• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI KELEMBAGAAN SEKRETARIAT JENDERAL DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "EVALUASI KELEMBAGAAN SEKRETARIAT JENDERAL DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

1

EVALUASI KELEMBAGAAN

SEKRETARIAT JENDERAL

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

SEKRETARIAT JENDERAL

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

2012

(2)

2

BAB SATU PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Organisasi Sekretariat Jenderal Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (Setjen DPR RI) memegang peran penting dalam konteks pemerintahan karena Setjen DPR RI bertanggungjawab untuk mendukung terlaksananya tugas dan fungsi DPR RI sebagai pilar demokrasi melalui kedudukannya sebagai unsur penunjang DPR yang akan mendukung bagi proses checks and balances antara DPR RI dengan Pemerintah. Saat ini Setjen DPR RI memiliki tugas dan fungsi untuk memberikan segala pelayanan kepada anggota mulai dari administrasi, keahlian dan teknis.

Selama ini praktek dari tugas Setjen DPR RI untuk layanan administrasi misalnya adalah melakukan layanan tata usaha, menyelenggarakan rapat, mengadministrasikan hal yang terkait dengan keuangan dan keanggotaan, dsb. Dalam bidang teknis, misalnya melakukan pemeliharaan sarana dan prasarana yang digunakan untuk mendukung kerja DPR RI. Sementara dalam bidang keahlian, misalnya menyediakan analisis terhadap permasalahan-permasalahan yang menjadi perhatian DPR RI, analisis terhadap APBN, dan tak kalah penting adalah menyusun naskah akademik dan merancang draft undang-undang.

(3)

3

Meskipun Setjen DPR RI sebagai organisasi unsur penunjang DPR RI termasuk sudah mapan secara kelembagaan tetapi tetap dituntut untuk meningkatkan kinerjanya agar dapat mendukung terhadap peningkatan kinerja DPR RI. Gambar 1.1, yang diperoleh dari survei pada tahun 2009 terhadap Anggota DPR dan Fraksi yang memperlihatkan masih adanya pandangan ketidakpuasan DPR RI terhadap dukungan Setjen DPR RI, meskipun kalau dibandingkan dengan yang puas masih lebih besar.

Selanjutnya bagaimana Setjen DPR RI dapat meningkatkan kinerjanya melalui visi dan misi yang diembannya, maka sangat dipengaruhi oleh kemampuan organisasi dalam mengelola berbagai sumber daya organisasi.

Terdapat empat sumber daya penting untuk diperhatikan, yaitu kesisteman (method), sumber daya manusia (man), anggaran serta sarana dan prasarana (material). Keempat aspek inilah yang harus dikelola dan dievaluasi secara berkesinambungan sehingga visi dan misi Sekretariat Jenderal DPR-RI untuk memberikan bantuan teknis, administrasi, dan keahlian kepada DPR-RI dapat tercapai.

Dalam perkembangannya, untuk mengefektifkan pengelolaan berbagai sumber daya tersebut dalam kerangka peningkatan kinerja organisasi, Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2012 tentang Petunjuk Pelaksanaan Evaluasi Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Namun demikian peraturan ini hanya melihat pada satu aspek organisasi saja yaitu aspek struktur. Padahal dalam organisasi banyak aspek yang harus diperhatikan, karena pada dasarkan organisasi dibentuk untuk mencapai tujuan tertentu melalui pengelolaan berbagai sumber daya.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka perlu dilakukan kegiatan evaluasi terhadap Organisasi Setjen DPR RI. Evaluasi dilakukan melalui penilaian terhadap struktur organisasi dan evaluasi terhadap organisasi dalam melakukan pengelolaan berbagai sumber daya organisasi yaitu kesisteman (method), SDM (man), anggaran (money) dan sarana prasarana (material) yang dilakukan dari tahun 2008 sampai 2012.

(4)

4 B. TUJUAN

Pelaksanaan evaluasi organisasi Setjen DPR RI memiliki tujuan untuk menganalisis apakah struktur organisasi, sistem, SDM, anggaran, serta sarana dan prasarana sudah sesuai dengan kebutuhan dan mendukung kinerja untuk memberikan dukungan administrasi, teknis dan keahlian kepada DPR-RI.

C. METODOLOGI

Model evaluasi mengunakan dua pendekatan. Pendekatan pertama adalah evaluasi atas struktur organisasi sebagaimana yang menjadi tujuan dari Peraturan Men PAN dan RB Nomor 67 Tahun 2011 tentang Pedoman Evaluasi Kelembagaan Pemerintah, meskipun dengan mengunakan metode analisis deskripsi. Analisis deskripsi ini dilakukan terhadap Struktur Organisasi Setjen DPRI RI berdasarkan Perpres 23/2005 dan Persekjen 400/2005.

Pendekatan kedua, adalah evaluasi terhadap Organisasi Setjen DPR RI dilakukan melalui penilaian terhadap pengelolaan sumber daya-sumber daya organisasi yang dilakukan selama ini yaitu kesisteman, SDM, anggaran dan sarana prasarana. Adapun penjelasan dari masing-masing sumber daya adalah:

1. Kesisteman adalah sumber daya yang berbentuk seperangkat peraturan yang membentuk suatu sistem pengelolaan organisasi Setjen DPR RI.

2. SDM adalah individu-individu yang mengelola organisasi Sekretariat Jenderal DPR RI dalam rangka mencapai tujuan dari dibentuknya organisasi.

3. Anggaran adalah sumber daya yang berbentuk uang yang tertuang dalam suatu anggaran yang digunakan untuk menjalankan tugas dan fungsi organisasi Setjen DPR RI.

4. Sarana dan prasarana adalah sumber daya yang berbentuk fisik yang digunakan untuk mendukung berjalannya tugas dan fungsi organisasi Setjen DPR RI.

(5)

5

Adapun model evaluasi adalah analisis terhadap komponen model evaluasi yang terdiri dari konteks, input, proses dan produk dimaksudkan sebagai:

1. Konteks (Context), yaitu berfokus pada pendekatan sistem dan tujuan, kondisi aktual dan masalah-masalah melalui telaah diagnostik yaitu menemukan kesenjangan antara tujuan dengan dampak yang tercapai.

2. Masukan (Input), yaitu berfokus pada strategi pencapaian tujuan.

3. Proses (Process), yaitu catatan terhadap pelaksanaan program.

4. Produk (Product), yaitu berfokus pada mengukur pencapaian tujuan pada akhir program.

Data yang digunakan untuk menilai kesiapan organisasi yang dilihat dari berbagai sumber daya adalah data sekunder. Data sekunder berasal dari unit-unit organisasi yang terkait dengan pengelolaan dari masing-masing sumber daya.

D. SISTIMATIKA LAPORAN

Keselurahan laporan Evaluasi Kelembagaan Sekretariat Jenderal DPR RI terbagi dalam tujuh bab.

1. Bab pertama merupakan bab pendahuluan yang akan mengetengahkan tentang latar belakang, tujuan dan metodologi.

2. Bab dua membahas tentang evaluasi terhadap Struktur Organisasi Setjen DPRI RI berdasarkan Perpres 23/2005 dan Persekjen 400/2005.

3. Bab tiga membahas tentang evaluasi terhadap bekerjanya kesisteman.

Secara lebih detil akan dibahas tentang peraturan perundang- undangan yang menjadi landasan dan operasional organisasi, serta pedoman, ketatalaksanaan dan budaya organisasi.

4. Bab empat membahas tentang evaluasi terhadap kebijakan pengelolaan SDM. Pada bagian ini juga akan dijelaskan tentang gambaran SDM baik dari sisi kuantitas dan kualitas serta kebijakan pengelolaan SDM mulai dari perencanaan sampai dengan pengawasan terhadap kinerjanya.

5. Bab lima membahas tentang kinerja keuangan. Pada bab ini akan diketengahkan tentang perkembangan anggaran untuk bebrapa tahun

(6)

6

terakhir. Pada bagian ini juga akan dijelaskan tentang kinerja keuangan dan akuntabilitas.

6. Bab enam membahas tentang ketersediaan sarana dan prasarana.

Pada bab ini akan dibahas tentang ketersediaan sarana dan prasarna gedung termasuk perkembangan dari information, communication and technology (ICT) dan perpustakaan.

7. Bab tujuh mengetengahkan tentang kesimpulan dan rekomendasi.

(7)

7

BAB DUA

EVALUASI STRUKTUR ORGANISASI SETJEN DPR RI BERDASARKAN PERPRES 23/2005 DAN PERSEKJEN 400/2005

Berakhirnya keanggotaan DPR RI masa bakti periode 2004-2009, yang digantikan dengan keanggotaan DPR RI masa bakti periode 2009-2014 diikuti dengan perubahan UU Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD diubah dengan Undang-undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Pergantian keanggotaan DPR dan perubahan undang-undang tersebut membawa konsekuensi terhadap tuntutan perubahan Sekretariat Jenderal DPR RI sebagai sistem pendukung.

