• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tuduhan Inkonsistensi Gramatika Al-Qur'an Dalam Diskursus Orientalisme (Sanggahan Atas Teori

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Tuduhan Inkonsistensi Gramatika Al-Qur'an Dalam Diskursus Orientalisme (Sanggahan Atas Teori"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

TUDUHAN INKONSISTENSI GRAMATIKA AL-QUR’AN DALAM DISKURSUS ORIENTALISME

(Sanggahan atas Teori “Linguistic Errors”)

Tesis

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Magister Agama (M.Ag) Dalam Bidang Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir

Oleh : Rofiatul Muna NIM. 217410731

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR PASCASARJANA MAGISTER (S2)

INSTITUT ILMU AL-QUR’AN (IIQ) JAKARTA 2019 M/1439 H

(2)

i

الله الرحمن الرحيممسب

KATA PENGANTAR

Al-Ḫamdu Lillȃh, Puji syukur kepada Allah SWT, atas segala kenikmatan, dan kekuatan yang dianugerahkan oleh-Nya, sehingga tesis yang berjudul “Inkonsistensi Gramatika Al-Qur’an dalam Pandangan Orientalis (Telaah Kritis atas Teori “Linguistic Errors”)” ini dapat terselesaikan sebagaimana yang diharapkan. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan untuk baginda Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga dan sahabat.

Dalam proses penelitian tesis ini, penulis tidak dapat menyelesaikannya sendiri. Ada banyak pihak yang telah berjasa memberikan dukungan baik moril maupun materil. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang amat mendalam kepada:

1. Ibu Prof. Dr. Hj. Huzaemah T. Yanggo, MA. Rektor Institut Ilmu Al- Qur’an (IIQ) Jakarta

2. Bapak Dr. H. Muhammad Azizan Fitriana, MA. selaku Direktur Pascasarjana IIQ Jakarta,

3. Bapak Dr. H. Ahmad Syukron, MA. selaku Kepala Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir (IAT)

4. Bapak Dr. Arrazy Hasyim, MA. selaku Pembimbing I, yang sejak awal mendukung penulisan tema ini menjadi tesis, dan selalu memberikan masukan yang segar

5. Bapak H. M. Ziyad Ulhaq, SQ, S.Hi., MA. Ph.D. selaku Pembimbing II, yang senantiasa memberikan persepsi-persepsi baru dalam penulisan tesis ini

6. Bapak, dan Ibu, Dosen Pascasarjana IIQ Jakarta, yang telah memberikan ilmu-ilmu yang bermanfaat bagi penulis

(3)

ii

7. Staf Tata Usaha Pascasarjana IIQ Jakarta, yang telah bersedia direpotkan oleh penulis untuk berbagai keperluan

8. Kedua orang tua tercinta, Bapak H. Abd. Chamid Abdullah, dan Ibu Hj. Ni’matin Chamid, serta kakak tersayang, Ulya Himmatin, dan adek tercinta, M. Ilham Anggita, yang tiada henti mendo’akan dan mendukung penulis dalam setiap langkah

9. Teman-teman kuliah Prodi IAT angkatan 2017 yang telah membersamai penulis selama masa studi

10. Semua pihak yang senantiasa mendukung, dan mendoakan yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu

Akhirnya, penulis berharap semoga do’a, dukungan dan partisipasi dari semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tesis, mendapatkan balasan yang berlipat-ganda dari Allah SWT. Semoga tesis ini dapat memberikan manfaat, khususnya untuk penulis secara pribadi dan umumnya bagi pembaca sekalian. Akhir kata, kritik, dan saran dari segenap pembaca tesis ini senantiasa penulis nanti. Semoga Allah selalu membimbing kita menuju jalan yang diridhai-Nya, Ȃmȋn.

Jakarta, 10 Agustus 2019 Penulis,

Rofiatul Muna

(4)
(5)
(6)

v MOTTO

وْ لَ

ُكلَروْدُي ِموْلِعوْ ا ُروْ ُ ن لَنالَك لَنَُموْ ِ

ُ ِاالَ ِ يَّيِلَ وْ ا ِ لَ وْ لَ ي لَنالَك الَ #

الًِفالَغ ُكلَت لَلَلَو وْ لَسوْكلَت لَلَلَو وْدلَهوْ ِا ُ لَاالَكلَ لَ ي وْ لَمِ لَ وْ ُعوْ ا ُ لَ الَدلَ لَ ف #

“Seandaianya cahaya ilmu bisa didapatkan hanya dengan berangan-angan maka tidak akan ada orang bodoh di dunia ini. Berusahalah, jangan malas,

dan jangan menjadi pelupa, karena penyesalan terbesar akan menimpa orang yang bermalas-malasan”

(7)

vi DAFTAR ISI

Kata Pengantar i

Pernyataan Penulis iii

Lembar Pengesahan iv

Motto v

Daftar Isi vi

Pedoman Transliterasi viii

Abstrak xi

BAB I: PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah 1

B. Permasalahan 16

1. Identifikasi Masalah 16

2. Pembatasan Masalah 17

3. Perumusan Masalah 19

C. Tujuan Penelitian 19

D. Kegunaan Penelitian 20

E. Kajian Pustaka 20

F. Metodologi Penelitian 24

1. Jenis Penelitian 24

2. Data dan Sumber Data 25

3. Metode Penelitian 26

4. Teknik Pengumpulan Data 27

5. Analisis Data 27

G. Sistematika Penulisan 28

BAB II : LANDASAN TEORI

A. Orientalisme: Definisi dan Sejarah 29

B. Orientalis dan Kajian Al-Qur’an 37

C. Tuduhan Inkonsistensi Gramatika Al-Qur’an 44

BAB III: BIOGRAFI ORIENTALIS DAN TEORINYA

A. John Burton 56

B. Ali Dashti 60

C. Anis Shorrosh 60

D. P. Newton dan M. Rafiqul Haqq 66

E. Zakaria Botros 73

F. Abdallah Abd Al-Fadi 79

G. Mohammad Al-Ghazoli 84

(8)

vii

BAB IV: SANGGAHAN ATAS TEORI “LINGUISTIC ERRORS”

A. Orientalis Barat

a. Skeptisme John Burton 89

B. Kritikus Muslim

a. “Hipokrit” Ali Dashti 125

C. Orientalis Arab

a. Orientalis Arab Kristen

1. “Si Misterius” P. Newton dan M. Rafiqul Haqq 134

2. Zakaria Botros “Public Enemy #1” 152

b. Orientalis Arab Eks-Muslim

1. “Narsisme” Abdallah Abd Al-Fadi 155

2. Mohammad Al-Ghazoli 176

BAB V: PENUTUP

A. Kesimpulan 177

B. Saran 178

DAFTAR PUSTAKA 179

(9)

viii

PEDOMAN TRANSLITERASI

1. Konsonan

أ : a ط : th

ب : b ظ : zh

ت : t ع : ʻ

ث : ts غ : gh

ج : j ف : f

ح :ḫ ق : q

خ :kh ك : k

د : d ل : l

ذ : dz م : m

ر : r ن : n

ز : z و : w

س : s ه : h

ش : sy ء : ʼ

ص : sh ي : y

ض : dh

2. Vokal

Vokal Tunggal Vokal Panjang Vokal Rangkap

Fatḫah : a آ : ȃ يْ : ai ...َ

Kasrah : i : ȋ يْ : au ...َ

Dhammah : u : ȗ

3. Kata Sandang

a. Kata sandang yang diikuti alif-lam (لا) qamariyah.

Kata sandang yang diikuti alif-lam (لا) qamariyah ditransliterasikan sesuai dengan bunyinya. Contoh:

ةرقبلا : al-Baqarah تنيدملا : al-Madȋnah

(10)

ix

Kata sandang yang diikuti oleh alif-lam syamsiyah ditransliterasikan sesuai dengan aturan yang digariskan di depan dan sesuai dengan bunyinya. Contoh:

لجرلا : ar-Rajul ةديسلا : as-Sayyidah سمشلا : as-Syams يمرادلا : ad-Dȃrimȋ c. Syaddah (Tasydȋd)

Syaddah (Tasydȋd) dalam sistem aksara Arab digunakan lambang ( ّ ), sedangkan untuk alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan cara menggandakan huruf yang bertanda tasydȋd.

