ABSTRAK
Judul skripsi ini “PERAN WALI BAPTIS TERHADAP PERKEMBANGAN IMAN ANAK BAPTIS USIA REMAJA DI PAROKI KRISTUS RAJA BACIRO YAGYAKARTA”, dipilih berdasarkan pengalaman, keprihatinan dan refleksi penulis bahwa wali baptis kurang memiliki pemahaman yang benar mengenai peran, tugas, dan tanggungjawabnya. Para wali baptis dalam melaksanakan peran dan tugas mereka selama ini masih belum merupakan suatu kesadaran. Kehadiran mereka hanya sebatas memenuhi persyaratan litugis pembaptisan. Pemahamanan ini disebabkan oleh kurangnya keterlibatan dan pengetahuan akan tugas dan tanggungjawab sebagai wali baptis. Sebab dalam teori dikatakan bahwa wali baptis wajib mendampingi iman anak mulai sejak dibaptis sampai pada tingkat iman yang dewasa.
Bertitik tolak dari alasan tersebut di atas, skripsi ini dimaksudkan untuk membantu para wali baptis paroki Kristus Raja Baciro Yogyakarta, agar menyadari dan mengingat kembali peran, tugas, dan tanggungjawab mereka dalam mendampingi dan mengembangkan iman anak pada zaman ini. Maka dalam skripsi ini dibahas dua hal seputar peran, tugas, dan tanggungjawab wali baptis dan upaya yang dilakukan untuk meningkatkan peran, tugas, dan tanggungjawab wali baptis dalam mengembangkan iman anak. Di samping itu juga disertakan hasil penelitian mengenai peran wali baptis dalam mengembangkan iman anak baptis usia remaja di paroki Kristus Raja Baciro Yogyakarta. Dalam penelitian tersebut terungkap bahwa secara keseluruhan belum semua wali baptis menjalankan peran, tugas, dan tanggungjawabnya dalam mengembangkan iman anak baptis selama ini.
ABSTRACT
The thesis’ title, namely “THE ROLE OF GODPARENTS IN THE FAITH DEVELOPMENT OF TEENAGE GODCHILDREN IN THE PARISH OF KRISTUS RAJA BACIRO YOGYAKARTA”, has been chosen
based on the writer’s experience, concern and reflection that some godparentshave
no sufficient knowledge about their role, duty and responsibility. The writer saw that some godparents did not have full awareness of their role. Their presence is of liturgical formality only. It is suspected that the lack of involvement and knowledge related to their duty and responsibility as godparents as the causes. Theoretically godparents have responsibility to guide their godchildren spiritually, starting from the act of baptism until grownups.
Hence, this thesis is meant to help the godparents of Kristus Raja Baciro Parish in Yogyakarta to re-realize and recall their role, duty and responsibility in guiding and nurturing the faith of their godchildren today. Therefore, this thesis discusses two things related to the role, duty and responsibility of godparents and the effort to enhance the role, duty and responsibility of godparents in nurturing
their godchildren’s faith. Meanwhile, the result of the research on the role of godparents in nurturing the faith of the teenagers in Kristus Raja Baciro parish in Yogyakarta is also attached.
This writing also offers a refreshment in a form of recollection moment for the godparents in Kristus Raja Baciro parish in Yogyakarta related to their calling as guides and preceptors of faith. The aim of the refreshment moment is to give the godparents new energy in ministering the people in accordance to Jesus
PERAN WALI BAPTIS
TERHADAP PERKEMBANGAN IMAN ANAK BAPTIS USIA REMAJA DI PAROKI KRISTUS RAJA BACIRO YOGYAKARTA
S K R I P S I
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik
Oleh:
Festina Asnawati Mendröfa NIM : 111124041
PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
SKRIPSI
PERAN WALI BAPTIS
TERHADAP PERKEMBANGAN IMAN ANAK BAPTIS USIA REMAJA DI PAROKI KRISTUS RAJA BACIRO YOGYAKARTA
Oleh
Festina Asnawati Mendröfa
NIM : 111124041
Telah disetujui oleh:
Dosen Pembimbing
SKRIPSI
PERAN WALI BAPTIS
TERHADAP PERKEMBANGAN IMAN ANAK BAPTIS USIA REMAJA DI PAROKI KRISTUS RAJA BACIRO YOGYAKARTA
Dipersiapkan dan ditulis oleh
Festina Asnawati Mendröfa
NIM : 111124041
Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji
Pada tanggal 31 Agustus 2015
dan dinyatakan memenuhi syarat
SUSUNAN PANITIA PENGUJI
Nama Tanda tangan
Ketua : Drs. F.X. Heryatno W.W, SJ., M.Ed ………...
Sekretaris : Yoseph Kristianto, SFK., M.Pd …………...
Anggota : Dr. B. Agus Rukiyanto, SJ ………...
Y. H. Bintang Nusantara, SFK, M.Hum ………...
P. Banyu Dewa HS, S.Ag., M.Si ………
Yogyakarta, 31 Agustus 2015
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sanata Dharma
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan kepada seluruh anggota
persaudaraan Suster-suster Fransiskanes dari Reute (OSF Sibolga-Jerman)
di manapun berada yang telah memberi kesempatan kepada saya
untuk menerima ilmu dan bagi siapa saja yang telah
mendukung saya dengan caranya masing-masing
MOTTO
“Segala perkara
dapat kutanggung dalam Dia
yang memberikan kekuatan kepadaku”.
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini
tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan
dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 31Agustus 2015
Penulis
LEMBARAN PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta:
Nama : Festina Asnawati Mendröfa
Nomor Mahasiswa : 111124041
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta karya ilmiah saya yang berjudul PERAN
WALI BAPTIS TERHADAP PERKEMBANGAN IMAN ANAK BAPTIS USIA
REMAJA DI PAROKI KRISTUS RAJA BACIRO YOGYAKARTA beserta
perangkat yang diperlukan (bila ada) saya memberikan kepada perpustakaan
Universitas Sanata Dharma hak menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media
lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas
dan mempublikasikan di internet atau media lain untuk kepentingan akademis
tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya
selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Yogyakarta, 31 Agustus 2015
Penulis,
ABSTRAK
Judul skripsi ini “PERAN WALI BAPTIS TERHADAP PERKEMBANGAN IMAN ANAK BAPTIS USIA REMAJA DI PAROKI KRISTUS RAJA BACIRO YAGYAKARTA”, dipilih berdasarkan pengalaman, keprihatinan dan refleksi penulis bahwa wali baptis kurang memiliki pemahaman yang benar mengenai peran, tugas, dan tanggungjawabnya. Para wali baptis dalam melaksanakan peran dan tugas mereka selama ini masih belum merupakan suatu kesadaran. Kehadiran mereka hanya sebatas memenuhi persyaratan litugis pembaptisan. Pemahamanan ini disebabkan oleh kurangnya keterlibatan dan pengetahuan akan tugas dan tanggungjawab sebagai wali baptis. Sebab dalam teori dikatakan bahwa wali baptis wajib mendampingi iman anak mulai sejak dibaptis sampai pada tingkat iman yang dewasa.
Bertitik tolak dari alasan tersebut di atas, skripsi ini dimaksudkan untuk membantu para wali baptis paroki Kristus Raja Baciro Yogyakarta, agar menyadari dan mengingat kembali peran, tugas, dan tanggungjawab mereka dalam mendampingi dan mengembangkan iman anak pada zaman ini. Maka dalam skripsi ini dibahas dua hal seputar peran, tugas, dan tanggungjawab wali baptis dan upaya yang dilakukan untuk meningkatkan peran, tugas, dan tanggungjawab wali baptis dalam mengembangkan iman anak. Di samping itu juga disertakan hasil penelitian mengenai peran wali baptis dalam mengembangkan iman anak baptis usia remaja di paroki Kristus Raja Baciro Yogyakarta. Dalam penelitian tersebut terungkap bahwa secara keseluruhan belum semua wali baptis menjalankan peran, tugas, dan tanggungjawabnya dalam mengembangkan iman anak baptis selama ini.
ABSTRACT
The thesis’ title, namely “THE ROLE OF GODPARENTS IN THE FAITH DEVELOPMENT OF TEENAGE GODCHILDREN IN THE PARISH OF KRISTUS RAJA BACIRO YOGYAKARTA”, has been chosen
based on the writer’s experience, concern and reflection that some godparentshave
no sufficient knowledge about their role, duty and responsibility. The writer saw that some godparents did not have full awareness of their role. Their presence is of liturgical formality only. It is suspected that the lack of involvement and knowledge related to their duty and responsibility as godparents as the causes. Theoretically godparents have responsibility to guide their godchildren spiritually, starting from the act of baptism until grownups.
Hence, this thesis is meant to help the godparents of Kristus Raja Baciro Parish in Yogyakarta to re-realize and recall their role, duty and responsibility in guiding and nurturing the faith of their godchildren today. Therefore, this thesis discusses two things related to the role, duty and responsibility of godparents and the effort to enhance the role, duty and responsibility of godparents in nurturing
their godchildren’s faith. Meanwhile, the result of the research on the role of godparents in nurturing the faith of the teenagers in Kristus Raja Baciro parish in Yogyakarta is also attached.
