• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS DINAMIKA KERAPATAN VEGETASI DI KECAMATAN MEDAN BARU DAN MEDAN SELAYANG, KOTA MEDAN, PROVINSI SUMATERA UTARA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS DINAMIKA KERAPATAN VEGETASI DI KECAMATAN MEDAN BARU DAN MEDAN SELAYANG, KOTA MEDAN, PROVINSI SUMATERA UTARA"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

MEDAN SELAYANG, KOTA MEDAN, PROVINSI SUMATERA UTARA

SKRIPSI

FAUZIAH SAHARA 161201087

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2020

(2)

SKRIPSI

Oleh:

FAUZIAH SAHARA 161201087/KEHUTANAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Kehutanan

Universitas Sumatera Utara

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2020

(3)
(4)

ii

(5)

ABSTRACT

FAUZIAH SAHARA: Analysis of Vegetation Density Dynamics in Medan Baru and Medan Selayang Districts, Medan City, North Sumatra Province, supervised by ANITA ZAITUNAH.

As part of a land, vegetation has an important role in urban spatial planning.

Population growth and urban development will lead to land use change with the decrease of vegetation areas. This research was conducted to analyze the vegetation density and analyze changes in vegetation density in Medan Baru and Medan Selayang Districts between 1999 and 2019. This research used the Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) and change analysis. The results showed differences in the extent of the distribution of vegetation density between 1999 and 2019. In 1999, the largest area was found in the very dense vegetation class. In 2019, the largest area was in the lowest dense vegetation class. The analysis of vegetation density change between 1999 and 2019 shows that there is the highest increase of lowest dense vegetation class, which was 22.06% to 33.74%.

There was the highest decrease in very dense vegetation class, which was 22.74%

to 11.61%. This indicates that there are changes of vegetated land into other land use without vegetation or with less vegetation. Hence, it is necessary to optimize the land by doing replanting in bare land and less vegetated land to maintain an environmental quality.

Keywords: NDVI, Vegetation Density, Medan Baru, Medan Selayang

(6)

iv

ABSTRAK

FAUZIAH SAHARA: Analisis Dinamika Kerapatan Vegetasi di Kecamatan Medan Baru dan Medan Selayang, Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara, dibimbing oleh ANITA ZAITUNAH.

Vegetasi mempunyai peran yang penting dalam tata ruang kota. Pertumbuhan penduduk dan pembangunan yang pesat diperkotaan akan berpengaruh terhadap pemanfaatan lahan dan menyebabkan berkurangnya vegetasi. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan nilai kerapatan vegetasi dan menganalisis perubahan kerapatan vegetasi di Kecamatan Medan Baru dan Medan Selayang antara tahun 1999 sampai 2019. Penelitian ini menggunakan analisis Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) dan analisis perubahan untuk mengetahui sebaran dan perubahan kerapatan vegetasi. Hasil penelitian menunjukkan perbedaan luasan sebaran kerapatan vegetasi antara tahun 1999 dan 2019. Pada tahun 1999, kelas kerapatan vegetasi tertinggi terdapat pada kelas vegetasi sangat rapat. Pada tahun 2019, kelas kerapatan vegetasi tertinggi terdapat pada kelas vegetasi jarang.

Perubahan kenaikan luas kerapatan vegetasi terbesar antara tahun 2009 dan 2014 terjadi pada kelas vegetasi jarang, yaitu 22,06% menjadi 33,74% dan penurunan luas terbesar terdapat pada kelas kerapatan vegetasi sangat rapat, yaitu 22,74%

menjadi 11,61%. Hal ini mengindikasikan adanya penurunan tutupan vegetasi menjadi tutupan non vegetasi atau tutupan lahan dengan sedikit vegetasi. Maka, perlu optimalisasi lahan dengan penanaman kembali di lahan kosong dan lahan dengan sedikit vegetasi guna mempertahankan kualitas lingkungan.

Kata kunci : NDVI, Kerapatan Vegetasi, Medan Baru, Medan Selayang

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kabupaten Asahan pada tanggal 23 April 1999 dari Ayah Suhadi dan Ibu Masnahartati. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara. Adapun pendidikan formal yang pernah ditempuh, pada tahun 2004 Penulis memasuki pendidikan tingkat dasar di SD Negeri 016402 BP. Mandoge dan lulus pada tahun 2010. Pada tahun 2010 Penulis memasuki pendidikan tingkat lanjut di SMP Negeri 1 BP. Mandoge dan lulus pada tahun 2013. Tahun 2013 Penulis memasuki pendidikan tingkat atas di SMA Negeri 5 Pematangsiantar dan lulus pada tahun 2016 dan pada tahun yang sama masuk ke Fakultas Kehutanan USU melalui jalur Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN).

Penulis mengikuti kegiatan Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) pada tahun 2018 di Kawasan Hutan Mangrove, Desa Lubuk Kertang, Kecamatan Brandan Barat, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara. Kegiatan tersebut dilaksanakan selama 10 hari pada tanggal 10 sampai 19 Juli 2018. Kemudian pada tahun 2019, Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Semarang pada tanggal 22 Juli sampai 22 Agustus 2019.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota di Himpunan Mahasiswa Sylva (HIMAS) Pc. Universitas Sumatera Utara. Penulis juga menjadi Asisten Praktikum Dendrologi selama II periode yaitu pada tahun 2017 – 2018 dan 2018 – 2019 dan Praktikum Sistem Informasi Geografis (SIG) pada tahun 2019 – 2020.

(8)

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur Penulis ucapkan kepada Allah SWT. atas Rahmat dan Karunia- Nya Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Adapun skripsi yang dibuat berjudul

“Analisis Dinamika Kerapatan Vegetasi di Kecamatan Medan Baru dan Medan Selayang, Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara”.

Pada kesempatan ini Penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua dan abang yang telah memberikan kasih sayang dan dukungan untuk pelaksanaan dan penyusunan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Anita Zaitunah, S.Hut., M.Sc. selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan Penulis serta memberikan berbagai masukan berharga kepada Penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Bejo Slamet, S.Hut., M.Si. selaku Ketua Departemen Manajemen Hutan dan Bapak Dr. Muhdi, S.Hut., M.Si. selaku Sekretaris Departemen Manajemen Hutan. Terima kasih juga Penulis ucapkan kepada para Penguji, yaitu Bapak Dr. Delvian, SP., MP., Bapak Yunus Afifuddin, S.Hut., M.Si., dan Ibu Dr. Evalina Herawati, S.Hut., M.Si. Selain itu, Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman di Program Studi Kehutanan, Fakultas Kehutanan, Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan atas penyelesaian skripsi ini. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Staf Pegawai Laboratorium Manajemen Hutan, yaitu Nurlianti, S.Hut.

Penulis berharap penelitian ini memberikan manfaat kepada berbagai pihak.

Akhir kata Penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, 22 Juli 2020

Fauziah Sahara

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ... i

PERNYATAAN ORISINALITAS ... ii

ABSTRACT ... iii

ABSTRAK ... iv

RIWAYAT HIDUP ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Kegunaan Penelitian... 2

TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Lokasi Penelitian ... 3

Sistem Informasi Geografis ... 3

Penginderaan Jarak Jauh ... 4

Kerapatan Vegetasi ... 6

METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian ... 8

Alat dan Bahan Penelitian ... 8

Prosedur Penelitian Metode Pengumpulan Data ... 9

Metode Analisis Data ... 9

HASIL DAN PEMBAHASAN Sebaran Nilai Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) di Kecamatan Medan Baru dan Medan Selayang ... 13

Kelas Kerapatan Vegetasi di Kecamatan Medan Baru dan Medan Selayang 21 Perubahan Kerapatan Vegetasi di Kecamatan Medan Baru dan Medan Selayang Tahun 1999 dan Tahun 2004 ... 28

Perubahan Kerapatan Vegetasi di Kecamatan Medan Baru dan Medan Selayang Tahun 2004 dan Tahun 2009 ... 31

Perubahan Kerapatan Vegetasi di Kecamatan Medan Baru dan Medan Selayang Tahun 2009 dan Tahun 2014 ... 34

Perubahan Kerapatan Vegetasi di Kecamatan Medan Baru dan Medan Selayang Tahun 2014 dan Tahun 2019 ... 37

(10)

viii KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 41

Saran ... 41

DAFTAR PUSTAKA ... 42

LAMPIRAN ... 46

(11)

