• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH MODEL KONTEKSTUAL TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA KELAS IV SD PADA MATERI ENERGI PANAS (Penelitian Eksperimen terhadap Siswa Kelas IV SDN Jagatapa dan SDN Kirisik di Kecamatan Jatinunggal Kabupaten Sumedang).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH MODEL KONTEKSTUAL TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA KELAS IV SD PADA MATERI ENERGI PANAS (Penelitian Eksperimen terhadap Siswa Kelas IV SDN Jagatapa dan SDN Kirisik di Kecamatan Jatinunggal Kabupaten Sumedang)."

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH MODEL KONTEKSTUAL TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA KELAS IV SD

PADA MATERI ENERGI PANAS

(Penelitian Eksperimen terhadap Siswa Kelas IV SDN Jagatapa dan SDN Kirisik di Kecamatan Jatinunggal Kabupaten Sumedang)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Guru Sekolah Dasar

oleh

LEGA WELANDI 0903311

PROGRAM S-1 PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

KAMPUS SUMEDANG 2013

(2)

PENGARUH MODEL KONTEKSTUAL TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA KELAS IV SD

PADA MATERI ENERGI PANAS

(Penelitian Eksperimen terhadap Siswa Kelas IV SDN Jagatapa dan SDN Kirisik di Kecamatan Jatinunggal Kabupaten Sumedang)

Oleh Lega Welandi

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh

gelar Sarjana pada Fakultas Ilmu Pendidikan

© Lega Welandi 2013

Universitas Pendidikan Indonesia

Juni 2011

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

PENGARUH MODEL KONTEKSTUAL TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA KELAS IV SD PADA MATERI ENERGI PANAS

(Penelitian Eksperimen terhadap Siswa Kelas IV SDN Jagatapa dan SDN Kirisik di Kecamatan Jatinunggal Kabupaten Sumedang )

Oleh : LEGA WELANDI

0903311

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH

Penguji I, Penguji II, Penguji III,

Asep Kurnia Jayadinata, M.Pd. Atep Sujana, M.Pd. Dr. Herman Subarjah, M.Si. NIP.198009292008011023 NIP.197212262006041001 NIP.196009181986031003

Mengetahui

Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar S1 Kelas UPI Kampus Sumedang

(4)

LEGA WELANDI

PENGARUH MODEL KONTEKSTUAL TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA KELAS IV SD

PADA MATERI ENERGI PANAS

(Penelitian Eksperimen terhadap Siswa Kelas IV SDN Jagatapa dan SDN Kirisik di Kecamatan Jatinunggal Kabupaten Sumedang )

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH Pembimbing I

Asep Kurnia Jayadinata, M.Pd. NIP. 198009292008011023

Pembimbing II

Drs. H. Dede Tatang Sunarya, M.Pd. NIP. 195703251985032005

Mengetahui,

Ketua Program Pendidikan Guru Sekolah Dasar S-1 Kelas UPI Kampus Sumedang

(5)

DAFTAR ISI

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 6

E. Batasan Istilah ... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hakikat IPA ... 9

B. Tujuan Mata Pelajaran IPA di SD ... 10

C. Pembelajaran IPA di SD ... 11

D. Berpikir Kreatif ... 12

E. Model Pembelajaran Kontekstual ... 16

F. Energi Panas ... 22

G. Teori Belajar IPA ... 25

H. Hasil Penelitian yang Relevan ... 30

I. Hipotesis Penelitian ... 31

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode dan Desain Penelitian ... 32

B. Subjek Penelitian ... 33

C. Prosedur Penelitian ... 34

D. Instrumen Penelitian ... 38

E. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 44

BAB IV HASIL PENELITIAN DATA DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 47

B. Pembahasan ... 65

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 74

B. Saran ... 75

(6)
(7)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Indikator Berpikir Kreatif ... 14

2.2 Perbedaan Pembelajaran Kontekstual dengan Pembelajaran...18

Konvensional ... 18

2.3 Tahap-tahap Perkembangan Kognitif Piaget ... 25

3.1 Desain Penelitian Control Group pre-test-post-test ... 32

3.2 Daftar populasi Penelitian ... 33

3.3 Kisi-kisi Soal Tes Kemampuan Berpikir Kreatif ... 38

3.4 Derajat Validitas Soal ... 39

3.5 Validitas Tiap Butir Soal ... 40

3.6 Derajat Reliabilitas Soal ... 41

3.7 Uji-t ... 41

3.8 Kriteria untuk Menafsirkan Daya Pembeda ... 42

3.9 Daya Pembeda Butir Soal ... 42

3.10 Kriteria Indeks Kesukaran Soal ... 43

3.11 Analisis Tingkat Kesukaran ... 43

3.12 Rekapitulasi Analisis Butir Soal ...43

4.1 Data Hasil Pretes Kelas Kontrol ...48

4.2 Data Hasil Postes Kelas Eksperimen ...48

4.3 Uji Normalitas Pretes...50

4.4 Uji Homogenitas Pretes...52

4.5 Independent Sample t-tes ...53

4.6 Data Hasil Postes Kelas Kontrol... 54

4.7 Data Hasil Postes Kelas Eksperimen...54

4.8 Hasil Uji Kolmogorov Smirnov Tes Akhir...56

4.9 Uji Homogenitas Postes...58

4.10 Independent Sample t-tes...59

4.11 Hasil Uji Normalitas N-Gain...60

(8)
(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

(10)