Aturan ini berlaku secara umum, baik tasydȋd yang berada di tengah kata, di akhir kata ataupun yang terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyah. Contoh:

 بِا بِ نَّنَمآ : Ȃmannȃ billȃhi

ءُا َ َ سُّسلا َ َمآ : Ȃmana as-Sufahȃ’u

 َ يْيبِ نَّلا نَّ بِ : ȋnna al-ladzȋna

 بِ نَّ سُّرلا َ : wa ar-rukkaʻi d. Ta Marbȗthah (ة)

Ta Marbȗthah (ة) apabila berdiri sendiri, waqaf atau diikuti oleh kata sifat (naʻat), maka huruf tersebut dialih aksarakan menjadi huruf “h”. Contoh:

 بِةَدبِ يْ َاا : al-Af’idah

 ءُتنَّيبِم َ يْ بِ يْاا ءُتَ بِم َللا : al-Jȃmiʻah al-Islȃmiyyah e. Huruf Kapital

Sistem penulisan huruf Arab tidak mengenal huruf kapital, akan tetapi apabila telah dialih aksarakan maka berlaku ketentuan Ejaan yang Disempurnakan (EYD) bahasa Indonesia, seperti penulisan awal kalimat, huruf awal nama tempat, nama bulan, nama diri dan

(11)

x

lain-lain. Ketentuan yang berlaku pada EYD berlaku pula dalam alih akasara ini, seperti cetak miring (italic) atau cetak tebal (bold) dan ketentuan lainnnya. Adapun untuk nama diri yang diawali dengan kata sandang, maka huruf yang diawali dengan kata sandang, maka huruf yang ditulis kapital adalah awal nama diri, bukan kata sandangnya. Contoh: ʻAlȋ Ḫasan al-ʻȂridh, al- ʻAsqalȃnȋ, al-Farmawȋ dan seterusnya. Khusus untuk penulisan kata Al-Qur’an dan nama-nama surahnya menggunakan huruf kapital. Contoh: Al-Qur’an, Al-Baqarah, Al-Fȃtiḫah dan seterusnya.

(12)

xi

Rofiatul Muna. 2019. Tuduhan Inkonsistensi Gramatika Al-Qur’an dalam Diskursus Orientalisme (Sanggahan atas Teori “Linguistic Errors”).

Tesis. Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, Pascasarjana Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta. Pembimbing: (1) Dr. Arrazy Hasyim, MA. (2) H. M. Ziyad Ulhaq, SQ, S.Hi., MA., Ph.D.

Kata Kunci: Gramatika Al-Qur’an, Orientalisme, Linguistic Errors

Penelitian ini berawal dari asumsi bahwa orisinalitas Al-Qur’an tengah diuji dengan berbagai analisis ilmiah. Usaha menguji otentisitas Al- Qur’an tampak ditradisikan dari generasi ke generasi. Teori “Linguistic Errors” dilahirkan melalui kajian Orientalis Barat, dan dikembangkan oleh para penerusnya dari Timur.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan: )1) Tuduhan Inkonsistensi Gramatika Al-Qur’an dalam Diskursus Orientalisme, )2) Sanggahan atas Teori “Linguistic Errors”. Rancangan penelitian yang digunakan yakni pendekatan deskriptif kualitatif dengan model analisis isi.

Sumber data penelitian diambil dari karya tulis masing-masing Orientalis.

Instrumen penelitian adalah peneliti sendiri.

Berdasarkan penelitian ini ditemukan hasil sebagai berikut: (1) Tuduhan inkonsistensi gramatika Al-Qur’an dalam diskursus orientalisme dikemukakan dengan memproduksi teori “Linguistic Errors”. Teori tersebut pada awalnya berisi analisis tentang 3 kasus dalam 3 ayat yang disinggung dalam atsar, kemudian dikembangkan menjadi 28 kasus dalam 27 ayat. Hal itu menjadi sebab terjadinya pergeseran dari hegemoni tradisi orientalisme Barat sampai kepada banyaknya Kritikus dari Timur yang sarat dengan motif

“evangelisme”. (2) Apa yang disebut Orientalis sebagai teori “Linguistic Errors” adalah produk logika yang salah kaprah. Al-Qur’an adalah sumber kaidah tata bahasa Arab. Menjadikan kaidah tata bahasa Arab sebagai standar kebenaran gramatika Al-Qur’an merupakan logika yang terbalik. Jika terdapat fenomena gramatika di dalam Al-Qur’an, yang berbeda dari kaidah yang telah ada, hal itu akan menjadi kaidah baru atau kaidah khusus.

Berdasarkan hasil penelitian ini, disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk mengkaji dampak perkembangan teori “Linguistic Errors”

yang dewasa ini lebih banyak dikembangkan oleh kritikus Arab, bagi dunia Islam, serta respon para intelektual Muslim terhadap berkembangnya teori ini.

(13)

xii

ثحبلا صخلم

.نىلدا ةعيفر 9102

ينقرشتسلدا ىواعد . دوجو لوح

يوحنلا ضقانتلا نآرقلا في

( ىلع درلا

ةيرظن )"ةيوغللا ءاطخلأا"

. تاساردلا يرسفتلا و نآرقلا مولع ةساردلا جمانرب .يرتسجالدا ةلاسر

( :فارشإ تتح .اتركاج نآرقلا مولع ةعماج ايلعلا 0

( مشاى يزارلا روتكدلا ) 9

دايز روتكدلا )

.قلحا ةيسيئرلا تاملكلا :

وحنلا نيآرقلا ، قرشتسلدا و ن ةيوغللا ءاطخلأا ،

.ةيملعلا تلايلحتلاب نآرقلا ةلاصأ نع رابتخلاا كانى نأ ضاترفا ىلع ادمتعم ثحبلا اذى نإ تعجارت دق نآرقلا ةلاصأ رابتخا ةلوامح نأ ودبي في "ةيوغللا ءاطخلأا" ةيرظن .ليج دعب لايج

.قرشلا نم وئافلخ لبق نم اىريودت تم و ،بيرغلا قرشتسلدا ةسارد يى اتهأشن لوأ لا هذى فدته ( :فصو لىإ ةسارد

0 ) ينقرشتسلدا ىواعد في يوحنلا ضقانتلا دوجو لوح

نآرقلا ( ، 9 ) ىلع درلا ميمصتلا وى مدختسلدا ثحبلا ميمصت ."ةيوغللا ءاطخلأا" ةيرظن

بتكلا نم تانايبلا رداصم تذخأ .يفصولا يفيكلا وقرشتسلدا اهفلأ تيلا تلااقلدا و

ن

في "ةيوغللا ءاطخلأا" لىإ ةبسنلاب .اهسفن ةثحابلا يى ثحبلا ةادأ و .نآرقلا

( :يلي امك جئاتنلا ىلع روثعلا تم ،ةسارلا هذى ىلع ءانب 0

) دوجو لوح تاءاعدا تيرثأ

"ةيوغللا ءاطخلأا" ةيرظن جاتنإ قيرط نع قارشتسلاا باطخ في نآرقلا في ضقانتلا توتحا .

تلااح ثلاثل ليلحتلا ىلع ةيادبلا في ةيرظنلا لا

في ةيوحن لآا

رثلأا في ةروكذلدا ةثلاثلا تاي ثم ،

لىإ تروطت 92

في ةيوحنلا ةلاح 92

.ةيآ لوحتلا ببس وى اذى ناك ديلقت نم

ةنميى

لىإ بيرغلا قارشتسلاا داقنلا ةرثك

يحيسلدا يرشبتلل عفاودلا مهيدل نيذلا ينيقرشلا .

( 9 ) ام

لخا قطنلدا جاتن وى "ةيوغللا ءاطخلأا" ويمسي و .ةيبرعلا ةغللا دعاوق ردصم وى نآرقلاف .بئا

ةيبرعلا ةغللا دعاوق مدختسا اذإ يقطنلدا أطلخا وى اذهف نآرقلا ةحاصف يرياعمك

ةولاع .يلىالجا

(14)

xiii

حبصتسف ةلالحا دعاوقلا نع فلتتخ تيلا نآرقلا في ةيوحنلا ةرىاظلا كانى تناك اذإ ،كلذ ىلع ا ءاطخلأا نم لا ،اصاخ وأ اديدج ادعاوق .طق ةيوغلل

ثحبلا اذى جئاتن ىلع دامتعلاابو ةيرظن روطت يرثأت في ليلحتلا ءارجإ ةثحابلا تحترقا ،

ملاسلإا لماعلل اىرثأ ،بيرعلا داقنلا دنع ايلاح اىروطت رثكلأا نآرقلا في "ةيوغللا ءاطخلأا"

و ،ي

ل ينملسلدا ينفقثلدا ةباجتسا

.ةيرظنلا هذى روطت

(15)

xiv ABSTRACT

Rofiatul Muna. 2019. The Allegations of Qur’an’s Grammatical Inconsistencies within the Discourse of Orientalism (A Rebuttal of

“Linguistic Errors” Theory). Master Thesis. The Qur’an and Tafsir Postgraduate Program Institute for Qur’anic Studies (IIQ) Jakarta.

Pembimbing: (1) Dr. Arrazy Hasyim, MA. (2) H. M. Ziyad Ulhaq, SQ, S.Hi., MA., Ph.D.

Kata Kunci: Qur’an’s Grammar, Orientalism, Linguistic Errors

This research begins with the assumption that the originality of the Qur’an is being tested by various scientific analyses. Attempts to test the authenticity of the Qur’an seem to have been handed down from one generation to another. The “Linguistic Errors” theory was born through Western Orientalist studies and developed by its successors from the East.

This study aims to describe: (1) Inconsistency of the Qur’anic Grammar in The Orientalist's perspective, (2) Critical study of the “Linguistic Errors” theory. The research method used is a descriptive qualitative approach with a content analysis model. The data sources were taken from the books, and articles written by the Orientalists. The research instrument is the researcher herself.

