• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS STRUKTUR SEKTOR PERTANIAN INDONESIA: ANALISIS MODEL INPUT-OUTPUT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS STRUKTUR SEKTOR PERTANIAN INDONESIA: ANALISIS MODEL INPUT-OUTPUT"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS STRUKTUR SEKTOR PERTANIAN

INDONESIA: ANALISIS MODEL INPUT-OUTPUT

Euphrasia Susy Suhendra

Universitas Gundarma Jl. Margonda Raya 100, Depok Email : susys@staff.gunadarma.ac.id

ABSTRAK

Dalam tiga dekade terakhir, pembangunan nasional menitik-beratkan pada sektor manufaktur, sementara sektor pertanian yang sampai saat ini masih merupakan tumpuan hidup masyarakat pada umumnya hanya diposisikan sebagai sektor pendukug. Sebagai sek-tor yang masih dapat menunjukkan pertumbuhan yang positif pada masa krisis yang menimpa Indonesia, maka perlu dipertimbangkan untuk lebih menitikberatakn kebijakan pembangunan nasionalnya pada sektor pertanian.

Artikel ini menguji struktur dari sektor pertanian Indonesia, yang dapat menggambarkan keterkaitan antara subsektor-subsektor yang ada di sektor pertanian Indonesia secara lebih mendetail, baik kaitan kedepan/forward linkage (derajat kepekaan) maupun keter-kaitan ke belakang/backward linkage (daya penyebaran).

Hasil yang didapatkan menunjukkan dengan memperhatikan ana-lisis keterkaitan maka dapat terlihat adanya subsektor-subsektor yang dapat menjadi subsektor-subsektor andalan karena menimbulkan dampak yang cukup nyata bagi keterkaitan antara subsektor-subsektor pertanian, sehingga kebijakan pembangunan khususnya di sektor pertanian dapat lebih terarah.

Kata Kunci : input-output ,derajat kepekaan, daya penyebaran. PENDAHULUAN

Di banyak negara, sektor pertani-an ypertani-ang berhasil merupakpertani-an prasya-rat bagi pembangunan sektor industri dan jasa. Para perancang pem-bangunan Indonesia pada awal Orde Baru menyadari benar hal tersebut, sehingga pembangunan jangka pan-jang dirancang secara bertahap. Pada tahap pertama pembangunan

dititikberatkan pada pembangunan sektor pertanian dan industri pengha-sil sarana produksi pertanian. Pada tahap kedua, pembangunan dititikbe-ratkan pada industri pengolahan pe-nunjang sektor pertanian (agroindus-tri) yang selanjutnya secara bertahap dialihkan pada pembangunan industri mesin dan logam. Rancangan pem-bangunan seperti demikian,

(2)

diha-rapkan dapat membentuk struktur perekonomian Indonesia yang serasi dan seimbang, tangguh menghadapi gejolak internal dan ekternal.

Era globalisasi yang akan datang memberikan peluang bagi sektor pertanian untuk berkembang lebih cepat, tetapi sekaligus memberikan tantangan baru karena komoditas pertanian harus mempunyai keung-gulan daya saing dan kemandirian produk pertanian sedemikian rupa sehingga produk pertanian mampu bersaing di pasar domestik maupun internasional.

Berdasarkan kenyataan tersebut, banyak ahli ekonomi pertanian Indo-nesia, mendesak agar sektor per-tanian berperan kembali sebagai motor penggerak pembangunan. Hal ini terlihat bahwa sektor pertanian masih memperlihatkan pertumbuhan yang positif pada saat Indonesia sedang dilanda krisis moneter

Agar pertanian dapat berkontri-busi dalam perekonomian nasional, menghadapi dinamika globalisasi dan perdagangan bebas diperlukan suatu perencanaan nasional dengan pemi-lihan atas dasar prioritas dan sasaran dari program pembangunan perta-nian. Salah satu aspek yang cukup menentukan keberhasilan pem-bangunan adalah penyebaran inves-tasi yang sesuai dengan lokasi dan kondisi masyarakat. Investasi yang ditanamkan pada sektor pertanian diharapkan mampu mendorong ke-naikan output dan permintaan input sehingga berpengaruh terhadap kenaikan pendapatan dan perluasan kesempatan kerja yang selanjutnya dapat mendorong pertumbuhan

eko-nomi dan mempercepat pemulihan ekonomi.

