabila dalam karya ini ditemukan kesalahan penulisan nama atau kata dan semoga karya ilmiah ini dapat berguna bagi pembaca. Dan penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi penulisan yang lebih baik.

Penulis

(20)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tugas utama karyawan administratif suatu universitas adalah

memberikan pelayanan kepada seluruh civitas akademik (dosen dan

mahasiswa). Pelayanan karyawan administratif tersebut dimaksudkan untuk

mendukung kelancaran proses belajar mengajar. Agar tujuan tersebut dapat

dicapai, maka fokus pelayanan karyawan adalah mengakomodasi kebutuhan

para pengguna dan terus melakukan perbaikan pelayanan dari waktu ke waktu.

Fakta di lapangan menunjukkan bahwa masih banyak karyawan

administratif yang belum memperhatikan kualitas pelayanannya. Hal tersebut

tentu saja berdampak pada ketidakpuasan pengguna layanan karyawan.

Bentuk-bentuk sikap/perlakuan karyawan yang menimbulkan ketidakpuasan

para pengguna tersebut antara lain tampak dalam kekurangramahan,

pengendalian diri, kelambanan dan kekurangmampuan memberikan

penjelasan/informasi kepada mahasiswa/dosen. AM. Yuni Parwanti

mengungkapakan bahwa rendahnya tingkat kualitas pelayanan karyawan

administrasi akademik di universitas antara yang diharapkan dan yang

diterima oleh seluruh civitas akademik, menunjukkan bahwa kualitas

pelayanan administrasi akademik cenderung hanya sekedar menyelesaikan

(21)

Secara umum masih banyak orang beranggapan bahwa kecerdasan

intelektual yang tinggi menjadi ukuran utama kemampuan seseorang dalam

melakukan suatu pekerjaan. Artinya, keberhasilan/kesuksesan seseorang

dalam bekerja semata-mata ditentukan oleh kemampuan kognitifnya.

Konsekuensi logisnya adalah bahwa seseorang yang berintelektual tinggi

dianggap lebih pantas untuk mendapatkan status jabatan atau peningkatan

karier. Sebaliknya, seseorang yang berintelektual rendah akan mendapatkan

status jabatan yang rendah/pekerjaan yang kurang menjanjikan. Anggapan

seperti ini ada dalam masyarakat selama puluhan tahun. Sampai

ditemukannya sebuah riset yang menyatakan bahwa keberhasilan seseorang

dalam bekerja cenderung ditentukan oleh tingkat kecerdasan emosional

dibandingkan kecerdasan intelektualnya, dengan persentase antara 5-20%

bahwa keberhasilan seseorang ditentukan oleh kecerdasan intelektual dan

80-95% ditentukan oleh kecerdasan emosional (http://www.kompas.com).

Kecerdasan emosional merupakan kemampuan seorang karyawan untuk

memahami dan mengelola emosinya sendiri dan dalam hubungannya dengan

orang lain. Dengan demikian semakin tinggi tingkat kecerdasan emosional,

maka semakin berhasil seseorang dalam menyelesaikan

pekerjaan-pekerjaanya.

Secara umum, jika didalam lingkungan kerja terdapat sebuah kultur

yang menghambat fungsi pelayanan para karyawan di Universitas maka

keadaan ini diharapkan dapat diubah dengan adanya teladan dari para

(22)

yang didasarkan pada senioritas dan kekuasaan diatasnya. Dalam lingkungan

kerja juga diharapkan terlaksananya komunikasi kerja, koordinasi dan

evaluasi kerja untuk membangun soliditas dalam bekerja. Hal ini dilakukan

untuk membangun budaya kerja yang mendukung terlaksananya fungsi suatu

unit kerja didalam lingkungan kerja.

Locus of control adalah keyakinan individu mengenai faktor-faktor

yang mengatur kejadian dalam hidupnya yang meliputi locus of control

internal dan eksternal. Locus of control internal adalah keyakinan individu

mengenai faktor pengatur kejadian dalam hidupnya berasal dari dirinya

sendiri atau keberhasilan/kegagalan yang dialami merupakan akibat dari

perilakunya sendiri dan locus of controleksternal adalah keyakinan individu

mengenai faktor pengatur kejadia dalam hidupnya berasal dari luar dirinya

yang mempengaruhi perilakunya. Dimana keduanya akan berdampak pada

hubungan kecerdasan emosional karyawan dengan kualitas pelayanan

karyawan. Seorang karyawan yang mempunyai kecenderungan locus of

control internal tidak mudah terpengaruh, aktif, mempunyai rasa percaya diri

dan mempunyai motif berprestasi yang tinggi. Kondisi demikian

menyebabkan karyawan bersemangat dan percaya diri untuk bekerja,

sehingga berdampak pada kemudahan dan kecepatan karyawan dalam

bekerja. Akan tetapi fakta di lapangan menunjukkan bahwa masih banyak

karyawan yang mempunyai kecenderunganlocus of controleksternal, mereka

berkeyakinan bahwa kegagalan dan keberhasilan dipengaruhi oleh faktor di

(23)

tinggi, merasa tidak berdaya, percaya diri yang rendah dan penyesuaian diri

yang kurang baik.

Untuk melihat lebih jauh lagi bagaimana pengaruh kultur lingkungan

kerja dan locus of control terhadap hubungan antara tingkat kecerdasan

emosional dengan kualitas pelayanan karyawan, maka penulis tertarik untuk

melakukan penelitian dengan mengambil judul “Pengaruh Kultur Lingkungan Kerja dan Locus of Control Pada Hubungan antara Kecerdasan Emosional dengan Kualitas Pelayanan Karyawan”. Penelitian ini merupakan studi kasus pada karyawan administratif Universitas

Negeri Yogyakarta dan Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

B. Batasan Masalah

Ada banyak faktor yang berhubungan dengan kualitas pelayanan,

antara lain kecerdasan emosional, kultur lingkungan kerja, dan locus of

control. Penelitian ini memfokuskan pada faktor kecerdasan emosional.

Secara lebih spesifik penelitian ini ingin menyelidiki apakah pada kultur

lingkungan kerja dan locus of control berbeda, derajat hubungan antara

(24)

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah penelitian

ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah ada pengaruh positif kultur lingkungan kerja pada hubungan

antara kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan karyawan?

2. Apakah ada pengaruh positif locus of control pada hubungan antara

kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan karyawan?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian adalah sebagai

berikut:

1. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh positif kultur lingkungan kerja

pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan kualitas

pelayanan karyawan.

2. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh positif locus of control pada

hubungan antara kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan

karyawan.

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi Universitas yang diteliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh pihak universitas

(25)

pelayanan sehingga dapat memperbaiki dan meningkatkan kualitas

pelayanan.