DAFTAR DIAGRAM

Diagram Halaman

4.1Pretes Kemampuab Berpikir Kreatif Kelas Kontrol ... 49

4.2Pretes Kemampuan Berpikir Kreatif Kelas Eksperimen ... 49

4.3 Normalitas Data Tes Awal Kelas Kontrol ... 51

4.4 Normalitas Data Tes Awal Kelas Eksperimen ... 51

4.5Postes Kemampuan Berpikir Kreatif Kelas Kontrol ... 55

4.6 Postes Kemampuan Berpikir Kreatif Kelas Eksperimen ... 55

4.7 Normalitas Data Tes Akhir Kelas Kontrol ... 57

4.8 Normalitas Data Tes Akhir Kelas Eksperimen ... 57

4.9 Normalitas N-Gain Kelas Kontrol ... 61

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

4.3Lampiran A ... 78

4.4Lampiran B... 89

4.3Lampiran C... 109

4.4Lampiran D ... 115

4.6Lampiran E ... 118

(12)

1 BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Pendidikan bagi sebagian besar orang, berarti berusaha membimbing anak untuk menyerupai orang dewasa. Dalam pengertian yang agak luas,‟ pendidikan

diartikan sebagai sebuah proses dengan metode-metode tertentu sehingga orang memperoleh pengetahuan, pemahaman dan cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan‟ Muhibinsyah (Sagala, 2006: 3).

Pendidikan tidak hanya mencakup pengembangan intelektualitas saja, akan tetapi lebih ditekankan pada proses pembinaan kepribadian anak didik secara menyeluruh sehingga anak menjadi lebih dewasa.

Peringkat pendidikan menjadi tolok ukur kemajuan sebuah bangsa. Berdasarkan data dalam Educational For All (EFA) Global Monitoring Report 2011 yang dikeluarkan Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-bangsa (UNESCO) yang diluncurkan di New York, indeks pembangunan pendidikan atau education development index (EDI) berdasarkan data tahun 2008 adalah 0,934. Nilai itu menempatkan Indonesia di posisi ke 69 dari 127 negara di dunia.

Total nilai EDI itu diperoleh dari rangkuman perolehan empat kategori penilaian, yaitu :

1. Angka partisipasi pendidikan dasar. 2. Angka melek huruf 15 tahun keatas.

3. Angka partisipasi menurut kesetaraan gender.

4. Angka bertahan siswa hingga kelas V sekolah dasar (Harmadi, 2010).

Dalam hal ini, pendidikan IPA juga memegang peranan yang menentukan bagi perkembangan manusia karena Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan.

(13)

2

Science, menyatakan „IPA itu adalah suatu cara atau metode untuk mengamati alam‟. Nash juga menjelaskan bahwa cara IPA mengamati dunia ini bersifat analisis, lengkap, cermat, serta menghubungkan antara satu fenomena dengan fenomena lain, sehingga keseluruhannya membentuk suatu perspektif yang baru tentang obyek yang diamatinya.

IPA membahas tentang gejala-gejala alam yang disusun secara sistematis

yang didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan yang dilakukan oleh manusia. Hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh Winataputra (Samatowa, 2006: 3) mengemukakan bahwa „IPA tidak hanya merupakan kumpulan pengetahuan tentang benda atau makhluk hidup, tetapi merupakan cara kerja, cara berpikir dan cara memecahkan masalah‟.

Dari beberapa penjelasan di atas, dapat dikatakan IPA adalah pengetahuan manusia tentang alam yang diperoleh dengan cara yang terkontrol. IPA (Sains) berupaya membangkitkan minat manusia agar mau meningkatkan kecerdasan dan pemahamannya tentang alam seisinya yang penuh dengan rahasia yang tak habis-habisnya.

Banyak hal pengajaran di sekolah dasar dapat dikatakan sesuai dengan perkembangan kognitif para murid. Dikutip oleh Tisno Hadisubroto (Samatowa: 2006: 12) dalam buku Pembelajaran IPA sekolah dasar , „Piaget mengatakan bahwa pengalaman langsung yang memegang peranan penting sebagai pendorong lajunya perkembangan kognitif anak‟.

Aktivitas anak melalui berbagai kegiatan nyata dengan alam menjadi hal utama dalam pembelajaran IPA. Pentingnya memahami bahwa pada saat memulai kegiatan pembelajarannya, anak telah memiliki berbagai konsepsi, pengetahuan

yang relevan dengan apa yang mereka pelajari, serta memberikan kesempatan kepada anak untuk mengembangkan kemampuan berpikirnya dalam menjelaskan

suatu masalah. Dalam setiap pembelajaran IPA kegiatan bertanyalah menjadi bagian yang penting, bahkan menjadi bagian yang paling utama dalam pembelajaran.

(14)

3

berbagai pengetahuan baru dan akhirnya dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan mereka.

Harlen (Bundu, 2006: 10) mengemukakan „salah satu karakteristik utama IPA yaitu memberi makna bahwa teori sains bukanlah kebenaran yang akhir tetapi akan berubah atas dasar perangkat pendukung teori tersebut‟. Hal ini memberi penekanan pada kreativitas dan gagasan tentang perubahan yang telah lalu dan

kemungkinan perubahan di masa depan, serta pengertian tentang perubahan itu sendiri.

Kelemahan akan pembelajaran IPA di Indonesia, yakni masih banyak guru yang sangat menekankan pembelajaran pada faktor ingatan, sangat kurang pelaksanaan praktikum, dan fokus penyajian dengan ceramah yang mengakibatkan kegiatan sangat terbatas, tidak lebih dari mendengarkan dan menyalin (Bundu, 2006: 3).

Pendidikan sains berkewajiban membiasakan anak didik menggunakan metode ilmiah dalam mempelajari sains. Kebenaran ilmiah bukan saja merupakan kesimpulan rasional yang koheren dengan sistem pengetahuan yang berlaku melainkan juga harus sesuai dengan kenyataan yang ada.

Khusus untuk IPA di SD hendaknya membuka kesempatan untuk memupuk rasa ingin tahu anak didik secara alamiah. Hal ini akan membantu mereka mengembangkan kemampuan bertanya dan mencari jawaban atas fenomena alam berdasarkan bukti serta mengembangkan cara berpikir ilmiah.