Beberapa ketentuan dalam UU Nomor 27 Tahun 2009 berimplikasi terhadap kebutuhan perubahan pengaturan tentang Struktur Organisasi Sekretariat Jenderal DPR, antara lain:

1. Bab III tentang DPR, Bagian Kedelapan tentang Alat Kelengkapan, Pasal 81 ayat (1) huruf e, yang menyebutkan Badan Anggaran, mengubah nomenklatur yang sebelumnya disebut Panitia Anggaran;

2. Bab III tentang DPR, Bagian Kedelapan tentang Alat Kelengkapan, Pasal 81 ayat (1) huruf f, yang menyebutkan Badan Akuntabilitas Keuangan Negara, merupakan penambahan alat kelengkapan baru yang bersifat tetap (permanen);

3. Bab III tentang DPR, Bagian Kedelapan tentang Alat Kelengkapan, Paragraf 1 tentang Pimpinan, Pasal 82 ayat (1), yang menyatakan bahwa Pimpinan DPR terdiri atas 1 (satu) ketua dan 4 (empat) wakil ketua, mengakibatkan penambahan unsur jumlah wakil ketua yang semula hanya 3 (tiga) wakil ketua; dan

4. Bab VI tentang Sistem Pendukung, Bagian Kesatu Sistem Pendukung MPR, DPR, dan DPD, Paragraf 1 tentang Organisasi Pasal 392 ayat (1), (2), dan (3), sepanjang yang mengatur tentang badan fungsional/keahlian.

(8)

8

Pada tahun 2010, restrukturisasi yang dilakukan Setjen DPR RI adalah perubahan nomenklatur dan penambahan unit kerja baru sebagai pendukung tugas dan fungsi DPR RI, sebagai amanat dari Undang-undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, yaitu:

a. Pembentukan Bagian Sekretariat Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) sebagai bentuk supporting system kepada BAKN DPR RI.

Penambahan Eselon III dan IV untuk Sekretariat Bagian BAKN di lingkungan Biro Pengawasan Legislatif Deputi Anggaran dan Pengawasan

b. Perubahan nomenklatur Bagian Sekretariat Panitia Anggaran menjadi Bagian Sekretariat Badan Anggaran sesuai dengan perubahan nomenklatur Badan DPR RI dalam UU Nomor 27 tahun 2009.

c. Pembentukan dan penyesuaian nomenklatur Bagian Sekretariat yang melayani tata usaha untuk wakil-wakil Ketua. Semula berjumlah 3 bagian, yaitu:

1) Bagian Tata Usaha Wakil Ketua Bidang Politik, Ekonomi, dan Keuangan;

2) Bagian Tata Usaha Wakil Ketua Bidang Industri, Perdagangan, dan Pembangunan;dan

3) Bagian Tata Usaha Wakil Ketua Bidang Kesejahteraan rakyat.

Diubah menjadi:

1) Bagian Tata Usaha Wakil Ketua Bidang Politik dan Keamanan;

2) Bagian Tata Usaha Wakil Ketua Bidang Industri dan Pembangunan;

3) Bagian Tata Usaha Wakil Ketua Bidang Kesejahteraan;dan 4) Bagian Tata Usaha Wakil Ketua Bidang Ekonomi dan Keuangan.

Perubahan tersebut di atas tertuang dalam Peraturan Sekretaris Jenderal DPR RI Nomor 03/PER-SEKJEN/2010 tentang Perubahan atas Peraturan Sekretaris Jenderal DPR RI Nomor 400/SEKJEN/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Jenderal DPR RI.

Selanjutnya, guna mendukung tugas DPR RI secara optimal dan sesuai dengan amanat dari Tata Tertib DPR RI Pasal 290 disebutkan bahwa “Pegawai Sekretariat Jenderal terdiri atas pegawai negeri sipil dan pegawai tidak tetap”, dan pada Pasal 293 disebutkan bahwa “Dalam rangka melaksanakan tugas dan wewenang DPR dibentuk kelompok pakar atau tim ahli yang diperbantukan terutama kepada anggota”. Saat ini terdapat 1352 Tenaga Ahli dan 560 Asisten Anggota, yang mana memerlukan suatu unit guna menyelengggarakan pelayanan

(9)

9

ketatausahaan/pelayanan administrasi dan bagi para Tenaga Ahli dan Asisten Anggota.

Sesuai dengan Peraturan Sekretaris Jenderal DPR RI RI Nomor 400/Sekjen/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Jenderal DPR RI, sebagaimana telah diubah dengan terakhir dengan Peraturan Sekretaris Jenderal DPR RI RI Nomor 3/PER-SEKJEN/2010, tidak terdapat tugas pokok dan fungsi pelayanan ketatausahaan/pelayanan administrasi bagi para Tenaga Ahli dan Asisten Anggota.

Tugas pelayanan ketatausahaan/pelayanan administrasi bagi para Tenaga Ahli dan Asisten Anggota dilaksanakan oleh Bagian Kepegawaian, Biro Keanggotaan dan Kepegawaian, pelayanan dimaksud meliputi konsep Keputusan Sekjen DPR RI tentang pengangkatan maupun pemberhentian para tenaga ahli dan asisten anggota, penginventarisiran surat-surat pengajuan Tenaga Ahli dan Asisten Anggota dari masing-masing Anggota, Alat Kelengkapan Dewan (AKD), dan fraksi-fraksi di DPR RI, input data-data kedalam database, pencetakan Keputusan Sekjen untuk masing-Masing Tenaga Ahli dan Asisten Anggota, pendistribusian Keputusan kepada masing-masing Tenaga Ahli dan Asisten Anggota.

Dalam rangka memaksimalkan dukungan bagi 1352 Tenaga Ahli dan 560 Asisten Anggota perlu suatu unit tersendiri guna menyelenggarakan pelayanan ketatausahaan bagi para Tenaga Ahli dan Asisten Anggota tersebut, maka pada tahun 2011, Setjen DPR RI melakukan restrukturisasi berupa pembentukan Bagian Tata Usaha Tenaga Ahli dan Asisten Anggota di bawah Biro Kesekretariatan Pimpinan yang berada di unit eselon III.

Penempatan Bagian Tata Usaha Tenaga Ahli dan Asisten Anggota di bawah Biro Kesekretariatan Pimpinan mempertimbangkan Perpres nomor 23/2005 Pasal 19 ayat (3) menyatakan bahwa jumlah batasan paling banyak Bagian pada Biro yang menangani urusan persidangan dan urusan pelayanan pimpinan dapat dikecualikan (tidak dibatasi). Dengan pemahaman ini penambahan unit baru untuk pelayanan ketatausahaan/pelayanan administrasi dan dukungan persidangan yang diberikan para Tenaga Ahli dan Asisten Anggota DPR RI dapat dilakukan dengan menempatkan Bagian di Biro Kesekretariatan Pimpinan. Mengingat tugas dari Biro Kesekretariatan Pimpinan adalah pelayanan teknis dan administratif kepada Pimpinan Dewan, dan hasil kerja Tenaga Ahli

(10)

10

akan disampaikan kepada AKD, maka hal ini akan mempermudah koordinasi dari eselon II ke eselon III

Perubahan tersebut di atas tertuang dalam Peraturan Sekretaris Jenderal DPR RI Nomor 01/PER-SEKJEN/2011 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Sekretaris Jenderal DPR RI Nomor 400/SEKJEN/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Jenderal DPR RI sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Sekretaris Jenderal DPR RI Nomor 03/PER-SEKJEN/2010.

Berkaitan dengan fungsi Pengelolaan Informasi dan Dokumentasi, sesuai dengan amanah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik Pasal 13 ayat (1) dan (2), berdasarkan Keputusan Sekretaris Jenderal Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 866/SEKJEN/2010, Sekretariat Jenderal DPR RI telah menetapkan Kepala Biro Humas dan Pemberitaan sebagai Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi, dengan demikian selain sebagai Kepala Biro Humas dan Pemberitaan ybs juga menjalankan fungsi sebagai pengelola informasi publik.

Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 106 Tahun 2007 tentang Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dan sejalan dengan tuntutan reformasi birokrasi dalam rangka mewujudkan “Good Governance” serta dalam rangka memenuhi tuntutan masyarakat dan dunia usaha yang terus meningkat untuk mendapatkan informasi tentang penyelenggaraan pengadaan barang dan jasa Pemerintah, Setjen DPR RI telah menerbitkan Keputusan Sekjen Nomor 756 Tahun 2010 tentang Pembentukan Tim Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) dan telah dibuka resmi oleh Ketua DPR RI tanggal 12 Juli 2010 yang dapat diakses melalui website www.lpse.dpr.go.id. dan pada tahun 2011 Setjen DPR RI juga telah menerbitkan Keputusan Sekjen Nomor 220 Tahun 2011 tentang Pembentukan Tim Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE). LPSE dikelola oleh Bidang Data dan Sarana Informasi, dengan demikian Bidang tersebut selain menjalankan tupoksinya juga melaksanakan kegiatan yang berkaitan dengan LPSE.

