PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN NILAI BERBASIS KEAGAMAAN DALAM PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
Studi Kasus Pembelajaran Nilai Pendidikan Islam di Pesantren Salafi Maniis Desa Mekarjaya Kec. Salopa Kabupaten Tasikmalaya
DISERTASI
Diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat untuk Memperoleh Gelar Doktor Ilmu Pendidikan dalam
Bidang Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
Oleh:
R. Beny Wijarnako K. 1004688
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPS S3
SEKOLAH PASCSARJANAUNIVERSITAS PENDDIDIKAN
INDONESIA
DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PANITIA DISERTASI :
Promotor Merangkap Ketua
Prof. Dr. H Suwarma Al Muchtar. SH. M.Pd NIP. 195302111978031002
Kopromotor Merangkap Skretaris
Prof. Dr. Helius Sjamsuddin. MA NIP. 130188282
Anggota
Prof. Dr. H. Dadang Supardan. M. Pd NIP. 19570481984031003
Mengetahui,
Ketua Program Studi Pendidikan IPS Sekolah Pascasarjana UPI
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi dengan judul “Pengembangan Pembelajaran Nilai Berbasis Keagamaan dalam Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
(Studi Kasus Pembelajaran Nilai Pendidikan Islam di Pesantren Salafi Maniis Desa
Mekarjaya Kec. Salopa Kabupaten Tasikmalaya” beserta seluruh isinya adalah benar -benar karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan
cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat
keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menangung resiko/sanksi yang dijatuhkan
kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan
dalam karya saya ini, atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.
Bandung, ... 2015 Yang membuat pernyataan
R. Beny Wijarnako K., 2015
PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN NILAI BERBASIS KEAGAMAAN D ALAM PEND IDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
Abstrak
R.Beny Wijarnako, K. Pengembangan Pembelajaran Nilai Berbasis Keagamaan dalam Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (Studi Kasus Pembelajaran Nilai Pendidikan Islam di Pesantren Salafi Maniis Desa Mekarjaya Kec. Salopa Kabupaten Tasikmalaya
Penelitian ini bertujuan mengindentifikasi nilai-nilai pendidikan Islam di Pesantren Salafi Maniis yang dapat dikembangkan menjadi sumber pembelajaran bagi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, karena pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial saat ini banyak mengalami kekeringan nilai-nilai religius, bersifat sekuler dan cendrung mengalami stagnasi dalam memecahkan berbagai masalah yang dihadapinya. Atas dasar itu, maka dibutuhkan alternatif untuk meningkatkan mutu pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial yang tidak hanya berhenti pada menjelaskan fenomena sosial tetapi juga dapat memecahkannya secara memuaskan. Sementara agama merupakan sumber nilai yang diperlukan dalam membangun pengembangan pembelajaran. Pesantren salafi merupakan institusi pendidikan lokal berbasis nilai-nilai pendidikan Islam yang sangat strategis untuk tujuan pengembangan pembelajaran pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial karena pesantren salafi telah memainkan peran sosio-historis, sebagai alat transformasi budaya yang mempengaruhi sumber nilai-nilai etika dan norma-norma yang merupakan acuan ideal berperilaku menurut ajaran Islam. Pendekatan yang digunakan adalah studi kasus. Teknik pengumpulan data melalui wawancara, observasi yang mendalam serta dokumentasi. Analisis data dilakukan dengan reduksi data penyajian data, dan kesimpulan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah pengembangan pembelajaran pendidikan berbasis nilai-nilai pendidikan Islam sangat strategis untuk digunakan dalam pengembangan pembelajaran pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial yang standar kompetensi dasarnya mengandung muatan keagamaan, baik hasil yang langsung ataupun tidak langsung. Hasil pendidikan langsung, diharapkan dengan pengembangan pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial berbasis nilai-nilai pendidikan Islam di pesantren Salafi Maniis bermanfaat bagi siswa terbangun motivasi belajar karena Allah SWT semata, belajar dari model teladan Nabi Muhammad SAW, para pengikutnya, dan mempelajarai nilai-nilai kemaslahatan dari pada keutungan materi. Hasil pembelajaran tidak langsung berupa pengembangan sikap akhlakulkarimah yang menjunjung nilai-nilai moralitas, diharapkan menjadi pola dalam kehidupan sehari-hari. Faktor pendorong berupa kebijakan pemerintah pusat dalam bentuk kurikulum pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial berbasis nilai-nilai pendidikan Islam, kebijakan pemerintah daerah menginfentarisir sistem pendidikan keagamaan (lokal) salah satunya adalah pesantren salafi sebagai akar rumput yang dapat dikembangkan sebagai sistem pendidikan nasional.
R. Beny Wijarnako K., 2015
PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN NILAI BERBASIS KEAGAMAAN D ALAM PEND IDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
Abstract
R. Beny Wijarnako, K. The Development of Religion-based Value Learning in Social Science Education (A Case Study of Islamic Education Value Learning at
‘Pesantren Salafi’ Maniis Desa Mekarjaya Kec. Salopa Kabupaten Tasikmalaya)
The research is aimed at identifying the values of Islamic education at pesantren salafi Maniis. It can then be developed into the source of learning for social science education since nowadays it lacks religious values, is secular, and tends to be stagnant in solving the diverse problems faced. Therefore, the alternatives that can both describe social phenomena and cope satisfyingly with the phenomena are needed. While religion is a source of value that is required in the development of learning. Pesantren salafi is a local educational institution based on Islamic education values that is very strategic in developing the educational learning of social science for it has played a socio-historical role, that is, as a means of culture transformation affecting the source of ethics and norms values. Those are the ideal references of behavior based on Islamic preaching. The approach applied in the research was case study. The data collected was obtained through interviews, thorough observation, and documentation. Data analysis was conducted by doing data reduction, data presentation, and drawing a conclusion. It was concluded that Islamic education values-based learning was very strategic to be used in developing the learning of social science education, whose basic competence contains religious values, not only directly but also indirectly. Directly, it is expected that by developing of social science education based on the Islamic education values at pesantren salafi Maniis, students’ learning motivation is built merely because of Allah SWT. The students make Prophet Muhammad SAW, his followers as their role models, and they learn about maslahat values, not material advantages only. Indirectly, the learning itself enables students to develop akhlakul karimah attitude that proposes morality values. It is expected to be applied in daily life. The support of the central government is realized in the form of creating Islamic social science education values-based curriculum; meanwhile, the support of the local government is expressed by (local) religious education system identification. One of them is pesantren salafi as a grass-root that can be developed to be a national educational system.
