• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran wali baptis terhadap perkembangan iman anak baptis usia remaja di Paroki Kristus Raja Baciro Yogyakarta.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peran wali baptis terhadap perkembangan iman anak baptis usia remaja di Paroki Kristus Raja Baciro Yogyakarta."

Copied!
222
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

Judul skripsi ini “PERAN WALI BAPTIS TERHADAP PERKEMBANGAN IMAN ANAK BAPTIS USIA REMAJA DI PAROKI KRISTUS RAJA BACIRO YAGYAKARTA”, dipilih berdasarkan pengalaman, keprihatinan dan refleksi penulis bahwa wali baptis kurang memiliki pemahaman yang benar mengenai peran, tugas, dan tanggungjawabnya. Para wali baptis dalam melaksanakan peran dan tugas mereka selama ini masih belum merupakan suatu kesadaran. Kehadiran mereka hanya sebatas memenuhi persyaratan litugis pembaptisan. Pemahamanan ini disebabkan oleh kurangnya keterlibatan dan pengetahuan akan tugas dan tanggungjawab sebagai wali baptis. Sebab dalam teori dikatakan bahwa wali baptis wajib mendampingi iman anak mulai sejak dibaptis sampai pada tingkat iman yang dewasa.

Bertitik tolak dari alasan tersebut di atas, skripsi ini dimaksudkan untuk membantu para wali baptis paroki Kristus Raja Baciro Yogyakarta, agar menyadari dan mengingat kembali peran, tugas, dan tanggungjawab mereka dalam mendampingi dan mengembangkan iman anak pada zaman ini. Maka dalam skripsi ini dibahas dua hal seputar peran, tugas, dan tanggungjawab wali baptis dan upaya yang dilakukan untuk meningkatkan peran, tugas, dan tanggungjawab wali baptis dalam mengembangkan iman anak. Di samping itu juga disertakan hasil penelitian mengenai peran wali baptis dalam mengembangkan iman anak baptis usia remaja di paroki Kristus Raja Baciro Yogyakarta. Dalam penelitian tersebut terungkap bahwa secara keseluruhan belum semua wali baptis menjalankan peran, tugas, dan tanggungjawabnya dalam mengembangkan iman anak baptis selama ini.

(2)

ABSTRACT

The thesis’ title, namely “THE ROLE OF GODPARENTS IN THE FAITH DEVELOPMENT OF TEENAGE GODCHILDREN IN THE PARISH OF KRISTUS RAJA BACIRO YOGYAKARTA”, has been chosen

based on the writer’s experience, concern and reflection that some godparentshave

no sufficient knowledge about their role, duty and responsibility. The writer saw that some godparents did not have full awareness of their role. Their presence is of liturgical formality only. It is suspected that the lack of involvement and knowledge related to their duty and responsibility as godparents as the causes. Theoretically godparents have responsibility to guide their godchildren spiritually, starting from the act of baptism until grownups.

Hence, this thesis is meant to help the godparents of Kristus Raja Baciro Parish in Yogyakarta to re-realize and recall their role, duty and responsibility in guiding and nurturing the faith of their godchildren today. Therefore, this thesis discusses two things related to the role, duty and responsibility of godparents and the effort to enhance the role, duty and responsibility of godparents in nurturing

their godchildren’s faith. Meanwhile, the result of the research on the role of godparents in nurturing the faith of the teenagers in Kristus Raja Baciro parish in Yogyakarta is also attached.

This writing also offers a refreshment in a form of recollection moment for the godparents in Kristus Raja Baciro parish in Yogyakarta related to their calling as guides and preceptors of faith. The aim of the refreshment moment is to give the godparents new energy in ministering the people in accordance to Jesus

(3)

PERAN WALI BAPTIS

TERHADAP PERKEMBANGAN IMAN ANAK BAPTIS USIA REMAJA DI PAROKI KRISTUS RAJA BACIRO YOGYAKARTA

S K R I P S I

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

Oleh:

Festina Asnawati Mendröfa NIM : 111124041

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(4)

SKRIPSI

PERAN WALI BAPTIS

TERHADAP PERKEMBANGAN IMAN ANAK BAPTIS USIA REMAJA DI PAROKI KRISTUS RAJA BACIRO YOGYAKARTA

Oleh

Festina Asnawati Mendröfa

NIM : 111124041

Telah disetujui oleh:

Dosen Pembimbing

(5)

SKRIPSI

PERAN WALI BAPTIS

TERHADAP PERKEMBANGAN IMAN ANAK BAPTIS USIA REMAJA DI PAROKI KRISTUS RAJA BACIRO YOGYAKARTA

Dipersiapkan dan ditulis oleh

Festina Asnawati Mendröfa

NIM : 111124041

Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji

Pada tanggal 31 Agustus 2015

dan dinyatakan memenuhi syarat

SUSUNAN PANITIA PENGUJI

Nama Tanda tangan

Ketua : Drs. F.X. Heryatno W.W, SJ., M.Ed ………...

Sekretaris : Yoseph Kristianto, SFK., M.Pd …………...

Anggota : Dr. B. Agus Rukiyanto, SJ ………...

Y. H. Bintang Nusantara, SFK, M.Hum ………...

P. Banyu Dewa HS, S.Ag., M.Si ………

Yogyakarta, 31 Agustus 2015

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sanata Dharma

(6)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan kepada seluruh anggota

persaudaraan Suster-suster Fransiskanes dari Reute (OSF Sibolga-Jerman)

di manapun berada yang telah memberi kesempatan kepada saya

untuk menerima ilmu dan bagi siapa saja yang telah

mendukung saya dengan caranya masing-masing

(7)

MOTTO

“Segala perkara

dapat kutanggung dalam Dia

yang memberikan kekuatan kepadaku”.

(8)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini

tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan

dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 31Agustus 2015

Penulis

(9)

LEMBARAN PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata

Dharma Yogyakarta:

Nama : Festina Asnawati Mendröfa

Nomor Mahasiswa : 111124041

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta karya ilmiah saya yang berjudul PERAN

WALI BAPTIS TERHADAP PERKEMBANGAN IMAN ANAK BAPTIS USIA

REMAJA DI PAROKI KRISTUS RAJA BACIRO YOGYAKARTA beserta

perangkat yang diperlukan (bila ada) saya memberikan kepada perpustakaan

Universitas Sanata Dharma hak menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media

lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas

dan mempublikasikan di internet atau media lain untuk kepentingan akademis

tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya

selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Yogyakarta, 31 Agustus 2015

Penulis,

(10)

ABSTRAK

Judul skripsi ini “PERAN WALI BAPTIS TERHADAP PERKEMBANGAN IMAN ANAK BAPTIS USIA REMAJA DI PAROKI KRISTUS RAJA BACIRO YAGYAKARTA”, dipilih berdasarkan pengalaman, keprihatinan dan refleksi penulis bahwa wali baptis kurang memiliki pemahaman yang benar mengenai peran, tugas, dan tanggungjawabnya. Para wali baptis dalam melaksanakan peran dan tugas mereka selama ini masih belum merupakan suatu kesadaran. Kehadiran mereka hanya sebatas memenuhi persyaratan litugis pembaptisan. Pemahamanan ini disebabkan oleh kurangnya keterlibatan dan pengetahuan akan tugas dan tanggungjawab sebagai wali baptis. Sebab dalam teori dikatakan bahwa wali baptis wajib mendampingi iman anak mulai sejak dibaptis sampai pada tingkat iman yang dewasa.

Bertitik tolak dari alasan tersebut di atas, skripsi ini dimaksudkan untuk membantu para wali baptis paroki Kristus Raja Baciro Yogyakarta, agar menyadari dan mengingat kembali peran, tugas, dan tanggungjawab mereka dalam mendampingi dan mengembangkan iman anak pada zaman ini. Maka dalam skripsi ini dibahas dua hal seputar peran, tugas, dan tanggungjawab wali baptis dan upaya yang dilakukan untuk meningkatkan peran, tugas, dan tanggungjawab wali baptis dalam mengembangkan iman anak. Di samping itu juga disertakan hasil penelitian mengenai peran wali baptis dalam mengembangkan iman anak baptis usia remaja di paroki Kristus Raja Baciro Yogyakarta. Dalam penelitian tersebut terungkap bahwa secara keseluruhan belum semua wali baptis menjalankan peran, tugas, dan tanggungjawabnya dalam mengembangkan iman anak baptis selama ini.

(11)

ABSTRACT

The thesis’ title, namely “THE ROLE OF GODPARENTS IN THE FAITH DEVELOPMENT OF TEENAGE GODCHILDREN IN THE PARISH OF KRISTUS RAJA BACIRO YOGYAKARTA”, has been chosen

based on the writer’s experience, concern and reflection that some godparentshave

no sufficient knowledge about their role, duty and responsibility. The writer saw that some godparents did not have full awareness of their role. Their presence is of liturgical formality only. It is suspected that the lack of involvement and knowledge related to their duty and responsibility as godparents as the causes. Theoretically godparents have responsibility to guide their godchildren spiritually, starting from the act of baptism until grownups.