KERANGKA KONSEPTUAL

Pada umumnya memang negara berkembang yang mempunyai sum-ber daya alam yang cukup sum-berlimpah, seperti Indonesia, menginginkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi tampa memperhatikan kondisi geo-grafis dan sosial yang ada. Seperti diungkapkan pada teori Fei dan Ranis, yang merupakan penyempur-naan dari teori Lewis mengenai tenaga buruh. Mereka memberikan penjelasan memuaskan tentang pertumbuhan sektor pertanian yang dapat merupakan sektor unggulan untuk beranjak dari keadaan stagnasi ke arah pertumbuhan swadaya (Jhingan, 2003). Untuk itu Adelman (1984) menawarkan konsep Agri-cultural Demand Led Industrialization, sebagai alternative untuk menggan-tikan strategi ELI dan SI di negara berkembang. Konsep ADLI yang ditawarkan Adelman perlunya sektor pertanian dijadikan basis dalam pembangunan nasional. Investasi di sektor pertanian perlu mendapatkan prioritas utama untuk membantu me-ningkatkan produktivitas petani kecil dan menengah. Investasi ini dapat dalam bentuk perbaikan dan pem-bangunan sistem irigasi, kemudahan dalam mendapatkan kredit usaha tani, pengenalan teknologi baru khususnya bibit unggul dan pupuk. Pembangunan sarana transportasi untuk mendekatkan petani dengan pasar dan kontrol terhadap mekanis-me pasar agar petani dapat

(3)

memperoleh harga yang wajar(El-Said M, 2001).

Kesemuanya itu tidak hanya akan memberikan dampak yang positif terhadap sektor pertanian itu sendiri tetapi juga terhadap proses menuju industrialisasi. Peningkatan pendapatan masyarakat pedesaan pada akhirnya akan sangat efektif untuk mendorong peningkatan per-mintaan barang manufaktur yang diproduksi di dalam negeri. Dengan demikian keterbatasan devisa yang seharsnya digunakan untuk meng-impor bahan makanan dapat digu-nakan untuk meningkatkan kapasitas produksi pertanian di dalam negeri. Selanjutnya, peningkatan produkti-vitas sektor pertanian akan mendo-rong peningkatan permintaan input pertanian seperti pupuk, pestisida, dan alat-alat pertanian. Namun yang lebih penting adalah dampak ter-hadap sektor industri lainnya.

Kaitan yang sangat fleksibel baik ke belakang (input) maupun ke depan (output) dari sektor pertanian inilah yang menyebabkan sektor pertanian ditetapkan sebagai leading sektor dalam proses industrialisasi oleh Adelman dalam konsep ADLI. Oleh karena itu, mengingat sum-bangan sektor pertanian terhadap kesempatan kerja dan pendapatn bagi sebagian besar penduduk di negara berkembang sangat besar, maka untuk mengatasi tiga perma-salahan structural ekonomi negara berkembang seperti Indonesia yaitu kesenjangan produktifitas pertanian dan non pertanian, pengangguran dan defisit neraca pembayaran, ha-ruslah dimulai dengan

meng-akselerasi pembangunan sektor pertanian.

Secara lebih rinci beberapa pertimbangan tentang pentingnya mengakselerasi sektor pertanian di Indonesia dikemukakan oleh Sima-tupang (1997)

a.

Sektor pertanian masih tetap sebagai penyerap tenaga kerja, sehingga akselerasi pemba-ngunan sektor pertanian akan membantu mengatasi masalah penggangguran.

b.

