• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROSPEK PERBAIKAN GENETIK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROSPEK PERBAIKAN GENETIK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.)"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Perspektif Vol. 10 No. 2 /Des 2011. Hlm 70 - 80 ISSN: 1412-8004

PROSPEK PERBAIKAN GENETIK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.)

HASNAM

Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan Indonesian Center for Estate Crops Research and Development

Jl. Tentara Pelajar No. 1 Bogor 16111 E-mail: [email protected]

Diterima: 8 Agustus 2011 ; Disetujui: 14 Nopember 2011

ABSTRAK

Pengembangan jarak pagar di Indonesia banyak mengalami hambatan teknis, keterbatasan infrastruktur, dan ketidaksiapan kelembagaan.

Keterbatasan radiasi akibat penanaman di bawah naungan, kekurangan atau kelebihan curah hujan, keterbatasan hara tanaman, dan macam-macam perubahan kondisi lingkungan mengakibatkan perubahan nisbah bunga jantan terhadap bunga betina dan perubahan sistem reproduksi tanaman sehingga menurunkan produktivitas. Produktivitas jarak pagar sangat rendah dan memerlukan biaya terlalu mahal untuk mengelola perkebunan jarak pagar yang menguntungkan. Potensi jarak pagar belum pernah diwujudkan. Alasan utama adalah keterbatasan varietas-varietas unggul yang berkadar minyak tinggi.

Sebagai tanaman yang sering menyerbuk silang, metode-metode yang dapat digunakan untuk memanfaatkan variasi genetik adalah: (a) seleksi massa (b) pemanfaatan hibrida dan hibridisasi antar spesies, (c) seleksi rekuren, dan (d) pemuliaan molekuler.

Pemilihan genotipe-genotipe superior, pemanfaatan efek heterosis, pemanfaatan hibrida antar spesies, dan penggunaan transformasi genetik melalui media vektor agrobacterium atau penembakan partikel diharapkan akan meningkatkan hasil dan kandungan minyak.

Kata kunci : Jatropha curcas L., lingkungan, seleksi, hasil, “plus tree” molekuler, transformasi genetik, vektor agrobacterium, penem- bakan partikel.

ABSTRACT

Prospect of Genetics Improvement of Physic Nut (Jatropha curcas L.)

The development of physic nut in Indonesia is hampered by technological obstacles, limited infrastructure, and institutional constraints. Limited

radiation, due to shading, exeside or lock of rainfall, nutrient deficiencies, and various changes in environmental condition results in variation in male to female flower ratio and alteration of reproductive system that lowers plant productivity. The crop productivity is too low and costly to manage physic nut plantation commercially. The potential of Jatropha curcas L. has not yet been realized. One of the reasons is the lack of high yielding varieties with high oil content. As an often cross pollinated crop, the following methods can be employed to exploit its genetic variation such as : (a) mass selection, (b) utilization of hybrid and inter-specific hybridization, (c) recurrent selection, and (d) molecular breeding.

Assessment of superior genotypes, exploitation of heterosis effect, utilization of inter-specific hybridization, and application of genetic transformation through agro-bacterium vector mediated or particle shooting will bring in the increase in yield and oil traits.

Keywords: Jatropha curcas L., environment, selection, yield, plus tree, molecular, genetic transformation, agro-bacterium vector, particle shooting.

PENDAHULUAN

Industri biodiesel merupakan salah satu komponen dalam ketahanan energi Indonesia.

Akan tetapi pengembangannya masih terhambat karena tidak adanya pasokan bahan baku di sejumlah wilayah di tanah air. Meskipun sudah ada subsidi dari pemerintah sebesar Rp2.000,- per liter, pengembangan industri biodiesel tetap tidak menarik. Sebaliknya pemerintah mengelu- arkan dana triliunan rupiah untuk subsidi BBM.

Pada awalnya pengembangan jarak pagar memang menarik investor domestik dan asing di

(2)

Indonesia. Hal ini disebabkan oleh pernyataan- pernyataan (klaim) positif dari banyak pihak walaupun belum tentu dapat dibuktikan kebenarannya. Seperti pada komoditas lain, tidak terpenuhinya persyaratan teknis, ekonomis dan kelembagaan pendukungnya adalah penyebab gagalnya produksi jarak pagar.

Produktivitas tanaman terlalu rendah disebabkan oleh rendahnya mutu genetik jarak pagar, kesalahan-kesalahan budidaya, serta efek faktor lingkungan. Dari pertanaman yang dikembangkan masyarakat di beberapa wilayah Indonesia terlihat bahwa persyaratan tumbuh jarak pagar tidak terpenuhi yaitu :

1. Kurangnya radiasi.

Fotosintesis dan laju pertumbuhan tanaman terbatas karena tanaman sering berada di bawah naungan tanaman tahunan. Intersepsi cahaya oleh jarak pagar jauh di bawah laju transportasi elektron (electron transport rates) yang normal untuk jarak pagar (Baumgart, 2007). Demikian juga indeks luas daun sangat rendah yang mengakibatkan turunnya laju assimilasi bersih.

2. Keterbatasan atau kelebihan air.

Untuk berbuah, tanaman jarak pagar memerlukan curah hujan minimum 600 mm/

th, sedangkan kebutuhan yang optimal adalah 1.200-1.500 mm/th (Ouwens et al., 2007). Keterbatasan air tentu akan mem- pengaruhi seluruh aspek yang dipengaruhi oleh air seperti waktu perkembangan tanaman, fungsi-fungsi transportasi dalam tanaman, serta peran air bersama dengan CO2 mengubah energi matahari menjadi energi kimia dalam proses fotosintesis.

Sistem-sistem ini akan berubah ke arah penurunan daya hasil akibat keterbatasan air.

Jika curah hujan lebih besar dari 1.500 mm/th akan menimbulkan kerusakan pada struktur bunga.

