• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDUGAAN NERACA AIR MENGGUNAKAN APLIKASI TANK MODEL DAN LAJU SEDIMEN DENGAN METODE MUSLE DI SUB DAS MELAMON KABUPATEN MALANG RAHMA AMALIA ISMANIAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENDUGAAN NERACA AIR MENGGUNAKAN APLIKASI TANK MODEL DAN LAJU SEDIMEN DENGAN METODE MUSLE DI SUB DAS MELAMON KABUPATEN MALANG RAHMA AMALIA ISMANIAR"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

PENDUGAAN NERACA AIR MENGGUNAKAN APLIKASI

TANK MODEL

DAN LAJU SEDIMEN DENGAN METODE

MUSLE DI SUB DAS MELAMON KABUPATEN MALANG

RAHMA AMALIA ISMANIAR

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

(2)

PENDUGAAN NERACA AIR MENGGUNAKAN APLIKASI

TANK MODEL

DAN LAJU SEDIMEN DENGAN METODE

MUSLE DI SUB DAS MELAMON KABUPATEN MALANG

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

RAHMA AMALIA ISMANIAR E14070023

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

(3)

RINGKASAN

RAHMA AMALIA ISMANIAR (E14070023). Pendugaan Neraca Air

Menggunakan Aplikasi Tank Model dan Laju Sedimen dengan Metode

MUSLE di Sub DAS Melamon Kabupaten Malang. Dibimbing oleh NANA MULYANA ARIFJAYA dan IDUNG RISDIYANTO

DAS Brantas memiliki peranan penting dalam memenuhi kebutuhan air dan energi di Provinsi Jawa Timur. Upaya pengelolaan DAS Brantas masih kurang optimal. Oleh karena itu diperlukan suatu pemodelan yang dapat menggambarkan distribusi aliran air dan laju sedimen di suatu DAS. Aplikasi

Tank Model berbasis data Stasiun Pengamatan Arus Sungai (SPAS) dianggap mampu menduga distribusi aliran air suatu DAS secara horizontal dan vertikal serta dapat menentukan laju sedimen suatu area dengan menggunakan metode

Modified Universal Soil Loss Equation (MUSLE). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji distribusi neraca air vertikal dan horizontal di area studi dengan menggunakan aplikasi Tank Model berbasis data SPAS, dan memperoleh besar laju sedimen dengan metode MUSLE menggunakan koefisien limpasan hasil optimasi Tank Model.

Penelitian ini berlokasi di SPAS Jedong, Sub DAS Melamon, DAS Brantas bagian hulu, Kecamatan Wagir, Kabupaten Malang. Luas area objek penelitian adalah seluas 886,785 ha, terletak antara 7°57’46’’ LS – 7°59’39” LS dan 112°30’22” BT – 112°34’36” BT, dengan topografi bergelombang hingga bergunung pada ketinggian antara 542 m dpl – 1.681 m dpl. Berdasarkan formasi geologinya area kajian terdiri dari batuan vulkanik muda dan abu yang berbutir halus, serta batuan pasir, jenis tanah didominasi dengan jenis andosol (64%) dan kambisol (36%). Klasifikasi iklim menurut Oldeman, wilayah ini terbagi menjadi dua iklim yaitu iklim C3 dan B3 (Sumber: Monitoring dan Evaluasi BP DAS Brantas 2010).

Pengolahan data dilakukan di Laboratorium Hidrologi Hutan dan DAS, Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Berdasarkan hasil pengolahan data Tank Model di Sub DAS Melamon, diperoleh koefisien korelasi sebesar 0,60 dan koefisien run off hasil analisis hidrograf yang dijadikan inisiasi adalah 18%. Dalam kurun waktu 365 hari, hasil optimasi Tank Model diperoleh total curah hujan sebesar 2.317 mm, evapotranspirasi sebesar 1.166 mm, total outflow sebesar 651 mm yang terbagi dalam surface flow sebesar 119 mm (18%), intermediate flow sebesar 247 mm (38%), sub-base flow sebesar 208 mm (32%), dan base flow sebesar 77 mm (12%) sehingga terdapat simpanan air sebesar 499 mm. Berdasarkan metode MUSLE diperoleh persamaan Qs= 0,006x, dengan nilai koefisien determinasi sebesar R2= 0,683, hal ini membuktikan model MUSLE dapat menduga laju sedimen dengan baik. Total laju sedimen di Sub DAS Melamon dari Juni 2009 hingga Mei 2010 sebesar 0,76 mm/tahun atau dapat diartikan bahwa laju sedimen Sub DAS Melamon masih baik.

(4)

SUMMARY

RAHMA AMALIA ISMANIAR (E14070023). Water Balance Estimation using Tank Model Aplication and the Sediment Flow with MUSLE Method in Sub Watershed Melamon Regency Malang. Under the supervision of NANA MULYANA ARIFJAYA and IDUNG RISDIYANTO

Brantas Watershed is important in fulfilling the requirement for water and energy in East Java Province. The management of Brantas Watershed has been less optimum. Therefore, a model is required to help portray the distribution of water flow and the movement of sediment in a particular watershed. Such application like the Tank Model which is based on River Flow Observation Station is deemed to have the ability to predict the river flow both horizontally and vertically as well as with the ability to determine the pace of sediment in particular areas by utilizing method Modified Universal Soil Loss Equation (MUSLE). The objectives of this research are to assess water balance both vertically and horizontally in the study area by utilizing Tank Model using SPAS data as baseline, and to acquire the exact rate of sediment with the method of MUSLE by using runoff coefficient for optimization result of Tank Model.

The research was conducted at SPAS Jedong, Sub Watershed Melamon, Brantas Watershed in the upstream, Sub-District Wagir, Malang Regency. The total of research area the site was 886,785 ha, located between 7°57’46’’ Lalitude – 7°59’39” Lalitude and 112°30’22” Longitude – 112°34’36” Longitude, with sloping and mountainous topography at altitude between 542 m a.s.l – 1.681 m a.s.l. According to the geology’s formation, the research area comprised of young volcanic rocks and ashes with soft structure as well as sandstone. The typical of soil was dominated with andosol (64%) and kambisol (36%). The climates’s classification follow Oldeman, classification C3 and B3 (Source: Monitoring and Evaluat on of BPDAS Brantas 2010).

Data processing was carried out the Laboratory of Hydrology of Forest and Watershed, Department of Forestry Management, Faculty of Forestry, Bogor Agricultural University. Based on the Tank Model, the obtained coefficient of correlation was 0.60 and the run off coefficient that become the initiation of hydrograph result was 18%. within 365 days, the optimization result of Tank Model resulted in the total amount of rainfall of 2,317 mm, evapotranspiration as 1,166 mm, total outflow of 651 mm devided into surface flow 119 mm (18%), intermediate flow 247 mm (38%), sub-base flow 208 mm (32%) and base flow as much as 77 mm (12%) so that there is water saving as much as 499 mm. MUSLE method acquired such equation Qs= 0.006x, with koefission determination value a much as R2= 0.683, this proves MUSLE model could predict the sediment pace quite well. The total amount of sediment flow in Sub Watershed Melamon from June 2009 to May 2010 was 0.76 mm/year. This indicated that sediment flow in Sub Watershed in Melamon was relatively good.

Keyword : Tank Model, water balance, sediment flow, MUSLE model

(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Pendugaan Neraca Air Menggunakan Aplikasi Tank Model dan Laju Sedimen dengan Metode MUSLE di Sub DAS Melamon Kabupaten Malang adalah benar-benar karya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juli 2012

Rahma Amalia Ismaniar NRP E14070023

(6)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Pendugaan Neraca Air Menggunakan Aplikasi Tank Model dan Laju Sedimen dengan Metode MUSLE di Sub DAS Melamon Kabupaten Malang

Nama Mahasiswa : Rahma Amalia Ismaniar NIM : E14070023

Menyetujui :

Dosen Pembimbing I, DosenPembimbing II,

Dr. Ir. Nana Mulyana Arifjaya, M.Si Ir. IdungRisdiyanto, M.Sc NIP 19660501 199203 1005 NIP 19730823 199802 1001

Mengetahui,

Ketua Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Didik Suharjito, MS NIP 19630401 199403 1001