Based on this study the following results were found: (1) The allegations of the Qur’an’s grammatical inconsistencies within the discourse of orientalism were raised by producing the “Linguistic Errors” theory. The theory at first contained an analysis of 3 cases in the 3 verses that mentioned in the tsar, then developed into 28 cases in 27 verses. That was the cause of the shift from the hegemony of Western orientalism to the many critics from the East who were laden with the motives of "evangelism". (2) What Orientalists call the "Linguistic Errors" theory is a product of mistaken logic.

Al-Qur'an is the source of Arabic grammar rules. Making the rules of Arabic grammar a standard grammatical truth of the Qur'an’s grammar is a reversed logic. If there is a grammatical phenomenon in the Qur'an, which is different from the existing rules, it will be a new rule or a special rule, not grammatical errors.

Based on the results of this study, it is advisable for further researchers to analyze the impact of the development of the “Linguistic Errors” theory which nowadays is currently developed by the Arab critics, for the Muslim world, and to analyze the Muslim intellectuals responses to the impact of this theory development.

(16)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Orisinalitas Al-Qur‟an dapat diuji dengan pelbagai analisis ilmiah.

Salah satu analisis yang gencar dilakukan Orientalis1 adalah melalui pendekatan gramatika bahasa Arab. Sepanjang abad XIX Masehi, orientalisme telah melahirkan banyak cendekiawan, meningkatkan jumlah bahasa yang diajarkan di Barat, dan jumlah manuskrip yang diterjemahkan, dan ditafsirkan.2 Bahkan kajian bahasa Arab dianggap penting sejak pertengahan abad XV, dan telah dikaji secara mapan di pelbagai perguruan tinggi di Eropa.3

Orientalisme sejak kemunculannya sarat akan subjektifitas para cendekianya. Citra dunia Timur yang digambarkan dalam kajian Orientalis, menimbulkan dampak serius bagi representasi dunia Timur, dan Islam. Sukses dengan pencitraan, objek orientalisme kemudian lebih fokus pada kajian Al-Qur‟an. Usaha menguji otentisitas Al-Qur‟an tampak seperti dimunculkan ke permukaan dari generasi ke generasi.

1 Orientalis jamak diidentikkan dengan “Orang Barat” yang berperan sebagai intelektual, sedangkan segala hal berkaitan dengan ketimuran adalah objek kajiannya. Hal itu tentu tidak dapat dipungkiri, disebabkan karena sejarah panjang gerakan orientalisme memang berawal dari Barat. Namun definisi umum tersebut mulai pudar. Kenyataan bahwa intelektual Barat lebih tertarik dengan kajian tentang Islam bisa jadi penyebab pergeseran definisi. Jika demikian, maka tidak sedikit orang timur yang mendalami kajian Islam. Lalu apakah kemudian mereka disebut Orientalis juga?. Berkaitan dengan hal ini, Quraish Shihab (transliterasi sesuai dengan tulisan aslinya) menyatakan bahwa tidak mutlak Orientalis harus orang Barat, karena telah terbukti orang yang berasal dari timur juga mengkaji objek yang sama. Tetapi karena menyadari citra buruk yang diwariskan para Orientalis masa lalu yang menimbulkan antipati dari kaum muslim pada umumnya, maka dewasa ini terdapat kecenderungan untuk menyebut diri mereka yang melakukan studi keislaman menjadi

“Islamis”, bukan “Orientalis”. (M. Quraish Shihab, “Orientalisme”, dalam Jurnal Studi Al- Qur‟an, Vol. 1 No. 2 2006, h. 22 & 44)

2 Edward Said, Orientalisme, Terjemah oleh Ahmad Fawaid, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2016), h. 144

3 Beryl Smalley, The Study of The Bible in The Midle Ages, (London: Oxford University Press, 1983), h. 23

(17)

2

Upaya masuk melalui ranah linguistik berawal dari karya tulis Theodore Nöldeke yang diterbitkan pada tahun 1860.4 Dalam tulisan lain di Encyclopedia Britannica (1891), Theodore Nöldeke menyebutkan banyak kekeliruan di dalam Al-Qur‟an tentang sejarah awal agama Yahudi, yaitu kekeliruan dalam penyebutan nama-nama.5 Selanjutnya, Alphonse Mingana menulis sebuah esai tentang pengaruh bahasa Asing terhadap kosa-kata Al-Qur‟an yang ditulis pada tahun 1927.6 Selain Alphonse Mingana, Arthur Jeffery pada tahun 1938 juga menulis The Foreign Vocabulary of The Qur‟an yang secara spesifik membahas tentang bahasa Asing dalam Al-Qur‟an. Tulisan Arthur Jeffery tersebut berisi penelusuran terhadap asal-usul bahasa serapan yang digunakan Al- Qur‟an.7

Upaya-upaya tersebut dilakukan para Orientalis Barat atas nama akademis, dan intelektualitas dengan motif untuk membuktikan orisinalitas Al-Qur‟an, serta penasaran dengan pelbagai misteri yang meliputi latar kesejarahan Al-Qur‟an. Berkaitan dengan prinsip akademis, dan intelektual, betul jika dikatakan bahwa tanggapan dalam bentuk tulisan akan jauh lebih bermanfaat dari pada reaksi yang mengandalkan

4 Alphonse Mingana, “Syriac Influence On The Style Of The Kur‟an”, dalam Bulletin of the John Rylands Library, vol. 11 (London: Manchester University Press, 1927), h. 86

5 M. M. Al-Aʻzami, Sejarah Teks Al-Qur‟an, Terjemah oleh Sohirin Solihin dkk, (Jakarta: Gema Insani, 2013), h. 303

6 Alphonse Mingana berpendapat ada pengaruh beberapa bahasa Asing terhadap Al- Qur‟an. Ethiopia mewakili 5%, Ibrani 10%, Yunani-Romawi 10%, Persia 5%, dan Syriak 70%. Pengaruh Syriak menjadi yang paling dominan, dan terdapat dalam penyebutan nama- nama seperti Sulaiman, Fir‟aun, dan lainnya, juga digunakan dalam istilah keagamaan seperti kȃhin, dan masȋh, digunakan untuk kata-kata umum seperti Abb, dan Istabraq, serta referensi sejarah asing. Lihat: (Adnin Armas, Metodologi Bibel dalam Studi Al-Qur‟an: Studi Kritis, (Depok: Gema Insani, 2007), h. 143)

7 Catherine Penacchio, Lexical Borrowing In The Qur‟an: The Problematic Aspects of Arthur Jeffery‟s List, Terjemah oleh Judith Grumbach, diakses pada 25/03/2019, (https://journals.openedition.org/bcrfj/6643)

(18)

3

emosi,8 di luar ranah akademis. Oleh sebab itu, pelbagai tulisan intelektual muslim diantaranya, A Comparative Study with the Old and New Testaments karya M. M. Al-A‟zami telah menanggapi dengan apik pemikiran Theodore Nöldeke, Alphonse Mingana, Arthur Jeffery, dan Ignaz Goldziher serta beberapa Orientalis lain.9 Salah satu karya serupa dari penulis Indonesia, Taufik Adnan Amal, juga mencoba melakukan pendekatan sejarah, kemudian menanggapi teori-teori yang dikemukakan Orientalis.10

Studi linguistik Al-Qur‟an rupanya cukup memikat kalangan Orientalis. Hal ini dapat diketahui dari adanya publikasi ilmiah dari Orientalis yang mengkaji cabang linguistik yang lebih spesifik, yakni gramatika. Pembahasan mengenai aspek gramatika bahasa Al-Qur‟an mulai mendapat perhatian khusus sejak kemunculan artikel berjudul

“Linguistic Errors in The Qur‟an” dalam Journal of Semitic Studies.

Artikel John Burton yang dipublikasi pada tahun 1988 tersebut berisi analisis terhadap ayat-ayat Al-Qur‟an dari sudut pandang sintaksis Arab.

John Burton mendasarkan asumsinya dengan mengutip riwayat dari ʻUrwah bin Zubair yang bertanya kepada ʻȂʼisyah r.a tentang sejumlah ayat, QS. Thȃhȃ ([20]:63), QS. An-Nisaʼ ([4]:162), dan QS. Al-Mȃʼidah ([5]:69).11 Kemudian ʻȂʼisyah r.a menjawab, “(Kesalahan) itu adalah

8 M. Quraisy Shihab, dalam Taufik Adnan Amal, Kata Pengantar: Rekonstruksi Sejarah Al-Qur‟an, (Jakarta: Pustaka Alvabet, 2013), h. x

9 Mustafa Al-A‟zami setelah menanggapi teori-teori Orientalis, kemudian mengkaji kronologi kitab-kitab suci Biblikal. (M. M. Al-Aʻzami, Sejarah Teks Al-Qur‟an, h. 209)

10 Misalnya tanggapan Taufik Adnan Amal terhadap pandangan bahwa susunan surah Al-Qur‟an direkayasa oleh umat Islam, yang terbantahkan dengan penemuan manuskrip Al-Qur‟an di Sanʻȃ. Pandangan tersebut oleh Orientalis masih digaungkan bahkan pada akhir abad XX Masehi. (Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah Al-Qur‟an, h. 213- 214)

11 ٍع ٌآزقنا ٍحن ٍع خشئبع تنأس :لبق ،هيثأ ٍع ،حوزع ٍث وبشه ٍع ،خيوبعي ىثأ بُثذح هنىق ٍعو )حبكزنا ٌىتؤًنا و حلاصنا ٍيًيقًناو(:ًنبعت هنىق ٍع و )ٌازحبسن ٌاذه ٌا(:ًنبعت هنىق يذنا ٌا( :ًنبعت ىُيا ٍ

يذنا و ا يف اوؤطخأ ،ةبتكنا مًع اذه ،يخأ ٍثبي :تنبقف ،)ٌوؤثبصناو اودبه ٍ

(19)

4

ulah para penulis, mereka salah dalam penulisannya.”12 Menariknya, dasar analisis John Burton justru berangkat dari literatur Islam.

