• Tidak ada hasil yang ditemukan

1 of 6 02/09/09 11:42

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "1 of 6 02/09/09 11:42"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Home Galeri Foto Galeri Video klip

Peraturan Daerah Tahun 2001 Tahun 2002 Tahun 2003 Tahun 2004 Tahun 2005

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PELALAWAN NOMOR 15 TAHUN 2003

TENTANG IZIN PEMANFAATAN KAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PELALAWAN, Menimbang :

bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000, maka Pemerintah Kabupaten Pelalawan dalam membangun daerahnya akan memanfaatkan semaksimal mungkin potensi yang ada;

a.

bahwa dalam Pembangunan Daerah di bidang non kehutanan telah memanfaatkan kawasan Hutan Konversi yang mana pada kawasan hutan tersebut masih terdapat potensi kayu;

b.

bahwa dalam rangka penyelamatan aset Negara dari sumber daya alam berupa kayu yang akan memberikan Kontribusi terhadap pembangunan Kehutanan dari Dana Reboisasi dan Provisi Sumber Daya Hutan;

c.

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, c, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Izin Pemanfaatan Kayu;

d.

Mengingat :

Undang-undang Nomor 12 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten dalam lingkungan Daerah Propinsi Sumatera Tengah ( Lembaran Negara Tahun 1956 Nomor 25 );

1.

Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3685) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4048);

2.

Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);

3.

Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 72,, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3848);

4.

Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan; 5.

Undang-undang Nomor 53 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Rokan Hilir,Kabupaten Siak, Kabupaten Karimun, Kabupaten Natuna, Kabupaten Kuantan Singingi dan Kota Batam ( Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 181, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3902 ), sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2000 (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 80, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3968 );

6.

Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom ( Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54); Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4139); 7.

Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2002 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan ;

8.

Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2002 tentang Dana Reboisasi ; 9.

Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 1999 tentang Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-undangan dan Bentuk Rancangan Undang-undang, Rancangan Peraturan Pemerintah, dan Rancangan Keputusan Presiden (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 70);

10.

Dengan Persetujuan

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN PELALAWAN MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PELALAWAN TENTANG IZIN PEMANFAATAN KAYU.

BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud : Daerah adalah Kabupaten Pelalawan. 1.

Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta Perangkat Daerah otonom yang lain sebagai Badan Esekutif Daerah Kabupaten Pelalawan.

2.

Kepala Daerah adalah Bupati Pelalawan. 3.

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah Badan Legislatif Daerah Kabupaten Pelalawan.

4.

Dinas Kehutanan adalah Dinas Kehutanan Kabupaten Pelalawan. 5.

Hutan adalah Suatu lapangan bertumbuhkan Pohon- pohon yang secara keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta alam lingkungannya dan yang ditetapkan oleh Pemerintah sebagai hutan.

6.

Kawasan hutan adalah Wilayah-wilayah tertentu yang oleh Pemerintah ditetapkan untuk dipertahankan sebagai hutan tetap.

7.

Izin Pemanfaatan Kayu yang selanjutnya disebut IPK adalah Izin untuk melaksanakan penebangan dan pemanfaatannya kayu dari areal hutan yang di tetapkan atau pada areal penggunaan lain untuk keperluan pembangunan tanaman atau keperluan non Kehutanan.

8.

Lahan untuk keperluan non Kehutanan adalah kawasan yang dilepaskan atau Pinjam Pakai untuk keperluan pembangunan di luar Bidang Kehutanan.

9.

Pencadangan areal penggunaan lain adalah areal di luar kawasan hutan yang telah mendapat Rekomendasi Bupati / Gubernur.

10.

Pelepasan Kawasan Hutan adalah perubahan status kawasan hutan untuk keperluan di luar bidang Kehutanan. 11.

Persetujuan Prinsip IPK adalah persetujuan yang diberikan oleh Kepala Daerah untuk menerbitkan IPK. 12.

PSDH adalah Provisi Sumber Daya Hutan. 13.

DR adalah Dana Reboisasi. 14.

Retribusi Daerah adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atas pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.

15.

Badan adalah orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer, Perseroan lainnya, Badan Usaha Milik 16.