This writing also offers a refreshment in a form of recollection moment for the godparents in Kristus Raja Baciro parish in Yogyakarta related to their calling as guides and preceptors of faith. The aim of the refreshment moment is to give the godparents new energy in ministering the people in accordance to Jesus
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan yang maha baik, karena kasih-Nya penulis
mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul PERAN WALI BAPTIS TERHADAP PERKEMBANGAN IMAN ANAK BAPTIS USIA REMAJA DI PAROKI KRISTUS RAJA BACIRO YOGYAKARTA.
Skripsi ini merupakan karya ilmiah dan sumbangan terhadap paroki-paroki
secara khusus tim kerja bidang pewartaan paroki dan kepada para wali baptis yang
ada di paroki Kristus Raja Baciro Yogyakarta dan sekaligus untuk memenuhi
salah satu syarat memperoleh gelar sarjana Pendidikan di FKIP-JIP-Prodi IPPAK
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Proses penulisan skripsi ini tidak berjalan dengan mulus, namun penulis
dapat belajar untuk semakin tekun, sabar dan tidak mudah putus asa. Penulis
sangat berterimakasih kepada berbagai pihak yang telah menyumbangkan ide dan
gagasannya, kemudahan dan kesempatan sehingga memungkinkan
terselesaikannya skripsi ini. Secara khusus terima kasih penulis sampaikan
kepada:
1. Drs. F.X. Heryatno W.W. SJ.,M.Ed. selaku Kaprodi IPPAK Universitas
Sanata Dharma yang telah berkenan dan sabar membimbing penulis
selama kuliah di kampus IPPAK.
2. Dr. B. Agus Rukiyanto, SJ., sebagai pembimbing utama, yang penuh
memberikan masukkan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini dari
awal hingga selesai.
3. Y.H. Bintang Nusantara, SFK, M.Hum sebagai dosen penguji II sekaligus
pembimbing akademik yang memberi semangat, masukan dan dukungan
baik selama kuliah maupun dalam penyusunan skripsi ini.
4. P. Banyu Dewa HS, S.Ag., M.Si sebagai dosen penguji III yang bersedia
meluangkan waktu dan memberikan masukan dan dukungan kepada
penulis.
5. Para dosen dan staf karyawan yang telah membimbing dan memberi
dukungan selama penulis kuliah di IPPAK Sanata Dharma Yogyakarta.
6. Dewan Pimpinan Regio dan seluruh persaudaraan OSF Sibolga yang
memberikan kepercayaan dan kesempatan bagi penulis untuk studi di
IPPAK Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
7. Teman-teman angkatan 2011yang telah memberi dukungan, semangat,
kegembiraan selama bersama studi dan membantu penulis menyelesaikan
skripsi ini.
8. Para suster OSF Sibolga komunitas saudara Leo Demangan Yogyakarta,
yang mendukung dan menyemangati penulis selama studi dan saat
penulisan skripsi ini.
9. Orang tua (ibu) dan segenap anggota keluarga saya yang memberikan
10.Semua sahabat dan kenalan secara khusus Pastor Ando Gurning, Pr yang
terlibat mendukung, menyemangati dan membantu penulis untuk
menyelesaikan skripsi ini.
Akhirnya penulis menyadari, bahwa dalam skripsi ini masih banyak
kekurangan yang membutuhkan koreksi dari pembaca, baik dari segi penulisan
maupun dari segi isi. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan saran dari para
pembaca demi perbaikan skripsi ii. Penulis berharap semoga karya tulis ini dapat
memberikan manfaat bagi para pembaca sekalian. Terimakasih.
Yogyakarta, 31 Agustus 2015
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
PERSEMBAHAN ... iv
MOTTO ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
LEMBARAN PERNYATAAN PERSETUJUAN ... vii
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR SINGKATAN ... xviii
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Permasalahan ... 7
C. Tujuan Penulisan ... 8
D. Manfaat Penulisan ... 9
E. Metode Penulisan ... 9
F. Sistematika Penulisan ... 10
BAB II. PERAN WALI BAPTIS TERHADAP PERKEMBANGAN IMAN ANAK BAPTIS USIA REMAJA DAN GAMBARAN UMUM PAROKI KRISTUS RAJA BACIRO YOGYAKARTA 12
A. SAKRAMEN BAPTIS ... 12
1. Baptis, Gerbang Sakramen Lain ... 12
2. Buah Rahmat dari Sakramen Baptis ... 14
3. Makna Teologis Sakramen Baptis ... 15
a. Baptis Mempersekutukan Orang Beriman dengan Kristus .... 15
Allah Tritunggal ... 15
c. Baptis Memasukkan Orang Beriman dalam Gereja ... 16
d. Baptis Sebagai Ikatan Kesatuan Ekumenis ... 17
4. Simbol, Liturgi Sakramen Baptis, dan Nama Baptis ... 17
a. Simbol ... 17
b. Liturgi ... 18
c. Nama Baptis ... 19
5. Pelayanan dan Petugas Sakramen Baptis ... 19
a. Pelayan Sakramen Baptis ... 19
b. Petugas Sakramen Baptis... 20
1) Orang Tua ... 20
2) Wali Baptis ... 21
3) Penjamin (Fakultatif) ... 21
4) Umat ... 22
B. TUGAS DAN PERAN WALI BAPTIS ... 22
1. Sejarah Wali Baptis ... 23
2. Pengertian Wali Baptis ... 25
3. Peran, Tanggungjawab, dan Partisipasi Wali Baptis ... 27
a. Peran Wali Baptis ... 27
b. Tangungjawab Wali Baptis ... 29
c. Partisipasi Wali Baptis dalam Liturgi Pembaptisan ... 30
1. Partisipasi Wali Baptis dalam Pembaptisan Bayi dan Anak-Anak... 31
2. Partisipasi Wali Baptis dalam Pembaptisan Dewasa ... 32
3. Pasca Pembaptisan ( Mistagogi dan Krisma) ... 33
C. PERKEMBANGAN IMAN ... 33
1. Pengertian Iman - Perkembangan Iman ... 34
2. Beberapa Sumber Pokok untuk Memperkembangkan Iman ... 40
a. Ekaristi ... 40
d. Devosi ... 42
e. Bacaan Rohani ... 44
f. Pengalaman Pribadi Seseorang ... 45
D. PERAN KHAS WALI BAPTIS TERHADAP PERKEMBANGAN IMAN ANAK BAPTIS USIA REMAJA ... 45
1. Kebutuhan Perkembangan Iman Usia Remaja ... 45
2. Peran Wali Baptis dalam Perkembangan Iman Usia Remaja ... 49
E. GAMBARAN UMUM PAROKI KRISTUS RAJA BACIRO YOGYAKARTA ... 50
1. Sejarah Paroki Kristus Raja Baciro Yogyakarta... 50
2. Tata Penggembalaan Paroki Kristus Raja Baciro Yogyakarta ... 54
a. Bidang Liturgi dan Peribadatan ... 54
b. Bidang Pewartaan ... 55
c. Bidang Pelayanan Kemasyarakatan... 56
d. Bidang Paguyuban dan Tata Organisasi ... 57
e. Bidang Sarana dan Prasarana ... 57
f. Bidang Penelitian dan Pengembangan ... 58
BAB III METODOLOGI LAPORAN DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN ... 59
A. Metodologi Penelitian ... 59
1. Rumusan Permasalahan ... 59
2. Tujuan Penelitian ... 60
3. Manfaat Penelitian ... 61
4. Jenis Penelitian ... 61
5. Metode Penelitian... 62
6. Pengumpulan Data ... 62
7. Analisis Data ... 63
8. Tempat dan Waktu Penelitian ... 64
9. Responden Penelitian ... 65
10.Variabel Penelitian ... 66
1. Hasil Dokumen ... 70
2. Hasil Observasi ... 71
3. Hasil Wawancara ... 72
a. Pengertian Responden Tentang Wali Baptis ... 72
b. Peran dan Tanggungjawab Wali Baptis ... 75
c. Pelaksanaan Peran, Tugas dan Tanggungjawab Wali Baptis ... 78
d. Kepentingan Kehadiran Wali Baptis Terhadap Perkembangan Iman Remaja... 81
e. Faktor-faktor Pendukung dan Penghambat dalam Menjalankan Peran, Tugas dan Tanggungjawab sebagai Wali Baptis ... 84
f. Keteladanan Hidup Wali Baptis ... 86
g. Pengetahuan Wali Baptis tentang Makna, Simbol, Liturgi Baptis ... 88
h. Perasaan karena Terpilih Sebagai Wali Baptis ... 91
i. Pendampingan yang Khas bagi Iman Remaja ... 92
j. Harapan-harapan Para Responden ... 94
k. Nasehat yang Diterima Anak Baptis dari Wali Baptis ... 96
l. Bentuk Pendampingan yang Diharapkan Anak Baptis Kepada Wali Baptis... 97
C. PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN TENTANG TENTANG PERAN WALI BAPTIS TERHADAP PERKEMBANGAN IMAN ANAK BAPTIS USIA REMAJA DI PAROKI KRISTUS RAJA BACIRO YOGYAKARTA ... 98
1. Pemahaman Tentang Peran dan Tugas Wali Baptis Terhadap Perkembangan Iman Anak Baptis Usia Remaja ... 98
2. Pelaksanaan Peran, Tugas dan tanggungjawab Wali Baptis dalam Mengembangkan Iman Anak Usia Remaja... 104
Tugas Wali baptis dalam Mengembangkan Iman Anak Baptis .. 117
5. Upaya Meningkatkan Peran Wali Baptis dalam Mengembangkan Iman Anak Baptis Usia Remaja ... 121
6. Rangkuman ... 125
BAB IV USULAN PROGRAM REKOLEKSI BAGI WALI BAPTIS PAROKI KRISTUS RAJA BACIRO YOGYAKARTA ... 129
A. Latar Belakang Program ... 129
B. Alasan Pemilihan Program ... 131
C. Tujuan Program ... 133
D. Usulan Program ... 134
E. Persiapan Rekoleksi Wali Baptis Kristus Raja BaciroYogyakarta ... 140
a. Pembukaan ... 141
b. Kegiatan Inti I ... 143
c. Kegiatan Inti II ... 150
d. Kegiatan Inti III ... 154
e. Kegiatan Inti IV... 156
f. Penutup ... 156
BAB V PENUTUP ... 157
A. Kesimpulan ... 157
B. Saran ... 159
DAFTAR PUSTAKA ... 161
Lampiran 1: Permohonan Izin Penelitian ... (1)
Lampiran 2: Laporan Hasil Wawancara ... (2)
Lampiran 3: Tesk Lagu Hati Sebagai Hamba ... (34)
Lampiran 4: Gambar Yesus yang Menggendong Domba ... (35)
Lampiran 5: Teks Injil Yohanes ... (36)
Lampiran 6: Foto Responden ... (37)
DAFTAR SINGKATAN
A. Singkatan Kitab Suci
Semua singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti singkatan
Kitab Suci sesuai dengan daftar singkatan Perjanjian Baru dalam Alkitab
Katolik Deutrokanonik cetakkan tahun 2000 oleh Bimas Katolik
Departemen Agama, Repuplik Indonesia dalam rangka PELITA IV. Ende:
Arnoldus, 1984/1985, hal. 8.