Beberapa tahun sebelum artikel John Burton dipublikasi, diterbitkan sebuah buku berjudul “Twenty Three Years: A Study of The Prophetic Career of Mohammad”. Karya Ali Dashti yang diterjemahkan dari bahasa Persia tersebut telah menyebut istilah grammatical errors di tengah penjelasan tentang kemu‟jizatan Al-Qur‟an. Materi yang dikategorikan sebagai kekeliruan gramatik dibahas secara singkat.

Penggunaan istilah “grammatical errors” tidak menjadikannya berbeda dengan tema analisis John Burton. Salah satu hal yang membuat penulis penasaran adalah motif Ali Dashti sesungguhnya di balik kajiannya yang dituangkan dalam buku yang berjudul asli “Bist O Seh Sal”, khususnya munculnya terminologi “grammatical errors”. Hal ini dikarenakan, Ali Dashti merupakan seorang Muslim yang tinggal di Iran, sementara sebagian besar karirnya dihabiskan sebagai seorang jurnalis yang kritis pada pemerintah. Selain itu, ia juga dikenal sebagai novelis. Dengan demikian, perlu ditelisik lebih jauh, sejak kapan Ali Dashti mengalihkan perhatiannya kepada kajian Islam, serta motif di balik itu, sehingga ia

ةبتكنا

. (As-Suyȗthȋ, Al-Itqȃn fȋ ʻȗlȗm Al-Qur‟an, Juz II, (Jakarta: Dȃr Al-Kutub Al- ʻȊlmiyyah, 2017M/1437H), h. 226). Berikut sebagian diantara surah-surah yang dianalisis Burton: ۚ َكِهجَق ٍِي َلِزَُأ بيَو َكيَنِإ َلِزَُأ بًِث ٌَىُِيؤُي ٌَىُِيؤًُناَو ىُهُِي ِىهِعنا يِف ٌَىخِساّزنا ٍِِكٰن بًًيظَع اًزجَأ ىِهيتؤَُُس َكِئٰنوُأ ِزِخلآا ِوىَيناَو ِ َّللَّبِث ٌَىُِيؤًُناَو َحبكَّزنا ٌَىتؤًُناَو ۚ َحلاَّصنا ٍَيًيقًُنا َو, ٌَِّإ ٌفىَخ لاَف بًحِنبص َمًَِعَو ِزِخلآا ِوىَيناَو ِ َّللَّبِث ٍََيآ ٍَي ٰيربصَُّناَو ٌَىئِثبّصنا َو اودبه ٍَيذَّناَو اىُ َيآ ٍَيذَّنا ٌَىََزحَي ىُه لاَو ىِهيَهَع. Berdasarkan pembacaan singkat penulis terhadap artikel Burton, ia menyebutkan analisis terhadap tiga ayat, diantaranya adalah ayat-ayat tersebut di atas.

Namun, analisis Burton sepertinya tidak mengamati sisi perbedaan bacaan (Qirȃʼȃt) nya sehingga penulis akan mencoba melihat dari sudut pandang Qirȃʼȃt juga.

12 John Burton, “Linguistic Errors in The Qur‟an”, dalam Journal of Semitic Studies, Vol. XXXIII Issue 2 1 October 1988, h. 181. Asumsi yang dibangun dari penyebutan atsar (riwayat yang bersumber dari sahabat Nabi SAW) di bagian awal artikel adalah untuk mendasarkan adanya indikasi kesalahan gramatika Al-Qur‟an yang disebabkan oleh kesalahan yang dilakukan oleh para penulis wahyu.

(20)

5

memperjuangkan karya tersebut supaya diterbitkan, meskipun situasi Iran sangat menyulitkan kala itu.

Terinsipirasi oleh artikel John Burton, P. Newton dan M. Rafiqul Haqq mengangkat isu yang sama dengan judul, “The Qur‟an:

Grammatical Errors”. Tulisan yang dipublikasi pada tahun 1996 tersebut menggunakan teori John Burton, dan mengembangkan cakupan ayatnya.

Hal ini dikonfirmasi dengan adanya pernyataan bahwa tulisan tersebut memang terinspirasi dari penelitian Orientalis terdahulu pada tema yang sama.13 Tulisan tersebut berisi uraian tentang tiga belas ayat yang diduga mengandung kekeliruan gramatika dalam Al-Qur‟an. Dalam tulisannya itu, P. Newton, dan M. Rafiqul Haqq menyatakan keraguannya terhadap orisinalitas Al-Qur‟an. Keduanya berpandangan, terdapat inkonsistensi gramatika di dalam Al-Qur‟an, sehingga klaim tentang keaslian Al- Qur‟an patut dipertanyakan.14

Ada dua metode yang digunakan orientalisme untuk menyuguhkan Timur ke dunia Barat pada awal abad XX. Pertama, menggunakan ilmu pengetahuan, dan melalui kajian intelektual. Kedua, melalui konvergensi.15 Selama memasuki abad modern, terjadi

13 Tulisan yang dipublikasi melalui website (https://www.answering- islam.org/authors/newton.html) ini dikutip pula oleh Adama Bamba Lihat: Adama Bamba, Al-Mustasyriqȗn wa Daʻwȃ al-Akhthȃ‟ fȋ al-Qur‟ȃn al-Karȋm, (Beirut: Dȃr al-Kutub al-

„Ilmiyyah, 2013), h. 33. Sebenarnya website tersebut masih ada, namun akses terhadap situs tersebut sulit. Hal itu dikarenakan konten situs diblokir di beberapa negara, dan seluruh identitas penulis artikel dalam situs tersebut tidak dipublikasi, alias dirahasiakan.

14 P. Newton, dan M. Rafiqul Haqq, The Qur‟an: Grammatical Errors, 1996, https://www.answering-islam.org/authors/newton.html, diakses tanggal 19/3/2019

15 Konvergensi merupakan usaha untuk mengintegrasikan semua sumber daya yang ada guna mencapai satu tujuan. Dalam konteks orientalisme, konvergensi dapat dijelaskan dengan langkah-langkah berikut: adanya upaya meneliti dan mengkaji peradaban, agama, dinasti, budaya, dan aktifitas penerjemahan naskah-naskah tentang Timur atau sederhananya adalah usaha Orientalis untuk mengkaji secara tekstual sehingga membentuk pandangan interpretatif; Meskipun Orientalis mengkaji tentang Timur, tetapi persepsi tentang Timur selalu di luar Barat; Setelah itu baru kemudian diterangkan jarak kultural, temporal, dan geografis dengan bahasa-bahasa metafora sehingga secara tidak langsung mempengaruhi konstruksi pemahaman. Lihat: Edward Said, Orientalisme, h. 339-340

(21)

6

pereduksian antara orientalisme laten (kajian Timur klasik), dengan orientalisme modern.16 Hal tersebut tampak jelas pada metode Orientalis dalam memproduksi karya, dan mempublikasinya. John Burton, dan para Orientalis pendahulunya menggunakan metode pertama yang kajiannya didukung dengan literatur Timur klasik, dan dipublikasi secara resmi melalui media institusi. Berbeda dengan P. Newton, dan Rekannya, M.

Rafiqul Haqq, yang berada di tengah. P. Newton, dan M. Rafiqul Haqq mempublikasi artikelnya secara luas di situs web, dengan merahasiakan identitas aslinya. Adanya pergeseran metode yang berangsur-angsur mengikuti transisi dari klasik ke modern secara nyata mempengaruhi aktifitas penulisan, dan penyebaran informasi. Dampak dari transisi tersebut, akan tampak lebih jelas pada generasi setelah P. Newton, dan M.

Rafiqul Haqq di bawah ini.