(7)

i

KATA PENGANTAR

Puji serta syukur penulis panjatkan kepada kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan seluruh rangkaian kegiatan perkuliahan di Departemen Manajemen Hutan. Dengan menyelesaikan penulisan skripsi ini maka penulis telah memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Dr. Ir. Nana Mulyana Arifjaya, M.Si dan Bapak Ir. Idung Risdiyanto, M.Sc selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing penulis selama proses penyusunan skripsi serta terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu penulis. Skripsi ini memaparkan mengenai distribusi aliran air baik horizontal maupun vertikal menggunakan aplikasi Tank Model dan menentukan laju sedimen dengan menggunakan metode Modified Universal Soil Loss Equation (MUSLE) di SPAS Jedong, Model DAS Mikro (MDM) Curah Clumprit, Sub DAS Melamon, DAS Brantas bagian hulu sehingga dapat memberi perspektif kondisi DAS Brantas sebagai bahan pertimbangan dalam pengelolaan DAS dan konservasi lahan.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat berguna bagi pembaca dan bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Bogor, Juli 2012

Penulis

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Bekasi, Jawa Barat pada tanggal 5 Maret 1989 sebagai anak keempat dari empat bersaudara pasangan Ulman Djuanda dan Trisno Bintarti. Penulis memulai pendidikan formal di TK Cenderawasih Jaya tahun 1994 – 1995, SDN Duren Jaya VII tahun 1995 – 2001, SLTPN 3 Bekasi tahun 2001 – 2003 dan pindah sekolah ke SMPN 12 Surabaya tahun 2003 – 2004, SMA KORPRI Bekasi tahun 2004 – 2007. Pada tahun 2007 penulis masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa IPB (USMI) program Mayor Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Intitut Pertanian Bogor.

Selama menuntut ilmu di Fakultas Kehutanan IPB, penulis aktif di berbagai organisasi seperti Keluarga Mahasiswa Bekasi (KEMSI) tahun 2007 – 2011, FMSC (Forest Management Student Club) sebagai Bendahara (2008 – 2009) dan anggota divisi kewirausahaan (2010), anggota Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Kehutanan tahun 2011. Kepanitiaan yang pernah diikuti penulis diantaranya Bina Corps Rimbawan (BCR) tahun 2009, Temu Manager (TM) Departemen Manajemen Hutan tahun 2010, IPB Art contest (IAC) tahun 2010. Penulis telah melaksanakan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di Kamojang dan Leuweung Sancang, Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat pada tahun 2009 dan Praktek Pengelolaan Hutan (P2H) di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Kabupaten Sukabumi dan KPH Cianjur Unit III Jawa Barat pada tahun 2010, dan Praktek Kerja Lapang (PKL) di IUPHHK-HA PT. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah tahun 2011. Selain itu penulis dipercaya menjadi asisten praktikum mata kuliah Hidrologi Hutan dan Pengelolaan Ekosistem Daerah Aliran Sungai.

Sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Institut Pertanian Bogor, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul “Pendugaan Neraca Air Menggunakan Aplikasi Tank Model dan Laju Sedimen dengan Metode MUSLE di Sub DAS Melamon Kabupaten Malang”, di bawah bimbingan Ir. Nana Mulyana Arifjaya, M.Si dan Ir. Idung Risdiyanto, M.Sc.

(9)

iii

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah, dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis mengucapakan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ayahanda Ulman Djuanda dan Ibunda Trisno Bintarti tercinta, yang tiada henti mendoakan kesuksesan anak-anaknya; kakak yang dibanggakan Irman Firmansyah, Helmy Arbiyanto, Idham Lajuantara beserta istri Putri Permatasari serta keluarga besar yang selalu memberikan dukungan dan motivasi; Sepupu seperjuangan Tiza Yunisca Sari (FPIK IPB) yang selalu menyemangati.

2. Dr. Ir. Nana Mulyana Arifjaya, M.Si dan Ir. Idung Risdiyanto, M.Sc selaku dosen pembimbing yang telah membimbing dengan penuh ketulusan dan keikhlasan, memberikan ilmu, dan nasehat kepada penulis.

3. Komisi sidang Ir. Sudaryanto dan dosen penguji perwakilan dari Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Arzyana Sungkar, M.Sc.

4. Seluruh Staff BP DAS Brantas yang membantu dalam sarana, prasarana dan kelengkapan data.

5. Keluarga Besar Pak Ismanto yang dengan baik memberikan tempat tinggal, bantuan, serta kasih sayang selama melakukan kegiatan penelitian di Malang. 6. Rekan-rekan yang telah membantu dalam kelengkapan data, kelancaran

selama penelitian dan pengolahan data, Mas Yanto, Bang Jali, Mas Getsa. 7. Seluruh keluarga besar Fakultas Kehutanan dan Manajemen Hutan, khususnya

Manajemen Hutan 44 serta keluarga besar Laboratorium DAS dan Hidrologi Hutan (Dinda, Rian, Andrie, Soni, Hilham, Finny, dan Indri).

8. Sahabat-sahabat tercinta yang tiada henti memotivasi dan berbagi pengalaman, Rika, Ajeng, Ema, Imel, Ika, Kiki, Ida, Herlina, Fia, Dian, Uci, Lia, Ranny, Winda, Dimas, Ryo, Risti, Rocky, Cynthia, Derry, Ninda, Debby, Santi, Ninis, Pristy, Linda, Dhin, Faris, Imo, Sandi, dan Bagus.

9. Arya Hidayat yang selalu memberikan doa, dorongan dan motivasi.

10.Semua pihak yang telah membantu proses penyelesaian skripsi yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 2

1.3 Manfaat ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Hidrologi dan Siklus Hidrologi ... 3

2.2 Definisi Daerah Aliran Sungai (DAS) dan Model Das Mikro (MDM) . 3 2.3 Hubungan Hutan dengan Hujan serta Kaitannya Terhadap Debit Air, Erosi dan Sedimentasi ... 4

2.4 Aplikasi Tank Model ... 5

2.5 Metode MUSLE ... 5

2.6 Hidograf Satuan ... 5

2.7 Tutupan Lahan dengan Citra Satelit Landsat ... 6

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat ... 7

3.2 Alat dan Bahan ... 7

3.3 Tahapan Penelitian ... 8

3.4 Analisis Data... 9

3.4.1 Analisis Curah Hujan ... 9

3.4.2 Analisis Hubungan Tinggi Muka Air dengan Debit Aliran ... 9

3.4.3 Analisis Hidrograf ... 10

3.4.4 Pengolahan Data Evapotranspirasi ... 10

3.4.5 Pengolahan Data Input Tank Model ... 10

3.4.6 Analisis Hubungan Debit Aliran dengan Laju Sedimen ... 12

(11)

v

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Letak dan Luas DAS/ Sub DAS ... 15

4.2 Kondisi Hidrologi ... 15

4.3 Tanah dan Geologi ... 16

4.4 Topografi dan Bentuk Wilayah ... 17

4.5 Iklim dan Suhu... 17

4.6 Kondisi Sosial Ekonomi ... 18

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Curah Hujan... 20

5.2 Analisis Debit Aliran ... 23

5.3 Analisis Hidrograf ... 25

5.4 Analisis Evapotranspirasi ... 27

5.5 Analisis Tank Model ... 27

5.6 Analisis Hubungan Laju Sedimen dengan Debit Aliran ... 33

5.7 Analisis Laju Sedimen MUSLE ... 34

5.8 Analisis Hubungan Laju Sedimen Regresi dengan Laju Sedimen KalkulasiModel MUSLE ... 35

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 37

6.2 Saran ... 37

DAFTAR PUSTAKA ... 38

(12)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Klasifikasi tanah MDM Curah Clumprit... 17

2. Kelas kelerengan MDM Curah Clumprit ... 17

3. Area tutupan lahan MDM Curah Clumprit ... 17

4. Analisis peluang kejadian hujan MDM Curah Clumprit ... 22

5. Parameter hasil optimasi Tank Model di SPAS Jedong ... 28

6. Tingkat hubungan koefisien korelasi hasil Tank Model ... 29

7. Komponen Tank Model hasil optimasi ... 30

(13)

vii

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Skema representasi Tank Model... 11

2. Peta sungai di SPAS Jedong, MDM Curah Clumprit ... 16

3. Fluktuasi curah hujan harian 1 Januari 2009 – 31 Desember 2010 ... 20

4. Curah hujan tanggal 21 Februari – 24 Februari 2009 ... 21

5. Curah hujan tanggal 10 April – 19 April 2010 ... 21

6. Probabilitas curah hujan di SPAS Jedong ... 22

7. Fluktuasi curah hujan bulanan tahun 2009 – 2010... 23

8. Kurva hubungan TMA dengan debit aliran di SPAS Jedong ... 23

9. Hubungan antara curah hujan dan debit aliran 2009 – 2010 ... 24

10. Akumulasi curah hujandan debit aliran... 25

11. Hidrograf aliran harian di SPAS Jedong (2010) ... 26

12 Hubungan debit observasi dengan debit hasil Tank Model ... 29

13. Ketinggian air di Tank A, B, C dan D ... 31

14. Hubungan laju sedimen dengan debit aliran ... 33

15. Laju sedimen bulanan MDM Curah Clumprit ... 35

16. Hubungan laju sedimen observasi dengan laju sedimen kalkulasi metode MUSLE ... 36

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Analisis hubungan debit aliran dengan tinggi muka air di Sub DAS

