• Tidak ada hasil yang ditemukan

DOCRPIJM 1507934048RPIJM PELALAWAN BAB 7 Rencana Pembangunan Infrastruktur Cipta Karya Baru

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "DOCRPIJM 1507934048RPIJM PELALAWAN BAB 7 Rencana Pembangunan Infrastruktur Cipta Karya Baru"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

VII - 1 RPIJM Bidang Cipta Karya Kabupaten PELALAWAN

BAB VII

RENCANA

PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR

CIPTA KARYA

Bagian ini menjabarkan rencana pembangunan infrastruktur bidang Cipta

Karya yang mencakup empat sektor yaitu pengembangan permukiman, penataan

bangunan dan lingkungan, pengembangan air minum, serta pengembangan

penyehatan lingkungan permukiman yang terdiri dari air limbah, persampahan, dan

drainase. Penjabaran perencanaan teknis untuk tiap-tiap sektor dimulai dari

pemetaan isu-isu strategis yang mempengaruhi, penjabaran kondisi eksisting

sebagai baseline awal perencanaan, serta permasalahan dan tantangan yang harus

diantisipasi. Tahapan berikutnya adalah analisis kebutuhan dan pengkajian

terhadap program-program sektoral, dengan mempertimbangkan kriteria kesiapan

pelaksanaan kegiatan. Kemudian dilanjutkan dengan merumuskan usulan program

dan kegiatan yang dibutuhkan.

7.1. Sektor Pengembangan Kawasan Permukiman

Berdasarkan UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan

Permukiman, permukiman didefinisikan sebagai bagian dari lingkungan hunian

yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana,

sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di

kawasan perkotaan atau perdesaan.

Kegiatan pengembangan permukiman terdiri dari pengembangan

(2)

VII - 2 RPIJM Bidang Cipta Karya Kabupaten PELALAWAN

permukiman kawasan perkotaan terdiri dari pengembangan kawasan permukiman

baru dan peningkatan kualitas permukiman kumuh, sedangkan untuk

pengembangan kawasan perdesaan terdiri dari pengembangan kawasan

permukiman perdesaan, kawasan pusat pertumbuhan, serta desa tertinggal.

7.1.1. Arah Kebijakan dan Lingkup Kegiatan

Arahan kebijakan pengembangan permukiman mengacu pada amanat

peraturan perundangan, antara lain :

1. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan

Jangka Panjang Nasional.

Arahan RPJMN Tahap 3 (2015-2019) menyatakan bahwa pemenuhan

kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana

pendukung bagi seluruh masyarakat terus meningkat, sehingga kondisi

tersebut mendorong terwujudnya kota tanpa permukiman kumuh pada awal

tahapan RPJMN berikutnya.

2. Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan

Permukiman.

Pasal 4 mengamanatkan bahwa ruang lingkup penyelenggaraan

perumahan dan kawasan permukiman juga mencakup penyelenggaraan

perumahan (butir c), penyelenggaraan kawasan permukiman (butir d),

pemeliharaan dan perbaikan (butir e), serta pencegahan dan peningkatan

kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh (butir f).

3. Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.

Pasal 15 mengamanatkan bahwa pembangunan rumah susun umum,

rumah susun khusus, dan rumah susun negara merupakan tanggung jawab

(3)

VII - 3 RPIJM Bidang Cipta Karya Kabupaten PELALAWAN

4. Peraturan Presiden No. 15 Tahun 2010 tentang Percepatan

Penanggulangan Kemiskinan.

Peraturan ini menetapkan salah satunya terkait dengan penanggulangan

kemiskinan yang diimplementasikan dengan penanggulangan kawasan

kumuh.

5. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar

Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang.

Peraturan ini menetapkan target berkurangnya luas permukiman kumuh di

kawasan perkotaan sebesar 10% pada tahun 2014.

7.1.2. Kondisi Eksisting

A. Isu Strategis Pengembangan Permukiman

Berbagai isu strategis nasional yang berpengaruh terhadap pengembangan

permukiman saat ini adalah :

• Mengimplementasikan konsepsi pembangunan berkelanjutan serta mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim.

• Percepatan pencapaian target MDGs 2020 yaitu penurunan proporsi rumah tangga kumuh perkotaan.

• Perlunya dukungan terhadap pelaksanaan Program-Program Direktif Presiden yang tertuang dalam MP3EI dan MP3KI.

• Percepatan pembangunan di wilayah timur Indonesia (Provinsi NTT, Provinsi Papua, dan Provinsi Papua Barat) untuk mengatasi kesenjangan. • Meminimalisir penyebab dan dampak bencana sekecil mungkin.

• Meningkatnya urbanisasi yang berimplikasi terhadap proporsi penduduk perkotaan yang bertambah, tingginya kemiskinan penduduk perkotaan, dan

bertambahnya kawasan kumuh.

(4)

VII - 4 RPIJM Bidang Cipta Karya Kabupaten PELALAWAN

• Perlunya kerjasama lintas sektor untuk mendukung sinergitas dalam pengembangan kawasan permukiman.

• Belum optimalnya peran pemerintah daerah dalam mendukung pembangunan permukiman. Ditopang oleh belum optimalnya kapasitas

kelembagaan dan kualitas sumber daya manusia serta perangkat

organisasi penyelenggara dalam memenuhi standar pelayanan minimal di

bidang pembangunan perumahan dan permukiman.

Di samping penjabaran isu strategis nasional, bagian ini juga berisikan

identifikasi isu-isu strategis kabupaten Pelalawan yang perlu diantisipasi dan

mempengaruhi upaya pegembangan permukiman.

Adapun isu strategis Kabupaten Pelalawan yang berpengaruh terhadap

pengembangan permukiman saat ini tertuang didalam Rencana Jangka

Menengah Daerah (RPJMD) 2016-2026 yaitu bersinggunan dengan isu sgtrategis

bidang Ksesehatan Masyarakat dan Lingkungan.

Adapun isu strategis di Kabupaten Pelalawan adalah terdapat pada point 3

yaitu “Tingkat kesehatan masyarakat ditunjukkan dengan Angka Harapan Hidup.

Angka Harapan Hidup penduduk Kabupaten Pelalawan saat ini telah mencapai

70,13 Tahun. Meskipun sudah terjadi peningkatan yang cukup signifikan dibanding

Tahun 2010, namun jika dibandingkan dengan daerah lain, angka tersebut relatif

masih rendah. Oleh sebab itu perlu dilakukan upaya-upaya menekan angka

kesakitan, angka kematian anak dan ibu melahirkan, serta menekan endemi

penyakit menular melalui peningkatan kualitas pelayanan kesehatan, peningkatan

sarana dan prasarana kesehatan, pemberian subsidi pelayanan berobat gratis.

Selain itu yang tidak kalah pentingnya guna menciptakan kesehatan individual

penduduk perlu dilakukan upaya menciptakan dan menjaga kesehatan

lingkungan, peningkatan akses sanitasi rumah tangga, dan penyediaan air minum

yang sehat bagi seluruh penduduk. Penyehatan lingkungan dilakukan melalui

penataan permukiman, penyediaan Ruang Terbuka Hijau yang proporsional,

pencegahan polusi udara dimana hal yang paling rentan terjadi dan bahkan

(5)

VII - 5 RPIJM Bidang Cipta Karya Kabupaten PELALAWAN

di Kabupaten Pelalawan. Oleh sebab itu sejalan dengan program nasional maka

menjadi penting memprogramkan penanganan permukiman kumuh, penataan

kawasan permukiman dengan baik, penyediaan air bersih, peningkatan akses

sanitasi, penanganan limbah dan persampahan serta pencegahan kejadian

kebakaran lahan dan hutan. Pembangunan dan penataan Ibukota Pangkalan

Kerinci selama ini telah mendapat penghargaan yakni dengan diperolehnya

Sertifikat Adipura untuk kategori kota kecil. Tentu saja hal tersebut perlu terus

ditingkatkan, dengan target diperolehnya piala Adipura. Selain itu penanganan

penyediaan air bersih di Kabupaten Pelalawan menjadi sangat penting, hal ini juga

terkait dengan kondisi sebahagian besar wilayah Kabupaten Pelalawan yang pada

saat musim kemarau kesulitan mendapatkan air bersih”

Tabel 7. 1 Isu-isu Strategis Sektor Pengembangan Permukiman di

Kabupaten Pelalawan

Isu Strategis Keterangan

Meningkatkan Kualitas

Kesehatan Masyarakat dan

Lingkungan

Penanganan permukiman kumuh, penataan

kawasan permukiman dengan baik,

penyediaan air bersih, peningkatan akses

sanitasi, penanganan limbah dan

persampahan serta pencegahan kejadian

kebakaran lahan dan hutan

Sumber: RPJMD Kabupaten Pelalawan, 2016

B. Kondisi Eksisting Kumuh Pelalawan

a. Data kondisi eksisting kawasan kumuh

Dalam Pasal 97, Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 ditegaskan bahwa

pada tahap pelaksanaannya peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh

dan permukiman kumuh perlu didahului dengan penetapan lokasi perumahan

(6)

VII - 6 RPIJM Bidang Cipta Karya Kabupaten PELALAWAN

Penetapan lokasi perumahan dan permukiman kumuh wajib memenuhi

persyaratan sebagai berikut :

a) kesesuaian dengan rencana tata ruang wilayah nasional, rencana tata

ruang wilayah provinsi, dan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota;

b) kesesuaian dengan rencana tata bangunan dan lingkungan;

c) kondisi dan kualitas prasarana, sarana,dan utilitas umum yang memenuhi

persyaratan dan tidak membahayakan penghuni;

d) tingkat keteraturan dan kepadatan bangunan;

e) kualitas bangunan; dan

f) kondisi sosial ekonomi masyarakat setempat.