Hence, this thesis is meant to help the godparents of Kristus Raja Baciro Parish in Yogyakarta to re-realize and recall their role, duty and responsibility in guiding and nurturing the faith of their godchildren today. Therefore, this thesis discusses two things related to the role, duty and responsibility of godparents and the effort to enhance the role, duty and responsibility of godparents in nurturing

their godchildren’s faith. Meanwhile, the result of the research on the role of godparents in nurturing the faith of the teenagers in Kristus Raja Baciro parish in Yogyakarta is also attached.

This writing also offers a refreshment in a form of recollection moment for the godparents in Kristus Raja Baciro parish in Yogyakarta related to their calling as guides and preceptors of faith. The aim of the refreshment moment is to give the godparents new energy in ministering the people in accordance to Jesus

(12)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan yang maha baik, karena kasih-Nya penulis

mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul PERAN WALI BAPTIS TERHADAP PERKEMBANGAN IMAN ANAK BAPTIS USIA REMAJA DI PAROKI KRISTUS RAJA BACIRO YOGYAKARTA.

Skripsi ini merupakan karya ilmiah dan sumbangan terhadap paroki-paroki

secara khusus tim kerja bidang pewartaan paroki dan kepada para wali baptis yang

ada di paroki Kristus Raja Baciro Yogyakarta dan sekaligus untuk memenuhi

salah satu syarat memperoleh gelar sarjana Pendidikan di FKIP-JIP-Prodi IPPAK

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Proses penulisan skripsi ini tidak berjalan dengan mulus, namun penulis

dapat belajar untuk semakin tekun, sabar dan tidak mudah putus asa. Penulis

sangat berterimakasih kepada berbagai pihak yang telah menyumbangkan ide dan

gagasannya, kemudahan dan kesempatan sehingga memungkinkan

terselesaikannya skripsi ini. Secara khusus terima kasih penulis sampaikan

kepada:

1. Drs. F.X. Heryatno W.W. SJ.,M.Ed. selaku Kaprodi IPPAK Universitas

Sanata Dharma yang telah berkenan dan sabar membimbing penulis

selama kuliah di kampus IPPAK.

2. Dr. B. Agus Rukiyanto, SJ., sebagai pembimbing utama, yang penuh

(13)

memberikan masukkan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini dari

awal hingga selesai.

3. Y.H. Bintang Nusantara, SFK, M.Hum sebagai dosen penguji II sekaligus

pembimbing akademik yang memberi semangat, masukan dan dukungan

baik selama kuliah maupun dalam penyusunan skripsi ini.

4. P. Banyu Dewa HS, S.Ag., M.Si sebagai dosen penguji III yang bersedia

meluangkan waktu dan memberikan masukan dan dukungan kepada

penulis.

5. Para dosen dan staf karyawan yang telah membimbing dan memberi

dukungan selama penulis kuliah di IPPAK Sanata Dharma Yogyakarta.

6. Dewan Pimpinan Regio dan seluruh persaudaraan OSF Sibolga yang

memberikan kepercayaan dan kesempatan bagi penulis untuk studi di

IPPAK Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

7. Teman-teman angkatan 2011yang telah memberi dukungan, semangat,

kegembiraan selama bersama studi dan membantu penulis menyelesaikan

skripsi ini.

8. Para suster OSF Sibolga komunitas saudara Leo Demangan Yogyakarta,

yang mendukung dan menyemangati penulis selama studi dan saat

penulisan skripsi ini.

9. Orang tua (ibu) dan segenap anggota keluarga saya yang memberikan

(14)

10.Semua sahabat dan kenalan secara khusus Pastor Ando Gurning, Pr yang

terlibat mendukung, menyemangati dan membantu penulis untuk

menyelesaikan skripsi ini.

Akhirnya penulis menyadari, bahwa dalam skripsi ini masih banyak

kekurangan yang membutuhkan koreksi dari pembaca, baik dari segi penulisan

maupun dari segi isi. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan saran dari para

pembaca demi perbaikan skripsi ii. Penulis berharap semoga karya tulis ini dapat

memberikan manfaat bagi para pembaca sekalian. Terimakasih.

Yogyakarta, 31 Agustus 2015

Penulis

(15)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBARAN PERNYATAAN PERSETUJUAN ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR SINGKATAN ... xviii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Permasalahan ... 7

C. Tujuan Penulisan ... 8

D. Manfaat Penulisan ... 9

E. Metode Penulisan ... 9

F. Sistematika Penulisan ... 10

BAB II. PERAN WALI BAPTIS TERHADAP PERKEMBANGAN IMAN ANAK BAPTIS USIA REMAJA DAN GAMBARAN UMUM PAROKI KRISTUS RAJA BACIRO YOGYAKARTA 12

A. SAKRAMEN BAPTIS ... 12

1. Baptis, Gerbang Sakramen Lain ... 12

2. Buah Rahmat dari Sakramen Baptis ... 14

3. Makna Teologis Sakramen Baptis ... 15

a. Baptis Mempersekutukan Orang Beriman dengan Kristus .... 15

(16)

Allah Tritunggal ... 15

c. Baptis Memasukkan Orang Beriman dalam Gereja ... 16

d. Baptis Sebagai Ikatan Kesatuan Ekumenis ... 17

4. Simbol, Liturgi Sakramen Baptis, dan Nama Baptis ... 17

a. Simbol ... 17

b. Liturgi ... 18

c. Nama Baptis ... 19

5. Pelayanan dan Petugas Sakramen Baptis ... 19

a. Pelayan Sakramen Baptis ... 19

b. Petugas Sakramen Baptis... 20

1) Orang Tua ... 20

2) Wali Baptis ... 21

3) Penjamin (Fakultatif) ... 21

4) Umat ... 22

B. TUGAS DAN PERAN WALI BAPTIS ... 22

1. Sejarah Wali Baptis ... 23

2. Pengertian Wali Baptis ... 25

3. Peran, Tanggungjawab, dan Partisipasi Wali Baptis ... 27

a. Peran Wali Baptis ... 27

b. Tangungjawab Wali Baptis ... 29

c. Partisipasi Wali Baptis dalam Liturgi Pembaptisan ... 30

1. Partisipasi Wali Baptis dalam Pembaptisan Bayi dan Anak-Anak... 31

2. Partisipasi Wali Baptis dalam Pembaptisan Dewasa ... 32

3. Pasca Pembaptisan ( Mistagogi dan Krisma) ... 33

C. PERKEMBANGAN IMAN ... 33

1. Pengertian Iman - Perkembangan Iman ... 34

2. Beberapa Sumber Pokok untuk Memperkembangkan Iman ... 40

a. Ekaristi ... 40

(17)

d. Devosi ... 42

e. Bacaan Rohani ... 44

f. Pengalaman Pribadi Seseorang ... 45

D. PERAN KHAS WALI BAPTIS TERHADAP PERKEMBANGAN IMAN ANAK BAPTIS USIA REMAJA ... 45

1. Kebutuhan Perkembangan Iman Usia Remaja ... 45

2. Peran Wali Baptis dalam Perkembangan Iman Usia Remaja ... 49

E. GAMBARAN UMUM PAROKI KRISTUS RAJA BACIRO YOGYAKARTA ... 50

1. Sejarah Paroki Kristus Raja Baciro Yogyakarta... 50

2. Tata Penggembalaan Paroki Kristus Raja Baciro Yogyakarta ... 54

a. Bidang Liturgi dan Peribadatan ... 54

b. Bidang Pewartaan ... 55

c. Bidang Pelayanan Kemasyarakatan... 56

d. Bidang Paguyuban dan Tata Organisasi ... 57

e. Bidang Sarana dan Prasarana ... 57

f. Bidang Penelitian dan Pengembangan ... 58

BAB III METODOLOGI LAPORAN DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN ... 59

A. Metodologi Penelitian ... 59

1. Rumusan Permasalahan ... 59

2. Tujuan Penelitian ... 60

3. Manfaat Penelitian ... 61

4. Jenis Penelitian ... 61

5. Metode Penelitian... 62

6. Pengumpulan Data ... 62

7. Analisis Data ... 63

8. Tempat dan Waktu Penelitian ... 64

9. Responden Penelitian ... 65

10.Variabel Penelitian ... 66

(18)

1. Hasil Dokumen ... 70

2. Hasil Observasi ... 71

3. Hasil Wawancara ... 72

a. Pengertian Responden Tentang Wali Baptis ... 72

b. Peran dan Tanggungjawab Wali Baptis ... 75

c. Pelaksanaan Peran, Tugas dan Tanggungjawab Wali Baptis ... 78

d. Kepentingan Kehadiran Wali Baptis Terhadap Perkembangan Iman Remaja... 81

e. Faktor-faktor Pendukung dan Penghambat dalam Menjalankan Peran, Tugas dan Tanggungjawab sebagai Wali Baptis ... 84

f. Keteladanan Hidup Wali Baptis ... 86

g. Pengetahuan Wali Baptis tentang Makna, Simbol, Liturgi Baptis ... 88

h. Perasaan karena Terpilih Sebagai Wali Baptis ... 91

i. Pendampingan yang Khas bagi Iman Remaja ... 92

j. Harapan-harapan Para Responden ... 94

k. Nasehat yang Diterima Anak Baptis dari Wali Baptis ... 96

l. Bentuk Pendampingan yang Diharapkan Anak Baptis Kepada Wali Baptis... 97

C. PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN TENTANG TENTANG PERAN WALI BAPTIS TERHADAP PERKEMBANGAN IMAN ANAK BAPTIS USIA REMAJA DI PAROKI KRISTUS RAJA BACIRO YOGYAKARTA ... 98