DAFTAR TABEL

No Teks Halaman

1. Jenis data primer dan sekunder yang diperlukan dalam penelitian ... 9 2. Tingkat kerapatan vegetasi berdasarkan nilai NDVI... 11 3. Spesifikasi teknis Landsat 8 pembagian objek berdasarkan nilai NDVI 11 4. Sebaran nilai NDVI di Kecamatan Medan Baru dan Medan Selayang

tahun 1999 ... 13 5. Sebaran nilai NDVI di Kecamatan Medan Baru dan Medan Selayang

tahun 2004 ... 13 6. Sebaran nilai NDVI di Kecamatan Medan Baru dan Medan Selayang

tahun 2009 ... 14 7. Sebaran nilai NDVI di Kecamatan Medan Baru dan Medan Selayang

tahun 2014 ... 14 8. Sebaran nilai NDVI di Kecamatan Medan Baru dan Medan Selayang

tahun 2019 ... 14 9. Pembagian objek nilai NDVI berdasarkan hasil validasi tutupan lahan

di Kecamatan Medan Baru dan Medan Selayang ... 20 10. Perubahan luas kerapatan vegetasi di Kecamatan Medan Baru dan

Medan Selayang pada tahun 1999 dan tahun 2004 ... 28 11. Matriks perubahan luas kerapatan vegetasi di Kecamatan Medan

Baru dan Medan Selayang tahun 1999 dan tahun 2004 ... 29 12. Perubahan luas kerapatan vegetasi di Kecamatan Medan Baru dan

Medan Selayang pada tahun 2004 dan tahun 2009 ... 31 13. Matriks perubahan luas kerapatan vegetasi di Kecamatan Medan

Baru dan Medan Selayang tahun 2004 dan tahun 2009 ... 32 14. Perubahan luas kerapatan vegetasi di Kecamatan Medan Baru dan

Medan Selayang pada tahun 2009 dan tahun 2014 ... 34 15. Matriks perubahan luas kerapatan vegetasi di Kecamatan Medan

Baru dan Medan Selayang tahun 2009 dan tahun 2014 ... 35

(12)

x

16. Perubahan luas kerapatan vegetasi di Kecamatan Medan Baru dan Medan Selayang pada tahun 2014 dan tahun 2019 ... 37 17. Matriks perubahan luas kerapatan vegetasi di Kecamatan Medan

Baru dan Medan Selayang tahun 2014 dan tahun 2019 ... 38

(13)

DAFTAR GAMBAR

No Teks Halaman

1. Peta lokasi penelitian ... 8

2. Alur tahapan analisis kerapatan vegetasi ... 12

3. Peta sebaran Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) di Kecamatan Medan Baru dan Medan Selayang tahun 1999 ... 15

4. Peta sebaran Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) di Kecamatan Medan Baru dan Medan Selayang tahun 2004 ... 16

5. Peta sebaran Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) di Kecamatan Medan Baru dan Medan Selayang tahun 2009 ... 17

6. Peta sebaran Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) di Kecamatan Medan Baru dan Medan Selayang tahun 2014 ... 18

7. Peta sebaran Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) di Kecamatan Medan Baru dan Medan Selayang tahun 2019 ... 19

8. Kawasan kelas kerapatan non vegetasi ... 22

9. Kawasan kelas kerapatan vegetasi jarang ... 23

10. Kawasan kelas kerapatan vegetasi sedang ... 24

11. Kawasan kelas kerapatan vegetasi rapat ... 25

12. Kawasan kelas kerapatan vegetasi sangat rapat... 26

13. Visualisasi kelas kerapatan non vegetasi; (a) pada citra; (b) pada peta; (c) di lapangan ... 26

14. Visualisasi kelas kerapatan jarang; (a) pada citra; (b) pada peta; (c) di lapangan ... 26

15. Visualisasi kelas kerapatan sedang; (a) pada citra; (b) pada peta; (c) di lapangan ... 26

16. Visualisasi kelas kerapatan rapat; (a) pada citra; (b) pada peta; (c) di lapangan ... 27

(14)

xii

17. Visualisasi kelas kerapatan sangat rapat; (a) pada citra; (b) pada peta; (c) di lapangan... 27 18. Peta perubahan kerapatan vegetasi di Kecamatan Medan Baru dan

Medan Selayang tahun 1999 – 2004 ... 30 19. Peta perubahan kerapatan vegetasi di Kecamatan Medan Baru dan

Medan Selayang tahun 2004 – 2009 ... 33 20. Peta perubahan kerapatan vegetasi di Kecamatan Medan Baru dan

Medan Selayang tahun 2009 – 2014 ... 36 21. Peta perubahan kerapatan vegetasi di Kecamatan Medan Baru dan

Medan Selayang tahun 2014 – 2019 ... 39

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

No Teks Halaman

1. Titik ground check di Kecamatan Medan Baru dan Medan Selayang ... 46

(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Vegetasi merupakan salah satu bentuk penyusun keruangan perkotaan.

Vegetasi sebagai bagian dari susunan keruangan memiliki manfaat penting di perkotaan. Salah satunya adalah merubah kondisi atmosfer lingkungan udara baik secara langung maupun tidak langsung. Vegetasi adalah kumpulan beberapa tumbuhan, biasanya terdiri dari beberapa jenis dan hidup bersama pada suatu tempat (Martono, 2012). Keberadaan areal bervegetasi sangat diperlukan guna meningkatkan kualitas lingkungan hidup terutama di wilayah perkotaan baik secara ekologis, estetika dan sosial (Wahyuni et al., 2017).

Perkembangan dan pertumbuhan suatu wilayah berimplikasi terhadap pertumbuhan dan kepadatan penduduk. Pertambahan penduduk yang terus-menerus tersebut membawa konsekuensi spasial yang serius bagi kehidupan kota, yaitu adanya tuntutan akan ruang dalam rangka pemenuhan kebutuhan. Salah satu wilayah yang kerap kali berkembang adalah wilayah perkotaan. Perkembangan kota dengan penduduk yang padat, menuntut ketersediaan sarana dan prasarana yang menunjang aktivitas dan kebutuhannya. Keterbatasan lahan menjadi salah satu kendala dalam pemenuhan hal tersebut (Febriyanti dan Ariastita, 2013).

Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan guna lahan di perkotaan adalah topografi, penduduk, nilai lahan, aksesibilitas, prasarana-sarana, dan daya dukung lahan. Semakin meningkatnya jumlah penduduk dan semakin intensifnya aktivitas penduduk di suatu tempat berdampak pada makin meningkatnya perubahan penggunaan lahan. Hal ini menyebabkan terjadinya perubahan areal- areal bervegetasi menjadi perumahan atau permukiman (Ngangi et al., 2018).

Kota Medan yang merupakan salah satu kota besar di Kawasan Indonesia Bagian Barat, merupakan kota yang sangat strategis baik secara letak geografis.

Kota Medan merupakan salah satu kota yang secara struktur juga dilalui dan memiliki beberapa sungai besar yang melintas di tengah kota (Alamsyah, 2018).

Pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat di Kota Medan berdampak pada peningkatan kebutuhan terhadap lahan yang cenderung mengarah pada konversi lahan. Konversi lahan merupakan konsekuensi logis dari peningkatan aktivitas dan

(17)

jumlah penduduk serta proses pembangunan lainnya. Konversi lahan pada tahap tertentu wajar terjadi, namun pada sisi lain jika tidak dikendalikan maka akan semakin bermasalah karena umumnya alih fungsi terjadi di atas lahan pertanian yang masih produktif. Perubahan fungsi lahan tidak jarang mengorbankan areal- areal bervegetasi (Prihatin, 2015).

Kecamatan Medan Baru dan Kecamatan Medan Selayang termasuk wilayah yang berkembang pesat dan mengalami banyak perubahan tutupan lahan termasuk meningkatnya lahan terbangun. Informasi sebaran kerapatan vegetasi dan tutupan lahan dapat menjadi salah satu informasi penting bagi penataan ruang kota agar pengembangan wilayah juga memperhatikan kualitas lingkungan hidup.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Menganalisis sebaran kerapatan vegetasi di Kecamatan Medan Baru dan Medan Selayang antara tahun 1999 dan 2019.

2. Menganalisis perubahan kerapatan vegetasi di Kecamatan Medan Baru dan Medan Selayang antara tahun 1999 dan 2019.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini berguna untuk memberikan informasi mengenai sebaran dan perubahan kerapatan vegetasi yang dapat menjadi masukan bagi pihak terkait dalam mendukung perencanaan penggunaan lahan di Kecamatan Medan Baru dan Medan Selayang.