Fokus dan perhatian pada upaya meningkatkan kemampuan berpikir kreatif dalam IPA jarang tersentuh oleh pendidik. Kreativitaslah yang memungkinkan manusia meningkatkan kualitas hidupnya. “Berpikir kreatif (kreativitas) adalah pola berpikir yang didasarkan pada suatu cara yang

mendorong kita untuk menghasilkan produk yang kreatif” (Hassoubah, 2007: 50). Dalam era pembangunan ini tak dapat dipungkiri bahwa kesejahteraan dan

kejayaan masyarakat dan negara bergantung pada sumbangan kreatif. Ambarjaya (2008: 54) menjelaskan,

(15)

4

ketergantungan dan keragaman jawaban, dan menerapkannya dalam pemecahan masalah.

Gagasan-gagasan yang kreatif, hasil-hasil karya yang kreatif tidak muncul begitu saja. Untuk dapat mencipta sesuatu yang bermakna dibutuhkan persiapan.

Jadi, berpikir kretaif adalah kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru , baik berupa gagasan maupun karya nyata yang relatif berbeda

dengan apa yang telah ada sebelumnya. Kreativitas penting dipupuk dan dikembangkan dalam diri anak karena

1. dengan berkreasi orang dapat mewujudkan dirinya, dan perwujudan diri termasuk salah satu kebutuhan pokok dalam hidup manusia;

2. kreativitas atau berpikir kreatif, sebagai kemampuan untuk melihat bermacam-macam kemungkinan penyelesaian terhadap suatu masalah; 3. bersibuk diri secara kreatif tidak hanya bermanfaat tetapi juga

memberikan kepuasan kepada individu;

4. kreativitaslah yang memungkinkan manusia meningkatkan kualitas hidupnya.

Kendala psikologis terhadap perilaku kreatif merupakan kendala utama yang perlu mendapatkan perhatian pendidik, khususnya faktor-faktor internal seperti tidak dapat melepaskan diri dari kebiasaan, kecenderungan untuk terlalu membatasi bidang masalahnya, ketidakmampuan untuk melihat suatu masalah dari berbagai sudut pandang, melihat apa yang diharapkan akan dilihat, terpaku pada penyelesaian yang konvensional.

Torrance (Ambarjaya, 2008: 56) mengemukakan tentang lima bentuk interaksi guru dan siswa di kelas yang dianggap mampu mengembangkan

kecakapan kreatif siswa , yaitu :

1. Menghormati pertanyaan yang tidak biasa.

2. Menghormati gagasan yang tidak biasa serta imajinatif dari siswa

3. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar atas prakarsa sendiri.

4. Memberikan penghargaan kepada siswa, dan

(16)

5

Sedangkan Hurlock (Ambarjaya, 2008: 56) mengemukakan beberapa faktor pendorong yang dapat meningkatkan kreativitas yaitu waktu, kesempatan menyendiri, dorongan, sarana, lingkungan yang memacu kreativitas, hubungan antara anak dan orang tua yang tidak posesif, cara mendidik anak, dan kesempatan untuk memperoleh pengetahuan.

Dengan melihat masalah pembelajaran IPA , maka siswa tidak terbiasa

menggunakan daya nalarnya, tetapi justru terbiasa dengan cara menghafal, hanya terpaku pada buku sumber serta terasa ada jurang pemisah antara pembelajaran di kelas dengan lingkungan kehidupan sehari-hari siswa. Hal ini pula yang terjadi pada pembelajaran IPA dengan materi energi panas.

Untuk itu perlu diupayakan pembelajaran IPA yang menekankan budaya berpikir kreatif yang dirancang sedemikian rupa dengan mengaitkan bahan ajar dengan kondisi objektif lingkungan di sekitar tempat pembelajaran berlangsung.

Salah satu model pembelajaran yang dapat melibatkan siswa secara aktif dan kreatif adalah model pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning). Hal ini sesuai dengan pendapat Elain B.Johnson ( Rusman , 2011: 187)

mengatakan „pembelajaran kontekstual adalah sebuah sistem yang merangsang otak untuk menyusun pola-pola yang mewujudkan makna‟. Pembelajaran kontekstual adalah suatu sistem pembelajaran yang cocok dengan otak yang menghasilkan makna dengan konteks dari kehidupan sehari-hari siswa.

Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan mengetahuinya. Rusman (2011: 190) menjelaskan,

Pembelajaran kontekstual adalah suatu model pembelajaran yang memberikan fasilitas kegiatan belajar siswa untuk mencari, mengolah, dan menemukan pengalaman belajar yang bersifat konkret melalui keterlibatan aktivitas siswa dalam mencoba, melakukan, dan mengalami sendiri.

(17)

6

B.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dalam penelitian ini dirumuskan masalah sebagai berikut :

1. Apakah model pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa secara signifikan pada materi energi panas?

2. Apakah pembelajaran konvensional dapat meningkatkan kemampuan berpikir

kreatif siswa secara signifikan pada materi energi panas?

3. Apakah kemampuan berpikir kreatif siswa pada materi energi panas yang mengikuti pembelajaran dengan model kontekstual lebih baik secara signifikan daripada siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional?

C.Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui adanya pengaruh model kontekstual dalam meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa secara signifikan pada materi energi panas. 2. Untuk mengetahui adanya pengaruh pembelajaran konvensional dalam

meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa secara signifikan pada materi energi panas.