Persyaratan dalam penetapan lokasi di atas memberikan landasan yang

wajib dipatuhi, bahwa lokasi perumahan dan permukiman kumuh sebaiknya :

1. Memperhatikan RTRW Nasional, RTRW Propinsi serta RTRW

Kabupaten/Kota, yang berarti sesuai dengan arahan lokasi

permukiman yang telah ditetapkan dalam RTRW terkait;

2. Sesuai dengan rencana tata bangunan dan lingkungan yang telah

ditetapkan dalam rencana detail tata ruang wilayah, maupun

menurut Peraturan Menteri PU No. 06/2007 tentang Pedoman

Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan;

3. Memiliki prasarana dan sarana dasar serta utilitas umum yang

baik kondisi dan kualitasnya, atau minimal memenuhi

Permen PU No. 14/2010 tentang Standar Pelayanan Minimum

(SPM) Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang;

4. Memenuhi kesesuaian koefisien dasar bangunan (KDB) dan

koefisien lantai bangunan (KLB) dengan persyaratan yang

ditetapkan oleh setiap daerah, atau berpedoman pada SNI 03 -

1733 - 2004 tentang Tata cara Perencanaan Lingkungan

Perumahan di Perkotaan;

(7)

VII - 7 RPIJM Bidang Cipta Karya Kabupaten PELALAWAN

yang terkait;

6. Memperhatikan kondisi sosial ekonomi masyarakat yang dapat

berkesinambungan.

Penetapan lokasi perumahan kumuh dan permukiman kumuh wajib

didahului proses pendataan yang dilakukan oleh pemerintah daerah dengan

melibatkan peran masyarakat. Proses pendataan meliputi proses :

a) Identifikasi lokasi; dan

b) Penilaian lokasi

(8)

VII - 8 RPIJM Bidang Cipta Karya Kabupaten PELALAWAN

Lokasi kawasan permukiman kumuh ditetapkan oleh Bupati dan akan

menjadi Surat Keputusan Bupati Kabupaten Pelalawan. Pada Surat Keputusan

Bupati disebutkan bahwa terdapat 5 lokasi kawasan permukiman kumuh yang

tersebar di 2 kecamatan yaitu Kecamatan Pangkalan Kerinci dan Pangkalan

(9)

VII - 9 RPIJM Bidang Cipta Karya Kabupaten PELALAWAN

(10)

VII - 10 RPIJM Bidang Cipta Karya Kabupaten PELALAWAN

Kegiatan Verifikasi dan Justifikasi Lokasi Kumuh merupakan bagian dari

proses pemutakhiran profil permukiman kumuh. Hasil dari verifikasi dan justifikasi

adalah data update lokasi-lokasi permukiman kumuh serta daftar kawasan

prioritas penanganan.

Berdasarkan gambar 7.2 Jumlah kawasan kumuh di Kabupaten Pelalawan

sesuai dengan SK Bupati Pelalawan Nomor : KPTS.050/BAPPEDA/757/2014

berjumlah 5 kawasan dengan luasan keseluruhan sebesar 70,94 Ha.

Kriteria Kesiapan (Readiness Criteria)

Dalam pengembangan permukiman terdapat kriteria yang

menentukan, yang terdiri dari kriteria umum dan khusus, sebagai berikut.

1. Umum

• Ada rencana kegiatan rinci yang diuraikan secara jelas.

• Indikator kinerja sesuai dengan yang ditetapkan dalam Renstra. • Kesiapan lahan (sudah tersedia).

• Sudah tersedia DED.

• Tersedia Dokumen Perencanaan Berbasis Kawasan (RP2KP, RTBL KSK, Masterplan. Agropolitan & Minapolitan, dan KSK) • Tersedia Dana Daerah untuk Urusan Bersama (DDUB) dan dana

daerah untuk pembiayaan komponen kegiatan sehingga sistem

bisa berfungsi.

- Ada unit pelaksana kegiatan.

- Ada lembaga pengelola pasca konstruksi.

2. Khusus

Rusunawa

• Kesediaan Pemda utk penandatanganan MoA • Dalam Rangka penanganan Kws. Kumuh

• Kesanggupan Pemda menyediakan Sambungan Listrik, Air Minum, dan PSD lainnya

(11)

VII - 11 RPIJM Bidang Cipta Karya Kabupaten PELALAWAN

• Sudah ada kesepakatan dengan Menkokesra.

• Desa di kecamatan yang tidak ditangani PNPM Inti lainnya. • Tingkat kemiskinan desa >25%.

• Bupati menyanggupi mengikuti pedoman dan menyediakan BOP minimal 5% dari BLM.

PPIP

• Hasil pembahasan dengan Komisi V - DPR RI

• Usulan bupati, terutama kabupaten tertinggal yang belum ditangani program Cipta Karya lainnya

• Kabupaten reguler/sebelumnya dengan kinerja baik • Tingkat kemiskinan desa >25%

PISEW

• Berbasis pengembangan wilayah

• Pembangunan infrastruktur dasar perdesaan yang mendukung (i) transportasi, (ii) produksi pertanian, (iii)

pemasaran pertanian, (iv) air bersih dan sanitasi, (v)

pendidikan, serta (vi) kesehatan

• Mendukung komoditas unggulan kawasan

Selain kriteria kesiapan seperti di atas terdapat beberapa kriteria yang

harus diperhatikan dalam pengusulan kegiatan pengembangan permukiman

seperti untuk penanganan kawasan kumuh di perkotaan. Mengacu pada UU No.

1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, permukiman kumuh

memiliki ciri (1) ketidakteraturan dan kepadatan bangunan yang tinggi, (2)

ketidaklengkapan prasarana, sarana, dan utilitas umum, (3) penurunan kualitas

rumah, perumahan, dan permukiman, serta prasarana, sarana dan utilitas umum,

serta (4) pembangunan rumah, perumahan, dan permukiman yang tidak sesuai

dengan rencana tata ruang wilayah. Lebih lanjut kriteria tersebut diturunkan ke

dalam kriteria yang selama ini diacu oleh Ditjen. Cipta Karya meliputi sebagai

(12)

VII - 12 RPIJM Bidang Cipta Karya Kabupaten PELALAWAN

1. Vitalitas Non Ekonomi

a) Kesesuaian pemanfaatan ruang kawasan dalam Rencana Tata

Ruang Wilayah Kota atau RDTK, dipandang perlu sebagai

legalitas kawasan dalam ruang kota.

b) Fisik bangunan perumahan permukiman dalam kawasan kumuh

memiliki indikasi terhadap penanganan kawasan permukiman

kumuh dalam hal kelayakan suatu hunian berdasarkan intensitas

bangunan yang terdapat didalamnya.

c) Kondisi Kependudukan dalam kawasan permukiman kumuh yang

dinilai, mempunyai indikasi terhadap penanganan kawasan

permukiman kumuh berdasarkan kerapatan dan kepadatan

penduduk.

2. Vitalitas Ekonomi Kawasan

a) Tingkat kepentingan kawasan dalam letak kedudukannya pada

wilayah kota, apakah apakah kawasan itu strategis atau kurang

strategis.

b) Fungsi kawasan dalam peruntukan ruang kota, dimana

keterkaitan dengan faktor ekonomi memberikan ketertarikan

pada investor untuk dapat menangani kawasan kumuh yang

ada. Kawasan yang termasuk dalam kelompok ini adalah

pusat-pusat aktivitas bisnis dan perdagangan seperti pasar,

terminal/stasiun, pertokoan, atau fungsi lainnya.

c) Jarak jangkau kawasan terhadap tempat mata pencaharian

penduduk kawasan permukiman kumuh.

3. Status Kepemilikan Tanah

a) Status pemilikan lahan kawasan perumahan permukiman. b.

Status sertifikat tanah yang ada.

4. Keadaan Prasarana dan Sarana: Kondisi Jalan, Drainase, Air

bersih, dan Air limbah.

5. Komitmen Pemerintah Kabupaten/Kota

a) Keinginan pemerintah untuk penyelenggaraan penanganan

(13)

VII - 13 RPIJM Bidang Cipta Karya Kabupaten PELALAWAN

mekanisme kelembagaan penanganannya.

b) Ketersediaan perangkat dalam penanganan, seperti halnya

rencana penanganan (grand scenario) kawasan, rencana induk

(master plan) kawasan dan lainnya.

Pada saat ini, Kabupaten Pelalawan belum memiliki dokumen

Perencanaan bidang Pengembangan Kawasan Kumuh sehingga tidak bisa

dijabarkan terkait dengan Permasalahan dan Tantangan serta Rencana dan

Usulan program bidang Pengembangan Kawasan Permukiman di Kabupaten

Pelalawan

7.2. Sektor Penataan Bangunan Dan Lingkungan

Bagian ini memaparkan kondisi eksisting, sasaran program, serta usulan

kebutuhan program dan pembiayaan dalam penataan bangunan dan

lingkungan, khususnya dalam rangka pencapaian gerakan nasional 100-0-100.

7.2.1. Komdisi Eksisting

a. Isu Strategis

Untuk dapat merumuskan isu strategis Bidang PBL, maka dapat dilihat dari

Agenda Nasional dan Agenda Internasional yang mempengaruhi sektor PBL.