(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Kecamatan Medan Baru merupakan salah satu kecamatan di Kota Medan yang mempunyai luas sekitar 5,41 km2. Kecamatan Medan Baru dihuni oleh 40.963 orang penduduk dimana penduduk terbanyak berada di Kelurahan Padang Bulan dan Titi Rantai yakni sebanyak 9.405 orang di Kelurahan Padang Bulan dan 9.325 orang di Kelurahan Titi Rantai. Jumlah penduduk terkecil di Kelurahan Darat yakni sebanyak 1.988 orang. Bila dilihat dari luas kelurahan, Kelurahan Padang Bulan memiliki luas yang terbesar yakni 1,68 km2 sedangkan Kelurahan Darat memiliki luas terkecil yakni 0,28 km2. Universitas Sumatera Utara terletak di Kelurahan Padang Bulan. Perusahaan Industri di kelurahan yang berada di Kecamatan Medan Baru lebih didominasi oleh industri rumah tangga. Tercatat pada tahun 2018 terdapat 2 industri besar/sedang, 15 industri kecil dan 49 industri rumah tangga di Kecamatan Medan Baru (Badan Pusat Statistik, 2019).

Kecamatan Medan Selayang berbatasan langsung dengan Kecamatan Medan Baru di sebelah barat dan Kecamatan Medan Polonia di sebelah timur.

Kecamatan Medan Selayang merupakan salah satu kecamatan di Kota Medan yang mempunyai luas sekitar 7,78 km2. Kecamatan Medan Selayang dihuni oleh 109.926 orang penduduk dimana penduduk terbanyak berada di kelurahan Tj. Sari yakni sebanyak 36.272 orang. Jumlah penduduk terkecil di Kelurahan Beringin yakni sebanyak 9.270 orang. Bila dilihat dari luas kelurahan, Kelurahan PB Selayang II memiliki luas yang terbesar yakni 7,0 km2 sedangkan Kelurahan Beringin memiliki luas terkecil yakni 0,79 km2. Perusahaan industri di Kelurahan Medan Selayang lebih didominasi oleh industri rumah tangga (Badan Pusat Statistik, 2019).

Sistem Informasi Geografis

Informasi geospasial sangat penting untuk respons yang efektif dan cepat terhadap manajemen darurat (Twumasi et al., 2020). Informasi geospasial digunakan sebagai alat bantu dalam pembuatan kebijakan, pengambilan keputusan, dan pelaksanaan kegiatan yang berkaitan dengan ruang kebumian

(19)

(Riqqi et al., 2018). Sistem Informasi Geografis (SIG) atau Geographic Information System adalah sebuah sistem informasi yang khusus mengelola data yang memiliki informasi spasial misalnya letak geografis (Efendi et al., 2016). Penggunaan SIG dapat membantu pembuat kebijakan dalam perencanaan dan manajemen berkelanjutan. SIG mempunyai kemampuan untuk menghubungkan berbagai data pada suatu titik tertentu di bumi, menggabungkannya, menganalisa dan akhirnya memetakan hasilnya. Sehingga aplikasi SIG dapat menjawab beberapa pertanyaan seperti lokasi, kondisi, trend, pola dan pemodelan (Annugerah et al, 2016).

Jenis data di dalam SIG dikelompokkan menjadi 2 jenis data, yaitu data spasial (keruangan) dan data nonspasial (atribut). Data spasial adalah data mengenai tata ruang (menyangkut titik koordinat). Data spasial terbagi atas 2 representasi yaitu representasi data raster dan data vektor. Model data raster adalah model data yang berupa image. Model data raster akan disimpan dalam bentuk grid, dimana setiap grid mewakili data tertentu. Model data vektor adalah model data yang didefinisikan dalam suatu bentuk garis, poligon, titik dan sejenisnya (Wahyutomo et al., 2016). Data atribut atau data non spasial adalah jenis data yang merepresentasikan aspek-aspek deskriptif dari fenomena yang dimodelkan. Muslim dan Sunyoto (2012) menyatakan bahwa Sistem Informasi Geografis (SIG) terdiri dari beberapa subsistem, yaitu data input, data output, data management, data manipulation dan analysis.

Wibowo (2015) menyatakan bahwa dengan SIG akan dimudahkan dalam melihat fenomena kebumian dengan perspektif yang lebih baik. SIG mampu mengakomodasi penyimpanan, pemrosesan, dan penayangan data spasial digital bahkan integrasi data yang beragam, mulai dari citra satelit, foto udara, peta bahkan data statistik. Dengan tersedianya komputer dengan kecepatan dan kapasitas ruang penyimpanan besar seperti saat ini, SIG akan mampu memproses data dengan cepat dan akurat dan menampilkannya. SIG juga mengakomodasi dinamika data, pemutakhiran data yang akan menjadi lebih mudah.

Penginderaan Jarak Jauh

Penginderaan jarak jauh (Remote Sensing) merupakan pengamatan suatu obyek menggunakan sebuah alat dari jarak jauh (Maspiyanti et al., 2013).

(20)

Penginderaan jarak jauh adalah ilmu untuk memperoleh informasi fenomena alam pada objek (permukaan bumi) yang diperoleh tanpa kontak langsung dengan objek, tetapi melalui pengukuran pantulan (reflection) ataupun pancaran (emission) oleh media gelombang elektromagnetik (Lubis et al., 2017).

Penginderaan jarak jauh menggunakan satelit untuk merekam data yang ada dipermukaan bumi (Irawan dan Malau, 2016).

Data penginderaan jarak jauh dapat diperoleh melalui hasil rekaman sensor yang dipasang baik pada pesawat terbang, satelit, pesawat ulang alik, atau wahana lainnya. Sensor tersebut akan menghasilkan data yang berbeda-beda sesuai dengan letak ketinggian sensor maupun karakteristik objek yang dikaji.

Dalam proses akuisisi gambar, empat konsep mendasar adalah resolusi spasial, spektral, radiometrik dan temporal. Resolusi spasial menentukan tingkat detail gambar. Resolusi spektral menentukan kemampuan sensor untuk menentukan interval panjang gelombang pendek. Resolusi radiometrik dari sistem pencitraan menggambarkan kemampuannya untuk membedakan perbedaan energi yang sangat kecil. Resolusi temporal menentukan waktu yang diperlukan untuk sensor mengunjungi kembali target spesifik dan gambar area yang sama persis (Manjula et al., 2010).

Teknologi satelit penginderaan jarak jauh dipelopori oleh NASA Amerika Serikat dengan diluncurkannya satelit sumberdaya alam yang pertama, yang disebut ERTS-1 (Earth Resources Technology Satellite) pada tanggal 23 Juli 1972, menyusul ERTS-2 pada tahun 1975, satelit ini membawa sensor RBV (Retore Beam Vidcin) dan MSS (Multi Spectral Scanner) yang mempunyai resolusi spasial 80 meter. Satelit ERTS1, ERTS-2 yang kemudian setelah diluncurkan berganti nama menjadi Landsat 1, Landsat 2,diteruskan dengan seri-seri berikutnya, yaitu Landsat 3, 4, 5, 6,7 dan terakhir adalah Landsat 8 (Amliana et al., 2016).

Salah satu satelit yang digunakan untuk penginderaan jauh ini adalah Landsat, yang sekarang telah mencapai generasi Landsat-8. Citra satelit Landsat adalah salah satu citra satelit sumberdaya alam yang mempunyai resolusi spasial 30 meter (kecuali saluran inframerah thermal), dan merekam dalam 7 saluran spektral. Masing-masing saluran citra satelit Landsat peka terhadap respons atau tanggapan spektral objek pada julat panjang gelombang tertentu, dan hal ini yang

(21)

menyebabkan nilai piksel pada berbagai saluran spektral sebagai cerminan nilai tanggapan spektral pun bervariasi (Sanjoto, 2013).

Era Landsat dimulai pada tahun 1972, memberikan resolusi spasial dan cakupan berulang dari permukaan bumi, berlanjut pada skala di mana perubahan alami dan yang disebabkan oleh manusia dapat dideteksi, dibedakan, ditandai, dan dipantau dari waktu ke waktu. Data Landsat dari USGS adalah salah satu sumber terbaik untuk pemetaan dan pemantauan tutupan lahan dan properti biofisik dan geofisika permukaan tanah selama 40 tahun terakhir. Dari tiga Landsat, Landsat 7 mencapai orbit tetapi pada tahun 2003 terjadi masalah yang menyebabkan striping berkelanjutan dari data yang hilang pada citra, Landsat 6 tidak mencapai orbit, dan Landsat 5 berhasil beroperasi dengan baik di luar harapannya. Pada tahun 2013, diluncurkan Landsat 8 yang memiliki lebih besar sensitivitas terhadap kecerahan dan warna daripada Landsat sebelumnya (Acharya dan Yang, 2015).

Landsat digunakan karena sensor Landsat beradaptasi dengan sempurna untuk pemantauan ekologis area yang luas, memiliki kemampuan untuk memungkinkan deteksi perubahan jangka panjang termasuk akuisisi data, pemrosesan, pengarsipan, distribusi dan kebijakan penetapan harga yang memfasilitasi penggunaan luas data yang dihasilkan. Namun, masalah awan dan bayangan awan dapat mempengaruhi keakuratan analisis vegetasi dalam data Citra Landsat (Susantoro et al., 2019).