3. Untuk mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model kontekstual dan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional pada materi energi panas

D.Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak yang terkait dengan dunia pendidikan, khususnya bagi :

1. Siswa

a. Siswa dapat berperan secara penuh di dalam pembelajaran IPA

(18)

7

a. Membantu mengatasi permasalahan pembelajaran IPA yang mereka hadapi. b. Meningkatkan kreativitas dan kemampuan guru dalam melaksanakan

pembelajaran yang mampu melibatkan siswa dalam pembelajaran, sehingga pembelajaran yang diberikan lebih bermakna dan bermutu bagi siswa

3. Sekolah

Adapun kegunaan dari penelitian ini bagi sekolah adalah untuk

meningkatkan mutu pembelajaran. Penelitian ini diharapkan akan memberikan sumbangan dalam meningkatkan mutu dan efektivitasnya pembelajaran IPA di sekolah dasar dengan menggunakan model pembelajaran kontestual (contextual teaching and learning).

E.Batasan Istilah

Supaya tidak terjadi salah penafsiran terhadap judul penelitian, maka berikut ini diberikan penjelasan berkenaan dengan istilah-istilah yang digunakan: 1. Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning)

Pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning ) merupakan konsep belajar yang dapat membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyaraka. Nurhadi (Rusman, 2011: 189)

2. Pembelajaran konvensional

Pembelajaran konvensional yang dimaksud adalah pembelajaran yang biasa dilakukan di SD yang menjadi kelas kontrol, pembelajaran yang biasa

dilakukan secara umum menggunakan metode ceramah, siswa biasa mengerjakan LKS pada proses pembelajaran, media pembelajaran biasa digunakan, setiap

selesai pembelajaran dilaksanakan evaluasi. 3. Berpikir kreatif

(19)

8

terhadap suatu masalah, dimana penekanannya adalah kualitas, ketepatgunaan, keragaman jawaban. Munandar (1992 : 47)

4. Energi panas

Energi panas adalah energi yang dimiliki oleh benda yang panas. Panas adalah salah satu bentuk energi yang dapat berpindah karena perbedaan suhu, panas dapat berpindah dari benda bersuhu tinggi ke benda bersuhu rendah.

Perpindahan panas dapat terjadi di benda padat, cair atau gas. Panas dapat berpindah dengan cara radiasi, konduksi dan konveksi.

(20)

32 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A.Metode dan Desain Penelitian 1. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen murni. Menurut Sukmadinata (2012: 203), “Dalam eksperimen murni (true experimental) pengujian variabel bebas dan variabel terikat dilakukan terhadap sampel kelompok eksperimen dan kelompok kontrol”. Tujuannya adalah untuk mengetahui pengaruh atau hubungan sebab akibat dengan cara membandingkan hasil kelompok eksperimen yang diberikan perlakuan dengan kelompok kontrol yang tidak diberi perlakuan.

2. Desain Penelitian

Desain penelitian perlu diambil jauh sebelum eksperimen dilakukan agar data yang semestinya diperlukan dapat diperoleh dengan baik. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah Control group pre-test-post-test . Pola desain ini dapat dilihat pada Tabel 3.1

Tabel 3.1 Desain penelitian Control group pre-test-post-test .

E 01 X 02 K 03 X 04

(Arikunto , 2006: 86)

Keterangan :

E adalah kelompok eksperimen K adalah kelompok kontrol

O1 = nilai pretes (sebelum diberi perlakuan)

X = perlakuan ( treatment) dengan menggunakan model pembelajaran kontekstual pada kelas eksperimen dan pembelajaran konvensional pada kelas kontrol

O2 = nilai postes (setelah diberi perlakuan)

O3 = nilai pretes

(21)

33

Dalam hal ini dilihat perbedaan pencapaian antara kelompok eksperimen (02-01)

dengan pencapaian kelompok kontrol ( 04-03)

B.Subjek Penelitian

Dalam mendukung tercapainya tujuan penelitian yang penulis lakukan, peranan populasi dan sampel sangat diperlukan untuk memperoleh sumber data.

1. Populasi

Sugiyono (2010: 80) menjelaskan “ Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.”

Berdasarkan pengertian di atas, populasi (subjek) dalam penelitian ini adalah siswa kelas IV Gugus I (Cirayun) Kecamatan Jatinunggal, yang dapat dilihat pada Tabel 3.2

Tabel 3.2 Daftar Populasi Penelitian

No. Gugus I (Cirayun) Jumlah Siswa Kelas IV

1. SDN Salado 38

Sumber: UPTD TK/SD dan PNF Kecamatan Jatinunggal September 2012

2. Sampel

Sugiyono (2010: 81) mengemukakan, bahwa “ Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut.” Menurut Gay (Maulana, 2009: 28) „Menentukan ukuran sampel untuk penelitian eksperimen yakni minimum 30 subjek per kelompok‟.

(22)

34

TK/SD dan PNF Kecamatan Jatinunggal tersebut kemudian dikelompokkan berdasarkan nilai rata-rata Ujian Nasional (UN) IPA tingkat SD/MI Kecamatan Jatinunggal tahun ajaran 2011/2012. Kelompok tinggi (SDN Salado dan SDN Pajagan), kelompok sedang (SDN Kirisik dan SDN Jagatapa), sedangkan kelompok rendah( SDN Bunisari dan SDN Cirayun). Setelah dikelompokkan berdasarkan kelasnya, kemudian sampel diambil secara acak dengan cara diundi,

dan SD yang terpilih yaitu SD kelompok sedang.

SD kelompok sedang yaitu SDN Kirisik dan SDN Jagatapa. Kemudian dipilih kembali untuk menentukan kelas eksperimen dan kelas kontrol, maka terpilihlah SDN Kirisik sebagai kelas kontrol dan SDN Jagatapa sebagai kelas eksperimen.

Berdasarkan uraian di atas, maka dalam penelitian ini sampel penelitiannya adalah siswa kelas IV SDN Kirisik (30 Orang) sebagai kelas kontrol dan SDN Jagatapa (30 Orang) sebagai kelas eksperimen.