Untuk Agenda Nasional, salah satunya adalah Program PNPM Mandiri, yaitu

Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri, sebagai wujud kerangka

kebijakan yang menjadi dasar acuan pelaksanaan program-program

penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat. Agenda

nasional lainnya adalah pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang

Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, khususnya untuk sektor PBL yang

mengamanatkan terlayaninya masyarakat dalam pengurusan IMB di

kabupaten/kota dan tersedianya pedoman Harga Standar Bangunan Gedung

Negara (HSBGN) di kabupaten/kota.

Agenda internasional yang terkait diantaranya adalah pencapaian MDG’s

2015, khususnya tujuan 7 yaitu memastikan kelestarian lingkungan hidup. Target

MDGs yang terkait bidang Cipta Karya adalah target 7C, yaitu menurunkan

(14)

VII - 14 RPIJM Bidang Cipta Karya Kabupaten PELALAWAN

sanitasi layak pada 2015, serta target 7D, yaitu mencapai peningkatan yang

signifikan dalam kehidupan penduduk miskin di permukiman kumuh pada tahun

2020.

Agenda internasional lainnya adalah isu Pemanasan Global (Global

Warming). Pemanasan global yang disebabkan bertambahnya karbondioksida

(CO2) sebagai akibat konsumsi energi yang berlebihan mengakibatkan naiknya

suhu permukaan global hingga

6.4 °C antara tahun 1990 dan 2100, serta meningkatnnya tinggi muka laut di

seluruh dunia hingga mencapai 10-25 cm selama abad ke-20. Kondisi ini

memberikan dampak bagi kawasan-kawasan yang berada di pesisir pantai, yaitu

munculnya bencana alam seperti banjir, kebakaran serta dampak sosial lainnya.

Agenda Habitat juga merupakan salah satu Agenda Internasional yang

juga mempengaruhi isu strategis sektor PBL. Konferensi Habitat I yang telah

diselenggarakan di Vancouver, Canada, pada 31 Mei-11 Juni 1976, sebagai

dasar terbentuknya UN Habitat pada tahun 1978, yaitu sebagai lembaga PBB

yang mengurusi permasalahan perumahan dan permukiman serta pembangunan

perkotaan. Konferensi Habitat II yang dilaksanakan di lstanbul, Turki, pada 3 - 14

Juni 1996 dengan dua tema pokok, yaitu "Adequate Shelter for All" dan

"Sustainable Human Settlements Development in an Urbanizing World", sebagai

kerangka dalam penyediaan perumahan dan permukiman yang layak bagi

masyarakat.

Dari agenda-agenda tersebut maka isu strategis tingkat nasional untuk

bidang PBL dapat dirumuskan adalah sebagai berikut:

1) Penataan Lingkungan Permukiman

a. Pengendalian pemanfaatan ruang melalui RTBL;

b. PBL mengatasi tingginya frekuensi kejadian kebakaran di perkotaan;

c. Pemenuhan kebutuhan ruang terbuka publik dan ruang terbuka

hijau (RTH) di perkotaan;

d. Revitalisasi dan pelestarian lingkungan permukiman tradisional dan

bangunan bersejarah berpotensi wisata untuk menunjang tumbuh

kembangnya ekonomi lokal;

(15)

VII - 15 RPIJM Bidang Cipta Karya Kabupaten PELALAWAN

Pelayanan Minimal;

f. Pelibatan pemerintah daerah dan swasta serta masyarakat dalam

penataan bangunan dan lingkungan.

2) Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara

a. Tertib pembangunan dan keandalan bangunan gedung

(keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan);

b. Pengendalian penyelenggaraan bangunan gedung dengan perda

bangunan gedung di kab/kota;

c. Tantangan untuk mewujudkan bangunan gedung yang

fungsional, tertib, andal dan mengacu pada isu lingkungan/

berkelanjutan;

d. Tertib dalam penyelenggaraan dan pengelolaan aset gedung dan

rumah negara

e. Peningkatan kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan gedung

dan rumah Negara.

3) Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan

a. Jumlah masyarakat miskin pada tahun 2012 sebesar 29,13 juta

orang atau sekitar 11,96% dari total penduduk Indonesia;

b. Realisasi DDUB tidak sesuai dengan komitmen awal termasuk

sharing in-cash sesuai MoU PAKET;

c. Keberlanjutan dan sinergi program bersama pemerintah daerah

dalam penanggulangan kemiskinan.

Isu strategis PBL ini terkait dengan dokumen-dokumen seperti

Skenario pembangunan daerah, RTBL yang disusun berdasar skala

prioritas dan manfaat dari rencana tindak yang meliputi a) Revitalisasi, b)

RTH, c) Bangunan Tradisional/bersejarah dan d) penanggulangan

kebakaran, bagi pencapaian terwujudnya pembangunan lingkungan

permukiman yang layak huni, berjati diri, produktif dan berkelanjutan.

Rencana Struktur Kabupaten Pelalawan menetapkan Sistem Pusat

(16)

VII - 16 RPIJM Bidang Cipta Karya Kabupaten PELALAWAN

Pusat Pelayanan Kawasan (PPK) dan Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL).

Tabel 7.3 Penetapan Pusat Kegiatan Sistem Perkotaan/Pedesaan Kabupaten

pelalawan

I. PKW 1) - PANGKALAN KERINCI Ibukota Kab. Pelalawan dan Pusat Perkotaan (Pusat Kegiatan Wilayah) Pelayanan Sosial Ekonomi Kab.

II. PKL 2) - - -

-(Pusat Kegiatan Lokal)

PKLp 3) - SOREK Ibukota Kec. Pangkalan Kuras Perkotaan

(PKL Promosi) - UKUI Ibukota Kec. Ukui Perkotaan

III. PPK 3) - SIKIJANG Ibukota Kec. Bandar Sei Kijang Perkotaan (Pusat Pelayanan Kawasan) - PELALAWAN Ibukota Kec. Pelalawan Perkotaan

- LANGGAM Ibukota Kec. Langgam Perkotaan

- PANGKALAN LESUNG Ibukota Kec. Pangkalan Lesung Perkotaan - PANGKALAN BUNUT Ibukota Kec. Pangkalan Bunut Perkotaan - LUBUK KERANJI Ibukota Kec. Bandar Petalangan Perkotaan - KERUMUTAN Ibukota Kec. Kerumutan Perkotaan - TELUK MERANTI Ibukota Kec. Teluk Meranti Perkotaan - TELUK DALAM Ibukota Kec. Kuala Kampar Perkotaan IV. PPL 3) - PANGKALAN GONDAI Pusat di Kec. Langgam Pusat Perdesaan

(Pusat Pelayanan Lingkungan) - BETUNG Pusat di Kec. Pangkalan Kuras Pusat Perdesaan - PULAU MUDA Pusat di Kec. Teluk Meranti Pusat Perdesaan - SOKOI Pusat di Kec. Teluk Meranti Pusat Perdesaan

FUNGSI/HIERARKI PUSAT Keterangan Klasifikasi

Karakter Pusat

- Sistem Perdesaan adalah PPL.

PKW Pangkalan Kerinci ditetapk an dalam RTRWN dan ditetapk an juga dalam RTRW Provinsi Riau. Tidak ada PKL di Kabupaten Pelalawan yang ditetapk an dalam RTRW Provinsi Riau

PKLp, PPK, dan PPL ditetapk an dalam RTRW Kabupaten Pelalawan. Sistem Perk otaan meliputi: PKW, PKLp, dan PPK.

Catatan:

Kabupaten Pelalawan mengacu pada RPJP Provinsi Riau, Perda TJSP Provinsi

Riau, RPJMD Kabupaten PElalawan 2016 – 2021 dan Perda BG Kabupaten

(17)

VII - 17 RPIJM Bidang Cipta Karya Kabupaten PELALAWAN Tabel 7. 4. Peraturan Daerah/Peraturan Walikota Terkait Penataan Bangunan

dan Lingkungan

Perda Provinsi Riau 09/2011 RPJP Provinsi Riau 2005 - 2025

Arahan Pembangunan Jangka Panjang Provinsi Riau

2

Perda Provinsi Riau 6/2012 Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (TJSP) di

06 / 2016 Bangunan Gedung ketentuan mengenai fungsi dan Klasifikasi Bangunan Gedung,

d. Kebutuhan Readiness Criteria Sektor PBL

Untuk penyelenggaraan program-program pada sektor Penataan Bangunan

dan Lingkungan (PBL) maka dibutuhkan Kriteria Kesiapan (Readiness Criteria)

yang mencakup antara lain rencana kegiatan rinci, indikator kinerja, komitmen

Pemda dalam mendukung pelaksanaan kegiatan melalui penyiapan dana

pendamping, pengadaan lahan jika diperlukan, serta pembentukan

kelembagaan yang akan menangani pelaksanaan proyek serta mengelola aset

proyek setelah infrastruktur dibangun.

Kriteria Kesiapan untuk sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan

(18)

VII - 18 RPIJM Bidang Cipta Karya Kabupaten PELALAWAN

Fasilitasi RanPerda Bangunan Gedung

Kriteria Khusus:

1. Kabupaten/kota yang belum difasilitasi penyusunan ranperda Bangunan

Gedung;

2. Komitmen Pemda untuk menindaklanjuti hasil fasilitasi Ranperda BG

Penyusunan Rencana Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis

Komunitas Kriteria Khusus

Fasilitasi Penyusunan Rencana Penataan Lingkungan Permukiman

Berbasis Komunitas :

1. Kawasan di perkotaan yang memiliki lokasi PNPM-Mandiri Perkotaan;

2. Pembulatan penanganan infrastruktur di lokasi-lokasi yang sudah ada

PJM Pronangkis-nya;

3. Bagian dari rencana pembangunan wilayah/kota;

4. Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan

masyarakat;

5. Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.