Kerapatan Vegetasi

Vegetasi merupakan sumberdaya alam utama dalam kehidupan makhluk hidup, yaitu sebagai penyedia makanan dan tempat bernaung bagi hewan dan manusia. Dalam suatu ekosistem hanya vegetasi yang mampu menyediakan energi bagi makhluk hidup melalui proses fotosintesa dengan bantuan sinar matahari, dalam bentuk yang dapat dimanfaatkan oleh hewan maupun manusia berupa daun, buah, biji, maupun ubi. Gangguan atau kerusakan yang terjadi pada sekelompok vegetasi akan menyebabkan perubahan keseimbangan ekosistem tempat vegetasi itu berada (Arnanto, 2013).

Vegetasi merupakan salah satu bentuk penyusun keruangan. Vegetasi sebagai bagian dari susunan keruangan memiliki manfaat penting. Salah satunya

(22)

adalah merubah kondisi atmosfer lingkungan udara baik secara langung maupun tidak langsung (Winarti dan Rahmad, 2019). Vegetasi sebagai penyusun lahan mempunyai jenis yang sangat beranekaragam. Kumpulan dari berbagai vegetasi yang beranekaragam ini akan menghasilkan tingkat kerapatan vegetasi yang berbeda-beda pada tiap penggunaan lahan di suatu daerah (Irawan dan Sirait, 2017).

Pada umumnya, respon spektral citra satelit memiliki sensivitas terhadap kerapatan vegetasi, tajuk pohon dan kandungan air di daun tumbuhan. Hubungan antara respon spektral pada spektrum sinar tampak dan inframerah dengan kerapatan vegetasi dapat dijelaskan dengan suatu indeks yang disebut indeks vegetasi. Indeks vegetasi digunakan untuk menggambarkan intensitas tanaman suatu wilayah pada citra. Indeks vegetasi adalah kombinasi matematis antara band merah dengan band Near Infra-Red yang telah lama digunakan sebagai indikator kondisi vegetasi dan keberadaan yang sering dikenal dengan sebutan Normalized Difference Vegetation Index (NDVI). Pada dasarnya, NDVI mengukur kemiringan antara nilai asli band merah dan band infra merah diangkasa dengan nilai band merah dan band infra merah yang ada dalam tiap piksel citra (Philiani et al., 2016).

Sukristiyanti dan Marganingrum (2009) menyatakan bahwa kerapatan vegetasi salah satunya dapat diketahui dengan menggunakan teknik NDVI. NDVI adalah suatu transformasi untuk menonjolkan aspek vegetasi sehingga dapat menunjukkan tingkat kerapatan vegetasi yang ada di lapangan. Nilai NDVI berkisar antara -1 sampai dengan +1. Semakin besar nilai NDVI menunjukkan semakin tinggi kerapatan vegetasinya. Hasil dari transformasi NDVI ini yaitu citra distribusi indeks NDVI. Indeks vegetasi menunjukkan saluran spektral yang peka pada kerapatan variasi tumbuhan (Dasuka et al., 2016).

NDVI dihitung berdasarkan penilaian reflektansi cahaya inframerah-dekat (NIR) dan merah (RED) sebagai NDVI = (NIR − RED) / (NIR + RED, di mana NIR dan RED adalah jumlah cahaya yang dipantulkan oleh tumbuh vegetasi dan didaftarkan oleh satelit sensor. Vegetasi hijau memiliki daya serap cahaya tampak tinggi dan reflektansi inframerah dekat tinggi, yang menghasilkan nilai NDVI positif dan tinggi. Vegetasi yang kering atau kering, salju, air, awan, dan tanah menyerap lebih banyak NIR yang mengarah ke nilai NDVI yang lebih rendah (Borowik et al., 2013).

(23)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2019 sampai dengan April 2020. Lokasi penelitian adalah di Kecamatan Medan Baru dan Medan Selayang (Gambar 1). Pengolahan dan analisis data penelitian dilakukan di Laboratorium Manajemen Hutan, Program Studi Kehutanan, Fakultas Kehutanan, Universitas Sumatera Utara.

Gambar 1. Peta lokasi penelitian.

Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas alat pengambilan data dan alat analisis data. Alat pengambilan data lapangan adalah GPS (Global Positioning System), kamera digital, dan alat tulis. Alat analisis data yang digunakan adalah komputer, Google Earth, Erdas Imagine 8.5, dan ArcGIS 10.3.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang diambil dari sumber lain dan data Ground check yang tertera pada Tabel 1.

(24)

Tabel 1. Jenis data primer dan sekunder yang diperlukan dalam penelitian.

No Nama Data Jenis Data Sumber Tahun

1 Data lapangan (Ground check)

Primer GPS dan kamera digital 2019 2 Citra Landsat 5

path/row 129/57

Sekunder www.glovis.usgs.gov 1999, 2004, 2009 3 Citra Landsat 8

OLI path/row 129/57

Sekunder www.earthexplorer.usgs.gov 2014 dan 2019

4 Citra Google Earth Sekunder Google Earth 2019 5 Peta Administrasi

Kota Medan

Sekunder Badan Informasi Geospasial (BIG)

2019

Prosedur Penelitian

Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan mengidentifikasi data primer dan data sekunder. Citra Landsat tahun 1999, 2004, 2009, 2014 dan 2019 diunduh melalui situs www.glovis.usgs.gov dan www.earthexplorer.usgs.gov.

Kegiatan lapangan dilakukan untuk mendapatkan data koordinat titik pengamatan lapangan dan GPS yang dilakukan secara purposive sampling. Jenis tutupan lahan yang ditemui di lapangan dicatat untuk setiap titik yang dijumpai.

Metode Analisis Data Pengolahan Citra

a. Penggabungan Band Citra

Citra Landsat yang diunduh dari situs memiliki beberapa bagian band yang terpisah setiap band-nya. Oleh karena itu, harus dilakukan penggabungan band citra terlebih dahulu agar dapat melakukan koreksi radiometrik. Penggabungan band citra tersebut dilakukan dengan menggunakan ERDAS Imagine 8.5.

b. Koreksi Radiometrik

Koreksi radiometrik dilakukan untuk memperbaiki kesalahan yang terjadi pada citra satelit. Kesalahan radiometrik berupa pergeseran nilai atau derajat keabuan elemen gambar (pixel) pada citra agar mendekati harga/nilai yang seharusnya dan juga memperbaiki kualitas visual citra. Koreksi radiometrik dilakukan dengan cara memberikan penajaman pada kontras. Proses penajaman menggunakan model linier yang terdapat pada ERDAS Imagine 8.5.

(25)

c. Pemotongan Citra

Pemotongan citra dilakukan untuk mendapatkan batas lokasi penelitian secara spesifik. Pemotongan citra dilakukan dengan menggunakan software ArcGIS 10.3 menggunakan data vektor lokasi penelitian.

d. Transformasi NDVI

Transformasi NDVI dilakukan dengan menggunakan software ERDAS Imagine 8.5 terhadap band merah dan inframerah dekat adalah band 3 (Red/Merah) dan 4 (Near Infrared/Inframerah Dekat) untuk Landsat 5 dan band 4 (Red/Merah) dan 5 (Near Infrared/Inframerah Dekat) untuk Landsat 8.

Prinsip kerja NDVI yaitu dengan mengukur tingkat kehijauan. Intensitas kehijauan pada citra Landsat berkorelasi dengan tingkat kerapatan tajuk vegetasi dan mendeteksi tingkat kehijauan dengan kandungan klorofil daun. Rentang nilai antara -1 hingga +1 hasil dari transformasi NDVI ini mempunyai presentasi yang berbeda pada penggunaan lahannya. Awan, air dan objek non vegetasi mempunyai nilai NDVI kurang dari nol. Semakin besar nilai NDVI maka kerapatannya semakin tinggi, dan sebaliknya semakin rendah nilainya maka diasumsikan bahwa areal tersebut merupakan tubuh air. Rumus yang digunakan yaitu :

NDVI = IR-R IR+R Keterangan:

IR = nilai reflektansi band infra merah (band 4,5) R = nilai reflektansi band merah (3,4)

Analisis dilakukan dengan mengkelaskan NDVI. Dalam pengklasifikasian nilai NDVI, diperoleh nilai tertinggi dan terendahnya yang kemudian dilakukan pembagian nilai NDVI menjadi 5 kelas. Pengkelasan tersebut seperti yang dilakukan oleh Irawan dan Sirait (2017) dan Febrianti dan Sofan (2014) (Tabel 2 dan Tabel 3).

(26)

Tabel 2. Tingkat kerapatan vegetasi berdasarkan nilai NDVI.