C. Prosedur penelitian

Langkah-langkah yang dilakukan dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu : 1. Tahap persiapan

Kegiatan yang dilakukan dalam tahap persiapan yaitu: a. Merumuskan permasalahan.

b. Meneliti literatur yang ada, dilakukan untuk memperoleh teori yang akurat mengenai permasalahan yang akan dikaji.

c. Mempelajari KTSP, untuk mengetahui kompetensi dasar yang hendak dilakukan dan menentukan materi energi panas.

d. Menyusun instrument penelitian.

e. Menguji instrument penelitian untuk mengetahui validitas, reliabilitas, daya

pembeda dan tingkat kesukaran instrumen.

f. Menganalisis hasil uji coba instrument penelitian jika terdapat kekurangan maka diperbaiki kembali.

(23)

35

h. Observasi awal dilakukan untuk mengetahui kondisi awal populasi dan sampel penelitian ( kelas yang akan diuji coba)

2. Tahap pelaksanaan

Kegiatan yang dilakukan pada tahap pelaksanaan yaitu.

a. Memberikan tes awal (pretest) untuk mengukur kemampuan siswa sebelum diberi perlakuan (treatment).

b. Memberikan perlakuan yaitu dengan cara menerapkan model pembelajaran kontekstual di kelas eksperimen dan pembelajaran konvensional di kelas kontrol dalam jangka waktu yang sudah ditentukan. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut.

1) Tahap Pelaksanaan di Kelas Kontrol

a) Guru membuka pembelajarana, mengkondisikan siswa, menyampaikan tujuan pembelajaran dan memberikan apersepsi.

b) Guru mengarahkan siswa pada materi ajar energi panas.

c) Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya mengenai hal-hal yang kurang dimengerti dari pembelajaran.

d) Siswa dibagi kedalam beberapa kelompok. e) Guru membagikan LKS beserta kelengkapannya.

f) Setelah pengerjaan LKS selesai, guru membahas LKS tersebut. g) Guru mengarahkan siswa untuk menyimpulkan materi pembelajaran h) Evaluasi

2) Tahap Pelaksanaan di Kelas Eksperimen

a) Guru membuka pembelajarana, mengkondisikan siswa, menyampaikan tujuan pembelajaran dan memberikan apersepsi.

b) Guru menjelaskan konsep energi panas beserta kaitannya dalam kehidupan sehari-hari.

c) Siswa dibagi kedalam beberapa kelompok. d) Guru membagikan LKS beserta kelengkapannya.

e) Guru membimbing diskusi kelompok dalam mengerjakan LKS.

(24)

36

g) Guru menjadi mediator dalam diskusi klasikal.

h) Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya tentang konsep yang belum dipahami.

i) Guru bersama-sama siswa menyimpulkan materi pembelajaran. j) Guru memberikan evaluasi.

c. Memberikan tes akhir ( posttest) untuk mengukur peningkatan kemampuan

berpikir kreatif siswa setelah diberi perlakuan. d. Melakukan observasi terhadap guru dan siswa. 3. Tahap akhir

Kegiatan yang dilakukan pada tahap akhir yaitu :

a. Mengolah data hasil pretes dan post test serta menganalisis instrument tes lainnya.

b. Membandingkan hasil analisis data instrumen tes sebelum diberi perlakuan dan setelah diberi perlakuan untuk melihat apakah terdapat peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa

c. Memberikan kesimpulan berdasarkan hasil yang diperoleh dari pengolahan data.

d. Memberikan saran terhadap aspek-aspek yang perlu diperbaiki kembali.

(25)

37

Gambar 3.1 Bagan alur penelitian

Tahap persiapan Tahap pelaksanaan Tahap akhir

Pembelajaran Kelas kontrol

Pretes

Mengolah data Pembelajaran

Kelas eksperimen

Observasi Postest

Analisis

Kesimpulan Merumuskan

masalah

Studi Literatur

Mengembangkan

Instrumen Penelitian

Validasi

Instrumen Mengembangkan

Perangkat Pembelajaran

(26)

38

D.Instrument Penelitian

Untuk pengumpulan dan pengolahan data tentang variabel-variabel yang diteliti, maka dalam penelitian ini digunakan instrumen sebagai berikut.

1. Tes

Tes yang terdiri dari pretes dan postes (test kemampuan berpikir kreatif). Arifin (2012: 226) menyatakan “Tes adalah suatu teknik pengukuran yang didalamnya terdapat berbagai pertanyaan, pernyataan, atau serangkaian tugas yang harus dikerjakan atau dijawab oleh responden”.

Pretes diberikan untuk mengukur kemampuan awal siswa. Sedangkan postes digunakan untuk mengukur peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa setelah diberikan treatment (pembelajaran dengan model pembelajaran kontekstual). Format soal dapat dilihat pada lampiran B.

Tabel 3.3 Kisi-kisi Soal Tes Kemampuan Berpikir Kreatif

Jenis kemampuan

gagasan mengenai suatu masalah terhadap situasi yang berbeda dari yang diberikan orang lain

2

Keterampilan berpikir orisinal

a. Memikirkan masalah atau hal-hal yang tidak pernah mendalam terhadap jawaban atau pemecahan masalah dengan melakukan langkah-untuk menjawab suatu keputusan

(27)

39

Soal yang akan digunakan sebagai alat pengumpul data terlebih dahulu diujicobakan kemudian dihitung validitas, reliabilitas, daya pembeda, dan tingkat kesukarannya untuk mengetahui apakah soal tersebut sudah termasuk kriteria soal yang baik atau belum. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut.

a. Validitas Instrumen

Menurut Sukardi (2005: 122) “Validitas suatu instrumen adalah derajat yang menunjukkan di mana suatu tes mengukur apa yang hendak diukur”. Untuk mengetahui validitas butir soal digunakan rumus Korelasi Product moment sebagai berikut :

r

XY = koefisien korelasi antara variable X dan Y

X= skor siswa pada butir yang diuji validitasnya Y= skor total yang diperoleh siswa

N= jumlah siswa

Interpretasi mengenai besarnya koefisien korelasi adalah sebagai berikut.