(2)

Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, Persekutuan, Perkumpulan dan Firma, Kongsi, Koperasi, Yayasan, Organisasi yang sejenis Lembaga dan Dana Pensiun, bentuk Usaha tetap serta bentuk Badan Usaha lainnya. Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan perundang-undangan Retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran Retribusi, termasuk pemungutan atau pemotongan Retribusi tertentu.

17.

Masa Retribusi adalah jangka waktu tertentu yang merupakan batas-batas waktu bagi wajib Retribusi untuk memanfaatkan jasa pelayanan fasilitas.

18.

Surat Ketetapan Retribusi Daerah, selanjutnya disingkat SKRD adalah surat Ketetapan yang menentukan besarnya jumlah retribusi yang terhutang.

19.

Surat Ketetapan Retribusi Daerah Kurang Bayar yang selanjutnya disingkat SKRDKB adalah Surat Ketetapan yang menentukan besarnya Retribusi, jumlah kekurangan pembayaran pokok Retribusi,besarnya administrasi dan jumlah yang masih harus dibayar.

20.

Surat Ketetapan Retribusi Daerah Kurang Bayar Tambahan yang selanjutnya disingkat SKRDKBT adalah Surat Ketetapan yang menentukan tambahan atas jumlah yang telah ditentukan.

21.

Surat Setoran Retribusi Daerah selanjutnya disingkat SSRD adalah surat yang digunakan oleh wajib retribusi untuk melakukan pembayaran atau penyetoran retribusi yang terutang ke Kas Daerah atau ke tempat pembayaran lain yang ditetapkan oleh Kepala Daerah.

22.

Surat Tagihan Retribusi Daerah selanjutnya disingkat STRD adalah surat untuk melakukan tagihan retribusi dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda.

23.

Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari dan mengumpulkan dan mengelola data dan/atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban Retribusi dan utnuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan Daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan.

24.

Penyidikan tindak pidana dibidang Retribusi Daerah adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disebut Penyidik, untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang Retribusi Daerah yang terjadi serta menemukan tersangkanya.

25.

Pasal 2

IPK merupakan kelanjutan dari proses Pelepasan Kawasan Hutan oleh Menteri Kehutanan atau Pinjam Pakai Kawasan Hutan atau pencadangan areal penggunaan lain untuk pembangunan non Kehutanan.

1.

Kawasan Hutan atau areal yang dapat di mohon IPK :

Kawasan Hutan yang telah di lepaskan untuk pembangunan non Kehutanan; a.

Kawasan Hutan yang dipinjam-pakai kepada pihak lain; b.

Areal yang telah mendapatkan pencadangan dari Gubernur pada areal penggunaan lain untuk areal yang berada pada lintas Kabupaten / Kota dan atau areal yang telah mendapatkan pencadangan dari Kepala Daerah pada areal yang berada dalam Kabupaten Pelalawan, atau areal yang telah ditata batas oleh Kehutanan. c.

2.

BAB II

NAMA, OBJEK DAN SUBJEK RETRIBUSI Pasal 3

Dengan nama Retribusi Izin Pemanfaatan Kayu dipungut Retribusi sebagai pembayaran atas pemberian izin pemanfaatan kayu.

Pasal 4

Obyek Retribusi adalah setiap pemberian Izin Pemanfaatan Kayu oleh Kepala Daerah.

Pasal 5

Subyek Retribusi adalah orang pribadi atau Badan yang mendapatkan Izin Pemanfaatan Kayu dari Kepala Daerah.

BAB III TATA CARA PERMOHONAN

Pasal 6

Pemohon yang dapat mengajukan IPK adalah : Badan Usaha Milik Negara (BUMN); a.

Badan Usaha Milik Daerah (BUMD); b.

Badan Usaha Milik Swasta (BUMS); c. Koperasi; d. Kelompok Tani. e. Pasal 7

Permohonan IPK diajukan kepada Kepala Daerah dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kehutanan. 1.

Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan :

Persetujuan prinsip Pelepasan / Pinjam Pakai Kawasan Hutan dari Menteri Kehutanan atau Persetujuan Pencadangan lahan oleh Gubernur pada areal penggunaan lain jika berada pada lintas kabupaten atau Kepala Daerah jika berada dalam Kabupaten Pelalawan.

a.

