• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Deskriptif Mengenai Learning Approach Pada Siswa Kelas XI Jurusan IPA di SMA "X" Bandung Terkait Pelajaran Fisika (Penelitian Ini Dilakukan Pada Siswa Kelas XI Jurusan IPA Yang Memiliki Nilai Fisika di Bawah Standar KKM).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Deskriptif Mengenai Learning Approach Pada Siswa Kelas XI Jurusan IPA di SMA "X" Bandung Terkait Pelajaran Fisika (Penelitian Ini Dilakukan Pada Siswa Kelas XI Jurusan IPA Yang Memiliki Nilai Fisika di Bawah Standar KKM)."

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

nilai fisika di bawah standar KKM yang berjumlah 77 orang dengan menggunakan teknik sampling purposive salmpling. Rancangan yang digunakan untuk penelitian ini adalah rancangan penelitian deskriptif.

Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner yang dimodifikasi dari Study Process Questionnaire (SPQ) yang dikembangkan oleh John Biggs (1987). Alat ukur ini terdiri dari 23 item yang berupa pernyataan positif yang menggambarkan diri responden (self report questionnaire) yang terdiri dari 2 jenis yaitu deep approach (motif dan strategi) dan surface approach (motif dan strategi). Dari hasil pengujian validitas diperoleh berkisar antara 0,318 sampai dengan 0,752. Dari 27 item hanya 23 item yang dapat dipakai. Berdasarkan hasil uji reliabilitas alat ukur memiliki reliabilitas 0,781.

Berdasarkan hasil pengolahan data didapatkan bahwa sebanyak 71,42% siswa kelas XI SMA jurusan IPA yang yang memiliki nilai fisika di bawah standar KKM di SMA “X” kota Bandung menggunakan pendekatan surface approach dalam mempelajari fisika dan 28,58% siswa kelas XI SMA jurusan IPA yang yang memiliki nilai fisika di bawah standar KKM di SMA “X” kota Bandung menggunakan pendekatan deep approach dalam mempelajari fisika.

Penggunaan pendekatan belajar deep approach dan surface approach pada siswa kelas XI SMA jurusan IPA yang yang memiliki nilai fisika di bawah standar KKM di SMA “X” kota Bandung dalam mempelajari fisika didukung oleh personal factor yaitu conception of learning dan locus of control.

(2)

KATA PENGANTAR ...iii

DAFTAR ISI ...vi

DAFTAR TABEL ...viii

DAFTAR SKEMA ...ix

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang masalah ...1

1. 2 Identifikasi masalah ...10

1. 3 Maksud dan Tujuan 1. 3. 1 Maksud ...10

1. 3. 2 Tujuan ...10

1. 4 Kegunaan Penelitian 1. 4. 1 Kegunaan Teoritik ...11

1. 4. 2 Kegunaan Praktis ...11

1. 5 Kerangka Pikir ...12

1. 6 Asumsi ...22

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Belajar ...23

2. 2 Learning Approach 2. 2. 1 Perkembangan Alat Ukur Learning Approach ...24

2. 2. 2 Pengertian Learning Approach ...25

2. 2. 3 Makna Jenis Learning Approach yang Berbeda ...28

2. 2. 4 Faktor yang berkaitan dengan Learning Approach...31

2. 3 Taksonomi Bloom ...33

2. 4 Perkembangan Masa Remaja...43

(3)

3. 2. 2 Definisi Operasional ...46

3. 3 Alat Ukur 3. 3. 1 Alat Ukur Learning Approach ...48

3. 3. 2 Data Pribadi dan Data Penunjang ...53

3. 3. 3 Validitas dan Realibilitas Alat Ukur 3. 3. 3. 1 Validitas ...53

3. 3. 3. 2 Reliabilitas ...54

3. 4 Populasi dan Teknik Penarikan Sampel 3. 4. 1 Populasi Sasaran ...55

3. 4. 2 Karakteristik Populasi ...56

3. 4. 3 Teknik Penarikan Sampel ...56

3. 5 Teknik Analisis Data ...56

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1 Gambaran Umum Responden 4. 1. 1 Gambaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin...58

4. 1. 2 Gambaran Responden Beradasarkan Usia...58

4. 2 Gambaran Hasil Penelitian 4. 2. 1 Gambaran Hasil Penelitian Mengenai Learning Approach...59

4. 2. 2 Gambaran Hasil Penelitian Mengenai Deep Approach Berdasarkan Motif dan Strategi ...59

4. 2. 3 Gambaran Hasil Penelitian Mengenai Surface Approach Berdasarkan Motif dan Strategi ...60

(4)
(5)
(6)

Tabel 3. 1. Kisi-Kisi Alat Ukur Learning Approach...48

Tabel 3. 2. Kisi-Kisi Skor Learning Approach...52

Tabel 4. 1. Gambaran responden berdasarkan jenis kelamin...58

Tabel 4. 2. Gambaran responden berdasarkan usia...58

Tabel 4. 3. Gambaran hasil penelitian mengenai learning approach...59

Tabel 4. 4. Gambaran Hasil Penelitian Mengenai Deep Approach Berdasarkan Motif dan Strategi...59

(7)

1. 1 Latar Belakang Masalah

Di Indonesia tingkat pendidikan formal diawali dari Taman Kanak-kanak

(TK), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah

Menengah Atas (SMA) dan kemudian tingkat Universitas. Pada tingkat SMA

diberlakukan sistem penjurusan sesuai dengan kemampuan dan minat siswa

tersebut antara lain jurusan IPA, IPS dan Bahasa. Pada tingkat SMA pula, seorang

siswa diharapkan untuk berpikir lebih bernalar sehingga dapat melihat satu

kejadian menghasilkan ke kejadian yang lain (Kuhn, 1991 dalam; John W

Santrock 2002). Pada umumnya, mata pelajaran yang diutamakan dalam jurusan

IPA antara lain Fisika, Kimia, Biologi dan Matematika IPA. Sedangkan mata

pelajaran yang diutamakan dalam jurusan IPS antara lain Akuntansi, Sosiologi,

Geografi dan sejarah. Mata pelajaran yang diutamakan dalam jurusan Bahasa

antara lain Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris.