No Tingkat Kerapatan Nilai NDVI

1 Tak Bervegetasi -0,351 - 0,004

2 Rendah 0,004 - 0,252

3 Sedang 0,252 - 0,425

4 Rapat 0,425 - 0,546

5 Sangat Rapat 0,546 - 0,719

Sumber : Irawan dan Sirait (2017)

Dari data hasil ground check dan proses reclass pada data citra Landsat, didapatkan nilai NDVI masing-masing kelas tutupan lahan. Spesifikasi teknis Landsat 8 pembagian objek berdasarkan nilai NDVI yang sebelumnya telah

dilakukan pengkelasan pada proses reklasifikasi NDVI dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Spesifikasi teknis Landsat 8 pembagian objek berdasarkan nilai NDVI.

No Kelas NDVI

Rataan Kisaran

1 Rumput 0,363 0,051 - 0,448

2 Lahan Terbuka 0,255 0,020 - 0,487

3 Kebun Campur 0,380 0,094 - 0,504

4 Permukiman 0,136 -0,073 - 0,532

5 Industri 0,089 -0,028 - 0,425

6 Tegalan 0,369 0,222 - 0,505

7 Sawah 0,256 -0,105 - 0,538

8 Air 0,081 -0,103 - 0,569

Sumber : Febrianti dan Sofan (2014)

Dalam pengklasifikasian tingkat kerapatan vegetasi berdasarkan nilai NDVI dan tutupan lahan, maka dibagi menjadi 5 kelas, yaitu kelas kerapatan non vegetasi, kelas kerapatan jarang, kelas kerapatan sedang, kelas kerapatan rapat dan kelas kerapatan sangat rapat. Alur tahapan analisis kerapatan vegetasi di Kecamatan Medan Baru dan Medan Selayang dapat dilihat pada Gambar 2.

(27)

Gambar 2. Alur tahapan analisis kerapatan vegetasi.

Analisis NDVI

Peta NDVI

Peta Kerapatan Vegetasi 1999

Overlay Citra Landsat

Tahun 1999

Klasifikasi Kerapatan Vegetasi

Overlay Overlay

Peta Perubahan Kerapatan

Vegetasi 1999 - 2004

Citra Landsat Tahun 2004

Citra Landsat Tahun 2014

Citra Landsat Tahun 2019 Citra Landsat

Tahun 2009

Analisis NDVI Analisis NDVI Analisis NDVI

Analisis NDVI

Peta Perubahan Kerapatan

Vegetasi 2004 - 2009

Peta NDVI Peta NDVI

Peta NDVI Peta NDVI

Peta Perubahan Kerapatan

Vegetasi 2009 - 2014

Peta Perubahan Kerapatan

Vegetasi 2014 - 2019

Klasifikasi Kerapatan Vegetasi Klasifikasi Kerapatan

Vegetasi Klasifikasi Kerapatan

Vegetasi Klasifikasi Kerapatan

Vegetasi

Peta Kerapatan Vegetasi 2019 Peta Kerapatan

Vegetasi 2014 Peta Kerapatan

Vegetasi 2004

Peta Kerapatan Vegetasi 2009

Overlay

(28)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sebaran Nilai Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) di Kecamatan Medan Baru dan Medan Selayang

Sebaran nilai Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) di Kecamatan Medan Baru dan Medan Selayang pada tahun 1999, 2004, 2009, 2014 dan 2019 dapat dilihat pada Tabel 4 – 8.

Tabel 4. Sebaran nilai NDVI di Kecamatan Medan Baru dan Medan Selayang tahun 1999.

No NDVI Luas (Ha) % Luas

1 < 0,1 151,94 7,47

2 0,1 - 0,2 346,11 17,01

3 0,2 - 0,3 447,15 21,97

4 0,3 - 0,4 479,97 23,59

5 > 0,4 609,66 29,96

Total 2.034,84 100

Dari Tabel 4 dapat dilihat pada tahun 1999 di Kecamatan Medan Baru dan Medan Selayang diperoleh nilai NDVI terbesar pada rentang > 0,4, yaitu 609,66 ha (29,96%) dari luas total, sedangkan yang terkecil pada rentang NDVI < 0,1, yaitu 151,94 ha (7,47%) dari luas total.

Tabel 5. Sebaran nilai NDVI di Kecamatan Medan Baru dan Medan Selayang tahun 2004.

No NDVI Luas (Ha) (%) Luas

1 < 0,1 310,81 15,27

2 0,1 - 0,2 413,72 20,33

3 0,2 - 0,3 482,02 23,68

4 0,3 - 0,4 391,00 19,21

5 > 0,4 437,56 21,50

Total 2.035,11 100

Dari Tabel 5 dapat dilihat pada tahun 2004 di Kecamatan Medan Baru dan Medan Selayang diperoleh nilai NDVI terbesar pada rentang 0,2 – 0,3, yaitu 482,02 ha (23,68%) dari luas total, sedangkan yang terkecil pada rentang NDVI < 0,1, yaitu 310,81 ha (15,27%) dari luas total.

(29)

Tabel 6. Sebaran nilai NDVI di Kecamatan Medan Baru dan Medan Selayang tahun 2009.

No NDVI Luas (Ha) (%) Luas

1 < 0,1 330,62 16,25

2 0,1 - 0,2 448,98 22,06

3 0,2 - 0,3 452,92 22,25

4 0,3 - 0,4 339,91 16,70

5 > 0,4 462,72 22,74

Total 2.035,17 100

Dari Tabel 6 dapat dilihat pada tahun 2009 di Kecamatan Medan Baru dan Medan Selayang diperoleh nilai NDVI terbesar pada rentang > 0,4, yaitu 462,72 ha (22,74%) dari luas total, sedangkan yang terkecil pada rentang NDVI < 0,1, yaitu 330,62 ha (16,25%) dari luas total.

Tabel 7. Sebaran nilai NDVI di Kecamatan Medan Baru dan Medan Selayang tahun 2014.

No NDVI Luas (Ha) (%) Luas

1 < 0,1 179,41 8,81

2 0,1 - 0,2 686,70 33,74

3 0,2 - 0,3 557,79 27,40

4 0,3 - 0,4 375,37 18,44

5 > 0,4 236,29 11,61

Total 2.035,56 100

Dari Tabel 7 dapat dilihat pada tahun 2014 di Kecamatan Medan Baru dan Medan Selayang diperoleh nilai NDVI terbesar pada rentang 0,1 – 0,2, yaitu 686,70 ha (33,74%) dari luas total, sedangkan yang terkecil pada rentang NDVI < 0,1, yaitu 179,41 ha (8,81%) dari luas total.

Tabel 8. Sebaran nilai NDVI di Kecamatan Medan Baru dan Medan Selayang tahun 2019.

No NDVI Luas (Ha) (%) Luas

1 < 0,1 243,47 11,96

2 0,1 - 0,2 768,09 37,73

3 0,2 - 0,3 468,48 23,02

4 0,3 - 0,4 329,43 16,18

5 > 0,4 226,04 11,10

Total 2.035,50 100

Dari Tabel 8 dapat dilihat pada tahun 2019 di Kecamatan Medan Baru dan Medan Selayang diperoleh nilai NDVI terbesar pada rentang 0,1 – 0,2, yaitu 768,09 ha (37,73%) dari luas total, sedangkan yang terkecil pada rentang NDVI > 0,4, yaitu 226,04 ha (11,1%) dari luas total.

(30)

Gambar 3. Peta sebaran Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) di Kecamatan Medan Baru dan Medan Selayang tahun 1999.

(31)

Gambar 4. Peta sebaran Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) di Kecamatan Medan Baru dan Medan Selayang tahun 2004.

(32)

Gambar 5. Peta sebaran Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) di Kecamatan Medan Baru dan Medan Selayang tahun 2009.

(33)

Gambar 6. Peta sebaran Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) di Kecamatan Medan Baru dan Medan Selayang tahun 2014.

(34)

Gambar 7. Peta sebaran Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) di Kecamatan Medan Baru dan Medan Selayang tahun 2019.

(35)

Berdasarkan pengecekan lapangan terdapat 10 kelas tutupan lahan, yaitu bangunan, jalan, kebun campuran, kelapa sawit, kolam, lahan kosong, permukiman, pepohonan, rumput, sawah dan semak. Pembagian objek beserta rentang kelas nilai NDVI dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Pembagian objek nilai NDVI berdasarkan hasil validasi tutupan lahan di Kecamatan Medan Baru dan Medan Selayang.