Mat : Matius
Mrk : Markus
Yoh : Yohanes
Kis : Kisah para rasul
Rm : Roma
Gal : Galatia
Ef : Efesus
B. Singkatan Dokumen Resmi Gereja
KGK : Katekismus Gereja Katolik. Dicetak oleh Percetakan Arnoldus,
Ende, 1995.
KWI : Konferensi Waligereja Indonesia.
KHK : Kitab Hukum Kanonik (Codex Iuris Canonici), diundangkan
oleh Paus Yohanes Paulus II, 25 Januari 1983.
UR : Unitatis Redintegratio, Dekrit Konsili Vatikan ke II tentang
MAWI : Majelis Agung Waligereja Indonesia
GE : Gravissimum Educationis. Pernyataan Konsili Vatikan II
tentang Pendidikan Kristen, 28 Oktober 1965.
KKGK : Kompendium Katekismus Gereja Katolik, diterbitkan oleh
Penerbit Dioma, 2005.
GS : Gaudium Et Spes. Konstitusi Pastoral Konsili Vatikan II
tentang Gereja Dewasa ini, 7 Desember 1965.
AG : Ad Gentes, Dekrit Konsili Vatikan II InI mengenai Kegiatan
Misioner Gereja, 7 Desember 1965.
LG : Lumen Gentium, Konstitusi Dogmatis Konsili Vatikan II
tentang Gereja, 21 November 1965.
OICA : Ordo Initiation Christianei Adultorum (Ritus Inisiasi Kristen
Orang Dewasa).
Kan : Kanon.
C. Singkatan Lain:
PIA : Pendampingan Iman Anak
PIR : Pendampingan Iman Remaja
KAS : Keuskupan Agung Semarang
Komkat : Komisi Kateketik
Bdk : Bandingkan
CREBO : Crew Multimedia Baciro
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG
Sakramen inisiasi terdiri dari tiga sakramen yakni: Sakramen Baptis,
Sakramen Ekaristi, dan Sakramen Krisma. Sakramen-sakramen inisiasi memiliki
kesatuan hubungan sebagai sakramen-sakramen yang menandai kehidupan dan
perkembangan hidup manusia sejak lahir, tumbuh, dan berkembang karena
terpenuhinya seluruhnya kebutuhan manusiawinya (Martasudjita, 2003:214).
Sakramen baptis adalah awal kehidupan baru, sakramen Krisma (penguatan) yang
menguatkan kehidupan ini, dan sakramen Ekaristi yang mengenyangkan umat
beriman dengan tubuh dan darah Kristus untuk mengubahnya kedalam Kristus
(KGK 1275).
Dengan pembaptisan orang diinisiasikan atau diantar ke dalam Gereja
sebagai anggotanya (KWI, 1996: 418). Pembaptisan suci merupakan dasar seluruh
kehidupan Kristen, pintu masuk menuju kehidupan dalam Roh (Vitae spiritualis
ianua) dan menuju sakramen-sakramen yang lain. Oleh pembaptisan kita
dibebaskan dari dosa dan dilahirkan kembali sebagai putera-puteri Allah. Kita
menjadi anggota-anggota Kristus, dimasukkan ke dalam Gereja dan ikut serta
dalam tugas perutusan-Nya (KGK 1213).
Orang yang dibaptis menjadi serupa dengan Kristus, karena melalui
pembaptisan seseorang digabungkan bersama Kristus. Pembaptisan menandai
warga Kristiani dengan satu meterai (character) rohani yang tidak dapat
tidak dihapuskan oleh dosa manapun, meskipun dosa menghalangi-halangi
pembaptisan untuk menghasilkan buah keselamatan (KGK 1272). Meterai Tuhan
(“Dominicus character”) menurut Agustinus adalah meterai yang dengannya Roh
Kudus telah memeteraikan kita untuk hari penyelamatan (Ef 4:30). Orang beriman
yang telah mempertahankan “meterai” sampai akhir, artinya setia kepada tuntunan
yang diberikan bersama pembaptisannya (KGK 1274).
Pemberian sakramen baptis kepada anak-anak tidak dengan sendirinya
menjadi jaminan bahwa iman anak bertumbuh dan berkembang. Pemeteraian Roh
Kudus yang terjadi lewat pembaptisan dan terlebih pengurapan minyak pada dahi
anak, membutuhkan usaha manusia untuk mengembangkan iman anak yang sudah
dibaptis. Oleh karena itu, Gereja sangat menganjurkan agar iman anak didampingi
baik oleh orang tua maupun wali baptis. Kitab Hukum Kanonik (KHK) sangat
menggarisbawahi betapa pentingnya peranan orang tua dan wali baptis dalam
pengembangan iman anak. KHK mengatakan:
“Umat yang akan menerima sakramen baptis sedapat mungkin diberi wali baptis, yang berkewajiban mendampingi calon baptis dewasa dalam inisisi Kristiani dan mengajukan bersama orang tua calon baptis bayi untuk dibaptis, dan juga wajib berusaha agar yang dibaptis hidup secara Kristiani yang sesuai dengan baptisnya serta memenuhi dengan setia kewajiban-kewajiban yang melekat pada baptisan itu” (KHK, kan. 872).
Berkaitan dengan tugas umat beriman yang tertuang dalam KHK di atas,
Katekismus Gereja Katolik (KGK) juga menggarisbawahi betapa pentingnya
peranan orang tua/wali baptis. Tugas mereka adalah jabatan gerejani yang
sebenarnya (officium). Seluruh persekutuan Gereja ikut bertanggungjawab untuk
pengertian KHK maupun KGK, nampak bahwa rahmat pembaptisan ini dapat
berkembang atas bantuan orang tua dan wali baptis. Baik orang tua maupun wali
baptis harus menjadi orang Kristiani yang baik yang mampu dan siap
mendampingi anak dan orang dewasa yang baru dibaptis pada jalan kehidupan
Kristiani.
Menanggapi begitu pentingnya peran dan tanggung jawab wali baptis dan
seluruh persekutuan Gereja dalam pengembangan dan perlindungan rahmat
pembaptisan ini serta bertitik tolak dari Injil Markus 16:15-16a. Yesus berkata
kepada para murid-Nya: “Pergilah keseluruh dunia, beritakanlah Injil kepada
segala mahkluk. Siapa yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan.”
Atas dasar pemikiran di atas, penulis mencoba melihat peranan wali baptis
di gereja paroki Kristus Raja Baciro Yogyakarta. Sebagai paroki yang terhimpun
dalam satu wilayah tertentu, Paroki Kristus Raja Baciro berusaha untuk
mewujudkan cita-cita Injili yang coba diterjemahkan baik dalam KHK, KGK dan
terlebih buku Pedoman Dewan Paroki Kristus Raja Baciro. Buku Pedoman
tersebut tidak pernah lepas dari konteks Keuskupan Agung Semarang yang
mempunyai buku Pedoman juga. Dewan Paroki mencoba mengkonkretkan unsur
Tritugas Kristus: imam (menguduskan), Nabi (pewartaan), dan sebagai Raja
(menggembalakan).