Tabel 3.4 Derajat Validitas Soal

Rentang Kriteria

0,81- 1,00 Validitas sangat tinggi (sangat baik) 0,61 - 0,80 Validitas tinggi (baik) 0,41 - 0,60 Validitas sedang (cukup) 0,21 - 0,40 Validitas sangat rendah (kurang)

0,00 - 0,20 Tidak Valid

(28)

40

Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh koefisien korelasi keseluruhan soal adalah rxy=0,77 yang artinya keseluruhan butir soal memiliki validitas tinggi.

Sementara itu, validitas instrumen tes masing-masing soal dapat dilihat dalam Tabel 3.5 berikut ini.

Tabel 3.5 Validitas Tiap Butir Soal

No soal Koefisien korelasi Interpretasi

1 0,17 tidak valid

2 0,44 sedang

3 0,32 rendah

4 0,37 rendah

5 0,64 tinggi

6 0,69 tinggi

7 0,73 tinggi

b. Reliabilitas

Suatu instrumen penelitian dikatakan mempunyai nilai reliabilitas yang tinggi, apabila tes yang dibuatnya mempunyai hasil yang konsisten dalam

mengukur yang hendak diukur. Untuk mencari koefisien reliabilitas digunakan formula cronbach alpha.

Keterangan:

��� : Koefisien reliabilitas n : Banyaknya subyek

Si2 : Simpangan baku soal nomor –i

S� 2 : Simpangan baku skor total (Suherman dan Sukjaya, 1990:194)

(29)

41

Tabel 3.6 Derajat Reliabilitas Soal

Rentang Kriteria

0,80 < r11≤ 1,00 Reliabilitas sangat tinggi 0,60 < r11≤ 0,80 Reliabilitas tinggi 0,40 < r11 ≤ 0,60 Reliabilitas sedang 0,20 < rxy ≤ 0,40 Reliabilitas rendah

rxy ≤ 0,20 Reliabilitas sangat rendah

Berdasarkan Tabel 3.6 hasil uji coba instrumen yang telah dilaksanakan diperoleh koefisien reliabilitas sebesar 0,5. Jadi, soal yang telah diujikan memiliki reliabilitas sedang (terlampir)

c. Uji t

Setelah melakukan uji validitas tiap butir soal, koefisian korelasi dari soal

yang memiliki kriteria rendah diuji melalui uji t. Uji t dilakukan untuk mengetahui koefisien korelasi itu berarti (ada korelasi yang nyata) atau tidak.

t =

2

1

2 (Sudjana, 2008: 146)

r = Koefisien korelasi n = Jumlah siswa H0 = Soal tidak valid H1 = Soal valid

H0 diterima jika t hitung �

H0 ditolak jika t hitung �

Tabel 3.7 Uji t

Soal Koefisien Korelasi t hitung t tabel Tafsiran

3 0,32 2,804 1,67 Valid

4 0,37 3,306 1,67 Valid

(30)

42

Adapun kriteria interpretasi untuk daya pembeda yang banyak digunakan adalah:

Tabel 3.8 Kriteria untuk Menafsirkan Daya Pembeda

Rentang Kriteria kemampuan berpikir kreatif yang dilakukan.

Tabel 3.9 Daya pembeda butir soal

No soal Daya pembeda Interpretasi

1 0,1 Kurang

(31)

43

TK =

� �

Dengan keterangan:

TK= Tingkat kesukaran soal

Indeks kesukaran sering diklasifikasikan sebagai berikut : Tabel 3.10 Tabel Kriteria Indeks Kesukaran Soal

Rentang Kriteria

0,00 - 0,30 Soal sukar

0,31 - 0,70 Soal sedang

0,71 – 1,00 Soal mudah

(Arifin, 2012:135)

Berikut ini merupakan data tingkat kesukaran hasil uji coba instrument tes kemampuan berpikir kreatif yang dilakukan

Tabel 3.11 Analisis Tingkat Kesukaran

No soal Nilai tingkat kesukaran Interpretasi

1 0,86 mudah

Setelah berkonsultasi dengan pihak ahli, dari tujuh soal yang diujikan terdapat satu soal yang tidak digunakan. Berikut rekapitulasinya dapat dilihat pada tabel 3.12

Tabel 3.12 Rekapitulasi Analisis Butir Soal

No Soal

Validitas Daya Pembeda Tingkat kesukaran

Keterangan Koefisien Interpretasi Nilai

(32)

44

2.Non Tes

Instrumen non tes yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu observasi

a. Observasi

Observasi digunakan untuk mengamati secara langsung proses pembelajaran . Arifin (2012:231) menjelaskan,

observasi merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan jalan pengamatan dan pencatatan secara sistematis, logis, objektif dan rasional mengenai berbagai fenomena , baik dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam situasi buatan untuk mencapai tujuan teretentu.

Observasi dilakukan untuk melihat kinerja guru dan aktivitas siswa selama proses pembelajaran dilaksanakan. Alat yang digunakan pada observasi ini adalah lembar observasi kinerja guru dan juga lembar observasi aktivitas siswa. Format observasi pada penelitian ini dapat dilihat pada lampiran B

E. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil penelitian terbagi ke dalam dua kelompok, yaitu data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif diperoleh dari hasil observasi . Adapun data kuantitatif diperoleh dari hasil pretes dan postes. Data yang diperoleh diidentifikasi terlebih dahulu kemudian dianalisis. Selanjutnya

sebagian data yang terkait dengan keperluan tertentu diolah dan dikualifikasikan seperlunya untuk menghasilkan suatu kesimpulan tertentu.

1.Teknik Analisis Data Kuantitatif

Data yang diperoleh dari hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan uji normalitas data, uji homogenitas, dan uji perbedaan rata-rata. Pengolahan data dilakukan dengan bantuan program Microsoft Excel dan SPSS versi 16.