Di Indonesia terdapat banyak SMA yang tersebar di berbagai daerah.

Salah satunya adalah SMA “X” di Bandung. Kurikulum yang digunakan sekolah

saat ini adalah KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) dan dalam sistem

penilaian menggunakan sistem KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal). Pada setiap

mata pelajaran memiliki standar nilai KKM seperti pelajaran matematika dan

biologi memiliki standar KKM 70. SMA “X” Bandung memiliki 2 program

(8)

Proses penjurusan terdiri dari tiga tahap yaitu pengisian angket minat jurusan, lalu

mengikuti tes psikologi dan diakhiri dengan melihat hasil belajar siswa saat kelas

X terutama pada pelajaran yang berhubungan dengan jurusan yang diinginkan

siswa.

SMA “X” Bandung memiliki 6 kelas IPA dan 2 kelas IPS. Setiap kelas

memiliki 40 sampai 45 siswa. Sekolah mempunyai aturan yang berasal dari

Departemen Pendidikan bahwa setiap kelas harus mencapai kuota maksimal 45

siswa dan boleh kurang. SMA “X” Bandung mempunyai kebijakan untuk

memperbanyak kelas jurusan IPA dibandingkan dengan jurusan IPS karena

banyaknya siswa yang berminat ke jurusan IPA. Pihak orangtua murid juga

banyak yang mengajukan keinginan mereka agar anak-anaknya bisa masuk

jurusan IPA. Adanya kebijakan sekolah ini membuat siswa yang memiliki minat

IPA namun nilai yang dimilikinya selama di kelas X tidak bisa memenuhi

persyaratan tersebut, siswa tersebut tetap diperbolehkan untuk masuk ke jurusan

IPA. Contohnya jika siswa memilih jurusan IPA namun nilainya tidak mendukung

maka siswa tersebut diperbolehkan untuk masuk ke jurusan IPA.

Siswa jurusan IPA dituntut untuk dapat menguasai mata pelajaran utama

IPA salah satunya adalah fisika. Fisika adalah ilmu pengetahuan yang berkaitan

dengan penemuan dan pemahaman mendasar hukum-hukum yang menggerakkan

materi, energi, ruang dan waktu. Fisika adalah studi mengenai dunia anorganik,

fisik, sebagai lawan dari dunia organik seperti biologi, fisiologi dan lain-lain

(http://kkwipa.org/home/index.php?option=com_content&view=article&id=47:pe

(9)

Menurut guru-guru SMA “X” Bandung dengan adanya kebijakan SMA

“X” tersebut berdampak pada banyak siswa jurusan IPA mendapatkan nilai yang

tidak mencapai KKM terutama pada pelajaran fisika di raport semester ganjil.

Dari 112 siswa kelas XI jurusan IPA di SMA “X” Bandung, 90%nya memiliki

nilai fisika tidak mencapai standar KKM, sedangkan 50%nya memiliki nilai

matematikan dan kimia yang tidak mencapai standar KKM dan 20% tidak

mencapai nilai standar KKM biologi. Rata-rata nilai ulangan, UTS dan UAS yang

diperoleh pada pelajaran fisika dari para siswa kelas XI jurusan IPA di SMA “X”

Bandung menyebar dari nilai belasan sampai enam puluhan.

Di SMA “X” Bandung, standar nilai KKM siswa kelas XI pada mata

pelajaran fisika adalah 70. Apabila siswa tidak mampu untuk mencapai standar

KKM yang telah ditentukan pihak sekolah, maka siswa diwajibkan untuk

mengikuti ujian perbaikan yaitu ujian remedial. Dalam ujian remedial, siswa

diharapkan mampu memperbaiki nilai yang sebelumnya sehingga dapat mencapai

standar KKM. Keharusan mengikuti ujian remedial mata pelajaran fisika

diberlakukan saat siswa akan menerima raport atau hasil belajar. Jika hasil

penggabungan nilai-nilai ulangan, nilai Ujian Tengah Semester (UTS) dan nilai

Ujian Akhir Semester (UAS) tidak mencapai standar KKM maka siswa

diharuskan untuk mengikuti remedial fisika. Di setiap kelas XI jurusan IPA ada

sekitar 90% siswa yang nilai ujian fisikanya tidak mencapai KKM sehingga siswa

diwajibkan untuk mengikuti ujian remedial.

Setiap mata pelajaran memiliki Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar

(10)

Khusus (TIK). Di SMA “X” Bandung TIU dan TIK dari mata pelajaran fisika

antara lain siswa dapat mengetahui, memahami, menerapkan dan menganalisis

yang berkaitan dengan teori fisika diantaranya teori gerak lurus, hubungan antara

usaha, perubahan energi dengan hukum kekekalan energi mekanik dan masih

banyak lagi.

Cara belajar yang dilakukan adalah siswa dan guru melakukan tatap muka

dan kemudian melakukan diskusi mengenai materi-materi fisika yang diajarkan

guru. Siswa juga mengerjakan tugas kelompok dalam bentuk diskusi dalam

mengerjakan soal-soal dan melakukan percobaan yang terkait dengan materi fisika

yang diajarkan oleh guru secara berkelompok. Siswa juga mendapatkan tugas

mandiri untuk mencari contoh-contoh aplikasi dalam kehidupan sehari-hari dan

membuat tulisan mengenai hubungan satu topik dengan topik yang lainnya.

Menurut siswa kelas XI jurusan IPA di SMA “X” Bandung, guru lebih banyak

menjelaskan materi kemudian guru memberikan latihan soal kepada siswa tanpa

memberikan feedback kepada siswa. Dari dua puluh siswa terdapat sepuluh siswa

kelas XI di SMA “X” Bandung yang berpendapat bahwa guru fisika menjelaskan

materi terlalu cepat sehingga mereka kesulitan untuk mengikuti materi.

Dalam mempelajari fisika, setiap kelas dari jurusan memiliki spesifikasi

materi-materi yang tertuang dalam kurikulum yang berisi mata pelajaran fisika.

