• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gijougo dalam Manga Great Teacher Onizuka Karya Toru Fujisawa.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gijougo dalam Manga Great Teacher Onizuka Karya Toru Fujisawa."

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

I KADEK AMERTA CANDRA ERDIKA 1301705020

PROGRAM STUDI SASTRA JEPANG

FAKULTAS SASTRA DAN BUDAYA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

(2)

2

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL : JANUARI 2016

Pembimbing I Pembimbing II

Ni Putu Luhur Wedayanti,S.S.,M.Hum I Made Budiana, S.S. NIP. 19831130 200801 2 009 NIP. 19771205 200501 1 001

Mengetahui

Ketua Program Studi Sastra Jepang Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana

(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa Tuhan Yang Esa karena berkat rahmat dan izin Beliaulah skripsi dengan judul ‘Gijougo

dalam Manga Great Teacher Onizuka’ ini dapat diselesaikan. Skripsi ini merupakan salah satu persyaratan untuk menyelesaikan studi di Program Studi Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis tentunya banyak mendapat moril dan materil dari banyak pihak. Oleh karena itu melalui kesempatan yang berbahagia ini dengan tulus penulis ucapkan terimakasih kepada Ibu Ni Putu Luhur Wedayanti,S.S.,M.Hum. selaku pembimbing pertama yang telah banayak memberikan arahan, bimbingan dan semangat dalam penyusunan. Terimakasih sebesar-besarnya juga saya ucapkan kepada I Made Budiana, S.S. selaku pembimbing dua yang banyak memberikan saran dan masukan untuk kesempurnaan skripsi ini.

(4)

4

Beasiswa Karya Salemba Empat yang telah memberikan dukungan secara material selama perkuliahan.

Ucapan terimakasih juga tentunya penulis haturkan kepada seluruh orang orang hebat yang telah mengiringi penulis selama perkuliahan dan penyusunan skripsi, kedua orang tua tercinta Bapak I Ketut Darmadi dan Ibu Driana Rika Rona yang telah memberikan cinta, kasih sayang dan dukungannya, kakak Pudja Erdika sekeluarga, Nandika Devi dan Ayu Utami tersayang, kawan-kawan seperjuangan di Organisasi BPM-FIB, Senat Mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya, HMJ Sastra Jepang, D3 Bahasa Jepang, Paguyuban Anindyaguna Karya Salemba Empat Udayana, dan ITTO NOVA Language Course Sanur, kawan-kawan sesama komunitas pecinta olahraga Jatiluwih FC, Laskar Dewata FC, BIGREDS Bali, Sanggulan Hills, Sastra FC, DALAS Basketball dan Pelangi Tabanan Basketball. Terimakasih atas semua tawa, canda, suka, duka, semangat dan ilmu yang kalian berikan baik secara langsung maupun tidak langsung.

Akhir kata, tidak ada gading yang tidak retak. Penulisan skripsi ini pasti masih terdapat beberapa kesalahan. Untuk itu penulis memohon masukan dan kritikan yang membangun dari pembaca sekalian. Semoga skripsi ini akan berguna bagi orang banyak yang membacanya. Terimakasih.

Denpasar, 14 Januari 2016

(5)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul Gijougo pada manga Great Teacher Onizuka karya Toru Fujisawa. Fokus dalam penelitian ini adalah penggunaan dan makna yang terkandung dalam gijougo (onomatope untuk mengungkapkan perasaan) yang terdapat pada manga Great Teacher Onizuka.

Teori yang digunakan untuk memecahkan permasalahan dalam penelitian ini adalah teori Morfologi pembentukan kata oleh Tsujimura (1996), Teori Sintaksis mengenai kategori sintaksis menurut Abdul Chaer (2007), dan Teori Makna menurut Pateda (2001).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa, dari jumlah keseluruhan 26 data terdapat 18 jenis onomatope yang termasuk ke dalam jenis gijougo pada manga Great Teacher Onizuka. Gijougo dalam manga Great Teacher Onizuka paling banyak digunakan sebagai kata kerja dalam kalimat dengan adanya penambahan verba suru, sehingga gijougo yang merupakan adverbia berubah menjadi verba. Hasil penelitian lain menunjukkan bahwa tidak semua proses gramatikal mengubah makna yang ditimbulkan. Akan tetapi beberapa gijougo juga mengalami pergeseran makna.