Adapun langkah-langkah dalam pengolahan data yaitu sebagai berikut: 1. Melakukan uji normalitas, untuk mengetahui apakah data berdistribusi normal

atau tidak. Jika data berdistribusi normal maka dilanjutkan dengan uji homogenitas. Uji normalitas data dapat dicari dengan uji �2 atau dengan

(33)

45

a. Aktifkan program SPSS, masukkan data ke dalam SPSS data editor. Pada lembar Variable View, ketik “kelompok” di kolom Name no. 1, pada kolom Name no. 2 ketik nama data yang ingin diolah, misalnya ketik “pretes”.

Untuk mengolah data yang berupa angka, pada kolom Type, pilih Numeric. Untuk menentukan lebar data dapat dipilih pada kolom Width. Pada kolom Decimal, pilih sesuai yang dibutuhkan. Pada kolom Label, ketik nama yang

sama seperti pada kolom Name, contohnya “kelompok yang diteliti”. Pada kolom Values, ketik nama dan banyaknya kelas yang akan diolah datanya. Kolom Missing digunakan apabila ada yang hilang, untuk mengolah data pretes, kolom Missing dikosongkan saja (pilih None). Untuk menentukan lebar kolom pilih angkanya pada kolom Columns. Untuk menentukan alignment kolom, dapat dipilih pada kolom Align. Kolom Measure secara

otomatis menampilkan skala data yang diinginkan, misalnya jika pada kolom Type dipilih tipe data numeric, secara otomatis kolom Measure menampilkan skala datanya, yaitu scale.

b. Setelah memasukkan identitas pada lembar Variable View, langkah selanjutnya yaitu memasukkan data pada lembar Data View. Kemudian olah data tersebut sesuai dengan kebutuhan.

c. Menentukan tingkat keberartian α sebesar 0,05.

d. Menurut Uyanto (Azizah 2012: 48) bahwa, Dalam pengujian hipotesis, kriteria untuk menolak atau tidak menolak H0 berdasarkan P-value adalah

sebagai berikut.

1) Jika P-value < �, maka H0 ditolak.

2) Jika P-value ≥ �, maka H0 tidak dapat ditolak.

2. Melakukan uji homogenitas, untuk mengetahui apakah varian sampel yang diperoleh homogen atau tidak. Untuk menentukan homogenitas suatu sampel dapat dicari dengan uji Levene dengan bantuan SPSS (lihat butir 1).

(34)

46

Uji t dilakukan jika syarat normalitas dan homogenitas telah terpenuhi, untuk

menguji H0 dan H1 gunakan uji dua arah dengan kriteria uji:

Terima H0 untuk − 11 2�

< ℎ� <

1−1

2�

Jika datanya tidak berdistribusi normal, maka langkah berikutnya adalah melakukan uji U sebagai alternatif dari uji-t dua sampel independen dengan bantuan program SPSS (lihat butir 1).

a. Menghitung N-Gain, untuk mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa. Meltzer (Fauzan, 2012: 81) sebagai berikut.

� �

=

Kriteria tingkat N-Gain menurut Hake (Fauzan, 2012: 82) adalah g ≥ 0,7 Tinggi

0,3 ≤ g < 0,7 Sedang g< 0,3 Rendah

2. Teknik Analisis Data Kualitatif a. Observasi aktivitas Siswa

(35)

74 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Pembelajaran dengan model kontekstual dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa kelas IV SD pada materi energi. Dari hasil perhitungan perbedaan rata-rata data pretes dan data postes kelas eksperimen dengan menggunakan uji-t dan menggunakan � = 5% two tailed didapatkan nilai P-value (Sig.2-tailed) = 0,000, karena yang diuji satu arah, sehingga 0,000 dibagi

dua hasilnya 0,000. Hasil yang diperoleh P-value < � maka H0 ditolak atau H1

diterima. Jadi dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan model kontekstual dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa kelas IV SD pada materi energi panas secara signifikan.

2. Pembelajaran konvensional tidak dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa kelas IV SD pada materi energi panas. Hasil perhitungan perbedaan rata-rata data pretes dan data postes kelas kontrol dengan menggunakan uji-t dan menggunakan � = 5% two tailed didapatkan nilai

P-value (Sig.2-tailed) = 0,322, karena yang diuji satu arah, sehingga 0,322 dibagi

dua hasilnya 0,161. Hasil yang diperoleh P-value >� maka H0 diterima atau H1 ditolak. Jadi dapat disimpulkan bahwa pembelajaran konvensional tidak signifikan dalam meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa kelas IV SD pada materi energi panas.

3. Pembelajaran dengan model kontekstual lebih baik signifikan daripada pembelajaran konvensional untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa kelas IV SD pada materi energi panas. Dari hasil perhitungan perbedaan rata-rata N-gain kelas eksperimen dan kontrol didapatkan P- value (Sig.2-tailed) 0,000. Karena P-value (Sig.2-(Sig.2-tailed) nilainya lebih kecil dari�, maka

(36)

75

adalah 0,5, sedangkan untuk kelompok kontrol rata-rata nilainya 0,1. Ini berarti pembelajaran dengan model kontekstual lebih baik signifikan daripada pembelajaran konvensional untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa.