1. Pemahaman Tentang Peran dan Tugas Wali Baptis Terhadap Perkembangan Iman Anak Baptis Usia Remaja ... 98

2. Pelaksanaan Peran, Tugas dan tanggungjawab Wali Baptis dalam Mengembangkan Iman Anak Usia Remaja... 104

(19)

Tugas Wali baptis dalam Mengembangkan Iman Anak Baptis .. 117

5. Upaya Meningkatkan Peran Wali Baptis dalam Mengembangkan Iman Anak Baptis Usia Remaja ... 121

6. Rangkuman ... 125

BAB IV USULAN PROGRAM REKOLEKSI BAGI WALI BAPTIS PAROKI KRISTUS RAJA BACIRO YOGYAKARTA ... 129

A. Latar Belakang Program ... 129

B. Alasan Pemilihan Program ... 131

C. Tujuan Program ... 133

D. Usulan Program ... 134

E. Persiapan Rekoleksi Wali Baptis Kristus Raja BaciroYogyakarta ... 140

a. Pembukaan ... 141

b. Kegiatan Inti I ... 143

c. Kegiatan Inti II ... 150

d. Kegiatan Inti III ... 154

e. Kegiatan Inti IV... 156

f. Penutup ... 156

BAB V PENUTUP ... 157

A. Kesimpulan ... 157

B. Saran ... 159

DAFTAR PUSTAKA ... 161

Lampiran 1: Permohonan Izin Penelitian ... (1)

Lampiran 2: Laporan Hasil Wawancara ... (2)

Lampiran 3: Tesk Lagu Hati Sebagai Hamba ... (34)

Lampiran 4: Gambar Yesus yang Menggendong Domba ... (35)

Lampiran 5: Teks Injil Yohanes ... (36)

Lampiran 6: Foto Responden ... (37)

(20)

DAFTAR SINGKATAN

A. Singkatan Kitab Suci

Semua singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti singkatan

Kitab Suci sesuai dengan daftar singkatan Perjanjian Baru dalam Alkitab

Katolik Deutrokanonik cetakkan tahun 2000 oleh Bimas Katolik

Departemen Agama, Repuplik Indonesia dalam rangka PELITA IV. Ende:

Arnoldus, 1984/1985, hal. 8.

Mat : Matius

Mrk : Markus

Yoh : Yohanes

Kis : Kisah para rasul

Rm : Roma

Gal : Galatia

Ef : Efesus

B. Singkatan Dokumen Resmi Gereja

KGK : Katekismus Gereja Katolik. Dicetak oleh Percetakan Arnoldus,

Ende, 1995.

KWI : Konferensi Waligereja Indonesia.

KHK : Kitab Hukum Kanonik (Codex Iuris Canonici), diundangkan

oleh Paus Yohanes Paulus II, 25 Januari 1983.

UR : Unitatis Redintegratio, Dekrit Konsili Vatikan ke II tentang

(21)

MAWI : Majelis Agung Waligereja Indonesia

GE : Gravissimum Educationis. Pernyataan Konsili Vatikan II

tentang Pendidikan Kristen, 28 Oktober 1965.

KKGK : Kompendium Katekismus Gereja Katolik, diterbitkan oleh

Penerbit Dioma, 2005.

GS : Gaudium Et Spes. Konstitusi Pastoral Konsili Vatikan II

tentang Gereja Dewasa ini, 7 Desember 1965.

AG : Ad Gentes, Dekrit Konsili Vatikan II InI mengenai Kegiatan

Misioner Gereja, 7 Desember 1965.

LG : Lumen Gentium, Konstitusi Dogmatis Konsili Vatikan II

tentang Gereja, 21 November 1965.

OICA : Ordo Initiation Christianei Adultorum (Ritus Inisiasi Kristen

Orang Dewasa).

Kan : Kanon.

C. Singkatan Lain:

PIA : Pendampingan Iman Anak

PIR : Pendampingan Iman Remaja

KAS : Keuskupan Agung Semarang

Komkat : Komisi Kateketik

Bdk : Bandingkan

CREBO : Crew Multimedia Baciro

(22)

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

Sakramen inisiasi terdiri dari tiga sakramen yakni: Sakramen Baptis,

Sakramen Ekaristi, dan Sakramen Krisma. Sakramen-sakramen inisiasi memiliki

kesatuan hubungan sebagai sakramen-sakramen yang menandai kehidupan dan

perkembangan hidup manusia sejak lahir, tumbuh, dan berkembang karena

terpenuhinya seluruhnya kebutuhan manusiawinya (Martasudjita, 2003:214).

Sakramen baptis adalah awal kehidupan baru, sakramen Krisma (penguatan) yang

menguatkan kehidupan ini, dan sakramen Ekaristi yang mengenyangkan umat

beriman dengan tubuh dan darah Kristus untuk mengubahnya kedalam Kristus

(KGK 1275).

Dengan pembaptisan orang diinisiasikan atau diantar ke dalam Gereja

sebagai anggotanya (KWI, 1996: 418). Pembaptisan suci merupakan dasar seluruh

kehidupan Kristen, pintu masuk menuju kehidupan dalam Roh (Vitae spiritualis

ianua) dan menuju sakramen-sakramen yang lain. Oleh pembaptisan kita

dibebaskan dari dosa dan dilahirkan kembali sebagai putera-puteri Allah. Kita

menjadi anggota-anggota Kristus, dimasukkan ke dalam Gereja dan ikut serta

dalam tugas perutusan-Nya (KGK 1213).

Orang yang dibaptis menjadi serupa dengan Kristus, karena melalui

pembaptisan seseorang digabungkan bersama Kristus. Pembaptisan menandai

warga Kristiani dengan satu meterai (character) rohani yang tidak dapat

(23)

tidak dihapuskan oleh dosa manapun, meskipun dosa menghalangi-halangi

pembaptisan untuk menghasilkan buah keselamatan (KGK 1272). Meterai Tuhan

(“Dominicus character”) menurut Agustinus adalah meterai yang dengannya Roh

Kudus telah memeteraikan kita untuk hari penyelamatan (Ef 4:30). Orang beriman

yang telah mempertahankan “meterai” sampai akhir, artinya setia kepada tuntunan

yang diberikan bersama pembaptisannya (KGK 1274).

Pemberian sakramen baptis kepada anak-anak tidak dengan sendirinya

menjadi jaminan bahwa iman anak bertumbuh dan berkembang. Pemeteraian Roh

Kudus yang terjadi lewat pembaptisan dan terlebih pengurapan minyak pada dahi

anak, membutuhkan usaha manusia untuk mengembangkan iman anak yang sudah

dibaptis. Oleh karena itu, Gereja sangat menganjurkan agar iman anak didampingi

baik oleh orang tua maupun wali baptis. Kitab Hukum Kanonik (KHK) sangat

menggarisbawahi betapa pentingnya peranan orang tua dan wali baptis dalam

pengembangan iman anak. KHK mengatakan:

“Umat yang akan menerima sakramen baptis sedapat mungkin diberi wali baptis, yang berkewajiban mendampingi calon baptis dewasa dalam inisisi Kristiani dan mengajukan bersama orang tua calon baptis bayi untuk dibaptis, dan juga wajib berusaha agar yang dibaptis hidup secara Kristiani yang sesuai dengan baptisnya serta memenuhi dengan setia kewajiban-kewajiban yang melekat pada baptisan itu” (KHK, kan. 872).

Berkaitan dengan tugas umat beriman yang tertuang dalam KHK di atas,

Katekismus Gereja Katolik (KGK) juga menggarisbawahi betapa pentingnya

peranan orang tua/wali baptis. Tugas mereka adalah jabatan gerejani yang

sebenarnya (officium). Seluruh persekutuan Gereja ikut bertanggungjawab untuk

(24)

pengertian KHK maupun KGK, nampak bahwa rahmat pembaptisan ini dapat

berkembang atas bantuan orang tua dan wali baptis. Baik orang tua maupun wali

baptis harus menjadi orang Kristiani yang baik yang mampu dan siap

mendampingi anak dan orang dewasa yang baru dibaptis pada jalan kehidupan

Kristiani.

Menanggapi begitu pentingnya peran dan tanggung jawab wali baptis dan

seluruh persekutuan Gereja dalam pengembangan dan perlindungan rahmat

pembaptisan ini serta bertitik tolak dari Injil Markus 16:15-16a. Yesus berkata

kepada para murid-Nya: “Pergilah keseluruh dunia, beritakanlah Injil kepada

segala mahkluk. Siapa yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan.”

Atas dasar pemikiran di atas, penulis mencoba melihat peranan wali baptis

di gereja paroki Kristus Raja Baciro Yogyakarta. Sebagai paroki yang terhimpun

dalam satu wilayah tertentu, Paroki Kristus Raja Baciro berusaha untuk

mewujudkan cita-cita Injili yang coba diterjemahkan baik dalam KHK, KGK dan

terlebih buku Pedoman Dewan Paroki Kristus Raja Baciro. Buku Pedoman

tersebut tidak pernah lepas dari konteks Keuskupan Agung Semarang yang

mempunyai buku Pedoman juga. Dewan Paroki mencoba mengkonkretkan unsur

Tritugas Kristus: imam (menguduskan), Nabi (pewartaan), dan sebagai Raja

(menggembalakan).