Bukti telah dilaksanakan tata batas areal yang dilepaskan atau yang dipinjampakaikan atau areal penggunaan lain yang dicadangkan.

b.

Peta Lokasi yang dimohon IPK skala 1: 100.000 atau 1: 50.000. c.

Surat Pemberitahuan kepada Perusahaan Perkebunan atau Perusahaan Pengelola Kawasan tentang Rencana Pemanfaatan Kayu yang akan dilaksanakan, tembusan disampaikan kepada Kepala Daerah dan Kepala Dinas Kehutanan.

d.

Jadwal pembukaan kebun atau kawasan yang akan dibangun. e.

2.

Atas dasar permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Kepala Dinas Kehutanan melakukan penilaian kelengkapan dokumen permohonan .

3.

Permohonan yang belum atau tidak memenuhi kelengkapan, maka diterbitkan Surat Penolakan oleh Kepala Daerah paling lambat 14 ( empat belas ) hari kerja sejak permohonan diterima.

4.

Apabila permohonan telah memenuhi kelengkapan maka Kepala Dinas Kehutanan memproses permohonan tersebut dengan melakukan :

Peninjauan dan pemeriksaan lapangan terhadap areal yang dimohon untuk mengetahui keadaan fisik lapangan a.

Mengadakan survey potensi /Timber Cruising untuk mengetahui potensi tegakan dengan intensitas 1 % sistem jalur.

b. 5.

Pasal 8

Biaya peninjauan dan pemeriksaan lapangan dan survey potensi pada areal yang dimohon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (5) dibebankan pada pemohon.

1.

Laporan peninjauan dan pemeriksaan lapangan dan survey potensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (5) masing-masing dibuat Berita Acara.

2.

Atas dasar Berita Acara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Kepala Dinas Kehutanan menerbitkan Pertimbangan Teknis IPK kepada Kepala Daerah.

3.

Pemohon membuat Rencana Pemanfaatan Kayu dalam bentuk Bagan Kerja untuk jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak laporan tim diterima.

(3)

Atas dasar pertimbangan teknis dari Kepala Dinas Kehutanan dan memperhatikan Berita Acara, Kepala Daerah memutuskan untuk menyetujui ataupun menolak dalam waktu 6 (enam) hari Kerja.

5.

BAB IV PRIORITAS PEMANFAATAN KAYU

Pasal 9

Prioritas Pemberian IPK diatur sebagai berikut : a. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD); b. Badan Usaha Milik Negara (BUMN); c. Badan Usaha Milik Swasta (BUMS); d. Koperasi dan badan hukum lainnya.

BAB V HAK DAN KEWAJIBAN

Pasal 10

Pemegang izin wajib memperhatikan azas-azas konservasi sesuai dengan ketentuan berlaku. 1.

Pemegang Izin wajib membayar Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH), Dana Reboisasi dan Retribusi 2.

Pemegang Izin wajib membuat dan menyampaikan laporan bulanan atas pelaksanaan kegiatan yang meliputi : (a) Luas Tebangan dan produksi Kayu;

(b) Informasi perkembangan pemanfaatan kayu. 3.

Pemegang Izin Pemanfaatan Kayu wajib menyampaikan laporan bulanan Tata Usaha Kayu dan data Tata Usaha PSDH dan DR serta laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) serta disampaikan kepada Kepala Dinas Kehutanan dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kehutanan Propinsi Riau dan Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan. 4.

Pasal 11

Penebangan pada areal IPK dapat dilakukan mulai dan berakhir sesuai dengan tanggal ditetapkan dalam Keputusan. 1.

Pemegang Izin dalam melakukan penebangan tidak diperbolehkan melampaui batas areal penebangan yang diizinkan. 2.

Pemegang Izin dalam melakukan penebangan tidak diperbolehkan melampaui target volume dan jenis kayu yang diizinkan.

3.

Pasal 12

Pemberian IPK disesuaikan dengan kemampuan teknis dan manajemen calon pemegang izin. 1.