Berkaitan dengan struktur Korps Pegawai RI Setjen DPR RI, Bahwa Pegawai Negeri Sipil berhimpun dalam satu wadah Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri) sebagai wahana pembinaan jiwa korps dalam rangka membangun sikap, tingkah laku, etos kerja, dan perbuatan terpuji yang harus

(11)

11

dilaksanakan oleh setiap Pegawai Negeri Sipil dalam kedinasan dan kehidupan sehari-hari. Pembinaan jiwa korps Pegawai Negeri Sipil bertujuan untuk :

1. Membina karakter/watak, memelihara rasa persatuan dan kesatuan secara kekeluargaan guna mewujudkan kerja sama dan semangat pengabdian kepada masyarakat serta meningkatkan kemempuan, dan keteladanan Pegawai Negeri Sipil.

2. Mendorong etos kerja Pegawai Negeri sipil untuk mewujudkan Pegawai Negeri Sipil yang bermutu tinggi dan sadar akan tanggung jawabnya sebagai unsur aparatur Negara, dan abdi masyarakat.

3. Menumbuhkan dan meningkatkan semangat, kesadaran, dan wawasan kebangsaan Pegawai Negeri Sipil sehingga dapat menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dalam rangka pemberian dukungan teknis operasional dan administrasi terhadap pelaksanaan program dan kepengurusan Korpri tersebut, telah ditetapkan pengaturan tentang Sekretariat Dewan Pengurus Korpri, yaitu:

1. Keputusan Presiden Nomor 24 tahun 2010 tentang Pengesahan Anggaran Dasar Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri);

2. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 31/M.PAN/5/2008 tentang Eselonisasi Jabatan Struktural di Lingkungan Dewan Pengurus dan Sekretariat Pengurus Korps Pegawai Republik Indonesia;

3. Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 19 Tahun 2008 tentang Pegawai Negeri Sipil yang ditugaskan Secara Penuh dan Diangkat dalam Jabatan Struktural di Lingkungan Sekretariat Dewan Pengurus dan Sekretariat Pengurus Unit Nasional Korps Pegawai Republik Indonesia; dan

4. Peraturan Sekretaris Jenderal Dewan Pengurus Nasional Korps Pegawai Republik Indonesia Nomor 01 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Pengurus Unit Nasional, Sekretariat Dewan Pengurus Provinsi, dan Sekretariat Dewan Pengurus Kabupaten/Kota Korps Pegawai Republik Indonesia.

(12)

12

Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, dalam rangka melayani dan memberikan dukungan administrasi terhadap pelaksanaan tugas Dewan Pengurus Korps Pegawai RI Setjen DPR RI telah dibentuk Sekretariat Dewan Pengurus, seperti yang tertuang dalam Peraturan Sekretaris Jenderal DPR RI Nomor 02/PER-SEKJEN/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Dewan Pengurus Korps Pegawai RI Setjen DPR RI, yang berada di luar Struktur Setjen DPR RI.

Berdasarkan Renstra DPR RI 2010-2014, kelembagaan sistem pendukung Setjen DPR RI kedepan digambarkan sebagaimana terlampir dan sampai saat ini sedang dilakukan pembahasan lebih lanjut oleh BURT. oleh karena itu, evaluasi organisasi Setjen DPR RI untuk sementara tidak dilakukan sampai dengan selesainya pembahasan pembentukan Badan Fungsional Keahlian (BFK) di BURT/terbentuknya Peraturan tentang BFK.

Gambar.2.1.

DIAGRAM RINGKAS KELEMBAGAAN SISTEM PENDUKUNG DPR-RI

DPR

SETJEN BFK

Unit Pengawasan

Internal

Sekjen Eselon I

 Sekjen bertanggung jawab langsung kepada Pimpinan DPR RI

 Sekjen

mengkoordinasikan secara langsung administrasi BFK dan unit Pengawasan Internal

 Struktural, sebagai tenaga pendukung administrasi dan teknis (prasarana dan sarana)

• BFK dipimpin Kepala Badan;

Eselon I; atau setara

• Kepala Badan bertanggung jawab langsung kepada Pimpinan DPR RI

• Didukung sekretariat

• Miskin struktur, kaya fungsi

• Tenaga Fungsional berjenjang dan berkeahlian

• Menyandang misi penguatan kelembagaan

 Dipimpin oleh pejabat ber-eselon I atau II

 Membantu BURT dalam tugas pengawasan internal

 Bertanggung jawab langsung kepada Pimpinan DPR melalui BURT

Garis Pertanggungjawaban Garis Administrasi

Dibutuhkan & tidak eksplisit disebutkan dalam UU No 27 ttg MD3, perlu dikonsultasikan dengan Pemerintah.

Ada di Undang- Undang & exist Ada di Undang-

Undang & belum exist

(13)

13

BAB TIGA

EVALUASI KESISTEMAN

A. PERATURAN PERUNDANG-UNDANG

Sekretariat Jenderal DPR RI sebagai bagian dari lembaga pemerintahan dalam menyelenggarakan tugas pemerintahan harus berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Begitu juga dengan kedudukannya sebagai bagian dari Lembaga Birokrasi, pengaturan tentang bekerjanya Organisasi Setjen tunduk pada berbagai peraturan perundang-undangan. Sebagai contoh Perundang-undangan yang mengatur tentang pengelolaan pegawai adalah berpedoman kepada UU No.8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian sebagaimana yang telah diubah dengan UU No.43 Tahun 1999.

Di samping itu Sekretariat Jenderal DPR RI berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan dapat membuat peraturan dan kebijakan di lingkungan Sekretariat Jenderal DPR RI, dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsinya memberikan dukungan kepada pelaksanaan tugas dan fungsi konstitusional DPR RI.

Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan. Dalam lingkup Sekretariat Jenderal DPR RI, peraturan perundang-undangan yang dimaksudkan adalah peraturan dan keputusan yang dikeluarkan oleh Sekretaris Jenderal DPR RI.

Namun untuk pelaksanaan teknis Setjen DPR RI masih minim pengaturan teknisnya, misalnya peraturan Sekjen yang terkait dengan pengelolaan kepegawaian adalah Sosialisasi Peraturan Sekjen DPR RI Nomor 70/SEKJEN/2011 tentang Pedoman Tugas Belajar bagi PNS (lihat tabel 2.1).

Beberapa jenis produk peraturan perundang-undangan di lingkungan Sekretariat Jenderal DPR RI yaitu:

1. Peraturan Sekretaris Jenderal DPR RI, berjumlah 10 (sepuluh) peraturan;

(14)

14

2. Keputusan Sekretaris Jenderal DPR RI tahun 2011 berjumlah ± 1300 secara garis besar Keputusan Sekretaris Jenderal berupa:

a. Penetapan pejabat untuk menduduki jabatan tertentu;

b. Penetapan penggunaan anggaran untuk pelaksanaan kegiatan unit- unit kerja;

c. Pembentukan tim kerja/panitia;

d. Penetapan pedoman pelaksanaan kegiatan tertentu;

3. Keputusan Kuasa Pengguna Anggaran, Tahun 2011 berjumlah ± 1019.

berupa pembentukan panitia pengadaan barang dan jasa serta penetapan kegiatan unit kerja tertentu.

4. Keputusan Pejabat Pembuat Komitmen pada tahun 2011 berjumlah 88 (delapan puluh delapan) keputusan berupa pembentukan tim kerja/panitia.

5. Instruksi Sekretaris Jenderal DPR RI.

6. Surat Edaran Sekretaris Jenderal DPR RI.

Tabel.3.1

Peraturan Perundangan-undangan yang Melandasi Bekerjanya Organisasi Setjen DPR RI

Aspek Undang-undang/PP Peraturan Setjen

Kesisteman  Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

 Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2005 tentang Sekretariat Jenderal Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.

 Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2009 tentang Tata Tertib

 Peraturan Sekjen DPR RI No.01/Per-Sekjen/2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Sekjen DPR RI No. 400/Sekjen/2005 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Sekretariat Jenderal Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Sebagaimana Telah Diubah Dengan Peraturan Sekjen DPR RI No.03/Per- Sekjen/2010.

 Peraturan Sekjen Nomor 02/PER-SEKJEN/2011

tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Dewan Pengurus Korps Pegawai Republik Indonesia Sekjen DPR RI.

 Peraturan Sekjen Nomor 02/PER-SEKJEN/2010

tentang Pedoman

Penyusunan Standar Operasional Prosedur di Lingkungan Sekretariat Jenderal DPR RI, (namun belum sesuai dg Per- MenPAN).