Sektor pertanian merupakan pe-nopang utama perekonomian de-sa dimana sebagian bede-sar pen-duduk berada. Oleh karena itu, akselerasi pembangunan perta-nian paling tepat untuk mendo-rong perekonomian desa dalam rangka meningkatkan penda-patan sebagian besar penduduk Indonesia dan sekaligus pengen-tasan kemiskinan.

c.

Sektor pertanian sebagai peng-hasil makanan pokok penduduk, sehingga dengan akselerasi pembangunan pertanian maka penyediaan pangan dapat ter-jamin. Langkah ini penting untuk mengurangi ketergantungan pangan pada pasar dunia.

d.

Harga produk pertanian memiliki bobot yang besar dalam indeks harga konsumen sehingga dina-mikanya amat berpengaruh ter-hadap laju inflasi. Oleh karena itu, ekselerasi pembangunan per-tanian akan membantu menjaga stabilitas perekonomian Indone-sia.

(4)

e.

Akselerasi pembangunan perta-nian sangatlah penting dalam rangka mendorong ekspor dan mengurangi impor produk pertanian, sehingga dalam hal ini dapat membantu menjaga kese-imbangan neraca pembayaran.

f.

Akselerasi pembangunan

perta-nian mampu meningkatkan kiner-ja sektor industri. Hal ini karena terdapat keterkaitan yang erat antara sektor pertanian dengan sektor industri yang meliputi keterkaitan produk, konsumsi dan investasi.

Penelitian yang telah dilakukan oleh Roberts (1998), dan El-Said (2001) menunjukkan bahwa keterkait-an keterkait-antara sektor pertketerkait-aniketerkait-an dengketerkait-an sektor industri tidak hanya keter-kaitan produk, tetapi ada media keterkaitan lainnya yaitu keterkaitan konsumsi, investasi dan tenaga kerja yang mampu menjelaskan secara lebih menyeluruh mengenai keter-kaitan kedua sektor tersebut. Oleh karena itu, maka kriteria yang diciptakan Hirschman untuk menen-tukan sektor kunci tidak mampu mengartikulasikan potensi keterkaitan sektor pertanian dengan industri. Hasil penelitian Roberts (1998) me-nunjukkan bawa (a) semakin tinggi output sektor pertanian maka sema-kin tinggi pula pengeluaran untuk komoditas bukan pangan (nonfood) dan pengeluaran untuk pakaian; (b) semakin tinggi pendapatan rumah tangga maka semakin tinggi pula simpangan (savings) rumah tangga. Fakta tersebut menunjukkan bahwa potensi keterkaitan sektor pertanian

berada pada keterkaitan konsumsi dan investasi dimana kedua keter-kaitan tersebut tidak dipunyai oleh sektor industri. Oleh karena itu, kriteria penentuan sektor kunci perlu ditambah dengan keterkaitan kon-sumsi dan investasi. Dengan keter-kaitan produk, konsumsi dan inves-tasi pastilah sektor pertanian akan terpilih sebagai sektor kunci dalam akselerasi pembangunan ekonomi nasional.

Keterkaitan konsumsi berasal dari nilai tambah yang diperoleh dari suatu sektor digunakan untuk membeli produk industri lain dalam rangka memenuhi kebutuhan kon-sumsi rumah tangga. Dengan kata lain, keterkaitan konsumsi merupa-kan penciptaan permintaan produk yang dihasilkan oleh berbagai industri. Adanya permintaan tersebut merupakan faktor utama peningkatan permintaan investasi. Oleh karena itu, keterkaitan konsumsi juga merupakan pencipta artikulasi antar sektor.

METODE ANALISIS

Penelitian ini menggunakan pen-dekatan Input Output, dengan meng-gunakan analisis keterkaitan baik kedepan maupun ke belakang yang digunakan untuk mengetahui sturktur dalam subsektor pertanian Indonesia berdasarkan data Input-Output tahun 2000.