Penyusunan Rencana Tata Bangunan Dan Lingkungan (RTBL) Kriteria

Lokasi :

1. Sesuai dengan kriteria dalam Permen PU No.6 Tahun 2006;

2. Kawasan terbangun yang memerlukan penataan;

3. Kawasan yang dilestarikan/heritage;

4. Kawasan rawan bencana;

5. Kawasan gabungan atau campuran (fungsi hunian, fungsi usaha, fungsi

sosial/ budaya dan/atau keagamaan serta fungsi khusus, kawasan sentra

niaga (central business district);

(19)

VII - 19 RPIJM Bidang Cipta Karya Kabupaten PELALAWAN

7. Komitmen Pemda dalam rencana pengembangan dan investasi

Pemerintah daerah, swasta, masyarakat yang terintegrasi dengan

rencana tata ruang dan/atau pengembangan wilayahnya;

8. Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat;

9. Pekerjaan dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat.

Penyusunan Rencana Tindak Revitalisasi Kawasan, Ruang

TerbukaHijau (RTH) dan Permukiman Tradisional/Bersejarah

Rencana Tindak berisikan program bangunan dan lingkungan termasuk

elemen kawasan, program/rencana investasi, arahan pengendalian rencana dan

pelaksanaan serta DAED/DED.

Kriteria Umum:

1. Sudah memiliki RTBL atau merupakan turunan dari lokasi

perencanaan RTBL (jika luas kws perencanaan > 5 Ha) atau;

2. Turunan dari Tata Ruang atau masuk dlm scenario pengembangan

wilayah (jika luas perencanaan < 5 Ha);

3. Komitmen pemda dalam rencana pengembangan dan investasi

Pemerintah daerah, swasta, masyarakat yang terintegrasi dengan

Rencana Tata Ruang dan/atau pengembangan wilayahnya;

4. Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.

Kriteria Khusus Fasilitasi Penyusunan Rencana Tindak Penataan

dan Revitalisasi Kawasan:

1. Kawasan diperkotaan yang memiliki potensi dan nilai strategis;

2. Terjadi penurunan fungsi, ekonomi dan/atau penurunan kualitas;

3. Bagian dari rencana pengembangan wilayah/kota;

4. Ada rencana pengembangan dan investasi pemda, swasta, dan

masyarakat;

(20)

VII - 20 RPIJM Bidang Cipta Karya Kabupaten PELALAWAN

Kriteria Khusus Fasilitasi Penyusunan Rencana Tindak Ruang

Terbuka Hijau:

1. Ruang publik tempat terjadi interaksi langsung antara manusia

dengan taman (RTH Publik);

2. Area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang

penggunaannya bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman baik

alamiah maupun ditanam (UU No. 26/2007 tentang Tata ruang);

3. 3Dalam rangka membantu Pemda mewujudkan RTH public minimal

20% dari luas wilayah kota;

4. Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta,

masyarakat;

5. Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.

Kriteria Khusus Fasilitasi Penyusunan Rencana Tindak

Permukiman Tradisional Bersejarah:

1. Lokasi terjangkau dan dikenal oleh masyarakat setempat

(kota/kabupaten);

2. Memiliki nilai ketradisionalan dengan ciri arsitektur bangunan yang

khas dan estetis;

3. Kondisi sarana dan prasarana dasar yang tidak memadai;

4. Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan

masyarakat;

5. Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.

Kriteria Fasilitasi Penyusunan Rencana Induk Sistem Proteksi

Kebakaran (RISPK):

1. Ada Perda Bangunan Gedung;

2. Kota/Kabupaten dengan jumlah penduduk > 500.000 orang;

3. Tingginya intensitas kebakaran per tahun dengan potensi resiko tinggi

4. Kawasan perkotaan nasional PKN, PKW, PKSN, sesuai PP No.26/2008 ttg

(21)

VII - 21 RPIJM Bidang Cipta Karya Kabupaten PELALAWAN

5. Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan

masyarakat;

6. Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.

Kriteria dukungan PSD Untuk Revitalisasi Kawasan, RTH

Dan Permukiman Tradisional/Ged Bersejarah:

1. Mempunyai dokumen Rencana Tindak PRK/RTH/Permukiman

Tradisional- Bersejarah;

2. Prioritas pembangunan berdasarkan program investasinya;

3. Ada DDUB;

4. Dukungan Pemerintah Pusat maksimum selama 3 tahun anggaran;

5. Khusus dukungan Sarana dan Prasarana untuk permukiman tradisional,

diutamakan pada fasilitas umum/sosial, ruang-ruang publik yang menjadi

prioritas masyarakat yang menyentuh unsur tradisionalnya;

6. Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan

masyarakat;

7. Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.

a. Kriteria dukungan Prasarana dan Sarana Sistem Proteksi Kebakaran:

1. Memiliki dokumen RISPK yang telah disahkan oleh Kepala Daerah

(minimal SK/peraturan bupati/walikota);

2. Memiliki Perda BG (minimal Raperda BG dalam tahap pembahasan dengan DPRD);

3. Memiliki DED untuk komponen fisik yang akan dibangun;

4. Ada lahan yg disediakan Pemda;

a. 12. Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda,

swasta, dan masyarakat;

5. Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.

Kriteria Dukungan Aksesibilitas Pada Bangunan Gedung

(22)

VII - 22 RPIJM Bidang Cipta Karya Kabupaten PELALAWAN

1. Bangunan gedung negara/kantor pemerintahan;

2. Bangunan gedung pelayanan umum (puskesmas, hotel, tempat

peribadatan, terminal, stasiun, bandara);

3. Ruang publik atau ruang terbuka tempat bertemunya aktifitas sosial

masyarakat (taman, alun-alun);

4. Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.

7.2.2. Sasaran Program

Merupakan tahapan selanjutnya dari identifikasi kondisi eksisting. Sasaran

program mengaitkan kondisi eksisting dengan target yang harus dicapai.

Terdapat arahan kebijakan yang menjadi acuan penetapan target pembangunan

bidang Cipta Karya khususnya sektor penataan bangunan dan lingkungan baik di

tingkat Pusat maupun di tingkat kabupaten/kota.

7.2.3. Usulan Kebutuhan Program Sektor Penataan Bangunan dan

Lingkungan

Analisis kebutuhan Program dan Kegiatan untuk sektor PBL oleh

hendaknya mengacu pada Lingkup Tugas DJCK untuk sektor PBL yang

dinyatakan pada Permen PU No. 8 Tahun 2010, antara lain:

a. Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman

- Penyusunan RTBL

- Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran (RISPK)

- Pembangunan prasarana dan sarana lingkungan permukiman tradisional dan bersejarah

- pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM), dan

- pemenuhan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di perkotaan.

b. Kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara

(23)

VII - 23 RPIJM Bidang Cipta Karya Kabupaten PELALAWAN

- Menguraikan kondisi Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah

Negara;

- Menguraikan aset negara dari segi administrasi pemeliharaan.

b. Kegiatan Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan

Kemiskinan

Program yang mencakup pemberdayaan komunitas dalam

penanggulangan kemiskinan adalah PNPM Mandiri, yang

dilaksanakan dalam bentuk kegiatan P2KP (Program

Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan). P2KP merupakan

program pemerintah yang secara substansi berupaya

menanggulangi kemiskinan melalui pemberdayaaan masyarakat dan

pelaku pembangunan lokal lainnya, termasuk Pemerintah Daerah

dan kelompok peduli setempat.

Usulan program kegiatan yang disulkan oleh stakeholder terkait

sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan di Kabupaten Pelalawan

bisa dilihat pada tabel di BAB VIII Memorandum Program.

7.3. Sektor Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM)

7.3.1. Kondisi Eksisting

a. Isu Strategis

Terdapat isu-isu strategis yang diperkirakan akan mempengaruhi upaya

Indonesia untuk mencapai target pembangunan di bidang air minum. Isu ini

didapatkan melalui serangkaian konsultasi dan diskusi dalam lingkungan

Kementerian Pekerjaan Umum khususnya Direktorat Jenderal Cipta Karya.

Isu-isu strategis tersebut adalah:

1. Peningkatan Akses Aman Air Minum;

2. Pengembangan Pendanaan;

(24)

VII - 24 RPIJM Bidang Cipta Karya Kabupaten PELALAWAN

4. Pengembangan dan Penerapan Peraturan Perundang-undangan;

5. Pemenuhan Kebutuhan Air Baku untuk Air Minum;

6. Rencana Pengamanan Air Minum;

7. Peningkatan Peran dan Kemitraan Badan Usaha dan Masyarakat; dan

8. Penyelenggaraan Pengembangan SPAM yang Sesuai dengan Kaidah Teknis

dan Penerapan Inovasi Teknologi

Berdasarkan Dokumen Rencana Induk Sistem Penyediaan Air Minum

(RISPAM) Kabupaten Pelalawan, diketahui kendala utama yang terjadi dalam

pemenuhan kebutuhan air bersih adalah kurang tersediannya sumber air baku

atau kurang maksimalnya pemanfaatan sumber air baku, tekanan air (kualitas)

dan kontinuitas pendistribusian air minum yang kurang memadai pada beberapa

daerah pelayanan serta belum terprogramnya rencana pengembangan areal

pelayanan yang sampai saat ini dilaksanakan sesuai dengan permintaan

sambungan baru. Kurangnya tekanan dan kontinuitas air disebabkan belum

adanya penambahan jaringan pipa distribusi primer dan sekunder, serta masih

adanya sambungan rumah yang langsung di tapping ke pipa distribusi induk.