Secara khusus sebagai nabi (pewartaan), paroki Kristus Raja Baciro
Yogyakarta memberikan perhatian dengan membentuk tim kerja di bidang
pewartaan, diantaranya adalah: tim kerja baptisan bayi, tim kerja inisiasi, tim
kerja pendampingan iman orang dewasa, tim kerja kerasulan Kitab Suci, dan tim
kerja katekis (Pedoman Pelaksanaan Dewan Paroki, 2011: 39-40).
Wujud konkrit yang telah dilakukan di paroki Kristus Raja Baciro
Yogyakarta selama ini adalah memilih beberapa orang yang menjadi penanggung
jawab dalam bidang tersebut dan dipercayakan untuk melaksanakan apa saja yang
berkaitan dengan pembaptisan baik itu sebelum maupun sesudahnya. Misalnya,
sebelum upacara pembaptisan dilaksanakan, terlebih dahulu diadakan pembekalan
kepada para orang tua anak yang akan dibaptis dan bagi para wali baptis yang
akan menjadi orang tua kedua bagi anak baptis dalam pendampingan iman anak
baptis untuk selanjutnya. Wali baptis yang dipilih menjadi orang tua kedua dalam
perkembangan iman anak baptis untuk selanjutnya bekerjasama dengan orang tua
anak baptis harus mampu menjadi teladan hidup. Bagi penulis dipilih menjadi
wali baptis menunjukkan suatu penghargaan dan kepercayaan dari keluarga yang
dibaptis. Wali baptis dipilih berdasarkan keteladanan hidup, kualitas pribadi dan
persahabatan (OICA 11, Ordo Initiation Christianei Adultorum).
Penulis memahami bahwa keberadaan wali baptis tidak hanya penting
pada saat pembaptisan, tetapi juga bertanggung jawab mendampingi calon baptis
secara terus menerus. Tanggung jawab untuk memperkembangkan iman umat
bukan hanya menjadi tanggung jawab romo, suster, katekis namun wali baptis dan
orang tua juga mempunyai tanggungjawab yang besar pula untuk kehidupan
beriman umat. Orang tua dan wali baptis sendiri harus menjadi orang Kristiani
yang baik yang mampu dan siap mendampingi anak dan orang dewasa yang baru
terlebih teladan hiduplah orang tua dan wali baptis membina anak baptis mereka
dalam iman dan praktek kehidupan Kristani (KHK, kan. 774 §2). Wali baptis
harus mengusahakan kebajikan dalam dirinya sendiri dan memberikan teladan
dalam hidup doa kepada seluruh umat. Karena seorang wali baptis telah berjanji
untuk membantu orang yang baru dibaptis dan setuju untuk mewakili komunitas
iman dan mendorong anak baptisnya untuk tetap berada dalam persekutuan penuh
dengan Gereja Katolik sendiri.
Penulis melihat bahwa pada umumnya wali baptis masih kurang berperan
dalam perkembangan hidup iman anak baptis. Perkembangan iman sering
bersamaan dengan perkembangan kepribadian seseorang. Misalnya, pada usia
remaja, menurut para ahli psikologi (Feist, 2008: 233), anak berada dalam
masalah identitas diri (ego identity). Dalam kaitan dengan iman dan sesuai
dengan perkembangan kemampuan kritis psikologi remaja, anak remaja sering
menyoroti nilai-nilai agama dengan cermat. Mereka mulai membawa nilai-nilai
agama ke dalam hati dan praksis hidup. Mereka juga mengamati secara kritis
kepincangan-kepincangan di masyarakat yang gaya hidupnya kurang
memperdulikan nilai agama, bersifat munafik, tidak jujur, dan perilaku amoral
lainnya. Di sinilah idealisme keimanan dan spiritual remaja mengalami
benturan-benturan dan tantangan yang membutuhkan seorang pendamping. Pendamping
yang di maksud dalam konteks liturgi adalah orang tua dan wali baptis (sebagai
orang tua kedua).
Bila pendampingan orang tua dan wali baptis berlangsung, tentu
atau pendalaman iman di lingkungan (bdk.KWI, 1996: 353-355) dapat dilihat atau
dirasakan. Pernyataan di atas dapat juga kita buat dalam bentuk pertanyaan
apakah fenomena partisipasi remaja dalam kegiatan-kegiatan yang ada di
lingkungan dan gereja disebabkan oleh peranan wali baptis? Untuk asumsi
sementara dan berdasarkan tugas dan tanggung jawabnya, penulis melihat bahwa
peranan wali baptis belum optimal.
Selama ini penulis merefleksikan bahwa wali baptis kurang memiliki
pemahaman yang benar mengenai peran dan tugasnya. Para wali baptis dalam
melaksanakan tugas dan peran mereka selama ini belum merupakan suatu
kedasaran. Kehadiran mereka hanya sebatas memenuhi persyaratan liturgis, yaitu
menggendong pada saat bayi hendak dibaptis; sebagian besar beranggapan bahwa
mereka hanya berperan dalam proses baptisan. Pemahaman ini sedikit terlalu
sempit karena kurangnya keterlibatan dan pengetahuan akan tugas dan
tanggungjawab sebagai wali baptis. Sebab dalam teori dikatakan bahwa wali
baptis wajib mendampingi iman anak mulai sejak dibaptis sampai pada tingkat
iman yang dewasa.
Seperti yang pernah terjadi ketika penulis mengikuti proses pembekalan
bagi para orang tua anak baptis dan wali baptis di paroki Kristus Raja Baciro
Yogyakarta, saat itu wali baptis tidak hadir. Suatu hal yang sangat
memprihatinkan karena pembekalan sesungguhnya merupakan hal yang sangat
penting bagi wali baptis. Melalui pembekalan wali baptis mengetahui dan
sakramen baptis maupun selanjutnya (Mistagogi) sampai anak dewasa dalam
imannya.
Penulis melihat bahwa merupakan hal yang sangat penting bagi para wali
baptis untuk mengikuti pembekalan sebelum perayaan sakramen pembaptisan
dilaksanakan. Peran mereka sebagai pendamping iman bagi anak baptis tidak
berhenti pada saat upacara pembaptisan saja melainkan berkelanjutan sampai pada
anak yang telah dibaptis dewasa dalam imannya. Penulis melihat bahwa masih
ada wali baptis yang tidak mengetahui perkembangan iman anak baptis. Banyak
wali baptis kurang menjadi teladan iman terhadap anak baptis dalam penghayatan
iman Kristiani yang diwujudkan dalam kehidupan nyata. Sering terjadi bahwa
hubungan yang berkelanjutan dengan anak yang dibaptis tidak ada kelanjutannya.
Berdasarkan pengalaman konkret ini, penulis merasa tertarik untuk
meneliti lebih lanjut dan mengambil judul skripsi PERAN WALI BAPTIS
TERHADAP PERKEMBANGAN IMAN ANAK USIA REMAJA DI PAROKI
KRISTUS RAJA BACIRO YOGYAKARTA.
B. RUMUSAN PERMASALAHAN
Berdasarkan pemaparan di atas, permasalahan yang akan dibahas
dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana pemahaman wali baptis tentang peran dan tugasnya terhadap
perkembangan iman anak baptis selama ini?
2. Bagaimana pelaksanaan peran wali baptis dalam pengembangan iman untuk
3. Sejauh mana kepentingan peran wali baptis dalam pengembangan iman remaja
selama ini?
4. Faktor-faktor pendukung dan penghambat manakah yang dialami oleh wali
baptis ketika melaksanakan peran dan tugasnya dalam pengembangan iman
anak baptisnya ?
5. Upaya apa yang dilakukan untuk meningkatkan peran wali baptis dalam
pengembangan iman anak baptis usia remaja supaya anak baptisnya dapat
mencapai kedewasaan dalam iman Kristiani?
C. TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk memahami sejauh mana wali baptis mempunyai wawasan tentang
tugas dan perannya sebagai wali baptis.
2. Mengetahui bagaimana pelaksanaan peran wali baptis selama ini
dilaksanakan di paroki Kristus Raja Baciro Yogyakarta.
3. Mengetahui sejauh mana kepentingan kehadiran wali baptis dalam
mengembangkan iman anak baptis usia remaja.
4. Mengetahui faktor-faktor pendukung dan penghambat yang dialami oleh wali
baptis ketika melaksanakan peran dan tugasnya dalam mengembangakan
iman anak baptisnya.
5. Mengetahui upaya yang dilakukan untuk meningkatkan peran wali baptis
dalam mengembangkan iman anak baptis usia remaja supaya mencapai
D. MANFAAT PENULISAN
Manfaat dari penulisan ini adalah sebagai berikut:
1. Membantu para wali baptis agar dapat memahami dan menjalankan tugas dan
tanggungjawab sebagai wali baptis yang berperan dalam perkembangan iman
anak baptis selanjutnya.