R. Beny Wijarnako K., 2015
PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN NILAI BERBASIS KEAGAMAAN D ALAM PEND IDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN ... ii
PERNYATAAN KEASLIAN DISERTASI ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... viii
DAFTAR ISI ... ix
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah Penelitian ... 1
B. Fokus dan Rumusan Masalah ... 14
C. Tujuan Penelitian ... 14
D. Manfaat Penelitian ……… 15
1. Manfaat Teoritis ... 15
2. Manfaat Praktis ... 16
3. Sistematika Penelitian ... 16
BAB II PEMBELAJARAN PENDIDIKAN IPS BERBASIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN ……….….. 18
A. Pendidikan dan Pembelajaran ... 18
B. Konsep Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) ... 24
1. Pendekatan Pendidikan IPS... 27
2. Tujuan Pendidikan IPS ... 28
3. Prinsip-prinsip Pendidikan IPS ... 34
4. Karakteristik Pendidikan IPS ... 36
5. Nilai-nilai dalam Pendidikan IPS ... 38
6. Permasalahan Pendidikan IPS ... 40
7. Pengembanagan Pendidikan IPS ... 42
C. Teori-teori dalam Pengembangan Pembelajaran Pendidikan IPS ... 44
R. Beny Wijarnako K., 2015
PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN NILAI BERBASIS KEAGAMAAN D ALAM PEND IDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
1) Edward Lee Thorndike Teori Koneksionisme (Connectionism
theory) ……….………. 47
2) Ivan Petrovich Pavlov Teori pembiasaan klasik (Classic Conditioning Theory) ... 49
3) Burrhus Frederick Skinner Teori pembiasaan perilaku respons (Operant conditioning theory) ... 51
2. Teori Perkembangan Moral dari Lawrence Kohlberg ………. 53
3. Teori Pembelajaran Kognitif (Cognitive Learning Theory) ……… 58
1) Jean Piaget Teori Perkembangan Kognitif (Cognitive Development Theory) ………... 58
2) Jerome Bruner Teori Belajar Penemuan (Free discovery learning) ... 60
3) Kurt Lewin Teori Belajar Medan Kognitif (Cognitive-Field Learning Theory)... 61
4) Albert Bandura: Teori Kognitif Sosial (Social Cognitive Theory) ... 63
4. Teori Pembelajaran dari Al Ghazali ……….… 66
D. Nilai-nilai Islam Pendidikan Islam sebgai Sumber Pengembangan Pembelajaran Pendidikan IPS ….……….. 67
1. Al-Qur’an sebagai Sumber Pengembangan pembelajaran Pendidikan IPS ………... 70
2. Hadits sebagai Sumber Pengembangan Pembelajaran Pendidikan IPS 75
3. Pemikiran Pembelajaran dari Al-Ghazali sebagai Sumber Pengembangan Pembelajaran Pendidikan IPS ………. 79
1) Kewajiban Seorang Pelajar ……….... 80
2) Kewajiban Guru …………...……….. 81
E. Pembelajaran di Pesantren Salafi ... 82
1. Definisi Pesantren Salafi ... 82
2. Tujuan Pembelajaran di Pesantren Salafi ………. 84
3. Karakteristik dan Metode Pembelajaran di Pesantren Salafi ….…….. 88
R. Beny Wijarnako K., 2015
PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN NILAI BERBASIS KEAGAMAAN D ALAM PEND IDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
1) Kedudukan Kyai di Pesantren Salafi ...……….……. 95
(7) Akhlakulkarima menjadi Hasil Pembelajaran di Pesantren Salafi 132
R. Beny Wijarnako K., 2015
PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN NILAI BERBASIS KEAGAMAAN D ALAM PEND IDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
2) Nilai Keteladanan ……….…… 188
3) Nilai Akhlaqulkarimah ……..……… 197
4) Nilai Hidup Sederhana ………...………... 199
5) Nilai Semangat Pencarian Ilmu ………. 201
6) Nilai Kebaikan dalam Manaqiban . ……….. 204
2. Pengembangan (Developing) Pembelajaran Pendidikan IPS yang Berbasis Nilai-nilai pendidikan Islam dilakukan di Pesantren Salafi Manii ………. 210
1) Ilmu Tauhid ……….. 217
2) Ilmu Fiqih ……….………. 219
3) Ilmu Tasawuf ………. 220
4) Penguasaan Nahwu dan Shorof ……… 222
3. Deskripsi penilaian (assessment) Ajengan (guru) dalam Pendidikan IPS yang Berbasis Nilai-nilai Pendidikan Islam di pesantren Salafi Maniis. ... 223
4. Revitalisasi Pengembangan Pendidikan IPS berbasis Nilai-nilai Pendidikan Islam dalam Membentuk Akhlakulkarimah Santri di Pesantren Salafi Maniis ………. 231
BAB V SIMPULAN, TEORI YANG DIHASILKAN DARI PENELITIAN REKOMENDAS, DAN SARAN ... 241
A. Simpulan Umum ... 241
B. Simpulan Khusus ... 242
C. Teori yang Dihasilkan dari Penelitian ………. 243
D. Rekomendasi ... 244
E. Saran ………... 245
DAFTAR PUSTAKA ... . 250
LAMPIRAN-LAMPIRAN ………. 275
Lampiran 1 Intrumen Penelitian ………. 275
Lampiran 2 hasil wawancara dalam bahasa Sunda ………...…… 278
Lampiran 3 hasil wawancara dalam bahasa Indonesia ………. 310
Lampiran 4 Silsilah Mama Maniis ……… 373
R. Beny Wijarnako K., 2015
PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN NILAI BERBASIS KEAGAMAAN D ALAM PEND IDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
Lampiran 6 Lembar Pengesahan Tahap I ……….. 376
Lampiran 7 Surat Pernyataan dari Tim Reviewer ………. 377
Lempiran 8 Lembar Persetujuan Revisi Proposal Desertasi ……….. 378
Lampiran 9 Surat Rekomendasi ……….. 379
Lampiran 10 Surat Keputusan Direktur Pascasarjana Pengangkatan Pembimbing … 380 Lampiran 11 Surat Permohonan Izin Penelitian/Studi Lapangan ………. 382
R. Beny Wijarnako K., 2015
PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN NILAI BERBASIS KEAGAMAAN D ALAM PEND IDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Penelitian
Wujud bentuk rahman dan rahim Allah SWT kepada mahluk-Nya,
Allah SWT menurunkan Al-Qur’an sebagai, petunjuk bagi segenap umat
manusia yang mengimani-Nya. Al-Qur’an merupakan sumber intlektualitas
dan religius Islam. Kitab suci ini bukan hanya sebagai hudan (petujuk untuk
mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat) pun sebagai sumber dari segala
sumber ilmu pengetahuan.
Berkait dengan hal tersebut Bakar (1991, hlm. 74) berpendapat bahwa
Al-Qur’an sebagai sumber utama inspirasi pandangan muslim tentang
keterpaduan sains dan pengetahuan agama. Gagasan keterpaduan ini
merupakan konsekuensi dari gagasan keterpaduan semua jenis pengetahuan.
Para ilmuwan sekuler mengklaim bahwa objektivitas sebagai penentu
kebenaran mutlak dalam ilmu pengetahuan. Sikap ini untuk menghindari
pengaruh faktor-faktor di luar, seperti: ideologi, tradisi, kepentingan tertentu
maupun agama sebagai kebenaran pengetahuan. Agama tidak pernah
dipertimbangkan untuk memberikan masukkan terhadap ilmu pengetahuan.
Dalam sejarah ilmu pengetahuan ternyata kebenaran ilmiah yang dipandang
objektif dan steril dari pengaruh-pengaruh luar ternyata seringkali digugurkan
oleh kebenaran ilmiah yang juga objektif. Namun demikian pada
perkembangannya faham positivisme tetap mendominasi ilmu pengetahuan,
seperti halnya yang diungkapkan oleh Al Muchtar (2013, hlm. 8), bahwa:
R. Beny Wijarnako K., 2015
PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN NILAI BERBASIS KEAGAMAAN D ALAM PEND IDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
Sependapat dengan ungkapan tersebut Kuntowijoyo (1991, hlm. 289),
menyatakan bahwa:
Saat ini dibutuhkan ilmu sosial profetik yaitu ilmu sosial yang melakukan reorientasi terhadap epistemology, orientasi terhadap mode of thougbt dan mode of inquirity, yaitu suatu pandangan bahwa sumber ilmu bukan hanya berasal dari rasio dan empirik sebagaimana yang dianut dalam masyarakat barat, tetapi juga dari wahyu.
Keimanan adalah salah satu kekuatan dalam usaha pencarian ilmu
pengetahuan. Kekuatan ini memerlukan kekonsistenan (istiqomah) untuk
selalu di jalan Allah sehingga terbuka hijab (pembatas) dalam upaya
mendapatkan kebenaran ilmu pengetahuan yang hakiki atas kehendak Tuhan.
Dalam usaha menyingkap hijab yang membatasi diri dengan Tuhan, kaum Sufi melakukan dengan raidhah (latihan-latihan) dan mujahadah (mensucikan diri dari sifat-sifat yang tercela dan menghiasinya dengan sifat-sifat terpuji) dalam rangka mencapai “maqam” yang lebih tinggi sehingga dapat mempersatukan dirinya dengan Tuhan (Zahir. 1976, hlm. 67).