(6)

6

要旨

論文 タイト 藤沢 ートテ チャー い

う漫画 あ 擬情語 こ 研究 焦点 擬情語 利用 意味 あ

こ 研究 使用さ 理論 Tsujimura 形態 理論 Chaer 統

語論 テ ー 理論 , Pateda 意味 理論を利用さ

こ 研究 結 次 う 述 26 個集 ータ 中

18 類 擬情語 ノマトペ あ ートテ チャー 中 あ

擬情語 い い動詞 し 利用さ す あ 副詞 含ま

い 擬情語 動詞 変わ こ 多い

文法的 プ ス 必 し ノマトペ 意味 変わ い 擬

情語 動詞文句 副詞 っ い 時 意味 変わっ そ 擬情語

意味 文脈 っ 変わ こ あ

(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………. i

LEMBAR PENGESAHAN ……… ii

KATA PENGANTAR ……… iii

ABSTRAK ……… v

要旨……… vi

DAFTAR ISI ………. vii

DAFTAR TABEL ……… x

DAFTAR SINGKATAN ………. xi

BAB I PENDAHULUAN ……….. 1

1.1 Latar Belakang ……… 1

1.2 Rumusan Masalah ……….. 3

1.3 Tujuan Penelitian ……… 3

1.3.1 Tujuan Umum ………... 4

1.3.2 Tujuan Khusus ………. 4

1.4 Manfaat Penelitian ………. 4

1.4.1 Manfaat Teoretis ……….... 4

1.4.2 Manfaat Praktis ……….. 4

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ………. 5

1.6 Sumber data ……… 5

1.7 Metode Penelitian ………. 5

1.7.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ……… 6

(8)

8

1.7.3 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data ……... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI 2.1 KajianPustaka ………... 9

2.3.3.3 Makna Kontekstual ……….. 21

BAB III ANALISIS PENGGUNAAN GIJOUGO ……..……… 26

3.1 Penggunaan Gijougo bentuk Akhiran ~っ(tt) ……… 26

3.2 Penggunaan Gijougo bentuk ~っ~ ………..………….. 29

3.3 Penggunaan Gijougo bentuk Reduplikasi ………. 30

BAB IV ANALISIS MAKNA GIJOUGO ………. 49

4.1 Makna Gijougo bentuk Akhiran ~っ(tt) ………. 49

4.2 Makna Gijougo bentuk ~っ~ ………..… 51

4.3 Makna Gijougo bentuk Reduplikasi ……….…… 54

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ……… 73

(9)

5.2 Saran ………... 76

(10)

10

DAFTAR TABEL

(11)

DAFTAR SINGKATAN

Ak : Akusatif

GEN : Genetif

KOP : Kopula

K.Ket : Kata Keterangan

LOK : Lokasi

LAM : Lampau

NM.ORG : Nama Orang

NOM : Nominatif

P.KOM : Pemarkah Komplemen

POT : Potensial

SDNG : Sedang

SHU : Shuujoshi (partikel yang digunakan di akhir kalimat)

(12)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Onomatope secara tidak sadar sangat sering digunakan dalam percakapan sehari-hari masyarakat. Dalam bahasa Indonesia contoh onomatope misalnya suara ayam, suara anjing, suara menangis, suara ketawa dan tiruan bunyi lainnya. Jika dilihat dalam berbagai sumber berbahasa Indonesia arti onomatope tidak terlalu luas, yaitu bahasa yang lambangnya berasal dari bunyi benda yang diwakilinya (Chaer, 2012 : 46).

Berbagai bahasa di dunia memiliki onomatope dalam sistem bahasanya. Bahasa Jepang merupakan salah satu bahasa yang di dalamnya banyak sekali terdapat onomatope dan secara intensif digunakan dalam komunikasi sehari-hari. Menurut Kobayashi dalam Roseta (2008:15-17), Onomatope terbentuk dari simbol bahasa yang mempunyai latar belakang perasaan hati, indera, kebiasaan dan angan serta simbol bahasa yang tidak memiliki latar belakang namun dikenal dengan tanda. Dalam bahasa Jepang, secara umum onomatope dibagi menjadi dua

yaitu giseigo dan gitaigo. Misalnya ワンワン(wanwan) adalah salah satu jenis

giseigo yang melambangkan bunyi, ada juga ラ ラ(yurayura : sesuatu yang

(13)

Dari penjelasan Iguchi dapat diungkap bahwa Onomatope bahasa Jepang tidak hanya digunakan untuk mendefinisikan tiruan bunyi ataupun keadaan benda mati saja, namun juga digunakan untuk mengungkapkan perasaan dan keadaan psikologis manusia. Secara lebih khusus lagi onomatope yang digunakan untuk mendefinisikan perasaan atau keadaan psikologis manusia disebut gijougo.

Sampai saat ini penelitian mengenai giseigo dan giongo telah banyak dilakukan oleh pembelajar bahasa Jepang, namun jarang yang secara mengkhusus meneliti

gijougo sedangkan onomatope jenis ini sangat banyak muncul dalam bahasa lisan, maupun yang terdapat dalam sebuah karya sastra.