3. Keterbatasan ketersediaan hara tanaman.

Unsur hara (terutama N, P, dan K) di daerah perakaran merupakan unsur utama dalam membentuk struktur akar, batang, daun, bunga, kapsul, dan biji (Jongschaap et al., 2007). Keterbatasan unsur hara tentu akan mengurangi pembentukan akar dan struktur- struktur lainnya yang berdampak pada hasil.

Keterbatasan ini lebih diperburuk lagi oleh persaingan hara dengan tanaman-tanaman yang ditumpangsarikan atau akibat kompetisi gulma.

Akibat dari keterbatasan radiasi, kekurangan atau kelebihan curah hujan, dan kekurangan hara untuk mencapai tingkat produktivitas yang diinginkan, penggunaan varietas unggul belum mampu mengatasi aborsi bunga dan hambatan pertumbuhan sehingga menyebabkan kehilangan hasil.

Oleh sebab itu pada makalah ini akan dikemukakan prospek peningkatan potensi genetik hasil.

STRUKTUR INFLORESEN JARAK PAGAR Hubungan antara hasil dengan sifat infloresen (inflorescence) jarak pagar sangat sedikit diketahui. Bunga bersifat monoecious, dan tiap infloresen terdiri atas bunga jantan dan bunga betina. Bunga jantan memiliki 10 kepala sari yang menghasilkan tepung sari. Viabilitas tepung sari relatif tinggi, yakni sembilan jam sesudah bunga mekar, menurun sesudah 33 jam, dan viabilitas tersebut hilang sesudah 48 jam.

Bunga betina memiliki tiga kepala putik yang berwarna hijau. Bunga betina lebih besar dari bunga jantan dan membuka 2-3 hari lebih lambat dari waktu membuka bunga jantan.

Rentang hidup bunga betina 5-12 hari.

Reseptivitas kepala putik sangat kuat pada hari ke 1-4, mulai berkurang pada hari ke-5 dan hilang pada hari ke-9. Kepala putik yang berwarna hijau menunjukkan reseptivitas yang kuat. Beberapa kepala sari tidak membuka jika terjadi hujan dimana reseptivitas kepala putik betul-betul rendah (Chang et al., 2007; Raju, 2002).

Secara normal, jarak pagar bersifat protandri; jika bunga betina lebih dahulu membuka, maka akan terjadi penyerbukan silang (xenogamy) sedangkan penyerbukan sendiri (geitonogamy) akan menurun. Puncak pembunga- an terjadi pada hari ke-3 hingga ke-20.

Pembungaan bersifat episodik dan sangat dipengaruhi oleh pola presipitasi hujan (Aker, 1997). Jika infloresen terbentuk pada kondisi kelembapan tanah tinggi, bunga-bunga betina akan merekah lebih dahulu selama 3-5 hari;

(3)

bunga jantan juga akan membuka bersamaan (overlap) dengan periode yang lebih panjang yang memungkinkan penyerbukan oleh serangga, sehingga meningkatkan peluang pembentukan kapsul mendekati 100%. Jika infloresen terbentuk pada kondisi kering, perkembangan bunga jantan dan terutama bunga betina akan tertunda;

ketersediaan air, fotosintat dan ketersediaan hara tanaman akan terbatas; jika kekeringan berlanjut banyak kapsul yang baru terbentuk akan gugur.

Hasil penelitian oleh Prakash et al. (2007) pada lahan kering di Chorvadla, Gujarat India, nisbah rata-rata bunga jantan terhadap bunga betina adalah 24,7 : 1 pada tahun pertama yang kemudian berubah menjadi 13,2 : 1 pada tahun kedua. Jumlah bunga jantan dan bunga betina meningkat pada tahun kedua, dimana peningkatan bunga betina lebih besar dibandingkan dengan peningkatan bunga jantan, suatu kecenderungan positif terhadap kenaikan produktivitas.

Fei (2007) di Sichuan, Cina mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi proporsi bunga jantan terhadap bunga betina. Waktu berbunga juga mempengaruhi jumlah dan proporsi bunga betina, dimana jumlah dan proporsi bunga betina yang merekah awal lebih besar dari yang berbunga berikutnya. Ukuran cabang-cabang reproduktif akan mempengaruhi jumlah dan proporsi bunga betina. Secara umum dapat dikatakan bahwa jumlah dan proporsi bunga jantan dan betina ditentukan oleh alokasi cabang reproduktif tahun lalu dan faktor lingkungan non-hayati.

Buah yang terbentuk awal akan tumbuh lebih cepat dan menekan perkembangan buah yang terbentuk kemudian. Buah ini mungkin aborsi atau baru berkembang jika buah-buah awal sudah mencapai umur masak fisiologis.

Aborsi tersebut terjadi akibat keterbatasan air dan hara selama proses pengisian biji; besar biji akan tergantung pada ketersediaan air selama proses pengisian biji tersebut. Sebagai konsekuensinya, tanaman-tanaman yang lebih besar, dengan sistem perakaran lebih luas dan ketersediaan air lebih baik akan menghasilkan massa biji lebih tinggi.

Perubahan-perubahan ratio yang disebab- kan oleh perbedaan kondisi lingkungan

mengakibatkan perubahan kemampuan bunga jantan atau bunga betina. Pada keluarga angiospermae, sifat gynodioecy (hermaphrodite dan bunga betina) dapat berubah menjadi dioecy (bunga jantan dan bunga betina) akibat kehilangan peran bunga betina pada hermaphrodite. Akibatnya akan mempengaruhi ratio bunga jantan/betina. Variasi ratio sex yang mengikuti kondisi lingkungan mengakibatkan plastisitas produksi buah (Lynda, 2003) berbeda- beda.