Melamon ... 41

2. Gambar penampang DAS ... 42

3. Analisis hubungan debit aliran dengan laju sedimentasi di Sub DAS Melamon (data lapangan 2012) ... 44

4. Scatterplot of Log Q vs Log TMA ... 43

5. Scatterplot of Log Qs vs Log Q ... 44

6. Analisis hidrograf tanggal 11 – 22 April 2010 di Sub DAS Melamon ... 45

7. Rekapitulasi data debit rata-rata (m3/detik) 2009... 46

8. Rekapitulasi data debit rata-rata (m3/detik) 2010... 47

9. Rekapitulasi data Sedimen terangkut (ton) 2009 ... 48

10. Rekapitulasi data Sedemen terangkut (ton) 2010... 49

11. Nilai faktor pengelolaan tanaman (C), teknik konservasi (P), panjang dan kemiringan lereng (LS), dan erodibilitas tanah (K) ... 50

12. Dokumentasi alat-alat yang digunakan ... 55

13. Dokumentasi kondisi tutupan lahan ... 56

14. Dokumentasi kondisi umum DAS ... 57

15. Hasil penelitian menggunakan Tank Model ... 58

16. Peta tutupan lahan MDM Curah Clumprit ... 59

17. Peta jenis tanah MDM Curah Clumprit ... 60

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

DAS Brantas memiliki peranan penting dalam memenuhi kebutuhan air dan energi di Provinsi Jawa Timur. Ketua forum BP DAS Brantas, Syamsuddin (2012) menyatakan upaya pengelolaan DAS Brantas masih kurang optimal. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Nasional, pengelolaan DAS di bagian hulu sangat diperlukan karena lingkungan yang rusak di hulu dapat berdampak pada bagian tengah dan hilir DAS. Langkah yang diambil BP DAS dalam pengelolaan DAS Brantas hulu yaitu dengan membuat beberapa Model DAS Mikro (MDM), diantaranya MDM Curah Clumprit yang terletak di Kabupaten Malang. MDM dianggap mampu mewakili karakter fisik DAS dan permasalahan pokok dalam pengelolaan DAS. Untuk mengetahui kualitas air dan karakteristik DAS, pada MDM Curah Clumprit dibangun dua buah Stasiun Pengamatan Arus Sungai (SPAS) yakni SPAS Kalisodo, dan SPAS Jedong. SPAS Jedong dijadikan objek kajian dalam penelitian karena memiliki kelengkapan data-data yang dibutuhkan.

Analisis data SPAS saat ini belum optimal dalam monitoring dan evaluasi BP DAS. Untuk itu, diperlukan suatu pemodelan yang dapat menggambarkan distribusi aliran air pada objek kajian dan pendugaan laju sedimen yang terjadi di suatu DAS sehingga monitoring dan evaluasi dapat menjadi lebih baik. Salah satu pemodelan yang dapat digunakan yaitu aplikasi Tank Model berbasis data SPAS, dan output yang dihasilkan Tank Model berupa debit aliran dapat dijadikan masukan dalam pendugaan laju sedimen dengan metode Modification of Universal Soil Loss Equation (MUSLE). Hasil penelitian-penelitian sebelumnya seperti Nurroh (2010), Sulistyowati (2010), Ulya (2011), dan Sahayana (2011), pemodelan ini dapat digunakan di beberapa lokasi DAS yang berbeda karakteristiknya, sehingga dalam penelitian ini juga akan digunakan aplikasi Tank Model untuk mengetahui neraca air dan laju sedimen si Sub DAS Melamon, Kabupaten Malang.

(16)

1.2Tujuan

Tujuan dari kegiatan penelitian ini adalah :

1. Mengkaji distribusi neraca air vertikal dan horizontal di area studi dengan menggunakan aplikasi Tank Model berbasis data SPAS.

2. Memperoleh besar laju sedimen dengan metode MUSLE menggunakan koefisien limpasan hasil optimasi Tank Model.

1.3Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui nilai neraca air dan koefisien limpasan dengan menggunakan aplikasi Tank Model di MDM Curah Clumprit, Sub DAS Melamon.

2. Mengetahui nilai dugaan laju sedimen dengan menggunakan metode MUSLE yang terjadi di MDM Curah Clumprit, Sub DAS Melamon.

3. Memberikan bahan pertimbangan kepada BP DAS dalam monitoring dan evaluasi DAS.

(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Hidrologi dan Siklus Hidrologi

Hidrologi adalah ilmu yang mempelajari air dalam segala bentuknya (padat, cair, dan gas) pada, dalam, dan diatas permukaan tanah. Termasuk di dalamnya penyebaran, daur, dan perilakunya, sifat fisika dan kimianya, serta hubungannya dengan unsur-unsur hidup dalam air itu sendiri. Hidrologi hutan merupakan cabang ilmu yang berkaitan dengan air dan dipengaruhi oleh penutupan hutan (Suryatmojo, 2006).

Pada siklus hidrologi, air hujan akan tertahan oleh tajuk vegetasi (throughfall dan steamflow) sebelum mencapai permukaan tanah, dan sebagian kecil menguap kembali (interception). Air hujan yang mencapai permukaan tanah, sebagian akan masuk ke dalam tanah (infiltration). Air hujan yang tidak terserap ke dalam tanah akan tertampung dalam cekungan-permukaan tanah (surface detention) untuk kemudian mengalir di atas permukaan ke tempat yang lebih rendah (runoff), dan selanjutnya ke sungai. Air infiltrasi yang tertahan dalam tanah oleh gaya kapiler selanjutnya akan membentuk kelembaban tanah yang apabila dalam keadaan jenuh akan bergerak secara lateral (horizontal) untuk selanjutnya pada tempat tertentu akan keluar lagi ke permukaan tanah (subsurface flow) dan akhirnya mengalir ke sungai. Air hujan yang masuk ke dalam tanah tersebut akan bergerak vertikal ke tanah yang lebih dalam dan menjadi bagian dari air tanah (groundwater). Pada musim kemarau, air akan mengalir pelan-pelan ke sungai, danau atau tempat penampungan air alamiah lainnya (Asdak 2002).

2.2 Definisi Daerah Aliran Sungai (DAS) dan Model DAS Mikro (MDM) Menurut Rahayu et al. (2009), daerah aliran sungai (DAS) adalah daerah tertentu yang bentuk dan sifat alaminya sedemikian rupa sehingga merupakan suatu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungai yang melaluinya. Sungai dan anak-anak sungai tersebut berfungsi untuk menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari air hujan serta sumber lainnya. Pengelolaan DAS berdasarkan keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 52/Kpts-II/2001 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai adalah upaya

(18)

manusia dalam mengendalikan hubungan timbal balik antara sumber daya alam dengan manusia di dalam DAS dan segala aktifitasnya, dengan tujuan membina kelestarian dan keserasian ekosistem serta meningkatkan kemanfaatan sumber daya alam bagi manusia secara berkelanjutan.

Menurut Nurcahyawati (2006), DAS mikro (small catchment) adalah bagian dari sub DAS yang merespon langsung terhadap hujan jika terjadi perubahan sistem fungsi produksinya. Istilah DAS mikro diartikan pada skala teknis sehingga asumsi parameter fisik DAS lebih terpenuhi seperti batas DAS, jaringan hidrologi, curah hujan sebagai faktor input, faktor tanah dan penggunaan lahan. Perubahan salah satu parameter fisik DAS akan merespon perubahan proses sistem DAS. Model DAS Mikro (MDM) adalah suatu contoh pengelolaan DAS dalam skala lapang dengan luas sampai sekitar 1.000 ha yang digunakan sebagai tempat untuk memperagakan proses partisipatif pengelolaan rehabilitasi hutan dan lahan, teknik-teknik konservasi tanah dan air, serta sistem usaha tani yang sesuai kemampuan (BP DAS Brantas, 2010).