(14)

3

Onomatope bahasa Jepang yang sangat beragam jenisnya seringkali membuat pembelajar bahasa Jepang bingung. Terutama pembelajar yang berlatar belakang penutur bahasa Indonesia yang tidak memiliki kultur menggunakan onomatope secara aktif dalam percakapan sehari-hari. Masalah yang sering ditemukan misalnya bagaimana penggunaan serta makna yang terkandung dari suatu onomatope. Memahami secara mendalam penggunaan dan makna suatu onomatope akan memudahkan para pembelajar untuk memahami bagaimana menggunakan tiruan bunyi secara tepat dalam bahasa lisan maupun tulisan. 1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah pokok yang dibahas dalam penelitian yang berhubungan dengan onomatope dalam bahasa Jepang adalah :

1. Bagaimanakah penggunaan gijougo yang terdapat pada manga Great Teacher Onizuka karya Toru Fujisawa?

2. Bagaimanakah makna yang terkandung dalam gijougo pada manga Great Teacher Onizuka karya Toru Fujisawa?

1.3 Tujuan Penelitian

Dalam sebuah penelitian pastinya ada tujuan yang ingin dicapai. Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini dibagi menjadi tujuan umum dan tujuan khusus.

1.3.1 Tujuan Umum

(15)

1.3.2 Tujuan Khusus

Selain memiliki tujuan umum, penelitian ini juga memiliki tujuan khusus. Adapun tujuan khususnya antara lain :

1. Memahami penggunaan gijougo yang terdapat pada manga Great Teacher Onizuka karya Toru Fujisawa

2. Memahami makna yang terkandung dalam gijougo pada manga Great Teacher Onizuka karya Toru Fujisawa?

1.4 Manfaat Penelitian

Sebuah penelitian tidak akan lengkap tanpa adanya manfaat. Adapun manfaat dalam penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu manfaat praktis dan manfaat teoretis.

1.4.1 Manfaat Teoretis

Secara teoretis penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan bahasa Jepang, khususnya mengenai onomatope. Pengetahuan itu antara lain mengenai penggunaan dan makna onomatope sehingga dapat mempermudah pembaca dan pembelajar dalam memahami penggunaan onomatope bahasa Jepang secara benar.

1.4.2 Manfaat Praktis

(16)

5

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian digunakan untuk membatasi agar penelitian menjadi lebih terarah dan tidak keluar dari konteks analisis. Oleh karena itu, penggunaan dan makna onomatope jenis gijougo akan menjadi titik fokus dalam penelitian ini. Dalam penelitian kali ini, penggunaan yang dimaksud adalah penggunaan yang dilihat dari sudut pandang pembentukan dan perubahan kategori sintaksis gijougo dalam suatu kalimat serta analisis makna dari sudut pandang makna kontekstual, makna gramatikal, dan makna kontekstual.

1.6 Sumber Data

(17)

1.7 Metode dan Teknik Penelitian

Untuk membahas masalah yang diajukan dalam skripsi ini diperlukan data bahasa yang memiliki relevansi dan data itu dikumpulkan, dianalisis dan disajikan melalui penelitian terhadap objek sasaran. Tiga tahap metode penelitian akan ditempuh dalam penelitian kali ini yaitu metode dan teknik pengumpulan data, metode dan teknik analisis data, serta metode dan teknik penyajian hasil analisis data.

1.7.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan proses persiapan dan mengumpulkan data (Mahsun, 2005). Pengumpulan data dilakukan untuk mendapat informasi yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan dalam penelitian. Metode yang diterapkan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah metode simak. Mahsun mengungkapkan metode simak adalah cara pengumpulan data dengan menyimak penggunaan bahasa. Menyimak tidak hanya berkaitan dengan penggunaan bahasa lisan, namun juga dalam bahasa tertulis. Metode ini memiliki teknik dasar yang berwujud teknik sadap. Teknik sadap juga mencakup bahasa tertulis, misalnya naskah-naskah kuno, teks narasi, bahasa-bahasa pada media massa dan lain-lain.

(18)

7

tokoh. Selanjutnya mencatat onomatope yang ditemukan sehingga pada akhirnya data dapat terkumpul.

1.7.2 Metode dan Teknik Analisis Data

Metode analisis data adalah upaya seorang peneliti menangani langsung masalah yang terkandung pada data. Analisis diawali dengan mengamati yang segera diikuti dengan “membedah” atau mengurai masalah dengan cara khas

tertentu (Sudaryato, 1993:6).

Metode analisis yang digunakan untuk mengurai dua rumusan masalah yang diangkat adalah metode agih. Metode agih adalah metode analisis yang unsur penentunya ada di dalam dan merupakan bagian dari bahasa itu sendiri (Sudaryanto, 1993:15). Teknik dasar yang digunakan adalah teknik bagi unsur langsung. Dengan teknik ini, dapat diketahui bagian atau unsur yang menjadi penentu onomatope didalam data yang telah diklasifikasikan. Dengan metode agih, kalimat yang mengandung onomatope dipisahkan kemudian dianalisis dengan teknik bagi unsur langsung. Kemudian unsur penentunya yaitu onomatope, dianalisis penggunaannya lalu dilanjutkan dengan menganalisis makna dari onomatope tersebut.