Pada tahun 2003, publik Mesir dihebohkan oleh acara Talk Show di saluran TV Al-Ḫayȃt yang mengkritisi pribadi Nabi Muhammad SAW, dan ajaran Islam.17 Talk Show mingguan dengan tema “Question about Faith” itu mendapat kritikan keras dari pelbagai media Mesir. Kehebohan yang ditimbulkan tidak lain disebabkan oleh pernyataan-pernyataan Zakaria Botros yang dialamatkan kepada agama dan umat Islam. Diantara kritiknya yang acap kali disebutkan yakni, urgensi umat Islam untuk merevisi Al-Qur‟an. Kritik keras Zakaria Botros dilandasi oleh keyakinan akan adanya “kekeliruan” di dalam Al-Qur‟an. Zakaria Botros juga kerap menyuarakan tuntutan agar umat Islam menghapus ayat-ayat yang menyangkal ketuhanan Yesus. Akibat sikap frontalnya, umat Islam mengecamnya. Meski demikian, Zakaria Botros yang berdalih tinggal di

16 Edward Said, Orientalisme, h. 341

17 Umar Abdur Razzak, Mȃ Lȃ Yuqȃl: Hal Tawaqquf Qanȃt “Al-Hayat” Barȃmij Zakariyya Botross Matsȋrah Li Al-Jadal?, London: BBC Arabic, 2010, http://www.bbc.com/arabic/artandculture/2010/05/100517_malayuqal_christians_bbc_tc2.sht ml, diakses tanggal 19/3/2019

(22)

7

Barat dimana kebebasan berpendapat tidak dibatasi, justru semakin gencar menyuarakan kritiknya. Selanjutnya, Ia mengajukan sepuluh tuntutan kepada umat Islam jika menginginkannya untuk berhenti menyuarakan yang diklaimnya sebagai “kebenaran”.18

Kehadiran Zakaria Botros sebagai “kritikus Islam” di dunia Barat, dan sikap “ngototnya” seperti membawa angin segar bagi dunia Barat.

Salah satu pandangannya yang memantik kontroversi adalah pernyataanya tentang adanya “kekeliruan” gramatika dalam Al-Qur‟an.

Dalam tulisannya yang dipublikasi di sebuah website19, dalam pembahasan mengenai al-Iʻjȃz al-Lughawȋ fȋ Al-Qur‟ȃn, Zakaria Botros memaparkan ayat-ayat yang menurutnya mengandung kesalahan sintaksis Arab. Pendeta ini juga mengutip riwayat atsar yang sama dikutip oleh John Burton sebagai pijakan argumentasinya.20 Tulisan yang berjudul

“Tasȃʼulȃt ḫawl Al-Qur‟ȃn” tersebut merupakan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan seputar kemukjizatan Al-Qur‟an yang diajukan para penonton kepadanya dalam sesi tanya jawab di salah satu stasiun TV.

Menurut pendeta yang mulai populer pada awal abad XXI ini, umat Islam tidak sepatutnya mengkritik Bible, dan menerapkan fanatisme buta terhadap Al-Qur‟an. Pandangan Zakaria Botros tentang adanya inkonsistensi penggunaan kaidah bahasa Arab dalam kitab suci umat Islam digunakannya untuk mempertanyakan otentisitas Al-Qur‟an. Selain

18 The Middle East Media Research Institute (MEMRI), Coptic TV Show Causes Controversy in Egypt, 2005, http://www.imra.org.il/story.php3?id=26196, diakses pada 19/3/2019

19 Kanal web (www.fatherzakaria.com) dengan slogan “ىيلأا مك ءبجر حيسًنا” (Isa Al-Masȋh adalah Harapan Seluruh Umat) yang bergerak untuk mengenalkan Yesus kepada publik. Situs Zakaria Botros ini telah memiliki kurang lebih tujuh program, baik di televisi maupun di media digital. Melalui media ini, Zakaria Botros dengan bebas menyuarakan pandangan-pandangannya melawan ajaran Islam.

20 Zakaria Botros, Tasȃʼulȃt ḫawl Al-Qur‟ȃn, www.fatherzakaria.com, diakses 19/3/2019

(23)

8

aktif menulis, Zakaria Botros kini lebih gencar menyuarakan kritik terhadap Islam melalui Al-Fady TV, kanal digital yang digagasnya. Sikap kritisnya tersebut di satu sisi mendapatkan sambutan yang baik, meski di sisi lain memicu reaksi keras dari pelbagai kalangan, khususnya umat Islam. Menariknya, kritik Zakaria Botros terhadap gramatika Al-Qur‟an lagi-lagi seakan mengulang pandangan para Orientalis pendahulunya.

Aktif sebagai penginjil dari Timur Tengah, dan menjalankan misi evangelisme, sebagaimana Zakaria Botros, Anis Shorrosh faktanya lebih awal menyinggung tentang “grammatical errors” melalui bukunya yang bertajuk “Islam Revealed: A Christian Arab‟s View of Islam”. Anis Shorrosh yang lebih populer sebagai pendebat, tidak disangka menerbitkan buku tersebut pada tahun yang sama dimana John Burton mempublikasi artikel “Linguistic Errors in The Qur‟an”. Oleh sebab itu, tulisan Anis Shorrosh di atas perlu menjadi perhatian penulis.

Satu dari hasil “pencitraan” orientalisme terhadap Islam agaknya dapat dikatakan efektif. Hal ini dikarenakan murtadnya muslim taat seperti Abdallah Abd Al-Fadi. Berpindah agama setelah belajar di Amerika, Abdallah Abd Al-Fadi kemudian menetap di perantauannya.21 Mantan pemeluk Islam kelahiran Arab Saudi itu kini berdiri di garda depan sebagai “kepanjangan tangan Yesus” dalam mendekatkan umat Islam yang ingin lebih mengenal agama Kristen yang kini dianutnya.22 Mirip dengan Zakaria Botros, Abdallah Abd Al-Fadi juga menggerakkan masa untuk berpikir kritis mengenai Islam melalui kanal-kanal daring.

21 Billy Hallowell, Ex-Moslem Author: Koran‟s Demand “Jihad” & Teaches

Believers to “Hate” Christians and Jews, 2011,

https://www.theblaze.com/news/2011/09/13/ex-muslim-author-koran-demands-jihad- teaches-believers-to-hate-christians-and-jews, diakses tanggal 25/03/2019

22 Al-Fadi mendirikan yayasan CIRA International yang dapat diakses secara digital, (http://www.cirainternational.com/), dengan misi untuk menyadarkan publik tentang Islam, dan pergerakannya, serta menyampaikan kebenaran tentang ajaran Yesus.

(24)

9

Pria yang mempelajari Islam sejak kecil itu menulis buku berjudul

“Is The Qur‟an Infallible?” yang termasuk di dalamnya pembahasan tentang dua puluh empat persoalan gramatika Al-Qur‟an. Namun pembahasan Abdallah Abd Al-Fadi dalam bukunya tidak lebih hanya sekedar asumsi sebab ditulis tanpa diperkuat dengan rujukan yang beragam, dan mumpuni. Abdallah Abd Al-Fadi mempertanyakan banyak hal dalam Islam di atas empat ratus halaman lebih, tetapi hanya terdapat sembilan belas rujukan di daftar pustaka. Tulisannya yang jauh dari kriteria ilmiah menyebabkan Abdallah Abd Al-Fadi tidak relevan untuk diklasifikasikan sebagai seorang intelektual.

Meski demikian, tidak dapat dipungkiri tulisan Abdallah Abd Al- Fadi terbilang cukup populer di kalangan awam, maupun intelektual.

Tingkat keterbacaannya yang lumayan tinggi membuka kancah pemikiran orang awam tentang Islam,23 serta memancing diskusi di kalangan para cendekia. Salah seorang cendekiawan muslim yang turut merespon tulisan Abdallah Abd Al-Fadi yaitu Syed Shakeel Ahmed Anwar. Buku yang diterbitkan di India oleh Telugu Islamic Publications and Trust itu bertajuk “The Holy Qur‟an is Infallible”. Karya tersebut ditujukan secara khusus untuk menjawab tulisan Abdallah Abd Al-Fadi. Namun demikian, akses terhadap buku tersebut relatif sulit.

Setelah menulis “Is The Qur‟an Infallible?”, Abdallah Abd Al- Fadi bersama dengan para mantan muslim atau former muslim (Ex- Muslim) kemudian menulis analisis terhadap Al-Qur‟an. Buku berjudul The Qur‟an Dilemma itu baru diterbitkan tahun 2010 dalam versi berbahasa Arab. Setahun kemudian, versi bahasa Inggris sudah dapat

23 Misalnya, dalam sebuah forum tanya jawab dengan dr. Zakir Naik, salah seorang penanya menanyakan sebuah pertanyaan tentang gramatika Al-Qur‟an yang diambil dari buku “Is The Qur‟an Infallible?” karya Abdallah Abd. Al-Fadi. Lihat tautan:

https://www.youtube.com/watch?v=VpwsQGl8oIE

(25)

10

diterbitkan. Analisis yang dikemukakan secara sistematis sesuai urutan surah Al-Qur‟an. Pada bagian awal buku ini terdapat pemaparan tentang Critical Analysis yang di dalamnya termasuk analisis tentang “Linguistic Errors”.24 Asumsi penulis, pembahasan dalam sub bab “Linguistic Errors” di buku tersebut tidak akan jauh berbeda dengan tulisan Abdallah Abd Al-Fadi sebelumnya tentang “Grammatical Errors” dalam buku “Is The Qur‟an Infallible?”. Dengan demikian, jika akses terhadap buku “The Qur‟an Dilemma” sulit, maka cukup dengan mengkaji buku “Is The Qur‟an Infallible?”.