(15)

15

Kepegawaian  Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 jo. Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok- pokok Kepegawaian.

 Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan Fungsional.

 Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2000 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2003 tentang Formasi Pegawai Negeri Sipil.

 Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2000 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2002 tentang Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri Sipil.

 Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2002 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan Struktural.

 Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Negeri Sipil.

 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2008 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2009 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil.

 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan Fungsional.

 Peraturan Sekjen DPR RI Nomor 70/SEKJEN/2011 tentang Pedoman Tugas Belajar bagi PNS di Lingkungan Sekretariat Jenderal DPR RI

Anggaran  Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.

 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara.

 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.

 Peraturan Sekjen Nomor 01/PER-SEKJEN/2010

tentang Tata Cara Penyelesaian Ganti Kerugian Negara di Lingkungan Sekjen DPR RI.

 Peraturan Sekjen DPR RI No.01A/PER-SEKJEN/2010

tentang Pedoman

Pengawasan di lingkungan Setjen DPR RI.Peraturan Sekjen DPR RI Nomor 219/Sekjen/2011 tentang Pedoman Penyusunan LAKIP Setjen DPR RI

(16)

16

 Peraturan Presiden No.5 Tahun 2010 tentang RJPMN 2010-2014.

 Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah

 Keputusan DPR RI No.08/DPR RI/IV/2009-2010 tentang Penetapan Rencana Strategis Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia 2010-2014.

 Peraturan Sekjen No.1157/Sekjen/2010 tentang Pedoman Evaluasi LAKIP yang telah diubah menjadi Keputusan Setjen DPR RI No.

828A/SEKJEN/2010 tentang Pedoman Evaluasi LAKIP di Lingkungan Setjen DPR RI.

Sarana dan Prasarana

PP No. 29 tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi dan Kepmen Permukiman dan Prasarana

Wilayah No.

339/KPTS/M/2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengadaan Jasa Konstruksi oleh Instansi Pemerintah.

Peraturan Sekjen Nomor 03/PER-SEKJEN/2007

tentang Pengelolaan Barang Milik Negara di Lingkungan Sekjen DPR RI.

B. PEDOMAN PENGELOLAAN ORGANISASI

Sekretariat Jenderal DPR RI merupakan satuan organisasi kesekretariatan yang mendukung pelaksanaan tugas, wewenang, dan fungsi DPR. Dukungan dan pelayanan Sekretariat Jenderal DPR RI, baik secara teknis, administratif, maupun keahlian perlu dilakukan dengan suatu pedoman untuk menjamin proses kegiatan yang transparan dan akuntabel, serta mempunyai kinerja yang cepat, tepat, akurat, dan netral. Pedoman tersebut juga diperlukan dalam upaya pembenahan dan penguatan lembaga DPR RI, sehingga diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan DPR dan masyarakat terhadap profesionalisme Sekretariat Jenderal DPR RI.

Sebagai bagian dari upaya pembenahan kelembagaan, DPR RI dan Setjen DPR RI telah menyusun berbagai pedoman yang melandasi dari teknis pelayanan sistem. Berbagai pedoman pelaksanaan tugas dan fungsi Setjen DPR RI yang diatur dalam berbagai Pedoman, antara lain:

1. Pedoman Pengadaan Tenaga Ahli dan Asisten Anggota DPR RI

Pedoman ini ditetapkan pada tahun 2010 untuk mengatur tentang Rekrutmen Tenaga Ahli dan Asisten Anggota yang dimaksudkan untuk meningkatkan dan memperkuat peran, tugas dan fungsi DPR RI bagi

(17)

17

peningkatan kinerja DPR RI sebagai lembaga negara dan lembaga perwakilan rakyat sesuai dengan harapan rakyat. Tujuan perekrutan Tenaga Ahli dan Asisten Anggota adalah untuk melakukan seleksi sejumlah Calon Tenaga Ahli dan Calon Asisten Anggota yang memiliki kompetensi, kapabilitas dan integritas yang baik guna memberikan dukungan keahlian atau teknis administrasi bagi Anggota Dewan, Alat Kelengkapan maupun Fraksi dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai wakil rakyat.

2. Pedoman Pengelolaan Tenaga Ahli DPR RI dan Asisten Anggota

Mengingat DPR RI telah memiliki Tenaga Ahli sebanyak 1.352 orang yang memberikan tambahan dukungan keahlian dan Asisten Anggota sebanyak 560 orang yang memberikan pelayanan administrasi kepada Anggota, maka untuk memastikan agar pengelolaannya dapat berjalan dengan baik dan mewujudkan kontribusi yang optimal dalam memberikan dukungan kepada DPR RI maka disusun Pedoman Pengelolaan Tenaga Ahli DPR RI dan Asisten Anggota. Pedoman ini dan telah ditetapkan pada tanggal 30 September 2011 sebagai acuan dalam pengelolaan Tenaga Ahli DPR dan Asisten Anggota.

3. Pedoman Pengelolaan Kehumasan DPR RI

Saat ini sedang terjadi perubahan sosial yang ditandai dengan era keterbukaan sehingga komunikasi dan informasi berkembang dengan pesat dalam waktu yang relatif singkat. DPR sebagai lembaga perwakilan yang menjadi tumpuan aspirasi masyarakat dalam pembentukan kebijakan yang sesuai dengan kebutuhan, tentunya memiliki kewajiban untuk menyampaikan kepada publik atas apa yang sudah, sedang dan akan dilakukan. Komunikasi publik secara kelembagaan sangat penting untuk meningkatkan citra DPR.

Karena itu untuk memperkuat peran kehumasan ini agar dapat memberikan informasi yang seimbang di masyarakat mengenai kinerja DPR.

Oleh karena itu, BURT menyusun Pedoman Pengelolaan Kehumasan DPR RI dengan mengakomodir dari berbagai masukan/pandangan melalui workshop yang telah diselenggarakan dengan memanggil pakar/narasumber yang mempunyai kompetensi di bidangnya. Pedoman Umum Pengelolaan

(18)

18

Kehumasan DPR RI telah selesai disusun dan ditetapkan dengan Keputusan BURT pada tanggal 22 Oktober 2010.

4. Pedoman Pengelolaan Aspirasi dan Pengaduan Masyarakat

Penyampaian aspirasi kepada DPR sebagai Lembaga Perwakilan Rakyat dan tempat masyarakat menyampaikan aspirasinya baik secara langsung maupun tidak langsung merupakan bentuk kepercayaan masyarakat yang menaruh harapan besar kepada DPR dalam membantu memperjuangkan dan menyelesaikan aspirasi atau permasalahan mereka.

Hal ini sangat penting untuk menjadi perhatian peningkatkan citra dan kredibilitas DPR. DPR dituntut untuk dapat bersikap pro-aktif dan sungguh- sungguh dalam memahami, menyerap dan menindaklanjuti aspirasi yang disampaikan oleh masyarakat. Beberapa keputusan penting yang perlu diatur dalam pedoman ini adalah perlu disusun indikator kinerja Anggota dan AKD yang jelas, adanya sumber daya manusia (SDM) dan menyiapkan fasilitas SMS dan Hotline service dalam menangani aspirasi dan pengaduan masyarakat. Untuk itu BURT telah selesai menyusun Pedoman Pengelolaan Aspirasi dan Pengaduan Masyarakat yang ditetapkan oleh Keputusan BURT pada tanggal 22 Oktober 2010.

5. Pedoman Umum Pengelolaan Anggaran DPR RI

Menindaklanjuti UU Nomor 27 tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD terkait dengan Pengelolaan Anggaran dan dalam rangka mewujudkan pengelolaan keuangan negara yang tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efesien, efektif, transparan, dan bertanggungjawab, serta mempermudah Alat Kelengkapan Dewan dan Sekretariat Jenderal DPR RI dalam pelaksanaan penyusunan program dan anggaran dalam pengalokasian untuk mencapai output dan outcome yang telah direncanakan, maka BURT perlu membuat suatu Pedoman Pengelolaan Anggaran DPR RI yang disesuaikan dengan Siklus Anggaran Nasional dan teknis pelaksanaannya yang nantinya dapat digunakan sebagai dasar acuan DPR RI dalam pengelolaan anggarannya ke depan. Pedoman ini disusun dalam rangka meningkatkan akuntabilitas lembaga menuju kemandirian anggaran serta guna mewujudkan visi DPR RI sebagaimana tercantum dalam Renstra

(19)

19

DPR RI 2010-2014 yaitu terwujudnya DPR RI sebagai lembaga perwakilan yang kredibel dalam mengemban tanggungjawab mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Berdasarkan hal di atas, maka pada tanggal 8 Oktober 2010, Rapat Pleno BURT secara bulat menerima pedoman untuk dijadikan sebagai Surat Keputusan BURT.