EVALUASI SUMBERDAYA GENETIK Eksplorasi jarak pagar di Indonesia dimulai tahun 2005 dengan pengumpulan bahan tanaman pada beberapa propinsi di Sumatera, Jawa, NTB, NTT, dan Sulawesi yang sekarang dipelihara di tiga kebun induk jarak pagar di Pakuwon, Muktiharjo, dan Asembagus. Selain J. curcas juga sudah terkumpul spesies-spesies lain yaitu: J.

gossypiifolia, J. podagrica, J. hastata, J. multifida, J.

integerrima dan J. glandulifera.

Variasi genetika aksesi-aksesi Indonesia adalah hasil penyesuaian selama lebih dari 300 tahun pada berbagai kondisi agroekologi.

Karakterisasi baru dilakukan pada 52 aksesi (Samanhudi et al., 2009; Hananingsih, 2008).

Pengamatan dilakukan pada tanaman berumur dua tahun untuk karakter-karakter komponen hasil, seperti : tinggi tanaman, jumlah cabang primer, arah tumbuh cabang, pola cabang tanaman, jumlah bunga per malai, persentase bunga betina, berat kapsul segar, berat biji segar, jumlah kapsul per tanaman, dan berat biji per kapsul.

Ditemukan perbedaan berat biji segar, berat biji kering, bentuk kapsul, berat kapsul segar, arah tumbuh cabang, diameter batang, dan panjang petiole. Walaupun karakter-karakter tersebut belum stabil, data yang dikemukakan memberikan gambaran bahwa koefisien variasi fenotipa cukup besar sehingga jarak pagar mempunyai potensi untuk program pemuliaan.

Pada umumnya koefisien variasi fenotipa lebih besar dari koefisien variasi genotipa yang menunjukkan kuatnya pengaruh faktor lingkungan pada jarak pagar (Kaushik et al., 2007). Tingginya heritabilitas dan kemajuan

(4)

genetik pada kandungan minyak dan berat biji menunjukkan adanya tindak gen yang additif.

Berat biji berkorelasi positif dengan panjang biji, ketebalan biji dan kadar minyak. Berat biji diperkirakan akan menjadi karakter yang penting untuk seleksi tahap awal dan sumber benih.

Variasi genetik yang diperlukan dalam pemuliaan jarak pagar dikemukakan oleh Osorio et al. (2008) yaitu :

1. Arsitektur tanaman (intersepsi cahaya, jumlah infloresen, jumlah buah, mekanisasi) 2. Hasil biji tinggi; jumlah biji per hektar 3. Distribusi dry matter ke biji

4. Biji dengan kandungan minyak tinggi 5. Fruktifikasi tinggi (3-4 kali panen per tahun) 6. Tanaman tahan (terhadap patogen dan

serangga hama)

7. Toksisitas (rendah untuk bungkil makanan ternak; tinggi jika jarak pagar digunakan untuk pagar)

Osorio et al. (2008) tidak memberikan pembobot khusus untuk karakter-karakter yang mendukung hasil tersebut. Jongschaap et al.

(2007) mengemukakan pentingnya penelitian perkembangan indeks luas daun yang diperlukan dalam menghitung intersepsi cahaya dan trasnspirasi. Angka banding distribusi dry matter berat kapsul/berat biji, mungkin menjadi kriteria seleksi yang baik untuk meningkatkan hasil. Hal ini berarti memilih aksesi yang mendistribusikan lebih banyak “dry matter” ke kapsul daripada ke batang dan daun.

Sunil et al. (2008) menggunakan metode in- situ untuk mengidentifikasikan aksesi-aksesi

jarak pagar dari Andra Pradesh dan Chattisqarh, India. Dengan metode ini dapat dipilih aksesi- aksesi superior untuk uji multi lokasi yang berarti percepatan proses pemanfaatan plasma nutfah.

Data dikumpulkan pada tanaman-tanaman yang berumur lima tahun atau lebih dengan asumsi hasil jarak pagar telah mulai stabil. Karakteristik plus tree dan alasan pemilihannya dikemukakan pada Tabel 1. Perbedaan nilai skor menunjukkan tingkat urgensi karakter tersebut dalam meningkatkan hasil minyak jarak pagar.

Mishra (2009) memberikan skor yang berbeda dibandingkan dengan skor Sunil et al.

(2008). Hasil biji harus menjadi komponen utama:

siklus pembentukan kapsul (seeding cycle) dari satu kali panen/tahun, dua kali/tahun, sepanjang tahun perlu mendapat perhatian. Ratio pembungaan/pembentukan kapsul juga perlu dipertimbangkan. Jumlah skor yang tertinggi adalah calon plus tree pada jarak pagar (Tabel 2).

Penanda-penanda molekuler seperti RAPD (Random Amplified Polymorphism DNA), AFLP (Amplified Fragment Length Polymorphism), SSR (Simple Sequence Repeat) dan ISSR (Inter Simple Sequence Repeat) sudah tersedia untuk karak- terisasi aksesi-aksesi. Pengukuran keragaman molekuler dengan penanda-penanda molekuler lebih independen terhadap pengaruh ling- kungan, karena itu dianggap lebih dipercaya dibandingkan dengan pengamatan karakter- karakter morfologi.

Tabel 1. Karakteristik “plus tree” jarak pagar

Karakter Kriteria Skor Alasan pemilihan karakter Tinggi tanaman (m)

Tinggi collar (m)

Tebal collar (cm)

Cabang primer

Panjang tangkai daun (periode)(cm) Jumlah kapsul per infloresen Kandungan minyak (%)

1,5 - 2,0 2 - 4 0,6 - 0,9 -

30 - 40 3 - 7

3 - 6 1 - 3 10 - 15 -

6 - 10 1 - 3 35 - 40 4 - 21

- Memudahkan panen

- Aerasi tanaman baik, memudahkan pertukaran udara, meningkatkan aktifitas fotosintesis

- Cukup untuk mendukung enam cabang primer dengan hasil bagus- sangat bagus.