2. Bagi penelitian selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan informasi

tentang pengaruh kecerdasan emosional terhadap kualitas pelayanan dan

(26)

7

BAB II

LANDASAN TEORITIK

A. Kultur Lingkungan Kerja

1. Ruang Lingkup Lingkungan Kerja

Lingkungan kerja merupakan salah satu faktor yang cukup

berpengaruh terhadap pekerjaan yang dilakukan karyawan. Kondisi

lingkungan kerja yang nyaman, aman dan mendukung akan membuat

karyawan menjadi bersemangat dan bergairah dalam bekerja, sehingga

berdampak positif pada kinerjanya. Dengan semangat dalam bekerja

karyawan cenderung akan merasa puas dalam bekerja. Sebaliknya,

lingkungan kerja yang banyak menimbulkan resiko atau tidak aman, dan

tidak mendukung dalam pelaksanaan tugas yang dibebankan akan

menyebabkan merosotnya semangat kerja, kemungkinan terjadi kesalahan

dalam tugas, dan menurunnya produktivitas kerja (Nitisemito, 1982:183).

Nitisemito (1982:184) menyatakan bahwa lingkungan kerja

sebagai segala sesuatu yang ada di sekitar para pekerja dan yang dapat

mempengaruhi dirinya dalam melakukan tugas-tugas yang dibebankan.

Ada beberapa faktor lingkungan fisik yang harus diperhatikan oleh

perusahaan untuk meningkatkan semangat dan gairah kerja. Faktor-faktor

tersebut adalah pewarnaan, kebersihan, pertukaran udara, penerangan,

(27)

Menurut Ahyari (1989:206) lingkungan kerja adalah lingkungan di

mana para karyawan melakukan tugas dan pekerjaannya. Lingkungan

kerja karyawan terdiri atas 3 kelompok.

1. Fasilitas untuk pelayanan karyawan, yang meliputi pelayanan makan,

kesehatan, dan pengadaan kamar mandi/kamar kecil.

2. Kondisi kerja, yang meliputi pengaturan penerangan ruang kerja,

pengaturan suhu udara, pengaturan suara bising, pemilihan warna,

penerangan ruang gerak yang diperlukan serta keamanan karyawan.

3. Hubungan karyawan dengan karyawan lain yang sering disebut

denganhuman relation.

Faktor lingkungan menurut Nitisemito (1982:216) adalah sebagai

berikut:

1. Pewarnaan

Pewarnaan perlu diperhatikan sebab faktor ini akan berpengaruh

terhadap semangat kerja karyawan. Misal, penggunaan warna putih

pada ruang kerja dapat memberi kesan ruang yang sempit menjadi

tampak luas dan bersih serta mendukung pekerjaan yang memerlukan

ketelitian.

2. Kebersihan

Suatu ruangan yang penuh debu dan berbau tidak enak akan

(28)

selalu dijaga kebersihannya akan menimbulkan rasa senang dan

mempengaruhi semangat dan gairah kerja seseorang.

3. Penerangan

Penerangan yang cukup sangat dibutuhkan jika pekerjaan yang

dilakukan menuntut ketelitian. Penerangan yang terlalu besar akan

membuat rasa panas sehingga dapat menimbulkan rasa gelisah.

Sebaliknya, penerangan yang kurang akan menyebabkan rasa

mengantuk dan ada kemungkinan terjadi kekeliruan dalam melakukan

tugasnya (Nitisemito, 1982:192). Menurut Ahyari (1989:216),

penerangan tempat kerja yang baik secara akan mendukung

kelancaran kegiatan operasi perusahaan, karena pekerja dapat bekerja

dengan baik dan teliti sehingga hasil kerjanya juga bisa memuaskan.

Penerangan yang baik untuk ruang kerja yaitu sinar yang cukup

terang, tidak menyilaukan, dan distribusi cahaya yang merata,

sehingga tidak ada kontras yang tajam. Penerangan yang cukup akan

memberikan manfaat, yaitu:

 meningkatkan produksi;

 memperbaiki kualitas pekerjaan para karyawan;

 mengurangi tingkat kecelakaan;

 memudahkan pengarahan dan pengawasan;

 meningkatkan gairah kerja;

(29)

 mengurangi kerusakan atau kesalahan dari barang/tugas yang

dikerjakan;

 menurunkan biaya produksi;

4. Pertukaran udara (ventilasi)

Pertukaran udara yang cukup dalam ruang kerja sangat diperlukan

terlebih jika dalam ruangan tersebut padat karyawan. Pertukaran udara

yang cukup akan menimbulkan kesegaran fisik dari bawahan.

Sebaliknya, pertukaran udara yang kurang dapat menyebabkan

kelelahan dan menurunnya semangat kerja, serta berpengaruh pada

tingkat kesalahan dalam melaksanakan tugas.

5. Musik

Musik juga berpengaruh pada semangat dan gairah kerja seseorang.

Bila musik yang diperdengarkan menyenangkan maka dapat

menimbulkan suasana gembira dan mengurangi kelelahan dalam

bekerja. Namun tidak selalu berarti tanpa musik semangat kerja

menurun tetapi dengan adanya musik yang merdu dan menyenangkan

akan meninkatkan semangat kerja.

6. Keamanan

Jaminan terhadap keamanan dapat menimbulkan ketenangan dan

mempengaruhi semangat dan gairah kerja. Misalnya, tempat parkir

kendaraan yang tidak aman dan sering terjadi pencurian akan

menimbulkan kegelisahan dan terganggunya konsentrasi kerja

(30)

7. Kebisingan

Kebisingan yang terus menerus dapat mengganggu konsentrasi kerja

sehingga akan menimbulkan kesalahan. Pengaturan dan pengendalian

suara harus diperhatikan untuk menjaga agar kepekaan pendengaran

karyawan tetap dalam kondisi baik. Kekurangpekaan pendengaran

karyawan dan suara bising dapat menyebabkan komunikasi terhambat,

sebab informasi yang diberi dan diterima karyawan menjadi tidak

jelas sehingga akan menyebabkan kesalahan.

8. Hubungan dengan atasan

Hubungan kerjasama yang baik antara karyawan dengan atasan akan

mempengaruhi semangat kerja dan kepuasan kerja karyawan.

Karyawan cenderung senang dengan atasan yang perhatian, selalu

mendengarkan pendapat bawahannya, bisa menghormati dan

menghargai hasil kerja karyawan, dan adanya pujian atas hasil kerja

yang baik.

9. Hubungan dengan rekan kerja

Rekan kerja yang bisa bekerjasama dan mendukung dalam

pelaksanaan kerja cenderung berpengaruh pada meningkatnya

semangat kerja dan kepuasan kerja pada karyawan tersebut.

Sebaliknya, rekan kerja yang tidak bisa bekerjasama akan

menimbulkan konflik dalam kerja dan hal ini akan berdampak negatif

(31)

10. Otonomi dalam merencanakan dan menjalankan pekerjaan

Bagi karyawan yang suka tantangan dalam pekerjaannya cenderung

akan lebih puas dalam bekerja bila dia diberi otonomi atau kebebasan

dalam berpendapat dan berkreasi dalam menjalankan tugasnya.

Dengan adanya kebebasan tersebut karyawan akan memiliki rasa

tanggung jawab terhadap pekerjaan dan merasa dihargai.

2. Kultur Lingkungan Kerja

Menurut Hofstede (1994:5), kultur diartikan sebagai:

“…a collective phenomenon, because it least partly shared with people who live or lived within the same social environment, which is there it was learned. It is a collective programming of the mid which distinguishes the members of the one group or category of people from another”.

Kultur merupakan bentuk pemrograman mental secara kolektif.