Backward Linkages (kaitan ke belakang) dan Forward Linkages (kaitan ke depan) adalah alat analisis yang digunakan untuk mengetahui tingkat keterkaitan suatu sektor terhadap sektor/sub-sub sektor

(5)

lain-nya dalam suatu perekonomian. Kaitan ke belakang merupakan alat analisis untuk mengetahui derajat keterkaitan suatu sektor terhadap sektor-sektor lain yang menyumbang-kan input kepadanya. Kaitan ke depan merupakan alat analisis untuk mengetahui derajat keterkaitan anta-ra suatu sektor yang menghasilkan output, untuk digunakan sebagai in-put bagi sektor-sektor yang lain.

Pendekatan Input-Output meng-gunakan analisis antar sektor. Model ini dibangun berdasarkan neraca komoditas sebagai berikut:

= + = n j i ij i Z F Q 1 (1) dimana : i

Q = Nilai output sektor i

ij

Z = Nilai output sektor j yang digu-nakan dalam proses produksi sector i

i

F = Nilai permintaan akhir terhadap sector i

n

= Banyaknya sektor dalam perekonomian.

ij

Z tak lain ialah permintaan input

langsung sektor j yang merupakan output dari sektor i. Dengan demikan

= ij

j Z

Z adalah permintaan total antar sektor terhadap output sektor j. Oleh karena itu persamaan 3.1. tak lain ialah dekomposisi permintaan terhadap output sektor i (

Q

i) menja-di dua komponen yaitu permintaan antar sektor (Zj =

Zij) dan per-mintaan akhir (

F

i).

Asumsi selanjutnya adalah, koe-fisien input-output adalah tetap:

j ij

Q

Z

/

a

ij

=

(2)

ij

a

= nilai output sector i yang digu-nakan untuk menghasilkan se-tiap satu rupiah nilai produksi sector j. Apabila persamaan (2) dimasuk-kan ke dalam persamaan (1) maka akan diperoleh : i j ij i

a

Q

F

Q

=

+

(3) Persamaan 3. adalah sistem persamaan yang terdiri dari n persamaan, di mana n adalah jumlah sektor dalam perekonomian.

Seperti yang telah disebutkan,

ij

Z

adalah permintaan input lang-sung sektor j yang merupakan output dari sektor i. Dengan demikian

Z

ij

merupakan simpul pengikat langsung sektor j dengan sektor i. Oleh karena itu

a

ij tak lain ialah pengganda

lang-sung sector j terhadap sector i. Oleh karena itu Zj =

Zij =

aijQj ada-lah total permintaan input langsung sector j dari seluruh sector-sektor lainnya. Oleh karena ikatan antar sector tersebut muncul melalui kebutuhan input sector j dari sector-sektor lainnya, maka

Z

j disebut

pula kaitan antar sector langsung ke belakang (Panchamukhi, 1975). Dalam bentuk indeks kaitan langsung ke belakang (direct backward

(6)

lingkage) tersebut dapat ditulis sebagai berikut:

= = = 1 i ij j ij j a Q Z U j

U

= kaitan langsung ke belakang. Dengan cara yang sama, didapat bahwa Zj =

Zij adalah total pro-duk I yang langsung digunakan se-bagai input bagi seluruh sector dalam perekonomian. Oleh karena itu ,

Z

i seringkali disebut sebagai kaitan langsung ke depan. Dalam ukuran indeks, kaitan langsung ke depan sector I (direct forward lingkage) dihitung sebagai berikut.