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an surat Al-Kahfi ayat 110,
artinya: “Maka barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya
hendaklah ia mengerjakan amal saleh dan janganlah mempersekutukan
apapun dengan Allah”.
Dalam kaitan dengan sumber ilmu pengetahuan sosial, kecerdasan
berdasarkan keimanan bukan hanya doktrin agama yang mengajak umat
manusia untuk cerdas dalam memilih atau memeluk salah satu agama yang
dianggap benar saja, namun kecerdasan keimanan lebih merupakan sebuah
konsep yang berhubungan dengan bagaimana seseorang cerdas dalam
mengelola dan mendayagunakan makna-makna, nilai-nilai, dan kualitas
keimanannya.
Hal tersebut di ungkapkan oleh Mujib (2002, hlm. 324-325). Bahwa
R. Beny Wijarnako K., 2015
PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN NILAI BERBASIS KEAGAMAAN D ALAM PEND IDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
meaning), senantiasa mencari makna hidup (the meaning of life) dan
mendambakan hidup bermakna (the meaningful life)
Ilmu pengetahuan yang tidak dilandasi oleh nilai-nilai keimanan akan
mengalami kontra produktif, seperti halnya yang dialami oleh ilmu-ilmu sosial
saat ini. Sebagaimana yang di ungkapkan oleh Al Muchtar (2013, hlm. 8),
bahwa:
Ilmu-ilmu sosial merupakan sumber keilmuan bagi pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dalam jalinan hubungan yang erat dalam validasi materi subyek. Sebagai ilmu pengetahuan, ilmu-ilmu sosial telah membangun teori-teori dan diakui berhasil membangun peradaban modern. Namun demikian, dalam perkembangan keilmuannya telah melahirkan kritik, yang menilai bahwa peradaban yang telah di bangun itu, namun gagal mengangakat harkat dan martabat kemanusiaan.
Begitu pula, sistem pendidikan di Indonesia, terjebak pada “eporia” sistem pendidikan Barat yang bersifat sekuler. Pendidikan nasional dalam
praktiknya yang cenderung mengabaikan nilai-nilai keimanan, karena dikuasai
oleh ideologi kapitalisme yang materialistik, roh pendidikan yang
berlandaskan nilai-nilai moral yang suci semakin menghilang.
Cara berpikir seperti ini bertentangan dengan nilai-nilai pendidikan
masyarakat Indonesia yang humanis dan religius. Praktek pendidikan yang
mengabaikan nilai-nilai religius, disinyalir akan menjauhkan dunia pendidikan
dari tujuan pembentukan manusia Indonesia seutuhnya, dan semakin
menggelincirkan generasi masa depan bangsa Indonesia ke arah
individualisme, materialisme, hedonisme, konsumerisme, dan sejenisnya.
Seperti halnya yang terjadi pada pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
(IPS) saat ini banyak mengalami kekeringan nilai-nilai religius, bersifat
sekuler dan cendrung mengalami kemandegan dalam memecahkan berbagai
masalah yang dihadapinya, sehingga membutuhkan pendidikan IPS yang tidak
hanya berhenti pada menjelaskan fenomena sosial tetapi dapat
R. Beny Wijarnako K., 2015
PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN NILAI BERBASIS KEAGAMAAN D ALAM PEND IDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
Ruang lingkup pendidikan IPS yang luas menjadi landasan kuat bagi
penanaman dan pengembangan nilai ketuhanan yang telah ada dalam
masyarakat, hal tersebut dapat menjadi kunci kebahagiaan lahir maupun batin,
dengan demikian nilai ketuhanan ini menjadi landasan moralitas Sumber Daya
Manusia (SDM). Berdasarkan rasional dan beberapa temuan penelitian di
atas, tampak bahwa pada dasarnya dalam pembelajaran pendidikan IPS
terbuka peluang untuk mengintegrasikan pendidikan nilai-nilai keimanan
dalam proses pembelajarannya. Mengingat secara sosiologis, historis dan
yuridis pendidikan nilai-nilai keimanan dibutuhkan dalam masyarakat
Indonesia. Hal ini diperkuat dengan adanya Undang-Undang No. 20 Tahun
2003 yang menggariskan pendidikan untuk diselenggarakan secara
berkeadilan dan demokratis sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat
Indonesia.
Batasan dan tujuan pembelajaran pendidikan IPS untuk tingkat
sekolah merupakan penyederhanaan disiplin ilmu-ilmu sosial, psikologi,
filsafat, ideologi negara dan agama yang diorganisasikan dan disajikan secara
ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan. Berdasarkan batasan dan
tujuan tersebut, Somantri (2001, hlm. 44) mengatakan bahwa:
Pendidikan IPS untuk tingkat sekolah bisa diartikan sebagai: 1) pendidikan IPS yang menekankan pada tumbuhnya nilai-nilai kewarganegaraan, moral, ideologi negara dan agama; 2) pendidikan IPS yang menekankan pada isi dan metode berpikir ilmu sosial; dan 3) pendidikan IPS yang menekankan pada refiective inquiry.
Pada dasarnya pendidikan IPS merupakan mata pelajaran yang
bersumber dari kehidupan nyata sehari-hari, pengajaran yang interelasi dari
aspek-aspek kehidupan manusia untuk masa depan yang lebih baik.
Berhubungan dengan hal tersebut Al Muhctar (2013, hlm. 58) berpendapat
bahwa:
R. Beny Wijarnako K., 2015
PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN NILAI BERBASIS KEAGAMAAN D ALAM PEND IDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
manusia Indonesia yang mampu berkiprah dalam kehidupan masyarakat modern. Namun dewasa ini dihadapkan pada masalah peningkatan kualitas yang amat serius, bahkan di duga dapat mengancam eksistensinya dalam kurikulum persekolahan.
Dalam kenyataan materi pembelajaran pendidikan IPS tidak
melibatkan peran nilai-nilai keimanan sebagai landasan utama dalam
pembelajaran. Seperti halnya yang diungkapkan oleh para ahli pendidikan
ilmu-ilmu sosial yang tergabung dalam The National Council for the Social
Studies (NCSS) pada tahun 1992 telah memasukkan komponen religion
dalam mendefinisikan Social Studies (Bulletin, Vol. 89, Curriculum Standar
for Social Studies, NCSS). Namun demikian Somantri (2001, hlm. 55)
mengatakan “dalam kontek ini unsur religi dalam studi sosial di Amerika
tidak berkedudukan sebagai director of power.’... tetapi menempatkan agama
hanya sebagai private culture, seperti halnya untuk ekonomi, politik, sains,
seni, dan yang lainnya”. Menurutnya dengan mengacu pada NCSS tersebut,
menggambarkan keberadaan agama tidak menjadi ruh bagi pendidikan IPS di
Indonesia, padahal sendi-sendi kehidupan masyarakat Indonesia tidak dapat
dilepaskan dari nilai-nilai agama.
Nilai-nilai tersebut harus menjadi prosedural dan menjadi nilai kunci
yang perlu dilatih atau dibelajarkan pada siswa, antara lain nilai melakukan
sesuatu tanpa pamrih hanya mengharap ridha Allah SWT semata, nilai
toleransi, menjungjung tinggi moralitas, kejujuran, menghormati kebenaran,
dan menghargai pendapat orang lain. Nilai-nilai kunci ini merupakan nilai
yang menyokong masyarakat demokratis.