2.3 Hubungan Hutan dengan Debit Air, Erosi dan Sedimentasi

Masduqi (2007) mengatakan bahwa fungsi utama hutan dalam kaitan dengan hidrologi adalah sebagai penahan tanah yang mempunyai kelerengan tinggi, sehingga air hujan yang jatuh di daerah tersebut tertahan dan meresap ke dalam tanah untuk selanjutnya akan menjadi air tanah. Air tanah di daerah hulu merupakan cadangan air bagi sumber air sungai. Oleh karena itu hutan yang terjaga dengan baik akan memberikan manfaat berupa ketersediaan sumber-sumber air pada musim kemarau. Pada musim hujan, air hujan yang jatuh di atas lahan yang gundul akan menggerus tanah yang kemiringannya tinggi. Sebagian besar air hujan akan menjadi aliran permukaan dan sedikit sekali infiltrasinya. Akibatnya adalah terjadi tanah longsor dan atau banjir bandang yang membawa kandungan lumpur. Pada musim kemarau, cadangan air tanah tidak mencukupi, sehingga kemungkinan besar akan terjadi kekurangan air pada daerah hilir atau kekeringan pada lahan pertanian.

Debit aliran sungai berubah menurut waktu yang dipengaruhi oleh terjadinya hujan. Pada musim hujan, debit akan mencapai maksimum dan pada saat musim kemarau akan mencapai minimum. Rasio debit maksimum (Qmaks)

(19)

5

terhadap debit minimum (Qmin) menunjukkan keadaan DAS yang dilalui sungai

tersebut. Semakin kecil rasio maka semakin baik keadaan vegetasi dan tata guna lahan suatu DAS, dan sebaliknya (Arsyad 2006).

2.4 Aplikasi Tank Model

Tank Model adalah salah satu model hidrologi yang digunakan untuk menganalisis karakteristik aliran sungai. Model ini dapat memberikan informasi mengenai kualitas air dan untuk memprediksi banjir. Model ini menerima masukan data harian hujan, evapotranspirasi dan debit sungai dalam satuan mm/hari sebagai parameter Tank Model (Setiawan 2003). Tank Model tersusun atas 4 reservoir vertikal, dimana bagian atas mempresentasikan surface reservoir, dibawahnya intermediate reservoir, kemudian sub-base reservoir dan paling bawah base reservoir. Dalam konsep Tank Model ini air dapat mengisi reservoir

dibawahnya dan bisa terjadi sebaliknya apabila evapotranspirasi sedemikian berpengaruh (Rudiyanto dan Setiawan 2003).

Aplikasi Tank Model juga pernah digunakan pada penelitian-penelitian sebelumnya, di beberapa Sub-DAS yang berbeda. Beberapa hasil penelitian menggunakan aplikasi Tank Model dapat dilihat pada Lampiran 15.

2.5 Metode MUSLE

Menurut Suripin (2003), metode MUSLE (Modified Universal Soil Loss Equation) merupakan modifikasi dari metode USLE (Universal Soil Loss Equation) dengan mengganti faktor R dengan faktor aliran. Cara ini, sudah memperhitungkan pergerakan sedimen pada DAS berdasar pada kejadian hujan tunggal (single even). MUSLE menggantikan faktor energi hujan dengan limpasan permukaan, sehingga MUSLE tidak memerlukan faktor sediment delivery ratio

(SDR). Faktor limpasan permukaan mewakili energi yang digunakan untuk penghancuran dan pengangkutan sedimen, selain itu MUSLE dapat menduga erosi setiap kejadian hujan.

2.6 Hidograf Satuan

Hidrograf adalah penyajian grafis antara salah satu unsur aliran dengan waktu. Hidrograf ini menunjukkan tanggapan menyeluruh DAS terhadap masukan tertentu. Sesuai dengan sifat dan perilaku DAS yang bersangkutan, hidrograf

(20)

aliran selalu berubah sesuai dengan besaran dan waktu kejadian hujan. Bentuk hidrograf dipengaruhi oleh sifat hujan dan sifat DAS yang lain (Harto 1993).

Menurut Sherman (1932) dalam Harto (1993), mengemukakan bahwa dalam suatu sistem DAS terdapat suatu sifat khas yang menunjukkan sifat tanggapan DAS terhadap suatu masukan tertentu. Tanggapan ini diandaikan tetap untuk masukan dengan besaran dan penyebaran tertentu. Tanggapan yang demikian dalam konsep model hidrologi dikenal dengan hidrograf satuan. Hidrograf satuan suatu DAS adalah suatu limpasan langsung yang diakibatkan oleh satu satuan volume hujan yang efektif yang terbagi rata dalam waktu dan ruang. Untuk memperoleh hidrograf satuan dalam suatu kasus banjir, maka diperlukan data sebagai berikut: rekaman AWLR, pengukuran debit yang cukup, data hujan manual, dan data hujan otomatis (Soemarto 1995).

Untuk mendapatkan suatu hidrograf satuan seperti diuraikan dengan prosedur di atas perlu tersedia data yang baik, yaitu data AWLR, data pengukuran debit, data hujan harian, dan data hujan jam-jaman. Hal yang menjadi masalah adalah data ini sangat sulit diperoleh atau tidak tersedia. Data-data sebagaimana disebutkan di atas hanya dapat diperoleh pada suatu DAS atau sub DAS yang telah mempunyai instrumentasi dengan baik (Siswono 2003).

2.7 Tutupan Lahan dengan Citra Satelit Landsat

Pengertian remote sensing (penginderaan jauh) didefinisikan sebagai ilmu dan seni pengukuran untuk mendapatkan informasi suatu obyek atau phenomena, menggunakan suatu alat perekaman dari suatu kejauhan, dimana pengukuran dilakukan tanpa melakukan kontak langsung secara fisik dengan obyek atau phenomena yang diamati (Jaya 2005). Meskipun secara keilmuan pengindraan jauh sering dipandang sebagai cabang ilmu geografi dengan penekanan pada pengamatan vegetasi dari suatu kejauhan, adanya kepentingan di bidang-bidang lainnya seperti kehutanan, pertanian, geologi, hidrologi, kelautan, cuaca, dan lingkungan menyebabkan aplikasi penginderaan jarak jauh berkembang pesat pada sektor-sektor tersebut.

(21)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Pengolahan data sekunder menggunakan hasil study screening dan laporan monitoring evaluasi BPDAS Brantas tahun 2009 – 2010. Analisis data dilakukan sejak bulan Desember 2011 – Mei 2012 di Laboratorium Hidrologi Hutan dan Daerah Aliran Sungai, Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Observasi lapang dilakukan untuk mengetahui kondisi di lapangan dilaksanakan pada bulan Februari – Maret 2012 di Model DAS Mikro (MDM) Curah Clumprit, Stasiun Pengamatan Arus Sungai (SPAS), Sub DAS Melamon di titik kordinat 7°59’22” LS dan 112°34’15” BT, DAS Brantas bagian hulu, yang terletak di Desa Jedong, Kecamatan Wagir, Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Barat.

3.2 Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian yaitu:

1. GPS (Global Potitioning System) untuk mengetahui koordinat tempat penelitian.

2. AWLR (Automatic Water Level Recorder) untuk mengetahui tinggi muka air harian pada SPAS.

3. Meteran untuk mengukur ukuran penampang bangunan SPAS. 4. Pelampung setengah terapung untuk mengukur kecepatan aliran air. 5. Stopwatch untuk mengukur waktu tempuh pelampung.

6. Botol sampel untuk mengambil sampel air dan diberi label keterangan.

7. Kertas saring sedimentasi yang diberikan keterangan tanggal, tinggi muka air (TMA), dan volume air sampel.

8. Timbangan untuk mengukur sedimentasi.

9. Ombrometer untuk mengetahui curah hujan harian di lokasi SPAS.

10. Seperangkat komputer dengan sistem operasi Microsoft Xp yang dilengkapi

software ERDAS 9, ArcView GIS 3.2 dengan berbagai Extentions yang dibutuhkan dalam pengolahan data spasial, Tank Model GA Optimizer, Minitab 14, dan Microsoft Office Excel 2007.