Secara khusus sebagai nabi (pewartaan), paroki Kristus Raja Baciro

Yogyakarta memberikan perhatian dengan membentuk tim kerja di bidang

pewartaan, diantaranya adalah: tim kerja baptisan bayi, tim kerja inisiasi, tim

(25)

kerja pendampingan iman orang dewasa, tim kerja kerasulan Kitab Suci, dan tim

kerja katekis (Pedoman Pelaksanaan Dewan Paroki, 2011: 39-40).

Wujud konkrit yang telah dilakukan di paroki Kristus Raja Baciro

Yogyakarta selama ini adalah memilih beberapa orang yang menjadi penanggung

jawab dalam bidang tersebut dan dipercayakan untuk melaksanakan apa saja yang

berkaitan dengan pembaptisan baik itu sebelum maupun sesudahnya. Misalnya,

sebelum upacara pembaptisan dilaksanakan, terlebih dahulu diadakan pembekalan

kepada para orang tua anak yang akan dibaptis dan bagi para wali baptis yang

akan menjadi orang tua kedua bagi anak baptis dalam pendampingan iman anak

baptis untuk selanjutnya. Wali baptis yang dipilih menjadi orang tua kedua dalam

perkembangan iman anak baptis untuk selanjutnya bekerjasama dengan orang tua

anak baptis harus mampu menjadi teladan hidup. Bagi penulis dipilih menjadi

wali baptis menunjukkan suatu penghargaan dan kepercayaan dari keluarga yang

dibaptis. Wali baptis dipilih berdasarkan keteladanan hidup, kualitas pribadi dan

persahabatan (OICA 11, Ordo Initiation Christianei Adultorum).

Penulis memahami bahwa keberadaan wali baptis tidak hanya penting

pada saat pembaptisan, tetapi juga bertanggung jawab mendampingi calon baptis

secara terus menerus. Tanggung jawab untuk memperkembangkan iman umat

bukan hanya menjadi tanggung jawab romo, suster, katekis namun wali baptis dan

orang tua juga mempunyai tanggungjawab yang besar pula untuk kehidupan

beriman umat. Orang tua dan wali baptis sendiri harus menjadi orang Kristiani

yang baik yang mampu dan siap mendampingi anak dan orang dewasa yang baru

(26)

terlebih teladan hiduplah orang tua dan wali baptis membina anak baptis mereka

dalam iman dan praktek kehidupan Kristani (KHK, kan. 774 §2). Wali baptis

harus mengusahakan kebajikan dalam dirinya sendiri dan memberikan teladan

dalam hidup doa kepada seluruh umat. Karena seorang wali baptis telah berjanji

untuk membantu orang yang baru dibaptis dan setuju untuk mewakili komunitas

iman dan mendorong anak baptisnya untuk tetap berada dalam persekutuan penuh

dengan Gereja Katolik sendiri.

Penulis melihat bahwa pada umumnya wali baptis masih kurang berperan

dalam perkembangan hidup iman anak baptis. Perkembangan iman sering

bersamaan dengan perkembangan kepribadian seseorang. Misalnya, pada usia

remaja, menurut para ahli psikologi (Feist, 2008: 233), anak berada dalam

masalah identitas diri (ego identity). Dalam kaitan dengan iman dan sesuai

dengan perkembangan kemampuan kritis psikologi remaja, anak remaja sering

menyoroti nilai-nilai agama dengan cermat. Mereka mulai membawa nilai-nilai

agama ke dalam hati dan praksis hidup. Mereka juga mengamati secara kritis

kepincangan-kepincangan di masyarakat yang gaya hidupnya kurang

memperdulikan nilai agama, bersifat munafik, tidak jujur, dan perilaku amoral

lainnya. Di sinilah idealisme keimanan dan spiritual remaja mengalami

benturan-benturan dan tantangan yang membutuhkan seorang pendamping. Pendamping

yang di maksud dalam konteks liturgi adalah orang tua dan wali baptis (sebagai

orang tua kedua).

Bila pendampingan orang tua dan wali baptis berlangsung, tentu

(27)

atau pendalaman iman di lingkungan (bdk.KWI, 1996: 353-355) dapat dilihat atau

dirasakan. Pernyataan di atas dapat juga kita buat dalam bentuk pertanyaan

apakah fenomena partisipasi remaja dalam kegiatan-kegiatan yang ada di

lingkungan dan gereja disebabkan oleh peranan wali baptis? Untuk asumsi

sementara dan berdasarkan tugas dan tanggung jawabnya, penulis melihat bahwa

peranan wali baptis belum optimal.

Selama ini penulis merefleksikan bahwa wali baptis kurang memiliki

pemahaman yang benar mengenai peran dan tugasnya. Para wali baptis dalam

melaksanakan tugas dan peran mereka selama ini belum merupakan suatu

kedasaran. Kehadiran mereka hanya sebatas memenuhi persyaratan liturgis, yaitu

menggendong pada saat bayi hendak dibaptis; sebagian besar beranggapan bahwa

mereka hanya berperan dalam proses baptisan. Pemahaman ini sedikit terlalu

sempit karena kurangnya keterlibatan dan pengetahuan akan tugas dan

tanggungjawab sebagai wali baptis. Sebab dalam teori dikatakan bahwa wali

baptis wajib mendampingi iman anak mulai sejak dibaptis sampai pada tingkat

iman yang dewasa.

Seperti yang pernah terjadi ketika penulis mengikuti proses pembekalan

bagi para orang tua anak baptis dan wali baptis di paroki Kristus Raja Baciro

Yogyakarta, saat itu wali baptis tidak hadir. Suatu hal yang sangat

memprihatinkan karena pembekalan sesungguhnya merupakan hal yang sangat

penting bagi wali baptis. Melalui pembekalan wali baptis mengetahui dan

(28)

sakramen baptis maupun selanjutnya (Mistagogi) sampai anak dewasa dalam

imannya.

Penulis melihat bahwa merupakan hal yang sangat penting bagi para wali

baptis untuk mengikuti pembekalan sebelum perayaan sakramen pembaptisan

dilaksanakan. Peran mereka sebagai pendamping iman bagi anak baptis tidak

berhenti pada saat upacara pembaptisan saja melainkan berkelanjutan sampai pada

anak yang telah dibaptis dewasa dalam imannya. Penulis melihat bahwa masih

ada wali baptis yang tidak mengetahui perkembangan iman anak baptis. Banyak

wali baptis kurang menjadi teladan iman terhadap anak baptis dalam penghayatan

iman Kristiani yang diwujudkan dalam kehidupan nyata. Sering terjadi bahwa

hubungan yang berkelanjutan dengan anak yang dibaptis tidak ada kelanjutannya.

Berdasarkan pengalaman konkret ini, penulis merasa tertarik untuk

meneliti lebih lanjut dan mengambil judul skripsi PERAN WALI BAPTIS

TERHADAP PERKEMBANGAN IMAN ANAK USIA REMAJA DI PAROKI

KRISTUS RAJA BACIRO YOGYAKARTA.

B. RUMUSAN PERMASALAHAN

Berdasarkan pemaparan di atas, permasalahan yang akan dibahas

dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana pemahaman wali baptis tentang peran dan tugasnya terhadap

perkembangan iman anak baptis selama ini?

2. Bagaimana pelaksanaan peran wali baptis dalam pengembangan iman untuk

(29)

3. Sejauh mana kepentingan peran wali baptis dalam pengembangan iman remaja

selama ini?

4. Faktor-faktor pendukung dan penghambat manakah yang dialami oleh wali

baptis ketika melaksanakan peran dan tugasnya dalam pengembangan iman

anak baptisnya ?

5. Upaya apa yang dilakukan untuk meningkatkan peran wali baptis dalam

pengembangan iman anak baptis usia remaja supaya anak baptisnya dapat

mencapai kedewasaan dalam iman Kristiani?

C. TUJUAN PENULISAN

Adapun tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk memahami sejauh mana wali baptis mempunyai wawasan tentang

tugas dan perannya sebagai wali baptis.

2. Mengetahui bagaimana pelaksanaan peran wali baptis selama ini

dilaksanakan di paroki Kristus Raja Baciro Yogyakarta.

3. Mengetahui sejauh mana kepentingan kehadiran wali baptis dalam

mengembangkan iman anak baptis usia remaja.

4. Mengetahui faktor-faktor pendukung dan penghambat yang dialami oleh wali

baptis ketika melaksanakan peran dan tugasnya dalam mengembangakan

iman anak baptisnya.

5. Mengetahui upaya yang dilakukan untuk meningkatkan peran wali baptis

dalam mengembangkan iman anak baptis usia remaja supaya mencapai

(30)

D. MANFAAT PENULISAN

Manfaat dari penulisan ini adalah sebagai berikut:

1. Membantu para wali baptis agar dapat memahami dan menjalankan tugas dan

tanggungjawab sebagai wali baptis yang berperan dalam perkembangan iman

anak baptis selanjutnya.