Padahal dalam pandanagan Islam Al-Qur’an merupakan solusi bagi
pemecahan segala permasalahan, termasuk permasalahan sosial. Allah SWT
berfirman dalam Al Quran surat An Naml ayat 77, artinya: “Dan
sesungguhnya Al Qur'an itu benar-benar menjadi petunjuk dan rahmat bagi
R. Beny Wijarnako K., 2015
PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN NILAI BERBASIS KEAGAMAAN D ALAM PEND IDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
Atas desar itu, maka satu diatara alternatif dalam meningkatkan mutu
tersebut, yakni dipandang perlu agar pendidikan IPS diarahkan untuk
mengembangkan kemampuan berpikir dan nilai. Upaya pengembangan
kemampuan berpikir dan nilai diperlukan paradigma dan nilai pendidikan
yang berdasar pada kefitrahan manusia. Khan (1987, hlm. 17), berpendapat
bahwa:
Ketika manusia telah ke luar dari batas kemanusiannya, maka sesungguhnya akal dan nurani manusia itu sudah tidak berguna lagi. Di sini yang berperan hanyalah emosi, yaitu sekumpulan keinginan untuk menghancurkan dan menghabiskan setiap orang yang berani menentang dan tidak tunduk pada keinginannya.
Upaya menjadikan proses pembelajaran pendidikan IPS berjalan sesuai
dengan hakekat dan fitrahnya, mesti dilakukan telaah terhadap ilmu-ilmu
sosial dan humaniora itu sendiri, sehingga diperlukan pendekatan pendidikan
IPS yang mengarah pada integritas kemanusiaan yang empirik dan realistik.
Pengembangan pembelajaran dalam pendidikan IPS semaksimal mungkin
diusahakan untuk tetap berpegang teguh pada prinsip demensi-dimensi
manusia yang bersifat holistik dan selalu berangkat dari realitas sosial dan
teori-teori sosial yang sangat kompleks dan bersumber dari masyarakat, di
mana praktek pendidikan itu akan dilangsungkan.
Berdasarkan berbagai rumusan tersebut, dalam pembelajaran
pendidikan IPS diperlukan suatu pengembangan yang memiliki dasarkan
keagamaan yang masih eksis dalam sistem pendidikan di Indonesia.
Sistem pendidikan yang berusaha penegakan nilai-nilai keagamaan,
berupa moralitas dan etika sosial terdapat dalam pembelajaran di pesantren.
Pesantren merupakan salah satu cikal bakal dan pilar pendidikan di Indonesia.
Pesantren merupakan suatu lembaga pendidikan yang telah terbukti berperan
penting dalam melakukan transmisi ilmu-ilmu keagamaan di masyarakat. Hal
tersebut di pertegas oleh pernyataan Mastuhu (1994, hlm. 55) yang
R. Beny Wijarnako K., 2015
PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN NILAI BERBASIS KEAGAMAAN D ALAM PEND IDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
“Pesantren adalah lembaga pendidikan tradisional Islam untuk mempelajari, memahami, mendalami, menghayati, dan mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan pentingnya modal keagamaan sebagai pedoman perilaku sehari-hari”.
Senada dengan pernyataan tersebut Wirasardjono (1987, hlm. 63),
menyatakan bahwa:
Pesantren menjadi lembaga yang menjalani realitas kehidupan. Nilai dan norma pesantren sebagai benteng untuk menghadapi munculnya nilai-nilai asing. Pilihan terbuka untuk pesantren yaitu: mempertahankan benteng tradisional dan mengisolasi diri dari pengaruh luar sehingga tetap pada ciri tradisionalnya atau aktif menanggapi interaksi nilai-nilai baru dan memberikan kesempatan kepada masyarakat muslim untuk membangun Islam.
Pesantren merupakan lembaga pendidikan dan sosial yang telah
memberikan warna tertentu dan motif dengan citra masyarakat Indonesia di
daerah pedesaan pada khususnya. Pesantren telah tumbuh dan berkembang
bersama masyarakat selama berabad-abad. Lembaga pendidikan ini tidak
hanya diterima secara budaya, tetapi juga telah berpartisipasi dalam
pembentukan nilai-nilai kehidupan di masyarakat. Pesantren dikelilingi oleh
budaya yang religius, kyai, santri, dan bangunan fisik merupakan bagian dari
karakter pesantren. Budaya ini menentukan perilaku individu, pola hubungan
antar anggota masyarakat serta perannya sebagai sarana transformasi budaya
secara keseluruhan dalam kehidupan masyarakat.
Fungsi pesantren sebagai pemelihara ajaran dan nilai-nilai Islam
melalui pendidikan. Diungkapkan oleh Hasan (1987, hlm. 84), menurutnya
bahwa:
R. Beny Wijarnako K., 2015
PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN NILAI BERBASIS KEAGAMAAN D ALAM PEND IDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
Pesantren juga telah dipandang sebagai alat budaya transformasi,
karena membawa kepada santri dan masyarakat dalam lingkup yang
mempengaruhi sumber nilai-nilai etika dan norma-norma yang merupakan
acuan ideal berperilaku menurut ajaran Islam. Perilaku ideal dalam Islam,
tidak hanya terdiri dari ritual wajib tetapi juga tindakan yang merupakan
perilaku sosial, secara singkat mengacu pada perilaku yang signifikan terhadap
hubungan yang saleh antara manusia dan Tuhannya, antara manusia dan
manusia lainnya dan antar manusia dengan lingkungannya.
Pesantren sebagai suatu lembaga pendidikan Islam, Arifin (2003,
hlm. 229) mengatakan bahwa:
Pesantren dari sudut historis-kulturalnya dapat dikatakan sebagai traning center yang otomatis menjadi cultural center Islam yang dilembagakan oleh masyarakat, dan keberadaannya perlu mendapatkan perhatian dari pemerintah.
Keberadaan pesantren tidak hanya cukup dipahami sebagai suatu
kompleks asrama dimana para santri bertempat tinggal untuk belajar agama
yang diberikan oleh kyai, melainkan harus juga dipahami sebagai suatu
lembaga pendidikan agama Islam yang mempunyai sistem pendidikan yang
karakteristik berbeda dengan sistem pendidikan klasikal dalam administratif
serta perkembangan pedagogisnya.
Tradisi pesantren itu merupakan hasil dialog panjang antara doktrin
Islam dan tradisi setempat. Hasil sistesis yang langsung dalam proses
pergumulan yang panjang itu telah melahirkan model berpikir ubudiyah dan
amaliyah yang khas pesantren. Wahid (2007, hlm. 43), mengatakan bahwa “dialog tersebut mengiyaratkan adanya sifat keterbukaan, bukan a priori, yang dalam kenyataannya pesantren selalu membuka dialog dengan budaya mana
saja”.
Berhubung dengan tradisi pesantren tersebut, Bruinessen (1995, hlm.
R. Beny Wijarnako K., 2015
PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN NILAI BERBASIS KEAGAMAAN D ALAM PEND IDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
Salah satu tradisi agung (great tradition) di Indonesia adalah tradisi pengajaran agama Islam yang muncul di pesantren Jawa dan lembaga-lembaga serupa di luar Jawa serta Semenanjung Malaya. Alasan-alasan pokok munculnya pesantren ini menurutnya adalah untuk mentransmisikan Islam tradisional sebagaimana yang terdapat dalam kitab-kitab klasik yang ditulis berabad-abad yang lalu.
Seluruh aktivitas yang berlangsung di pesantren merupakan aktivitas
pembelajaran yaitu, belajar kitab dengan kyai, menjalankan ibadah wajib dan
sunah serta melakukan amalan untuk mendekatkan diri pada Allah SWT,
menyiapkan keperluan sehari-hari, menerima tamu atau bercengkrama
sesama santri. Pola kepesantrenan ini, hampir mirip antara satu pesantren
dengan pesantren lain. Kompleks pesantren meskipun sering terpisah dari
kehidupan masyarakat di sekitar, namun umumnya berada di lingkungan
komunitas yang sarat dengan nilai-nilai keagamaan.
Senada dengan pernyataan tersebut, Dhofier (2011, hlm. 79)
mengatakan, bahwa:
Pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam tradisional yang sangat populer, khususnya di Jawa, dapat dilihat dari dua sisi pengertian yaitu: (1) pengertian dari segi fisik pesantren atau bangunan dan (2) pengertian dari segi kultural fisik, pesantren merupakan sebuah kompleks pendidikan yang terdiri atas susunan bangunan yang dilengkapi dengan sarana prasarana pendukung penyelenggaraan pendidikan. Kompleks pesantren ditandai oleh beberapa bangunan fisik yang digunakan oleh para santri untuk tempat pemondokan, bangunan dapur di mana para santri memasak dan menyiapkan makanan mereka sendiri; bangunan tempat belajar para santri dengan kyai atau guru, masjid atau mushola tempat menjalankan ibadah bersama, serta rumah tempat tinggal bagi kyai.