Pada setiap materi mata pelajaran fisika memiliki tujuan pembelajaran dan

diharapkan siswa kelas XI jurusan IPA pada SMA “X” Bandung yang memiliki

nilai fisika di bawah standar KKM dapat memenuhi TIU dan TIK tersebut oleh

(11)

dengan tujuan pembelajaran agar dapat mencapai prestasi akademik yang optimal.

Menurut Biggs (1993) learning approach merujuk pada suatu proses yang dipakai

untuk mendapatkan hasil belajar. Learning approach yang digunakan pada setiap

orang dapat berbeda-beda. Learning approach ada 2 jenis yaitu deep approach

dan surface approach. Masing-masing learning approach memiliki 2 komponen

yaitu motif dan strategi. Pendekatan belajar yang dipilih oleh siswa kelas XI

jurusan IPA pada SMA “X” Bandung yang memiliki nilai fisika di bawah standar

KKM akan menentukan bagaimana siswa menerima materi yang diajarkan,

mengolah materi dan memahaminya akhirnya dapat memenuhi kompetensi

seharusnya.

Pada siswa kelas XI jurusan IPA pada SMA “X” Bandung yang memiliki

nilai fisika di bawah standar KKM dan menggunakan deep approach memiliki

motivasi yang berasal dari dalam diri (Biggs, 1993). Siswa tersebut tertarik ingin

memahami lebih dalam materi pelajaran fisika. Selain itu siswa juga merasa

membutuhkan materi pelajaran fisika tersebut, bukan hanya terpaku pada nilai

yang diperolehnya. Pada siswa kelas XI jurusan IPA yang menggunakan deep

approach, strategi belajar yang digunakan untuk mempelajari materi fisika dengan

cara sering berlatih soal secara terus-menerus agar kemampuan menalar dalam

penggunaan rumus fisika semakin baik.

Pada siswa kelas XI jurusan IPA pada SMA “X” Bandung yang memiliki

nilai fisika di bawah standar KKM dan menggunakan surface approach

didasarkan pada motivasi yang berasal dari luar diri (Biggs, 1993). Motivasi yang

(12)

hanya sekedar ingin nilai ujiannya mencapai standar KKM dan mendapatkan nilai

tugas. Apabila mendapat tugas, siswa cenderung akan mengerjakannya sehari

sebelum batas waktu pengumpulan tugas dan siswa akan mengerjakannya di

sekolah sebelum jam pelajaran dimulai. Siswa kelas XI jurusan IPA yang yang

memiliki nilai fisika di bawah standar KKM, belajar sehari sebelum ujian tersebut

dilaksanakan. Cara belajar siswa tersebut tidak dengan berlatih soal, tetapi hanya

membaca catatan latihan soal yang dikerjakannya pada saat di kelas. Pendekatan

belajar yang paling ideal digunakan siswa kelas XI jurusan IPA di SMA “X”

Bandung yang memiliki nilai fisika di bawah standar KKM untuk mencapai TIK

dan TIU adalah deep approach. Dari masing-masing jenis learning approach

memiliki dua komponen yaitu strategy dan motif (Biggs, 1993; Entwistle &

Ramsden, 1983; Watkins, 1983a).

Strategi adalah cara siswa untuk mencapai kebutuhannya dari belajar.

Dari 20 orang siswa kelas XI jurusan IPA yang memiliki nilai fisika di bawah

standar KKM di SMA “X” Bandung strategi setiap siswa kelas XI jurusan IPA

dalam proses belajar berbeda-beda seperti membuat jadwal belajar di rumah untuk

memahami materi fisika yang sudah diajarkan guru yang dilakukan oleh 45%

siswa, berlatih soal fisika yang belum pernah dikerjakan dilakukan oleh 30%

siswa dan membaca materi yang akan diajarkan di dalam kelas pada esok hari

dilakukan oleh 45% siswa. Siswa menghafal rumus dari materi yang akan

diujiankan sehari sebelum ulangan, UTS maupun UAS dilakukan oleh 45% siswa.

Siswa yang hanya membaca latihan-latihan soal yang telah dikerjakan di kelas

(13)

dilakukan sebanyak 55%. Banyaknya siswa yang bertanya kepada teman atau

gurunya bila ada materi yang tidak dimengerti adalah 45%. Terdapat pula siswa

yang mempunyai keingintahuan yang besar sehingga mereka mencari materi

fisika yang didapatkan di dalam kelas melalui internet sebanyak 20% siswa. Dari

persentase di atas dapat diambil kesimpulan lebih banyak strategi learning

approach surface approach yang muncul pada siswa kelas XI jurusan IPA yang

memiliki nilai fisika di bawah standar KKM di SMA “X” Bandung.

Motif adalah kebutuhan siswa yang didapatnya dari belajar. Ada berbagai

alasan mengapa seorang siswa menggunakan satu pendekatan dalam menghadapi

ujian fisika. Alasan tersebut bisa berasal dari dalam diri ataupun luar diri. Motif

proses belajar dari 20 orang siswa kelas XI jurusan IPA yang memiliki nilai fisika

di bawah standar KKM di SMA “X” Bandung dapat berbeda-beda. Banyaknya

siswa yang ingin memuaskan rasa ingin tahu mengenai materi fisika adalah 45%

siswa. Hal tersebut merupakan motif yang berasal dari dalam diri. Sedangkan

motif yang berasal dari luar diri, misalnya siswa menginginkan nilai yang

diperolehnya minimal mencapai standar KKM. Banyaknya siswa yang memiliki

motif tersebut sebanyak 55%. Dari persentase di atas dapat diambil kesimpulan

lebih banyak motif learning approach surface approach yang muncul pada siswa

kelas XI jurusan IPA yang memiliki nilai fisika di bawah standar KKM di SMA

“X” Bandung.