B.Saran 1. Bagi peneliti

a. Temuan ini hendaknya dijadikan bahan pertimbangan untuk kedepannya agar bisa dilakukan pengembangan terhadap model kontekstual dalam pembelajaran IPA.

b. Bagi peneliti lain, diharapkan dapat menjadi bandingan sekaligus landasan penelitian lanjutan yang berhubungan dengan pengembangan kreatifitas. c. Untuk penelitian selanjutnya agar dapat memunculkan faktor-faktor lain

yang dapat mempengaruhi kemampuan berpikir kreatif siswa. 2. Bagi guru

a. Hendaknya menggunakan model pembelajaran kontekstual sebagai alternatif strategi pembelajaran yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran, karena penggunaan model kontekstual cukup efektif dalam meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa.

b. Diharapkan guru dapat lebih berinovasi dalam menciptakan suasana pembelajaran di dalam kelas agar kemampuan siswa dapat berkembang. 3. Bagi Siswa

a. Melalui penerapan model kontekstual siswa diharapkan harus lebih aktif dalam mendapat kesempatan untuk mengembangkan pengalaman, pemahaman, wawasan dan potensi lainnya tanpa terpaku pada guru.

b. Kepada siswa agar lebih bersungguh-sungguh dalam mengikuti pembelajaran di sekolah, karena manfaat dari pembelajaran itu sangat

positif. 4. Bagi Sekolah

(37)

76

DAFTAR PUSTAKA

Ambarjaya, Beni. (2008). Model-model Pembelajaran Kreatif. Bandung: Tinta Emas.

Arifin, Z. (2012). Evaluasi Pembelajaran Prinsip, Teknik, Prosedur. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Azizah, S. (2012). Pengaruh Metode Horisontal (METRIS) terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas III pada Materi Perkalian (Penelitian Kuasi Eksperimen di Kelas III SD Negeri 3 Arjawinangun Desa Arjawinangun Kecamatan Arjawinangun Kabupaten Cirebon). Skripsi PGSD UPI Kampus Sumedang. Tidak dipublikasikan.

BSNP. (2006). Panduan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) SD/MI. Jakarta: BP Dharma Bakti.

Budiningsih, Asri. (2012). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Bundu, Patta. (2006). Penilaian Keterampilan Proses dan Sikap Ilmiah. Jakarta: Depdiknas.

Fauzan. (2012). Pengaruh Kombinasi Media Pembelajaran Berbasis Komputer Dan Permainan Berbasis Alam Dalam Meningkatkan Pemahaman Siswa Sekolah Dasar Terhadap Materi Kesebangunan. Skripsi PGSD UPI Kampus Sumedang. Tidak dipublikasikan.

Hassoubah, Zaleha Izhab. 2007. Mengasah Pikiran Kreatif dan Kritis. Bandung: Nuansa.

Maulana. (2009). Memahami Hakikat, Variabel, dan Instrumen Penelitian Pendidikan dengan Benar. Bandung: Leran2Live’n Live2Learn.

Melinda. (2011). Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Kelas IX pada Konsep Bioteknologi dengan Pendekatan CTL dan STM. Skripsi UPI Kampus Bumi Siliwangi.[Online].

Tersedia:http://repository.upi.edu/skripsiview.php?no_skripsi=3412 [28 Maret 2013]

(38)

77

Munandar, Utami. (1999). Kreativitas dan Keberbakatan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Priyatno, Duwi. (2011). Buku Pintar Statistika Komputer. Yogyakarta: Mediakom.

Rijal, Samsul. (2011). Implementasi Model Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching And Learning) Untuk Meningkatkan Pemahaman Perpindahan Energi Panas Di Kelas IV SDN Kalapadua III Kecamatan Lemahsugih Kabupaten Majalengka. Skripsi PGSD UPI Kampus Sumedang. Tidak dipublikasikan.

Rusman. (2011). Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Sagala, Syaiful. (2003). Konsep dan Makna Pembelajaran . Bandung : Alfabeta.

Samatowa, Usman. (2006). Bagaimana Membelajarkan IPA di SD. Jakarta: Depdiknas.

Sanjaya, Wina. (2006). Pembelajaran Dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Prenada.

Sanjaya, Wina. (2006). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Bandung: Kencana Prenada Media Group.

Subeki, Ahmad. (2010). Materi Energi Panas. [Online].

Tersedia:http://belajar.kemdiknas.go.id/2010/10/11/Materi Energi Panas [20 Maret 2013]

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. (2011). Statistika Untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta.

Suherman, dan Sukjaya. (1990). Petunjuk Praktis Untuk Melaksanakan Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung: Wijayakusumah.

Sukardi. (2005). Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara.

Supriadi, D. (2001). Kretivitas, kebudayaan dan Perkembangan IPTEK. Bandung: Alfabeta.

Gambar

Tabel Halaman
Gambar
Tabel 3.2 Daftar Populasi Penelitian
Gambar 3.1  Bagan alur penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

What makes a champion? What does it take to be the best in the world at your sport? Rafael Nadal has the answers. In his memoir, written with award-winning journalist John Carlin,

Dalam penelitian Nurhayati (2007) mengatakan bahwa mekanisme toleransi tanaman terhadap cekamam kekeringan berbeda-beda tergantung kemampuan genetiknya, kekurangan defisit

Wordpress.com (dalam Putra 2013: 136) langkah-langkah kegiatan eksperimen 1) Persiapan eksperimen (guru menetapkan tujuan eksperimen, menyiapkan alat dan bahan yang

Dari beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa informasi merupakan hasil dari pengolahan data dalam suatu sistem, yang bermanfaat bagi penerimanya, sehingga dapat

Peternak tidak memberikan konsentrat, karena sulit diperoleh di daerah setempat, padahal berdasarkan Duldjaman (2004) penambahan konsentrat, seperti am- pas tahu, di dalam

5 Menentukan komposisi dan nilai gizi produk hasil perikanan 6 Melakukan pengemasan pada produk hasil perikanan 7 Mengolah produk perikanan dengan fermentasi 8 Menangani

Struktur modal adalah perbandingan hutang dan modal sendiri dalam struktur finansial perusahaan. Salah satu fundamental yang mempengaruhi aktivitas suatu perusahaan

Begitu juga dengan kebiasaan Ibunya di malam hari yang selalu duduk dan merenung di bawah pohon depan rumahnya sambil memohon kepada “Mbah Ibu Bumi Bapa Kuasa” yang diyakini