Kultur membedakan anggota kelompok satu dengan kelompok lain dalam

pola pikir, perasaan dan tindakan anggota satu kelompok. Dengan

demikian kultur lingkungan kerja adalah pola nilai, norma, sikap hidup,

ritual dan kebiasaan yang baik dalam lingkungan kerja, sekaligus cara

memandang suatu persoalan dan pemecahannya. Kultur lingkungan kerja

merupakan faktor esensial dalam membentuk karyawan menjadi manusia

yang optimis, berani tampil, berperilaku kooperatif, kecakapan personal

dan akademik (Hofstede, 1994:35).

3. Dimensi Kultur Lingkungan Kerja

Dimensi kultur lingkungan kerja terdiri atas 4 hal, yaitu power distance;

individualism dan collectivism; femininity dan masculinity; dan

(32)

a. Dimensi power distance. Indikator kultur lingkungan kerja pada

dimensi power distance adalah perbedaan diantara karyawan

diminimalkan, harus ada ketergantungan antara karyawan yang lemah

dan yang kuat, tingkatan di perusahaan berarti perbedaan aturan,

sistem manajemen di lingkungan kerja, perbedaan gaji antara atasan

dan bawahan, bawahan ikut serta dalam mengambil keputusan,

persepsi terhadap hak istimewa dan simbol status.

b. Dimensi individualism vs collectivism. Indikator kultur lingkungan

kerja pa dimensi individualism vs collectivism adalah basis identitas

diri, keharmonisan di tempat kerja, hubungan komunikasi,

penyalahgunaan kepemimpinan, hubungan antar karyawan, dasar

penggajian dan promosi, sistem manajemen, hubungan kerja.

c. Dimensi femininity vs masculinity. Indikator kultur lingkungan kerja

pada dimensi femininity vs masculinity adalah cara penyelesaian

masalah, prinsip kerja, perbedaan jenis kelamin dalam lingkungan

kerja, prinsip pekerjaan yang manusia, tipe manajer, sikap bersosial

dalam lingkungan kerja.

d. Dimensi uncertainty avoidance. Indikator lingkungan kerja pada

dimensiuncertainty avoidanceadalah kebutuhan akan peraturan dalam

lingkungan kerja, orientasi dalam bekerja, semangat bekerja, sikap

terhadap pencapaian ketelitian, sikap terhadap perilaku karyawan,

(33)

B. Locus of Control

1. Pengertian Locus of Control

Locus of controladalah suatu konsep yang memberikan gambaran

tentang keyakinan seseorang mengenai sumber penentu pribadinya (Rotter

dalam Pujiwati, 2004:30). Locus of control dibedakan menjadi dua yaitu

locus of control internal danlocus of control eksternal.Individu dikatakan

memiliki locus of control internal jika memiliki keyakinan bahwa apa

yang terjadi pada dirinya karena pengaruh dari dirinya sendiri dan

keberhasilan atau kegagalan dipandang sebagai akibat dari perilakunya.

Individu yang mempunyai locus of control eksternal cenderung memiliki

keyakinan bahwa faktor-faktor di luar dirinya mempengaruhi perilakunya.

Keberhasilan dan kegagalan dalam hidupnya dipandang sebagai nasib,

faktor keberuntungan, kesempatan karena kekuasaan orang lain atau

karena kondisi-kondisi yang tidak dapat dikuasainya (Rotter dalam

Pujiwati, 2004:32). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa locus of

control merupakan keyakinan individu tentang faktor-faktor yang

mengatur kejadian-kejadian dalam hidupnya, yang dapat dikontrol (locus

of control internal) dan yang di luar kontrol dirinya (locus of control

eksternal), serta sejauh mana orang tersebut merasakan adanya hubungan

antara usaha-usaha yang telah dilakukannya dengan akibat-akibatnya.

2. Dimensi Locus of ControlRotter

Menurut Rotter (1964:58-59), dimensi locus of control terdiri atas 6 hal,

(34)

independence (ketidaktergantungan); protection-dependency

(perlindungan ketergantungan); love and affection (cinta dan kasih

sayang); danphysical comfort(kenyamanan fisik).

a. Dimensi status-recognition (pengakuan status), indikator locus of

control mencakup kebutuhan untuk dihargai; ingin dianggap

kompeten; dan kesuksesan dalam berkarya.

b. Dimensi dominance (dominasi), indikator locus of control mencakup

kebutuhan untuk mengontrol aktivitas orang lain dan kebutuhan untuk

berkuasa.

c. Dimensi independence (ketidaktergantungan), indikator locus of

control mencakup keyakinan diri dan menggantungkan pada diri

sendiri/usaha sendiri.

d. Dimensi protection-dependency (perlindungan-ketergantungan),

indikator locus of control mencakup menghindari frustasi dengan

mencari perlindungan dan keamanan serta menggantungkan diri pada

orang lain.

e. Dimensilove and affection(cinta dan kasih sayang), indikatorlocus of

control mencakup kebutuhan untuk dicintai serta kehangatan;

perhatian; cinta dan kasih sayang.

f. Dimensi physical comfort (kenyamanan fisik), indikator locus of

control ialah kebutuhan akan kepuasan fisik (menghindari sakit,

(35)

3. Faktor-Faktor yang Berperan dalam PerkembanganLocus of Control

Ada 2 faktor yang mempengaruhi individu dalam mengembangkan

kecenderungan terhadaplocus of control tertentu.

a. Keluarga

Orang tua yang memberikan dukungan yang hangat, protektif, positif

dan membimbing, akan menghasilkan anak-anak yang

mengembangkan locus of control internal. Hal-hal tersebut akan

membangun kepercayaan diri, penghargaan diri, serta kemandirian

yang berterkaitan erat dengan locus of control internal.Hal-hal yang

juga terkait dengan pengembangan locus of control internal adalah

konsistensi dalam penerapan disiplin dan standar-standar oleh orang

tua. Seorang anak belajar mengembangkan locus of control internal,

dengan cara mengasosiasikan perilaku mereka dengan akibat-akibat

yang dapat mereka prediksikan.

b. Faktor-faktor sosial

Semakin rendah status sosial ekonomi individu, semakin eksternal

pula locus of control individu tersebut. Secara umum telah diketahui

bahwa individu dengan status sosial ekonomi tinggi mempunyai

kendali yang relatif tinggi dalam dinamika sosial ekonomi

masyarakat. Sebaliknya, individu dengan status sosial ekonomi rendah

relatif kurang memiliki kekuasaan untuk melakukan hal serupa.

Mereka sering tidak punya banyak pilihan selain menerima apa yang

(36)

oleh kelompok etnis dan minoritas dengan sedikit akses pada

pengerakan sosial ekonomi. Pengalaman demikian jika berlangsung

secara terus-menerus akan mendorong berkembangnya kepercayaan

individu bahwa faktor-faktor eksternal lebih berkuasa untuk

mengendalikan hidupnya daripada dirinya sendiri.