Berdasarkan survei yang dilakukan kepada 20 orang siswa kelas XI

jurusan IPA yang memiliki nilai fisika di bawah standar KKM 40% menganggap

(14)

belajar yang digunakan adalah dengan membaca teori fisika untuk dapat lebih

memahami materi tersebut, bertanya kepada guru mengenai materi yang kurang

siswa mengerti, menganalisa kaitan antara materi yang satu dengan materi lainnya,

membuat jadwal belajar fisika dan menjalaninya secara rutin, mengulang materi

fisika di rumah dan mempersiapkan diri mengahadapi ujian beberapa minggu

sebelum ujian dilaksanakan. Strategi belajar siswa dalam menyelesaikan tugas

dengan mengerjakan tugas sesegera mungkin setelah diberikan oleh guru,

bertanya pada guru apabila ada tugas yang tidak dimengerti dan dalam

mengerjakan tugas fisika menggunakan dari beberapa sumber. Dari strategi

tersebut berasal dari beberapa motif. Motif yang dimiliki siswa kelas XI jurusan

IPA yang memiliki nilai fisika di bawah standar KKM di SMA “X” Bandung

yang dilihat dari pendekatan belajar adalah memuaskan rasa ingin tahu siswa itu

sendiri, tertarik untuk mempelajari lebih dalam materi pada pelajaran fisika dan

menambah ilmu pengetahuan siswa mengenai pelajaran fisika. Motif dalam

pendekatan mengerjakan tugas adalah mengasah kemampuan siswa,

mengaplikasikan pemahaman yang siswa miliki dan merasa tertantang untuk

menyelesaikan soal-soal fisika yang siswa anggap sulit. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa siswa menggunakan pendekatan belajar deep approach.

Siswa lainnya, dari 20 orang siswa 60% menganggap mata pelajaran fisika

sebagai suatu beban. Strategi belajar yang digunakan adalah dengan menghafal

rumus dari semua materi yang diujikan, mempersiapkan diri untuk menghadapi

ujian sehari sebelumnya, membaca soal-soal latihan yang pernah dikerjakan saat

(15)

siswa dalam menyelesaikan tugas dengan mengerjakan tugas sehari sebelum batas

pengumpulan tugas berakhir, mengerjakan tugas semampunya dan terkadang

mengumpulkan tugas melebihi batas waktu pengumpulan yang telah ditentukan.

Dari strategi tersebut berasal dari beberapa motif. Motif siswa kelas XI jurusan

IPA yang memiliki nilai fisika di bawah standar KKM di SMA “X” Bandung

dalam pendekatan belajar adalah mencapai nilai KKM yaitu 70, tidak ingin

mengikuti ujian remedial dan dapat naik kelas. Motif yang dilihat dari pendekatan

dalam mengerjakan tugas adalah semua nilai tugas terpenuhi dan menghindari

hukuman dari guru sehingga dapat disimpulkan bahwa siswa menggunakan

pendekatan belajar surface approach. Dari fakta-fakta tersebut didapatkan bahwa

siswa kelas XI jurusan IPA di SMA “X” Bandung yang memiliki nilai fisika di

bawah standar KKM menggunakan pendekatan belajar surface approach.

Dari hasil wawancara terhadap siswa kelas XI jurusan IPA di SMA “X”

Bandung yang memiliki nilai fisika di bawah standar KKM, beberapa siswa sadar

bahwa mereka memiliki nilai di bawah standar KKM dikarenakan bukan karena

faktor dari luar dirinya seperti metode mengajar guru, fasilitas sekolah yang tidak

memadai ataupun dukungan orangtua. Nilai yang mereka dapatkan sesuai dengan

yang mereka lakukan untuk mencapai nilai tersebut. Siswa kelas XI jurusan IPA

di SMA “X” Bandung yang memiliki nilai fisika di bawah standar KKM belum

menyadari manfaat dari belajar pelajaran fisika, kegunaan apa yang siswa

dapatkan dengan mempelajari fisika dan strategi apa yang harus mereka lakukan

untuk mencapai alasan tersebut. Hal-hal tersebut merupakan bagian dari learning

(16)

Berdasarkan pemaparan diatas maka peneliti tertarik untuk meneliti

learning approach siswa kelas XI jurusan IPA di SMA “X” Bandung yang

memiliki nilai fisika di bawah standar KKM dilihat dari jenis pendekatan belajar

yaitu deep approach atau surface approach.

1. 2 Identifikasi Masalah

Dari penelitian ini ingin diketahui Learning approach yang digunakan

oleh siswa kelas XI jurusan IPA yang memiliki nilai fisika di bawah standar KKM

di SMA “X” kota Bandung terkait pelajaran fisika.

1. 3 Maksud dan Tujuan

1. 3. 1 Maksud

Penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran mengenai

learning approach terhadap mata pelajaran fisika pada siswa kelas XI jurusan IPA

di SMA “X” kota Bandung yang memiliki nilai fisika di bawah standar KKM

terkait pelajaran fisika.

1. 3. 2 Tujuan

Penelitian ini ditujukan untuk memperoleh gambaran mengenai learning

approachyang digunakan pada siswa kelas XI jurusan IPA di SMA “X” Bandung

yang memiliki nilai fisika di bawah standar KKM terkait pelajaran fisika dilihat

(17)

1. 4 Kegunaan Penelitian

1. 4. 1 Kegunaan Teoritik

1. Memberikan informasi tambahan kepada guru-guru fisika di SMA “X”

terutama mata pelajaran fisika mengenai learning approach yang

digunakan pada siswa kelas XI jurusan IPA yang memiliki nilai fisika di

bawah standar KKM.

2. Masukan bagi peneliti lain yang berminat untuk melakukan penelitian

lanjutan mengenai learning approach pada siswa kelas XI jurusan IPA

yang memiliki nilai fisika di bawah standar KKM terkait pelajaran fisika.

1. 4. 2 Kegunaan Praktis

1. Memberikan saran kepada guru-guru fisika SMA “X” Bandung agar dapat

mengarahkan siswa untuk menggunakan learning approach yang sesuai

dengan tuntutan kompetensi yang telah ditetapkan di awal tahun ajaran dan

menyesuaikan cara mengajar dengan tuntutan kompetensi tersebut.