2. Mendorong pihak Gereja, yakni pastor paroki dan katekis untuk memberikan
pengajaran atau pembinaan kepada orang tua dan wali baptis agar mereka
mengetahui tugas dan tanggungjawab mereka sebagai orang tua dan wali baptis
dalam perkembangan iman anak yang dibaptis.
3. Memberi sumbangsih bagi wali baptis agar mampu meningkatkan peran
mereka sebagai wali baptis sehingga senantiasa setia dalam membantu
perkembangan iman anak yang dibaptis. Dengan demikian, kelak anak
baptisnya menjadi dewasa dalam iman serta mampu melihat peran Allah yang
hadir dalam kehidupan ini.
4. Sebagai sumber pembelajaran bagi penulis dalam merencanakan,
melaksanakan dan menyusun suatu penelitian agar hasilnya dapat bermanfaat
bagi banyak pihak yang berkepentingan.
E. METODE PENULISAN
Metode penulisan yang digunakan adalah metode deskriptif analitis.
Untuk memperlancar penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode
penelitian kualitatif. Metode penelitian kualitatif melibatkan tiga unsur pokok,
Ketiga teknik pengumpulan data ini akan digunakan untuk memperkaya temuan
yang ada di lapangan (paroki Kristus Raja Baciro).
Tujuan utama metode penulisan ini terletak pada usaha untuk
menggambarkan dan mengungkap dan kedua adalah untuk menjelaskan apa yang
menjadi temuan penulis di lapangan. Ada tiga prinsip berkenaan dengan
pengumpulan dan penggunaan data yang dipakai oleh penulis yakni, pertama:
penggunaan multi sumber; kedua: penciptaan data dasar bagi studi kualitatif; dan
ketiga adalah pemeliharaan rangkaian terbukti. Sehubungan dengan itu lima
sumber data yang akan dipakai penulis dalam penenelitian ini yakni: pertama
dokumentasi, kedua: rekaman arsip, ketiga: wawancara, keempat: observasi
langsung, dan kelima adalah observasi partisipan.
F. SISTEMATIKA PENULISAN
Judul yang dipilih yaitu: peran wali baptis terhadap perkembangan iman
anak baptis usia remaja di Paroki Kristus Raja Baciro Yogyakarta. Secara
keseluruhan penulisan ini terbagi dalam lima bab. Adapun perinciannya sebagai
berikut:
Bab I berisi Pendahuluan yang menguraikan latar belakang penelitian,
rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penelitian, metode penulisan, dan
sistematika penulisan.
Bab II berisi peran wali baptis terhadap perkembangan iman anak baptis
melandasi pemikiran dan gagasan tentang peran wali baptis terhadap
perkembangan iman anak baptis usia remaja di paroki Kristus Raja Baciro
Yogyakarta. Kajian teori juga meliputi: sakramen baptis, buah rahmat dari
sakramen baptis, empat makna teologis sakramen baptis, simbol-liturgi sakramen
baptis dan nama baptis, pelayan dan petugas sakramen baptis, sejarah wali baptis,
pengertian wali baptis, partisipasi serta peran dan tugas wali baptis, pengertian
perkembangan iman, beberapa sumber untuk mengembangkan iman, peran khas
wali baptis terhadap perkembangan iman anak baptis usia remaja, dan gambaran
umum paroki Kristus Raja Baciro Yogyakarta. Pengertian remaja serta sejarah
paroki Kristus Raja Baciro Yogyakarta.
Bab III berisi metodologi penelitian, laporan dan hasil penelitian tentang
peran wali baptis terhadap perkembangan iman anak baptis usia remaja di paroki
Kristus Raja Baciro Yogyakarta. Dengan pemahaman ini diharapkan para wali
baptis di paroki Kristus Raja Baciro di masa yang akan datang semakin serius,
setia menghayati dan melaksanakan peran mereka sebagai wali baptis.
Bab IV berisi usulan program yang efektif berdasarkan hasil penelitian,
sehingga penelitian ini sungguh teraktualisasi.
Bab V berisi penutup. Pada bab V penulis akan membuat kesimpulan
BAB II
PERAN WALI BAPTIS TERHADAP PERKEMBANGAN IMAN ANAK BAPTIS USIA REMAJA DAN GAMBARAN UMUM PAROKI KRISTUS
RAJA BACIRO YOGYAKARTA
Mengetahui bahwa calon baptis sedapat mungkin diberi wali baptis, yang
berkewajiban mendampingi calon baptis dewasa dalam inisisi Kristiani dan
mengajukan bersama orang tua calon baptis bayi untuk dibaptis, dan juga wajib
berusaha agar yang dibaptis hidup secara Kristiani yang sesuai dengan baptisnya
serta memenuhi dengan setia kewajiban-kewajiban yang melekat pada baptisan itu
(KHK, kan.872). Oleh karena itu pada bab II ini pada variabel pertama penulis
akan menjelaskan tentang sakramen baptis, buah rahmat dari sakramen baptis,
empat makna teologis sakramen baptis, simbol- liturgi sakramen baptis dan nama
baptis, pelayan dan petugas sakramen baptis, sejarah wali baptis, pengertian wali
baptis, partisipasi serta peran dan tugas wali baptis. Variabel kedua membahas
mengenai pengertian perkembangan iman remaja serta sejarah paroki Kristus
Raja Baciro Yogyakarta.
A. SAKRAMEN BAPTIS
1. Baptis, Gerbang Sakramen lain
Dalam Gereja Katolik, ada tujuh sakramen yang dipahami dan dihayati
sebagai “Tanda dan sarana yang mengungkapkan dan menguatkan iman,
manusia” (KHK kan. 840). Salah satuya adalah sakramen baptis. Baptis berasal
dari kata Yunani baptizein yang berarti membenamkan, mencemplungkan, atau
menenggelamkan kedalam air, entah seluruh atau sebagian (Martasudjita, 2013:
217). Sakramen ini selalu ditempatkan di awal ketujuh sakramen yang ada karena
sakramen baptis dipahami sebagai pintu gerbang sakramen-sakramen lain. Hal
tersebut didasarkan pada KHK kan. 849 yang berbunyi: “Baptis, gerbang
sakramen-sakramen lain, yang perlu untuk keselamatan”. Hal ini berarti bahwa
orang dapat menerima sakramen-sakramen lain yang disediakan oleh Gereja
Katolik kalau orang tersebut sudah menerima sakramen baptis terlebih dahulu,
sebab sakramen ini menjadi syarat mutlak untuk menyambut sakramen-sakramen
lain secara sah. Hal tersebut juga dikatakan dalam KHK kan. 842 § 1 bahwa:
“Orang yang belum dibaptis tidak dapat diizinkan menerima sakramen-sakramen
lain dengan sah”. Hal ini selaras dengan kehendak Kristus, bahwa semua orang
yang dibaptis memiliki kehidupan kekal (Yoh 3:5). Seorang yang menjadi
Kristiani berarti menggabungkan diri atau menjalani suatu masa perkenalan dan
masa latihan yang biasa disebut dengan inisiasi. Inisiasi Kristiani ini merupakan
perkembangan yang berlangsung cukup lama mengikuti suatu pola yang kurang
lebih sama, pola tersebut dapat dibedakan dalam tiga tahap empat masa. Tiga
tahap tersebut adalah, tahap pertama: pelantikkan katekumenat, tahap ke dua
pemilihan calon baptis, dan tahap ke tiga sakramen-sakramen inisiasi. Ada empat
masa yakni: masa prakatekumenat, masa katekumenat, masa photizomenat (masa
Sakramen baptis merupakan salah satu dari tiga sakramen inisiasi.
Sakramen baptis menginisiasi, memasukan, mengantar orang ke dalam Gereja
sebagai anggotanya (Iman Katolik, 1996: 418). Umat yang akan menerima
sakramen baptis hendaknya didampingi oleh wali baptis.
“Calon baptis sedapat mungkin diberi wali baptis, yang berkewajiban mendampingi calon baptis dewasa dalam inisiasi kristiani, dan bersama orang tua mengajakcalon baptis bayi untuk dibaptis, dan juga wajib berusaha agar yang dibaptis menghayati hidup kristiani yang sesuai dengan baptisnya dan memenuhi dengan setia kewajiban-kewajiban yang melekat pada baptis itu” (KHK, kan. 872).
2. Buah Rahmat dari Sakramen Baptis
Bertitik tolak pada KGK 1263-1268, Komisi Kateketik Keuskupan Agung
Semarang dalam buku Katekese Inisiasi (2012: 28) menguraikan buah-buah
rahmat dari sakramen baptis, yakni:
a. Seseorang yang dibaptis telah menjadi manusia baru dan tentu saja
mempunyai tujuan hidup yang jelas, yaitu menjadikan hidupnya sebagai
sarana berkat dan keselamatan bagi orang di sekitarnya.
b. Seseorang yang dibaptis telah mendapatkan pengampunan dosa asal dan dosa
pribadi, maka seseorang telah mendapatkan anugerah dan rahmat untuk
mengenakan busana kebakaan karena telah ditutupi dari noda-noda dosa serta
dipermandikan karena dibersihkan dari segala dosa.
c. Seseorang yang dibaptis telah menjadi anak angkat Allah, anggota Kristus
dan kenisah Roh Kudus. Orang yang dibaptis digabungkan dengan Gereja,
Seseorang mendapatkan rahmat pengurapan karena ia adalah kudus dan
rajawi, berpartisipasi dalam tugas Kristus.