(22)

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian meliputi data primer dan sekunder sebagai berikut:

1. Data monitoring BP DAS (2009-2010):

- Tinggi muka air (TMA) menggunakan AWLR - Curah hujan dari ombrometer

- Kondisi umum area kajian (sumber : BPDAS Brantas 2010) 2. Data hidrologi di lapangan pada Januari – Maret 2012:

- Tinggi muka air (TMA) harian - Kecepatan aliran air

- Konsentrasi sedimen menggunakan sampel air 3. Data spasial (Sumber : BP DAS Brantas 2010):

- Peta digital tutupan lahan - Peta digital sungai - Peta digital kontur - Peta digital tanah

3.3 Tahapan Penelitian

Penelitian dilakukan melalui tahapan kegiatan :

1. Pengumpulan data sekunder yang terkait dengan MDM Curah Clumprit SPAS Jedong, Sub DAS Melamon, Kabupaten Malang seperti kondisi umum daerah, data tata air meliputi data curah hujan, dan tinggi muka air (TMA). 2. Pengumpulan data primer lapangan (curah hujan, TMA, kecepatan aliran, dan

konsentrasi sedimen).

3. Pengukuran debit aliran dilakukan terlebih dahulu dengan melakukan pengukuran bentuk bangunan SPAS, pengukuran tinggi muka air sungai dengan alat AWLR atau meteran, dan mengukur kecepatan aliran sungai menggunakan stopwatch dan pelampung dengan tiga kali ulangan.

4. Pengambilan sampel air untuk pengukuran besar sedimen aliran menggunakan bantuan kertas saring, perhitungan nilai sedimen menggunakan alat timbangan.

5. Mencari nilai korelasi dan rating curve antara debit aliran dengan tinggi muka air, antara debit aliran dengan laju sedimen dan hubungan curah hujan dengan debit aliran yang terdapat pada SPAS Jedong menggunakan data sekunder.

(23)

9

6. Mencari nilai koefisien limpasan dari grafik hidrograf harian untuk mencari hubungan curah hujan menurut waktu terhadap debit aliran air (m3/s).

7. Pengolahan data curah hujan, evapotranspirasi, dan debit aliran sebagai data masukan Tank Model.

8. Pengolahan data menggunakan Tank Model.

9. Analisis grafik hubungan antara debit aliran, tinggi muka air dan laju sedimen.

10. Menghitung besarnya laju sedimen menggunakan model MUSLE.

11. Mencari nilai korelasi antara laju sedimen observasi dengan laju sedimen hasil perhitungan menggunakan MUSLE.

3.4 Analisis Data

3.4.1 Analisis Curah Hujan

Analisis data curah hujan dilakukan dengan melakukan tabulasi curah hujan bulanan rata-rata, curah hujan tahunan, menganalisis sebaran bulan basah dan bulan kering setiap tahun serta dilakukan analisis korelasi antara curah hujan dan debit untuk mengetahui sejauh mana curah hujan berpengaruh terhadap besar debit aliran.

3.4.2 Analisis Hubungan Tinggi Muka Air dengan Debit Aliran

Selama satu hari data tinggi muka air (TMA) diambil sebanyak tiga kali yaitu pukul 08.00, 12.00, dan 17.00 WIB. Untuk menghitung debit digunakan metode pelampung dengan melakukan minimal tiga kali ulangan kecepatan untuk masing-masing tinggi muka air, sehingga diperoleh kecepatan rata-rata dari pelampung.

Dalam perhitungan debit aliran digunakan persamaan Manning yang menganggap suatu penampang melintang seragam, kekasaran dasar sungai yang tidak berubah dan menggunakan aliran tetap yang seragam. Debit aliran diperoleh dari hasil perkalian kecepatan aliran rata-rata (m3/s) dengan luas penampang sungai (m). Pengukuran debit aliran dilakukan dengan tiga kali ulangan pada tinggi muka air yang berbeda sehingga diperoleh hubungan antara debit aliran dengan tinggi muka air dari penampang sungai tersebut dalam sebuah discharge rating curve atau lengkung aliran.

(24)

3.4.3 Analisis Hidrograf

Bentuk hidrograf dapat ditandai dengan tiga sifat pokoknya, yaitu waktu naik (time of rise), debit puncak (peak discharge), dan waktu dasar (time of base). Waktu naik (Tp) adalah waktu yang diukur dari saat hidrograf mulai naik sampai waktu terjadinya debit puncak. Debit puncak adalah debit maksimum yang terjadi dalam suatu kasus tertentu. Waktu dasar (Tb) adalah waktu yang diukur dari saat hidrograf mulai naik sampai waktu dimana debit kembali pada suatu besaran yang ditetapkan.

3.4.4 Pengolahan Data Evapotranspirasi

Metode Penman-Monteith adalah salah satu metode yang digunakan untuk menentukan besarnya evapotranspirasi potensial dari permukaan air terbuka dan permukaan vegetasi yang menjadi kajian. Model ini membutuhkan lima parameter iklim yaitu suhu, kelembaban relatif, kecepatan angin, tekanan uap jenuh dan radiasi netto. Model persamaan Penman-Monteith sebagai berikut:

ETp = . ... (1) Keterangan:

ETp = Evapotranspirasi potensial (kg/m2) atau (mm/s) Rn = Radiasi netto (kW/m2)

∆ = Slope fungsi tekanan uap jenuh (Pa/°C)

γ = Konstanta Psychometric (Pa/°C)

G = Konduktivitas thermal kedalam tanah (kW/m2) ea-ed = Defisit tekanan jenuh udara (kPa)

Mw = Massa molekul air (0,018 kg/mol) R = Konstanta gas (8,31x10-3 kJ/mol/K)

= Suhu (K)

rv = Tahanan kanopi (det/m)

3.4.5 Pengolahan Data Input Tank Model

Data masukkan kedalam Tank Model adalah debit sungai (Q), evapotranspirasi (ET) dan curah hujan (CH). Hasil keluaran dari Tank Model

(25)

11

flow. Selain memperoleh data aliran juga memperoleh nilai parameter Tank Model, indikator keandalan model, keseimbangan air, kurva hidrograf, regresi, dan aliran hitung. Semua disimpan dalam format data (*.txt) dan metafile (*.wmf).

Gambar 1 Skema representasi Tank Model.

Dari Gambar 1 dapat dilihat model ini tersusun atas 4 (empat) reservoir vertical, yaitu bagian atas mempresentasikan surface reservoir (A), dibawahnya

intermediate reservoir (B), kemudian sub-base reservoir (C), dan paling bawah

base reservoir (D). Lubang outlet horizontal mencerminkan aliran air, yang terdiri dari surface flow (Ya2), sub-surface flow (Ya1), intermediate flow (Yb1), sub-base flow (Yc1), dan base flow (Yd1). Infiltrasi yang melalui lubang outlet vertical dan

aliran yang melalui lubang outlet horizontal tank dikuantifikasikan oleh parameter-parameter Tank Model. Aliran ini hanya terjadi bila tinggi air pada masing-masing reservoir (Ha, Hb, Hc, dan Hd) melebihi tinggi lubangnya (Ha1,

Ha2, Hb1, dan Hc1).

Data curah hujan dalam satuan mm/hari akan digunakan sebagai salah satu data input Tank Model. Setiawan (2003) menyatakan secara global persamaan keseimbangan air Tank Model adalah sebagai berikut:

= P(t) – ET(t) – Y(t) ... (2) Dimana, H adalah tinggi air (mm), P adalah hujan (mm/hari), ET adalah evapotranspirasi (mm/hari), Y adalah aliran total (mm/hari), dan t adalah waktu

(26)

(hari). Pada standar Tank Model terdapat 4 tank, sehingga persamaan di atas dapat ditulis sebagai berikut:

= + ... (3)

Aliran total merupakan penjumlahan dari komponen aliran yang dapat ditulis sebagai berikut:

Y(t) = Ya(t) + Yb(t) + Yc(t) + Yd(t) ... (4) Lebih rinci lagi keseimbangan air dalam setiap reservoir dapat ditulis sebagai berikut:

= P(t) – ET(t) – Ya(t) ... (5)

= Yao(t) – Yb(t) ... (6)

= Ybo (t) – Yc(t) ... (7)

= Yco(t) – Yd(t) ... (8)

Dimana Ya,Yb, Yc, dan Yd adalah komponen aliran horizontal dari setiap

reservoir, dan Yao, Ybo, dan Yco adalah aliran vertikal (infiltrasi) setiap tank (A,B

dan C).