2. Memberikan saran kepada siswa kelas XI jurusan IPA yang memiliki nilai

fisika di bawah standar KKM di SMA “X” kota Bandung agar dapat

menggunakan learning approach yang tepat sasaran sesuai tuntutan

kompetensi pada pelajaran fisika. Caranya adalah dengan mengetahui

tuntutan kompetensi dari pelajaran fisika, sehingga siswa dapat

memprediksi hal-hal yang dilakukan dalam mempelajari mata pelajaran

yang diajarkan, sehingga siswa dapat memperoleh hasil belajar yang

(18)

1. 5 Kerangka Pikir

Siswa kelas XI termasuk ke dalam kelompok remaja. Siswa kelas XI

diharapkan bisa mencapai tahap perkembangan koginitif yang berarti siswa

berpikir secara operasional formal. Pemikiran operasional formal lebih abstrak

daripada pemikiran dari seorang anak. Remaja tidak lagi terbatas pada

pengalaman konkret aktual sebagai dasar pemikiran. Sebaliknya, mereka dapat

membangkitkan situasi-situasi khayalan, kemungkinan-kemungkinan hipotesis,

atau dalil-dalil dan penalaran yang benar-benar abstrak. Selain abstrak, pemikiran

remaja juga idealistis (John W. Santrock, 2002).

Pada saat yang sama, ketika remaja berpikir lebih abstrak dan idealistik,

mereka juga berpikir lebih logis (Kuhn, 1991). Remaja mulai berpikir seperti

ilmuwan, yang menyusun rencana-rencana untuk memecahkan masalah-masalah

dan menguji pemecahan-pemecahan masalah secara sistematis. Tipe pemecahan

masalah ini diberi nama penalaran deduktif hipotesis. Penalaran deduktif hipotesis

(Hypothetical deductive reasoning) ialah konsep operasional formal piaget yang

menyatakan bahwa remaja memiliki kemampuan kognitif untuk mengembangkan

hipotesis, atau dugaan terbaik, mengenai cara memecahkan masalah, seperti

persamaan aljabar. Kemudian mereka menarik kesimpulan secara sistematis, atau

menyimpulkan, pola mana yang diterapkan dalam memecahkan masalah.

Sebaliknya, anak-anak cenderung memecahkan masalah secara coba-coba (trial

and error). Seorang siswa sudah mampu melihat masa depan mengenai dampak

(19)

maka nilai diperolah yang didapat bisa maksimal pula namun jika dalam proses

belajarnya siswa tidak maksimal maka nilai yang diperoleh pun tidak maksimal.

Siswa kelas XI jurusan IPA mempunyai empat mata pelajaran utama yaitu

matematika, fisika, kimia dan biologi. Dari tiap mata pelajaran tersebut

mempunyai standar KKM masing-masing. Nilai 70 untuk standar KKM

matematika, nilai 70 untuk standar KKM biologi, nilai 70 untuk standar KKM

kimia dan nilai 70 untuk standar KKM fisika. Apabila setiap ujian dan ulangan

harian siswa tidak mampu untuk mencapai standar KKM tersebut, siswa

diwajibkan untuk mengikuti ujian perbaikan yang dalam dunia pendidikan disebut

ujian remedial. Di sekolah “X” Bandung, standar KKM mata pelajaran fisika

untuk kelas XI SMA adalah 70. Pada kenyataannya, sebagian besar siswa yang

masih belum mampu untuk mencapai standar KKM tersebut dan pada akhirnya

mengikuti ujian remedial.

Seseorang dikatakan belajar apabila dirinya dapat mengolah informasi

yang didapatkan dan pengolahannya tersebut dapat melalui beberapa cara

pendekatan belajar atau dikenal dengan learning approach. Jenis learning

approach yang dipilih setiap orang dapat berbeda-beda. Menurut Marton dan

Saljo (1976) learning approach adalah proses yang dipilih seseorang yang

menentukan bagaimana informasi yang diterima itu diolah dan kemudian hasil

belajar seperti yang didapatkan orang tersebut. Learning approach dibagi menjadi

dua jenis yaitu deep approach dan surface approach (Biggs, 1993).

Dari tiap-tiap jenis learning approach tersebut memiliki dua aspek yaitu

(20)

adalah alasan mengapa pendekatan tersebut diutamakan untuk digunakan. Saat ini

banyak siswa yang jika dihadapkan dengan tugas belajar di sekolah lebih memilih

untuk mencari jalan dari masalah, dengan menyelesaikan tugas secepatnya

daripada harus memahami apa yang diajarkan guru di kelas. Siswa lainnya

melihat bahwa dirinya ingin mempunyai pemahaman dari materi tersebut.

Bagaimana cara siswa menyelesaikan tugas belajarnya ditentukan oleh motif yang

ada dalam dari siswa (Brophy, 1986: dalam Biggs, 1993)

Motif cenderung menentukan strategi belajar, maksudnya adalah apa yang

diinginkan akan menentukan apa yang akan dilakukan, motif dan strategi dalam

belajar cenderung cocok dan sejalan, yang kemudian bersama-sama akan

membentuk learning approach (Biggs, 1993). Siswa kelas XI SMA “X” Bandung

yang memiliki motif untuk menghindari remedial pada mata pelajaran fisika

dengan melakukan strategi belajar menghafal rumus-rumus fisika tanpa

mengetahui dan memahami arti dan proses pengerjaannya secara mendalam,

dengan motif dan strategi seperti itu akan membentuk learning approach.

Siswa kelas XI jurusan IPA di SMA “X” Bandung yang memiliki nilai

fisika di bawah standar KKM menggunakan jenis pendekatan belajar deep

approach dalam proses belajar karena dirinya ingin memenuhi rasa

keingintahuannya mengenai teori fisika. Strategi belajar yang digunakan adalah

siswa akan mencoba untuk mengerjakan soal-soal latihan pelajaran fisika secara

rutin. Jika siswa tidak bisa mengerjakan soal tersebut, dirinya akan bertanya

kepada gurunya untuk mengetahui bagaimana cara mengerjakan soal yang benar.

(21)

didapatkannya saat di dalam kelas lebih dalam lagi. Siswa akan mencoba untuk

merefleksikan pengetahuan yang didapatkannya dalam kehidupannya sehari-hari.

Siswa akan mencoba mencari hubungan antara satu kejadian dengan kejadian lain

dalam suatu soal dan mencari kemungkinan apa yang akan terjadi. Hal tersebut

harus dilatih terus menerus dengan cara berlatih mengerjakan soal-soal fisika.