1.7.3 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data

(19)
(20)

9 BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI

2.1 Kajian Pustaka

Berdasarkan data-data yang dikumpulkan baik berupa skirpsi, jurnal maupun hasil penelitian lainnya, ditemukan beberapa penelitian yang relevan yang dapat digunakan sebagai acuan dan pembanding untuk penelitian ini. Adapun penelitian yang dimaksud antara lain sebagai berikut :

Dewi (2012) dalam skripsinya yang berjudul “Analisis Bentuk, Jenis, Fungsi Gramatikal dan Makna Onomatope dalam Novel Kitchin Karya Banana Yoshimoto” memiliki objek yang sama dengan penelitian kali ini yaitu onomatope,

sehingga sangat relevan untuk dijadikan referensi. Dewi meneliti tentang bentuk, jenis, fungsi gramatikal dan makna onomatope yang terdapat dalam novel Kitchin

(21)

Dzkirullah (2012) dalam skripsinya “Analisis Giongo dalam Anime

Kaichou wa Meido-Sama!” meneliti mengenai makna, karakteristik, dan

penggunaan giongo. Karakteristik dan penggunaan di sini maksudnya adalah jenis, pengklasifikasian serta fungsi dari giongo yang ditemukan. Dzkirullah menggunakan menggunakan teori fungsi gramatikal dari Hiroko (2003), teori makna dari Aminnudin (2008) untuk memecahkan masalah yang diangkat. Dari hasil penelitian yang dilakukan Dzkirullah mendapati dari 25 giongo (tiruan bunyi benda) yang ditemukan, terdapat 17 giongo yang tujuh di antaranya termasuk juga ke dalam kategori gitaigo (tiruan bunyi dan suara yang menyatakan keadaan) dan delapan giseigo (tiruan suara makhluk hidup) yang 4 di antaranya termasuk juga ke dalam kategori gitaigo. Giongo yang ditemukan juga mempunyai karakteristik dan penggunaan yang berbeda.

Penelitian Dzkirullah memiliki beberapa persamaan dan perbedaan dengan penelitian ini, antara lain sama-sama meneliti onomatope dalam sebuah manga dan menganalisis penggunaan serta maknanya, perbedaannya terletak pada jenis onomatope dan juga sudut pandang analisis penggunaan, karena penelitian ini meneliti gijougo dan penggunaan dari sudut pandang pembentukan dan kategori.

Maula (2010) dalam skripsinya yang berjudul “ Analisis Makna Gitaigo

dalam cerita Boku no Ojisan” meneliti mengenai makna dan fungsi gitaigo. Dalam penelitiannya Maula menganalisis makna yang pemaknaanya dipengaruhi oleh situasi atau keadaan. Peneliti menggunakan teori semantik menurut Dedi Sutedi (2003) untuk memecahakan rumusan masalah yang diangkat. Karena gijougo

(22)

11

dilakukan Maula memiliki relevansi untuk dijadikan sumber referensi untuk melakukan analisis dalam penelitian ini.

2.2 Konsep

Konsep adalah seluruh istilah yang menjadi kata kunci yang digunakan dalam suatu karya ilmiah. Konsep akan memberikan kesepahaman dan pengertian mendalam yang sangat berguna bagi para pembaca. Adapun konsep yang akan dijabarkan adalah sebagai berikut.

2.2.1 Onomatope

Onomatope bahasa Jepang dapat didefinisikan secara luas. Hal itu dapat dilihat dari pendapat yang terdapat pada buku Onomatope : Keitai to Imi (Ikuhiro dan Lawrence, 1998:10) ( gishigishi, quack nado). Shikashinagara kono jutsugo wa, koe wo fukumu oto wo arawasu go ni taishite dakedenaku,dousa no youtai (kunekune, zigzag) ya, nikuiteki (pocchari, plump) aruiwa seishinteki (mosat, sluggish) na joutai wo byousha suru go ni taishitemo, mochiiru ga, koe ya oto wo arawasu go to, youtai ya joutai wo arawasu go wo toku ni kubetsu suru hitsuyou ga aru baai ni wa, zensha wo gion onomatope kousha wo gitai onomatope to yobu koto ni suru.

(23)

‘meliak-liuk’), kondisi fisik jasmani (misalnya, pocchari ‘montok’) dan

kondisi mental (misalnya, mosat‘lesu, tidak segar’). Jika diklasifikasikan, kata-kata yang mengungkapkan bunyi atau suara disebut dengan gion

onomatope sedangkan kata yang mengungkapkan keadaaan atau kondisi disebut gitaionomatope’