3.4.6 Analisis Hubungan Debit Aliran dengan Laju Sedimen

Beban angkutan sedimen diturunkan dari data laju sedimen melalui persamaan yang menggambarkan hubungan antara debit aliran dengan beban angkutan sedimen yang nilainya didapat berdasarkan pengukuran dengan alat bantu timbangan atau bisa juga menggunakan turbiditymeter, dimana satuan untuk sedimen adalah ppm atau mg/liter. Dengan asumsi bahwa konsentrasi sedimen merata pada seluruh bagian penampang melintang sungai maka laju sedimen dapat dihitung sebagai hasil perkalian antara konsentrasi dengan debit aliran (Asdak 2002) yaitu:

(27)

13

Qs = 0,0864 C Q ... (9) Keterangan:

Qs = Laju sedimen (ton/hari) Q = Debit aliran (m3/s)

C = Konsentrasi sedimen (ppm atau mg/l)

3.4.7 Analisis Laju SedimenMetode MUSLE (Modified Universal Soil Loss Equation)

Adapun yang digunakan untuk menduga laju sedimen dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode MUSLE dan jumlah sedimen yang terbawa oleh aliran lateral dengan base flow. Metode MUSLE merupakan sebuah metode yang digunakan untuk menduga laju sedimen yang merupakan metode yang dikembangkan dari metode yang sudah ada sebelumnya yakni metode USLE. MUSLE tidak menggunakan faktor energi hujan sebagai trigger penyebab terjadinya erosi melainkan menggunakan faktor limpasan permukaan sehingga MUSLE tidak memerlukan faktor SDR. Faktor limpasan permukaan mewakili energi yang digunakan untuk penghancurandan pengangkutan sedimen.

Persamaan untuk menghitung jumlah sedimen yang berasal dari Hydrology Response Unit (HRU) adalah sebagai berikut (William 1975 dalam Neitsch et al. 2005):

Sed’ = 11.8.(Qsurf.qpeak.areahru)0.56.K.L.S.C.P ... (10)

Keterangan:

Sed’ = Jumlah sedimen dari sub DAS (ton)

Sed = Jumlah sedimen yang masuk sungai (ton)

sed

stor,i-1 = Jumlah sedimen yang masuk sungai hari sebelumnya (ton) q

peak = Puncak laju run off (m 3

/s)

Q

surf = Run off (mm) area

hru = Luas sub DAS (ha) K = Faktor erodibilitas tanah

(28)

P = Faktor tindakan-tindakan khusus konservasi tanah

LS = Faktor topografi

Aliran lateral dan base flow juga membawa sedimen masuk ke dalam sungai. Jumlah sedimentasi yang berasal dari aliran lateral dan base flow dihitung dengan persamaan berikut :

... (11)

Keterangan:

Qlat = Lateral flow (mm)

Qgw = Base flow (mm)

areahru = Luas sub DAS (km2)

concsed = Konsentrasi sedimen yang berasal dari lateral dan base flow (mg/l).

(

).

.

1000

lat gw hru sed

lat

Q

Q

area

conc

(29)

BAB IV

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Letak dan Luas DAS/ Sub DAS

Stasiun Pengamatan Arus Sungai (SPAS) yang dijadikan objek penelitian adalah Stasiun Pengamatan Jedong yang terletak di titik 7°59’22” LS dan 112°34’15” BT, terletak di Model DAS Mikro (MDM) Curah Clumprit, Sub DAS Melamon, Kabupaten Malang. Secara astronomis MDM Curah Clumprit terletak antara 7°57’46’’ LS – 7°59’39” LS dan 112°30’22” BT – 112°34’36” BT. Total luas MDM Curah Clumprit yakni 886,785 Ha dari luas total wilayah sebesar 3.091,43 Ha yang meliputi tiga wilayah desa, yaitu Desa Kalisodo, Jedong dan Kucur. Berdasarkan administratif, MDM Curah Clumprit terbagi dalam dua kecamatan yaitu Kecamatan Wagir yang terdiri dari Desa Kalisodo seluas 2.066,43 Ha dan Desa Jedong seluas 329,99 Ha, serta Kecamatan Dau terdiri dari Desa Kucur seluas 696,00 Ha.

4.2Kondisi Hidrologi

BP DAS Brantas 2010 melaporkan kondisi hidrologi sangat dipengaruhi keadaan jaringan sungai, topografi, jenis tanah dan keadaan iklim wilayah. Bentuk drainase dengan percabangan sungai paralel dengan topografi yang bergelombang sampai dengan bergunung menyebabkan area ini sangat spesifik, apabila curah hujan sangat tinggi akan memudahkan proses akumulasi surface run off yang mengarah terjadinya morphoerosi berupa erosi alur dan erosi parit di wilayah ordo 1 serta akumulasi air limpasan masuk pada ordo 2 dan ordo 3 sehingga terjadinya morphoerosi berupa erosi tebing sungai. Apabila kondisi ini dibiarkan tanpa rehabilitasi dan konservasi baik secara vegetatif dan sipil teknik akan tak terkendalinya surface run off menyebabkan terjadinya banjir di musim hujan.

Outlet MDM Curah Clumprit berada pada sungai utamanya yaitu Sungai Sanan. Sungai Sanan terdiri dari anak sungai Curah Clumprit dan Sungai Wangkal, keduanya dibendung berupa dam irigasi yang dialirkan kesaluran irigasi di Desa Jedong, sehingga debit Sungai Sanan terbagi dua di saluran irigasi dan sungai. Sumber air di MDM Curah Clumprit berjumlah tiga buah, yang

(30)

kondisinya perlu rehabilitasi dan konservasi. Batas MDM, dan lokasi AWLR SPAS Jedong serta jaringan sungai digambarkan pada Gambar 2.

Gambar 2 Peta sungai di SPAS Jedong, MDM Curah Clumprit. 4.3 Tanah dan Geologi

Berdasarkan study screening DAS Brantas tahun 1988, sebaran tipe tanah pada areal MDM Curah Clumprit sebagian besar adalah andosol dengan system denudasi pegunungan dan colluvial berupa tanah pegunungan vulkanik dengan daerah terjal hingga sangat terjal sekali. Formasi batuan dan litologi berupa batuan vulkanik muda, mudah lapuk, dan debu berbutir halus dengan indeks relative erodibilitas tanahnya antara 0 – 0,15. Sumber teramati yang dominan tipe erosi berupa areal yang terisolir gerakan massa tanah menyebabkan terlokasinya tanah longsor dan tanah luruh pada lereng-lereng terjal. Berdasarkan geologinya, tergolong marine-holocene dari batuan vulkanik muda dan abu yang berbutir halus, batuan sedimentasi pleisticene dan pyroclastic terutama piroklastik berbutir halus dan batuan pasir, batuan lumpur dan marl. Klasifikasi tanah pada MDM Curah Clumprit dapat dilihat pada Tabel 1 dan Lampiran 17.

(31)

17

Tabel 1 Klasifikasi tanah MDM Curah Clumprit

No. Jenis Tanah Luas

Ha %

1. Andosol 568,600 64,12

2. Kambisol 318,185 35,88

Total 886,785 100,00

Sumber: BP DAS Brantas 2010

4.4 Topografi dan Bentuk Wilayah

Ketinggian lokasi penelitian yaitu 556 m dpl. Berdasarkan peta rupa bumi Indonesia (RBI), kondisi topografi areal MDM Curah Clumprit bergelombang hingga bergunung, dengan elevasi antara 542 m dpl sampai dengan 1.681 m dpl. Kelas kelerengan dan luasan areal MDM Curah Clumprit seperti tersaji pada Tabel 2 dan 3 serta Lampiran 16 dan 18.

Tabel 2 Kelas kelerengan MDM Curah Clumprit

No. Kelerengan (%) Kelas Jenis Lereng Luas

Ha % 1. 0-8 I Datar - - 2. 8-15 II Landai - - 3. 15-25 III AgakCuram 361,700 40,79 4. 25-40 IV Curam 118,760 13.39 5. >40 V SangatCuram 406,325 45.82 Total 886.785 100.00

Sumber: BP DAS Brantas 2010

Tabel 3 Area tutupan lahan MDM Curah Clumprit

No. Jenis Tutupan Lahan Luas

Ha %

1. Hutan 781,922 88,17

2. Pemukiman 32,243 3,64

3. Perkebunan campuran 72,620 8,19

Total 886,785 100,00

Sumber : BP DAS Brantas 2010

4.5 Iklim

Berdasarkan study screening DAS Brantas, curah hujan tahunan di wilayah MDM Curah Clumprit berkisar antara 2.600 mm – 3000 mm. Sebagian besar area MDM memiliki bulan basah 7 – 8 bulan dengan curah hujan diatas 200 mm/bulan dan bulan kering dengan curah hujan dibawah 100 mm/bulan terjadi 4 -5 bulan. Berdasarkan data suhu udara, kelembaban, radiasi matahari, dan kecepatan angin hasil pengamatan 5 tahun (1998 – 2002) dari BMG, bahwa areal MDM yang terletak di wilayah Kecamatan Wagir dan Kecamatan Dau memiliki:

(32)

- Suhu udara rata-rata 23°C – 24°C dengan kisaran tertinggi 25°C dicapai pada bulan Januari dan terendah 21°C pada bulan Juli.