3. Makna Teologis Sakramen Baptis
E. Martasudjito, dalam buku Sakramen-sakramen Gereja menuliskan
empat makna teologis sakramen baptis (Martasudjita, 2003: 228-232). Empat
makna teologis sakramen baptis itu adalah:
a. Baptis Mempersekutukan Orang Beriman dengan Kristus
Baptisan mempersekutukan kita bukan hanya dengan pribadi Yesus
Kristus tetapi juga memasukkan orang ke dalam seluruh peristiwa Yesus Kristus
yang meliputi sengsara, wafat, hingga kebangkitan serta hidup-Nya bagi Allah.
Dengan baptisan kita mengenakan Kristus (Gal 3:27), artinya apa yang terjadi
dalam diri Kristus juga terlaksana dalam diri kita.
Dari kutipan rasul Paulus kepada jemaat di Roma 6:1-14 terdapat tiga hal
yang terjadi dalam baptisan: pengampunan atau pembersihan dosa, senasib
dengan Kristus yang wafat dan bangkit, dan persatuan orang beriman dengan
Allah sendiri.
b. Baptis Mempersatukan Orang Beriman dengan Allah Tritunggal
Baptisan mempersatukan orang Kristiani dengan Allah sendiri, karena
melalui pembaptisan orang Kristiani dimasukkan kedalam komunitas Trinitas:
relasi kasih antara Allah Bapa, Putra, dan Roh Kudus. Dalam diri Allah ada relasi
komunikatif antara Allah Bapa, Putra dan Roh Kudus. Komunikasi Trinitas berarti
sehingga ketiga pribadi tetap merupakan satu keilahian (Allah Yang Maha Esa)
dan sekaligus masing-masing pribadi tidak pernah terpisah dan tidak pernah
tercampur. Komunikasi kasih yang membangun komunitas Ilahi dalam Trinitas ini
diwahyukan dalam sejarah keselamatan. Sang Putra menjadi manusia dalam
Yesus Kristus, di mana keseluruhan hidup Yesus tetap bersama dengan Allah
Bapa dan yang menyatukan Bapa dengan Yesus adalah Roh Kudus. Pada saat
wafat Putra Allah menyerahkan diri secara total kepada Allah Bapa dalam Roh
dan dalam kebangkitan-Nya Bapa menerima persembahan dan penyerahan diri
Putra-Nya. Melalui baptis orang beriman menggabungkan diri dalam dinamika
kasih Trinitas tersebut. Berkat Roh Kudus yang dianugerahkan kepada orang
beriman, orang Kristiani masuk ke dalam dinamika hubungan kasih Allah Bapa
dan Putra. Dengan baptis, orang beriman mengalami kesatuan dan kebersamaan
dengan Allah Tritunggal yang merupakan anugerah semata, bukan karena jasa
kita.
c. Baptis Memasukkan Orang Beriman dalam Gereja
Dengan baptis, seseorang dimasukkan dalam Gereja sebagai warga baru.
Proses inisiasi merupakan suatu saat di mana orang harus tetap bertumbuh dan
berkembang dalam iman Gereja. Baptis meliputi dua macam gerak yang
merupakan satu realitas komunikasi dan perjumpaan. Pertama: melalui baptis,
seseorang masuk dalam Gereja, diterima dan diakui sebagai warga baru dengan
segala hak dan kewajibannya. Kedua, dalam baptis Gereja menjadi hidup dan
tumbuh dalam orang Kristiani. Artinya dalam diri orang Kristiani terjadi
d. Baptis sebagai Ikatan Kesatuan Ekumenis
Dari ketujuh sakramen dalam Gereja Katolik, baptis merupakan salah
satu sakramen yang diterima dan diakui oleh Gereja. Gereja yang satu sudah
semakin dapat mengakui validitas praktek baptisan dari Gereja lain. Meskipun
pengakuan itu tidak selalu terjadi, mengingat masing-masing Gereja terkadang
memiliki ritus yang berbeda. Dokumen Lima mengatakan bahwa pada umumnya
Gereja-Gereja memandang pernyataan mengenai baptisan sebagai pernyataan
yang baik dan sesuai dengan tradisi para rasul. Yang dipermasalahkan hanyalah
baptisan bayi. Meskipun demikian, baptisan diterima oleh semua Gereja dan
dengan demikian umat Kristiani menyebut baptisan sebagai ikatan kesatuan
ekumenis. Dari pihak Gereja Katolik, pengakuan akan makna baptis sebagai
kesatuan ekumenis tercermin dalam UR 22, yang berbunyi “Baptis merupakan
ikatan sakramen antara semua orang yang dilahirkan kembali karenanya”.
4. Simbol, Liturgi Sakramen Baptis, dan Nama Baptis a. Simbol
Dalam sakramen baptis ada simbol atau lambang dan liturgi yang
digunakan seperti sakramen-sakramen Gereja pada umumnya. Adapun lambang
dan simbol yang digunakan adalah:
1) Air
Air melambangkan pembersihan, kesucian dan kelahiran kembali dalam
Roh Kudus. Dengan demikian baptisan hanya dapat diterimakan secara sah
“Aku membaptis engkau dalam nama Bapa, Putra, dan Roh Kudus”. Air yang
harus dipergunakan dalam menerimakan baptis, diluar keadaan terpaksa, haruslah
air yang diberkati menurut ketentuan-ketentuan buku liturgi ( KHK kan. 853). Air
yang digunakan dalam keadaan terpaksa adalah air baptis yang sudah diberkati
atau sekurang-kurangnya diberkati sewaktu upacara baptisan. Baptisan
dilaksanakan dengan memasukkan ke dalam air atau dengan dituangi air.
2) Lilin yang Bernyala
lilin yang bernyala yang diterima oleh baptis baru dalam upacara sakramen
baptis merupakan lambang bahwa seseorang yang dibaptis diterangi oleh Kristus
dan harus senantiasa berusaha hidup dalam terang Kristus (Komisi Kateketik
KAS, 2012: 27).
3) Minyak Krisma
Minyak wangi yang telah diberkati Uskup, berarti bahwa Roh Kudus
diserahkan kepada yang baru dibaptis. Ia menjadi seorang Kristen, artinya seorang
yang diurapi oleh Roh Kudus, digabungkan sebagai anggota dalam Kristus, yang
telah diiurapi menjadi imam, nabi, dan raja (KGK 1241).
4) Kain Putih
Kain putih (KGK 1243) berarti bahwa orang yang telah dibaptis
mengenakan Kristus (sebagai busana).
b. Liturgi
Ritus utama dalam upacara baptis meliputi: litani dan pemberkatan air,
baptis, pengurapan sesudah baptis sesudah menggunakan pakaian putih serta
penyerahan lilin bernyala (Komisi Kateketik KAS, 2012: 27). Namun, dalam
keadaan darurat, setiap orang dapat membaptis, sejauh ia mempunyai niat untuk
melakukan apa yang dilakukan Gereja, dan menuangkan air diatas kepala orang
yang dibaptis dan berkata: “Aku membaptis engkau dalam nama Bapa dan Putera
dan Roh Kudus” (KGK 1240).
c. Nama Baptis
Pemberian nama baptis yang dipilih diambil dari deretan nama-nama
orang kudus yang ada dalam Gereja Katolik, mempunyai makna pertama, agar
keutamaan, kesucian,dan keteladanan orang kudus itu terpancar pada orang yang
menyandang nama orang kudus itu. Kedua, agar orang kudus itu membantu calon
baptis melalui doa dan relasi secara khusus dengan calon baptis sehingga calon
baptis dapat hidup pantas di hadapan Allah. Ketiga, nama baptis juga merupakan
simbol anugerah hidup baru yang diterima (Komisi kateketik KAS, 2012: 27).