2. Mendorong pihak Gereja, yakni pastor paroki dan katekis untuk memberikan

pengajaran atau pembinaan kepada orang tua dan wali baptis agar mereka

mengetahui tugas dan tanggungjawab mereka sebagai orang tua dan wali baptis

dalam perkembangan iman anak yang dibaptis.

3. Memberi sumbangsih bagi wali baptis agar mampu meningkatkan peran

mereka sebagai wali baptis sehingga senantiasa setia dalam membantu

perkembangan iman anak yang dibaptis. Dengan demikian, kelak anak

baptisnya menjadi dewasa dalam iman serta mampu melihat peran Allah yang

hadir dalam kehidupan ini.

4. Sebagai sumber pembelajaran bagi penulis dalam merencanakan,

melaksanakan dan menyusun suatu penelitian agar hasilnya dapat bermanfaat

bagi banyak pihak yang berkepentingan.

E. METODE PENULISAN

Metode penulisan yang digunakan adalah metode deskriptif analitis.

Untuk memperlancar penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode

penelitian kualitatif. Metode penelitian kualitatif melibatkan tiga unsur pokok,

(31)

Ketiga teknik pengumpulan data ini akan digunakan untuk memperkaya temuan

yang ada di lapangan (paroki Kristus Raja Baciro).

Tujuan utama metode penulisan ini terletak pada usaha untuk

menggambarkan dan mengungkap dan kedua adalah untuk menjelaskan apa yang

menjadi temuan penulis di lapangan. Ada tiga prinsip berkenaan dengan

pengumpulan dan penggunaan data yang dipakai oleh penulis yakni, pertama:

penggunaan multi sumber; kedua: penciptaan data dasar bagi studi kualitatif; dan

ketiga adalah pemeliharaan rangkaian terbukti. Sehubungan dengan itu lima

sumber data yang akan dipakai penulis dalam penenelitian ini yakni: pertama

dokumentasi, kedua: rekaman arsip, ketiga: wawancara, keempat: observasi

langsung, dan kelima adalah observasi partisipan.

F. SISTEMATIKA PENULISAN

Judul yang dipilih yaitu: peran wali baptis terhadap perkembangan iman

anak baptis usia remaja di Paroki Kristus Raja Baciro Yogyakarta. Secara

keseluruhan penulisan ini terbagi dalam lima bab. Adapun perinciannya sebagai

berikut:

Bab I berisi Pendahuluan yang menguraikan latar belakang penelitian,

rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penelitian, metode penulisan, dan

sistematika penulisan.

Bab II berisi peran wali baptis terhadap perkembangan iman anak baptis

(32)

melandasi pemikiran dan gagasan tentang peran wali baptis terhadap

perkembangan iman anak baptis usia remaja di paroki Kristus Raja Baciro

Yogyakarta. Kajian teori juga meliputi: sakramen baptis, buah rahmat dari

sakramen baptis, empat makna teologis sakramen baptis, simbol-liturgi sakramen

baptis dan nama baptis, pelayan dan petugas sakramen baptis, sejarah wali baptis,

pengertian wali baptis, partisipasi serta peran dan tugas wali baptis, pengertian

perkembangan iman, beberapa sumber untuk mengembangkan iman, peran khas

wali baptis terhadap perkembangan iman anak baptis usia remaja, dan gambaran

umum paroki Kristus Raja Baciro Yogyakarta. Pengertian remaja serta sejarah

paroki Kristus Raja Baciro Yogyakarta.

Bab III berisi metodologi penelitian, laporan dan hasil penelitian tentang

peran wali baptis terhadap perkembangan iman anak baptis usia remaja di paroki

Kristus Raja Baciro Yogyakarta. Dengan pemahaman ini diharapkan para wali

baptis di paroki Kristus Raja Baciro di masa yang akan datang semakin serius,

setia menghayati dan melaksanakan peran mereka sebagai wali baptis.

Bab IV berisi usulan program yang efektif berdasarkan hasil penelitian,

sehingga penelitian ini sungguh teraktualisasi.

Bab V berisi penutup. Pada bab V penulis akan membuat kesimpulan

(33)

BAB II

PERAN WALI BAPTIS TERHADAP PERKEMBANGAN IMAN ANAK BAPTIS USIA REMAJA DAN GAMBARAN UMUM PAROKI KRISTUS

RAJA BACIRO YOGYAKARTA

Mengetahui bahwa calon baptis sedapat mungkin diberi wali baptis, yang

berkewajiban mendampingi calon baptis dewasa dalam inisisi Kristiani dan

mengajukan bersama orang tua calon baptis bayi untuk dibaptis, dan juga wajib

berusaha agar yang dibaptis hidup secara Kristiani yang sesuai dengan baptisnya

serta memenuhi dengan setia kewajiban-kewajiban yang melekat pada baptisan itu

(KHK, kan.872). Oleh karena itu pada bab II ini pada variabel pertama penulis

akan menjelaskan tentang sakramen baptis, buah rahmat dari sakramen baptis,

empat makna teologis sakramen baptis, simbol- liturgi sakramen baptis dan nama

baptis, pelayan dan petugas sakramen baptis, sejarah wali baptis, pengertian wali

baptis, partisipasi serta peran dan tugas wali baptis. Variabel kedua membahas

mengenai pengertian perkembangan iman remaja serta sejarah paroki Kristus

Raja Baciro Yogyakarta.

A. SAKRAMEN BAPTIS

1. Baptis, Gerbang Sakramen lain

Dalam Gereja Katolik, ada tujuh sakramen yang dipahami dan dihayati

sebagai “Tanda dan sarana yang mengungkapkan dan menguatkan iman,

(34)

manusia” (KHK kan. 840). Salah satuya adalah sakramen baptis. Baptis berasal

dari kata Yunani baptizein yang berarti membenamkan, mencemplungkan, atau

menenggelamkan kedalam air, entah seluruh atau sebagian (Martasudjita, 2013:

217). Sakramen ini selalu ditempatkan di awal ketujuh sakramen yang ada karena

sakramen baptis dipahami sebagai pintu gerbang sakramen-sakramen lain. Hal

tersebut didasarkan pada KHK kan. 849 yang berbunyi: “Baptis, gerbang

sakramen-sakramen lain, yang perlu untuk keselamatan”. Hal ini berarti bahwa

orang dapat menerima sakramen-sakramen lain yang disediakan oleh Gereja

Katolik kalau orang tersebut sudah menerima sakramen baptis terlebih dahulu,

sebab sakramen ini menjadi syarat mutlak untuk menyambut sakramen-sakramen

lain secara sah. Hal tersebut juga dikatakan dalam KHK kan. 842 § 1 bahwa:

“Orang yang belum dibaptis tidak dapat diizinkan menerima sakramen-sakramen

lain dengan sah”. Hal ini selaras dengan kehendak Kristus, bahwa semua orang

yang dibaptis memiliki kehidupan kekal (Yoh 3:5). Seorang yang menjadi

Kristiani berarti menggabungkan diri atau menjalani suatu masa perkenalan dan

masa latihan yang biasa disebut dengan inisiasi. Inisiasi Kristiani ini merupakan

perkembangan yang berlangsung cukup lama mengikuti suatu pola yang kurang

lebih sama, pola tersebut dapat dibedakan dalam tiga tahap empat masa. Tiga

tahap tersebut adalah, tahap pertama: pelantikkan katekumenat, tahap ke dua

pemilihan calon baptis, dan tahap ke tiga sakramen-sakramen inisiasi. Ada empat

masa yakni: masa prakatekumenat, masa katekumenat, masa photizomenat (masa

(35)

Sakramen baptis merupakan salah satu dari tiga sakramen inisiasi.

Sakramen baptis menginisiasi, memasukan, mengantar orang ke dalam Gereja

sebagai anggotanya (Iman Katolik, 1996: 418). Umat yang akan menerima

sakramen baptis hendaknya didampingi oleh wali baptis.

“Calon baptis sedapat mungkin diberi wali baptis, yang berkewajiban mendampingi calon baptis dewasa dalam inisiasi kristiani, dan bersama orang tua mengajakcalon baptis bayi untuk dibaptis, dan juga wajib berusaha agar yang dibaptis menghayati hidup kristiani yang sesuai dengan baptisnya dan memenuhi dengan setia kewajiban-kewajiban yang melekat pada baptis itu” (KHK, kan. 872).

2. Buah Rahmat dari Sakramen Baptis

Bertitik tolak pada KGK 1263-1268, Komisi Kateketik Keuskupan Agung

Semarang dalam buku Katekese Inisiasi (2012: 28) menguraikan buah-buah

rahmat dari sakramen baptis, yakni:

a. Seseorang yang dibaptis telah menjadi manusia baru dan tentu saja

mempunyai tujuan hidup yang jelas, yaitu menjadikan hidupnya sebagai

sarana berkat dan keselamatan bagi orang di sekitarnya.

b. Seseorang yang dibaptis telah mendapatkan pengampunan dosa asal dan dosa

pribadi, maka seseorang telah mendapatkan anugerah dan rahmat untuk

mengenakan busana kebakaan karena telah ditutupi dari noda-noda dosa serta

dipermandikan karena dibersihkan dari segala dosa.

c. Seseorang yang dibaptis telah menjadi anak angkat Allah, anggota Kristus

dan kenisah Roh Kudus. Orang yang dibaptis digabungkan dengan Gereja,

(36)

Seseorang mendapatkan rahmat pengurapan karena ia adalah kudus dan

rajawi, berpartisipasi dalam tugas Kristus.