6. Pedoman Pengawasan Pelaksanaan Kebijakan Kerumahtanggaan DPR RI

Sesuai Peraturan DPR RI Nomor 1 tahun 2009 tentang Tata Tertib Pasal 86 huruf b menyebutkan salah satu tugas BURT yaitu “melakukan pengawasan terhadap Sekretariat Jenderal dalam Pelaksanaan kebijakan kerumahtanggan DPR sebagaimana dimaksud dalam huruf a, termasuk Pelaksanaan dan pengelolaan anggaran DPR”, dan dalam rangka meningkatkan pelaksanaan tugas pengawasan tersebut, BURT memandang perlu untuk menyusun Mekanisme Pengawasan sebagai acuan kerja dalam melakukan pengawasan terhadap Sekretariat Jenderal yang terkait dengan pelaksanaan kebijakan kerumahtanggan DPR termasuk pelaksanaan dan pengelolaan Anggaran DPR. Berdasarkan hal di atas, maka melalui Surat Keputusan BURT tanggal 15 Desember 2010, pedoman Pengawasan Pelaksanaan Kebijakan Kerumahtanggaan DPR RI ditetapkan. Dengan ditetapkannya pedoman ini, diharapkan tugas pengawasan yang dilakukan oleh BURT dapat berjalan lebih tertib, taat azas, efisien, efektif, transparan, dan bertanggungjawab dengan memperhatikan azas keadilan dan kepatutan.

7. Pedoman Pengawasan Terhadap Pelaksanaan dan Pengelolaan Anggaran DPR RI

Sebagai sebuah rangkaian pengelolaan anggaran DPR RI, anggaran yang dilaksanakan dan dikelola perlu dilakukan pengawasan agar setiap kegiatan dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan perencanaan dan tercipta efisien dan efektif. Untuk mewujudkan hal tersebut, perlu adanya suatu pedoman pengawasan terhadap pelaksanaan dan pengelolaan anggaran DPR RI. Karena itu melalui Surat Keputusan BURT pada tanggal 25 Oktober 2010, Pedoman Pengawasan Terhadap Pelaksanaan dan Pengelolaan Anggaran DPR RI ditetapkan.

(20)

20

8. Pedoman Umum Pengelolaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) Guna mendukung terwujudnya keberlangsungan keterbukaan informasi publik dan meningkatkan sarana prasarana yang mendukung kecepatan informasi secara internal maupun eksternal maka DPR memandang perlu melakukan perbaikan pengelolaan sarana informasinya secara berkelanjutan.

Oleh karena itu, DPR RI menyusun Pedoman Umum Pengelolaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). Penyusunan Pedoman ini dimaksudkan agar sarana dan prasarana dibidang Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), sistem informasi dan manajemen informasi yang dibutuhkan untuk menunjang tugas dan fungsi DPR RI dapat berjalan secara efektif dan efisien. Pedoman ini ditetapkan melalui Surat Keputusan BURT pada tanggal 9 Desember 2011 untuk dijadikan acuan dalam penggunaan teknologi informasi dan komunikasi pada pelaksanaan tugas dan fungsi Dewan sehingga transparansi, akuntabilitas dan keterbukaan berkaitan dengan dokumentasi dari kegiatan- kegiatan yang dilakukan oleh Dewan dapat terwujud.

9. Pedoman Umum Pengelolaan Perpustakaan DPR RI

Sesuai dengan Agenda Prioritas Rencana Strategis DPR RI 2010 – 2014, DPR RI menyoroti pentingnya peran perpustakaan DPR RI dalam memberikan dukungan informasi dan referensi yang aktual dan mudah diakses. Oleh karena itu, pada Tahun Sidang 2011 – 2012 ini, DPR RI berhasil menyusun dan menetapkan Pedoman Umum Pengelolaan Perpustakaan DPR RI. Pedoman umum ini ditujukan untuk meningkatkan pelayanan bagi Anggota DPR RI terkait dengan kebutuhan data, Informasi dan referensi guna mendukung pelaksanaan tugasnya. Disamping itu, Pedoman ini juga menjadi acuan dalam pelaksanaan pelayanan perpustakaan kepada pegawai yang ada dilingkungan DPR RI dan masyarakat.

Berdasarkan perkembangan di atas, maka Pedoman ini ditetapkan melalui Surat Keputusan BURT pada tanggal 9 Desember 2011 dengan catatan tambahan yaitu rencana pengembangan perpustakaan DPR RI ke depan harus berbasis pada konsep perpustakaan elektronik (digital library). (Editing Pencetakan)

(21)

21

10. Pedoman Penyusunan Naskah Resmi dan Surat Dinas DPR RI

Hal lain yang juga menjadi sorotan DPR RI dalam pembenahan lembaga adalah belum adanya keseragaman format dan mekanisme terkait dengan dokumen kedinasan, surat menyurat dan sistem kearsipan surat-surat dinas yang merupakan dokumen pendukung legalitas dari setiap kegiatan DPR RI. Guna menciptakan tertib administrasi dalam pelaksanaan Tata Persuratan guna menunjang tugas pokok Dewan dan sesuai Tatib DPR Pasal 295 maka perlu ada petunjuk teknis Tata Naskah Dinas yang disebut Pedoman Tata Naskah DPR RI. Pedoman ini akan dijadikan dasar acuan pengelolaan dokumen kedinasan, surat menyurat dan sistem kearsipan terkait dengan surat-surat dinas.

Oleh karena itu, DPR RI menganggap bahwa semua ini perlu dibenahi dan dikelola dengan baik yang dirumuskan dalam suatu pedoman. Pedoman yang berhasil disusun dan ditetapkan adalah Pedoman Penyusunan Naskah Resmi dan Surat Dinas Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.

Penyusunan pedoman ini dimaksudkan untuk memberikan panduan bagi pembuatan naskah resmi yang dihasilkan oleh Dewan dan sekaligus bagi para pejabat di lingkungan Sekretariat Jenderal agar dalam menunaikan tugasnya diperoleh keseragaman terhadap naskah resmi dalam bentuk laporan dan surat-surat dinas dengan format yang baku. Dengan disusunnya pedoman ini, diharapkan dapat terwujud tertib administrasi dalam pelaksanaan Tata Persuratan guna menunjang tugas pokok Dewan dan kelancaran komunikasi tulis yang efektif dalam penyelenggaraan pemerintahan umum dan pembangunan. Untuk itu maka Surat Keputusan BURT pada tanggal 9 Desember 2011 telah ditetapkan Pedoman Penyusunan Naskah Resmi dan Surat Dinas DPR RIuntuk dijadikan acuan dalam pelaksanaan kegiatan di lingkungan DPR RI sehingga penyelenggaraan tata naskah dinas di lingkungan DPR RI dan Sekretariat Jenderal DPR RI memiliki kesamaan pengertian, bahasa dan penafsiran.

(22)

22 C. KETATALAKSANAAN

1. Standard, Operating and Procedure (SOP)

Di lingkungan Setjen DPR RI selama ini sudah diterapkan prosedur kerja yang dijadikan acuan dalam pelaksanaan pekerjaan sehari-hari.

Berangkat dari prosedur kerja yang telah ada dan untuk menyesuaikan perkembangan kebutuhan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi dalam rangka peningkatan efisiensi, efektifitas, transparansi, dan akuntabilitas, maka prosedur kerja yang telah ada dapat dikembangkan menjadi suatu Standar Operasional Prosedur (SOP).

SOP dimaksud sebagai pedoman/petunjuk bagi para aparatur (pejabat/pegawai) dalam melaksanakan tugas (dukungan dan pelayanan) bagi para pengguna jasa pelayanan untuk mengetahui/memahami akan suatu prosedur pelayanan yang dilakukan oleh aparatur. Dengan demikian, dapat dihindarkan adanya tumpang tindih, kesalahan prosedur melaksanakan tugas dan kejelasan tanggung jawab, serta memberikan informasi yang diperlukan dalam menyusun standar pelayanan sehingga dapat menciptakan efisiensi dan efektivitas kinerja organisasi dalam mencapai tujuannya.

Pedoman penyusunan SOP di lingkungan Setjen DPR RI didasarkan pada Peraturan Sekretaris Jenderal DPR RI Nomor 02/Per-Sekjen/2010 tentang Pedoman Penyusunan Standar Operasional Prosedur di Lingkungan Sekretariat Jenderal DPR RI. Berdasarkan Peraturan Sekretaris Jenderal tersebut, setiap unit organisasi di lingkungan Setjen DPR RI diharuskan menyusun SOP-nya sendiri yang kemudian penetapannya akan ditandatangani oleh masing-masing Deputi atas persetujuan Sekretaris Jenderal DPR RI. SOP bersifat dinamis dan dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan kebijakan teknis masing-masing unit organisasi.