Siswa kelas XI jurusan IPA di SMA “X” Bandung yang memiliki nilai

fisika di bawah standar KKM memutuskan untuk menggunakan jenis surface

approach dalam proses belajar pada mata pelajaran fisika karena dirinya memiliki

motif untuk mencapai nilai KKM dan menghindari ujian remedial. Strategi belajar

yang digunakan siswa hanya fokus pada detail-detail yang telah dipilih sesuai

dengan materi yang akan diujiankan. Siswa membaca latihan-latihan soal yang

sudah pernah dikerjakan di sekolah dan menghafalkan rumus-rumus yang

berkaitan dengan ujian sehingga siswa tidak mencoba untuk menghubungkan satu

kejadian dengan kejadian yang lain. Siswa tidak mencoba untuk mengaplikasikan

materi dalam kehidupan sehari-harinya. Ada kemungkinan seorang siswa kelas XI

jurusan IPA di SMA “X” Bandung yang memiliki nilai fisika di bawah standar

KKM menggunakan kedua pendekatan belajar yaitu deep approach dan surface

approach.

Siswa kelas XI menggunakan salah satu jenis learning approach

dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal terdiri dari

conceptions of learning, abilities dan locus of control. Faktor eksternal terdapat

experiential background. Experiential background terdiri dari parental education,

(22)

institutions. Faktor internal yang pertama adalah conception of learning.

Conception of learning adalah kecenderungan keterkaitan antara keyakinan siswa

tentang arti belajar dengan bagaimana cara siswa mengerjakan tugasnya. Siswa

yang mempelajari secara kuantitatif mempunyai kebutuhan belajar untuk

mendapatkan banyak informasi mengenai materi fisika namun tidak mempelajari

lebih dalam. Sehingga kecenderungan pendekatan belajar yang digunakan siswa

dalam mempelajari materi fisika adalah surface approach. Siswa yang

mempelajari secara kualitatif mempunyai kebutuhan belajar untuk memahami

lebih dalam materi fisika yang sedang dipelajarinya dan akan mempelajarinya

secara mendalam. Sehingga kecenderungan pendekatan belajar yang digubakan

siswa dalam mempelajari materi fisika adalah deep approach (Van Rossum and

Schenk, 1984: dalam Biggs 1993).

Faktor internal yang kedua adalah abilities. Abilities menjelaskan

mengenai intelegensi pada tiap siswa. Siswa yang memiliki intelegensi lebih

rendah akan cenderung menggunakan pendekatan belajar surface approach dan

siswa yang memiliki intelegentsi yang tinggi diharapkan menggunakan

pendekatan belajar deep approach. Namun pada kenyataannya hal tersebut belum

tentu dilakukan oleh siswa yang memiliki intelegensi yang tinggi dan juga yang

rendah. Bisa saja siswa yang memiliki intelegensi lebih rendah akan cenderung

menggunakan pendekatan belajar deep approach dan siswa yang memiliki

intelegentsi yang tinggi diharapkan menggunakan pendekatan belajar surface

approach. Siswa kelas XI jurusan IPA yang daya tangkapnya kurang mengenai

(23)

mengikutinya. Siswa belajar menggunakan contoh-contoh yang jelas dan

mengerjakan soal-soal secara terus menerus. Oleh sebab itu, siswa tersebut akan

cenderung mengikuti mata pelajaran fisika dengan apa adanya dan hanya sekedar

pemenuhan tugas saja. Namun siswa bisa saja menggunakan deep approach.

Siswa yang memiliki tingkat intelegensi yang tinggi, diharapkan dirinya mampu

untuk mempelajari materi fisika dengan deep approach. (Biggs 1987: dalam

Biggs, 1993). Dalam penelitian ini, faktor abilities tidak dipergunakan.

Faktor internal yang ketiga adalah locus of control. Locus of control adalah

kemampuan untuk mengontrol seseorang dalam menggunakan informasi yang

didapatkannya dalam pemecahan masalah dalam hidupnya. Apabila siswa kelas

XI jurusan IPA yang mempunyai internal locus of control artinya siswa dapat

menggunakan informasi mengenai materi fisika yang diperolehnya dengan baik

untuk memecahkan masalahnya seperti dalam mengerjakan soal-soal fisika dan

mempunyai dan merasa butuh untuk memiliki pengetahuan yang dalam mengenai

materi fisika yang dipelajarinya. Hal tersebut menjelaskan bahwa siswa yang

memiliki internal locus of control akan cenderung menggunakan pendekatan

belajar deep approach. Namun sebaliknya, apabila siswa mempunyai external

locus of control artinya siswa tidak mampu mengolah informasi yang

didapatkannya untuk mengerjakan soal-soal fisika dan tidak merasa membutuhkan

materi fisika yang dipelajarinya. Hal tersebut menjelaskan bahwa siswa y yang

memiliki external locus of control akan cenderung menggunakan pendekatan

(24)

Selain faktor internal, ada pula faktor eksternal yang mempengaruhi

learning approach pada seorang siswa. Faktor eksternal terdapat experiential

background. Experiential background terdiri dari empat. Faktor experiential

background yang pertama adalah latar belakang pendidikan orangtua. Siswa yang

menggunakan pendekatan belajar deep approach mempunyai orangtua yang

berpendidikan tinggi dari pada anak yang menggunakan surface approach (Biggs,

1987: dalam Biggs, 1993).Orangtua lulusan magister akan memberikan dorongan

terhadap anak-anaknya dalam proses belajar. Orangtua akan memberikan saran

cara belajar yang paling tepat terkait pelajaran fisika. Belajar fisika tidak cukup

dengan menghafal atau pun membaca materi-materi tanpa berlatih soal

terus-menerus ataupun mengaplikasikan teori dalam kehidupan sehari-hari. Hal tersebut

orangtua membimbing anaknya untuk belajar fisika dengan menggunakan

pendekatan belajar deep approach. Siswa yang memiliki orangtua lulusan

pendidikan rendah kurang memahami cara belajar yang paling tepat terkait

pelajaran fisika. Sehingga orangtua kesulitan dalam membimbing anaknya untuk

mempelajari pelajarn fisika dan dapat berdampak penggunaan pendekatan belajar

apa yang menggunakan yaitu surface approach. Ada beberapa siswa kelas XI

jurusan IPA yang memiliki nilai fisika di bawah standar KKM di SMA “X”