1. Sistem Sumur Bor

Sumber Air

Sumber air yang digunakan berasal dari air tanah dalam yang

berlokasi di Kantor Camat Langgam dengan kapasitas pengambilan sebesar

2,5 l/dt. Bangunan penangkap berupa sumur bor dalam.

Unit Distribusi

Air dari sumur bor langsung didistribusikan ke pelanggan

menggunakan PVC dia. 50 mm dan 75 mm. Sistem pengalirannya dilakukan

dengan bantuan pompa distribusi jenis submersibel sebanyak 1 unit dengan

kapasitas 5 l/dt. Saat ini jumlah sambungan aktif sebanyak 41 unit.

Daerah Pelayanan

Sistem ini melayani daerah pelayanan di Desa Langgam, Kecamatan

Langgam. Jumlah penduduk yang terlayani saat ini sebanyak 164 jiwa.

(25)

VII - 25 RPIJM Bidang Cipta Karya Kabupaten PELALAWAN

2. UPT-BPAB Bunut

Sumber Air

Sumber air yang digunakan berasal dari Sungai Bunut yang berlokasi

di Kelurahan Pangkalan Bunut, Kec. Bunut dengan kapasitas pengambilan

sebesar 5 l/dt. Bangunan penangkap berupa intake sumuran.

Unit Transmisi

Pipa transmisi yang digunakan adalah GIP dia. 100 mm sepanjang

50 m. Sistem pengalirannya dilakukan dengan bantuan pompa jenis

submersibel sebanyak 1 unit dengan kapasitas pemompaan 5 l/dt.

Unit Produksi

Dilakukan pengolahan terhadap sumber air baku yang berupa IPA

Paket Ruhak Phala dengan kapasitas pengolahan 5 l/dt. Jam operasi

produksi air 15 jam setiap harinya.

Reservoir

Terdapat 1 unit reservoir dengan kapasitas 200 m3 yang berupa

ground reservoir dengan konstruksi beton.

Unit Distribusi

Pipa distribusi menggunakan PVC mulai dia. 50 mm, 75 mm, dan 100

mm. Sistem pengalirannya dilakukan dengan bantuan pompa distribusi jenis

sentrifugal sebanyak 2 unit x 5 l/dt. Kedua pompa ini digunakan secara

bergantian. Saat ini jumlah sambungan aktif sebanyak 106 unit.

Daerah Pelayanan

Daerah pelayanan sistem ini adalah Kelurahan Pangkalan Bunut.

Jumlah penduduk yang terlayani saat ini sebanyak 424 jiwa. Adapun jam

(26)

VII - 26 RPIJM Bidang Cipta Karya Kabupaten PELALAWAN

3. UPT-BPAB Sorek / Pangkalan Kuras

Sumber Air

Sumber air yang digunakan berasal dari Sungai KM.2 yang berlokasi

di Desa Sorek 1, Kec. Pangkalan Kuras dengan kapasitas pengambilan

sebesar 5 l/dt. Mengingat debit airnya mulai mengecil maka pada tahun 2001

dibantu dengan sumur bor di lokasi instalasi dengan kapasitas 5 l/dt.

Unit Transmisi

Pipa transmisi yang digunakan adalah GIP dia. 100 mm sepanjang

300 m. Sistem pengalirannya dilakukan dengan bantuan pompa jenis

submersibel sebanyak 2 unit x 5 l/dt untuk sumber air KM.2 (digunakan

secara bergantian) dan 1 unit 5 l/dt untuk sumur bor.

Unit Produksi

Untuk sumber air dari Sungai KM.2 dilakukan pengolahan dengan IPA

Paket Maswandi dengan kapasitas 5 l/dt, sedangkan air dari sumur bor

diolah dengan saringan pasir bertekanan dengan kapasitas 5 l/dt. Namun

begitu kapasitas produksi ril dari kedua pengolahan ini hanya sekitar 5 l/dt.

Jam operasi produksi air 14 jam setiap harinya.

Reservoir

Terdapat 1 unit reservoir dengan kapasitas 100 m3 yang berupa

ground reservoir dengan konstruksi beton.

Unit Distribusi

Pipa distribusi menggunakan PVC mulai dia. 50 mm, 75 mm, dan 100

mm. Sistem pengalirannya dilakukan dengan bantuan pompa distribusi jenis

sentrifugal sebanyak 2 unit x 5 l/dt, tetapi yang digunakan hanya 1 unit. Saat

ini jumlah sambungan aktif sebanyak 120 unit yang terdiri dari sambungan

rumah tangga 109 SR, komersial/niaga 11 SR.

(27)

VII - 27 RPIJM Bidang Cipta Karya Kabupaten PELALAWAN

Daerah pelayanan sistem ini adalah Desa Sorek, Kec. Pangkalan

Kuras. Jumlah penduduk yang terlayani saat ini sebanyak 480 jiwa. Adapun

jam pelayanannya selama 12 jam setiap harinya.

4. UPT-BPAB Ukui

Sumber Air

Sumber air yang digunakan berasal dari danau tadah hujan yang

berlokasi di Desa Ukui, Kec. Ukui dengan kapasitas pengambilan sebesar 5

l/dt. Bangunan penangkap berupa pipa sadap vertikal yang ditopang dengan

rangka besi.

Unit Transmisi

Pipa transmisi yang digunakan adalah GIP dia. 100 mm sepanjang

700 m. Sistem pengalirannya dilakukan dengan bantuan pompa jenis

submersibel sebanyak 2 unit x 5 l/dt.

Unit Produksi

Dilakukan pengolahan terhadap sumber air baku dengan IPA Paket

Wijaya Kusuma Emindo kapasitas 5 l/dt. Jam operasi produksi air 15 jam

setiap harinya.

Reservoir

Terdapat 1 unit reservoir dengan kapasitas 100 m3 yang berupa

ground reservoir dengan konstruksi beton.

Unit Distribusi

Pipa distribusi menggunakan PVC mulai dia. 50 mm, 75 mm, dan 100

mm. Sistem pengalirannya dilakukan dengan bantuan pompa distribusi jenis

sentrifugal sebanyak 2 unit x 5 l/dt. Kondisi pompa saat ini 1 unit rusak,

sehingga yang berfungsi hanya 1 unit saja. Jumlah sambungan aktif

sebanyak 283 unit.

(28)

VII - 28 RPIJM Bidang Cipta Karya Kabupaten PELALAWAN

Daerah pelayanan ystem ini adalah Desa Ukui Kec. Ukui. Jumlah

penduduk yang terlayani saat ini sebanyak 1.132 jiwa atau sekitar 29,79%

dari penduduk di daerah pelayanan. Adapun jam pelayanannya selama 11

jam setiap harinya.

5. UPT-BPAB Pangkalan Kerinci

Pelayanan air bersih di Kec. Pangkalan Kerinci terdiri dari 2 sistem

yang terpisah, yaitu Sistem Utama yang sumber airnya berasal dari Sungai

Kampar dan Sistem Sumur Bor.

Sumber Air

Sumber air yang digunakan berasal dari Sungai Kampar yang

berlokasi di Desa Kuala Terusan, Kec. Pangkalan Kerinci dengan kapasitas

pengambilan sebesar 20 l/dt.

Unit Transmisi

Pipa transmisi yang digunakan adalah PVC dan GIP dia. 200 mm

sepanjang 2,2 km. Sistem pengalirannya dilakukan dengan bantuan pompa

jenis ystem ible sebanyak 2 unit. 1 unit 20 l/dt dan 1 unit 30 l/dt. Kedua

pompa ini digunakan secara bergantian tiap sebulan sekali.

Unit Produksi

Terdapat 2 buah bangunan pengolahan yang berupa IPA Paket 10 l/dt

dan IPA Konvensional 20 l/dt. Namun IPA Paket 10 l/dt ini hanya digunakan

saat dilakukan pencucian filter di IPA Konvensional. Jam operasi produksi air

14 jam setiap harinya.

Reservoir

Terdapat 4 unit reservoir dengan kapasitas masing-masing 100 m3,

200 m3, 70 m3, dan 500 m3. Untuk reservoir 500 m3 diisi 1 minggu 1 x untuk

melayani kawasan kantor bupati dan DPRD.

Unit Distribusi

Pipa distribusi menggunakan PVC mulai dia. 50 mm, 75 mm, 100 mm,

150 mm, 200 mm, 250 mm, dan 300 mm. Sistem pengalirannya dilakukan

(29)

VII - 29 RPIJM Bidang Cipta Karya Kabupaten PELALAWAN

l/dt dan 1 unit 30 l/dt. Kedua pompa digunakan secara bergantian seminggu

sekali. Selain itu masih terdapat 2 unit pompa lainnya dengan kapasitas

masing-masing 10 l/dt yang digunakan secara bergantian untuk melayani

daerah perkantoran. Saat ini jumlah sambungan aktif sebanyak 636 unit.

Daerah Pelayanan

Daerah pelayanan ystem ini meliputi kawasan kota, Perum Bumi

Lago Permai, Kantor Polres, Koramil, dan Kantor Bupati. Jumlah penduduk

yang terlayani saat ini sebanyak 2.744 jiwa. Adapun jam pelayanannya

selama 14 jam setiap harinya.