= = = 1 j ij j ij i Q a Z W i

W

= kaitan langsung ke depan

ANALISIS STRUKTUR SEKTOR PERTANIAN

Keterkaitan ke depan sering dise-but juga sebagai derajat kepekaan dan keterkaitan ke belakang sebagai daya penyebaran. Sektor yang mem-punyai derajat kepekaan tinggi

memberikan indikasi bahwa sektor tersebut mempunyai keterkaitan ke depan atau daya dorong yang cukup kuat dibandingkan terhadap sektor lainnya, sedangkan sektor yang mempunyai daya penyebaran tinggi berarti sektor tersebut mempunyai ketergantungan yang tinggi terhadap sektor lainnya.

Indeks daya penyebaran mem-berikan indikasi bahwa sektor-sektor yang mempunyai indeks daya penye-baran lebih besar dari 1, menun-jukkan daya penyebarannya di atas rata-rata daya penyebaran secara keseluruhan. Pengertian yang sama juga berlaku untuk indeks derajat kepekaan. Berdasarkan Tabel 1. Terlihat sektor pemotongan hewan mempunyai daya penyebaran terting-gi di Indonesia dengan nilai 1,9420, sedangkan sektor tanaman ubi-ubian mempunyai daya penyebaran ter-rendah dengan nilai 1,0789. Angka tersebut mempunyai arti bahwa kenaikan satu unit output sektor pe-motongan hewan dan tanaman ubi-ubian akan membutuhkan output sektor lainnya sebagai input sebesar 1,9420 unit dan 1,0789 unit masing-masing untuk sektor pemotongan hewan dan tanaman ubi-ubian.

(7)

Tabel 1. Indeks Daya Penyebaran Sektor Pertanian di Indonesia, 2000. Daya Penyebaran

Kode Sektor Jumlah Indeks

19 Pemotongan hewan 1,9420 1,458476870

20 Unggas dan hasil-hasilnya 1,8904 1,419724344

11 Tembakau 1,5891 1,193442634 18 Peternakan 1,4654 1,100541713 12 Kopi 1,4442 1,084620132 10 Kelapa sawit 1,4342 1,077109952 7 Karet 1,3477 1,012146899 17 Tan lainnya 1,3437 1,009142827 8 Tebu 1,3352 1,002759175 16 Tan.Perkebunan lainnya 1,3322 1,000506121 23 Perikanan 1,3031 0,978651498 21 Kayu 1,2742 0,956947079 9 Kelapa 1,2382 0,929910433

22 Hasil hutan lainnya 1,2235 0,918870469

1 Padi 1,2053 0,905201942

3 Jagung 1,1935 0,896339930

13 Teh 1,1920 0,895213403

6 Tanaman bahan makanan lain 1,1899 0,893636266

14 Cengkeh 1,1855 0,890331787

2 Tan.Kacang2an 1,1847 0,889730972

15 Hasil tanam. serat 1,1167 0,838661751

5 Sayuran dan Buahan 1,1155 0,837760530

4 Tanaman ubi-ubian 1,0789 0,810273273

Sumber : Tabel Input-Output 2000 (diolah)

Selanjutnya, dari tabel 2. terlihat bahwa sektor tanaman lainnya ter-nyata mempunyai derajat kepekaan tertinggi dengan nilai 2,8280, sedang-kan sektor sayuran dan buahan mempunyai derajat kepekaan yang terendah dengan nilai 1,1337. Sektor lain yang mempunyai derajat kepeka-an di atas rata-rata derajat kepekakepeka-an secara keseluruhan adalah sektor kelapa sawit, kopi, karet, tebu,teh dengan nilai masing-masing 2,6673; 2,6664 ; 2,6496; 2,5670. Interpretasi dari angka tersebut adalah kenaikan satu unit output sektor ini akan

me-ningkatkan output sektor-sektor lain-nya (termasuk sektorlain-nya sendiri) yang menggunakan output sektor ini sebagai inputnya sebesar 2,8280; 2,6673; 2,6664; 2,6496; 2,5670 unit masing-masing untuk sektor tanaman lainnya, kelapa sawit, kopi, karet, tebu dan teh. Dengan kata lain, satu unit sektor tanaman lain digunakan sebagai input sektor lain sebesar 2,8280 unit, kemudian secara simul-tan peningkasimul-tan sektor pengguna ter-sebut memicu penggunaan output sektor pengguna sebagai input sektor lain sebesar 2,8280 unit.