Setelah Abdallah Abd. Al-Fadi yang berasal dari Arab Saudi,

“generasi” selanjutnya juga memiliki latar belakang yang tidak jauh berbeda. Perbedaannya, Mohammad Al-Ghazoli yang hidup selama 40 tahun sebagai seorang Muslim, tidak mendapat pendidikan Agama yang memadai. Ia tinggal di lingkaran yang tidak bekerjasama untuk membuka diskusi mengenai Agama. Akibatnya, ketika seorang yang disebutnya

“teman” mencoba mempengaruhinya, pria berkebangsaan Libya ini dengan mudahnya terseret dalam tahun-tahun di luar agama. Akhirnya, pencarian “kebenarannya” berbuntut pada keputusannya untuk menjadi Kristen. Salah satu bukunya “Christ, Mohammad, and I” mencoba mengkritisi Al-Qur‟an.25 Melalui buku tersebut, ia mempertanyakan banyak hal tentang Islam. Diantara persoalan yang dipertanyakan yakni

24 Water Life Publishing, 2010,

http://waterlifepublishing.com/Store/tabid/40/List/0/ProductID/6/Default.aspx, diakses tanggal 19/03/2019. Penulis hanya bisa mengakses bagian depan dari buku “The Qur‟an Dilemma” ini, sehingga tidak memungkinkan untuk diteliti. Buku ini hanya penulis paparkan sebagai informasi.

25 Seluruh isi buku Mohammad Al-Ghazoli berisi tentang kegelisahannya terhadap Islam, dan Nabi Muhammad, serta kisahnya dari Muslim sampai berpindah menjadi penganut Kristen. Kritik tentang Gramatika Al-Qur‟an disampaikannya pada bagian ke-5 yang berjudul “Is the Quran GodSent or ManMade?”. Lihat: David W. Daniels, (ed.), Mohammad Al-Ghazoli, Christ, Muhammad, and I, (Ontario: Chick Publication, 2007), h.

114-119

(26)

11

“kemukjizatan Al-Qur‟an” sebagai wahyu Tuhan. Dalam sub pembahasan

“The Miracle of The Qur‟an” ia menyebut 4 ayat yang dipandangnya mengandung kesalahan gramatika, dan mencoba menyarankan kebenaran versinya.

Berdasarkan pemaparan di atas, tampak bahwa kritik Orientalis mengenai Islam tidak hanya gencar disuarakan melalui karya ilmiah.

Belakangan, para pengikut teori “Linguistic Errors” John Burton justru tidak menonjolkan kajian akademis. Media yang dipilih dalam menyuarakan pandangan bukan lagi konsisten dengan literatur khas intelektual, melainkan lebih memaksimalkan media yang menunjang popularitas dan bersifat bombastis. Hal ini menimbulkan asumsi adanya perbedaan orientasi pada generasi yang berbeda.

Fenomena ini disebabkan oleh tradisi komunikasi mulai Abad XX yang mengalami pergeseran. Mulai tahun 1920-an, orang mulai bebicara mengenai “media masa”. Lalu pada permulaan era televisi tahun 1950- an,26 perbincangan tentang “revolusi komunikasi” mulai muncul.27 Sejak saat itu, babak baru era teknologi modern dimulai. Teknologi adalah faktor penting terjadinya perubahan sosial dalam sebuah bangsa.28 Teknologi memungkinkan individu, atau sekelompok orang untuk berinteraksi melalui media masa. Media masa menjadi pusat jaringan sosial, dan sarana menciptakan interaksi yang baru.29 Pada awal tahun 2000-an, media yang menjadi pusat informasi masih bertahan pada televisi.

26 Asa Briggs, dan Peter Burke, Sejarah Sosial Media: Dari Gutenberg sampai Internet, Terjemah oleh A. Rahman Zainuddin, (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2006), h. 2

27 Asa Briggs, dan Peter Burke, Sejarah Sosial Media: Dari Gutenberg sampai Internet, h. 1

28 Everett M. Rogers, Communication Technology: The New Media in Society, (New York: The Free Press, 1986), h. 23

29Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2007), h. 220-221

(27)

12

Dewasa ini, teknologi yang terus menerus melekat dengan kehidupan manusia adalah ponsel pintar. Sebagai media digital, ponsel pintar memberikan pengaruh signifikan terhadap pergeseran budaya komunikasi, dan pusat informasi. Berkaitan dengan orientalisme, pergeseran budaya sebagaimana gambaran di atas turut dimanfaatkan Orientalis untuk menyebarkan pandangan, dan pengaruhnya.

Di era keterbukaan komunikasi, pergerakan Orientalis lebih masif dilakukan dengan memanfaatkan kanal digital, dan media sosial. Selain Zakaria Botros, dan Abdallah Abd Al-Fadi, seorang misionaris apologis30 Kristen David Wood juga berkontribusi atas diskusi mengenai Islam.

Debater tersebut aktif menyuarakan pendapatnya melalui media populer seperti Twitter, Blogger, dan You Tube. Hal ini menyebabkan pengaruh David Wood di kalangan pengguna media populer cukup signifikan.

Kendati David Wood tidak banyak berbicara mengenai gramatika Al- Qur‟an, tetapi di salah satu cuitan Twitter, pria yang juga berprofesi sebagai presenter ini menyatakan adanya “kekeliruan” gramatika Al- Qur‟an dalam QS. Asy-Syuʻarȃ‟ ([26]:16), kemudian menyebut sumber video dari You Tube.31 Meski demikian, penulis tidak dapat memasukkan David Wood ke dalam salah satu nama dalam daftar yang akan diteliti.

30 Apologis merupakan seseorang yang melakukan kajian agama tertentu dengan motif mempertahankan diri. (M. Arfan Muʻammar, dkk, Studi Islam Kontemporer Perspektif Insider/Outsider, (Yogyakarta: IRCiSoD, 2017), h. 75). Dalam kaitannya dengan David Wood yang merupakan Apologis Kristen, dulu ia adalah seorang ateis yang kemudian berbalik membela Kristen. (Jonathan Light, “Amazing Grace Amid Profound Controversy”,

dalam Dearborn Free Press, 31 Agustus 2010,

https://www.dearbornfreepress.com/2010/08/31/amazing-grace-amid-profound-controversy/, diakses tanggal 16/09/2019). David Wood menjalankan fungsi apologinya dengan menjadi seorang debater yang kerap tampil beradu argumen dengan debater Muslim tentang pelbagai persoalan akidah, sejarah, maupun isu-isu kekinian. Lihat: David Nicholson, “Debates Look at Islam, Christianity”, dalam Daily Press, 15 Maret 2008, https://www.dailypress.com/news/dp-xpm-20080315-2008-03-15-0803140096-story.html, diakses tanggal 16/09/2019

31 David Wood, A Grammatical Error In The Qur‟an, 2018, https://twitter.com/Acts17/status/1063661808152649731, diakses 19/03/2019

(28)

13

Hal ini dikarenakan, penulis tidak menemukan tulisan ilmiah David Wood yang berkaitan dengan gramatika Al-Qur‟an.

Adapun munculnya artikel, buku, dan tulisan tentang “linguistic errors”, justru berbanding terbalik dengan sanggahan dari intelektual Muslim. Pelbagai macam usaha Orientalis untuk mengoreksi Al-Qur‟an, bahkan secara tidak langsung didukung oleh seorang intelektual Muslim.

Abd Al-Ḫalȋm Al-Ghazzȋ mencoba memaparkan argumentasi melalui analisa pada kaidah Qirȃ‟ȃt32. Melalui kanal (قئبقحنا زُك)33 Abd Al-Ḫalȋm Al-Ghazzȋ memaparkan tentang perbedaan bacaan para Imam Qirȃ‟ȃt dalam QS. Al-Mȃ‟idah ([5]:69) dengan merujuk pada kitab “al-Muʻjam al-Qirȃ‟ȃt”. Disebutkan bahwa “َّ ن ْوُئِبب ” yang nominatif pada surah َّ صلا tersebut dibaca “َّ هَِّئَّْيَِّببَّ صلا” sebagai akusatif oleh Ibnu Katsȋr, ʻȂ‟isyah, Ubay bin Ka‟b dan beberapa nama lain, tetapi bacaan tersebut tidak mutawatir.34

Berdasarkan hal itu, Abd Al-Ḫalȋm Al-Ghazzȋ setuju dengan pernyataan tentang adanya kesalahan penulisan (imlȃ‟iy) pada saat penulisan wahyu. Akhirnya hal ini menyebabkan terjadinya perbedaan

32 Kaidah Qira‟ȃt adalah bidang studi yang mempelajari macam-macam bacaan Al- Qur‟an. Lihat: Ahmad Fathoni, Kaidah Qiraat Tujuh 1 & 2, (Tangerang Selatan: Yayasan Bengkel Metode Maisura, 2016), h. 3

33 Dalam pemaparannya, disebutkan surah Al-Mȃ‟idah ayat 46 padahal pada ayat tersebut tidak terdapat lafal ”As-Shȃbi‟ȗn”. Kemungkinan ayat yang dimaksud adalah ayat 69. Koreksi ini didasarkan penulis pada mushaf ʻUtsmȃnȋ riwayat Ḫafsh sebagaimana mushaf yang digunakan di Indonesia. Al-Ghazzȋ merupakan salah satu pemuka Syiah yang produktif menulis serta melakukan kajian melalui kanal You Tube, dan media TV. Namun, sayangnya penulis tidak menemukan tulisan Al- Ghazzȋ mengenai kaidah Qirȃ‟ȃt yang dijadikan bahan pembenaran teori Orientalis sebagaimana yang dikemukakan. Lihat: Abd Al-Ḫalȋm Al-Ghazzȋ, Qirȃ‟ah As-Shȃbi‟ȗn Fȋ Al-Ȃyah 46 Sȗrah Al-Mȃ‟idah fȋ Muʻjam Al- Qirȃ‟ȃt Al-Qur‟ȃnniyyah, 2016, https://www.youtube.com/watch?v=cxD91VVk-mc, diakses tanggal 26/03/2019

34 Abd Al-Lathȋf Al-Khathȋb, Al-Muʻjam Al-Qirȃ‟ȃt, Juz II, (Kairo: Dȃr Sa‟d al-Dȋn, tanpa tahun), h. 321). Al-Ghazzȋ menyebutkan referensi yang dirujuknya adalah kitab “Al- Muʻjam Al-Qirȃ‟ȃt” pada Juz 2 halaman 46, namun penulis mendapati perbedaan halaman pada kitab yang ditemukan, yaitu halaman 321. Kemungkinan yang dapat diterima adalah bahwa kitab, dan pengarang yang sama, namun berbeda percetakan sehingga menyebabkan perbedaan halaman.