4. Perbedaan OrientasiLocus of Control Internal dan Eksternal

Adanya perbedaanlocus of control pada individu-individu ternyata

menimbulkan perbedaan sikap, sifat, dan lainnya. Lefcourt (Rosita,

2005:31) mengatakan bahwa orang yang mempunyai kecenderunganlocus

of control internal kurang konformis karena rasa percaya diri yang

dimilikinya dan dapat melakukan kontrol dengan kemampuannya sendiri,

mengandalkan kemampuan dan keterampilan diri serta usaha-usaha yang

dilakukan. Individu dengan kecenderungan locus of control internal

cenderung lebih giat, rajin, ulet, mandiri, dan mempunyai daya tahan yang

baik terhadap pengaruh sosial, dan bertanggung jawab atas kegagalannya.

Individu dengan kecenderungan locus of control eksternal cenderung

conform terhadap pengaruh-pengaruh dari luar, memiliki anggapan bahwa

kegagalan disebabkan oleh faktor luar dirinya. Individu juga cenderung

menunjukkan sikap menyerah, merasa tidak berdaya, dan memiliki

kecemasan yang tinggi daripada individu yang mempunyai kecenderungan

locus of control internal. Individu yang memiliki kecenderungan locus of

control internal mempunyai keyakinan yang besar untuk memperoleh

(37)

menggunakan keterampilan sosial untuk mempengaruhi lingkungan,

sedangkan individu dengan kecenderungan locus of control eksternal

memiliki sifat pasif, tidak suka bersaing, lingkungan mempengaruhi

kehidupannya dan memiliki motivasi yang rendah untuk berhasil (Findley

dan Cooper dalam Rosita, 2005:31). Dengan demikian dapat disimpulkan

bahwa orang yang mempunyai kecenderungan locus of control internal

mempunyai rasa percaya diri akan kemampuannya untuk dapat

mengendalikan kehidupannya, mampu menghadapi kegagalan, mandiri,

bertanggung jawab. Orang yang memiliki kecenderungan locus of control

eksternal cenderung mudah menyerah, mempunyai kecemasan yang

tinggi, merasa tidak berdaya, rasa percaya diri yang rendah, dan

mempunyai penyesuaian yang kurang baik.

5. Aspek-Aspek Kehidupan yang Dipengaruhi olehLocus of Control

Perbedaan kecenderungan arah locus of control akan membawa

akibat dalam berbagai aspek kehidupan, perbedaan tersebut mencakup

hal-hal sebagai berikut (Lefcourt dalam Pujiwati, 2004:36):

a. Sikap terhadap lingkungan

Individu dengan locus of control internal menganalisa situasi dengan

sikap yang lebih terarah dan waspada daripada individu denganlocus

of control eksternal. Individu dengan locus of control internal lebih

aktif dalam mencari, memperoleh, menggunakan, dan mengolah

informasi yang relevan dalam rangka memanipulasi dan

(38)

berorientasi pada posisi dengan kekuasaan besar dan sebaliknya,

individu yang memiliki locus of control eksternal lebih cenderung

menyukai posisi dengan kekuasaan kecil.

b. Pengaruh konformitas dan perubahan sikap

Beberapa penelitian Crowne (Pujiwati, 2004:37) menunjukkan bahwa

individu dengan kecenderungan internal lebih mampu bertahan

terhadap pengaruh dan tekanan lingkungan. Sebaliknya, individu

dengan kecenderungan eksternal lebih siap untuk menerima pengaruh,

mengikuti lingkungan sosial dan menerima informasi dari orang lain.

c. Perilaku menolong dan atribusi tanggung jawab

Individu dengan kecenderungan internal lebih sering menunjukkan

perilaku menolong daripada individu dengan kecenderungan

eksternal.

d. Pencapaian prestasi

Menurut Shaver (Pujiwati, 2004:38) tingginya prestasi yang dicapai

oleh individu dengan locus of control internal merupakan hasil dari

kemampuannya untuk menunda menikmati penghargaan atas hasil

usahanya, serta mengurangi reaksi-reaksi negatif yang cenderung

muncul pada saat individu mengalami kegagalan.

e. Penyesuaian diri, kecemasan dan psikopatologi

Individu dengan kecenderungan internal lebih mampu untuk

menyesuaikan diri daripada individu dengan kecenderungan eksternal.

(39)

sendiri, aktif, dan memiliki kecenderungan tinggi untuk berjuang.

Kesederhanaan kepercayaan kendali yang ada dalam diri sendiri juga

mendorong individu dengan locus of control internal pada

penyesuaian diri dengan kecemasan. Sedangkan individu dengan

kecenderungan eksternal cenderung mengalami lebih kecemasan

daripada individu dengan kecemasan internal. Individu dengan locus

of control eksternal sering menerima secara pasrah ancaman-ancaman

dan informasi negatif tentang diri mereka.

C. Kecerdasan Emosional

1. Pengertian Kecerdasan Emosional

Kecerdasan emosional atau emotional intelligence lebih dikenal

dengan istilah EQ (Emotional Quotient) adalah kemampuan untuk

memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustasi, mengendalikan

dorongan hati dan tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana

hati, dan menjaga agar beban stres tidak melumpuhkan kemampuan

berpikir, berempati dan berdoa (Goleman, 1999:45). Menurut John Mayer

(Harmoko, http://www.binuscareer.com/article) kecerdasan emosional

merupakan kemampuan untuk memahami emosi orang lain dan cara

mengendalikan emosi diri sendiri.

Menurut Cooper dan Sawaf (dalam Harmoko,

http://www.binuscareer.com/article), kecerdasan emosional sebagai suatu

(40)

terkait dengan kemampuan subyektif seseorang untuk dapat menggunakan

kemampuan dan potensi emosionalnya dalam kehidupan sehari-hari.

Komponen-komponen tersebut yaitu keterampilan yang berhubungan

dengan perilaku moral, cara berpikir, pemecahan masalah, interaksi sosial,

keberhasilan akademik dan pekerjaan, serta emosi.

Cooper dan Sawaf menawarkan kecerdasan emosional sebagai

sebuah titik awal “Model Empat Batu Penjuru”. Tawaran model ini

ditujukan pada EQ eksekutif, yaitu penggunaan kecerdasan emosional di

tempat kerja. Berikut ini adalah uraian dari Model Empat Batu Penjuru

(Cooper dan Sawaf, 1998:xli-xlii):

a. Kesadaran emosi (emotional literacy), yang bertujuan membangun rasa

percaya diri pribadi melalui pengenalan terhadap emosi yang dialami

dan kejujuran terhadap emosi yang dirasakan. Kesadaran emosi yang

baik terhadap diri sendiri dan orang lain, sekaligus kemampuan untuk

mengelola emosi yang sudah dikenalnya, membuat seseorang dapat

menyalurkan energi emosinya ke reaksi yang tepat dan konstruktif.

b. Kebugaran emosi (emotional fitness), bertujuan untuk mempertegas

antusiasme dan ketangguhan dalam menghadapi tantangan dan

perubahan yang mencakup kemampuan untuk mempercayai orang lain

dan menampilkan diri apa adanya, menghargai ketidakpuasan diri

sendiri dan orang lain, serta mengelola konflik dan mengatasi

(41)

c. Kedalaman emosi (emotional depth), mencakup komitmen untuk

menyelaraskan hidup dari kerja dengan potensi serta bakat unik yang

dimiliki. Komitmen yang berupa rasa tanggung jawab ini pada

gilirannya mempunyai potensi untuk memperbesar pengaruh tanpa

menggunakan kewenangan untuk memaksakan otoritas.

d. Alkimia emosi (emotional alchemy), ialah kemampun kreatif untuk

mengalir bersama masalah-masalah dan tekanan-tekanan tanpa larut di

dalamnya yang mencakup keterampilan bersaing dengan lebih peka

terhadap kemungkinan solusi yang masih tersembunyi dan peluang

yang masih terbuka, untuk mengevaluasi masa lalu, menghadapi masa

kini, dan menciptakan masa depan.