Secara umum, jenis dokumen SOP Setjen DPR RI dapat dibedakan menjadi:

1. SOP Teknis. SOP Teknis pada umumnya disusun untuk berbagai kegiatan teknis seperti: kegiatan perekaman pembicaraan rapat-rapat Alat Kelengkapan DPR RI, kegiatan pemeriksaan dan penelitian barang- barang untuk disimpan dan didistribusikan dari Bagian Perlengkapan.

Selain itu, SOP teknis juga dibutuhkan untuk kegiatan-kegiatan seperti

(23)

23

memproses dan mengevaluasi data (termasuk verifikasi dan validasi), pemodelan, pengenalan risiko, dan mengaudit peralatan operasional.

2. SOP Administratif. SOP Administratif dipergunakan untuk menyusun berbagai macam prosedur kegiatan yang bersifat administratif, antara lain me-review dokumen seperti kontrak, proyek; menentukan kebutuhan diklat; ataupun menggambarkan prosedur surat menyurat kantor.

3. SOP Kognitif. SOP Kognitif dipergunakan untuk menyusun berbagai macam prosedur kegiatan yang bersifat penggabungan teknis dan administratif, antara lain pencarian, pengumpulan, pengolahan, pemberian data dan informasi, pengkajian, analisa, dan perancangan.

Melalui Keputusan Sekretaris Jenderal DPR RI Nomor 911/Sekjen/2010 tentang Penetapan Standar Operasional Prosedur (Standar Operating Procedures) di Lingkungan Sekretariat Jenderal DPR RI, maka telah ditetapkan SOP di lingkungan Setjen DPR RI (contoh SOP lihat tabel 3.2).

Tabel.3.2

Standar Pperasional Prosedur (Standard Operating Procedures) di Lingkungan Sekretariat Jenderal Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia No Standar Operasional Prosedur (SOP) Unit Kerja No. SOP

Deputi Bidang Perundang-undangan

1. SOP tentang Penyusunan Naskah Akademik RUU Bidang Polkesra, Hukum dan HAM

SOP.001/PU.00/2010 2. SOP tentang Penyusunan Naskah Akademik RUU Bidang

Ekku Indag

SOP.001/PU.01/2010 3 SOP tentang Pembentukan Tim Kuasa DPR RI di

Pengadilan.

SOP.001/HK/2010 4 SOP tentang Penyusunan Keterangan DPR RI dalam

Perkara Pengujian Undang-Undang terhadap UUD tahun 1945 di Mahkamah Konstitusi.

SOP.002/HK/2010

Deputi Bidang Anggaran dan Pengawasan

5 SOP tentang Kegiatan Analisis Penyiapan RAPBN SOP.001/AA/2010 6 SOP tentang Penyusunan Ringkasan atas Hasil

Pemeriksaan BPK Semester I dan II

SOP.002/AA/2010

7 SOP tentang Pelayanan Data SOP.001/KJ/2010

8 SOP tentang Pengelolaan website dpr.go.id SOP.002/KJ/2010 Deputi Bidang Persidangan dan KSAP

9 SOP tentang Penyelenggaraan Rapat di Komisi/Pansus SOP.001/PS/2010 10 SOP tentang Pembentukan Tim Pendamping dalam

Pembahasan RUU di AKD DPR RI

SOP.002/PS/2010 11 SOP tentang Penyusunan Risalah Rapat Paripurna DPR

RI

SOP.003/PS/2010 12 SOP tentang Penyusunan Risalah Rapat AKD SOP.004/PS/2010 13 SOP tentang Penyelenggaraan Rapat BAMUS SOP.002/TU/2010

(24)

24

14 SOP tentang Penyelenggaraan Rapat Pimpinan DPR RI SOP.001/TU/2010 15 SOP tentang Penyaluran Delegasi Pengaduan

Masyarakat

SOP.001/HM/2010 Deputi Bidang Administrasi

16 SOP tentang Pembentukan Rapat Panitia (Panja) Kerja BURT

SOP.001/PR/2010

17 SOP tentang Pelayanan Dokter Umum SOP.001/KA/2010

Perkembangan berikutnya untuk tahun 2011, Setjen DPR RI telah menyelesaikan 244 SOP. Sehingga sampai dengan tahun 2011, Setjen DPR RI telah memiliki dan menetapkan 319 SOP. Sampai bulan Desember 2011, Setjen DPR RI telah mengidentifikasi kembali kebutuhan SOP penyelenggaraan tugas dan fungsi unit kerja, hasilnya adalah 1.222 SOP.

Sementara untuk pemanfaatan e-government di lingkungan Setjen DPR RI, telah diaplikasikan Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) dan Sistem Informasi Keuangan (SISKA).

2. E-Government dan E-Parliament

Tanpa mengecilkan arti dari beragam definisi definisi e-Government (E- Gov), setidak-tidaknya e-Government, yaitu masing-masing adalah merupakan suatu mekanisme interaksi baru (moderen) antara pemerintah dengan masyarakat dan kalangan lain yang berkepentingan (stakeholder);

dimana melibatkan penggunaan teknologi informasi (terutama internet);

dengan tujuan memperbaiki mutu (kualitas) pelayanan yang selama berjalan.

Karena Setjen DPR RI bagian dari Birokrasi Pemerintahan maka Setjen DPR RI juga diharuskan mengembangakan E-Gov. Namun di sisi lain DPR RI sebagai parlemen perlu mengembangkan E-Parliament (E-Par) yang pengelolaannya dilakukan oleh Setjen DPR RI sebagai unsur pendukung DPR. Karena itu Setjen DPR RI harus mengembangkan keduanya dengan tujuan memperbaiki kualitas pelayanan Setjen DPR RI kepada para stakeholder-nya (DPR RI, Pemerintah, dan masyarakat) terutama dalam hal kinerja efektivitas dan efisiensi dari pelaksanaan tugas dan fungsi DPR RI dan Setjen DPR RI. Tujuan dari Setjen DPR RI mengembangkan E-Gov dan E-Par adalah untuk:

1. Meningkatkan transparansi, kontrol, dan akuntabilitas penyelenggaraan kedewanan dalam konteks Tata Kelola Kedewanan yang baik.

(25)

25

2. Mengurangi secara signifikan total biaya administrasi, relasi, dan interaksi yang dikeluarkan Setjen DPR RI maupun stakeholdernya untuk keperluan aktivitas sehari-hari.

3. Memberikan peluang bagi DPR RI dan Setjen DPR RI untuk mendapatkan masukan melalui interaksinya dengan pihak-pihak yang berkepentingan.

4. Menciptakan suatu lingkungan masyarakat baru yang dapat secara cepat dan tepat menjawab berbagai permasalahan yang dihadapi sejalan dengan berbagai perubahan global dan trend yang ada.

5. Memberdayakan masyarakat dan pihak-pihak lain sebagai mitra DPR RI dan Setjen DPR RI dalam proses pengambilan berbagai kebijakan publik secara merata dan demokratis.

Sebagai salah satu bentuk dari E-Gov dan E-Par, maka sesuai Keputusan Rapat BURT tanggal 15 – 16 Januari 2010 bahwa Pengadaan Barang dan Jasa yang akan ditenderkan, diumumkan pada papan pengumuman di lingkungan DPR RI dan pelaksanaanya dilakukan melalui e- auction/e-procurement. Menindaklanjuti keputusan tersebut pada tanggal 12 Juli 2010 Ketua BURT meresmikan layanan e-procurement untuk mendukung proses kegiatan Pengadaan Barang dan Jasa DPR RI dan SETJEN DPR RI merupakan salah satu dari enam instansi pemerintah yang telah melaksanakan pengadaan barang dan jasa melalui e-procurement (Penjelasan lebih lanjut tentang E-Gov dan E-Par dipaparkan dalam Bab V).

D. BUDAYA ORGANISASI

Dalam rangka menumbuhkembangkan etos kerja aparatur, tanggung jawab moral dan guna meningkatkan produktivitas serta kinerja pelayanan aparatur kepada masyarakat, dipandang perlu mengembangkan nilai-nilai dasar Budaya Kerja Aparatur Negara secara intensif dan menyeluruh pada jajaran aparatur penyelenggara negara. Kemudian agar pelaksanaan pengembangan nilai-nilai dasar Budaya Kerja Aparatur Negara dapat berjalan secara terencana, sistematis dan efektif, maka perlu diberikan Pedoman Pengembangan Budaya Kerja Aparatur Negara dalam bentuk Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara SK Nomor 25/KEP/M.PAN/4/2002

(26)

26

tanggal 25 April 2002 tentang Nilai-nilai Dasar Budaya Kerja bagi Aparatur Negara.

Setjen DPR RI telah berusaha untuk melakukan perubahan budaya kerja dengan meningkatkan kedisiplinan pegawai, yaitu sejak tahun 2003 telah diterapkannya sistem absensi elektronik (finger print) sebagaimana yang diatur dalam Surat Edaran Sekjen DPR RI No. KP.07/7747/DPR RI/2003 tertanggal 31 Desember 2003 perihal Absen Elektrik. Kemudian usaha ini dikuatkan dengan penggunaan absen elektrik dan pengaturan jam kerja sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Sekjen DPR RI No. KP/0485/DPR RI/2009 tertanggal 29 Januari 2009 perihal penggunaan Absen Elektrik.