No Kelas Kisaran NDVI

1 Permukiman 0,04 - 0,28

2 Jalan 0,04 - 0,29

3 Bangunan 0,06 - 0,29

4 Lahan Kosong 0,16 - 0,22

5 Kebun Campuran 0,24 - 0,50

6 Rumput 0,26 - 0,44

7 Pepohonan 0,26 - 0,52

8 Sawah 0,30 - 0,46

9 Semak 0,30 - 0,52

10 Kelapa Sawit 0,45 - 0,49

Pembagian objek berdasarkan hasil validasi tutupan lahan di Kecamatan Medan Baru dan Medan Selayang didapatkan masing-masing kisaran nilai NDVI pada tutupan lahan antara 0,04 – 0,49. Nilai NDVI < 0,1 berupa bangunan, jalan dan permukiman, nilai NDVI 0,1 – 0,2 berupa bangunan, jalan dan permukiman, nilai NDVI 0,2 – 0,3 berupa bangunan, jalan, kebun campuran, lahan kosong, permukiman, pepohonan dan rumput, nilai NDVI 0,3 – 0,4 berupa kebun campuran, pepohonan, rumput, sawah dan semak, sedangkan nilai NDVI > 0,4 berupa kebun campuran, kelapa sawit, pepohonan, rumput, sawah dan semak.

Nilai NDVI terbesar terdapat pada semak dan pepohonan, yaitu 0,52, sedangkan nilai NDVI terkecil terdapat pada permukiman dan jalan, yaitu 0,04.

Berdasarkan sebaran nilai NDVI, objek non-vegetasi mendekati nilai -1 dan objek vegetasi mendekati +1. Hal ini sesuai dengan pernyataan Fajrin dan Driptufany (2017), yang menyatakan bahwa apabila NDVI mendekati -1, maka objek tersebut memiliki indeks kehijauan rendah atau bukan merupakan objek vegetasi dan apabila mendekati +1, maka objek tersebut memiliki indeks kehijauan tinggi atau merupakan vegetasi.

(36)

Kelas Kerapatan Vegetasi di Kecamatan Medan Baru dan Medan Selayang Dari hasil pengecekan di lapangan, kelas kerapatan vegetasi dibagi menjadi lima kelas, yaitu nilai NDVI < 0.1 adalah kelas kerapatan non vegetasi, 0.1 – 0.2 adalah kelas kerapatan vegetasi jarang, 0.2 – 0.3 adalah kelas kerapatan vegetasi sedang, 0.3 – 0.4 adalah kelas kerapatan vegetasi rapat, dan > 0.4 adalah kelas kerapatan vegetasi sangat rapat. Kelas kerapatan non vegetasi berupa jalan dengan permukiman padat dan gedung-gedung tinggi, pada kelas ini vegetasinya sangat sedikit bahkan tidak ada. Pada kelas kerapatan vegetasi jarang, tingkat kerapatan vegetasinya rendah dan kawasan yang termasuk kelas kerapatan vegetasi jarang, yaitu jalan, gedung, permukiman bervegetasi serta lahan kosong. Pada kelas kerapatan vegetasi sedang yang tingkat kerapatan vegetasinya cukup tinggi berupa jalan, gedung, lahan kosong dan permukiman, dimana jalan dan gedung serta permukiman tersebut memiliki vegetasi berupa pepohonan.

Pada kelas kerapatan vegetasi rapat yang tingkat kerapatan vegetasinya tinggi berupa sawah, semak, pepohonan serta kebun campuran yang terdiri dari singkong (Manihot esculenta), tebu (Saccharum officinarum), jagung (Zea mays), tanaman pisang (Musa paradisiaca) dan jeruk (Citrus nobilis). Sedangkan pada kerapatan vegetasi sangat rapat yang tingkat kerapatan vegetasinya sangat tinggi untuk kawasan perkotaan berupa tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis), sawah, semak belukar yang sangat lebat, pepohonan, rumput dan kebun campuran.

Menurut Lufilah et al. (2017), tingkat kerapatan vegetasi berdasarkan nilai NDVI dapat dijadikan sebagai dasar pengkelasan sesuai dominasi tumbuhan.

Semakin besar nilai NDVI maka kerapatan vegetasinya semakin tinggi dan semakin kecil nilai NDVI maka kerapatan vegetasinya semakin rendah. Nilai NDVI didapat dari band red dan band near infrared. Karena kedua panjang gelombang ini mempunyai karakteristik yang bisa membedakan antara objek vegetasi dan non vegetasi.

Hasil pengecekan lapangan di Kecamatan Medan baru dan Medan Selayang yaitu sebagai berikut :

1. Kelas Kerapatan Non Vegetasi

Kelas kerapatan non vegetasi terdiri dari kawasan perumahan Astoria di Jalan Harmonika Baru, perumahan Golden Palace di Jalan Saudara, kawasan

(37)

perniagaan yang terdiri dari gedung-gedung tinggi di Jalan S. Parman, Jalan Jamin Ginting dan Jalan Gajah Mada, permukiman padat di Jalan Sembada dan Jalan Penerbangan serta jalanan padat di kawasan Fly Over Jamin Ginting. Untuk di kawasan Kampus Universitas Sumatera Utara yang terletak di Kecamatan Medan Baru, kelas kerapatan non vegetasi terdiri dari gedung perpustakaan dan gedung pusat administrasi. Kawasan yang termasuk kelas kerapatan non vegetasi dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Kawasan kelas kerapatan non vegetasi.

2. Kelas Kerapatan Vegetasi Jarang

Kelas kerapatan vegetasi jarang banyak terdapat pada daerah permukiman masyarakat di Jalan Sei Wampu Baru, Jalan Sei Mencirim dan Jalan Bunga Mawar, bangunan-bangunan seperti Balai Besar Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Wilayah I Medan dan Pengadilan Tinggi Medan di Jalan Ngumban Surbakti serta badan jalan yang disekitarnya masih terdapat vegetasi. Jenis vegetasi yang terdapat di sekitaran permukiman masyarakat, bangunan-bangunan serta badan jalan berupa kamboja (Plumeria rubra), mangga (Mangifera indica), angsana (Pterocarpus indicus), melinjo (Gnetum gnemon), glodokan (Polyalthia longifolia) dan pinang (Areca catechu).

Di kawasan Kampus Universitas Sumatera Utara (USU), gedung Fakultas Ekonomi dan Bisnis, gedung Gelanggang Mahasiswa dan gedung Rumah Sakit USU termasuk kelas kerapatan vegetasi jarang karena sedikitnya vegetasi yang terdapat disekitaran gedung. Jenis-jenis vegetasi yang terdapat adalah ketapang (Terminalia catappa), pinang (Areca catechu), cemara laut (Casuarina equisetifolia), mangga (Mangifera indica), dan beringin (Ficus benjamina). Kawasan yang termasuk kelas kerapatan vegetasi jarang dapat dilihat pada Gambar 9.

(38)

Gambar 9. Kawasan kelas kerapatan vegetasi jarang.

3. Kelas Kerapatan Vegetasi Sedang

Kelas kerapatan vegetasi sedang berupa permukiman masyarakat di Jalan Pasar VII, Jalan Sei Silau, Jalan Bunga Sedap Malam XV dan Jalan Bunga Herba 4 yang memiliki pekarangan rumah yang vegetasinya cukup banyak, kebun-kebun milik masyarakat di Jalan Setia Budi, Jalan Keluarga dan Jalan Abdul Hakim Gang Mulia yang ditanamani berbagai tanaman seperti petai cina (Leucaena leucocephala), terong (Solanum melongena), kacang panjang (Vigna unguiculata), pisang (Musa paradisiaca), singkong (Manihot esculenta), mangga (Mangifera indica), coklat (Theobroma cacao), mengkudu (Morinda citrifolia) dan nangka (Artocarpus heterophyllus), dan badan jalan yang memiliki vegetasi berupa jati (Tectona grandis) dan bambu (Gigantochloa apus) yang berada di Jalan Bunga Cempaka serta Taman Kota Gajah Mada yang ditumbuhi dengan pepohonan seperti mahoni (Swietenia mahagoni), angsana (Pterocarpus indicus), petai cina (Leucaena leucocephala), saga (Adenanthera pavonina), glodokan (Polyalthia longifolia), mangga (Mangifera indica), tanjung (Mimusops elengi), sukun (Artocarpus altilis), kamboja (Plumeria rubra), rambutan (Nephelium lappaceum), beringin (Ficus benjamina), flamboyan (Delonix regia), melinjo (Gnetum gnemon), kelapa (Cocos nucifera) dan sirsak (Annona muricata).

Di kawasan Kampus Universitas Sumatera Utara (USU), taman perpustakaan dan lahan kantong parkir USU termasuk kelas kerapatan vegetasi jarang karena terdapat vegetasi dan lahan kantong parkir USU. Gedung Fakultas Pertanian dan gedung Fakultas Ilmu Sosial dan Politik juga termasuk kawasan dengan kelas kerapatan vegetasi sedang. Jenis-jenis vegetasinya adalah mahoni (Swietenia mahagoni), glodokan (Polyalthia longifolia), krey payung

(39)

(Filicium decipiens), pinus (Pinus merkusii), tanjung (Mimusops elengi), pulai (Alstonia scholaris) dan jambu air (Syzygium aqueum). Kawasan yang termasuk kelas kerapatan vegetasi sedang dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Kawasan kelas kerapatan vegetasi sedang.