Dari penjelasan di atas, dapat ditangkap bahwa onomatope dalam bahasa Jepang tidak hanya digunakan untuk menggambarkan tiruan suara namun juga menjelaskan kondisi perbuatan, gerakan, bahkan perasaan manusia. Menurut para ahli bahasa Jepang, Onomatope dibagi menjadi dua bagian besar yang pertama

adalah giongo (擬音語) atau yang sering disebut onomatope yang merupakan tiruan

bunyi. Onomatope yang kedua adalah gitaigo (擬態語) yang biasa disebut mimesis

yang lebih mengarah pada tampilan luar atau psikologis dibanding suara (Hiroko, 1993:20). Dari dua bagian besar tersebut, onomatope bahasa Jepang dapat dibagi lagi menjadi lima jenis yang lebih kecil, namun tidak menutup kemungkinan satu onomatope masuk ke dalam lebih dari satu jenis onomatope. Adapun lima klasifikasi jenis onomatope tersebut yaitu :

1. Giseigo (kata-kata yang menunjukkan suara makhluk hidup)

Contoh : kusukusu (suara samar-samar tidak jelas saat orang mengobrol, tertawa dengan kurang jelas), wanwan (suara anjing), moomoo (suara sapi),

2.Giongo (kata-kata yang menunjukkan bunyi dari benda)

Contoh : dondon (suara mengetuk pintu), doon (suara ledakan), suusuu (suara udara yang melewati celah kecil secara berkelanjutan), saa (suara mesin)

3. Gitaigo (menunjukkan keadaan benda mati)

(24)

13

benda yang rapi, bisa juga menggambarkan keadaan yang pas, presisi dan akurat) 4. Giyougo (keadaan makhluk hidup juga pergerakan)

Contoh : pinpin (keadaan sehat dan bugar), pocchari (montok), gussuri ( tidur dengan begitu lelapnya), sutakora (keadaaan kacau balau, puntang panting)

5. Gijougo (kata-kata yang digunakan untuk menggambarkan perasaan manusia) Contoh : wakuwaku (perasaan menanti sesuatu yang menyenngkan), mojimoji

(tidak bisa membuat keputusan karena malu), moyamoya (mengkhawatirkan tentang apa yang akan dilakukan).

Selain jenisnya, onomatope juga dapat diklasifikasikan menurut bentuknya. Menurut Toshiko dan Hoshino (1995:vi), bentuk onomatope ada yang berupa

Ferdinand de Saussure dalam Chaer (2012:287) mengungkapkan bahwa makna adalah pengertian atau konsep yang dimiliki atau terdapat pada sebuah tanda linguistik. Dalam kajian linguistik, ilmu yang mempelajari tentang makna dikenal

dengan istilah semantik, atau yang dalam bahasa Jepang disebut 意味論 (imiron)

(25)

mengerti. Makna suatu kata yang sebenarnya, sesuai dengan hasil observasi panca indra dan biasanya terdapat dalam suatu kamus bahasa disebut sebagai makna leksikal. Namun dalam ilmu linguistik, makna tidak dapat didefinisikan secara leksikal saja, faktor eksternal juga mempunyai pengaruh besar terhadap makna dari suatu kata ketika ditulis maupun diucapkan, dalam bidang linguistik istilah makna kata yang berada dalam satu konteks tersebut dinamai makna kontekstual. (Chaer, 2012:289)

2.3 Kerangka Teori

Dalam penelitian ini untuk menganalisis penggunaan dan makna digunakan tiga buah teori yang secara garis besar adalah teori morfologi, sintaksis dan semantik. Secara lebih khusus, untuk menjawab rumusan masalah pertama mengenai penggunaan onomatope menggunakan teori morfologi dari Natsuko Tsujimura (1996), lalu untuk menganalisis kategori menggunakan teori kategori sintaksis Abdul Chaer (2012) dan untuk mengkaji lebih dalam mengenai rumusan masalah kedua yaitu makna, penelitian ini menggunakan teori semantik menurut Mansoer Pateda (2001). Penjelasan lebih lanjut mengenai ketiga teori tersebut akan dijabarkan sebagai berikut :

2.3.1 Sintaksis

(26)

15

Istilah sintaksis dalam bahasa Jepang disebut tougoron 統語論) atau

sintakusu シンタ ス yaitu cabang linguistik yang mengkaji tentang struktur

dan unsur-unsur pembentuk kalimat. Bidang garapan sintaksis adalah kalimat yang mencakup jenis dan fungsinya, unsur-unsur pembentuknya, serta struktur dan maknanya. Dengan demikian garapan sintaksis mencakup struktur frase, struktur klausa, dan struktur kalimat, ditambah dengan berbagai unsur lainnya (Nitta dalam Sutedi, 2010:63). Unsur kalimat dalam bahasa Jepang secara garis besarnya terdiri

dari subjek (shugo/主語), predikat (jutsugo/述語), objek (taishougo/対象語),

keterangan (joukyougo/状況語), modifikator (shuushokugo/修飾語) dan konjungsi

(setsuzokugo/接 続 語). Unsur subjek dan objek biasanya diisi dengan nomina

termasuk nomina jadian, sedangkan unsur predikat diisi dengan verba, adjektiva, nomina ditambah dengan kopula. Unsur keterangan mencakup keterangan tempat, waktu, alat, penyerta, dan lainnya. Unsur modifikator digunakan untuk memperluas atau menerangkan subjek, objek, penyerta atau yang lainnya dengan menggunakan verba, adjektiva, nomina, atau yang lainnya (Sutedi, 2010:73).