(8)

Tabel 2. Indeks Derajat Kepekaan Sektor Pertanian di Indonesia, 2000. Derajat Kepekaan

Kode SEKTOR Jumlah Indeks

17 Tan lainnya 2,8280 1,406907352 10 Kelapa sawit 2,6673 1,326960389 12 Kopi 2,6664 1,326512646 7 Karet 2,6496 1,318154781 8 Tebu 2,5670 1,277061942 13 Teh 2,4247 1,206268832

6 Tanaman bahan makanan lain 2,4116 1,199751687

1 Padi 2,1825 1,085776271 21 Kayu 2,1803 1,084681789 18 Peternakan 2,1679 1,078512888 14 Cengkeh 2,0554 1,022545039 11 Tembakau 1,9921 0,991053796 9 Kelapa 1,9071 0,948766977

15 Hasil tanam. serat 1,9040 0,947224752

3 Jagung 1,8848 0,937672906

2 Tan.Kacang2an 1,7859 0,888470948

22 Hasil hutan lainnya 1,7245 0,857924939

16 Tan.Perkebunan lainnya 1,5607 0,776435751

20 Unggas dan hasil-hasilnya 1,5104 0,751411904

23 Perikanan 1,3687 0,680917289

19 Pemotongan hewan 1,3662 0,679673559

4 Tanaman ubi-ubian 1,2931 0,643306894

5 Sayuran dan Buahan 1,1337 0,564006671

Sumber : Tabel Input-Output 2000 (diolah)

Berdasarkan hasil pengolahan data I-O tahun 2000, dapat disusun suatu matriks 4 dimensi, dengan klasifikasi sebagai berikut: (1) mem-punyai daya penyebaran dan derajat kepekaan yang tinggi: (2) mempunyai daya penyebaran tinggi dan derajat kepekaan yang rendah; (3) mem-punyai daya penyebaran rendah dan derajat kepekaan yang tinggi; (4) mempunyai daya penyebaran dan derajat kepekaan yang rendah. Kla-sifikasi tinggi berdasarkan angka sektoralnya melebihi angka rata-rata keseluruhan sub sektor keseluruhan dalam perekonomian. Klasifikasi ren-dah apabila angka kaitan sektoralnya lebih rendah dibanding angka rata-rata keseluruhan subsektor dalam perekonomian.

Matriks tersebut disajikan pada tabel 3. Dari tabel tersebut dapat di-tarik suatu pola keterkaitan sebagai berikut :

1.

Sektor pertanian yang mempu-nyai derajat kepekaan dan daya penyebaran yang tinggi adalah Peternakan, kopi, kelapa sawit, karet, tebu, tanaman lainnya. Pe-ningkatan investasi di subsektor-subsektor ini akan memberikan dampak yang luas tidak hanya terhadap sektor input namun juga sektor outputnya. Tingginya da-ya penyebaran menunjukkan tingginya penyebaran dampak perubahan dari subsektor terse-but terhadap subsektor lainnya, yang berada dalam industri yang

(9)

lebih hulu (subsektor input). Output dari subsektor-subsektor ini akan menjadi input bagi subsektor lain yang lebih hilir.

2.

Sektor pertanian yang

mempu-nyai derajat kepekaan tinggi na-mun daya penyebaran yang ren-dah adalah padi, kayu, teh, ceng-keh, tanaman bahan makanan. Terbukti bahwa yang termasuk klasifikasi ini adalah sektor perta-nian primer, yang umumnya ma-sih diolah lebih lanjut oleh sektor industri manufaktur, khususnya industri pengolah hasil pertanian. Dengan demikian, subsektor-sub-sektor ini peka terhadap peru-bahan subsektor lainnya sebagai akibat perubahan permintaan akhir terhadap masing-masing subsektor tersebut. Sementara itu perubahan permintaan akhir terhadap subsektor-subsektor ini tidak banyak dampaknya terha-dap subsektor lainnya karena daya penyebaran yang rendah.