(29)

14

bacaan yang berimplikasi pada gramatika Al-Qur‟an atau sintaksis Al- Qur‟an. Oleh sebab itu, kemungkinan adanya perbedaan bacaan yang berimplikasi pada sintaksis Al-Qur‟an perlu dikaji lebih dalam.

Jika diamati dari awal, terdapat motif tertentu yang mengerucut pada tujuan yang sama. Misalnya Zakaria Botros, dengan lantang mengkritisi kitab suci umat Islam, sembari menegaskan bahwa tidak seharusnya umat Islam mengkritik Bible. Abdallah Abd Al-Fadi yang mulanya seorang Muslim taat, kemudian beralih memperjuangkan ajaran Kristen agar dikenal oleh umat Islam, dan mendiskreditkan Islam melalui banyak cara. Demikian juga David Wood, debater yang dahulu seorang ateis, kemudian berbalik memasang badan demi membela agama Kristen.

Ketiganya tampaknya memiliki misi yang sama, yakni membela, dan menyebarkan ajaran agama, dengan mendiskreditkan Islam.

Gambaran motif yang seolah-olah mencerminkan adanya relasi antara ketiganya hanya akan menjadi sebuah kebetulan jika Zakaria Botros tidak memiliki motif yang kuat untuk menyudutkan Islam, atau Abdallah Abd Al-Fadi tidak berniat mencari perhatian publik karena merasa paling otoritatif untuk berbicara mengenai Islam sebagai mantan Muslim, atau David Wood tidak turut berkomentar tentang gramatika Al- Qur‟an setelah mewawancarai Abdallah Abd Al-Fadi. Uraian di atas adalah sebagian tendensi yang tampak jelas kesamaan motifnya.

Meskipun belum semua Orientalis disebutkan di atas, tetapi motif-motif yang tampak dari Ali Dashti, Anis Shorrosh, P. Newton, dan M. Rafiqul Haqq, serta Mohammed Al-Ghazoli kemungkinan memiliki kesamaan.

Dengan demikian, semua motif yang melandasi Orientalis dalam mengkaji Al-Qur‟an akan menjadi perhatian khusus bagi penulis.

Sebenarnya pelbagai persoalan gramatika Al-Qur‟an telah dibahas oleh para Ulama‟ muslim kenamaan. Ibnu Abȋ Dȃwud As-Sijistȃnȋ dalam

(30)

15

kitab “Al-Mashȃhif” jauh sebelum abad X Masehi telah menyebutkan beberapa opsi jawaban mengenai gramatika Al-Qur‟an yang tampak tidak linier dengan kaidah bahasa Arab. Demikian juga As-Suyȗthȋ dalam kitab

“Al-Itqȃn fȋ „Ulȗm al-Qur´ȃn” yang ditulis sebelum abad XVI Masehi.

Kemudian Muhy al-Dȋn bin Ahmad Musthafȃ Ad-Darwȋsh secara khusus menulis tentang Iʻrȃb35 Al-Qur‟an. Melalui karya fenomenalnya “Iʻrȃb al-Qurʻȃn al-Karȋm wa Bayȃnuh”, ia mencoba menganalisis persoalan seputar gramatika Al-Qur‟an. Selain karya para Ulama‟ di atas, umat Islam tidak kekurangan karya para Ulamaʻ, dan intelektual Muslim untuk dijadikan rujukan menangani kritik para Orientalis.

Pembahasan para Ulama‟ tentang gramatika Al-Qur‟an yang dipermasalahkan oleh Orientalis terdapat dalam banyak kitab secara terpisah. Sementara itu, tidak semua orang dapat membaca, dan memahami secara jernih dan utuh pemaparan dalam kitab para Ulama‟

muslim yang sebagian besar berbahasa Arab. Kritik Orientalis terhadap gramatika Al-Qur‟an dengan menggunakan teori “Linguistic Errors” juga selalu dikembangkan, dan senantiasa disuarakan. Inisiatif Orientalis untuk menyebarkan paham melalui media digital yang kian masif dilakukan, perlu dinetralisir dengan kajian ilmiah. Terdapat urgensi yang tinggi akan hadirnya karya ilmiah yang dapat menjadi jembatan untuk memahami pandangan para Ulama‟, serta mengkaunter kritik Orientalis. Selain merasa bertanggung jawab secara akademis, belum ditemukan pula tesis yang secara detail membahas pendekatan Orientalis terhadap gramatika

35 Definisi Iʻrab di sini lebih dari definisi umum “perubahan akhir kata atau frasa”, melainkan erat kaitannya dengan pembuktian Iʻjȃz Al-Qur‟an (Kemukjizatan Al-Qur‟an) yang dilakukan Orientalis. Oleh sebab itu, dirasa perlu untuk mengutip penjelasan Abdul Jabbar yang menegaskan bahwa setiap hukum yang menjelaskan Iʻjȃz berarti menjelaskan fashȃhah baik itu ditemukan dalam ungkapan haqiqi atau majazi. Pandangan ini menafikan teori bahwa I‟jȃz hanya bisa dibuktikan melalui ayat-ayat yang mengandung unsur balȃghah, dan badȋʻ sekaligus mengonfirmasi bahwa I‟jȃz berlaku tidak terbatas pada sistem bahasa saja. Lihat: Nasr Hamid, Tekstualitas Al-Qur‟an: Kritik Terhadap „Ulumul Qur‟an, Terjemah oleh Khoiron Nahdliyyin, (Yogyakarta: IRCiSoD, 2016), h. 192.

(31)

16

Al-Qur‟an. Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis berinisiatif untuk melakukan penelitian tesis dengan judul, “TUDUHAN INKONSISTENSI GRAMATIKA AL-QUR’AN DALAM DISKURSUS ORIENTALISME (Sanggahan atas Teori “Linguistic Errors”)”.

B. Permasalahan

1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, permasalahan yang dapat diidentifikasi berkaitan dengan judul di atas adalah:

a. Gramatika Al-Qur‟an dipandang inkonsisten sehingga kontradiktif dengan kaidah tata bahasa Arab

b. Pandangan Orientalis tentang adanya Inkonsistensi Gramatika Al- Qur‟an memberi dampak yang cukup kuat di kalangan masyarakat Muslim

c. Setelah teori “Linguistic Errors” muncul, ditemukan beberapa kritikus Timur yang mengemukakan teori serupa

d. Motif kuat Orientalis untuk mengkritisi Al-Qur‟an berkaitan erat dengan latar belakang, dan pengalaman hidupnya

e. Meskipun wacana inkonsistensi gramatika Al-Qur‟an telah menuai pelbagai sanggahan dari kalangan Muslim melalui banyak media, namun belum banyak karya ilmiah yang secara spesifik mengkaji teori “Linguitic Errors”

f. Kajian Orientalis belum diminati oleh mahasiswa Institut Ilmu Al- Qur‟an (IIQ) Jakarta dibuktikan dengan langkanya tulisan, artikel, skripsi, maupun tesis yang berkaitan dengan kajian tersebut di perpustakaan kampus.

(32)

17

2. Pembatasan Masalah

Permasalahan dalam penelitian ini dibatasi berdasarkan penemuan penulis terhadap karya tulis para Orientalis yang secara langsung mengkaji “linguistic errors”, menyebut, atau membahas tentang hal yang serupa dengan itu, baik berupa artikel, buku, atau catatan yang telah dipublikasi. Berikut ini Orientalis, dan judul karya tulisnya; John Burton bisa dikatakan sebagai tokoh yang mempopulerkan teori “Linguistic Errors”, yang kemudian menginspirasi lahirnya teori-teori serupa. Istilah “Grammatical Errors” juga telah ditemukan pada karya Ali Dashti yang ditulis sebelum artikel John Burton dipublikasi. Anis Shorrosh juga telah menyebut istilah “Grammatical Errors” dalam bukunya “Islam Revealed: A Christian Arab‟s View of Islam” yang diterbitkan pada tahun yang sama dimana John Burton mempublikasi artikelnya.