Dalam sintaksis yang biasa dibicarakan adalah (1) struktur sintaksis, mencakup masalah fungsi, kategori, dan peran sintaksis serta alat-alat yang digunakan dalam membangun struktur itu (2) satuan-satuan sintaksis yang berupa kata, frase, klausa, kalimat dan wacana. (3) hal-lain yang berkenaan dengan sintaksis seperti masalah modus, aspek, dan sebagainya.

(27)

Konjungsi (Konj), dan pronominal (Pron). Dalam hal ini nomina, verba, dan adjektifa merupakan kategori utama, sedangkan yang lain merupakan kategori tambahan (Chaer, 2009:27).

Dilihat dari pendapat Hiroko (1993:29), onomatope sebagai adverbial dapat dilekatkan dengan beberapa satuan sintaksis dalam suatu kalimat, adapun satuan sintaksis tersebut antara lain :

1. Onomatope dapat dilekatkan dengan kata kerja bentuk pertama sebagai

adverbial, diletakkan sebelum kata kerja tersebut. misalnya ; せ せ 働

(sekaseka to hataraku : bekerja dengan tidak tenang, gangan nomu : minum dengan cepat sampai habis).

2. Onomatope bahasa Jepang dapat pula dilekatkan dengan す (suru) atau

(yaru) sehingga onomatope kategori menjadi verba. contohnya, う う す

(utouto suru : merasakan kantuk) い い す (ira ira suru : merasakan sakit)

3. Dikombinasikan dengan kopula ~ (~ da) sehingga onomatope dapat berubah

kategori menjadi adjektiva. Contoh : さ さ (kusakusa da : kedaaan

perasaan yang merasakan depresi) , 腹 ペ ペ (onaka ga pekopeko

da : perut lapar).

4. Dilekatkan dengan partikel ~ (~no) dalam frase adjektif sehingga

onomatope dapat berubah kategori menjadi kata benda. Frase adalah gabungan dua kata atau lebih yang merupakan satu kesatuan , dan menjadi salah satu

(28)

17

(kirakira no hoshi : bintang yang berkelip), ぴ ぴ メラ(pikapika no

kamera : kamera yang masih berkilauan karena baru)

5. Dilekatkan dengan partikel ~ (~ni) onomatope dapat berfungsi sebagai

frase adverbial dalam sebuah frase ataupun kalimat. Contoh :

(pera pera ni naru : menjadi lancar), あ (karikari ni ageru :

goreng dengan renyah). 2.3.2 Morfologi

Istilah morfologi dalam bahasa Jepang disebut keitairon (形 態 論).

Keitairon merupakan cabang dari ilmu linguistik yang mengkaji tentang kata dan

pembentukannya. Objek yang dikajinya yaitu tentang kata (語/go atau 単語/ tango)

dan morfem (形態素/ keitaiso) (Sutedi, 2010:42).

Menurut Tsujimura (1999:148), ada lima pembentukan kata dalam bahasa Jepang yaitu :

1. Afiksasi (Affixation)

Pembentukan kata paling lazim dalam bahasa Jepang adalah afiksasi, yaitu penambahan imbuhan pada suatu kata. Proses pembentukan ini merupakan proses penambahan prefiks dan sufiks ke dalam bentuk dasar. Contoh pembentukan kata melalui afiksasi misalnya :

Omizu  {o} + {mizu}

Odorite  {odor} + {i} + {te}

Kakite  {kak} + {i} + {te}

(29)

mendapat sufiks {te} serta tambahan {i} karena morfem dasarnya berakhir dengan konsonan.

2. Komposisi (Compounding)

Tipe kedua pembentukan kata dalam bahasa Jepang adalah komposisi. Pembentukan komposisi merupakan pembentukan kata-kata dengan mengkombinasikan dua atau lebih kata. Pembentukan tipe ini memiliki beberapa variasi. Yang pertama adalah komposisi yang terdiri dari gabungan kata asli bahasa Jepang (native compound), komposisi kedua yaitu kata yang berasal dari gabungan kata yang berasal dari Cina (sino-japanese), yang ketiga pembentukan dari kombinasi bahasa asal yang berbeda, dan juga gabungan dari kata hasil komposisi (hybrid compound). Ketiga pembentukan kata tersebut dapat dilihat dari contoh di bawah ini :

a. Native Compound

aki-zora 秋空 : langit musim gugur

chika-michi 近道 : jalan pintas

tachi-yomi 立 読 : membaca sambil berdiri

b. Sino Japanese Compound

ki-soku 規則 : aturan

To-zan 山 : mendaki gunung

Satsu-jin 殺人 : pembunuh

c. Hybrid Compound

Sino Japanese + Native : dai-dokoro 台所 : dapur

(30)