3.

Sub sektor pertanian yang

mem-punyai daya penyebaran yang

tinggi dan derajat kepekaan yang rendah adalah pemotongan he-wan, unggas dan hasilnya, tembakau dan hasil tanaman per-kebunan lainnya. Dengan nilai daya penyebaran yang tinggi, subsektor pertanian ini diharap-kan dapat dijadidiharap-kan prioritas dalam pembangunan pertanian dan pertumbuhan ekonomi di pedesaan. Investasi di sektor ini akan menumbuhkan subsektor hulu, khususnya sektor pertanian.

4.

Sub sektor pertanian yang mem-punyai daya penyebaran yang rendah dan derajat kepekaan yang rendah adalah jagung, ta-naman kacang-kacangan, hasil tanaman serat, sayuran dan buahan, tanaman ubi-ubian, per-ikanan, kelapa. Subsektor-sub-sektor ini tidak peka terhadap perubahan subsektor lainnya sehingga sulit diandalkan untuk menumbuhkan subsektor lainnya jika investasi ditanamkan di subsektor-subsektor ini.

Tabel 3.

Matriks sektor berdasarkan Daya Penyebaran dan Derajat Kepekaan di Indonesia, 2000 Daya Penyebaran Derajat Kepekaan Tinggi Rendah Tinggi Peternakan Kopi Kelapa sawit Karet Tanaman lainnya Tebu Kayu Padi Teh

Tanaman Bahan Makanan Cengkeh

Rendah Pemotongan hewan Unggas dan hasilnya Tembakau

Tanaman perkebunan lain

Perikanan Kelapa Hasil hutan Jagung

Tanaman kacang-kacangan Hasil tanaman serat Sayuran dan buahan

(10)

Tanaman ubi-ubian

Sumber : Tabel Input-Output 2000 (diolah) PENUTUP

Dari hasil analisis struktur sektor pertanian dapat ditarik penemuan utama dari penelitian ini sebagai berikut:

1.

Dilihat dari kaitan ke belakangnya atau daya penyebarannya yang tinggi sekaligus kaitan ke depan-nya atau derajat kepekaan yang tinggi, maka subsektor-subsektor peternakan, kopi, kelapa sawit, karet, tebu dan tanaman lainnya merupakan subsektor-subsektor yang menempati posisi tersebut berdasarkan data tahun 2000. Apabila diingikan keterkaitan an-tar sektor yang semakin kuat, maka pengembangan subsektor-subsektor di atas merupakan pilihan yang paling tepat.

2.

Subsektor-subsektor pertanian yang mempunyai daya penye-baran dan derajat kepekaan yang rendah adalah subsektor per-ikanan, kelapa, hasil hutan, ja-gung, kacang-kacangan, ta-naman serat, ubi-ubian , sayuran dan buahan. Subsektor-subsek-tor tersebut secara data empiris menunjukkan ketidakpekaan ter-hadap perubahan subsektor lain-nya dan juga tidak dapat diandalkan untuk menumbuhkan subsektor-subsektor lainnya bila investasi ditingkatkan. Dengan hasil tersebut, maka perlu juga ditelaah lebih lanjut, kesenjangan dan masalah yang terjadi pada subsektor-subsektor pertanian yang mempunyai daya penye-baran dan derajat kepekaan yang

rendah, sehingga optimalisasi tetap dapat dilakukan.

Dari hasil studi ini dapatlah ditarik suatu implikasi kebijakan sebagai berikut :

1.