- Optimum dalam pemanfaatan cahaya matahari - Menyeimbangkan jumlah kapsul

dengan kandungan minyak

- Seimbang dengan karakter-karakter tersebut di atas; hasil tinggi Sumber : Sunil et al., 2008

(5)

Tabel 2. Nilai skor karakter-karakter kuantitatif dan kualitatif dari tanaman candidate plus dan tanaman pembanding.

Karakter

Persen Keunggulan Tanaman untuk

“Candidate Plus” Skor Tinggi tanaman (m) (2)* 5

5 – 20

20

01 2 Diameter collar (cm) (7) 5

5 – 20

20

30

03 57

Lebar Kanopi (m) (9) 5

5 – 20

20

30

03 59

Hasil biji (g) (23) 1

5

5 – 20

20

30

02 157 23 Kandungan minyak (%) (23) 1

5

5 – 10

10

20

02 157 23 Kesehatan

Siklus Pembentukan Kapsul

Pembungaan

Investasi berat Investasi sedang

Sehat 1x/tahun 2x/tahun Sepanjang Tahun

Moderate Sedang

Tinggi

36 9 128 14 48 13 Sumber : Mishra (2009).

Keterangan :Pembobot karakter

Contoh-contoh jarak pagar dari India menunjukkan variasi yang sempit, sedangkan keragaman genetik dari China hanyalah bagian dari populasi India; demikian juga keragaman genetik pada aksesi dari Thailand (Sun et al., 2008). Penelitian oleh Mingfu et al. (2010) pada 45 aksesi dari Indonesia, Amerika Selatan, Yunnan dan Hainan (China), dan Grenada menunjukkan bahwa koleksi tersebut memiliki latar belakang genetik yang luas. Indeks aliran gen 2,18 menunjukkan aliran gen yang cukup tinggi yang terjadi selama proses domestikasi jarak pagar.

Aksesi-aksesi dari Amerika Selatan, Yunnan, dan Indonesia menunjukkan variasi genetik yang

cukup tinggi dibandingkan dengan aksesi-aksesi dari Grenada dan Hainan.

PERBAIKAN VARIETAS JARAK PAGAR Keberhasilan perbaikan varietas jarak pagar tergantung pada ketersediaan variabilitas genetik untuk karakter-karakter yang diinginkan (Heller, 1996). Oleh sebab itu eksplorasi, introduksi, karakterisasi, dan evaluasi plasma nutfah merupakan kegiatan dasar untuk perbaikan varietas. Hasil eksplorasi pada 12 provinsi di Indonesia menunjukkan bahwa setelah lebih dari 300 tahun, introduksi jarak pagar dari Amerika Tengah dan Afrika telah memperlihatkan variabilitas genetik.

Evaluasi genotipa pada berbagai kondisi lingkungan sampai tanaman jarak pagar mencapai produktivitas stabil sangat sedikit dilakukan. Hasil rata-rata biji pada populasi tahun ke-1 sampai tahun ke-4 pada provenan berasal dari NTB adalah 0,18; 0,98; 1,02; dan 1,28 t/ha; sedangkan hasil provenan dari NTT berturut-turut 0,21; 0,95; 0,97; dan 1,11 t/ha.

(Machfud dan Sudarmo, 2009). Produktivitas populasi yang diperbaiki (IP-2A dan IP-2P) di Jawa Timur pada umur satu tahun adalah 1,32 dan 1,14 ton biji/ha (Romli dan Haryono, 2009).

Hasil studi korelasi pada 18 provenan dari Afrika Barat dan Timur, Amerika, dan Asia menunjukkan variasi yang tinggi pada kandungan protein, lemak kasar, serat, dan abu.

Penelitian lain menemukan korelasi positif dan nyata antara berat biji dan kandungan minyak (Kaushik et al., 2007). Selanjutnya Rao et al. (2008) menemukan bahwa hasil biji berkorelasi positif dengan jumlah cabang primer dan jumlah hari pembuahan sampai masak dengan heritabilitas yang tinggi untuk karakter-karakter tersebut.

Variasi genetik pada jumlah cabang primer, nisbah bunga jantan/betina, kandungan minyak dan komposisi asam lemak, ketahanan terhadap hama, toleransi terhadap kekeringan, serta tingkat produktivitas sangat diperlukan pada perbaikan varietas.

Sebagai tanaman yang sering menyerbuk silang, metode perbaikan genetik akan mengeksploitasi variasi genetik pada jarak pagar yaitu (a) seleksi massa; (b) pemanfaatan hibrida

(6)

dan hibridisasi antar spesies, (c) seleksi rekuren, dan (d) pemuliaan molekuler.

a. Seleksi massa

Perbaikan varietas difokuskan pada hasil biji dan kandungan minyak dengan meman- faatkan karakter-karakter komponen hasil.

Karena sifat reproduksi jarak pagar yang sering menyerbuk silang, maka perbaikan genetik jarak pagar berdasarkan perbaikan populasi, yaitu seleksi massa yang dilanjutkan dengan penggabungan (bulk) tanaman-tanaman superior yang terpilih. Seleksi massa sangat efektif untuk perbaikan populasi hasil introgressi plasma nutfah eksotik atau tanaman yang belum beradaptasi (Hallauer, 1981).

Populasi yang diperbaiki (improved population) IP1A-IP3A dan IP1P-IP3P telah diidentifikasi oleh Hasnam (2007), hasil seleksi massa pada provenan-provenan Lampung dan NTB. Individu-individu superior dipilih berdasarkan jumlah kapsul/tanaman/tahun, yaitu 200, 400, dan 600 kapsul/tanaman (truncation- selection). Hasil biji kering berkisar 0,97-1,06, 1,9- 2,2, dan 2,2-2,4 t biji kering/ha untuk IP-1, IP-2, dan IP-3 pada tahun pertama. Populasi-populasi IP-1A, IP-2A, IP-3A direkomendasikan untuk daerah kering (minimum 600 mm/th) di Indonesia bagian timur, sedangkan IP-1P, IP-2P, dan IP-3P untuk daerah basah.