4. Kelas Kerapatan Vegetasi Rapat

Kelas kerapatan vegetasi rapat berupa sawah di Jalan Cendana Raya, Jalan Torong, dan Jalan Harmonika Baru, lahan yang ditumbuhi semak, rerumputan dan pepohonan seperti melinjo (Gnetum gnemon), durian (Durio zibethinus), mahoni (Swietenia mahagoni), beringin (Ficus benjamina), jati (Tectona grandis), mangga (Mangifera indica) dan asam jawa (Tamarindus indica). Kebun milik masyarakat di Jalan Cendana Raya, Jalan Bunga Sedap Malam, Jalan Bunga Terompet V dan Jalan Pasar 1 juga termasuk kelas kerapatan vegetasi rapat seperti pisang (Musa paradisiaca), jagung (Zea mays), tebu (Saccharum officinarum), pepaya (Carica papaya), kacang panjang (Vigna unguiculata), kacang tanah (Arachis hypogaea) dan kelapa (Cocos nucifera).

Kelas kerapatan vegetasi rapat di kawasan Kampus Universitas Sumatera Utara (USU) terdapat stadion mini, taman saga, taman auditorium, dan lahan pertanian. Jenis-jenis vegetasinya adalah sirsak (Annona muricata), durian (Durio zibethinus), nangka (Artocarpus heterophyllus), alpukat (Persea americana), jambu biji (Psidium guajava), asam jawa (Tamarindus indica), mangga (Mangifera indica), beringin (Ficus benjamina), tanjung (Mimusops elengi), petai cina (Leucaena leucocephala), glodokan (Polyalthia longifolia), ketapang (Terminalia catappa), pinang (Areca catechu), saga (Adenanthera pavonina), pinus (Pinus merkusii), mahoni (Swietenia mahagoni), kemiri (Aleurites moluccanus), matoa (Pometia pinnata), jambu air (Syzygium aqueum), buah naga (Hylocereus undatus), pepaya

(40)

(Carica papaya) dan rambutan (Nephelium lappaceum). Kawasan yang termasuk kelas kerapatan vegetasi rapat dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11. Kawasan kelas kerapatan vegetasi rapat.

5. Kelas Kerapatan Vegetasi Sangat Rapat

Kelas kerapatan vegetasi sangat rapat terdiri dari lahan yang banyak ditumbuhi dengan pepohonan yang disertai dengan semak belukar di Jalan Sei Padang, Jalan Berdikari, Jalan Harmonika Baru, Jalan Bunga Raya dan Jalan Cendana Raya, lahan yang ditanami dengan kelapa sawit di Jalan Harmonika Baru, sawah yang sangat luas di Jalan Harmonika Baru, Jalan Kenanga Sari, dan Jalan Abdul Hakim, kolam bekas sawah di Jalan Harmonika Baru, dan kebun campuran milik masyarakat yang ditanami dengan berbagai tanaman seperti jeruk (Citrus nobilis), jagung (Zea mays), serai (Cymbopogon citratus), takokak (Solanum torvum), sukun (Artocarpus altilis), tebu (Saccharum officinarum), kelapa (Cocos nucifera), kecombrang (Etlingera elatior), coklat (Theobroma cacao), pepaya (Carica papaya), singkong (Manihot esculenta), pisang (Musa paradisiaca) dan jambu biji (Psidium guajava).

Pada kawasan Universitas Sumatera Utara, yang termasuk kelas kerapatan vegetasi sangat rapat adalah Hutan Tridharma yang jenis vegetasinya terdiri dari mahoni (Swietenia mahagoni), nangka (Artocarpus heterophyllus), jambu biji (Psidium guajava) dan sengon (Paraserianthes falcataria), dan taman pusat administrasi USU yang jenis vegetasinya terdiri dari ketapang (Terminalia catappa), ketapang kencana (Terminalia mantaly), karet kebo (Ficus elastica), mahoni (Swietenia mahagoni), pucuk merah (Syzygium oleana), beringin (Ficus benjamina), durian (Durio zibethinus) dan angsana (Pterocarpus indicus). Kawasan yang termasuk kelas kerapatan vegetasi sangat rapat dapat dilihat pada Gambar 12.

(41)

Gambar 12. Kawasan kelas kerapatan vegetasi sangat rapat.

Perbandingan visualisasi antara citra NDVI dengan peta kerapatan vegetasi serta foto hasil lapangan dapat dilihat pada Gambar 13 – 17.

a. b. c.

Gambar 13. Visualisasi kelas kerapatan non vegetasi; (a) pada citra; (b) pada peta;

(c) di lapangan.

a. b. c.

Gambar 14. Visualisasi kelas kerapatan jarang; (a) pada citra; (b) pada peta; (c) di lapangan.

a. b. c.

Gambar 15. Visualisasi kelas kerapatan sedang; (a) pada citra; (b) pada peta; (c) di lapangan.

.

(42)

a. b. c.

Gambar 16. Visualisasi kelas kerapatan rapat; (a) pada citra; (b) pada peta; (c) di lapangan.

a. b. c.

Gambar 17. Visualisasi kelas kerapatan sangat rapat; (a) pada citra; (b) pada peta;

(c) di lapangan.

Visualisasi citra NDVI pada masing-masing kelas kerapatan menunjukkan bahwa semakin putih warna yang dihasilkan maka semakin rapat vegetasinya dan semakin hitam warna yang dihasilkan maka vegetasinya semakin rendah. Menurut Latuamury et al. (2012), nilai NDVI dan kerapatan vegetasi memiliki hubungan yang searah. Pada kerapatan vegetasi yang semakin tinggi akan diperoleh nilai NDVI yang tinggi dan kerapatan vegetasi rendah akan diperoleh nilai NDVI yang rendah.

Pada lahan non vegetasi seperti permukiman penduduk atau gedung-gedung tinggi, akan menunjukkan rasio yang rendah atau minimum. Namun, pada wilayah bervegetasi yang sangat rapat seperti kebun campuran, sawah, semak, dan hutan akan menunjukkan rasio yang tinggi (maksimum). Hal ini sesuai dengan pernyataan Arhatin dan Wahyuningrum (2013) yang menyatakan bahwa nilai indeks vegetasi yang tinggi memberikan gambaran bahwa di areal yang diamati terdapat vegetasi yang mempunyai tingkat kehijauan tinggi. Sebaliknya nilai indeks vegetasi yang rendah merupakan indikator bahwa lahan yang menjadi objek pemantauan mempunyai tingkat kehijauan vegetasi rendah atau kemungkinan besar bukan objek vegetasi.

(43)

Perubahan Kerapatan Vegetasi di Kecamatan Medan Baru dan Medan Selayang Tahun 1999 dan Tahun 2004

Perubahan luas kerapatan vegetasi di Kecamatan Medan Baru dan Medan Selayang diperoleh dengan cara penampalan (overlay) peta tahun 1999 dan tahun 2004. Perubahan kerapatan vegetasi di Kecamatan Medan Baru dan Medan Selayang dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Perubahan luas kerapatan vegetasi di Kecamatan Medan Baru dan Medan Selayang pada tahun 1999 dan tahun 2004.

No Kerapatan Vegetasi

Tahun 1999 Tahun 2004 Perubahan Luas (Ha) (%) Luas (Ha) (%) Luas (Ha) (%) 1 Non Vegetasi 151,94 7,47 310,81 15,27 158,87 7,81 2 Jarang 346,11 17,01 413,72 20,33 67,61 3,32 3 Sedang 447,15 21,97 482,02 23,68 34,86 1,71 4 Rapat 479,97 23,59 391,00 19,21 88,97* 4,37*

5 Sangat Rapat 609,66 29,96 437,56 21,50 172,10* 8,46*

Total 2.034,84 100 2.035,11 100

Keterangan (*) : Mengalami penurunan.

Perubahan luas kerapatan vegetasi, yaitu berupa penambahan dan penurunan luasan kerapatan vegetasi sesuai dengan luas kerapatan vegetasinya.

Dari Tabel 10 dapat dilihat bahwa terjadi perubahan kerapatan vegetasi pada tahun 1999 dan tahun 2004. Luas kerapatan vegetasi di Kecamatan Medan Baru dan Medan Selayang tahun 1999 dengan luas tertinggi terdapat pada kelas sangat rapat dengan luasan 609,66 ha atau 29,96%. Pada tahun 2004 luas kerapatan vegetasi pada kelas sangat rapat mengalami penurunan luas menjadi 437,56 ha atau 21,50%

dengan penurunan luas kerapatan vegetasi 172,10 ha atau 8,46% dari luas keseluruhan.