Walaupun proses transformasi struktural telah terjadi di Indo-nesia, di mana kontribusi sektor pertanian telah digantikan oleh sektor industri, namun sebagian besar penduduk Indonesia masih menggantungkan hidupnya de-ngan bekerja di sektor pertanian dan sektor pertanian masih memberikan pertumbuhan yang positif dikala krisis moneter me-landa negri ini, pengembangan industri masih perlu memper-hatikan strategi pengembangan keterkaitan antara subsektor-subsektor pertanian, sehingga sektor pertanian dapat menjadi penopang yang tangguh untuk dapat menjadi landasan bagi sektor industri yang lebih ber-kembang.

2.

Dengan diperolehnya subsektor-subsektor unggulan yang mem-punyai keterkaitan yang tinggi, maka perlu juga diikuti dengan identifikasi penentuan prioritas daerah dan komoditas pertanian yang hendak dikembangkan lebih lanjut.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. 1995. Kerang-ka Teori dan Analisis Tabel Input-Output. Badan Pusat Sta-tistika. Jakarta.

(11)

Bulmer, T. 1982. Input Output Ana-lysis in Developing Countries: Sources, Methods and Appli-cations. John Wesley & Sons Ltd. New York. NY. USA.

El-Said, M., H. Lofgren, Sherman Robinson. 2001. The Impact of Alternative Development Stra-tegies on Growth and Distri-bution Simulations with a Dy-namic Model for Egypt. Work-ing Paper. Trade and Macroeco-nomics Division Research Insti-tute. Washington DC. USA. Jhingan, M. L. 2003. Ekonomi

Pem-bangunan dan Perencanaan.

PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Indonesia.

Roberts Brian. and Robert J. Stimson. 1998. “Multi Sectoral

Qualitative Analysis: a Tool for Assessing The Competitiveness of regions and Formulating Stra-tegies for Economic Develop-ment”. The Annals of Regional Science 1998, Vol. 32. pp. 469-494.

Simatupang, P. 1997. Akselerasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan Melalui Strategi Ke-terkaitan Berspektrum Luas.

Pusat Penelitian Sosial Ekonomi. Bogor. Indonesia.

Simatupang, P. 1999.

Reposisi Sektor Pertanian sebagai Andalan Pembangunan Ekono-mi Indonesia: Konsep Dasar dan Argumen Teoritis. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Bogor. Indonesia.

Gambar

Tabel  1.  Indeks Daya Penyebaran Sektor Pertanian di Indonesia, 2000. Daya Penyebaran
Tabel 2.  Indeks Derajat Kepekaan Sektor Pertanian di Indonesia, 2000. Derajat Kepekaan

Referensi

Dokumen terkait

Bila berat mangga mengikuti distribusi normal, berapa probabilitas bahwa berat buah mangga mencapai kurang dari 250 gram sehingga akan diprotes oleh konsumennya. Penerapan

Terdapat hendaya berat dalam fungsi-fungsi mental, bermanifestasi dalam gejala gangguan asosiasi pikiran (inkoherensi), isi pikiran yang tidak wajar(waham), gangguan

Interaksi antara pemerintah daerah dan DPRD dalam tipe decisional terjadi karena penggunaan kekuasaan atau wewenang yang dimiliki oleh kedua institusi tersebut secara

Pencabutan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) huruf d Peraturan Daerah ini ditetapkan oleh Kepala SKPD Perizinan kepada penanggungjawab kegiatan dan

1) Hasil observasi siklus I pertemuan pertama adalah aktivitas guru dalam melaksanakan pembelajaran model Make A Match dengan media gambar menunjukkan bahwa:

Bahan Galian Golongan C adalah Bahan Galian yang bukan strategis dan bukan vital sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 11 Tahun

Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Strata Satu Sarjana Pendidikan Islam

Tujuan dari penelitian ini adalah menghasilkan satu sistem pakar yang dapat digunakan untuk melakukan diagnosis kerusakan pada sepeda motor Honda Supra, sebagai