Pelaksanaan pelayanan air bersih saat ini di Kecamatan Pangkalan

Kerinci dilaksanakan oleh Unit Pelaksanan Teknis Badan Pengelola Air

Bersih (UPT – BPAB) Kecamatan Pangkalan Kerinci di bawah komando

UPTD SPAM Kabupaten Pelalawan di bawah koordinasi Kepala Dinas

Pekerjaan Umum Kabupaten Pelalawan.

Unit Pelaksana Teknis Kecamatan Pangkalan Kerinci merupakan unit

pelayanan air bersih yang melayani daerah kecamatan Pangkalan Kerinci

yang saat ini masih bernama Unit Pelaksana Teknis Badan Pengelola Air

Bersih (UPT – BPAB).

Kecamatan Pangkalan Kerinci merupakan salah satu dari 12

Kecamatan di Kabupaten Pelalawan hasil pemekaran dari Kecamatan

Langgam terbentuk berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2001

dan pada awal pembentukan Kecamatan Pangkalan Kerinci terdiri dari 7

(tujuh) Desa yaitu Desa Pangkalan Kerinci, Desa Sekijang, Desa Rantau

Baru, Desa Kuala Terusan, Desa Makmur, dan Desa Bukit Agung kemudian

pada Tahun 2009 berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 08 Tahun 2004

Desa Pangkalan Kerinci dimekarkan menjadi 3 (tiga) Kelurahan:Kelurahan

Pangkalan Kerinci Kota, Pangkalan Kerinci Barat, Kelurahan Pangkalan

Kerinci Timur , seiring dengan perkembangannya maka pada Tahun 2005

(30)

VII - 30 RPIJM Bidang Cipta Karya Kabupaten PELALAWAN

dari Kecamatan Pangkalan Kerinci dan Pangkalan Kerinci sampai saat

sekarang wilayahnya terdiri dari 3 (tiga) Kelurahan dan 4 (empat) Desa.

Meliputi :

• Kelurahan Pangkalan Keirnci Kota • Kelurahan Pangkalan Kerinci Barat • Kelurahan Pangkalan Kerinci Timur • Desa Kuala Terusan

• Desa Makmur • Desa Rantau Baru • Desa Mekar Jaya

Unit Air Baku

Air Baku yang dimanfaatkan Unit Pelayanan Teknis Kecamatan

Pangkalan Kerinci berasal dari Sungai Kampar terletak di Desa Kualo

dengan membangun INTAKE kapasitas 20 l/dt di alirkan dengan pompa 20

liter/detik.

(31)

VII - 31 RPIJM Bidang Cipta Karya Kabupaten PELALAWAN

Unit Produksi

Dilokasi kantor UPT – BPAB Kecamatan kota Pangkalan Kerinci

terdapat 2 unit IPA meliputi

✓ IPA Kapasitas 10 liter/detik.

IPA Kapasitas 10 liter/detik saat ini merupakan unit pengolahan

dilengkapi dengan reservoir kapasitas 200 M3. Dalam kondisi tidak

beroperasi.

Gambar.7.4 Unit Produksi Air Minum (IPA) IPA Kapasitas 20 liter/detik

✓ IPA Kapasitas 20 liter/detik

IPA kapasitas 20 L/detik saat ini merupakan unit pengolahan dilengkapi dengan reservoir kapasitas 100 M3. Dioperasionalkan selama 24 jam

(32)

VII - 32 RPIJM Bidang Cipta Karya Kabupaten PELALAWAN

Gambar. 7.4. Unit IPA Beton Kap. 20 L/D dan Reservoar Kap.300 M3

Kinerja Unit Produksi

Saat ini Pelayanan air bersih saat ini dikelola dengan nama UPT –

BPAB Kecamatan kota Pangkalan Kerinci yang merupakan badan pengelola

pelayanan air minum di Kabupaten Pelalawan terdiri dari 1.447 pelanggan

sambungan rumah (SR).

Kondisi saat ini UPT – BPAB Kecamatan kota Pangkalan Kerinci

dalam menjalankan tugas melayani air minum kepada masyarakat dengan

kapasitas pelayanan 20 liter/detik.

Sedangkan pelanggan UPT – BPAB Kecamatan kota Pangkalan

Kerinci meliputi: Area Perkantora : 64 Pelanggan Pelayanan Kelurahan

Kerinci Timur dan Kerinci Kota: 1.383 Pelanggan +Jumlah : 1.447

Pelanggan.

c. Potensi dan Tantangan

➢ Potensi Air Permukaan

Terdapat beberapa sumber air yang dapat digunakan dalam suatu sistem

penyediaan air baku untuk air minum Sumber-sumber tersebut antara lain :

(33)

VII - 33 RPIJM Bidang Cipta Karya Kabupaten PELALAWAN

b. air permukaan : sungai, danau, waduk, embung

c. air tanah : mata air, sumuran, air tanah dangkal, air tanah dalam.

Masing-masing sumber air tersebut mempunyai kualitas dan kuantitas yang

berbeda. Pemilihan sumber yang akan digunakan bergantung pada sumber air

yang ada (terdekat), kuantitas yang dibutuhkan, juga kontinuitas dari sumber

tersebut. Untuk melayani kebutuhan sebuah kota, misalnya, dapat digunakan satu

sumber saja ataupun dibantu oleh sumber yang lain. Adapun pemilihan sumber

yang akan digunakan akan mempengaruhi perencanaan sistem sumber air minum

tersebut (intake dan pengolahan).

Air Hujan (meteorologi water)

Pada hakekatnya air hujan memiliki kualitas yang baik, namun hal ini

akan sangat tergantung pada kualitas atmosfir di suatu wilayah. Air hujan

yang jatuh (presipitasi) akan melewati lapisan atmosfir sebelum sampai ke

bumi/daratan. Proses jatuhnya air ini kemudian akan melarutkan

kandungan-kandungan pencemar di udara, seperti CO2, SO2, CO, NOx,

dll. Jadi, jika kualitas atmosfir baik maka kualitas air hujan juga akan baik,

dan begitu pula sebaliknya.

Secara kuantitas, kapasitas air hujan akan tergantung pada

tingginya curah hujan dan sistem penangkap yang direncanakan.

Sedangkan kontinuitasnya sangat dipengaruhi oleh pola iklim setempat dan

regional. Air hujan jarang digunakan untuk suplai air bersih suatu

komunitas, hanya digunakan untuk lingkup yang kecil. Air hujan digunakan

bila tidak ada lagi sumber air yang dapat digunakan seperti di daerah

padang pasir atau daerah yang sangat sulit air. Air hujan umumnya

dikumpulkan dari atap dan disimpan dalam bak atau reservoir untuk

penggunaan domestik. Air hujan mempunyai kualitas yang cukup baik,

namun mempunyai nilai pH yang rendah dan tidak mengandung mineral.

Dari segi bakteriologis relatif lebih bersih tergantung wadah

penampungannya.

(34)

VII - 34 RPIJM Bidang Cipta Karya Kabupaten PELALAWAN

Air permukaan adalah hujan yang mengalir di permukaan bumi. Pada

umumnya air permukaan ini akan mengalami pengotoran selama pengalirannya,

misalnya oleh lumpur, batang-batang kayu, daun-daun, kotoran industri kota dan

lain sebagainya. Air permukaan terbagi atas :

▪ Sungai

▪ Danau atau waduk

▪ Air laut

Air permukaan merupakan air yang berasal dari sungai, danau dan laut,

zat yang ada pada air permukaan tergantung batas atau lapisan air (watershed).

Pada air permukaan ditemukan kotoran seperti tanah liat, mineral organik alga,

bakteri dan protozoa dalam bentuk suspensi dan koloid. Gas terlarut seperti

oksigen, nitrogen, karbondioksida, metan, hidrogen sulfida. Mungkin juga

mengandung material organik, amoniak, asam organik, klorida, nitrat dan nitrit. Air

permukaan sampai sekarang masih menjadi alternatif yang paling mungkin untuk

dimanfaatkan sebagai sumber air baku. Kapasitasnya yang cukup besar mampu

menjamin kuantitas air yang dibutuhkan serta kontinuitas alirannya. Walaupun

secara kualitas sumber air ini masih jauh dibawah kualitas air tanah, namun upaya

untuk meminimalkan tingkat pencemaran pada badan air permukaan, masih layak

untuk dikaji secara mendalam, sehingga investasi pada instalasi pengolahan

dapat ditekan.

Sungai dan DAS

DAS merupakan ekosistem alamiah berupa geomorfologi, penggunaan

lahan dan iklim yang memungkinkan terwujudnya ekosistem hidrologi yang unik.

Hidrologi adalah ilmu yang mempelajari air dalam segala bentuknya (cairan,

padat, gas) pada, dalam, dan di atas permukaan tanah, termasuk di dalamnya

penyebaran, daur dan perilakunya, sifat-sifat fisika dan kimianya, serta yang

berhubungan dengan unsur-unsur hidup dalam air itu sendiri (Asdak, 2002).

Pemahaman prinsip-prinsip hidrologi penting dalam pemanfaatan dan konservasi

air. Dalam menelaah permasalahan hidrologi daerah tangkapan air harus lebih

ditekankan pada tinjauan komponen-komponen daur hidrologi, pengaruh antar

komponen serta kaitannya dengan komponen lain di luar bidang hidrologi secara

holistik. Sementara, pemahaman proses-proses hidrologi menjadi penting dalam

(35)

VII - 35 RPIJM Bidang Cipta Karya Kabupaten PELALAWAN

kaitannya dengan proses terjadinya erosi dan sedimentasi, b) hubungan curah

hujan dan air larian (runoff), c) debit puncak untuk keperluan merancang

penanggulangan banjir, dan d) hubungan karakteristik suatu DAS dengan debit

puncak yang terjadi di daerah tersebut, sehingga dapat diambil langkah

pengendalian terhadap perilaku arus debit tersebut. DAS adalah kawasan lahan di

mana semua air, dari hujan, mengalir ke bawah menuju suatu penampung air

seperti kali, sungai, danau, atau rawa-rawa. DAS juga disebut kawasan tangkapan

(catchment) karena lahan di bagian atas dan kawasan hulu “menangkap” seluruh

air dan selanjutnya air tersebut mengalir ke bawah dan ke kawasan hilir. DAS

dapat dianggap sebagai satu kesatuan ekosistem (Lovelace dan Rambo, 1986

dalam Asdak, 2007).