Apabila seseorang secara efektif memiliki keseluruhan aspek dalam

model uraian tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa ia adalah pribadi

yang tangguh, yaitu pribadi yang dapat menggunakan emosinya secara

cerdas. Cerdas dalam hal ini berarti tepat waktu dan dalam porsi yang

tepat, tanpa tergantung dari pengaruh jenis kelamin.

Goleman (1999:57-59) memperluas kemampuan kecerdasan

emosional menjadi 5 (lima) wilayah utama yang memungkinkan seseorang

akan menguasai kebiasaan berpikir menuju produktivitas yang juga sangat

(42)

a. Mengenali emosi diri

Kemampuan ini merupakan kesadaran diri mengenali perasaan

sewaktu perasaan itu terjadi dan mengetahui apa yang dirasakan saat

emosi bergolak di dalam diri.

b. Mengelola emosi

Ialah menangani perasaan agar perasaan dapat terungkap dengan tepat.

c. Memotivasi diri sendiri

Menata emosi sebagai alat untuk mencapai tujuan adalah hal yang

sangat penting dalam kaitannya untuk memotivasi diri. Kendali diri

emosional dan kemampuan menyesuaikan diri adalah landasan

keberhasilan dalam berbagai bidang. Orang-orang yang memiliki

keterampilan tersebut cenderung lebih produktif dan efektif dalam

bekerja.

d. Mengenali emosi orang lain

Orang yang empatik akan lebih mampu menangkap sinyal-sinyal

sosial yang tersembunyi dan dapat menangkap hal-hal yang

dikehendaki orang lain.

e. Membina hubungan

Membina hubungan sebagian besar merupakan keterampilan

mengelola emosi. Orang-orang yang sukses dalam berbagai bidang

mengandalkan pergaulan yang baik dengan orang lain.

(43)

Kecerdasan emosional memiliki 5 (lima) dimensi yaitu: mengenali emosi

diri, mengelola emosi, memotivasi diri, mengenali emosi orang lain, dan

membina hubungan dengan orang lain. Pada dimensi mengenali emosi diri

terdapat beberapa indikator kecerdasan emosional, yaitu: mengetahui

keterbatasan diri; keyakinan akan kemampuan sendiri; mengetahui

kekuatan; mengenali emosi diri. Pada dimensi mengelola emosi terdapat

indikator kecerdasan emosional, yaitu: menahan emosi dan dorongan

negatif; menjunjung norma kejujuran dan integritas; bertanggung jawab

atas kinerja sendiri; luwes terhadap perubahan; terbuka dengan ide-ide

serta informasi baru. Pada dimensi memotivasi diri terdapat indikator

kecerdasan emosional, yaitu: dorongan untuk menjadi lebih baik;

menyesuaikan dengan sasaran kelompok dan organisasi; kesiapan untuk

memanfaatkan kesempatan; kegigihan dalam memperjuangkan kegagalan

dan hambatan. Pada dimensi mengenali emosi orang lain terdapat

indikator kecerdasan emosional, yaitu: memahami perasaan orang lain;

tanggap terhadap kebutuhan orang lain; mengerti perasaan orang lain; siap

sedia melayani. Pada dimensi membina hubungan dengan orang lain

terdapat indikator kecerdasan emosional, yaitu: kemampuan persuasi;

terbuka mendengarkan orang lain dan memberi kesan yang jelas;

kemampuan menyesuaikan tanggung jawab; memiliki semangat

leadership; kolaborasi dan kooperasi; memiliki kemampuan untuk

(44)

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terbentuknya Kecerdasan Emosi

Terdapat dua faktor yang mempengaruhi terbentuknya kecerdasan

emosi dalam diri seseorang, yaitu:

a. Faktor internal

Faktor internal ialah faktor yang berasal dari dalam diri individu untuk

menanggapi lingkungan sekitar. Menurut Goleman (1999:23), faktor

internal berasal dari dalam diri individu yang dipengaruhi oleh

keadaan otak emosional seseorang.

b. Faktor eksternal

Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar individu dan

mempengaruhi individu untuk mengubah hidup. Pengaruh luas yang

bersifat individu dapat secara perorangan, secara kelompok, antara

individu mempengaruhi kelompok atau sebaliknya, juga dapat bersifat

tidak langsung yaitu melalui perantara, misal melalui media massa.

Faktor lain dapat melalui lingkungan fisik tempat manusia berada

ketika berkomunikasi dengan pihak lain, melalui lingkungan sosial di

mana keberadaan manusia lain sebagai penerima komunikasi maupun

hanya hadir di sana, serta melalui keikutsertaan individu dalam

berbagai kegiatan seperti keaktifan di dalam mengikuti berbagai

organisasi (Goleman, 1997:275-279).

4. Ciri-Ciri Orang yang Memiliki Kecerdasan Emosi Tinggi

Menurut Goleman (1997:403-405), orang dengan kecerdasan

(45)

a. Selalu positif pada saat menangani situasi-situasi dalam hidupnya.

b. Terampil dalam membina emosinya, mengenali kesadaran emosi diri

dan ekspresi emosi, dan kesadaran emosi terhadap orang lain.

c. Memiliki kecakapan kecerdasan emosi yang meliputi intensionalitas,

kreatifitas, hubungan antar pribadi dan ketidakpuasan konstruktif.

d. Optimal pada nilai-nilai belas kasihan atau empati, intuisi, radius

kepercayaan, daya pribadi, dan integritas.

f. Optimal pada kesehatan secara umum, kualitas hidup, relationship

quotient, dan kinerja optimal.

Sedangkan ciri-ciri orang yang memiliki kecerdasan emosional

yang rendah adalah sebagai berikut (Goleman, 1997:214-215):

a. Dikuasai dorongan hati, kurang memiliki kendali diri, menderita

kekurangmampuan pengendalian moral.

b. Menerima kritik dari orang lain sebagai serangan pribadi dan bukan

sebagai keluhan yang harus diatasi.

c. Bersifat prasangka pada orang lain

d. Menutup diri atau sikap bertahan yang pasif

e. Mudah patah semangat

(46)

D. Kualitas Pelayanan Karyawan

1. Definisi dan Karakteristik Jasa

Kotler (1984:428) menyatakan bahwa

a service is any act performance that one party can offer to another that is essentially intangible and does not result in the ownership of anything its production may or not be tied to a physical product.

Berdasarkan pengertian tersebut, jasa mempunyai 4 karakteristik utama

yang membedakan dengan barang, yaitu:

a. Intangibility

Jasa bersifat intangible, artinya jasa tidak dapat dilihat, diraba, dirasa,

dicium atau didengar sebelum dibeli. Konsep intangible ini sendiri

memiliki 2 pengertian, yaitu:

1) Sesuatu yang tidak dapat disentuh dan tidak dapat dirasa.