Sedangkan pada kelas kerapatan non vegetasi mengalami kenaikan luas pada tahun 2004, yaitu sebanyak 158,87 ha atau 7,81%. Data tersebut diperoleh dari selisih luas kerapatan non vegetasi pada tahun 2004, yaitu 310,81 ha atau 15,27%

dengan tahun 1999, yaitu 151,94 ha atau 7,47%. Dari adanya penurunan kerapatan vegetasi yang terjadi pada kelas kerapatan sangat rapat dan peningkatan pada kelas kerapatan non vegetasi disebabkan karena adanya perubahan dalam penggunaan lahan bervegetasi menjadi bangunan-bangunan perniagaan ataupun gedung-gedung perkantoran, menyebabkan berkurangnya daerah resapan air sehingga mengakibatkan seringnya terjadi bencana banjir di daerah perkotaan. Banyak

(44)

kawasan bervegetasi seperti sawah yang di alihfungsikan menjadi sarana fasilitas umum seperti jalan raya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Purwantara (2015) yang menyatakan bahwa berkurangnya ruang peresapan air hujan berakibat pada larian air hujan (run-off) semakin besar. Besarnya run-off berdampak pada banjir di wilayah perkotaan.

Peningkatan jumlah penduduk kawasan perkotaan mengakibatkan peningkatan kebutuhan terutama untuk kebutuhan dasar seperti permukiman serta infrastruktur dasar. Pemanfaatan ruang cenderung mengakibatkan bertambahnya luas kawasan terbangun pada suatu wilayah. Bertambahnya luas kawasan terbangun tentunya berakibat pada bertambahnya beban terhadap daya dukung lingkungan perkotaan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ridha et al. (2016) yang menyatakan bahwa peningkatan jumlah penduduk di setiap tahunnya, membutuhkan ruang sebagai lahan pengembangan permukiman dan fasilitas untuk menunjang aktivitas penduduk. Menurut Harsono et al. (2019), daya dukung lingkungan perlu diperhatikan untuk menjaga keseimbangan antara kebutuhan dan keterbatasan lingkungan.

Tabel 11. Matriks perubahan luas kerapatan vegetasi di Kecamatan Medan Baru dan Medan Selayang tahun 1999 dan tahun 2004.

Luas Wilayah Per Kerapatan Vegetasi 1999

(Ha)

Luas Wilayah Per Kerapatan Vegetasi 2004 (Ha) Non

Vegetasi Jarang Sedang Rapat Sangat Rapat

Luas Total Non Vegetasi 131,05 16,85 2,37 1,00 0,32 151,59

Jarang 117,66 175,86 43,54 5,19 3,39 345,63

Sedang 31,40 128,06 186,54 71,19 29,46 446,64 Rapat 14,52 47,79 147,71 164,34 105,14 479,49 Sangat Rapat 15,40 44,88 101,42 148,65 298,31 608,66 Luas Total 310,03 413,44 481,58 390,36 436,61 2.032,02

Dari Tabel 11 dapat dilihat bahwa perubahan kerapatan vegetasi pada tahun 1999 – 2004 dengan luasan yang paling besar terdapat pada kelas kerapatan vegetasi sangat rapat – rapat, yaitu seluas 148,65 ha dan perubahan luasan yang terkecil terdapat pada kelas non vegetasi – sangat rapat, yaitu seluas 0,32 ha. Peta perubahan kerapatan vegetasi di Kecamatan Medan Baru dan Medan Selayang tahun 1999 - 2004 dapat dilihat pada Gambar 18.

(45)

Gambar 18. Peta perubahan kerapatan vegetasi di Kecamatan Medan Baru dan Medan Selayang tahun 1999 – 2004.

(46)

Perubahan Kerapatan Vegetasi di Kecamatan Medan Baru dan Medan Selayang Tahun 2004 dan Tahun 2009

Perubahan luas kerapatan vegetasi di Kecamatan Medan Baru dan Medan Selayang diperoleh dengan cara penampalan (overlay) peta tahun 2004 dan tahun 2009. Perubahan kerapatan vegetasi di Kecamatan Medan Baru dan Medan Selayang dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Perubahan luas kerapatan vegetasi di Kecamatan Medan Baru dan Medan Selayang pada tahun 2004 dan tahun 2009.

No Kerapatan Vegetasi

Tahun 2004 Tahun 2009 Perubahan Luas (Ha) (%) Luas (Ha) (%) Luas (Ha) (%) 1 Non Vegetasi 310,81 15,27 330,62 16,25 19,82 0,97 2 Jarang 413,72 20,33 448,98 22,06 35,26 1,73 3 Sedang 482,02 23,68 452,92 22,25 29,09* 1,43*

4 Rapat 391,00 19,21 339,91 16,70 51,09* 2,51*

5 Sangat Rapat 437,56 21,50 462,72 22,74 25,16 1,24

Total 2.035,11 100 2.035,17 100

Keterangan (*) : Mengalami penurunan.

Perubahan luas kerapatan vegetasi, yaitu berupa penambahan dan penurunan luasan kerapatan vegetasi sesuai dengan luas kerapatan vegetasinya.

Dari Tabel 12 dapat dilihat bahwa terjadi perubahan kerapatan vegetasi pada tahun 2004 dan tahun 2009. Luas kerapatan vegetasi di Kecamatan Medan Baru dan Medan Selayang tahun 2004 dengan luas tertinggi terdapat pada kelas sedang dengan luasan 482,02 ha atau 23,68%. Pada tahun 2009 luas kerapatan vegetasi pada kelas sedang mengalami penurunan luas menjadi 452,92 ha atau 22,25%

dengan penurunan luas kerapatan vegetasi 29,09 ha atau 1,43% dari luas keseluruhan.

Sedangkan pada kelas kerapatan vegetasi jarang mengalami kenaikan luas pada tahun 2009, yaitu sebanyak 35,26 ha atau 1,73%. Data tersebut diperoleh dari selisih luas kerapatan vegetasi jarang pada tahun 2009, yaitu 448,98 ha atau 22,06%

dengan tahun 2004, yaitu 413,72 ha atau 20,33%. Dari adanya penurunan kerapatan vegetasi yang terjadi pada kelas kerapatan rapat dan peningkatan pada kelas kerapatan jarang yang tingkat vegetasinya sangat rendah dapat disebabkan karena adanya perubahan dari lahan-lahan bervegetasi, sawah atau kebun milik masyarakat yang dirubah menjadi permukiman masyarakat yang disebabkan oleh faktor kebutuhan manusia akan lahan dan sedikitnya lahan kosong diperkotaan. Hal ini

Gambar

Gambar 1. Peta lokasi penelitian.
Gambar 2. Alur tahapan analisis kerapatan vegetasi. Analisis NDVI Peta NDVI Peta Kerapatan Vegetasi 1999 Overlay Citra Landsat Tahun 1999 Klasifikasi Kerapatan Vegetasi Overlay  Overlay Peta Perubahan Kerapatan Vegetasi  1999 - 2004 Citra Landsat Tahun 200
Gambar  3.  Peta  sebaran  Normalized  Difference  Vegetation  Index  (NDVI)  di      Kecamatan Medan Baru dan Medan Selayang tahun 1999
Gambar  4.  Peta  sebaran  Normalized  Difference  Vegetation  Index  (NDVI)  di      Kecamatan Medan Baru dan Medan Selayang tahun 2004
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

 Siswa menjelaskan makna kata, frase, dan kalimat dalam hiwar/teks lisan yang diperdengarkan oleh guru.

[r]

Melafalkan huruf hijaiyah, kata, kalimat dan wacana tertulis tentang يف ،ةسردملا يف ،لمعلا يف ةبتكملا ، يف فصقملا 6 Menemukan makna, gagasan atau ide

Memahami informasi lisan melalui kegiatan mendengarkan dalam bentuk paparan atau dialog tentang perkenalan, alat- alat madrasah, dan profesi2. 1.1 Mengidentifikasi bunyi

[r]

Apabila dalam keadaan yang sangat memaksa perkawinan di bawah umur dapat dilakukan dengan mengajukan dispensasi ke pengadilan agama yang telah ditunjuk oleh kedua orang tua dari

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa eufemisme merupakan bentuk penghalusan kata, frasa, atau kalimat dan disfemisme merupakan bentuk makna kata, frasa,

Dapat disimpulkan bahwasanya ibu – ibu rumah tangga setelah menonton tayangan sinetron setuju akan kepuasan untuk kepribadian mereka terpenuhi karena dapat dilihat dari