Kemampuan teknis dan manjemen tersebut meliputi jumlah dan jenis peralatan penebangan yang dimiliki yang disesuaikan dengan target luas dan volume yang diizinkan serta kemampuan perusahaan dalam menyediakan tenaga administrasi yang cukup untuk mendukung kegiatan Izinnya.

2.

Alokasi pemanfaatan kayu hasil tebangan sebesar 50 % diprioritaskan bagi pemenuhan bahan baku Industri Pengolahan Kayu Hilir (IPKH) di wilayah Kabupaten Pelalawan, sedangkan sisanya (50 %) diperuntukkan bagi IPKH di luar Kabupaten Pelalawan.

3.

BAB VI

IPK UNTUK TRANSMIGRASI DAN PERORANGAN Pasal 13

IPK untuk keperluan transmigrasi secara perorangan dari areal lahan usahanya diatur sebagai berikut : Jumlah Volume maksimal 5 (lima) m3 kayu bulat;

a.

Tidak dikenakan PSDH dan Dana Reboisasi; b.

Kayu yang dimaksud hanya dipakai untuk keperluan sendiri dan tidak untuk diperjual belikan. c.

1.

IPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Kepala Dinas Kehutanan atau Pejabat yang ditunjuk . 2.

BAB VII GOLONGAN RETRIBUSI

Pasal 14

Retribusi Izin Pemanfaatan Kayu digolongkan sebagai Retribusi Perizinan Tertentu.

BAB VIII

CARA MENGUKUR TINGKAT PENGGUNAAN JASA Pasal 15

Tingkat penggunaan jasa Retribusi Izin Pemanfaatan Kayu diukur berdasarkan luas.

BAB IX

PRINSIP PENETAPAN STRUKTUR BESARNYA DAN TARIF RETRIBUSI Pasal 16

Prinsip tarif Retribusi Izin Pemanfaatan Kayu berdasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau seluruh biaya penyelenggaraan pemberian izin .

BAB X

STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF RETRIBUSI Pasal 17

Apabila permohonan IPK dapat disetujui maka Kepala Daerah memerintahkan Pemohon untuk menyerahkan Bank Garansi atas Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) dan Dana Reboisasi (DR).

1.

Retribusi untuk PAD merupakan jasa pelayanan perizinan dengan tarif Rp. 60.000,- (Enam puluh ribu rupiah) per hektar. 2.

Atas dasar Hasil Tata Batas areal, Bukti Bank Garansi maka Kepala Daerah menerbitkan Keputusan tentang Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) dengan ketentuan Keputusan ditulis di atas Kop Surat dengan gambar Garuda warna emas lembaran lainnya dicap dan diparaf oleh yang berwenang disertai Keputusan berlaku selama-lamanya satu tahun terhitung sejak Keputusan diterbitkan dan dapat diperpanjang.

3.

BAB XI

WILAYAH PEMUNGUTAN RETRIBUSI Pasal 18

Wilayah pemungutan Retribusi adalah Kabupaten Pelalawan.

BAB XII TATA CARA PEMUNGUTAN

Pasal 19

Pemungutan Retribusi tidak dapat diborongkan. 1.

Retribusi dipungut dengan mengunakan SKRD atau dokumen lain yangdipersamakan. 2.

Hasil pungutan retribusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 disetor ke Kas Daerah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

3.

(4)

MASA RETRIBUSI DAN SAAT RETRIBUSI TERHUTANG

Pasal 20

Masa Retribusi adalah jangka waktu tertentu yang lamanya ditetapkan oleh Kepala Daerah sebagai dasar untuk menetapkan besarnya Retribusi Terhutang.

Pasal 21

Retribusi terhutang terjadi pada saat diterbitkannya SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.

BAB XIV SANKSI ADMINISTRASI

Pasal 22

Dalam hal wajib retribusi tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang membayar, dikenakan Sanksi Administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan dari besarnya retribusi yang terutang, yang tidak atau kurang bayar dan ditagih dengan menggunakan STRD.

1.

IPK dicabut karena :

Pemegang Izin tidak membayar Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH), Dana Reboisasi (DR),Restribusi Peredaran hasil Hutan serta pungutan sah lainnya yang ditetapakan Peraturan Daerah.

a.