Bandung dan orangtuanya lulusan magister dari jurusan teknik menggunakan

pendekatan belajar surface approach. Ada juga beberapa siswa yang orangtuanya

lulusan SMA atau sarjana dari jurusan non-teknik yang menggunakan pendekatan

(25)

Faktor experiential background yang kedua adalah experience in learning

institution. Sekolah yang menyediakan perlengkapan praktikum sains membuat

siswa-siswanya senang belajar, karena disana mereka akan menemukan hal-hal

yang tidak pernah terpikirkan dan ingin mempelajarinya lebih dalam. Siswa juga

akan dapat mempraktekan yang selama ini mereka pelajari secara teori dalam

bentuk nyata. Hal tersebut menunjukan bahwa sekolah membantu siswa-siswanya

untuk menggunakan pendekatan belajar deep approach. Sekolah yang tidak

menyediakan perlengkapan praktikum sains seperti pada mata pelajaran fisika

membuat siswa-siswanya hanya bisa mempelajari teori tanpa melihat secara nyata.

Terkadang hal tersebut membuat siswa-siswanya bosan yang pada akhirnya siswa

tidak ada ketertarikan terhadap materi pelajaran tersebut. Hal tersebut menunjukan

bahwa sekolah membentuk siswa-siswanya untuk menggunakan pendekatan

belajar surface approach. SMA “X” Bandung memiliki 3 jenis perlengkapan

praktikum, sehingga setiap materi fisika tidak bisa untuk di paraktekkan.

Faktor experiential background yang ketiga adalah everyday adults

experience. Everyday adults experience menjelaskan bahwa seseorang yang

memiliki intelegensi yang tinggi belum tentu menunjukkan performance yang

lebih bagus dibandingkan dengan orang-orang yang memiliki pengalaman yang

lebih banyak meskipun tingkat intelegensi lebih rendah dibandingkan mereka.

Siswa yang selalu mendapatkan nilai yang baik disetiap ujian fisikanya belum

tentu mampu menunjukkan performance yang baik ketika memperbaiki aliran

listrik. Orang dewasa yang sudah terbiasa memperbaiki aliran listrik walaupun

(26)

bisa menunjukkan performance yang lebih baik dalam memperbaiki aliran

tersebut.

Faktor experiential background yang terakhir adalah bilingual experiences.

Seorang siswa yang sudah terbiasa menggunakan lebih dari satu bahasa, akan

terbiasa menemukan hal-hal baru seperti kata-kata baru. Siswa tersebut terbiasa

untuk mencari informasi sendiri dan akan lebih mampu untuk memahami bahasa

asing tersebut yang termasuk strategi dan motif dalam pendekatan belajar deep

approach. Hal tersebut terbawa sampai kehidupan sekolahnya. Siswa yang

mendapat materi fisika dan kemudian menemukan sesuatu yang baru, dirinya

akan mencoba mencari tahu sendiri dari materi tersebut. Dalam penelitian ini

faktor experiential background yaitu everyday adults experience dan bilingual

(27)

1. 5. 1 Bagan Kerangka Pikir

Faktor internal :

1. Conceptions of leaaning 2. Locus of control

Deep approach

Siswa kelas XI jurusan IPA yang memiliki nilai fisika di bawah standar

KKM di SMA “X”

kota Bandung.

Surface Approach

Faktor Eksternal :

Experiential background, yaitu:

1. Parental Education 2. Experience in Learning

Institutions Learning Approach:

(28)

1. 6 Asumsi

1. Learning approach yang digunakan oleh Siswa kelas XI jurusan IPA yang

memiliki nilai fisika di bawah standar KKM dibentuk oleh motive dam

strategy mereka dalam belajar.

2. Jenis-jenis learning approach yang digunakan siswa kelas XI jurusan IPA

yang memiliki nilai fisika di bawah standar KKM ada dua yaitu deep

approach dan surface approach.

3. Siswa kelas XI jurusan IPA yang memiliki nilai fisika di bawah standar

KKM, pendekatan belajar mereka juga dipengaruhi oleh faktor internal

yang terdiri dari conceptions of learning, locus of control dan juga

dipengaruhi oleh faktor eksternal yang terdiri dari parental education dan

(29)

5. 1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari pengumpulan data terhadap 77

siswa kelas XI SMA jurusan IPA yang yang memiliki nilai fisika di bawah

standar KKM di SMA “X” kota Bandung dapat ditarik kesimpulan bahwa:

1. Sebanyak 71,42% kelas XI di SMA “X” Bandung jurusan IPA yang

memiliki nilai fisika di bawah standar KKM menggunakan pendekatan

surface approach dalam mempelajari fisika dan sebanyak 28,58% kelas XI

di SMA “X” Bandung jurusan IPA yang memiliki nilai fisika di bawah

standar KKM menggunakan pendekatan deep approach dalam

mempelajari fisika.

2. Dalam mempelajari mata pelajaran fisika, siswa kelas XI di SMA “X”

Bandung jurusan IPA yang memiliki nilai fisika di bawah standar KKM

menggunakan surface motive didukung oleh penggunaan surface strategy

dan deep strategy.

3. Penggunaan surface approach pada siswa kelas XI di SMA “X” Bandung

jurusan IPA yang memiliki nilai fisika di bawah standar KKM dalam

mempelajari pada mata pelajaran fisika kecenderungan keterkaitan oleh

personal factor yaitu conception of learning dan locus of control; dan

(30)

5. 2 Saran

5. 2. 1 Saran Teoritis

1. Memberikan masukan bagi peneliti selanjutnya agar dapat

mengembangkan penelitian ini menjadi suatu penelitian kontribusi, dengan

melihat seberapa besar kontribusi faktor-faktor yang kecenderungan

keterkaitan terhadap learning approach terhadap pemilihan penggunaan

learning approach.

2. Memberikan masukan bagi peneliti selanjutnya agar item yang digunakan

fokus pada karakteristik sampel yang digunakan.

3. Memberikan masukan bagi peneliti selanjutnya agar pilihan jawaban pada

item menunjukan frekuensi seperti tidak pernah, jarang, sering dan selalu.