2) Sesuatu yang tidak mudah didefinisikan, diformulasikan, atau

dipahami secara rohaniah.

b. Inseparability

Jasa umumnya diproduksi dan dikonsumsi pada waktu bersamaan.

Interaksi antara perusahaan dan konsumen merupakan ciri khusus

dalam pemasaran jasa, kedua belah pihak mempengaruhi hasil dari

jasa tersebut. Dalam hubungan penyedia jasa dengan konsumen

mempengaruhi hasil dari jasa tersebut dan efektivitas individu yang

(47)

c. Variability

Jasa memiliki sifat sangat variabel, karena banyak variasi bentuk,

kualitas, dan jenis, tergantung pada siapa, kapan, dan di mana jasa

tersebut dihasilkan. Para pembeli atau pengguna jasa sangat peduli

terhadap variabilitas ini dan sering kali mereka meminta pendapat

orang lain sebelum memutuskan untuk memilih atau menggunakan

penyedia jasa.

d. Perishability

Jasa merupakan komoditas yang tidak tahan lama dan tidak dapat

disimpan. Permintaan pelanggan akan jasa pada umumnya sangat

bervariasi dan dipengaruhi faktor musiman. Oleh karena itu,

perusahaan jasa harus mengevaluasi kapasitasnya guna

menyeimbangkan penawaran dan permintaan.

2. Kualitas Pelayanan Jasa

Kualitas pelayanan jasa merupakan upaya pemenuhan kebutuhan

dan keinginan pelanggan serta ketepatan penyampaiannya untuk

mengimbangi harapan pelanggan. Aspek yang sangat penting dan

menentukan kualitas jasa yang dihasilkan adalah pelayanan yang

diberikan pihak produsen pada konsumennya, dan sikap serta pelayanan

contact personel. Apabila aspek tersebut dilupakan, dalam waktu yang

tidak lama perusahaan yang bersangkutan bisa kehilangan banyak

(48)

Menurut Fandy Tjiptono (1996:58), sehubungan dengan peranan

contact personel yang sangat penting dalam mencetak kualitas jasa, setiap

perusahaan memerlukan service excellent (pelayanan yang unggul), yang

merupakan sikap atau cara karyawan dalam melayani pelanggan secara

memuaskan, dalam hal ini ada 4 unsur pokok, yaitu:

a. kecepatan;

b. ketepatan;

c. keramahan;

d. kenyamanan;

Komponen-komponen di atas merupakan satu kesatuan yang

terintegrasi, jika ada komponen yang kurang dapat mengakibatkan

pelayanan atau jasa yang diberikan pada pelanggan tidak excellent. Untuk

mencapai tingkat excellent, setiap karyawan harus mempunyai

keterampilan tertentu diantaranya berpenampilan baik dan rapi, bersikap

ramah, memperlihatkan gairah kerja dan sikap yang selalu siap untuk

melayani, tenang dalam bekerja, tidak tinggi hati karena merasa

dibutuhkan, menguasai pekerjaan baik tugas yang berkaitan pada

bagiannya maupun bagian lain, mampu berkomunikasi dengan baik, bisa

memahami bahasa isyarat pelanggan dan memiliki kemampuan

memahami keluhan pelanggan secara profesional.

Kualitas pelayanan merupakan sesuatu hal yang penting dan harus

dikerjakan dengan baik sebab aplikasi kualitas sebagai sifat dari

(49)

perusahaan dalam rangka meraih keunggulan yang berkesinambungan,

baik sebagai pemimpin ataupun sebagai strategi untuk terus tumbuh.

Keunggulan suatu produk jasa adalah dari keunikan serta kualitas yang

diperlihatkan oleh jasa tersebut apakah sudah sesuai harapan dan

keinginan pelanggan atau belum. Kotler (1984:37) membagi jasa menjadi

beberapa macam.

a. Barang berwujud murni

Terdiri atas barang berwujud, seperti sabun, pasta gigi. Tidak ada jasa

yang menyertai produk tersebut.

b. Barang berwujud yang disertai jasa

Terdiri atas barang berwujud yang disertai satu atau lebih jasa untuk

mempertinggi daya tarik pelanggan. Contoh: produsen mobil tidak

hanya menjual mobil saja tetapi juga kualitas dan pelayanan kepada

pelanggannya (reparasi, pelayanan purna jual).

c. Campuran

Terdiri atas barang dan jasa dengan proporsi yang sama. Misal:

restoran yang harus didukung oleh makanan dan pelayanannya.

d. Jasa utama yang disertai barang dan jasa tambahan

Terdiri atas jasa utama dan jasa tambahan serta barang pelengkap.

Contoh: penumpang pesawat terbang membeli jasa transportasi.

Mereka sampai di tempat tujuan tanpa sesuatu hal berwujud yang

memperlihatkan pengeluaran mereka. Namun perjalanan tersebut

(50)

tersebut membutuhkan barang padat modal agar terealisasi, tetapi

komponen utamanya adalah jasa.

e. Jasa murni

Terdiri atas jasa murni seperti jasa dokter dan psikoterapi.

3. Dimensi Kualitas Jasa

Menurut Zeithaml dalam Hendroyono (http://www.lrckesehatan.net/)

dimensi kualitas jasa terdiri atas 5 dimensi pokok, yaitu:

a. Bukti fisik (tangible)

Bukti fisik merupakan kemampuan perusahaan untuk menampilkan

fasilitas fisik, peralatan, personel, dan media komunikasi. Pada

dimensi ini terdapat indikator kualitas pelayanan yaitu peralatan

modern, fasilitas yang berdaya tarik visual, karyawan yang

berpenampilan rapi dan profesional, dan materi-materi berkaitan

dengan jasa yang berdaya tarik visual.

b. Keandalan (reliability)

Keandalan merupakan kemampuan untuk melakukan jasa yang

dijanjikan dengan tepat dan terpercaya. Pada dimensi ini terdapat

indikator kualitas pelayanan yaitu menyediakan jasa sesuai yang

dijanjikan, dapat diandalkan dalam menangani masalah jasa pelanggan,

menyampaikan jasa secara benar semenjak pertama kali,

menyampaikan jasa sesuai dengan waktu yang dijanjikan, dan

(51)

c. Daya tanggap (responsive)

Daya tanggap merupakan kemampuan untuk membantu pelanggan dan

memberikan jasa dengan tepat. Pada dimensi ini terdapat indikator

kualitas pelayanan yaitu menginformasikan pelanggan tentang

kepastian waktu penyampaian jasa, pelayanan yang segera/cepat bagi

pelanggan, kesediaan untuk membantu pelanggan, dan kesiapan untuk

merespon permintaan pelanggan.

d. Jaminan (assurance)

Jaminan merupakan kemampuan untuk menimbulkan kepercayaan dan

keyakinan serta pengetahuan dan kesopanan dari karyawan. Pada

dimensi ini terdapat indikator kualitas pelayanan yaitu karyawan yang

menumbuhkan rasa percaya para pelanggan, membuat pelanggan

merasa aman sewaktu melakukan transaksi, karyawan yang secara

konsisten bersikap sopan, dan karyawan yang mampu menjawab

pertanyaan pelanggan.

e. Empati (empaty)

Empaty merupakan syarat untuk peduli atau memberi perhatian pribadi

bagi pelanggan. Pada dimensi ini terdapat indikator kualitas pelayanan

yaitu memberikan perhatian individual kepada para pelanggan,

karyawan yang memperlakukan pelanggan secara penuh perhatian,

mengutamakan kepentingan pelanggan, karyawan yang memahami

kebutuhan pelanggan, dan waktu beroperasi (jam kantor) yang

(52)

E. Hubungan Antar Variabel Penelitian

1. Pengaruh kultur lingkungan kerja pada hubungan antara kecerdasan

emosional dengan kualitas pelayanan karyawan.