Pemegang IPKR tidak membayar sumbangan pihak ketiga sesuai dengan ketentuan yang berlaku b.

Pemegang Izin tidak melaksanakan kegiatan secara nyata di lapangan dalam waktu 60 (enam puluh) hari sejak Surat Keputusan Izin diterbitkan.

c.

Pemegang Izin meninggalkan areal dan pekerjaannya sebelum izin berakhir. d.

2.

Pencabutan Izin sebagaimana dimaksud ayat (2) diberikan peringatan 3 (tiga) kali berturut-turut dengan selang waktu 15 (lima belas) hari.

3.

BAB XV TATA CARA PEMBAYARAN

Pasal 23

Pembayaran Retribusi yang terutang harus dilunasi sekaligus. 1.

Retribusi yang terutang dilunasi selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari sejak diterbitkan SKRD atau dokumen lain yang disamakan.

2.

Tata cara pembayaran, penyetoran, tempat pembayaran Retribusi diatur dengan Keputusan Kepala Daerah. 3.

BAB XVI TATA CARA PENAGIHAN

Pasal 24

Pengeluaran Surat Teguran/Peringatan/surat lain yang sejenis sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan Retribusi dikeluarkan segera setelah 7 (tujuh) hari sejak jatuh tempo pembayaran.

1.

Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal surat teguran/peringatan/surat lain yang sejenis, Wajib Retribusi harus melunasi Retribusi yang terutang.

2.

Tata cara pembayaran, penyetoran, tempat pembayaran Retribusi diatur dengan Keputusan Kepala Daerah. 3.

Pasal 25

Bentuk – bentuk formulir yang dipergunakan untuk pelaksanaan penagihan Retribusi Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) ditetapkan oleh Kepala Daerah.

B A B XVII

PENGURANGAN, KERINGANAN DAN PEMBEBASAN RETRIBUSI

Pasal 26

Kepala Daerah dapat memberikan pengurangan, keringanan dan pembebasan Retribusi. 1.

Pemberian pengurangan dan keringanan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan memperhatikan kemampuan masyarakat.

2.

Tata cara pengurangan, keringanan dan pembebasan Retribusi ditetapkan oleh Kepala Daerah. 3.

B A B XVIII KADALUARSA

Pasal 27

Penagihan Retribusi, kadaluarsa setelah melampaui jangka waktu 3 ( tiga ) tahun terhitung sejak saat terutangnya Retribusi, kecuali apabila Wajib Retribusi melakukan tindak pidana dibidang Retribusi.

1.

Kadaluarsa penagihan Retribusi sebagaimana dimaksud ayat (1) tertangguh apabila : Diterbitkan Surat Teguran dan atau ;

a.

Ada pengakuan utang retribusi dari Wajib Retribusi baik langsung maupun tidak langsung. b.

2.

B A B XIX

TATA CARA PENGHAPUSAN PIUTANG RETRIBUSI YANG KADALUARSA Pasal 28

Piutang Retribusi yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak untuk melakukan penagihan sudah kadaluwarsa dapat dihapus.

1.

Kepala Daerah menetapkan Keputusan penghapusan Piutang Retribusi Daerah yang sudah kadaluarsa sebagaimana dimaksud ayat (1).

2.

BAB XX INSTANSI PEMUNGUT

Pasal 29

Instansi pemungut Retribusi Izin Pemanfaatan Kayu ditetapkan oleh Kepala Daerah. 1.

Uang perangsang atas pungutan retribusi ini ditetapkan sebesar 5 % dari jumlah pungutan. 2.

BAB XXI

HAPUSNYA IZIN PEMANFAATAN KAYU Pasal 30

IPK hapus karena :

Jangka waktu telah berakhir a.

Target volume dan luas telah terealisir b.

Dicabut oleh Kepala Daerah sebagai sanksi yang dikenakan c.

Diserahkan kembali oleh pemegang izin kepada Pemerintah Daerah sebelum jangka waktu berakhir. d.

1.

Berakhirnya izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetap mewajibkan kepada pemegang Izin untuk :

Melunasi Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH), Dana Reboisasi (DR), Retribusi Peredaran hasil Hutan serta a.