19

Native + Foreign : ita-choko 板チ : Coklat batangan

Foreign + foreign : teburu-manaa テ マ ー : table manner

Selain ketiga jenis komposisi di atas, ada satu lagi komposisi yang disebut

dvandva compound. Dvandva compound sedikit berbeda dengan ketiga pembentukan komposisi di atas, dvandva compound tidak memandang satu individu atau objek sebagai satu kesatuan namun lebih kepada dua individu atau objek yang saling berhubungan sehingga membentuk suatu kata yang memiliki makna, misalnya :

Oya-ko 親子 : orang tua dan anak

Eda-ha 葉 : cabang dan daun

Iki-kaeri 行 帰 : pulang pergi

3. Reduplikasi (Reduplication)

Pembentukan kata yang ketiga adalah reduplikasi. Pembentukan reduplikasi adalah proses pembentukan kata dengan mengulang sebagian atau seluruh kata untuk membentuk suatu kata baru. Pembentukan reduplikasi umumnya digunakan untuk pembentukan kata tiruan bunyi/keadaan/ mimesis, dan reduplikasi renyoukei,

contohnya :

Zawa-zawa : berisik

Pika-pika : bercahaya kelap kelip

Pota-pota : menetes

Naki-naki : menangis

(31)

diulang, sedangkan reduplikasi renyookei merupakan hasil dari pengulangan dari suatu verba dasar.

4. Kliping (Clipping)

Pembentukan kata selanjutnya adalah kliping, yaitu pembentukan kata dengan proses penyingkatan kata. Contoh dari pembentukan ini dapat dilihat dibawah ini :

Keisatsu Satsu : Polisi

Suupaamakeeto Suupaa :Supermarket

Gakusei waribiki Gakusei wari : Diskon untuk siswa

Pada contoh di atas, kata tersebut mengalami penyingkatan dengan meninggalkan beberapa bagian kata. Selain penyingkatan seperti contoh di atas, ada pula penyingkatan kata dengan mengambil suku kata awal dari setiap kata yang digabungkan, misalnya :

Waado purosessaa wa puro : world processor

Rimooto kontorooru rimo kon : remote control

5. Pinjaman (Borrowing)

Pembentukan kata yang terakhir adalah borrowing. Borrowing merupakan pembentukan kata bahasa Jepang hasil peminjaman dari bahasa lain, termasuk juga

sino-japanese, contohnya :

Hotel hoteru

Panic panikku

(32)

21

2.3.3 Semantik

Semantik adalah istilah yang disepakati sebagai bidang linguistik yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang ditandainya atau dengan kata lain , bidang studi dalam linguistik yang mempelajari makna atau arti dalam bahasa. Yang dimaksud tanda atau lambang di sini adalah tanda linguistik yang dikemukakan Ferdinand de Saussure (1996) yaitu yang terdiri dari (1) Komponen yang mengartikan, yang berwujud bentuk – bentuk bunyi bahasa dan (2) komponen yang diartikan atau makna atau makna dari komponen yang pertama itu. Kedua komponen ini merupakan tanda atau lambang sedangkan yang ditandai atau yang dilambanginya adalah sesuatu yang diluar bahasa yang lazim disebut referen atau hal yang ditunjuk (Chaer, 1990 : 2). Dari sekian banyak jenis makna, pada penelitian ini onomatope akan ditinjau dari 3 sudut pandang makna yaitu makna leksikal, gramatikal, dan kontekstual.

2.3.3.1 Makna Leksikal

Makna leksikal adalah makna kata ketika kata itu berdiri sendiri, baik itu

dalam bentuk leksem atau bentuk berimbuhan yang maknanya kurang lebih tetap,

seperti yang dibaca dalam kamus bahasa tertentu. Makna leksikal ini memiliki

unsur-unsur bahasa lepas dari penggunaan atau konteksnya. Makna leksikal suatu

kata terdapat pada kata yang berdiri sendiri, artinya makna sebuah kata dapat

berubah apabila kata tersebut telah berada di dalam kalimat ( Pateda 2001:119)

(33)

Contoh makna leksikal dari sebuah onomatope dapat dilihat dibawah ini :

1. ツ ツ (butsubutsu) menunjukkan keadaan suara bisikan yang ada di dalam

mulut, juga untuk menyatakan keadaan ketika seseorang menyuarakan ketidaksukaan, ketidakpuasan dengan suara yang tidak jelas. (Atoda dan Hoshino, 2009:454)

2. ラ ラ (furafura) menggambarkan keadaan yang tidak stabil, bergerak

dengan berayun-ayun, bergoncang, tanpa tenaga. Keadaan badan (bagian tubuh) tidak bergerak sebagaimana mestinya karena lelah. (Atoda dan Hoshino, 2009:456)

Jika disimak dari contoh 1 dan 2, dapat disimpulkan seperti yang diungkapkan Chaer (1990:63) bahwa makna leksikal dari suatu kata adalah gambaran yang nyata tentang suatu konsep seperti yang dilambangkan kata itu. 2.3.3.2 Makna Gramatikal