- Kelembaban udara rata-rata 76% dengan kisaran setiap tahunnya terendah 67% dicapai pada bulan September dan tertinggi 85% pada bulan Desember.

- Radiasi penyinaran matahari mencapai rata-rata 59% dengan kisaran terendah 30% pada bulan Januari dan tertinggi 90% pada bulan September

- Kecepatan angin rata-rata 3,3 km/jam dengan kisaran terendah 1 km/jam dan tertinggi 6 km/jam.

4.6 Kondisi Sosial Ekonomi

Menurut hasil laporan monitoring dan evaluasi BP DAS Brantas tahun 2010, jumlah penduduk di wilayah MDM Curah Clumprit adalah 8.838 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk setiap tahunnya rata-rata sebesar 1,38% yang dapat dikatagorikan tinggi. Tekanan penduduk secara agraris di semua wilayah MDM mencapai nilai lebih dari 1, hal ini mengisyaratkan bahwa sektor pertanian di wilayah tersebut tidak lagi mampu menampung tenaga kerja di sektor pertanian. Jumlah kepala keluarga di wilayah MDM Curah Clumprit adalah sebanyak 2.034 KK dengan rata-rata anggota keluarga antar 4 jiwa/KK.

Tenaga kerja yang diperhitungkan merupakan tenaga kerja produktif (16 – 55 tahun). Dalam hal ini apa bila nilai beban semakin besar maka semakin berat pula bagi tenaga kerja produktif memikul bebannya sehingga berakibat pada produktifitas kerja. Jumlah tenaga kerja produktif di wilayah MDM Curah Clumprit adalah sebesar 6.043 orang sedangkan tenaga kerja non produktif pada umur 0 – 15 tahun dan diatas 56 tahun sebesar 2.795 orang. Besarnya nilai beban tanggungan yaitu sebesar 0,46 dimana halini berarti setiap 100 orang tenaga kerja produktif menanggung beban 46 orang tenaga kerja non produktif.

Mata pencaharian penduduk di wilayah MDM sebagian besar adalah petani dan/buruh tani. Penguasaan lahan di areal MDM Curah Clumprit, diperoleh data sebanyak 2.034 kepala keluarga (KK). Penduduk dengan penguasaan lahan sebanyak 1.255 KK (60,25%) berupa lahan dan tegalan, 746 KK (36,68%) berupa lahan perkarangan, dan 63 KK (3,10%) tidak punya penguasaan tegal maupun pekarangan. Tingkat pendidikan masyarakat di wilayah MDM masih tergolong rendah. Sebagian besar penduduk menamatkan pendidikan

(33)

19

sampai pada tingkat Sekolah Dasar dan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama. Lebih dari 50% dari jumlah penduduk keseluruhan hanya menamatkan pendidikan sampai pada 2 tingkat sekolah tersebut.

Pasar sebagai tempat menampung hasil produksi pertanian sangat berperan dalam menentukan proses perekonomian di wilayah pedesaan. Kondisi dan bentuk pasar serta sejauh mana tingkat rentang tataniaga, aksesibilitas wilayah akan berpengaruh terhadap daya tampung produksi pertanian. Pada wilayah MDM Curah Clumprit, pasar berada dalam jarak yang cukup dekat yaitu sekitar 3 – 6 km dimana potensi untuk menampung hasil pertanian cukup besar. Pasar yang memungkinkan untuk menjadi tempat pemasaran sebanyak delapan buah termasuk didalamnya pasar tiga pasar induk di Kota Malang dan lima pasar kecil yang tersebar di sekitar wilayah MDM. Kelembagaan yang ada di areal MDM belum berfungsi secara optimal, hal ini perlu didukung dengan fasilitator atau LSM dan atau tenaga penyuluh lapangan sehingga dapat berkembang sesuai dengan maksud dan tujuan dari kelembagaan.

(34)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Analisis Curah Hujan

Data curah hujan yang digunakan dalam pengolahan data merupakan hasil monitoring BP DAS Brantas yang berlokasi di MDM Curah Clumprit Malang, Sub Das Melamon pada tanggal 1 Januari 2009 hingga 31 Desember 2010. Data curah hujan yang diperoleh bersifat fluktuatif. Dapat dilihat dalam dua tahun tersebut, curah hujan tertinggi terjadi pada tanggal 24 Februari 2009 sebesar 125 mm/hari dengan curah hujan tahunan sebesar 1.823 mm/tahun, dan pada tahun 2010 curah hujan tertinggi pada tanggal 17 April yakni sebesar 97 mm/hari dengan curah hujan tahunan sebesar 3.410 mm/tahun. Fluktuasi curah hujan harian disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3 Fluktuasi curah hujan harian 1 Januari 2009 – 31 Desember 2010.

Pada akumulasi curah hujan harian yang terjadi berturut-turut pada tanggal 21 – 14 Februari 2009, jumlah hujan mencapai 217 mm, sedangkan pada tanggal 10 – 19 April 2010, jumlah hujan mencapai 325 mm. Akumulasi jumlah curah yang tinggi dikhawatirkan dapat menimbulkan run off. Kejadian hujan yang sangat besar berpotensi mengakibatkan longsor atau gerakan tanah lainnya, oleh karena itu perlu dilakukan tindakan penanggulangan seperti rehabilitasi atau konservasi lahan baik vegetasi ataupun sipil teknis. Berikut merupakan contoh dua

0 20 40 60 80 100 120 140 1 /1 /2 0 0 9 2 /1 /2 0 0 9 3 /1 /2 0 0 9 4 /1 /2 0 0 9 5 /1 /2 0 0 9 6 /1 /2 0 0 9 7 /1 /2 0 0 9 8 /1 /2 0 0 9 9 /1 /2 0 0 9 1 0 /1 /2 0 0 9 1 1 /1 /2 0 0 9 1 2 /1 /2 0 0 9 1 /1 /2 0 1 0 2 /1 /2 0 1 0 3 /1 /2 0 1 0 4 /1 /2 0 1 0 5 /1 /2 0 1 0 6 /1 /2 0 1 0 7 /1 /2 0 1 0 8 /1 /2 0 1 0 9 /1 /2 0 1 0 1 0 /1 /2 0 1 0 1 1 /1 /2 0 1 0 1 2 /1 /2 0 1 0 Cura h H uja n H a ria n ( m m /ha ri) Waktu Pengukuran

(35)

21

grafik curah hujan harian berturut-turut pada tahun 2009 dan 2010 dapat dilihat pada Gambar 4 dan 5.

Gambar 4 Curah hujan tanggal 21 Februari – 24 Februari 2009.

Gambar 5 Curah hujan tanggal 10 April – 19 April 2010.

Curah hujan yang turun ke permukaan bumi akan memiliki besaran yang bervariasi dalam periode waktu tertentu (Asdak 2002). Berdasarkan pengolahan data curah hujan selama periode waktu dua tahun di MDM Curah Clumprit, dapat diketahui curah hujan dengan besaran kurang dari 30 mm/hari memiliki frekuensi paling besar dengan peluang kejadian 92,33%, sedangkan frekuensi paling kecil dimiliki curah hujan antara 120 – 150 mm/hari dengan peluang kejadian 0,14%. Analisis kejadian hujan di MDM Curah Clumprit dapat dilihat pada Tabel 4.

0 20 40 60 80 100 120 140 2/21/2009 2/22/2009 2/23/2009 2/24/2009 Cura h H uja n H a ria n ( m m /ha ri) Tanggal Pengukuran

Sumber: BP DAS Brantas 2009

0 20 40 60 80 100 120 Cura h H uja n H a ria n ( m m /ha ri) Tanggal Pengukuran

(36)

Tabel 4 Analisis peluang kejadian hujan MDM Curah Clumprit

Curah Hujan Harian

(mm/hari) Frekuensi

Peluang (%) Periode ulang

(tahun) < 30 674 92.33 1.1 30 sampai < 60 42 5.75 17.4 60 sampai < 90 10 1.37 73.0 90 sampai < 120 3 0.41 243.3 120 sampai < 150 1 0.14 730.0 Total 730 100

Sifat hujan pada area kajian yakni curah hujan rendah frekuensi kejadiannya lebih sering terjadi dibandingkan curah hujan tinggi. Hal tersebut disebabkan oleh kejadian ekstrim yang terdapat pada siklus hidrologi dimana terdapat hari-hari yang memiliki curah hujan dan intensitas hujan yang tinggi dalam rangkaian kejadian hujan. Besar kejadian ekstrim berbanding terbalik dengan frekuensi kejadian. Probabilitas kejadian hujan harian dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6 Probabilitas kejadian hujan harian di SPAS Jedong.