5. Pelayan dan Petugas Sakramen Baptis a. Pelayan Sakramen Baptis
Sakramen baptis dapat diterimakan baik dalam keadaan normal maupun
darurat, dengan tetap mengindahkan aspek keabsahan sakramen baptis itu sendiri,
yaitu mencurahkan air tiga kali di dahi, sambil mengucapkan”(Nama calon
baptis), Aku membaptis engkau dalam nama Bapa, dan Putra, dan Roh Kudus”.
diakon tertahbis: “Pelayan baptis adalah uskup, imam, dan diakon” (KHK kan.861
§1). Sedangkan dalam keadaan darurat, sakramen baptis dapat diterimakan semua
orang Katolik yang sudah dibaptis seperti yang dikatakan dalam KHK kan. 861 §
2: “Bilamana pelayan tidak ada atau berhalangan, baptisan dapat dilaksanakan
secara licit oleh katekis ataupun oleh orang lain yang oleh Ordinaris wilayah yang
ditugaskan untuk fungsi itu, bahkan dalam darurat oleh siapapun yang mempunyai
maksud yang semestinya;…”atau dengan ungkapan “Setiap orang beriman dapat
memberikan sakramen baptis kepada orang yang berada dalam bahaya maut atau
dalam sakrat maut, kalau tidak ada imam ataupun diakon” (Ga I, 2014:95).
b. Petugas Sakramen Baptis 1) Orang Tua
Dalam peristiwa pembaptisan bayi, kehadiran orang tua sangat penting dan
menentukan dibandingkan dengan wali baptis, karena merekalah yang akan
membesarkan dan mendidik anak-anaknya, khususnya dalam pembinaan iman
anak-anaknya termasuk mempersiapkan mereka untuk menerimakan
sakramen-sakramen lain seperti komuni pertama, Ekaristi, dan sakramen-sakramen penguatan
(Prasetya, 2008:25-26). Mengingat pentingnya peranan orang tua baik pada saat
pembaptisan maupun sesudah pembaptisan, kehadiran orang tua dalam
penerimaan sakramen baptis sangat diharapkan:
“Sangatlah diharapkan supaya orangtua menghadiri upacara pembaptisan
anaknya dan menyaksikan kelahirannya kembali dari air dan Roh Kudus”,
2) Wali Baptis
Pembaptisan adalah sakramen iman. Iman membutuhkan persekutuan
umat beriman. Setiap orang beriman hanya dapat beriman dalam iman Gereja.
Iman yang dituntut untuk pembaptisan tidak harus sempurna dan matang,
cukuplah satu tahap awal yang hendak berkembang. Kepada para katekumen dan
wali baptis disampaikan pertanyaan: “Apa yang kamu minta dalam Gereja
Allah?” dan iamenjawab; “Iman” (KGK 1253).
Berdasarkan pernyataan tersebut, Wali baptis tidak hanya bertugas pada
saat penerimaan sakramen baptis, tetapi mendampingi terus-menerus sampai
akhirnya bayi atau anak baptis dapat hidup secara Kristiani dan setia
melaksanakan kewajiban-kewajibannya sesuai dengan baptisan yang telah
diterimanya (KHK. Kan 872).
3) Penjamin (fakultatif)
Menurut Prasetya (2008: 28), Penjamin dalam sakramen baptis adalah
seorang beriman Katolik baik laki-laki ataupun perempuan yang berani
memberikan jaminan bahwa bayi ini pantas diterima dalam Gereja Katolik dan
akan dididik dalam iman Katolik. Oleh karena itu, keberadaan penjamin hanya
berkaitan dengan kasus-kasus khusus agar bayi tersebut dapat dibapits; misalnya,
keberadaan bayi yang tidak diketahui siapa orang tuanya atau keberadaan bayi
yang berasal dari perkawinan yang tidak sah atau keberadaan bayi disebabkan
karena kehamilan di luar nikah atau pada saat pembaptisan, orang tuanya tidak
Dalam situasi biasa, keberadaan penjamin tidak diperlukan karena oleh
orang tua sendiri, bayi tersebut akan dibesarkan dan dididik imannya secara
Katolik dan itu sesuai dengan maksud baptisan yang telah diterimanya.
Berdasarkan kasus-kasus seperti itu, kehadiran penjamin sangat penting dan
diperlukan dalam peristiwa pembaptisan.
4) Umat
Pentingnya kehadiran umat dalam peristiwa pembaptisan selain
menunjukkan aspek perhatian dan cintanya kepada mereka yang hendak
menerima sakramen baptis dan meneguhkan pengakuan iman yang dilakukan oleh
orang tua dan wali baptis, juga sebagai perwujudan pengakuan iman Gereja. Umat
Allah ikut serta secara aktif untuk menampakkan penerimaan para baptisan baru
ke dalam Gereja. Dengan demikian, iman yang menjadi dasar pembaptisan bukan
hanya milik keluarganya saja, melainkan milik seluruh Gereja (Prasetya, 2008:
29).
B. TUGAS DAN PERAN WALI BAPTIS
Pada bagian ini penulis akan memaparkan mengenai pokok-pokok wali
baptis. Penulis akan mengajak melihat beberapa pendapat tentang wali baptis.
Pada bagian awal ini penulis akan membahas mengenai sejarah wali baptis,
1. Sejarah Wali Baptis
Adanya wali baptis atau saksi baptis dalam sakramen pembaptisan tidak
menjadi syarat mutlak bagi sahnya sakramen baptis. Dalam keadaan darurat,
baptisan tetap sah bila dilakukan tanpa ada wali baptis. Namun, adanya wali
baptis atau saksi baptis ini merupakan kebiasaan lama yang sudah mengakar
dalam tradisi katolik. Oleh karena itu, keberadaan wali baptis atau saksi baptis
tetap diusahakan (Irwanto, 2005: 25).
Sejarah wali baptis bermula dari adanya penjamin dalam tradisi
pembaptisan Gereja Purba. Sebelum menjadi wali baptis para penjamin saat
upacara pelantikkan katekumen disebut sebagai penobat (Komisi Liturgi MAWI,
48). Sebagai penobat, penjamin bertindak sebagai saksi para calon baptis. Setelah
upacara pelantikkan para penjamin dapat menjadi wali baptis. Mereka dapat
bertindak sebagai wali baptis terutama karena mereka telah menjadi saksi untuk
Gereja dan untuk Kristus di hadapan manusia.
Nama wali baptis dalam masa awal Gereja disebut dengan
penjamin/sponsor. Peran wali baptis sebagai penjamin/sponsor dilakukan oleh St.
Barnabas terhadap St. Paulus yang baru bertobat (Kis 9:27). Peran wali baptis
sebagai penjamin/sponsor seperti St. Barnabas sudah berkembang pada awal
sejarah Gereja, terlebih ketika Gereja mengalami masa penganiayaan dari
kekaisaran Romawi sampai munculnya Edict Milan (313 M). Pada masa itu
menjadi Kristen berarti mesti siap untuk menjadi martir, dibunuh demi iman,
karena kekristenan dianggap sebagai musuh negara yang harus ditumpas. Maka
Pewartaan Injil tidak bisa dilakukan secara terang-terangan (Bagiyowinadi, 2009:
20). Untuk mengetahui apakah lawan bicara juga Kristen digunakan gambar ikan
sebagai sandi (Yun, ikan = ICHTUS singkatan dari Yesus Kristus, Anak Allah,
Penyelamat). Bila ada seseorang yang tertarik menjadi Kristen, dia akan
menghadap Uskup setempat. Dan Uskup meminta dia mencari teman seorang
Kristen yang menjadi penjamin/sponsor baginya (Bagiyowinadi, 2009: 21).
Sebelum abad IX beberapa orang tua sudah memilih orang lain bertindak
sebagai wali baptis anaknya. Baru pada abad IX ada peraturan resmi sponsor
haruslah di luar kedua orang tuanya. Maka muncullah istilah latin patrinus (bapa
baptis) dan Matrina (ibu baptis). Melalui kelahiran baru dalam pembaptisan itu
mereka menjadi orang tua spiritual bagi anak baptisnya. Dengan adanya wali
baptis yang bukan orang tuanya, pembinaan iman bisa berkelanjutan, kalaupun
orang tua tiba-tiba meninggal. Sejak awal relasi spiritual antara wali baptis dan
anak baptis sedemikian erat sehingga Kaisar Yustinus (abad VI) mengeluarkan
larangan penikahan antara wali baptis dengan anak baptis (Bagiyowinadi, 2009:
22).
Dalam liturgi pembaptisan bayi masa itu, wali baptis berperan untuk
menerimakan anak baptis dari bejana baptis. Selanjutnya Karel Agung, raja Frank
yang memerintah tahun 751-758, berusaha menjadikan institusi wali baptis
sebagai pendidikan iman bagi kaum awam. Dia menggaris bawahi tugas wali
baptis sebagai pendidik iman bagi anak baptisnya termasuk untuk mengajarkan
Dari penjelasan tersebut di atas, gereja Katolik tetap mempertahankan
bahwa setiap calon baptis yang akan dibaptis sedapat mungkin diberi wali baptis
yang mendampingi calon baptis menghayati hidup Kristiani yang sesuai dengan
baptisannya dan memenuhi dengan setia kewajiban-kewajiban yang melekat pada
baptis itu.
2. Pengertian Wali Baptis
Kamus Liturgi mendefiniskan bahwa wali baptis adalah orang beriman
Katolik yang dipilih oleh katekumen untuk menjadi pendampingnya dalam tahap-
tahap terakhir inisiasi Ktisten. Sesudah katekumen dibaptis, ia tetap harus
memperhatikan perkembangan hidup baptisan baru tersebut. Wali baptis
berkewajiban menolong anak baptis sebaik mungkin dengan kata dan teladan
dalam perkembangan hidup rohani. Kewajiban seorang wali baptis sangat penting
terlebih-lebih jika orang tua anak baptis tidak mau mengembang tanggung
jawabnya dan dengan demikian wali baptis dapat menjadi orang tua kedua bagi
anak baptis tersebut. Wali baptis wajib berusaha supaya orang anak baptis yang
mendapat pendampingan darinya menerima pembinaan dan pendidikan Katolik
dan tetap setia pada janji baptis (Ernest Mariyanto, 2004: 226).