Selain sebagai sistem ekologi yang bersifat kompleks, DAS juga dapat

dianggap sebagai sistem hidrologi. Sebagai suatu sistem hidrologi, masukan

(input) ke dalam sistem dapat dievaluasi proses yang telah dan sedang

berlangsung dengan melihat keluaran (output) dari sistem. Dalam sistem hidrologi

DAS, komponen masukan utama terdiri atas curah hujan dan energi matahari

sedangkan komponen keluaran terdiri atas debit aliran dan muatan sedimen,

termasuk unsur hara dan bahan pencemar. DAS yang terdiri atas

komponen-komponen utama vegetasi, tanah, air/sungai, dan manusia (termasuk Iptek) dalam

hal ini berlaku sebagai “prosesor”. Artinya, komponen-komponen DAS tersebut memberikan respons dalam bentuk fluktuasi debit aliran dan sedimen serta bahan

pencemar lainnya (keluaran) akibat interaksi antar komponen terhadap curah

hujan (sebagai masukan).

Berdasarkan kondisi geografisnya hampir seluruh Kecamatan di

Kabupaten Pelalawan memiliki sungai. Disamping berfungsi sebagai sarana

transportasi dan aktivitas sosial (mandi, cuci, kakus), sungai tersebut juga

digunakan untuk budidaya perikanan, terutama bagi masyarakat yang bermata

pencaharian sebagai nelayan. Secara umum jumlah sungai yang ada di

Kabupaten Pelalawan adalah 195 buah dengan total luas 27.627,58 ha dan

panjang 1.821,7 Km. Dari total luas tersebut yang berpotensi untuk dikembangkan

dalam perikanan tangkap adalah 9.233,9 ha, sedangkan untuk budidaya karamba

(36)

VII - 36 RPIJM Bidang Cipta Karya Kabupaten PELALAWAN

Kota pangkalan Kerinci dilalui oleh sungai Kampar dengan anak-anak /

cabang-cabangnya yaitu sungai Kerinci. Secara hidrologik wilayah perencanaan

berada didalam lingkup Sub-DAS Pelalawan dan Telayap. Sungai Kampar

menunjukkan morfologi sungai tua dengan pola aliran sungai dentritik dan bentuk

aliran sungai secara alamiah meandering dengan meninggalkan bentuk-bentuk

oxbow lake di beberapa tempat. Panjang sungai Kampar sekitar 413 km dengan

lebar sungai antara 143-300 m dengan kedalaman rata-rata 7,7 m, kecepatan

aliran sungai kampar di titik pengukuran pangkalan kerinci (dibawah jembatan

sungai Kampar) pada bulan September 1992 (musim agak kering) adalah sekitar

0,59-0,77 m/detik dengan debit antara 590-612 m3/detik (Hydrological yearbook of

Finland 1994 in Finishnviromental Research Group Ltd. August 1999).

Pengamatan pada bulan agustus 1999, tinggi muka air bervariasi antara 1,5-2,0 m

dan pada banjir besar bisa mencapai lebih dari 3 m.

Air tanah terdapat setempat pada aquifer dengan penyebaran lateral

menerus. Aquifer ini berkedudukan dangkal. Aquifernya tergolong cukup produktif

(debit air tanah  5 l/detik) dengan daerah sebaran yang luas. Pada wilayah yang

bergelombang, air tanah dangkal terdapat pada kedalaman antara 8-11 m bmt

(dibawah permukaan tanah setempat). Kedalaman 0 (nol) meter berada pada

daerah tanah gambut yang selalu tergenang air. Muka air tanah dalam mulai

ditemukan lagi pada kedalaman 54 m bmt. Kualitas air tanah dangkal yang

terpengaruh oleh pasang surut atau didaerah gambut pada umumnya terasa

payau, berwarna dan berbau lumpur, sedangkan didaerah yang tidak terpengaruh

oleh pasang surut tergolong cukup baik dan layak sebagai sumber air bersih.

Sungai Kampar merupakan salah satu dari empat sungai terbesar di

Provinsi Riau. Bagian hulu sungai Kampar berada di pegunungan Bukit

Barisan, Provinsi Sumatera Barat. Sungai Kampar memiliki dua anak

sungai besar, yaitu sungai Kampar Kanan dan sungai Kampar Kiri, bertemu

di Langgam. Hulu sungai ini terletak di Kabupaten Limapuluh Koto,

Pasaman dan Sawah Lunto di Propinsi Sumatera Barat, sedang bagian

tengah wilayah sungai hingga muara terletak di Propinsi Riau, yaitu terdiri

dari Kabupaten Indragiri Hulu, Indragiri Hilir, Kampar, Kuantan Singing,

Palalawan, Siak dan Pekanbaru.

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 11 A/PRT/M/2004 tentang

(37)

VII - 37 RPIJM Bidang Cipta Karya Kabupaten PELALAWAN

dari UU No. 7 tahun 2004, telah menetapkan pembagian wilayah sungai di

Indonesia menjadi 133 WS, daerah studi wilayah sungai Kampar termasuk

dalam kategori Wilayah Sungai lintas propinsi (Riau dan Sumatera Barat).

Melihat kondisi tersebut, maka wilayah sungai Kampar termasuk dalam

kewenangan pengelolaan di bawah Pemerintah Pusat. Adapun jumlah

kecamatan di setiap kabupaten/kota yang masuk dalam WS Kampar

adalah sebagai berikut. Provinsi Riau 55 kecamatan dimana Kabupaten

Kampar 17 kecamatan, Kabupaten Siak 6 kecamatan, Kota Pekanbaru 4

kecamatan, Kabupaten Pelalawan 11 kecamatan, Kab. Indragiri Hulu 4

kecamatan, Kab. Indragiri Hilir 6 kecamatan, Kab. Kuantan Singingi 6

kecamatan, Provinsi Sumatera Barat 7 kecamatan, Kabupaten Pasaman 1

kecamatan, Kab. Lima Puluh Koto 4 kecamatan dan Kabupaten

Sawahlunto 2 kecamatan. Sungai Kampar merupakan salah satu dari

empat sungai terbesar di Provinsi Riau. Bagian hulu sungai Kampar berada

di pegunungan Bukit Barisan, Provinsi Sumatera Barat. Sungai Kampar

memiliki dua anak sungai besar, yaitu sungai Kampar Kanan dan sungai

Kampar Kiri, bertemu di Langgam. Hulu sungai ini terletak di Kabupaten

Limapuluh Koto, Pasaman dan Sawah Lunto di Propinsi Sumatera Barat,

sedang bagian tengah wilayah sungai hingga muara terletak di Propinsi

Riau, yaitu terdiri dari Kabupaten Indragiri Hulu, Indragiri Hilir, Kampar,

Kuantan Singing, Palalawan, Siak dan Pekanbaru. Peraturan Menteri

Pekerjaan Umum No. 11 A/PRT/M/2004 tentang Kriteria danPenetapan

Wilayah Sungai yang merupakan peraturan turunan dari UU No. 7 tahun

2004, telah menetapkan pembagian wilayah sungai di Indonesia menjadi

133 WS, daerah studi wilayah.

Berdasarkan hasil digitasi peta , diperkirakan luas total Wilayah

Sungai Kampar sekitar 3.163.227,50 Ha , dengan perkiraan luas

kecamatan yang masuk Wilayah Sungai Kampar disajikan pada Tabel

(38)

VII - 38 RPIJM Bidang Cipta Karya Kabupaten PELALAWAN

Tabel 7.5 Luas Wilayah DAS Kampar

Sumber : RISPAM Kabupaten Pelalawan 2013

Sungai Kampar termasuk dalam kategori Wilayah Sungai lintas

(39)

VII - 39 RPIJM Bidang Cipta Karya Kabupaten PELALAWAN

sungai Kampar termasuk dalam kewenangan pengelolaan di bawah

Pemerintah Pusat. Total luas wilayah sungai Kampar adalah 24.548 km2.

Sungai Kampar Kanan

Sungai Kampar kanan bermata air dari Gunung Gadang, memiliki

luas daerah tangkapan air 5.231 km2. Alur utama semula mengalir ke utara

kemudian berbelok ke timur. bertemu dengan anak sungai Kapur nan

Gadang, mengalir dengan kemiringan sedang melalui lembah Batubersurat.

Selanjutnya bertemu dengan anak sungai Mahat, mengalir ke arah timur.

Kapasitas aliran penampang sungai Kampar Kanan di sekitar Bangkinang

berkisar antara 750 - 1000 m3/det dengan kemiringan dasar sekitar 0,0008,

antara Danau Bingkuang dan Teratak Buluh sekitar 700 - 800 m3/det

dengan kemiringan dasar sekitar 0,00021.