Secara kultural, pesantren mencakup pengertian yang lebih luas mulai
dari sistem nilai khas yang secara intrinsic melekat dalam pola kehidupan
komunitas santri, seperti kepatuhan pada kyai sebagai tokoh sentral, sikap
ikhlas dan tawadhu, serta tradisi keagamaan yang diwariskan secara turun
temurun. Kyai memiliki otoritas yang sangat besar dalam kehidupan
R. Beny Wijarnako K., 2015
PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN NILAI BERBASIS KEAGAMAAN D ALAM PEND IDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
berkaitan dengan kewibawaan moralnya yang tampak dalam kesederhanaan
hidupnya serta istiqomah dalam beribadah.
Kyai juga merupakan personifikasi utuh dari sistem nilai di lingkungan
pesantren, ia menempati posisi puncak dalam struktur sosial dalam pesantren.
Hal tersebut karena kelebihannya dalam penguasaan ilmu agama,
kesalehannya dalam menjalankan ibadah, pengayoman yang diberikan pada
para pengikutya, serta kelebihan lain yang dipandang tidak dimiliki oleh
orang awam (orang umum). Seperti yang diungkapkan oleh Djamas
(2009, hlm. 24) bahwa:
Kebanyakan kyai diyakini oleh para pengikutnya memiliki ilmu yang disebut ilmu laduni (intuisi), yakni kemampuan melihat sesuatu yang tidak dapat dilihat oleh indera secara kasat mata. Dengan kapasitas pribadi seperti itu, para kyai memiliki multi peran mulai dari guru, penasehat, hingga menjadi konsultan tempat bertanya dan mencari solusi atas berbagai masalah yang dihadapi para pengikutnya.
Kekuatan kyai sebagai ulama di pesantren secara umum berakar pada
kredibilitas moral, keilmuan, dan kemampuan mempertahankan pranata sosial
yang diinginkan, semua fungsionaris Islam. Kedudukan kyai sebagai ulama
diberikan oleh masyarakat muslim karena kealiman dan pelayanan yang
mereka berikan kepada masyarakat. Horikoshi (1987, hlm. 26) mengatakan
bahwa:
Ulama tidak sekedar berperan sebagai filter dalam perubahan nilai ulama juga mempunyai peranan aktif selain meredam akibat perubahan yang di bawa arus informasi juga mempelopori terjadinya perubahan masyarakat menurut caranya sendiri”.
Kyai sebagai ulama mempunyai peranan aktif dalam menentukan
perubahan yang terjadi di pesantren, meskipun mengalami dinamika yang
cukup panjang dari yang tradisional maupun yang modern, serta telah terjadi
perubahan-perubahan dalam sistem pembelajaran di pesantren yang ditentukan
oleh ulama, namun secara umum pembelajaran di pesantren hampir memiliki
R. Beny Wijarnako K., 2015
PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN NILAI BERBASIS KEAGAMAAN D ALAM PEND IDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
Pembelajaran dalam pesantren salafi (tradisional) sudah demikian
menjadi tradisi. Hal ini disebabkan pesantren salafi memang unggul dalam
melahirkan santri yang memiliki kesalehan, kemandirian, berakhlakulkarimah
dan kecakapan dalam penguasaan ilmu-ilmu keIslaman. Begitu juga,
sumbangsih keberadaan pesantren salafi bila dikaitkan dengan tujuan
pendidikan nasional. Sebagaimana yang dicantumkan dalam Undang-Undang
RI nomor 20 tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 3
memuat fungsi dan tujuan pendidikan nasional. Menyatakan bahwa,
pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa. Hal tersebut bertujuan untuk pengembangan potensi
peserta didik. Agar peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis, serta bertanggung jawab
(Departemen Pendidikan Nasional 2003. Undang-undang RI No. 20 Tahun
2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta: Depdiknas).
Pesantren salafi mempunyai sistem pendidikan yang tidak kalah
hebatnya dari sistem pendidikan umum yang telah distandarkan saat ini, baik
dalam sistem pembelajaran, serta output yang diharapkan sebagai hasil dari
proses pendidikan. Sistem pembelajaran pesantren salafi yang lebih
menekankan pada aspek peningkatan keimanan sehingga menghasilkan
peserta didik yang berkualitas, mempunya dedikasi dan moralitas yang tinggi
dan mereka mampu mangatasi berbagai permasalahan sosial.
Penyebaran yang luas dengan keragaman karakteristik yang dimiliki
pesantren saat ini, di semua wilayah Indonesia menjadi potensi luar biasa
dalam percepatan pembangunan di daerah-daerah. Jika upaya maksimal ini
dilakukan oleh pemerintah, maka ke depan akan menjadi “lahan subur”
penyemaian bibit-bibit unggul manusia Indonesia. Pelibatan institusi pesantren
R. Beny Wijarnako K., 2015
PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN NILAI BERBASIS KEAGAMAAN D ALAM PEND IDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
signifikan, tetapi sekaligus strategis bukan hanya karena pesantren salafi
merupakan lembaga pendidikan yang memiliki akar kuat di masyarakat.
Pesantren salafi sebagai institusi yang menempati posisi penting di
masyarakat, diharapkan mampu memberikan stimulasi dan pengaruh kepada
masyarakat dalam mengatasi permasalahan sosial. Nilai-nilai keagamaan yang
dimiliki oleh pesantren salafi sebagai landasan pendidikan di Indonesia dapat
menjadi sumbangan bagi pengembangan kurikulim pendidikan di sekolah.
Kurikulum sekolah merupakan seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran, serta cara yang digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu (pasal 1 butir 19 UU Nomor 20 Tahun 2003).
Kurikulum yang disusun sebagai wujud tujuan pendidikan nasional
dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dengan
memperhatikan: 1) peningkatan iman dan takwa; 2) peningkatan akhlak mulia;
3) peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik; 4) keragaman
potensi daerah dan lingkungan; 5) tuntutan pembangunan daerah dan nasional;
6) tuntutan dunia kerja; 7) perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan
seni; 8) agama; 9) dinamika perkembangan global; dan 10) persatuan nasional
dan nilai-nilai kebangsaan (Pasal 36 UU Nomor 20 Tahun 2003).
Nilai-nilai pendidikan yang dimiliki pesantren dapat memberikan
gagasan-gagasan mendasar tentang nilai-nilai, norma, etika, dan moral yang
menjadi jiwa (roll) yang melandasi sistem pendidikan di Indonesia. Landasan
religius dalam sistem pendidikan di pesantren ini, akan menolak segala
sesuatu yang bersifat relalif (paham relatavis), dan paham yang
mengagungkan rasional semata yang tidak menempatkan agama sebagai
landasan berpikir. Landasan religius, tersebut dapat menjadi potensi bagi
pengembangan pembelajaran pendidikan IPS berbasis nilai-nilai pendidikan
pesantren.
R. Beny Wijarnako K., 2015
PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN NILAI BERBASIS KEAGAMAAN D ALAM PEND IDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
keberadaan pesantren salafi dapat bersinergi dengan tujuan pendidikan IPS
dalam meningkatkan mutu kehidupan dalam upaya membina mental yang
sadar akan tanggung jawab terhadap hak dirinya sendiri dan kewajiban kepada
masyarakat bangsa dan negara seperti yang menjadi tujuan pendidikan IPS
menurut National Council for Social Studies (NCSS) (tahun 1993. Vol. 5),
dalam hal ini tujuan pendidikan IPS untuk membantu kaum muda
mengembangkan kemampuan untuk membuat keputusan informasi dan
beralasan untuk kepentingan publik sebagai warga masyarakat yang beragam
secara budaya demokratis di dunia yang saling tergantung”.