Derajat hubungan kecerdasan emosional karyawan dengan kualitas

pelayanan karyawan diduga kuat berbeda pada kultur lingkungan kerja

yang berbeda. Kultur lingkungan kerja adalah pola nilai, norma, sikap

hidup, ritual dan kebiasaan yang baik dalam lingkungan kerja, cara

memandang persoalan dan pemecahannya. Dengan demikian kultur

lingkungan kerja merupakan faktor yang membentuk karyawan menjadi

pribadi yang optimis, berani tampil, berperilaku kooperatif, mempunyai

kecakapan personal dan akademik.

Pada kultur lingkungan kerja yang bercirikanpower distancekecil,

derajat hubungan kecerdasan emosional karyawan dengan kualitas

pelayanan karyawan akan lebih tinggi dibandingkan padapower distance

besar. Hal ini disebabkan karena power distance kecil terdapat sistem

desentralisasi, adanya ketergantungan antara karyawan yang lemah dan

yang kuat, karyawan tingkat bawah ikut serta dalam mengambil

keputusan, dan kepala karyawan yang ideal adalah yang demokratis dan

banyak ide. Kondisi demikian akan menimbulkan rasa saling menghargai

dan saling membutuhkan antar karyawan, bawahan akan merasa dihargai

karena diikutkan dalam pengambilan keputusan, dan karyawan dipimpin

oleh pemimpin yang ideal dan demokratis, sehingga para karyawan akan

(53)

dengan pembagian kerja. Dan pada power distance besar akan

berdampak adanya manajer supervisi yang banyak, struktur organisasi

yang merepotkan banyak orang, sistem penggajian yang sangat berbeda

pada karyawan atasan dan bawahan, karyawan relative tidak

berpendidikan dan bekerja secara manual, dan terjadi persaingan antar

karyawan.

Pada kultur lingkungan kerja yang bercirikan collectivism derajat

hubungan kecerdasan emosional karyawan dengan kualitas pelayanan

karyawan diduga akan lebih tinggi dibandingkan padaindividualism. Hal

ini dikarenakan pada kultur lingkungan kerja yang bercirikancollectivism

terdapat komunikasi yang lancar, adanya hubungan kekeluargaan antar

karyawan, selalu mempertahankan keharmonisan, dan menghindari

konfrontasi langsung. Dengan demikian suasana dalam bekerja menjadi

lebih nyaman dan kondusif, jauh dari perselisihan antar karyawan karena

karyawan akan menyadari bahwa karyawan lain adalah rekan kerjanya

bukan pesaing kerjanya, terjadinya rasa saling menghargai dan saling

membantu antar karyawan. Dan pada kultur lingkungan kerja yang

bercirikan individualism terdapat adanya komunikasi rendah, hubungan

antara karyawan hanya berdasarkan keuntungan pribadi, dan manajemen

yang berlaku adalah invidualistis.

Pada kultur lingkungan kerja yang bercirikan femininity derajat

hubungan kecerdasan emosional karyawan dengan kualitas pelayanan

(54)

disebabkan pada kultur lingkungan kerja yang bercirikan femininity

terdapat hubungan yang hangat, cara menyelesaikan masalah dengan

berunding, dan manajer menggunakan perasaan serta kesepakatan

bersama. Dengan demikian akan terdapat kesempatan untuk saling

menolong dan bekerja sama sebab keputusan yang diambil tidak

didasarkan pada manajer saja tetapi berdasarkan keputusan bersama. Dan

pada kultur lingkungan kerja yang bercirikan masculinity terdapat

pengambilan keputusan hanya berdasarkan pada manajer, cara mengatasi

konflik dengan mengeluarkan karyawan, dan terjadi persaingan antar

karyawan.

Pada kultur lingkungan kerja yang bercirikan uncertainty

avoidance lemah, derajat hubungan kecerdasan emosional karyawan

dengan kualitas pelayanan karyawan diduga akan lebih tinggi dari pada

uncertainty avoidance yang kuat. Pada kultur lingkungan kerja yang

bercirikan uncertainty avoidance yang lemah terdapat orientasi dalam

bekerja, adanya motivasi terhadap hasil dan penghargaan dan ketelitian

merupakan hal yang perlu dipelajari. Dengan demikian semangat kerja

karyawan dapat meningkat dan ketika bekerja karyawan merasa tidak ada

waktu untuk menganggur sebab semua waktunya didedikasikan untuk

bekerja, dan adanya semangat belajar untuk mencapai hasil yang

sempurna. Dan pada kultur lingkungan kerja bercirikan uncertainty

avoidanceyang kuat akan menimbulkan penyerangan yang sering terjadi

(55)

bekerja, dan tidak ada kemauan untuk belajar karena merasa sudah ahli

dibidangnya.

2. Pengaruh locus of control pada hubungan antara kecerdasan emosional

dengan kualitas pelayanan karyawan.

Derajat hubungan kecerdasan emosional karyawan dengan kualitas

pelayanan karyawan diduga kuat berbeda pada locus of control yang

berbeda. Pada locus of control internal, derajat hubungan kecerdasan

emosional karyawan dengan kualitas pelayanan karyawan lebih tinggi

dari pada karyawan yang mempunyai keyakinan locus of control

eksternal. Locus of control merupakan keyakinan seseorang tentang

faktor yang mengatur kejadian-kejadian dalam hidupnya,

faktor-faktor tersebut ada yang dapat dikontrol (locus of control internal) dan

yang di luar kontrol dirinya (locus of control eksternal), serta sejauh

mana orang tersebut merasakan adanya hubungan antara usaha-usaha

yang telah dilakukan dengan akibat-akibat yang terjadi. Seorang

karyawan yang mempunyai kecenderungan locus of control internal

mempunyai ciri-ciri tidak mudah terpengaruh, aktif, mempunyai rasa

percaya diri, dan mempunyai motivasi untuk berprestasi yang tinggi

sehingga kualitas pelayanan yang diberikan akan baik. Dengan demikian

semangat karyawan dan rasa percaya diri untuk bekerja, sehingga

karyawan mendapatkan kemudahan dan kecepatan dalam bekerja. Dan

pada locus of control eksternal, karyawan yakin bahwa kegagalan dan

(56)

pada sikap mudah menyerah, kecemasan tinggi, merasa tidak berdaya,

rasa percaya diri yang rendah, dan penyesuaian diri yang kurang baik.

Dengan demikian karyawan tidak bersemangat dalam bekerja dan kurang

percaya diri, sehingga karyawan akan kesulitan dan karyawan lamban

dalam berkerja.