Namun demikian budaya kerja ini masih belum banyak berubah karena masih terdapat pegawai yang masuk dan pulang tidak sesuai dengan ketentuan serta jam efektif yang masih kurang dari yang dipersyaratkan. Menyadari hal tersebut Setjen DPR RI di awal tahun 2012 telah merumuskan nilai-nilai budaya organisasi yang disebut dengan RAPI (Religius, Akuntabel, Profesional dan Integritas).

E. ANALISIS 1. Peraturan

Secara konteks, permasalahan umum yang terkait peraturan Perundang-undangan di lingkungan Sekretariat Jenderal DPR RI adalah produk peraturan perundang-undangan yang sudah ada belum mampu memenuhi kebutuhan pelaksanaan tugas dan tanggungjawab dari semua unit kerja di lingkungan Sekretariat Jenderal DPR RI. Permasalahan tersebut ditandai dengan adanya tumpang tindih kewenangan pejabat dalam membuat peraturan atau keputusan. Selain itu permasalahan terdapat pada konsistensi materi muatan antara Peraturan Sekretaris Jenderal DPR RI dan Keputusan Sekretaris Jenderal DPR RI, ketidakjelasan dalam mekanisme dan prosedur penyusunan peraturan perundang-undangan, belum adanya peraturan Sekretaris Jenderal yang mengatur suatu permasalahan tertentu, sistem penomoran yang tidak teratur atau tidak jelas, sistem pendokumentasian dan sosialisasi yang belum baku, serta kemampuan staf penyusunan peraturan perundang-undangan yang belum memadai.

(27)

27

Menyadari arti penting peraturan turunan dari Undang-undang dan Peraturan Pemerintah, saat ini Setjen DPR RI sedang melakukan penataan peraturan perundang-undangan. Karena itu secara input, saat ini telah tersedia peta permasalahan peraturan perundangan-undangan yang sedang diselesaikan oleh Setjen DPR RI. Peta tersebut salah satunya mengisyaratkan adanya peraturan perundang-undangan yang diterbitkan Setjen DPR RI perlu menyesuaikan dengan UU No. 12 Tahun 2011 yang mengatur mengenai jenis produk hukum di lingkungan Setjen DPR RI, asas-asas pengaturan, perencanaan, penyusunan, pembahasan, penomoran, pendokumentasian, dan penyebarluasan peraturan perundang-undangan di lingkungan Setjen DPR R. Begitu juga masih terdapat tumpang tindih substansi, ketidakjelasan perbedaan antara substansi Peraturan Setjen DPR RI dan Keputusan Setjen DPR RI , tumpang tindih kewenangan antara unit kerja.

Dari sisi proses, sejauh ini langkah-langkah perbaikan sudah dimulai namun belum dilaksanakan secara terprogram dan sistematis. Ada kesan, kondisi di bidang peraturan perundang-undangan merupakan masalah biasa yang tidak perlu dilakukan pembenahan khusus. Namun, beberapa langkah penting untuk memenuhi kebutuhan peraturan perundang-undangan antara lain dilakukan melalui:

 Penyempurnaan terhadap Peraturan Sekretaris Jenderal DPR RI 400/SEKJEN/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Jenderal DPR RI. Pembenahan terhadap Peraturan Sekjen tersebut melalui Peraturan Sekjen Nomor 03/SEKJEN/2010 Perubahan atas peraturan Sekjen DPR RI Nomor 400/SEKJEN/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Jenderal DPR RI yang kemudian diubah kembali dengan Persekjen Nomor 01/PER-SEKJEN/2011 tentang Perubahan kedua atas peraturan Sekjen DPR RI Nomor 400/SEKJEN/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Jenderal DPR RI sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Sekjen Nomor 3/SEKJEN/2010.

 Peraturan Sekjen Nomor 01/PER-SEKJEN/2010 tentang Tata Cara Penyelesaian Ganti Kerugian Negara di Lingkungan Sekjen DPR RI.

(28)

28

 Peraturan Sekjen Nomor 01A/PER-SEKJEN/2010 tentang Pedoman Pengawasan di Lingkungan Sekretariat Jenderal DPR RI.

 Peraturan Sekjen Nomor 02/PER-SEKJEN/2010 tentang Pedoman Penyusunan Standar Operasional Prosedur di Lingkungan Sekretariat Jenderal DPR RI, (namun belum sesuai dg Per- MenPAN).

 Peraturan Sekjen Nomor 02/PER-SEKJEN/2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Dewan Pengurus Korps Pegawai Republik Indonesia Sekjen DPR RI.

 Peraturan Sekjen Nomor 03/PER-SEKJEN/2007 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara di Lingkungan Sekjen DPR RI.

2. Pedoman

Secara konteks, meskipun sudah banyak disusun dan ditetapkan Pedoman tetapi belum ada kegiatan evaluasi atas efektivitas Pedoman yang telah ditetapkan tersebut sehingga belum dapat diketahui apakah Pedoman yang sudah disusun dapat terlaksana dengan baik dan dapat mencapai tujuan sasaran perbaikan pengelolaan suatu objek yang diatur.

Berdasarkan permasalahan dan kondisi dari perkembangan dari berbagai Pedoman yang dimiliki menunjukkan bahwa Organisasi Setjen DPR menyadari arti penting bahwa perbaikan dalam mengelola berbagai sumber daya organisasi maka secara input Setjen DPR RI mengembangkan strategi penyusunan mekanisme kerja yang jelas antara hubungan Setjen DPR RI dengan DPR RI, maupun antar unit organisasi yang ada dalam struktur Organisasi Setjen DPR RI. Karena itu disusunlah berbagai Pedoman dengan tujuan agar dimilikinya panduan agar pengelolaan berbagai sumber daya menjadi efisien dan efektif. Kesadaran akan pentingnya Pedoman setidaknya menggambarkan keinginan Organisasi untuk menata dirinya lebih baik kedepannya.

Dari sisi proses, Setjen DPR RI saat ini sedang menyelesaikan beberapa Pedoman yang sudah menjadi prioritas untuk segera disusun dan ditetapkan, setidaknya pada tahun 2012, misalnya Pedoman Pelaksanaan Fungsi Legislasi yang sudah pada tahap penyempurnaan oleh Badan Legislasi (Baleg). Pedoman ini mengatur standar kegiatan dan waktu yang

(29)

29

dibutuhkan oleh setiap Alat Kelengkapan Dewan khususnya Komisi dalam proses penyusunan dan pembahasan undang-undang. Begitu juga dengan Pedoman Pelaksanaan Fungsi Pengawasan DPR RI yang masih dalam taraf pengkajian. Pedoman ini akan menjadi acuan bagi Alat Kelengkapan Dewan dan Anggota DPR RI dalam melakukan fungsi pengawasannya sehingga terdapat standar minimum pelaksanaan pengawasan.

3. Ketatalaksanaan

Berdasarkan konteks, sama halnya dengan Pedoman yang telah banyak disusun dan ditetapkan SOP tetapi belum ada kegiatan evaluasi atas efektivitas SOP yang telah ditetapkan tersebut sehingga belum dapat diketahui apakah SOP yang sudah disusun dapat terlaksana dengan baik dan dapat mencapai tujuan sasaran perbaikan suatu mekanisme kerja terkait dengan layanan yang diberikan oleh Setjen DPR RI kepada DPR RI.

Berdasarkan permasalahan dan kondisi dari perkembangan dari berbagai SOP yang dimiliki, maka secara input menunjukkan bahwa Organisasi Setjen DPR menyadari arti penting bahwa perbaikan dalam mekanisme kerja sehinggan dikembangkan strategi penataan ketatalaksanaan dengan ditetapkannya berbagai SOP dengan tujuan agar setiap tahapan kerja menjadi jelas urutan kerjanya sekaligus memperlihatkan siapa yang harus bertanggungjawab.

Kesadaran akan pentingnya SOP setidaknya menggambarkan keinginan Organisasi untuk memperbaiki mekanisme kerjanya. Namun demikian secara proses ke depan perlu adanya evaluasi terhadap berbagai SOP agar dapat memastikan bahwa SOP yang telah disusun dapat memudahkan atau mendorong bagi perbaikan kinerja.