Salah satu kelemahan seleksi massa adalah ketidakmampuan mengendalikan sumber tepung sari dan keterbatasan ukuran populasi yang mengakibatkan kemunduran akibat silang dalam.

Effisiensi seleksi massa akan meningkat jika dilakukan detasseling (pembuangan tepung sari) dari tanaman-tanaman inferior sebelum penyerbukan terjadi atau dilakukan persilangan antara tanaman-tanaman superior. Kegiatan ini termasuk upaya pemeliharaan varietas (varietal maintenance) setelah pelepasan varietas hasil seleksi massa.

b. Pemanfaatan hibrida dan Hibridisasi Antar Spesies

Istilah hibrida digunakan untuk populasi- populasi F1 yang berasal dari persilangan- persilangan antara klon, varietas-varietas bersari bebas, galur-galur murni atau populasi-populasi

yang berbeda susunan genotipanya. Keunggulan hibrida disebabkan oleh efek heterosis, hasil akumulasi dari mekanisme genetik (heter- ozygosity), dan mekanisme fisiologi (efek mitochondria) (Mayo, 1980).

Sebagai tanaman yang sering menyerbuk silang, pada jarak pagar juga ditemukan efek heterosis. Hal ini dikemukakan oleh Sudarmo dan Machfud (2009) yang melakukan persilangan 3x3 diallel pada tiga aksesi jarak pagar, HS-49, SP-88, dan IP-1A. Nilai heterosis individu F1 terhadap tetua terbaik pada umur 16 bulan pada HS-49xIP-1A, SP-88xHS-49, dan IP-1AxSP-88 berturut-turut adalah 28,76; 29,33; dan 38,61%.

Walaupun data tersebut belum stabil, adanya variasi antara individu-individu yang disilangkan dapat dikatakan bahwa tingkat heterosis pada jarak pagar cukup tinggi.

Sifat jarak pagar yang dapat diperbanyak secara vegetatif akan mempercepat program varietas hibrida, dimana fokus pemuliaan diberikan pada seleksi generasi F1. Persilangan antara plus tree yang berbeda tingkat diversitas genotipik dan fenotipiknya, akan menghasilkan hibrida-hibrida F1 yang lebih baik dari tetua- tetuanya (Kaushik et al., 2007). Hasil biji, peningkatan kandungan minyak, jumlah kapsul/

infloresen, berat 100 biji, komposisi asam lemak, dan sinkronisasi pemasakan buah dapat ditambahkan ke hibrida-hibrida F1 tersebut di atas melalui teknik pengumpulan gen (genes- pyramiding) (Swarup, 2006).

Hibridisasi antar spesies Jatropha sangat penting untuk memperoleh hibrida dengan kadar minyak tinggi, jumlah biji, jumlah bunga betina dan kekerasan batang. Hanya persilangan antara J. curcas sebagai tetua betina dengan J. integerrima sebagai tetua jantan yang berhasil membentuk biji termasuk juga persilangan resiproknya.

Persilangan-persilangan lain tidak berhasil karena hambatan-hambatan pada tingkat awal dan sesudah pembentukan zigot (Parthiban et al., 2009; Basha dan Sujatha, 2009). Biji hibrida F1 kecil, sehingga diperlukan dua kali silang balik dengan J. curcas. Hasilnya, diperoleh tiga klon hibrida FCRI: HC20, HC 21, dan HC 22 yang mampu menghasilkan rata-rata 1,4 kg/tanaman pada tahun ketiga atau 300% lebih tinggi dari hasil rata-rata jenis lokal yang berkisar 200-300

(7)

g/tanaman. Karakterisasi lebih lanjut pada persilangan J. curcas dengan J. integerrima menunjukkan peluang besar untuk pengkayaan genetik J. curcas.

c. Seleksi rekuren

Seleksi rekuren digunakan untuk memperbaiki rata-rata populasi yang dikendalikan oleh faktor-faktor genetik yang mempunyai efek-efek kecil. Efek faktor lingkungan cenderung untuk mengaburkan efek- efek genetik. Tujuan utama seleksi rekuren adalah untuk mendapatkan populasi-populasi untuk memproduksi hibrida. Untuk memperoleh respon, populasi yang diseleksi harus mempunyai variabilitas genetik yang cukup. Jika ragam genetik populasi-populasi tersebut tidak berubah, cara terbaik adalah mempersilangkan populasi-populasi dengan rata-rata tertinggi.

Metode seleksi rekuren dirancang untuk (1) memperbaiki rata-rata populasi dengan meningkatkan frekuensi-frekuensi dari gen-gen yang diinginkan dan (2) memelihara variabilitas genetik agar dapat diseleksi genotipa-genotipa superior. Seleksi rekuren bermanfaat untuk program pemuliaan jangka menengah dan jangka panjang. Effisiensi seleksi dinyatakan dengan laju kemajuan genetik per tahun.

d. Pemuliaan molekuler

Penggunaan penanda-penanda molekuler sudah dikembangkan di luar negeri untuk mendeteksi polimorphisma DNA. Salah satu pencapaian nyata di bidang genetika molekuler adalah membedakan divergensi aksesi. Penanda- penanda molekuler seperti RAPD, ERAP, SSR, SCAR, AFLP, dan ISSR dapat membantu pemulia untuk memilih varietas-varietas yang prospektif sejak tingkat pembenihan.

Regenerasi tanaman jarak pagar sudah diketahui melalui proses organogenesis (terbentuknya tunas dan akar) dari bermacam- macam eksplan. Hasil-hasil penelitian Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat untuk jenis dan sumber eksplan jarak pagar menunjukkan bahwa bagian yang dapat digunakan adalah daun, tangkai daun, tunas pucuk, tunas ketiak, hipokotil, dan kotiledon dari kecambah benih (Purwati, 2009). Akan tetapi

kesesuaian sistem-sistem regenerasi dengan metode-metode transformasi genetik belum dievaluasi.