(5)

pungutan sah lainnya yang ditetapkan Peraturan Daerah. Melaksanakan semua ketentuan dan kewajiban yang telah ditetapkan. b.

BAB XXII BIMBINGAN DAN PENGAWASAN

Pasal 31

Kepala Dinas Kehutanan Propinsi Riau melakukan bimbingan dan pengendalian atas pelaksanaan kegiatan IPK. 1.

Kepala Daerah menunjuk pejabat tertentu untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksana Peraturan Daerah ini. 2.

Pasal 32

Kepala Dinas Kehutanan wajib membuat dan menyampaikan laporan per tiga bulan kepada Kepala Daerah dengan Tembusan kepada Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan dan Kepala Dinas Kehutanan Propinsi Riau atas kegiatan IPK.

BAB XXIII P E N Y I D I K A N

Pasal 33

Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu dilingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana dibidang Retribusi Daerah, sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana yang berlaku

1.

Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah :

menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana dibidang Retribusi Daerah agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas; a.

meneliti, mencari, mengumpulkan keterangan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana Retribusi Daerah;

b.

meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana dibidang Retribusi Daerah ;

c.

memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana dibidang Retribusi Daerah ;

d.

melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen-dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut ;

e.

meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana dibidang Retribusi Daerah ;

f.

menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan/atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e ;

g.

memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana Retribusi Daerah ; h.

memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi ; i.

menghentikan penyidikan ; j.

melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana dibidang Retribusi Daerah menurut Hukum yang bertanggung jawab.

k. 2.

Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana yang berlaku.

3.

BAB XXIV KETENTUAN PIDANA

Pasal 34

Barang siapa yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah ini dapat diancam dengan Pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp. 5.000.000,- (lima juta Rupiah), dengan tidak mengurangi kewajibannya untuk membayar Retribusi yang terhutang.

1.

Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran. 2.

Atau sesuai dengan ketentuan Perundang - undangan yang berlaku. 3.

BAB XXV KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 35

Dengan ditetapkan Peraturan Daerah ini, terhadap IPK yang telah diterbitkan masih berlaku sampai berakhirnya izin.

BA B XXVI KETENTUAN PENUTUP

Pasal 36

Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut oleh Kepala Daerah .

Pasal 37

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang dapat mengetahui, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Pelalawan.

Disahkan di Pangkalan Kerinci pada tanggal 1 Oktober 2003 BUPATI PELALAWAN, Dto. T. AZMUN JAAFAR

Diundangkan di Pangkalan Kerinci pada tanggal 1 Oktobert 2003

SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN PELALAWAN, MARWAN IBRAHIM

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PELALAWAN TAHUN 2003 NOMOR 15

(6)

Referensi

Dokumen terkait

Pada laporan laba rugi PRIMKOPTI Harum tidak menghitung kewajiban pajak yang harus dibayarkan kepada pemerintah, SAK ETAP menyebutkan bahwa setiap entitas koperasi wajib

Optimasi produksi pada industri kerupuk merupakan suatu cara yang digunakan untuk mengoptimalkan jumlah produksi masing-masing produk kerupuk agar dapat menggunakan

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus di sertai penghargaan kepada seluruh dosen yang telah mengajar para mahasiswa MM Unud Bali dan

Tidak terdapat hubungan antara umur kendaraan dengan kejadian kecelakaan lalu lintas pada pasien pengendara sepeda motor yang dirawat di BLU RSUP Prof.. Bagi BLU RSUP

Mencermati RPJMD Kabupaten Malang Tahun 2016-2021 khususnya uraian pada Bab VII tentang Kebijakan Umum dan Program Pembangunan Daerah serta Bab VIII tentang

Cek apakah petugas penjagaan telah melaksanakan tugas sesuai dengan ketentuan yang berlaku : hadir tepat waktu, menggunakan seragam lengkap, melaksanakan apel

Hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah (1) penerapan model STAD dapat meningkatkan keterampilan guru dalam mengajar membaca pantun di kelas IV SDN

Hasil penelitian menunjukkan hubungan faktor karakteristik peternak yakni variabel umur peternak, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, lama beternak, tujuan