Kemudian terkait dengan permasalahan E-Gov dan E-Par, berdasarkan sisi konteks meskipun Setjen DPR RI telah menerapkan E-Gov dan E-Par tetapi belum ada kegiatan evaluasi atas efektivitas penerapan E-Gov dan E- Par. Sedangkan secara input, berdasarkan permasalahan dan kondisi dari perkembangan penerapan E-Gov dan E-Par menunjukkan bahwa Organisasi Setjen DPR RI memiliki kesiapan untuk melakukan penyempurnaan- penyempurnaan dan pengembangan-pengembangan sistem aplikasi dengan mengacu kepada System Development Life Circle (SDLC)i. Begitu juga dari

(30)

30

sisi proses sekarang ini Bagian Data dan Sarana Informasi sudah memiliki rencana pengembangan 46 sistem aplikasi.

4. Budaya Kerja

Berdasarkan konteks, maka permasalahan dan kondisi dari pola pikir dan budaya kerja yang dimiliki menunjukkan bahwa Organisasi Setjen DPR RI perlu ekstra keras dalam melakukan perubahan terutama perubahan dari pola pikir. Setjen DPR RI harus mampu mendefinisikan atau mengoperasionalkan pola pikir apa yang harus dirubah. Hal ini menjadi penting karena untuk mampu merubah sistem dalam pengelolaan berbagai sumberdaya organisasi dari model yang selama ini berjalan menuju sesuatu yang baru harus dilandasi dengan perubahan pola pikir. Pola pikir (mind set) pegawai Setjen DPR RI belum sepenuhnya mendukung organisasi yang efisien, efektif, produktif dan profesional. Selain itu pegawai belum benar-benar memiliki pola pikir yang melayani DPR RI secara profesional, belum menghasilkan kinerja yang baik dan belum berorientasi pada hasil (outcome). Begitu juga budaya kerja (culture set) organisasi saat ini sama halnya dengan masalah birokrasi secara umum yaitu belum berorientasi keluar, minim pemberdayaan, cenderung lambat dalam pengambilan keputusan, masih bersifat tertutup dan belum berintegrasi serta tidak responsif.

Berdasarkan hal di atas secara input, Setjen DPR RI perlu mempertegas pola pikir seperti yang memang dibutuhkan, dan hal ini belum nampak sampai evaluasi ini dilakukan. Karena pola pikir ini akan mempengaruhi terhadap kebijakan yang akan disusun dan ditetapkan oleh Setjen DPR RI. Karena itu strategi yang perlu dikembangkan adalah perubahan pola pikir pada pejabat struktural dan ini perlu mendapatkan prioritas utama. Sementara itu dari sisi proses, kegiatan ini akan membutuhkan waktu yang relatif lama karena secara agenda belum nampak.

Sedangkan secara proses perlu terus dilakukan upaya-upaya internalisasi nilai-nilai budaya tersebut ke dalam cara kerja di organisasi.

(31)

31

BAB EMPAT

EVALUASI ATAS PENGELOLAAN SUMBER DAYA MANUSIA

A. KETERSEDIAAN PEGAWAI

Sesuai dengan tugas dan fungsi Setjen DPR-RI, yaitu memberikan dukungan administrasi, teknis dan keahlian kepada DPR RI maka untuk menjalankan tugas dan fungsinya Setjen DPR RI didukung melalui kebaradaan PNS sebanyak 1.362. Sebaran berdasarkan golongan dan jumlahnya sampai Juli 2012 dapat dilihat pada tabel 4.1.

Tabel 4.1.

Jumlah Pegawai Berdasar Golongan (Per Juli 2012) Golongan Jumlah Golongan Jumlah

Gol. IV/e 3 Gol. II/d 90

Gol. IV/d 15 Gol. II/c 102

Gol. IV/c 15 Gol. II/b 81

Gol. IV/b 45 Gol. II/a 101

Gol. IV/a 48 Gol. I/d 8

Gol. III/d 161 Gol. I/c 6

Gol. III/c 122 Gol. I/b 12

Gol. III/b 357 Gol. I/a 1

Gol. III/a 195 Jumlah 1.362

Usaha pembinaan dan pengembangan kompetensi sumber daya manusia (SDM) di lingkungan Setjen DPR-RI diarahkan untuk mendukung tugas tersebut. Secara lebih detail, usaha pengembangan kompetensi diarahkan untuk mendukung fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan yang merupakan tugas dari DPR.

Dalam upaya lebih meningkatkan daya guna dan hasil guna dari SDM Setjen DPR-RI setidaknya ada tiga aspek utama yang harus selalu disempurnakan agar semakin efektif dan efisien yaitu kelembagaan, kepegawaian dan ketatalaksanaan. Penyempurnaan dan pendayagunaan aparatur negara langkah utama dan pertama yang harus dilakukan adalah melakukan analisa jabatan. Analisa jabatan merupakan syarat utama yang harus dilakukan karena analisa jabatan merupakan dasar kebutuhan. Dalam penataan kepegawaian banyak hasil analisa jabatan yang dapat dimanfaatkan

(32)

32

atau banyak masalah kepegawaian dapat dipecahkan dengan analisa jabatan diantaranya adalah kebutuhan pegawai dan formasi pegawai.

Analisa jabatan juga berguna untuk masalah ketatalaksanaan terutama dalam menyusun prosedur kerja dan hubungan. Tujuan dilakukannya pengukuran beban kerja secara regular adalah: (1) Untuk mengevaluasi sejauh mana seorang pegawai telah melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dalam organisasi; (2) Untuk menghindari adanya kelebihan beban kerja (workload overwhelming) dari seorang pegawai, karena hal tersebut akan secara langsung berdampak pada produktivitas kerja dan secara tidak langsung menghambat pencapaian tujuan organisasi; dan (3) Untuk mengevaluasi pembagian kerja berdasarkan job design dan kebutuhan organisasi. Hal ini bermanfaat untuk membagi tugas dan kerja berdasarkan tujuan yang akan dicapai oleh organisasi.

Untuk mendukung hasil yang lebih validitas dan reliabelnya dari hasil analisa jabatan maka diperlukan analisa beban kerja karena untuk menghitung jumlah waktu dan kapasitas pegawai dalam melaksanakan tugas.Beban kerja diartikan sebagai serangkaian tugas dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan dan diemban oleh seorang pegawai berkaitan dengan posisi dan tupoksi kerja yang dimilikinya. Pengukuran beban kerja (workload measurement) dimaksudkan sebagai suatu mekanisme untuk meninjau kembali porsi tugas dan tanggung jawab dari seorang pegawai direfleksikan dengan pekerjaan yang diembannya dan tujuan yang ingin dicapai oleh organisasi.

Beban kerja adalah besaran pekerjaan yang harus dilaksanakan suatu jabatan/unit organisasi dan merupakan hasil kali antara volume kerja dan norma waktu.Efektivitas dan efisiensi kerja adalah perbandingan antara bobot/beban kerja dengan jam kerja efektif dalam rangka penyelesaian tugas dan fungsi organisasi. Hasil perhitungan tersebut, lebih dikenal dengan efisiensi dan efektivitas jabatan (EJ). EJ dikategorisasikan dalam lima interval yang kemudian diberi penilaian atas prestasi kerja jabatan (PJ) yaitu A (sangat baik) sampai dengan E (kurang); dengan ketentuan:EJ di atas 1 = A (Sangat Baik); EJ antara 0,90 – 1 = B (Baik); EJ antara 0,70 – 0,89 = C (Cukup); EJ antara 0,50 – 0,69 = D (Sedang); dan EJ di bawah 0,50 = E (Kurang).

Gambar

DIAGRAM RINGKAS KELEMBAGAAN SISTEM PENDUKUNG DPR-RI

Referensi

Dokumen terkait

Pengumpulan data dilakukan pada natural setting, sumber data primer, dan teknik pengumpulan data lebih banyak pada observasi berperan serta (participation

Seperti halnya pada saat kondisi yang ada di lokasi tersebut telah terjadi pengelolaan lahan di kawasan hutan oleh masyarakat (perambahan), pelaksana kebijakan ber usaha

Masyarakat komik Indonesia (MKI) sebagai salah satu wadah untuk masyarakat komik dan ilustrasi di Indonesia, berupaya membangkitkan komik dan ilustrasi Indonesia yang sudah

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kendala-kendala yang muncul dalam peningkatan kompetensi profesional guru pada SMA Negeri 3 Seunagan Kabupaten Nagan Raya adalah tentang

Dari sini didapat hasil analisis berupa pengembangan media latihan, yaitu media latihan yang berbentuk buku saku yang berisikan materi mengenai pengenalan teknik

Skripsi dengan judul Analisis Pengelolaan Laboratorium dan Sistem Evaluasi Kegiatan Praktikum Fisika dalam Proses Pembelajaran (Studi Kasus pada SMP Pondok Modern

Jadi sistem pakar Æ kepakaran ditransfer dari seorang pakar (atau sumber kepakaran yang lain) ke komputer, pengetahuan yang ada disimpan dalam komputer, dan pengguna

Pada hemat penulis, keteladanan, bermain, bercerita, pujian, hukuman dan sebagainya merupakan metode atau cara yang dilakukan dalam melaksanakan model tertentu yang digunakan