3. Makna Teologis Sakramen Baptis

E. Martasudjito, dalam buku Sakramen-sakramen Gereja menuliskan

empat makna teologis sakramen baptis (Martasudjita, 2003: 228-232). Empat

makna teologis sakramen baptis itu adalah:

a. Baptis Mempersekutukan Orang Beriman dengan Kristus

Baptisan mempersekutukan kita bukan hanya dengan pribadi Yesus

Kristus tetapi juga memasukkan orang ke dalam seluruh peristiwa Yesus Kristus

yang meliputi sengsara, wafat, hingga kebangkitan serta hidup-Nya bagi Allah.

Dengan baptisan kita mengenakan Kristus (Gal 3:27), artinya apa yang terjadi

dalam diri Kristus juga terlaksana dalam diri kita.

Dari kutipan rasul Paulus kepada jemaat di Roma 6:1-14 terdapat tiga hal

yang terjadi dalam baptisan: pengampunan atau pembersihan dosa, senasib

dengan Kristus yang wafat dan bangkit, dan persatuan orang beriman dengan

Allah sendiri.

b. Baptis Mempersatukan Orang Beriman dengan Allah Tritunggal

Baptisan mempersatukan orang Kristiani dengan Allah sendiri, karena

melalui pembaptisan orang Kristiani dimasukkan kedalam komunitas Trinitas:

relasi kasih antara Allah Bapa, Putra, dan Roh Kudus. Dalam diri Allah ada relasi

komunikatif antara Allah Bapa, Putra dan Roh Kudus. Komunikasi Trinitas berarti

(37)

sehingga ketiga pribadi tetap merupakan satu keilahian (Allah Yang Maha Esa)

dan sekaligus masing-masing pribadi tidak pernah terpisah dan tidak pernah

tercampur. Komunikasi kasih yang membangun komunitas Ilahi dalam Trinitas ini

diwahyukan dalam sejarah keselamatan. Sang Putra menjadi manusia dalam

Yesus Kristus, di mana keseluruhan hidup Yesus tetap bersama dengan Allah

Bapa dan yang menyatukan Bapa dengan Yesus adalah Roh Kudus. Pada saat

wafat Putra Allah menyerahkan diri secara total kepada Allah Bapa dalam Roh

dan dalam kebangkitan-Nya Bapa menerima persembahan dan penyerahan diri

Putra-Nya. Melalui baptis orang beriman menggabungkan diri dalam dinamika

kasih Trinitas tersebut. Berkat Roh Kudus yang dianugerahkan kepada orang

beriman, orang Kristiani masuk ke dalam dinamika hubungan kasih Allah Bapa

dan Putra. Dengan baptis, orang beriman mengalami kesatuan dan kebersamaan

dengan Allah Tritunggal yang merupakan anugerah semata, bukan karena jasa

kita.

c. Baptis Memasukkan Orang Beriman dalam Gereja

Dengan baptis, seseorang dimasukkan dalam Gereja sebagai warga baru.

Proses inisiasi merupakan suatu saat di mana orang harus tetap bertumbuh dan

berkembang dalam iman Gereja. Baptis meliputi dua macam gerak yang

merupakan satu realitas komunikasi dan perjumpaan. Pertama: melalui baptis,

seseorang masuk dalam Gereja, diterima dan diakui sebagai warga baru dengan

segala hak dan kewajibannya. Kedua, dalam baptis Gereja menjadi hidup dan

tumbuh dalam orang Kristiani. Artinya dalam diri orang Kristiani terjadi

(38)

d. Baptis sebagai Ikatan Kesatuan Ekumenis

Dari ketujuh sakramen dalam Gereja Katolik, baptis merupakan salah

satu sakramen yang diterima dan diakui oleh Gereja. Gereja yang satu sudah

semakin dapat mengakui validitas praktek baptisan dari Gereja lain. Meskipun

pengakuan itu tidak selalu terjadi, mengingat masing-masing Gereja terkadang

memiliki ritus yang berbeda. Dokumen Lima mengatakan bahwa pada umumnya

Gereja-Gereja memandang pernyataan mengenai baptisan sebagai pernyataan

yang baik dan sesuai dengan tradisi para rasul. Yang dipermasalahkan hanyalah

baptisan bayi. Meskipun demikian, baptisan diterima oleh semua Gereja dan

dengan demikian umat Kristiani menyebut baptisan sebagai ikatan kesatuan

ekumenis. Dari pihak Gereja Katolik, pengakuan akan makna baptis sebagai

kesatuan ekumenis tercermin dalam UR 22, yang berbunyi “Baptis merupakan

ikatan sakramen antara semua orang yang dilahirkan kembali karenanya”.

4. Simbol, Liturgi Sakramen Baptis, dan Nama Baptis a. Simbol

Dalam sakramen baptis ada simbol atau lambang dan liturgi yang

digunakan seperti sakramen-sakramen Gereja pada umumnya. Adapun lambang

dan simbol yang digunakan adalah:

1) Air

Air melambangkan pembersihan, kesucian dan kelahiran kembali dalam

Roh Kudus. Dengan demikian baptisan hanya dapat diterimakan secara sah

(39)

“Aku membaptis engkau dalam nama Bapa, Putra, dan Roh Kudus”. Air yang

harus dipergunakan dalam menerimakan baptis, diluar keadaan terpaksa, haruslah

air yang diberkati menurut ketentuan-ketentuan buku liturgi ( KHK kan. 853). Air

yang digunakan dalam keadaan terpaksa adalah air baptis yang sudah diberkati

atau sekurang-kurangnya diberkati sewaktu upacara baptisan. Baptisan

dilaksanakan dengan memasukkan ke dalam air atau dengan dituangi air.

2) Lilin yang Bernyala

lilin yang bernyala yang diterima oleh baptis baru dalam upacara sakramen

baptis merupakan lambang bahwa seseorang yang dibaptis diterangi oleh Kristus

dan harus senantiasa berusaha hidup dalam terang Kristus (Komisi Kateketik

KAS, 2012: 27).

3) Minyak Krisma

Minyak wangi yang telah diberkati Uskup, berarti bahwa Roh Kudus

diserahkan kepada yang baru dibaptis. Ia menjadi seorang Kristen, artinya seorang

yang diurapi oleh Roh Kudus, digabungkan sebagai anggota dalam Kristus, yang

telah diiurapi menjadi imam, nabi, dan raja (KGK 1241).

4) Kain Putih

Kain putih (KGK 1243) berarti bahwa orang yang telah dibaptis

mengenakan Kristus (sebagai busana).

b. Liturgi

Ritus utama dalam upacara baptis meliputi: litani dan pemberkatan air,

(40)

baptis, pengurapan sesudah baptis sesudah menggunakan pakaian putih serta

penyerahan lilin bernyala (Komisi Kateketik KAS, 2012: 27). Namun, dalam

keadaan darurat, setiap orang dapat membaptis, sejauh ia mempunyai niat untuk

melakukan apa yang dilakukan Gereja, dan menuangkan air diatas kepala orang

yang dibaptis dan berkata: “Aku membaptis engkau dalam nama Bapa dan Putera

dan Roh Kudus” (KGK 1240).

c. Nama Baptis

Pemberian nama baptis yang dipilih diambil dari deretan nama-nama

orang kudus yang ada dalam Gereja Katolik, mempunyai makna pertama, agar

keutamaan, kesucian,dan keteladanan orang kudus itu terpancar pada orang yang

menyandang nama orang kudus itu. Kedua, agar orang kudus itu membantu calon

baptis melalui doa dan relasi secara khusus dengan calon baptis sehingga calon

baptis dapat hidup pantas di hadapan Allah. Ketiga, nama baptis juga merupakan

simbol anugerah hidup baru yang diterima (Komisi kateketik KAS, 2012: 27).

5. Pelayan dan Petugas Sakramen Baptis a. Pelayan Sakramen Baptis

Sakramen baptis dapat diterimakan baik dalam keadaan normal maupun

darurat, dengan tetap mengindahkan aspek keabsahan sakramen baptis itu sendiri,

yaitu mencurahkan air tiga kali di dahi, sambil mengucapkan”(Nama calon

baptis), Aku membaptis engkau dalam nama Bapa, dan Putra, dan Roh Kudus”.