Posisi strategis yang dimiliki oleh pesantren salafi di tengah-tengah
masyarakat, harus didukung dengan kebijakan dalam mengimplementasikan
nilai-nilai agama, bukan hanya berorientasi pada yang berkaitan dengan hablul
minalloh (berhubungan dengan Allah) namun juga berkait dengan hablul
minanas (berhubungan dengan masyarakat) sebagai alat untuk mendukung
pemberdayaan pembangunan serta upaya mengatasi berbagai permasalahan
sosial.
Hal tersebut sejalan dengan National Council for Social Studies
(NCSS) tahun (2000, hlm. 11-13), menetapkan lima pilar pembelajaran
pendidikan IPS, yaitu: 1) meaningful; 2) integratif; 3) value-based; 4)
challenging; dan 5) learning is active.
Maka diperlukan pengkajian secara menyeluruh tentang sejauhmana
potensi-potensi yang dimiliki pesantren salafi dan upaya dalam pemberdayaan
pesantren salafi khususnya dalam meningkatkan kualitas pendidikan IPS yang
berbasis religius. Penelitian ini diharapkan dapat mengungkap potensi yang
dimiliki oleh pesantren salafi khususnya dalam pembelajaran pendidikan IPS.
Kaitan antara pembelajaran pendidikan IPS dengan pesantren salafi,
peneliti memandang bahwa nilai-nilai pendidikan Islam yang dimiliki pesntren
Salafi Maniis dapat berguna bagi pengembangan pembelajaran pendidikan
R. Beny Wijarnako K., 2015
PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN NILAI BERBASIS KEAGAMAAN D ALAM PEND IDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
meningkatkan kepekaan hati dan menjauhkan diri dari apa saja yang mungkin
dapat mengotori jiwa dengan selalu menyadari, bahwa: dunia ini adalah
persinggahan sementara, tujuan akhir perjalanan adalah akhirat.
Hal tersebut tersirat dalam prinsip-prinsip pembelajaran di pesantren
Salafi Maniis berupa orientasi hidupnya hanya mencari keridhan Allah semata,
dengan tafaqquh fi dien al-Islam, dan berakhlakulkarimah (toleransi,
menjungjung tinggi moralitas, kejujuran, menghormati kebenaran, dan
menghargai pendapat orang lain) sehingga mencapai ma’rifatullah.
Sumber pembelajaran di pesantren Salafi Maniis adalah Al-Qur’an
sebagai sumber dari segala sumber keilmuan, hadits-hadits sahih, serta Kitab
Kuning yang berisi materi tahuid, fiqih dan taswuf.
Memperhatikan prinsip-prinsip pembelajaran di pesantren tersebut,
selaras dengan prinsip-prinsip pembelajaran pendidikan IPS. Bentuk
pembelajaran pendidikan IPS di pesantren Salafi Maniis, sehingga hasil
penelitian ini dapat dijadikan sebagai sebuah sember pembelajaran
pendidikan IPS untuk tingkat sekolah.
B.Fokus dan Rumusan Masalah
Dalam upaya mengembangkan pendidikan IPS berbasis nilai-nilai
agama maka fokus masalah dalam penelitian ini meliputi pertanyaan
penelitian sebagai berikut: Bagaimana pembelajaran di pesantren Salafi
Maniis dapat bermakna bagi pengembangan pembelajaran pendidikan IPS?
Berdasarkan fokus penelitian, maka masalah penelitian ini dirumuskan
sebagai berikut:
1. Bagaimana desain pembelajaran pendidikan IPS yang berbasis nilai-nilai
R. Beny Wijarnako K., 2015
PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN NILAI BERBASIS KEAGAMAAN D ALAM PEND IDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
2. Bagaimana pengembangan (developing) pembelajaran pendidikan IPS
yang berbasis nilai-nilai pendidikan Islam dilakukan di pesantren Salafi
Maniis?
3. Bagaimana guru (kyai/ajengan) dalam melakukan penilaian (assessment)
dalam pembelajaran pendidikan IPS yang berbasis nilai-nilai pendidikan
Islam di pesantren Salafi Maniis?
4. Apa revitalisasi pembelajaran pendidikan IPS berbasis nilai-nilai
pendidikan Islam dalam membentuk akhlakulkarimah para santri di
pesantren Salafi Maniis ?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini
adalah untuk mendeskripsikan, menganalisis, dan menemukan pembelajaaran
di pesantren Salafi Maniis dapat bermakna bagi peserta didik dalam kehidupan
sosial di Indonesia sebagai berikut :
1. Untuk mendeskrifsikan desain pembelajaran pendidikan IPS yang
berbasis nilai-nilai pendidikan Islam di pesantren Salafi Maniis.
2. Untuk mengungkap pengembangan (developing) pembelajatran
pendidikan IPS yang berbasis nilai-nilai pendidikan Islam dilakukan di
pesantren Salafi Mnaiis.
3. Untuk mendeskrifsikan guru (kyai/ajeungan) dalam melakukan penilaian
(assessment) dalam pembelajaran pendidikan IPS yang berbasis
nilai-nilai pendidikan Islam di pesantren Salafi Maniis.
4. Untuk revitalisasi pembelajaran pendidikan IPS berbasis nilai-nilai
pendidikan Islam dalam membentuk akhlakulkarimah para santri di
pesantren Salafi Maniis
D. Manfaat Penelitian
R. Beny Wijarnako K., 2015
PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN NILAI BERBASIS KEAGAMAAN D ALAM PEND IDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
praktis. Secara teoretis, penlitian ini akan menghasilkan prinsip-prinsip atau
dalil-dalil tentang pendidikan IPS. Strategi pengembangan pembelajaran
yang perlu dikembangkan dalam upaya mencapai tujuan pendidikan IPS saat
ini adalah strategi pembelajaran yang mampu mengimplentasian konsep
berperilaku lokal, mempunyai komitmen nasional dan berfikir secara global.
Upaya pengembangan kualitas sumber daya manusia melalui pengembangan
pembelajaran pendidikan IPS berbasis nilai-nilai pendidikan Islam di
pesantern yang sudah sejak lama tertanam dalam dasar pendidikan di
Indonesia.
1. Manfaat Teoritis.
Secara teoritis pengembangan pembelajaran pendidikan IPS berbasis
nilai-nilai pendidikan Islam di pesantren Salafi sebagai pengembangan teori dan konsep “baru” bagi pembelajaran pendidikan IPS. Metode pembelajaran yang dilakukan oleh Kyai (Mama Maniis) dan para ajengan di pesantren
Salafi Maniis sebagai proses tranformasi nilai-nilai pembelajaran Islam dapat
menjadi sumbangan bagi pengembangan pembelajaran pendidikan IPS.
2. Manfaat Praktis.
Secara praktis pengembangan pembelajaran pendidikan IPS berbasis
nilai-nilai pendidikan Islam di pesantren Salafi Maniis diharapkan dapat
menjadi solusi atau alternatif untuk memecahkan masalah-masalah dalam
pembelajaran pendidikan IPS diantaranya:
1) Rendahnya mutu pendidikan IPS baik proses maupun hasil.
2) Pendidikan IPS bersifat sekuler dan kering nilai- nilai agama.
3) Kurang berakar kuat dalam tradisi dan kebudayaan masyarakat di
Indonesia.
R. Beny Wijarnako K., 2015
PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN NILAI BERBASIS KEAGAMAAN D ALAM PEND IDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
3. Sistematika Penelitian
Bab I, membahas pendahuluan. Dalam bab ini terbagi lagi dalam
berbagai sub bab, yakni: A. Latar belakang masalah; B. Fokus dan rumusan
masalah; C. Tujuan penelitian; D. Manfaat penelitian; dan E. Sistematika
penelitian.