5. 2. 2 Saran Praktis

1. Bagi para siswa kelas XI di SMA “X” Bandung jurusan IPA yang

memiliki nilai fisika di bawah standar KKM dalam terkait pelajaran fisika

pendekatan belajar yang paling tepat sesuai dengan tuntutan pelajaran

fisika adalah deep approach agar mendapatkan hasil belajar yang optimal.

Pendekatan ini terdiri dari 2 komponen yaitu strategi dan motif.

 Dilihat dari strategi :

1) Siswa diharapkan untuk mempunyai inisiatif bertanya kepada guru

bila ada teori yang tidak dimengerti.

2) Setiap harinya siswa mempunyai waktu luang untuk mengerjakan

(31)

3) Mencari tahu atau membaca teori yang akan diajarkan sebelum

masuk kelas

4) Mengulang kembali teori yang diajarkan guru dikelas setelah

pulang sekolah

5) Mengaitkan dan mengaplikasikan yang diajarkan guru di kelas

dalam kehidupan sehari-hari

6) Mengerjakan tugas dengan sungguh-sungguh dengan mencari

bahan dari beberapa sumber.

 Dilihat dari motif :

1) Siswa seharusnya merubah pola berpikir bahwa belajar bukanlah

untuk mendapatkan nilai saja atau bukan karena paksaan dari luar

diri namun untuk pemenuhan kebutuhan pengetahuan bagi dirinya

sendiri.

2. Bagi guru yang mengajar pelajaran fisika di kelas XI jurusan IPA di SMA

“X” kota Bandung agar dapat memanfaatkan informasi mengenai learning

approach terutama pendekatan deep approach yang merupakan

pendekatan paling tepat dalam mempelajari pelajaran fisika. pendekatan

ini terbagi menjadi 2 komponen yaitu strategi dan motif.

 Dilihat dari strategi:

1) Guru sering memberikan latihan soal kepada siswanya dan

kemudian dicek kembali apakah siswa sudah cukup mengerti teori

(32)

2) Guru sering memberikan tugas untuk mencari contoh-contoh

aplikasi di kehidupan sehari-hari dari setiap teori yang

bersangkutan.

3) Guru meminta siswanya untuk membaca teori sebelum dijelaskan

dan melakukan tanya jawab untuk memastikan apakah siswa

benar-benar membaca teori yang bersangkutan atau tidak.

4) Guru memberikan kesempatan kepada siswanya untuk bertanya

mengenai hal-hal apa saja yang tidak dimengerti dari tiap teori.

5) Guru sering memberikan kuis agar dapat mengetahui teori mana

yang siswa kurang pahami.

 Dilihat dari motif :

1) Guru melakukan pendekatan personal terhadap siswa untuk

merubah pola berpikir bahwa belajar bukanlah untuk mendapatkan

nilai saja atau bukan karena paksaan dari luar diri namun untuk

(33)

Biggs, J.B., Kember, D., & Leung, D.Y.P. 2001. The Revised Two Factor Study

Process Questionnaire: R-SPQ-2F. British Journal of Educational

Psychology. 71,133-149. Hongkong.

Klein, Stephen B. 1991. Learning Principles and Application. Singapore : McGraw-Hill, Inc.

Kumar, Ranjit. 2010. Research Methodology : a step-by-step guide for beginners third edition. New Delhi : SAGE Publication Inc.

Nazir, Moh. 1988. Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia.

Santrock, John W. 2002. Edisi Kelima Life-Span Development Jilid 2. Jakarta : Erlangga.

(34)

“X” Bandung (Mata Kuliah Jaringan Komputer). Skripsi. Bandung : Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

Lestari, Citra. 2008. Studi Deskriptif Mengenai Learning Approach Terhadap Mata Pelajaran Matematika Pada Siswa Program Akselerasi di SMAN “X” Bandung. Skripsi. Bandung : Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

Syahfri, Vita Fatimah. 2011. Studi Deskriptif Terhadap Learning Approach Pada Siswa Kelas XI IPS SMA “X” Bandung Pada Mata Pelajaran Ekonomi. Skripsi. Bandung : Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

http://www.johnbiggs.com.au/students_approaches.html, diakses tanggal 16 Juni 2012

http://kkw-ipa.org/home/index.php?option=com_content&view=article&id=47:pengertian&c atid=34:fisika-mts&Itemid=54, diakses tanggal 4 Juli 2012

Referensi

Dokumen terkait

Metode inokulasi yang diuji adalah (i) kontrol, tanpa inokulasi (INO-0), (ii) Inokulasi pada tangkai daun; daun pertama dipotong secara miring dengan gunting steril dengan jarak 0,5

Penelitian ini menemukan gambaranself compassion pada mahasiswa dari keluarga yang bercerai dengan melihat dimensi self compassion yaitu ketiga subjek dapat

Pada hari ini, seramai 407 Person Under Surveillance (PUS) telah mendaftar masuk di hotel untuk menjalani kuarantin, menjadikan jumlah keseluruhan PUS di 31 buah hotel

Krismeiningsih, 462011083, Tingkat Kebugaran Jasmani Perokok Pada Mahasiswa Program Studi Keperawatan dan PJKR Tahun Angkatan 2013, Skripsi, Fakultas Ilmu Kesehatan

Dokumen ini dan informasi yang dimiliki adalah milik Program Studi Magister Teknik Informatika Universitas Atma Jaya Yogyakarta dan bersifat rahasia. Dilarang untuk

Pada hari ini Selasa tanggal Dua Puluh Lima bulan September Tahun Dua Ribu Dua Belas, kami yang bertanda tangan dibawah ini Panitia Pengadaan Barang dan Jasa Dinas Bina Marga

Dengan ini kami mengundang Saudara untuk mengikuti Pembuktian Kualifikasi Jasa Konstruksi dengan Sistem Pemilihan Langsung untuk :. Peningkatan / Pemeliharaan Jalan ruas jalan

Kemudian pada Gambar 4.8 merupakan bentuk implementasi untuk menjalankan cbrgent.tcl untuk membuat file koneksi CBR diantara 2 node , memiliki maksimal 1 koneksi