Makna gramatikal adalah makna yang muncul akibat fungsi dan keberadaan kata dalam kalimat (Pateda, 2001:103). Makna gramatikal dalam bahasa Jepang

disebut 文法的意味 (bunpouteki imi) yaitu makna yang muncul akibat proses

gramatikalnya. Menurut Chaer (2012:290) proses gramatikal suatu kata terjadi karena adanya afiksasi, reduplikasi, komposisi, atau kalimatisasi. Makna gramatikal penting untuk dianalisis karena proses gramatikal yang terjadi dalam sebuah onomatope dapat mengubah makna yang ditimbulkan, seperti contoh di bawah ini.

3. う を すす 込 (Atoda dan Hoshino, 2009:300)

udon wo tsurutsuru susurikomu

(34)

23

4. 親 父 頭 0 歳 っ し い(Atoda dan

Hoshino, 2009:300)

oyaji no atama wa 40 sai goro kara tsurutsuru datta rashii.

‘kepala ayah sudah botak kira kira sejak umur 40 tahun’

Pada contoh kalimat 3 dan 4, kata (tsurutsuru)yang

dikombinasikan dengan すす 込 (susurikomu) memiliki makna bunyi slurp

dan menjadi salah satu contoh giongo yaitu suara orang yang sedang menghisap sesuatu, dalam kalimat ini yaitu udon. Sedangkan jika tsurutsuru menjadi sebuah adjektiva seperti pada kalimat 5, tsurutsuru memiliki makna keadaan permukaan yang halus .(dalam kalimat ini adalah permukaan kepala si Oyaji) dan merupakan penggunaan tsurutsuru sebagai gitaigo.

2.3.3.3 Makna Kontekstual

(35)

apakah memenuhi kaidah bahasa yang digunakan oleh kedua belah pihak, dan (11) konteks bahasa, yakni bahasa yang digunakan.

Untuk mendapat padanan ilmiah terdekat sehingga mudah untuk dipahami, makna yang muncul dari sebuah kata dalam hal ini onomatope, seringkali mengalami perubahan sesuai konteks/ lingkungan bahasa itu sendiri.

5. さあー 00万ま あ 体!

今日 気合い入 バラバラ死体ひ う ー

Saaa, 800 man made ato 75 tai!

Kyoumo kiai irete barabara shitai hirouka

‘Nah, tinggal 75 orang sampai pas 8 juta!

Hari ini aku harus lebih bersemangat memunguti tubuh yang tercerai berai.’

6. あ~ わいそー バラバラ っ まっ バイ ...

死 あ ー

Aa, kawaiso ni barabaranacchamatta yo baiku… Shindana ariyaa

‘Aah… kasihan, sepedanya hancur berantakan, pasti dia mati’

Pada contoh kalimat 5 dan 6 mempunyai makna yang sedikit berbeda sesuai konteksnya. Makna bara-bara pada contoh pertama melukiskan keadaan tubuh yang tercerai berai, berada disana-sini. Kemudian bara-bara pada kalimat 6 menggambarkan sepeda motor yang hancur berantakan. Bara-bara memiliki makna leksikal keadaan benda yang berhamburan, berjatuhan, begitu saja. Juga menunjukkan keadaan yang menjadi berhamburan atau terpisah-pisah, baik waktu, tempat, perasaan, dan lainnya (Nakami, 2003:396).

(36)

25

Referensi

Dokumen terkait

Sistem dan aplikasi e-learning yang sering disebut dengan Learning Management System (LMS), yang merupakan sistem perangkat lunak yang mem-virtualisasi proses belajar

Standar Operasional Prosedur Pendampingan Proses Akreditasi Program Studi Di Universitas Muslim Indonesia.. Kegiatan Pelaksana Dokumen

Buku ini di- lengkapi juga dengan beberapa materi, tugas, dan soal pengayaan, di antaranya Informasi untuk Anda ( Information for You ), Tantangan untuk Anda, Mari Mencari Tahu,

Seperti yang dikemukakan oleh Calon (dalam Monks, dkk 1994) bahwa masa remaja menunjukkan dengan jelas sifat transisi atau peralihan karena remaja belum

Seseorang yang berbakat musik misalnya, dengan latihan yang sama dengan orang lain yang tidak berbakat musik, akan lebih cepat menguasai keterampilan tersebut..

4.1 Following support by the NO Board of Directors, the proposed Group COC eligibility requirements shall be sent to the Head of the Policy and Standards Unit at FSC

Pengembangan media peta digital ini tertujuan untuk menghasilkan produk dalam bentuk media informasi pariwisata pantai dengan aplikasi adobe flash sebagai media

Alhamdulillahirabbil aalamin penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini yang berjudul “OVERHAUL DEFLEKSI CONNECTING ROD PADA DIESEL ENGINE MODEL SAA6D107E-1 UNTUK