Kampar Kanan Luas catchment area Sungai Kampar Kanan adalah

5.231 km2, dengan hulu sungai berada di Gunung Gadang pegunungan

Bukit Barisan. Sungai Kapurnan Gadang dan Batang Mahat bertemu

menjadi satu di hulu Koto Panjang. Sungai Kampar Kanan terdiri dari 24

anak sungai yaitu :

1. Sungai Pialan

2. Sungai Kapur nan Gadang (Sungai Pambangan, Ambun Mudo,

Batang A.

3. Paiti, Batang A. Kapuran Kacil, dan Sungai Kapur)

4. Sungai Parmanisan

5. Sungai Takus

6. Sungai Asang

7. Sungai Gulamo

8. Sungai Mahat (Sungai Lawan, Nenan Gadang, Air Dingin, Maluti,

Bulouh

9. Kasan, Jernih)

10. Sungai Arau Gadang

11. Sungai Laki

12. Sungai Singalang

(40)

VII - 40 RPIJM Bidang Cipta Karya Kabupaten PELALAWAN

14. Sungai Tibun

15. Sungai Singkuang

16. Sungai Petapahan

17. Sungai Uwai

18. Sungai Panalogan

19. Sungai Tambang

20. Sungai Kuamang

21. Sungai Poro

22. Sungai Kualu

23. Sungai Keruk

24. Sungai Siganggang

25. Sungai Kelapas

26. Sungai Tiup Gadang.

Sungai Kampar Kiri

Sungai Kampar kiri bermata air dari gunung Ngalautinggi, gunung

Solokjanjang, gunung Paninjauan nan elok, memiliki luas daerah tangkapan

air 7.053 km2. Dua anak sungai besar bernama sungai Sibayang dan

sungai Singingi. Sungai Sibayang memiliki luas daerah tangkapan air 1.606

km2, bertemu dengan anak sungai Biobio. Kapasitas aliran penampang

sungai Sibayang sekitar 500 m3/det. Selanjutnya bergabung dengan sungai

Singingi, dan anak sungai Teso. Sungai Singingi memiliki luas daerah

tangkapan air 1.678 km2, bagian hulu dengan kemiringan dasar sekitar

0,00085.

Kampar Kiri Luas catchment area Sungai Kampar Kiri adalah 7.053

km2 dengan hulu sungai berada di pegunungan Bukit Barisan pada

perbatasan Provinsi Riau dan Sumatera Barat. Pada DAS Sungai Kampar

Kiri terdapat sungai besar yaitu Sungai Sibayang, Singingi dan Teso. Ada

delapan anak Sungai Kampar Kiri yaitu:

1. Sungai Petai 2. Sungai Putaran

(41)

VII - 41 RPIJM Bidang Cipta Karya Kabupaten PELALAWAN

5. Sungai Setingkai (Batang Ulak, Sungai Sibayang, Lubuk Tingkuk, Cikain, Antahjadi, Siasam, Batubesar dan Sasaban)

6. Sungai Sibayang (Sungai Danau Lama, Lengkuas, Angkaban, dan Sontuh)

7. Sungai Teso 8. Sungai Segati

Bagian hulu sungai Kampar Kiri mempunyai kapasitas aliran sekitar

600 m3/det. Sedangkan di bagian hilir sungai Kampar Kiri, di hilir

pertemuan dengan sungai Teso mengecil. antara 200 – 400 m3/det.

Kemudian bertemu dengan sungai Kampar Kiri di Langgam. Setelah

pertemuanya bernama sungai Kampar sampai ke muaranya di Selat

Malaka, dengan kapasitas pengaliran penampang sungai sekitar 1200

m3/det. Lebar sungai Kampar bagian hilir lebih dari 1 km sepanjang 100

km. Pengaruh pasang surut masuk sejauh 229 km dari muara sungai

dengan tinggi fluktuasi pasang rerata 2,1 m, dan pasang tertinggi 4,05 m.

Alur sungai Kampar dapat dilayari kapal angkutan barang dan penumpang

ukuran kecil sampai ke Pangkalan Baru (hilir Teratak Buluh) yang berjarak

300 km dari muara sungai Pada bagian muara sungai terdapat gerakan

gelombang pasang yang terjadi tiba-tiba dan membentuk gelombang cukup

besar. Kapasitas aliran penampang sungai Kampar. Nama Sungai

Kapasitas aliran m3/detik, Kampar Kanan Sekitar Bangkinang 750 – 1000,

Di hilirnya 700 – 800. Kampar Kiri, Sibayang Sekitar 500L/detik, Hulu S.

Kampar Kiri Sekitar 600L/Detik, Hilir S. Kampar Kiri 200 – 400 dan Sungai

(42)

VII - 42 RPIJM Bidang Cipta Karya Kabupaten PELALAWAN

Tabel. 7.6

Kapasitas aliran penampang sungai Kampar

Nama Sungai Kapasitas aliran m3/det

Kampar Kanan

Sekitar Bangkinang 750 - 1000

Di hilirnya 700 - 800

Kampar Kiri

Sibayang Sekitar 500

Hulu S. Kampar Kiri Sekitar 600

Hilir S. Kampar Kiri 200 - 400

Sungai Kampar Sekitar 1200

Sumber : RISPAM Kabupaten Pelalawan 2013

Penggunaan

DAS Kampar saat ini digunakan untuk berbagai penggunaan, antara

lain: transportasi, irigasi pertanian, perikanan, domestik (masyarakat), air

baku air minum dan industri. Luas daerah irigasi di DAS Kampar total

sebesar 22.213 ha, daerah rawa seluas 35.000 ha, dengan air baku

sebesar 75,9 m3/detik (debit minimum 124,8 m3/detik dan maintenance

flow 48,9 m3/detik). Sungai Kampar sudah lama dimanfaatkan sebagai

sumber air minum dan keperluan rumah tangga oleh masyarakat yang

berada di sepanjang sungai, sebagai tempat penambangan pasir dan

kerikil, ladang penangkapan ikan, areal budidaya perikanan dalam keramba

dan sebagai jalur transportasi sungai, serta sebagai sumber air industri.

Kualitas Air

Secara umum baku mutu kualitas air mengacu pada Peraturan

Pemerintah No. 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan

Pengendalian Pencemaran Air, namun daerah melalui Gubernur dapat

(43)

VII - 43 RPIJM Bidang Cipta Karya Kabupaten PELALAWAN

dibandingkan dengan peraturan tersebut atau setidak-tidaknya sama. Baku

mutu ditetapkan sesuai dengan penggunaan sumber air tersebut. Mengacu

pada peraturan pemerintah ini, baku mutu air diklasifikasikan menjadi 4

(empat) kelas, yaitu:

• Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan sebagai air baku air minum, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air

yang sama dengan ketentuan tersebut.

• Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar,

peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain

yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan

tersebut.

• Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi

pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu

air yang sama dengan kegunaan tersebut.

• Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air

yang sama dengan kegunaan tersebut.

Sumber daya air harus memenuhi kualitas sesuai dengan

peruntukannya. Kualitas air dapat mengalami perubahan secara alami

ataupun akibat aktivitas manusia. Penurunan kualitas air secara alami

misalnya akibat gempa bumi atau letusan gunung api, sedangkan akibat

aktivitas manusia dapat disebabkan baik secara langsung maupun tidak

langsung. Secara langsung misalnya dengan membuang limbah ke badan

air, sedangkan secara tidak langsung misalnya dengan merusak atau

mengubah tata guna lahan. Di wilayah-wilayah yang belum mengalami

perubahan akibat aktivitas manusia, umumnya kualitas air permukaannya

relatif baik. Perubahan kualitas air terjadi akibat fluktuasi aliran yang terjadi

karena adanya hujan. Konstituen utama yang terkandung dalam air

permukaan berasal dari pembusukan material flora dan fauna serta

Gambar

Gambar 7. 1 Skema Penetapan Lokasi Kumuh
Gambar 7. 2 Lampiran SK Kumuh Kabupaten Pelalawan
Tabel 7.3 Penetapan Pusat Kegiatan Sistem Perkotaan/Pedesaan Kabupaten pelalawan
Tabel 7. 4. Peraturan Daerah/Peraturan Walikota Terkait Penataan Bangunan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Meningkatkan peran serta masyarakat dan swasta dalam kegiatan penataan bangunan dan lingkungan5. Membentuk komunitas peduli lingkungan

penanganan sistem drainase dimana pembagian wilayah atau sungai/saluran drainase yang menjadi wewenang Pemerintah Pusat atau Daerah harus jelas batasannya. Pengelolaan

 sistem pembuangan terpusat skala kecil pada kawasan permukiman padat perkotaan yang tidak terlayani sistem jaringan air limbah terpusat dan/atau komunal kota

 Kawasan rawan air limbah resiko 3 terdiri dari Kecamatan Jatirejo, Gondang, Pacet, Trawas, Ngoro, Pungging, Kutorejo, Mojosari, Dlanggu, Bangsal, Puri, Trowulan,

kelurahan walor, Kecamatan paciranKAW12017300 Penyusunan DED Sarana dan Prasarana Ruang Terbuka Hijaukelurahan walor, Kecamatan paciranKAW12019300 Penyusunan DED PS

Kawasan Kampung Pajala Bangunan gedung 70% bangunan permukiman tidak memiliki keteraturan, orientasi muka bangunan rumah tidak beraturan, kerapatan -Disinsentif

Fasilitas Kota terkait 3R yang sudah ada yaitu gedung fisik TPST (Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu) yang berlokasi di Aur Kuning. Gedung TPST tersebut merupakan milik

Menguraikan peran serta masyarakat dan swasta dalam pengelolaan persampahan serta kondisi perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) di dalam masyarakat Kota Pagar