Metode transformasi genetik yang banyak digunakan adalah metode transfer gen langsung yaitu penembakan partikel, dan metode mediasi vektor yaitu agrobacterium. Akan tetapi, transformasi dengan media agrobacterium mempunyai keterbatasan eksplan; cotyledon jarak pagar lebih peka terhadap infeksi agrobacterium daripada eksplan-eksplan lain seperti tangkai daun, hipokotil, epikotil atau daun dan efisiensi transformasi sangat tergantung pada strain agrobacterium (Li et al., 2006). Sebaliknya transformasi melalui vektor agrobacterium dipercaya lebih tepat dan terkendali dibandingkan dengan penembakan partikel.

Introgressi gen dengan penembakan partikel terus dioptimumkan oleh Joshi et al.

(2011) dengan penggunaan eksplan embrio pada kultivar CP-9 dan perubahan parameter- parameter fisika seperti ukuran mikrokarier, kecepatan partikel, dan jarak lintasan mikroprojektil. Hasilnya, telah diperoleh transformasi jarak pagar yang stabil dengan effisiensi transformasi 44,7%. Protokol ini akan digunakan pada introduksi gen yang diinginkan untuk perbaikan jarak pagar.

Proyek genome jarak pagar sudah diselesaikan oleh ACGT (Asiatic Center for Genome Technology). Genome jarak pagar berukuran 400 juta BP (Pasangan Basa) hampir sama besar dengan genome padi. Penemuan ini akan membantu mengidentifikasi variasi genetik dan memberikan informasi faktor-faktor yang mengendalikan sintesis, memaksimumkan hasil, toleransi terhadap cekaman biotik dan abiotik serta varian-varian curcin (Divakara et al., 2010).

Dengan perbaikan teknik transformasi genetik dan ketersediaan informasi genom, penciptaan tanaman transgenik jarak pagar semakin memperbaiki harapan.

PROSPEK PERBAIKAN GENETIK Kunci sukses program perbaikan genetik adalah ketersediaan variabilitas genetik untuk karakter yang diinginkan. Pada jarak pagar,

(8)

karakterisasi dan evaluasi pertumbuhan, morfologi, karakteristik biji serta hasil biji masih berada pada fase awal (infancy). Penelitian- penelitian di luar negeri menunjukkan kecilnya variasi genetik pada aksesi-aksesi dari Asia dan Afrika, sebaliknya variasi genetik yang tinggi ditemukan pada aksesi-aksesi dari Guatemala dan Amerika Latin.

Kenyataan bahwa jarak pagar sudah beradaptasi di daerah yang berbeda kondisi edaphik dan ekologi menunjukkan bahwa masih tersedia variabilitas genetik yang dapat dieksploitasi. Oleh sebab itu pengujian provenan yang akan memberikan informasi dasar sangat diperlukan. Berbagai cara pembentukan buah menjadi kapsul menunjukkan bahwa produksi kapsul dapat ditingkatkan dengan memanipulasi proses-proses biologi penyerbukan dan pertumbuhan (Abdelgadira et al., 2008).

Setelah berjalan enam tahun sejak eksplorasi tahun 2005, Indonesia sudah waktunya membangun kerjasama internasional untuk membangun sumber daya genetik dan bank plasma nutfah melalui introduksi aksesi dari Mexico, Guatemala, Nicaragua, Brazil, Ghana, dan lain-lain termasuk introduksi spesies- spesies Jatropha. Koleksi 560 aksesi tidak banyak artinya jika dibandingkan dengan India yang mempunyai 5.000 aksesi dan telah mengidentifikasi 1.855 kandidat plus tree. Pada umur 5-6 tahun dimana karakter-karakter jarak pagar telah stabil sudah waktunya menerapkan metoda Sunil et al. (2008) dan Mishra (2009) yang menilai karakteristik fenotipa untuk menetapkan plus tree dan merancang program persilangan.

Sebagai tanaman yang sering menyerbuk silang, perbaikan genetik dengan memanfaatkan ragam additif akan semakin terbatas.

Penggunaan penanda-penanda DNA dalam menganalisis divergensi aksesi akan membantu pemilihan varietas-varietas yang prospektif sejak awal program pemuliaan jarak pagar.

Persilangan antar spesies terutama Jatropha curcas sebagai tetua betina dan Jatropha integerrima sebagai tetua jantan menunjukkan peluang untuk pengkayaan genetik Jatropha curcas dan memproduksi hibrida dengan hasil rata-rata 300% lebih tinggi dari hasil rata-rata varietas lokal. Persilangan antara Jatropha curcas sebagai

tetua betina dengan Jatropha multifida (kandungan minyak 50%) sebagai tetua jantan mampu meningkatkan kandungan minyak (Punia, 2007).

Protokol transformasi genetik untuk memperoleh tanaman transgenik masih terus disempurnakan, baik melalui teknik penembakan partikel atau metode mediasi agrobacterium.

Penyempurnaan parameter-parameter seperti ukuran mikrokarrier, kecepatan partikel, jarak target mikroprojektil pada metode pertama dan pemilihan strain agrobacterium serta pemilihan eksplan pada metoda kedua diharapkan akan mempertinggi efisiensi transformasi. Protokol tersebut akan digunakan untuk memperoleh tanaman transgenik jarak pagar di masa datang.

KESIMPULAN

Jarak pagar sudah menyebar jauh dari daerah asalnya di Amerika Tengah karena mampu beradaptasi pada berbagai kondisi agroklimat dan bermanfaat untuk bermacam- macam tujuan. Pengembangan jarak pagar di Indonesia menghadapi bermacam-macam kendala teknis, sosial ekonomi, kelembagaan, serta kebijakan, sehingga produktivitas tanaman ini jauh di bawah potensi produksinya.