Bab II, membahas kajian pustaka dan kerangka penelitian. Dalam bab
ini terbagi-bagi lagi dalam beberaapa sub bab, yakni: A. Meliputi konsep
karakteristik, prinsip-prnsip, materi pendidikan IPS dan cakupannya dan B.
Pendidikan IPS yang berbasis nilai-nilai pendidikan Islam di pesantren salafi
dihubungkan dengan Al-Qur’an dan Hadits.
Bab III, membahas metode terdiri dari beberapa sub bab yang meliputi:
A. Metode Penelitian; B. Subyek dan lokasi penelitian; C. Data Penelitian
terdiri dari teknik pengumpulan data dan teknik analisa data; D. Waktu dan
tahapan penelitian dan E. Penjelasan Istilah.
Bab IV, membahas hasil penelitian dan pembahasan yang terbagi
dalam: A. Deskripsi pesantren Salafi Maniis; B. Hasil penelitian. Bagaimana
desain pembelajaran pendidikan IPS yang berbasis nilai-nilai pendidikan
Islam di pesantren Salafi Maniis; C. Pengembangan (developing)
pembelajaran pendidikan IPS yang berbasis nilai-nilai pendidikan Islam
dilakukan di pesantren Salafi Mnaiis; D. Guru (ajengan) dalam melakukan
penilaian (assessment) dan masalah dalam pembelajaran pendidikan IPS yang
berbasis nilai-nilai pendidikan Islam di pesantren Salafi Maniis; dan E.
revitalisasi pembelajaran pendidikan IPS berbasis nilai-nilai pendidikan
Islam dalam membentuk akhlakulkarimah para santri di pesantren Salafi
Maniis. Bab V. Terdiri dari A. Simpulan, B. Rekomendasi dan C. Sasaran.
R. Beny Wijarnako K., 2015
PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN NILAI BERBASIS KEAGAMAAN D ALAM PEND IDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif mengggunakan
metode studi kasus (case study). Dalam tradisi, penelitian kualitatif dikenal
terminologi studi kasus sebagai sebuah jenis penelitian. Studi kasus diartikan
sebagai metode dalam penelitian kualitatif untuk mengungkap kasus tertentu.
Ada juga pengertian lain mengenai studi kasus yakni merupakan hasil dari
suatu penelitian sebuah kasus tertentu, sedangkan Stake (2005, hlm. 29),
menyatakan bahwa:Penelitian studi kasus bukan sebuah penelitian metodogis,
akan tetapi sebuah pilihan untuk mencari kasus yang perlu diteliti.
Keberadaan suatu kasus merupakan penyebab diperlukannya penelitian
studi kasus, hal tersebut seperti yang diungkapkan oleh Creswell (1988, hlm.
61) sebagai berikut : A case study is an exploration of a ‘bounded system’ or a
case (or multiple cases) over time through detailed, in-depth data collection
involving multiple sources of information rich in context.
Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa penelitian studi kasus pada
dasarnya, memusatkan perhatian pada satu objek tertentu yang diangkat
sebagai sebuah kasus untuk dikaji secara mendalam sehingga mampu
membongkar realitas di balik fenomena. Seperti halnya dalam sistem
pembelajaran nilai pendidikan Islam di pesantren Salafi Maniis terbentuk dari
banyak kegiatan, komponen atau unit yang saling berkaitan dan membentuk
fungsi tertentu. Sehingga metode studi kasus dalam penelitian ini sangat tepat
untuk dapat mengungkap nilai pendidikan Islam di pesantren Salafi Maniis
untuk pengembangan pendidikan IPS.
Studi kasus merupakan penelitian yang mendalam tentang individu,
R. Beny Wijarnako K., 2015
PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN NILAI BERBASIS KEAGAMAAN D ALAM PEND IDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
yang utuh dan mendalam dari sebuah entitas. Studi kasus menghasilkan data
untuk selanjutnya dianalisis untuk menghasilkan teori. Sebagaimana prosedur
perolehan data penelitian kualitatif, data studi kasus diperoleh dari wawancara,
observasi, dan arsip.
Sesuai dengan pernyataan tersebut, Bogdan dan Bikien (1982)
menyatakan bahwa:
Studi kasus merupakan pengujian secara rinci terhadap satu latar atau satu orang subjek atau satu tempat penyimpanan dokumen atau satu peristiwa tertentu. Berdasarkan batasan tersebut dapat dipahami bahwa batasan studi kasus meliputi: Pertama, sasaran penelitiannya dapat berupa manusia, peristiwa, latar, dan dokumen; dan kedua, sasaran-sasaran tersebut ditelaah secara mendalam sebagai suatu totalitas sesuai dengan latar atau konteksnya masing-masing dengan maksud untuk mernahami berbagai kaitan yang ada di antara variabel-variabelnya.
Secara umum, pengertian-pengertian tersebut mengarah pada
pernyataan bahwa, sesuai dengan namanya, penelitian studi kasus adalah
penelitian yang menempatkan sesuatu atau obyek yang diteliti sebagai „kasus‟.
Senada dengan pernyataan tersebut Dooley (2005, hlm. 335) menjelaskan
bahwa: Case study research is one method that excels at bringing us to an
understanding of a complex issue and can add strength to what is already
known through previous research.
Beberapa batasan tentang obyek yang dapat disebut sebagai „studi
kasus‟ adalah: Pertama, dikemukakan oleh Cladinin (2000, hlm. 60) mengatakan bahwa:
R. Beny Wijarnako K., 2015
PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN NILAI BERBASIS KEAGAMAAN D ALAM PEND IDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
Pendapat kedua, diungkapkan oleh Yin (2002, hlm. 79) menyatakan
bahwa:
The case study research method as an empirical inquiry that investigates a contemporary phenomenon within its real-life context; when the boundaries between phenomenon and context are not clearly evident; and in which multiple sources of evidence are used .
Pendapat kedua ini, secara khusus memandang dan menempatkan
penelitian studi kasus sebagai sebuah metoda penelitian, menurut Yin,
ciri-ciri dari obyek, bahwa sebuah penelenlitian sebagai studi kasus tersebut, yang
menggambarkan ciri-ciri suatu kasus. Salah satu kehususan penelitian studi
kasus sebagai metode penelitian adalah pada tujuannya. Tujuan penelitian
dalam penelitian ini, yaitu bertujuan menjawab „bagaimana‟ dan „apa‟
pembelajaran di pesantren Salafi Maniis dapat bermakna bagi pengembangan
pembelajaran pendidikan IPS.
Menurut dua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa, penelitian
studi kasus adalah sebuah metoda penelitian yang secara khusus menyelidiki
fenomena kontemporer yang terdapat dalam konteks kehidupan nyata, yang
dilaksanakan ketika batasan-batasan antara fenomena dan konteksnya belum
jelas, dengan menggunakan berbagai sumber data.
Dalam kaitannya dengan waktu dan tempat, secara khusus Yin (2002,
hlm. 40) menjelaskan bahwa:
Obyek yang dapat diangkat dalam penelitian studi kasus bersifat kontemporer, masih terkait dengan masa kini, baik yang sedang terjadi, maupun telah selesai tetapi masih memiliki dampak yang masih terasa pada saat dilakukannya penelitian. Secara sekilas, metoda penelitian ini sama dengan metoda penelitian kualitatif pada umumnya.
Pada umumnya penelitian studi kasus menggunakan teori yang sudah
ada sebagai acuan untuk menentukan posisi hasil penelitian terhadap teori
yang ada tersebut. Upaya memahami proses pembelajaran pendidikan IPS
R. Beny Wijarnako K., 2015
PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN NILAI BERBASIS KEAGAMAAN D ALAM PEND IDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
belajar. Belajar sebagai suatu proses berfokus pada apa yang terjadi ketika
belajar berlangsung. Teori belajar ini membantu memahami proses kompleks
inheren pembelajaran. Beberapa teori belajar akan dibahas secara sepintas
diantaranya yaitu: teori pembelajaran Behavioristik (Behavioristik learning
theory), Teori Perkembangan Moral, teori pembelajaran Kognitif (Cognitive
learning theory) serta teori pembelajaran dari Al Ghazali. Dalam hal ini,
posisi teori yang dibangun bersifat memperbaiki, melengkapi, atau
menyempurnakan teori yang ada berdasarkan perkembangan dan perubahan
fakta terkini.