(41)

diakon tertahbis: “Pelayan baptis adalah uskup, imam, dan diakon” (KHK kan.861

§1). Sedangkan dalam keadaan darurat, sakramen baptis dapat diterimakan semua

orang Katolik yang sudah dibaptis seperti yang dikatakan dalam KHK kan. 861 §

2: “Bilamana pelayan tidak ada atau berhalangan, baptisan dapat dilaksanakan

secara licit oleh katekis ataupun oleh orang lain yang oleh Ordinaris wilayah yang

ditugaskan untuk fungsi itu, bahkan dalam darurat oleh siapapun yang mempunyai

maksud yang semestinya;…”atau dengan ungkapan “Setiap orang beriman dapat

memberikan sakramen baptis kepada orang yang berada dalam bahaya maut atau

dalam sakrat maut, kalau tidak ada imam ataupun diakon” (Ga I, 2014:95).

b. Petugas Sakramen Baptis 1) Orang Tua

Dalam peristiwa pembaptisan bayi, kehadiran orang tua sangat penting dan

menentukan dibandingkan dengan wali baptis, karena merekalah yang akan

membesarkan dan mendidik anak-anaknya, khususnya dalam pembinaan iman

anak-anaknya termasuk mempersiapkan mereka untuk menerimakan

sakramen-sakramen lain seperti komuni pertama, Ekaristi, dan sakramen-sakramen penguatan

(Prasetya, 2008:25-26). Mengingat pentingnya peranan orang tua baik pada saat

pembaptisan maupun sesudah pembaptisan, kehadiran orang tua dalam

penerimaan sakramen baptis sangat diharapkan:

“Sangatlah diharapkan supaya orangtua menghadiri upacara pembaptisan

anaknya dan menyaksikan kelahirannya kembali dari air dan Roh Kudus”,

(42)

2) Wali Baptis

Pembaptisan adalah sakramen iman. Iman membutuhkan persekutuan

umat beriman. Setiap orang beriman hanya dapat beriman dalam iman Gereja.

Iman yang dituntut untuk pembaptisan tidak harus sempurna dan matang,

cukuplah satu tahap awal yang hendak berkembang. Kepada para katekumen dan

wali baptis disampaikan pertanyaan: “Apa yang kamu minta dalam Gereja

Allah?” dan iamenjawab; “Iman” (KGK 1253).

Berdasarkan pernyataan tersebut, Wali baptis tidak hanya bertugas pada

saat penerimaan sakramen baptis, tetapi mendampingi terus-menerus sampai

akhirnya bayi atau anak baptis dapat hidup secara Kristiani dan setia

melaksanakan kewajiban-kewajibannya sesuai dengan baptisan yang telah

diterimanya (KHK. Kan 872).

3) Penjamin (fakultatif)

Menurut Prasetya (2008: 28), Penjamin dalam sakramen baptis adalah

seorang beriman Katolik baik laki-laki ataupun perempuan yang berani

memberikan jaminan bahwa bayi ini pantas diterima dalam Gereja Katolik dan

akan dididik dalam iman Katolik. Oleh karena itu, keberadaan penjamin hanya

berkaitan dengan kasus-kasus khusus agar bayi tersebut dapat dibapits; misalnya,

keberadaan bayi yang tidak diketahui siapa orang tuanya atau keberadaan bayi

yang berasal dari perkawinan yang tidak sah atau keberadaan bayi disebabkan

karena kehamilan di luar nikah atau pada saat pembaptisan, orang tuanya tidak

(43)

Dalam situasi biasa, keberadaan penjamin tidak diperlukan karena oleh

orang tua sendiri, bayi tersebut akan dibesarkan dan dididik imannya secara

Katolik dan itu sesuai dengan maksud baptisan yang telah diterimanya.

Berdasarkan kasus-kasus seperti itu, kehadiran penjamin sangat penting dan

diperlukan dalam peristiwa pembaptisan.

4) Umat

Pentingnya kehadiran umat dalam peristiwa pembaptisan selain

menunjukkan aspek perhatian dan cintanya kepada mereka yang hendak

menerima sakramen baptis dan meneguhkan pengakuan iman yang dilakukan oleh

orang tua dan wali baptis, juga sebagai perwujudan pengakuan iman Gereja. Umat

Allah ikut serta secara aktif untuk menampakkan penerimaan para baptisan baru

ke dalam Gereja. Dengan demikian, iman yang menjadi dasar pembaptisan bukan

hanya milik keluarganya saja, melainkan milik seluruh Gereja (Prasetya, 2008:

29).

B. TUGAS DAN PERAN WALI BAPTIS

Pada bagian ini penulis akan memaparkan mengenai pokok-pokok wali

baptis. Penulis akan mengajak melihat beberapa pendapat tentang wali baptis.

Pada bagian awal ini penulis akan membahas mengenai sejarah wali baptis,

(44)

1. Sejarah Wali Baptis

Adanya wali baptis atau saksi baptis dalam sakramen pembaptisan tidak

menjadi syarat mutlak bagi sahnya sakramen baptis. Dalam keadaan darurat,

baptisan tetap sah bila dilakukan tanpa ada wali baptis. Namun, adanya wali

baptis atau saksi baptis ini merupakan kebiasaan lama yang sudah mengakar

dalam tradisi katolik. Oleh karena itu, keberadaan wali baptis atau saksi baptis

tetap diusahakan (Irwanto, 2005: 25).

Sejarah wali baptis bermula dari adanya penjamin dalam tradisi

pembaptisan Gereja Purba. Sebelum menjadi wali baptis para penjamin saat

upacara pelantikkan katekumen disebut sebagai penobat (Komisi Liturgi MAWI,

48). Sebagai penobat, penjamin bertindak sebagai saksi para calon baptis. Setelah

upacara pelantikkan para penjamin dapat menjadi wali baptis. Mereka dapat

bertindak sebagai wali baptis terutama karena mereka telah menjadi saksi untuk

Gereja dan untuk Kristus di hadapan manusia.

Nama wali baptis dalam masa awal Gereja disebut dengan

penjamin/sponsor. Peran wali baptis sebagai penjamin/sponsor dilakukan oleh St.

Barnabas terhadap St. Paulus yang baru bertobat (Kis 9:27). Peran wali baptis

sebagai penjamin/sponsor seperti St. Barnabas sudah berkembang pada awal

sejarah Gereja, terlebih ketika Gereja mengalami masa penganiayaan dari

kekaisaran Romawi sampai munculnya Edict Milan (313 M). Pada masa itu

menjadi Kristen berarti mesti siap untuk menjadi martir, dibunuh demi iman,

karena kekristenan dianggap sebagai musuh negara yang harus ditumpas. Maka

(45)

Pewartaan Injil tidak bisa dilakukan secara terang-terangan (Bagiyowinadi, 2009:

20). Untuk mengetahui apakah lawan bicara juga Kristen digunakan gambar ikan

sebagai sandi (Yun, ikan = ICHTUS singkatan dari Yesus Kristus, Anak Allah,

Penyelamat). Bila ada seseorang yang tertarik menjadi Kristen, dia akan

menghadap Uskup setempat. Dan Uskup meminta dia mencari teman seorang

Kristen yang menjadi penjamin/sponsor baginya (Bagiyowinadi, 2009: 21).

Sebelum abad IX beberapa orang tua sudah memilih orang lain bertindak

sebagai wali baptis anaknya. Baru pada abad IX ada peraturan resmi sponsor

haruslah di luar kedua orang tuanya. Maka muncullah istilah latin patrinus (bapa

baptis) dan Matrina (ibu baptis). Melalui kelahiran baru dalam pembaptisan itu

mereka menjadi orang tua spiritual bagi anak baptisnya. Dengan adanya wali

baptis yang bukan orang tuanya, pembinaan iman bisa berkelanjutan, kalaupun

orang tua tiba-tiba meninggal. Sejak awal relasi spiritual antara wali baptis dan

anak baptis sedemikian erat sehingga Kaisar Yustinus (abad VI) mengeluarkan

larangan penikahan antara wali baptis dengan anak baptis (Bagiyowinadi, 2009:

22).

Dalam liturgi pembaptisan bayi masa itu, wali baptis berperan untuk

menerimakan anak baptis dari bejana baptis. Selanjutnya Karel Agung, raja Frank

yang memerintah tahun 751-758, berusaha menjadikan institusi wali baptis

sebagai pendidikan iman bagi kaum awam. Dia menggaris bawahi tugas wali

baptis sebagai pendidik iman bagi anak baptisnya termasuk untuk mengajarkan

(46)

Dari penjelasan tersebut di atas, gereja Katolik tetap mempertahankan

bahwa setiap calon baptis yang akan dibaptis sedapat mungkin diberi wali baptis

yang mendampingi calon baptis menghayati hidup Kristiani yang sesuai dengan

baptisannya dan memenuhi dengan setia kewajiban-kewajiban yang melekat pada

baptis itu.

2. Pengertian Wali Baptis

Kamus Liturgi mendefiniskan bahwa wali baptis adalah orang beriman

Katolik yang dipilih oleh katekumen untuk menjadi pendampingnya dalam tahap-

tahap terakhir inisiasi Ktisten. Sesudah katekumen dibaptis, ia tetap harus

memperhatikan perkembangan hidup baptisan baru tersebut. Wali baptis

berkewajiban menolong anak baptis sebaik mungkin dengan kata dan teladan

dalam perkembangan hidup rohani. Kewajiban seorang wali baptis sangat penting

terlebih-lebih jika orang tua anak baptis tidak mau mengembang tanggung

jawabnya dan dengan demikian wali baptis dapat menjadi orang tua kedua bagi

anak baptis tersebut. Wali baptis wajib berusaha supaya orang anak baptis yang

mendapat pendampingan darinya menerima pembinaan dan pendidikan Katolik

dan tetap setia pada janji baptis (Ernest Mariyanto, 2004: 226).