F. Kerangka Berpikir

1. Pada kultur lingkungan kerja yang semakin berorientasi pada power

distance kecil, collectivism, femininity dan uncertainty avoidance lemah

maka derajat hubungan antara kecerdasan emosional karyawan dengan

kualitas pelayanan karyawan akan semakin tinggi. Sebaliknya, pada kultur

lingkungan kerja yang semakin berorientasi pada power distance besar,

individualism, masculinity, dan uncertainty avoidance kuat derajat

hubungan antara kecerdasan emosional karyawan dengan kualitas

pelayanan karyawan akan semakin rendah.

2. Padalocus of control yang semakin cenderung internal, derajat hubungan

antara kecerdasan emosional karyawan dengan kualitas pelayanan

karyawan akan semakin tinggi. Sebaliknya, pada locus of control yang

semakin cenderung eksternal, derajat hubungan antara kecerdasan

emosional karyawan dengan kualitas pelayanan karyawan akan semakin

(57)

Model:

G. Hipotesis

1. Ada pengaruh positif kultur lingkungan kerja pada hubungan antara

kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan karyawan.

2. Ada pengaruh positif locus of control pada hubungan antara kecerdasan

emosional dengan kualitas pelayanan karyawan. kecerdasan

emosional

kualitas pelayanan karyawan

locus of control kultur lingkungan

(58)

39

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah studi kasus pada karyawan

administrasi Universitas Negeri Yogyakarta dan Universitas Gajah Mada,

Yogyakarta. Data yang diperoleh selanjutnya diolah dan dianalisis.

Kesimpulan penelitian hanya berlaku pada karyawan administrasi Universitas

Negeri Yogyakarta dan Universitas Gajah Mada, Yogyakarta sebagai subyek

penelitian ini.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

a. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Universitas Negeri Yogyakarta dan Universitas

Gajah Mada, Yogyakarta.

b. Waktu Penelitian

Waktu penelitian ini dilaksanakan pada Januari 2007

C. Subyek dan Obyek Penelitian

a. Subyek Penelitian

Subyek penelitian yang digunakan adalah karyawan administrasi

(59)

b. Obyek Penelitian

Obyek penelitian ini adalah tingkat kecerdasan emosional, kualitas

pelayanan para karyawan, kultur lingkungan kerja danlocus of control.

D. Variabel Penelitian dan Pengukurannya

1. Kultur Lingkungan Kerja

Kultur lingkungan kerja adalah pola nilai, norma, sikap hidup, ritual dan

kebiasaan yang baik dalam lingkungan kerja, sekaligus cara memandang

persoalan dan pemecahannya. Kultur lingkungan kerja merupakan faktor

esensial dalam membentuk karyawan menjadi manusia yang optimis,

berani tampil, berperilaku kooperatif, kecakapan personal dan akademik.

Ada empat dimensi kultur lingkungan kerja diantaranya power distance,

individualism dancollectivism, femininitydan masculinity,danuncertainty

avoidance (Hofstede, 1994:35-125). Masing-masing dimensi tersebut

selanjutnya dijabarkan dalam bentuk pernyataan-pernyataan. Berikut ini

disajikan tabel operasionalisasi variabel kultur lingkungan kerja:

Tabel 3.1

Operasionalisasi Variabel Kultur Lingkungan Kerja

Dimensi Indikator No. Item

Power distance

a. Perbedaan diantara karyawan diminimalkan

b. Ada ketergantungan antara karyawan yang lemah dan yang kuat

c. Tingkatan di lingkungan kerja berarti adanya perbedaan aturan

d. Sistem manajemen di lingkungan kerja e. Perbedaan gaji antara atasan dan bawahan. f. Bawahan ikut serta dalam mengambil

keputusan

1

2

3

(60)

g. Persepsi terhadap hak istimewa dan simbol status.

7

Individualism vs collectivism

a. Basis identitas diri

b. Keharmonisan di tempat kerja. c. Hubungan komunikasi

d. Penyalahgunaan kepemimpinan e. Hubungan antar karyawan f. Dasar penggajian dan promosi g. Sistem manajemen

h. Hubungan kerja

8 9 10 11 12 13 14 15 Femininity vs masculinity

a. Cara penyelesaian masalah b. Prinsip kerja

c. Perbedaan jenis kelamin dalam lingkungan kerja.

d. Prinsip pekerjaan yang manusia. e. Tipe manajer.

f. Sikap bersosial dalam lingkungan kerja.

16 17 18 19 20 21 Uncertainty avoidance

a. Kebutuhan akan peraturan dalam lingkungan kerja.

b. Orientasi dalam bekerja c. Semangat bekerja

d. Sikap terhadap pencapaian ketelitian e. Sikap terhadap perilaku karyawan.

f. Bentuk penilaian terhadap hasil pekerjaan.

22 23 24 25 26 27

Pengukuran variabel kultur lingkungan kerja didasarkan pada

indikator-indikatornya. Masing-masing indikator dijabarkan dalam bentuk

pernyataan yang dinyatakan dalam empat skala sikap, yaitu sangat setuju

(SS)=4; setuju (S)=3; tidak setuju (TS)=2; dan sangat tidak setuju

(STS)=1.

2. Locus of Control

Locus of control merupakan keyakinan individu tentang

faktor-faktor yang mengatur kejadian-kejadian dalam hidupnya, yang dapat

dikontrol (locus of controlinternal) dan yang di luar kontrol dirinya (locus

(61)

hubungan antara usaha-usaha yang telah dilakukannya dengan

akibat-akibatnya. Ada dua

Gambar

Tabel 5.13 Hasil Pengujian Linieritas..............................................................73
Tabel Statistik ......................................................................163
Tabel 3.1Operasionalisasi Variabel Kultur Lingkungan Kerja
dalambentukpernyataan-pernyataan.Berikutinidisajikantabeloperasionalisasi variabel locus of control:
+7

Referensi

Dokumen terkait

1) Menyusun rencana pembelajaran mata pelajaran matematika dengan materi penjulahan dan pengurangan bilangan sampai 20. 2) Menggunakan metode Jarimatika dengan media jari-jari

Bagi para remaja, kesadaran akan bahaya dari seks bebas harus ditanamkan dengan baik sehingga dapat mengontrol diri untuk tidak menlakukan perbuatan seks

Kesimpulan yang diperoleh adalah mayoritas OMK Paroki Pandu, Bandung memiliki derajat happiness yang tinggi dengan penilaian kognitif atau kepuasan hidup OMK cenderung

Kepuasan kerja dari para karyawan di Politeknik “X” Bandung pada dasarnya. masih tergolong cukup hal tersebut untuk

Maka berdasarkan pengujian black box yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa sistem informasi pemetaan strata desa siaga aktif dengan metode AHP telah

Uji normalitas yang dimaksud dalam asumsi klasik pendekatan OLS adalah (data) residual yang dibentuk model regresi linier terdistribusi normal, bukan variabel

Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak telah memberikan perlindungan hukum bagi anak yang berkonflik sehingga anak sebagai generasi dan harapan

Menimbang bahwa Pembanding dalam memori bandingnya mengajukan keberatan yang dapat disimpulkan pada pokoknya Pembanding tidak sependapat dengan pertimbangan dan Putusan