Posisi pemanfaatan teori yang telah ada di dalam penelitian studi kasus
dimaksudkan untuk menentukan arah dan fokus penelitian. Menurut Yin
(2002, hlm. 37) bahwa:
Arahan yang dibangun pada awal proses penelitian tersebut sebagai
„proposisi‟. Proposisi dibangun bukan untuk menetapkan jawaban sementara, akan tetapi merupakan arahan teoritis yang digunakan untuk membangun protokol penelitian.
Protokol ini bertujuan untuk petunjuk praktis pengumpulan data yang
harus diikuti oleh peneliti agar peneliti fokus pada konteksnya, Protocol dalam
penelitian ini adalah pengembangan pembelajaran nilai berbasis keagamaan
dalam pendidikan IPS studi kasus pembelajaran pendidikan Islam di pesantren
Salafi Maniis.
Studi kasus memerlukan berbagai sumber data untuk menghasilkan
keseimbangan analisis, keragaman sumber data yang diperlukan dalam studi
kasus dimaksudkan untuk mencapai validitas dan realibilitas data, sehingga
hasil penelitian dapat diyakini kebenarannya. Fakta dicapai melalui pengkajian
keterhubungan bukti-bukti dari beberapa sumber data sekaligus, yaitu
dokumen, rekaman, observasi, wawancara terbuka, wawancara terfokus,
R. Beny Wijarnako K., 2015
PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN NILAI BERBASIS KEAGAMAAN D ALAM PEND IDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
Upaya mengetahui bahwa sebuah penelitian itu, adalah studi kasus
menurut pendapat Stake ( 2005, hlm. 77) dapat dilihat dari ciri-cirinya, yaitu:
1) studi kasus adalah suatu bentuk penelitian (inquiry) atau studi tentang lapangan suatu masalah yang memiliki sifat kekhususan (particularity); 2) dapat dilakukan dengan pendekatan kualitatif maupun kuantitatif, tetapi lebih ditekankan pada pendekatan kualitatif; dan 3) sasaran studi kasus dapat berupa perorangan maupun kelompok bahkan masyarakat luas.
Berdasarkan ciri-ciri tersebut, bentuk studi kasus dalam dalam
penelitian ini adalah: 1) suatu bentuk penelitian tentang masalah yang khusus
dalam pembelajaran nilai pendidikan Islam di pesantren Salafi Maniis; 2)
sasaran studi, yaitu para putra Alm. Mama Maniis, cucu Alm. Mama Maniis,
sahabat Alm. Mama Maniis dan alumnus pesantren Salafi Maniis ; dan 3)
masalah yang diteliti yaitu pemahaman, dampak dan hasil pembelajaran.
Ciri khas dalam studi kasus pembelajaran nilai pendidikan Islam di
pesantren Salafi Maniis dalam pengembangan pendidikan IPS, yaitu: 1)
tujuan pembelajaran; 2) bentuk pembelajaran; 3) materi pembelajaran; 4)
latar penelitian; 5) informan dipilih dari orang-orang yang mengetahui dan
terlibat dalam pembelajaran; dan 6) perilaku santri.
Masalah penelitian diharapkan berkembang sesuai dengan kenyataan
di lapangan. Penelitian kualitatif studi kasus mementingkan perspektif emik,
dan bergerak dari informasi, data, atau fakta, peristiwa menuju ke tingkat
abstraksi yang lebih tinggi serta bukan sebaliknya dari teori atau konsep ke
data informasi.
Penelitian kualitatif studi kasus, berorientasi pada proses, maka
penelitian ini dianggap tepat untuk memecahkan permasalahan penelitian
yang berkaitan dengan kegiatan manusia, di mana dalam kegiatan tersebut
pengungkapan fenomena lebih bersifat ganda dan non linier.
Dengan metode studi kasus dalam penelitian ini, diharapkan peneliti
R. Beny Wijarnako K., 2015
PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN NILAI BERBASIS KEAGAMAAN D ALAM PEND IDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
Maniis ini secara mendalam, sehingga strategi pengembangan nilai-nilai
pendidikan Islam di pesantren ini dapat dijadikan sebagai bahan
pengembangan pembelajaran pendidikan IPS.
B. Subjek dan Lokasi Penelitian 1. Subjek Penelitian
Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah putra-putri, Cucu,
sahabat Mama Maniis, dan para alumnus pesantren Salafi Maniis. Subjek
dipilih secara purposif berdasarkan aktivitas mereka dan kesediaan mereka
untuk mengeksplorasi dan mengartikulasi pengalaman mereka secara sadar,
seperti menurut Creswell (1998, hlm, 111) yaitu:
In phenomenological study, the partisipan may be located a single site, although they need not be. Most important, they must be individual who have experienced the phenmenon being explored and articulate their conscious experiences.
Subjek penelitian sebagai salah satu sumber yang dapat memberikan
informasi yang dibutuhkan. Subjek penelitian berupa hal, peristiwa, dan situasi
yang diobservasi, serta informan yang dapat diwawancarai.
Sedangkan Bogdan, (1981, hlm. 65) berpendapat bahwa:
Pemanfaatan informan bagi peneliti ialah agar dalam waktu yang relatif singkat banyak informasi yang terjaring, jadi sebagai sampling internal, karena informan dimanfaatkan untuk berbicara, bertukar pikiran, atau membandingkan suatu kejadian yang ditemukan dari subjek lainnya.
Penentuan informan kunci juga penting dalam penelitian kualitatif.
Informan kunci dapat ditentukan menurut konsep Benard (1994, hlm. 166)
yaitu:
R. Beny Wijarnako K., 2015
PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN NILAI BERBASIS KEAGAMAAN D ALAM PEND IDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
peneliti berhubungan dengan responden, dapat juga berfungsi sebagai pemberi ijin, pemberi data, penyebar ide, dan perantara. Bahkan, akan lebih baik apabila informan kunci mau memperkenalkan peneliti kepada responden, agar tidak menimbulkan kecurigaan.
Dengan demikian penelitian studi kasus pembelajaran nilai
pendidikan Islam di Pesantren Salafi Maniis Desa Mekarjaya Kec. Salopa
Kabupaten Tasikmalaya, ini memilih subjek penelitian yang secara langsung
berhubungan dengan pesantren Salafi Maniis yaitu informan kunci. Di
samping informan kunci terdapat pula informan pendukung atau sumber
sekunder dan dokumen, berupa kitab-kitab dan naskah-naskah yang menjadi
rujukan di pesantren Salafi Maniis. Di antara informan kunci tersebut diinisial
sebagai informan KJA, AJ, KA, ATR, dan AP.
2. Lokasi penelitian
Lokasi penelitian dimaksudkan untuk menggambarkan proses
pembelajaran dan situasi sosial di pesantren Salafi Maniis. Nasution, (1996,
hlm. 43) menjelaskan bahwa "tiap situasi sosial mengandung tiga unsur,
yakni adanya tempat, pelaku, dan kegiatan”.
Lokasi penelitian di sini adalah aspek tempat di mana penelitian ini
dilakukan. Penelitian ini dilakukan di pesantren Salafi Maniis di Kampung
Maniis, Desa Mekarjaya, Kecamatan Salopa, Kabupaten Tasikmalaya
Propinsi Jawa Barat.
C. Data Penelitian
Menurut Bogdan, (1990, hlm. 92), data penelitian adalah “baha n-bahan kasar (mentah) yang dikumpulkan peneliti dari lapangan yang
ditelitinya”. Data dalam penelitian ini terdiri dari:1) kata-kata, baik langsung atau tidak langsung yang diperoleh melalui observasi dan wawancara; 2)