Fokus pada jarak pagar perlu diberikan pada evaluasi plasma nutfah yang berumur lima tahun atau lebih, mengidentifikasi plus tree, persilangan antara plus tree dan seleksi generasi F1, memanfaatkan heterosis, hibridisasi antar spesies, memanfaatkan sumber-sumber tanaman liar Jathropha untuk pengkayaan genetik J.

curcas.

Untuk lima sampai enam tahun yang akan datang, IP-1, IP-2, dan IP-3 yang diperoleh melalui seleksi massa perlu dipertahankan.

Untuk itu perlu dilakukan persilangan antara individu-individu superior sehingga tidak terjadi kemunduran varietas.

Prospek perbaikan genetik jarak pagar semakin baik apabila Indonesia mampu membangun kerjasama internasional untuk menambah keragaman genetik dan menguasai teknik-teknik molekuler. Informasi dari proyek genom jarak pagar dapat digunakan dalam pemuliaan molekuler yang akan mempercepat proses pemuliaan konvensional. Transformasi

(9)

genetik sangat penting untuk memperoleh karakter-karakter yang tidak tersedia pada jarak pagar.

DAFTAR PUSTAKA

Abdelgadira, H.A., S.D. Johnson, and J.V.

Stadena. 2008. Approaches to improve seed production of Jatropha curcas L.

South Africa J. Botany 2008 doi : 10.1016/J.Sajb 2008.01.023.

Aker, C.L. 1997. Growth and reproduction of J.

curcas. In G.M. Gubitz, M. Mittelbach, and M. Trabi. Biofuels and Industrial Products from Jatropha curcas (Eds.).

Developed from the Symposium Jatropha 97. Managua, Nicaragua, February 23-27, 1997. p.2-18

Basha, S.D. and M. Sujatha. 2009. Genetic analysis of Jatropha spesies and interspesific hybrids of Jatropha curcas using nuclear and organelle specific markers.

Euphytica 168 : 197-214

Basha, S.D., George Francis, H.P.S. Makkar, K.

Becker, and M. Sujatha. 2009. A comparative study of biochemical traits and molecular markers for assessment of genetic relationships between Jatropha curcas L. germplasm from different countries. Plant Science 176 (6): 812-823

Baumgart, S. 2007. Jatropha cultivation in Belize.

Expert Seminar on Jatropha curcas L.

Agronomy and Genetics, 26-28 March, 2007. Wageningen, the Netherlands.

Published by FACT Foundation.

Chang, W.I., I. Kun, C. You, S. Yong-Yu, Y. Wen- Yun. 2007. Pollen viability, stigma receptivity, and reproductive features of J. curcas L. (Euphorbiaceae). J.

Northwest Plant 27 (10): 1994-2001.

Divakara, B.N., H.D. Upadhyaya, S.P. Wani, and C.L. Laxmipathi Gowda 2010. Biology and Genetic Improvement of Jatropha curcas L.: A review. Applied Energy 87:

732-742.

Fei, S.M. 2007. The inflorescence structure and dynamics of male and female flowers of Jatropha curcas in Sichuan Province.

Proceeding International Workshop on

the Development of Jatropha curcas L.

Industry. October 2007, p.105-114.

Hallauer, A.R. 1981. Selection and Breeding Methods. In Kenneth J. Frey. Plant Breeding II. (Ed). by The Iowa State University Press. p. 3-55.

Hananingsih, T. 2008. Studi taksonomi jarak pagar (Jatropha curcas L.) berdasarkan bukti morfologi dan profil kroma- tografi lapis tipis senyawa terpenoid.

Thesis Magister Program Studi Biologi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 87 hlm. (tidak dipubikasikan).

Hasnam. 2007. Improvement of Jatropha curcas L.

in Indonesia; promise and performance. Proceeding International Workshop on the Development of the Jatropha curcas L. Industry. Hainan Island, China. October 2007. p.28-34.

Heller, J. 1996. Physic nut Jatropha curcas L.

Promoting the Conservation and Use of under Utilized and Neglected Crops.

International Plant Genetic Resources Institute. 66p.

Jongschaap, R.E.E., W.J. Corre, P.S. Bindraban, and W.A. Brandenburg. 2007. Claims and Facts on Jatropha curcas L. Global Jatropha curcas evaluation, breeding, and propagation programme. Plant Resource International, Wageningen UR. 42p.

Joshi, M., M. Avinash, and J. Bhavanath. 2011.

Efficient genetic transformation of Jatropha curcas L. by microprojectile bombardment using embryo axes.

Industrial Crops and Products 33 : 67- 77.

Kaushik, N., K. Kumar, S. Kumar, and N.

Kaushik, and S. Roy. 2007. Genetic variability and divergence studies in seed traits and oil content of Jatropha (Jatropha curcas L.) accessions. Biomass and Bioenergy 31 : 497-502.

Li, M.R., H.Q. Li, and G.J. Wu. 2006. Study on factors influencing Agrobacterium mediated transformation of Jatropha curcas. J. Mol. Cell Biol. 39 : 83-87.

Lynda, F. 2003. Sexual dimorphism in gender, plasticity and its consequences for

(10)

breeding system evolution. Delph Evolution and Development 5 : 34-39.

Machfud, M. dan H. Sudarmo. 2009. Skrining daya hasil genotipa terpilih jarak pagar (Jatropha curcas L.). Inovasi Teknologi dan Cluster Pioneer menuju DME berbasis Jarak Pagar. Prosiding Lokakarya Nasional V, Malang, 4 November 2009 Hlm. 80-85.

Mayo, O. 1980. The theory of plant breeding.

Oxford University Press, New York, 293p.

Mingfu, W., H. Wang, Z. Xia, M. Zou, C. Lu, and W. Wang. 2010. Development of EST- SSR and genomic-SSR markers to assess genetic diversity in Jatropha curcas L. http://www.biomedcentral.

com/1756-0500/3/42.