Wali baptis adalah seorang beriman Katolik, baik laki-laki maupun
perempuan, yang sudah dewasa usia dan imannya yang ditunjuk untuk
mendampingi proses perkembangan iman orang yang dibaptis, baik kanak-kanak
maupun orang dewasa. Menurut Prasetya (2011: 49), wali baptis adalah orang
anak sudah cukup besar untuk menerimanya. Apabila terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan atau sesuatu yang menghalangi orang tua untuk membesarkan anaknya
dalam iman Katolik, wali baptis mempunyai tanggung jawab untuk memastikan
bahwa anak memperoleh pendidikan iman yang diperlukan. Dengan demikian,
keberadaan dan tugas wali baptis tidak hanya penting pada saat pembaptisan,
tetapi juga bertugas untuk mendampingi calon baptis terus menerus sampai dapat
hidup secara kristiani dan setia melaksanakan kewajiban-kewajibannya sesuai
dengan baptisan yang telah diterimanya (Prasetya, 2011: 49).
Wali baptis oleh Yohanes Chrysostomus yang dikutip dalam buku Bina
liturgia 5 juga disebut “Bapa rohani” hal ini mau menunjukkan sifat kemesraan
seorang ayah yang mendidik anak-anaknya dalam hal-hal rohani dan mendorang
mereka kepada kebajikan (MAWI, 1986: 49).
Dari pengertian di atas, Kitab Hukum Kanonik 874 menuliskan
syarat-syarat untuk menjadi seorang wali baptis yakni:
1. Ditunjuk oleh calon baptis atau orang tuanya atau oleh orang yang mewakili
mereka, atau bila mereka itu tidak ada, oleh pastor paroki atau pelayan baptis,
serta memiliki kecakapan dan maksud untuk melaksanakan tugas itu;
2. Telah berumur genap enambelas tahun, kecuali jika umur lain ditentukan oleh
Uskup diosesan, atau pastor paroki ataupun pelayan baptis menilai bahwa
kekecualian atas alasan wajar dapat diterima;
3. Seorang Katolik yang telah menerima penguatan dan sakramen Ekaristi Maha
Kudus, lagi pula hidup sesuai dengan iman dan tugas yang diterimanya;
5. Bukan ayah atau ibu dari calon baptis; seseorang yang telah dibaptis dalam
suatu jemaat gerejawi bukan Katolik hanya dapat diizinkan tampil hanya
bersama dengan seorang wali baptis Katolik, dan itu sebagai saksi baptis.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa wali
baptis adalah orang yang sungguh mempunyai kewajiban penting untuk menjaga,
mendampingi dan membantu orang tua dalam mendampingi anak sehingga
semakin hari anak semakin memiliki iman yang kokoh sehingga tidak mudah
untuk mengikuti arus zaman yang semakin deras serta semakin hari semakin aktif
dalam mengikuti kegiatan menggereja. Kunci utama mengemban tanggungjawab
sebagai wali baptis adalah kemauan dan kerelaan.
3. Peran, Tugas, dan Partisipasi Wali Baptis a. Peran Wali Baptis
Setiap calon baptis hendaknya mempunyai wali baptis namun bukan demi
sahnya pembaptisan karena tanpa wali wali baptis, pembaptisan tetap sah. Dalam
keadaan darurat, baptisan tetap sah bila dilakukan tanpa adanya wali baptis.
Namun adanya wali baptis atau saksi baptis ini merupakan kebiasaan lama yang
sudah mengakar dalam tradisi Katolik. Oleh karena itu, keberadaan wali baptis
atau saksi baptis sebaiknya tetap diusahakan (Irwanto, 2005: 25). Dalam Kitab
Hukum Kanonik ditegaskan bahwa:
Dengan demikian wali baptis diharapkan dapat menunjukkan jalan kepada
katekumen untuk mewujudkan (menerapkan) Injil dalam hidupnya sendiri dan
dalam hubungannya dengan masyarakat. Wali baptis diharapkan dapat
mendampingi dalam keragu-raguan dan kebimbangan, memberi kesaksian dan
menjaga perkembangan hidup Kristiani para baptis baru agar tetap setia pada janji
baptis. Dengan melihat begitu besarnya tugas seorang wali baptis, seorang wali
baptis tidak begitu saja lepas dari tanggungjawabnya karena hal ini sangat
berpengaruh bagi perkembangan iman anak baptis (KWI, 1996: 426). Supaya
rahmat pembaptisan dapat berkembang, bantuan orang tua dan wali baptis sangat
penting. Mereka harus turut bertangung jawab dan harus menjadi orang Kristiani
yang baik, yang mampu dan siap mendampingi anak dan orang dewasa yang baru
dibaptis pada jalan kehidupan Kristiani. Tugas mereka adalah jabatan gerejani
yang sebenarnya officium (KGK 1255).
Bila yang dibaptis adalah seorang bayi atau anak kecil yang orang tuanya
adalah umat beriman Katolik, wali baptis membantu orang tuanya di mana orang
tua tetap merupakan pengajar iman utama bagi anaknya (Gravissimus
Educationis, GE 3). Bila yang dibaptis adalah seorang bayi atau anak kecil yang
orang tuanya bukan Katolik, atau yang dibaptis adalah seorang dewasa, wali
baptis harus menjadi teladan utama dalam pertumbuhan spiritual anak baptisnya.
Pertolongan yang dapat diberikan oleh seorang wali baptis adalah teladan iman.
Seorang wali baptis tidak dapat memberikan teladan iman bila ia tidak berbagi
(sharing) mengenai imanya. Dengan demikian, wali baptis harus mengusahakan
seluruh umat. Karena seorang wali baptis telah berjanji untuk membantu orang
yang baru dibaptis dan setuju untuk mewakili komunitas iman dan mendorong
anak baptisnya untuk tetap berada dalam persekutuan penuh dengan Gereja
Katolik sendiri.
b. Tanggung Jawab Wali Baptis
Berdasarkan penegasan diatas, Herman Yosef Ga I dalam buku Sakramen
dan Sakramentali menurut Kitab Hukum Kanonik (2011: 125) memaparkan apa
yang merupakan tanggung jawab ibu/bapa wali baptis itu sendiri yaitu:
1) Mengajar atau mendidik dengan memperlihatkan kepada calon baptis
dewasa, atau membantu orang tua calon baptis bayi, bagaimana
mempraktekkan ajaran Allah dan Injil Suci dalam hidup pribadi dan sosial.
Di samping itu, ibu/bapa wali baptis bertugas juga serentak sebagai pembawa
dan pemberi kesaksian Kristiani dan menjadi pelindung atas pertumbuhan
hidup beriman calon baptis sebagai buah dari sakramen baptis.
2) Membantu calon baptis dewasa atau orang tua calon baptis bayi yang
sekurang-kurangnya dilakukan pada tahap akhir persiapan pembaptisan (masa
pemurnian).
3) Menyertai calon baptis dewasa dalam mengajukan diri menjadi calon wali
baptis dan serantak berdiri sebagai seorang saksi atas hidup dan perilaku
iman, moral, dan maksud baik calon baptis.
4) Mewakili Gereja dalam meneriman calon baptis menjadi anggota baru
Gereja kepada calon baptis sebagai seorang bunda. Ibu/bapa wali baptis
menjadi anggota baru dari keluarga spiritual baptisan baru.
Konferensi Wali Gereja Indonesia dalam Iman Katolik menjelaskan bahwa
peran wali baptis adalah mendampingi katekumen pada hari “pemilihan”, dalam
perayaan sakramen-sakramen inisiasi dan pada “mistagogi”, artinya wali baptis
menunjukkan jalan kepada katekumen supaya menerapkan Injil dalam
kehidupannya sendiri dan dalam hubungannya dengan masyarakat. Wali baptis
pun harus memberi kesaksian dan menjaga perkembangan hidup Kristianinya
(Iman Katolik, 1996: 426).
Melihat keberadaan peran wali baptis yang berlangsung selama hidup ini,
sebaiknya ditanggapi dengan upaya pencarian wali baptis secara bijaksana, jangan
asal-asalan, sesuai dengan syarat wali baptis. Khususnya untuk baptisan
anak-anak, tidaklah bijaksana jika orang tua memilih wali baptis yang sudah lanjut
usianya karena yang sering terjadi adalah wali baptis tersebut sakit-sakitan,
bahkan meninggal dunia, pada saat anak sangat memerlukan kehadirannya itu.
Itulah sebabnya, keberadaan wali baptis jangan dipahami sebatas formal saja,
tetapi harus ditempatkan dalam kerangka pendampingan terus-menerus bagi anak
dalam menatap masa depannya yang masih panjang dengan segala tantangan dan
kesulitan zamannya (Prasetya, 2011: 51).
c. Partisipasi Wali Baptis dalam Liturgi Pembaptisan
Di atas telah diuraikan apa yang menjadi peran dan tanggung jawab wali
jawabnya, menguraik