Kemudian P. Newton, dan M. Rafiqul Haqq mengangkat lagi teori

“Grammatical Errors” beberapa tahun setelah kemunculan artikel

“Linguistic Errors” John Burton. Selain itu, Abdallah Abd Al-Fadi membahas “Grammatical Question” dalam bukunya “Is The Qur‟an Infallible?”, serta membahasnya dalam buku selanjutnya yang ditulis bersama dengan para mantan Muslim dengan memakai istilah

“Linguistic Errors”. Selanjutnya, dalam pelbagai kesempatan Zakaria Botros menggunakan istilah “Grammatical Mistakes” untuk menyebut ayat-ayat Al-Qur‟an yang dianggapnya kontradiktif dengan kaidah tata bahasa Arab. Ia juga mempublikasi tulisan berjudul

“نآرقلاَّ لوحَّ تلاؤبست” yang salah satu sub topiknya membahas yang disebutnya “Grammatical Mistakes”. Terakhir, terdapat Mohammad Al-Ghazoli yang menyebut tentang “Grammatical Errors” dalam bukunya “Christ, Mohammed, and I”.

(33)

18

Perbedaan terminologi yang digunakan oleh para Orientalis di atas hanya terdapat pada peristilahan saja, sedangkan konten pembahasan sama-sama membahas aspek sintaksis Al-Qur‟an. Semua istilah yang digunakan Orientalis untuk menyebut persoalan gramatika atau sintaksis36 Al-Qur‟an yang dianggap inkonsisten merujuk pada teori yang sama. Pendekatan gramatika dalam penelitian ini secara spesifik membahas tentang “Linguistic Errors”

atau “Grammatical Errors/Mistakes” dalam pandangan Orientalis.

Pernyataan ini cukup menjelaskan bahwa cakupan kajian ini tidak secara khusus melakukan pendekatan gramatika pada objek selain sintaksis, seperti morfologi, atau misalnya, jika menemukan istilah

“Grammatical Shift”. Hal ini dikemukakan agar batasan maknanya tidak menjadi ambigu, karena Grammatical Shift merupakan bagian dari kajian ilmu pragmatik37. Namun tidak dapat dipungkiri, kajian di bidang kebahasaan, tentu tidak dapat terlepas dari cabang ilmu bahasa yang lain (fonologi, morfologi, semantik, pragmatik)38.

36 Sintaksis adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari hubungan formal antara kata atau frasa yang satu dengan lainnya dalam suatu kalimat. (Moh. Ainin dan Imam Asrori, Semantik Bahasa Arab, (Malang: Bintang Sejahtera, 2014), h. 9). Penggunaan istilah

“gramatika” atau “linguistik” dalam pelbagai hal memang lebih familiar didengar. Hal ini disebabkan karena secara tradisional, istilah “sintaksis” lebih sering disebut dengan tata bahasa (gramatika). (Abdul Chaer, Linguistik Umum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2014), h. 206).

Karena Orientalis menyebut dengan “gramatika” atau “linguistik”, maka penulis akan menggunakan istilah yang sama supaya tidak menimbulkan persepsi yang berbeda. Dalam bahasa Arab, sintaksis familiar disebut ilmu nahwu, yaitu ilmu gramatika bahasa Arab yang mempelajari tentang perubahan akhir kata atau frasa dalam suatu kalimat.

37 Pragmatik di sini didefinisikan sebagai sebuah pendekatan bahasa untuk memahami konteks sebuah wacana. (Moh. Ainin, Fenomena Pragmatik dalam Al-Qur‟an:

Studi Kasus terhadap Pertanyaan, (Malang: Misykat, 2010), h. 35). Objek kajian pragmatik lebih kepada makna dalam konteks wacana, sedangkan sintaksis mengkaji posisi kata atau frasa dalam suatu kalimat.

38 Kajian linguistik diklasifikasikan menjadi beberapa tataran. Tataran fonologi, tataran morfologi, tataran sintaksis, tataran semantik, dan tataran leksikon. Tataran morfologi dan sintaksis biasa disebut sebagai gramatika atau tata bahasa. Di atas semua itu terdapat tataran pragmatik. Lihat: (Abdul Chaer, Linguistik Umum, h. 36). Fonologi adalah cabang linguistik yang mempelajari, menganalisis, dan membicarakan runtutan bunyi-bunyi bahasa.

Morfologi membicarakan tentang proses pembentukan kata. Pragmatik mempelajari

(34)

19

Dalam penelitian ini, kajian tentang tata bahasa Arab Al- Qur‟an tidak dapat terlepas dari kajian Hadis, Tafsir Al-Qur‟an, maupun studi Agama secara umum. Hal ini dikarenakan, teori

“linguistik errors” didasarkan pada atsar dari Sahabat Nabi yang hanya dapat diakses melalui studi Hadis. Selain itu, referensi dari Tafsir Al-Qur‟an sudah barang tentu menjadi rujukan untuk menilik penafsiran para ulama‟, serta studi Agama. Hal ini disebabkan karena latar belakang, dan motif para Orientalis dalam pembahasan gramatika Al-Qur‟an erat kaitannya dengan misi keagamaan. Dengan demikian, batasan dalam penelitian ini memiliki koridor yang jelas sebagai studi Agama secara umum, dan kajian ilmu Al-Qur‟an, dan Tafsir secara khusus.

3. Perumusan Masalah

Berdasarkan masalah-masalah yang diuraikan dalam identifikasi masalah serta dibatasi dalam pembatasan masalah, maka permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagaimana berikut:

1. Bagaimana Tuduhan Inkonsistensi Gramatika Al-Qur‟an dalam Diskursus Orientalisme?

2. Bagaimana Sanggahan atas Teori “Linguistic Errors”?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini sebagai berikut:

1. Memaparkan Tuduhan Inkonsistensi Gramatika Al-Qur‟an dalam Diskursus Orientalisme;

2. Mengemukakan Sanggahan atas Teori “Linguistic Errors”.

penggunaan bahasa dan pelbagai aspeknya sebagai sarana komunikasi verbal. Sedangkan semantik mengkaji makna terlepas dari konteksnya.

(35)

20

D. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan menfaat sebagai berikut:

1. Secara Teoritis: melengkapi wawasan keilmuan yang telah ada, demi terciptanya konstruk pemikiran yang berimbang antara pandangan Orientalis dengan intelektual muslim, serta memberikan sudut pandang yang berbeda di tengah-tengah perdebatan yang ada.

2. Secara Praktis: menjadi bahan bacaan, dan penalaran yang dapat menginspirasi seluruh kalangan, khususnya para cendekia agar menyuarakan pemikirannya terhadap pandangan Orientalis. Selain itu, penelitian ini, dapat menyumbang informasi bagi peneliti selanjutnya.

E. Kajian Pustaka

Meskipun greget kajian Orientalis di kalangan mahasiswa Institut Ilmu Al-Qur‟an (IIQ) Jakarta masih belum gencar, namun beragam jurnal ilmiah segar tentang kajian Islam dan kajian Al-Qur‟an dapat penulis akses di perpustakaan. Salah satu tulisan penting yang berkaitan erat dengan tema yang akan penulis bahas yaitu artikel ilmiah berjudul

“Orientalisme” yang ditulis oleh seorang pakar, M. Quraish Shihab membahas orientalisme dengan pendekatan historis. Artikel dalam Jurnal Studi Al-Qur‟an tersebut tidak banyak menyinggung persoalan gramatika Al-Qur‟an dalam pemikiran Orientalis. Dengan mengutip satu contoh, M.

Quraish Shihab menanggapi pandangan Orientalis tentang kekeliruan gramatika Al-Qur‟an. Dalam penjelasannya, M. Quraish Shihab menegaskan adanya kesalahpahaman yang diakibatkan oleh kelemahan Orientalis yang tidak menguasai ilmu bahasa Arab secara utuh. Mereka menutup mata dari fakta sejarah yang membuktikan bahwa kaidah bahasa

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan dampak negatif yang timbul dari syahwat adalah: Allah menciptakan syahwat dalam diri manusia yang menyebabkan mereka dapat terbuang dari kebenaran; dengan syahwat

bisa disebabkan oleh: (1) mungkin beliau tidak pernah belajar membaca dan menulis; (2) sebelum diangkat menjadi rasul, beliau tidak pernah membaca kitab-kitab samawi, maka

Artinya: Dan tidak ada sesuatupun yang menghalangi manusia dari beriman, ketika petunjuk telah datang kepada mereka, dan dari memohon ampun kepada Tuhannya, kecuali

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “ Induksi Kalus Akasia ( Acacia mangium ) Dengan

Luas daerah yang diarsir pada gambar akan mencapai maksimum jika koordinat titik M adalah …... Suatu pekerjaan dapat diselesaikan dalam x hari dengan biaya ( 4x – 160 + )

Pada prinsipnya, perbedaan tekanan pada sisi upstream dan downstream dari core plug akan menyebabkan fluida dapat mengalir, namun hal yang patut diperhatikan adalah dalam

H1 H2 H3 Manajemen Organisasi Kondisi Lingkungan Kerja Fisik Perilaku Keselamatan Kerja Pelatihan Keselamatan Kerja Komunikasi Keselamatan Kerja Peraturan & Prosedur

Belanja jasa konsultan perencanaan Teknis Pembangunan Gedung Laboratorium Komputer SMAN 1 Kec. Bunguran