Mishra, D.K. 2009. Selection of candidate plus phenotypes of Jatropha curcas L. using method of paired comparisons.

Biomass and Bioenergy 33 : 542-545.

Osorio, L.R.M, E.N. van Loo, R.E.E. Jongschaap, R.G.F. Visser, and C. Azurdia. 2008. A to Z of Jatropha curcas L. 4. Genetics, breeding and propagation techniques.

Plant Research International, June 9, 2008.

Parthiban, K.T., R. S. Kumar, P. Thiyagarajan, V.

Subbulaksmi, S. Venilla, and M. G. Rao, 2009. Hybrid progenies in Jatropha – a new development. Current Science 96 (6): 815-823.

Prakash, A.R., J.S. Patolia, J. Chikara, and G.N.

Boricha, 2007. Flower biology and flowering behavior of Jatropha curcas L.

Agronomy and Genetics, 26-28 March 2007. Wageningen, the Netherlands.

Published by FACT Foundation.

Punia, M.S. 2007. Current status of research and development of jatropha (Jatropha curcas) for sustainable biofuel produc- tion in India. In USDA Global Conference on Agricultural Biofuels:

Research and Economics, 20-22 August, Minneapolis, Minnesota.

Purwati, R.D. 2009. Perbanyakan tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.) melalui kultur in-vitro. Inovasi Teknologi dan Cluster

Pioneer menuju DME berbasis Jarak Pagar. Prosiding Lokakarya Nasional V, Malang, 4 November 2009. Hlm 92- 101.

Raju, A.J. Solomon and V. Ezradanam. 2002.

Pollination ecology and fruiting behavior in a monoecious species, Jatropha curcas L. (Euphorbiaceae).

Current Science 83 (11) : 1395-1398.

Rao, G.R., G.R. Korwar, A.K. Shanker, and Y.S.

Ramakrishna. 2008. Genetic associat- ions variability and diversity in seed characters, growth, reproductive phenology and yield in Jatropha curcas L. accessiens. Trees 22: 697-709.

Romli, M. dan B. Haryono. 2009. Respon tiga populasi komposit-2 (IP-2) jarak pagar terhadap pertumbuhan hasil dan kandungan minyak Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Inovasi Teknologi dan Cluster Pioneer menuju DME berbasis Jarak Pagar. Prosiding Lokakarya V, Malang, 4 November 2009. Hlm 105-112.

Samanhudi, A. Yunus, Parijanto, dan S. Safarni.

2009. Identifikasi morfologi jarak pagar (Jatropha curcas L.) aksesi Jawa dikebun induk Pakuwon. Inovasi teknologi dan Cluster Pioneer menuju DME berbasis Jarak Pagar. Prosiding Lokakarya Nasional V, Malang, 4 November 2009.

Hlm 60-70.

Sudarmo, H. dan M. Machfud. 2009. Keragaan fenotipa F-1 hasil persilangan jarak pagar (Jatropha curcas L.) Prosiding Lokakarya Nasional V. Inovasi Teknologi dan Cluster Pioneer menuju DME berbasis jarak pagar. Malang, 4 November 2009. Hlm 44-49.

Sun, Q.B., L.F. Li, Y. Li, G.J. Wu, and X.J. Ge.

2008. SSR and AFLP Markers Reveal Low Genetic Diversity in the Biofuel Plant Jatropha curcas in China. Crop Sci.

Sept-Oct 48 : 1865-1871.

Sunil, N., K.S. Varaprasad, N. Siraraj, T. Suresh Kumar, B. Abraham, and R.B.N.

Prasad. 2008. Assessing Jatropha curcas L. germplasm in-situ : A case study.

(11)

Biomass and bioenergy 2008, 32:198- 202.

Swarup, R. 2006. Quality planting material and seed standards in Jatropha. In Brahma

Singh, R. Swaminathan, V. Ponraj, and R. Bhawan (Eds.) Biodiesel Confe-rence towards Energy Independence-focus on Jatropha. New Delhi. p.129-135.

Gambar

Tabel 1. Karakteristik “plus tree” jarak pagar
Tabel  2.  Nilai  skor  karakter-karakter  kuantitatif dan  kualitatif  dari  tanaman candidate plus dan tanaman pembanding.

Referensi

Dokumen terkait

Bungkil Biji Jarak Pagar ( Jatropha curcas L .) Melalui Fermentasi Menggunakan Aspergillus niger ”. Skripsi ini disusun dalam rangka menyelesaikan tugas akhir

TINGKAT PRODUKSI DAN KUALITAS MINYAK BEBERAPA NOMOR JARAK PAGAR ( Jatropha curcas L.) HASIL PERSILANGAN PADA PERIODE PANEN KETIGA.. DI KEBUN KEDUNG

Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mempelajari karakteristik sabun mandi opaque yang dibuat dari minyak jarak pagar (Jatropha curcas L.) serta mendapatkan sabun terbaik

POTENSI JARAK PAGAR (Jatropha curcas) SEBAGAI LARVASIDA HAYATI PENCEGAH PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE.. (DETERMINATION OF POTENTIAL USED OF Jatropha curcas OIL AS BIOLOGICAL

Hasil biji dan minyak jarak pagar (Jatropha curcas) merupakan fungsi dari bahan tanaman, kondisi lingkungan tumbuh, dan juga pemeliharaan bentuk tajuk tanaman. Tujuan penelitian

Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mempelajari karakteristik sabun mandi opaque yang dibuat dari minyak jarak pagar (Jatropha curcas L.) serta mendapatkan sabun terbaik

Hasil pengamatan terhadap komponen hasil tanaman berupa pengamatan pada fase generatif serta hasil buah dan biji tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.), menunjukkan bahwa

Permasalahan dalam teknologi pengolahan biodiesel dari minyak jarak pagar (Jatropha curcas L.).. Di dalam: Karmawati E et