Wali baptis adalah seorang beriman Katolik, baik laki-laki maupun

perempuan, yang sudah dewasa usia dan imannya yang ditunjuk untuk

mendampingi proses perkembangan iman orang yang dibaptis, baik kanak-kanak

maupun orang dewasa. Menurut Prasetya (2011: 49), wali baptis adalah orang

(47)

anak sudah cukup besar untuk menerimanya. Apabila terjadi hal-hal yang tidak

diinginkan atau sesuatu yang menghalangi orang tua untuk membesarkan anaknya

dalam iman Katolik, wali baptis mempunyai tanggung jawab untuk memastikan

bahwa anak memperoleh pendidikan iman yang diperlukan. Dengan demikian,

keberadaan dan tugas wali baptis tidak hanya penting pada saat pembaptisan,

tetapi juga bertugas untuk mendampingi calon baptis terus menerus sampai dapat

hidup secara kristiani dan setia melaksanakan kewajiban-kewajibannya sesuai

dengan baptisan yang telah diterimanya (Prasetya, 2011: 49).

Wali baptis oleh Yohanes Chrysostomus yang dikutip dalam buku Bina

liturgia 5 juga disebut “Bapa rohani” hal ini mau menunjukkan sifat kemesraan

seorang ayah yang mendidik anak-anaknya dalam hal-hal rohani dan mendorang

mereka kepada kebajikan (MAWI, 1986: 49).

Dari pengertian di atas, Kitab Hukum Kanonik 874 menuliskan

syarat-syarat untuk menjadi seorang wali baptis yakni:

1. Ditunjuk oleh calon baptis atau orang tuanya atau oleh orang yang mewakili

mereka, atau bila mereka itu tidak ada, oleh pastor paroki atau pelayan baptis,

serta memiliki kecakapan dan maksud untuk melaksanakan tugas itu;

2. Telah berumur genap enambelas tahun, kecuali jika umur lain ditentukan oleh

Uskup diosesan, atau pastor paroki ataupun pelayan baptis menilai bahwa

kekecualian atas alasan wajar dapat diterima;

3. Seorang Katolik yang telah menerima penguatan dan sakramen Ekaristi Maha

Kudus, lagi pula hidup sesuai dengan iman dan tugas yang diterimanya;

(48)

5. Bukan ayah atau ibu dari calon baptis; seseorang yang telah dibaptis dalam

suatu jemaat gerejawi bukan Katolik hanya dapat diizinkan tampil hanya

bersama dengan seorang wali baptis Katolik, dan itu sebagai saksi baptis.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa wali

baptis adalah orang yang sungguh mempunyai kewajiban penting untuk menjaga,

mendampingi dan membantu orang tua dalam mendampingi anak sehingga

semakin hari anak semakin memiliki iman yang kokoh sehingga tidak mudah

untuk mengikuti arus zaman yang semakin deras serta semakin hari semakin aktif

dalam mengikuti kegiatan menggereja. Kunci utama mengemban tanggungjawab

sebagai wali baptis adalah kemauan dan kerelaan.

3. Peran, Tugas, dan Partisipasi Wali Baptis a. Peran Wali Baptis

Setiap calon baptis hendaknya mempunyai wali baptis namun bukan demi

sahnya pembaptisan karena tanpa wali wali baptis, pembaptisan tetap sah. Dalam

keadaan darurat, baptisan tetap sah bila dilakukan tanpa adanya wali baptis.

Namun adanya wali baptis atau saksi baptis ini merupakan kebiasaan lama yang

sudah mengakar dalam tradisi Katolik. Oleh karena itu, keberadaan wali baptis

atau saksi baptis sebaiknya tetap diusahakan (Irwanto, 2005: 25). Dalam Kitab

Hukum Kanonik ditegaskan bahwa:

(49)

Dengan demikian wali baptis diharapkan dapat menunjukkan jalan kepada

katekumen untuk mewujudkan (menerapkan) Injil dalam hidupnya sendiri dan

dalam hubungannya dengan masyarakat. Wali baptis diharapkan dapat

mendampingi dalam keragu-raguan dan kebimbangan, memberi kesaksian dan

menjaga perkembangan hidup Kristiani para baptis baru agar tetap setia pada janji

baptis. Dengan melihat begitu besarnya tugas seorang wali baptis, seorang wali

baptis tidak begitu saja lepas dari tanggungjawabnya karena hal ini sangat

berpengaruh bagi perkembangan iman anak baptis (KWI, 1996: 426). Supaya

rahmat pembaptisan dapat berkembang, bantuan orang tua dan wali baptis sangat

penting. Mereka harus turut bertangung jawab dan harus menjadi orang Kristiani

yang baik, yang mampu dan siap mendampingi anak dan orang dewasa yang baru

dibaptis pada jalan kehidupan Kristiani. Tugas mereka adalah jabatan gerejani

yang sebenarnya officium (KGK 1255).

Bila yang dibaptis adalah seorang bayi atau anak kecil yang orang tuanya

adalah umat beriman Katolik, wali baptis membantu orang tuanya di mana orang

tua tetap merupakan pengajar iman utama bagi anaknya (Gravissimus

Educationis, GE 3). Bila yang dibaptis adalah seorang bayi atau anak kecil yang

orang tuanya bukan Katolik, atau yang dibaptis adalah seorang dewasa, wali

baptis harus menjadi teladan utama dalam pertumbuhan spiritual anak baptisnya.

Pertolongan yang dapat diberikan oleh seorang wali baptis adalah teladan iman.

Seorang wali baptis tidak dapat memberikan teladan iman bila ia tidak berbagi

(sharing) mengenai imanya. Dengan demikian, wali baptis harus mengusahakan

(50)

seluruh umat. Karena seorang wali baptis telah berjanji untuk membantu orang

yang baru dibaptis dan setuju untuk mewakili komunitas iman dan mendorong

anak baptisnya untuk tetap berada dalam persekutuan penuh dengan Gereja

Katolik sendiri.

b. Tanggung Jawab Wali Baptis

Berdasarkan penegasan diatas, Herman Yosef Ga I dalam buku Sakramen

dan Sakramentali menurut Kitab Hukum Kanonik (2011: 125) memaparkan apa

yang merupakan tanggung jawab ibu/bapa wali baptis itu sendiri yaitu:

1) Mengajar atau mendidik dengan memperlihatkan kepada calon baptis

dewasa, atau membantu orang tua calon baptis bayi, bagaimana

mempraktekkan ajaran Allah dan Injil Suci dalam hidup pribadi dan sosial.

Di samping itu, ibu/bapa wali baptis bertugas juga serentak sebagai pembawa

dan pemberi kesaksian Kristiani dan menjadi pelindung atas pertumbuhan

hidup beriman calon baptis sebagai buah dari sakramen baptis.

2) Membantu calon baptis dewasa atau orang tua calon baptis bayi yang

sekurang-kurangnya dilakukan pada tahap akhir persiapan pembaptisan (masa

pemurnian).

3) Menyertai calon baptis dewasa dalam mengajukan diri menjadi calon wali

baptis dan serantak berdiri sebagai seorang saksi atas hidup dan perilaku

iman, moral, dan maksud baik calon baptis.

4) Mewakili Gereja dalam meneriman calon baptis menjadi anggota baru

(51)

Gereja kepada calon baptis sebagai seorang bunda. Ibu/bapa wali baptis

menjadi anggota baru dari keluarga spiritual baptisan baru.

Konferensi Wali Gereja Indonesia dalam Iman Katolik menjelaskan bahwa

peran wali baptis adalah mendampingi katekumen pada hari “pemilihan”, dalam

perayaan sakramen-sakramen inisiasi dan pada “mistagogi”, artinya wali baptis

menunjukkan jalan kepada katekumen supaya menerapkan Injil dalam

kehidupannya sendiri dan dalam hubungannya dengan masyarakat. Wali baptis

pun harus memberi kesaksian dan menjaga perkembangan hidup Kristianinya

(Iman Katolik, 1996: 426).

Melihat keberadaan peran wali baptis yang berlangsung selama hidup ini,

sebaiknya ditanggapi dengan upaya pencarian wali baptis secara bijaksana, jangan

asal-asalan, sesuai dengan syarat wali baptis. Khususnya untuk baptisan

anak-anak, tidaklah bijaksana jika orang tua memilih wali baptis yang sudah lanjut

usianya karena yang sering terjadi adalah wali baptis tersebut sakit-sakitan,

bahkan meninggal dunia, pada saat anak sangat memerlukan kehadirannya itu.

Itulah sebabnya, keberadaan wali baptis jangan dipahami sebatas formal saja,

tetapi harus ditempatkan dalam kerangka pendampingan terus-menerus bagi anak

dalam menatap masa depannya yang masih panjang dengan segala tantangan dan

kesulitan zamannya (Prasetya, 2011: 51).

c. Partisipasi Wali Baptis dalam Liturgi Pembaptisan

Di atas telah diuraikan apa yang menjadi peran dan tanggung jawab wali

(52)

jawabnya, menguraik

Gambar

Tabel 1. Variabel Penelitian
Tabel 2: Pengertian  Wali Baptis Menurut Wali Baptis
Tabel : 3 Pengertian Wali Baptis Menurut Anak Baptis
Tabel : 6  Peran Wali Baptis Sebelum Pembaptisan Menurut Responden lain
+7

Referensi

Dokumen terkait