Peningkatan jumlah hujan tahunan dapat dilihat pada rata-rata jumlah hujan per bulan. Curah hujan bulanan tertinggi tahun 2009 terjadi pada bulan Februari yakni sebesar 411 mm/bulan, sedangkan curah hujan terendah terjadi pada bulan Juli hingga Oktober, karena pada bulan tersebut tidak terjadi hujan sama sekali selama empat bulan berturut-turut. Pada tahun 2010 relatif terdapat hujan tiap bulannya dibandingkan dengan tahun 2009, curah hujan bulanan tertinggi terjadi pada bulan April yakni sebesar 432 mm/bulan, sedangkan curah hujan terendah terjadi pada bulan Juli sebesar 50,6 mm/bulan. Fluktuasi curah hujan bulanan disajikan pada Gambar 7.

0 20 40 60 80 100 120 140 0 20 40 60 80 100 120 C urah Huj an H ari an (m m /hari ) Probabilitas (%)

(37)

23

Gambar 7 Fluktuasi curah hujan bulanan tahun 2009 – 2010.

5.2 Analisis Debit Aliran

Debit aliran diperoleh dari hasil pengolahan data tinggi muka air (TMA) yang terekam pada alat AWLR (Automatic Water Level Recorder). Data yang digunakan pada analisis debit aliran adalah data TMA harian tanggal 1 Januari 2009 hingga 31 Desember 2010 pada hasil laporan tahunan monitoring dan evaluasi BP DAS Brantas. Debit aliran dapat diketahui dengan cara menggunakan persamaan regresi dan kemudian didapatkan kurva hubungan tinggi muka air (TMA) dengan debit aliran yang diperoleh dari hasil pengolahan data di lapangan pada bulan Januari – Maret 2012. Dari hasil pengolahan, kurva hubungan debit air dengan TMA dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8 Kurva hubungan TMA dengan debit aliran di SPAS Jedong.

JAN FEB MA

R APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOV DES CH Tahun 2009 311.9 411 109 183.8 238.8 86.5 0 0 0 0 147.3 334.6 CH Tahun 2010 501 379.1 445.3 531.6 428.9 84.4 50.6 140.1 170.1 180 275.4 223.5 0 100 200 300 400 500 600 C ur a h H uj a n B ula na n (m m /bu la n)

Sumber: BP DAS Brantas 2009 - 2010

y = 7.8449x2.2829 R² = 0.9021 0.0 1.0 2.0 3.0 4.0 5.0 0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 D e b it A lir an (m 3/s)

(38)

Persamaan yang diperoleh dari hubungan debit aliran dan TMA yakni Q= 7,844 TMA2.282 dan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,902. Angka persamaan menunjukkan bahwa TMA dan debit aliran di SPAS Jedong memiliki korelasi yang nyata dan kuat, dimana keragaman debit aliran (Q) dapat diterangkan oleh TMA. Dari persamaan hubungan antara TMA dan debit aliran, maka diperoleh debit aliran harian dengan memasukkan nilai TMA. Berdasarkan hasil persamaan yang diperoleh, hubungan antara debit dan curah hujan digambarkan pada Gambar 9.

Gambar 9 Hubungan antara curah hujan dan debit 2009 – 2010.

Gambar 9 menunjukkan bahwa debit harian tertinggi pada tahun 2009 terjadi pada tanggal 26 Mei sebesar 6,6 mm/hari dengan curah hujan sebesar 13,5 mm/hari, sedangkan pada tahun 2010 debit harian tertinggi terjadi pada tanggal 28 April yakni sebesar 18,5 mm/hari dengan curah hujan sebesar 9 mm/hari. Debit aliran sangat dipengaruhi oleh besar curah hujan yang terjadi, akan tetapi curah hujan yang tinggi belum tentu menyebabkan peningkatan debit aliran. Jika dikaitkan dengan analisis curah hujan, pada tahun 2009 curah hujan tertinggi terjadi pada tanggal 24 Februari sebesar 125 mm/hari, debit aliran yang dihasilkan sebesar 3,3 mm/hari, sedangkan tahun 2010 curah hujan tertinggi terjadi pada tanggal 17 April sebesar 97 mm/hari dengan debit aliran sebesar 16,5 mm/hari.

0 50 100 150 0 20 40 60 80 Debit H a ria n ( m m /ha ri) Tanggal Pengukuran Cu ra h H u ja n ( m m /h a ri)

(39)

25

Pada musim kemarau yang terjadi bulan Juli – Oktober 2009 terlihat tedak terjadi hujan selama 4 bulan, namun terdapat debit aliran yang tetap, walaupun kecil sebesar 0,06 m3/detik atau sebesar 0,6 mm/hari, angka tersebut diduga merupakan

base flow yang terjadi di area kajian. Analisis hubungan debit aliran dengan tinggi muka air di Sub DAS Melamon dapat dilihat pada Lampiran 1. Parameter lain selain curah hujan yang dapat mempengaruhi besar atau kecilnya debit aliran diantaranya intensitas hujan, lamanya hujan, tutupan lahan, kondisi tanah, batuan, dan topografi. Akumulasi hujan dan debit selama dua tahun (2009 – 2010) dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10 Akumulasi curah hujan dan debit aliran. 5.3 Analisis Hidrograf

Hubungan curah hujan dan debit aliran dapat menjelaskan respon debit harian dengan curah hujan melalui analisis hidrograf. Respon tersebut dapat menunjukan nilai koefisien limpasan (C) yang merupakan perbandingan (nisbah) antara limpasan terhadap curah hujan yang terjadi (Arsyad 2006). Hidrograf aliran adalah kurva atau grafik yang menyatakan hubungan debit dengan waktu, yang terdiri dari komponen-kompenen hidrograf diantaranya debit puncak, waktu kosentrasi (Tp), waktu resesi (Tb), debit dari limpasan permukaan, dan debit dari aliran bawah permukaan, sebagai indikator dari respon hidrologi suatu DAS. Hidrograf aliran harian dapat dilihat pada Gambar 11.

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 Cu rah H u jan ( m m /h ar i) Tanggal Pengukuran Akumulasi CH Akumulasi Debit

(40)

Gambar 11 Hidrograf aliran harian di SPAS Jedong (2010).

Hidrograf aliran yang digunakan pada pengolahan data merupakan hidrograf harian yang berasal dari data curah hujan, dan debit aliran yang berfluktuasi dalam beberapa hari berturut-turut. Berdasarkan Gambar 11, dapat dijelaskan bahwa curah hujan yang tinggi tidak selalu menyebabkan debit aliran naik dan sebaliknya. Faktor utama yang mempengaruhi nilai koefisien limpasan adalah laju infiltrasi, vegetasi penutup tanah, dan intensitas hujan.

Pada grafik hidrograf aliran harian, dapat dilihat pada tanggal 16 – 18 April 2010, debit puncak terjadi pada tanggal 17 April 2010 dengan curah hujan mencapai 97 mm/hari dan debit aliran sebesar 2,733 m3/s. Indikator waktu terjadinya hujan berpengaruh pada akumulasi debit dan koefisien run off harian. Total koefisien limpasan diperoleh dari perbandingan antara tebal direct run off

dengan curah hujan, yakni sebesar 0,181 atau sebesar 18,1%. Persentase koefisien tersebut menjelaskan bahwa sebanyak 18,1% dari air hujan yang masuk ke daerah tangkapan air menjadi limpasan. Nilai koefisien limpasan hasil hidrograf aliran dapat dijadikan inisiasi dalam proses optimasi Tank Model. Nilai koefisien limpasan per hari dapat dilihat pada Lampiran 7.

0 50 100 150 200 250 300 0 1 2 3 4 5 6 Deb it a li ra n ( m 3 /s ) Tanggal Pengukuran Cura h H uja n ( m m /ha ri)

(41)

27

5.4 Analisis Evapotranspirasi

Data evapotranspirasi (ET) merupakan salah satu parameter yang digunakan sebagai input data Tank Model. Dalam input Tank Model tidak ada yang penjelasan mengenai evapotraspirasi potensial (Etp) atau evapotraspirasi aktual (Eta). Perhitungan evapotranspirasi yang digunakan adalah metode

Penman-Monteith dengan hasil berupa Etp. Cara perhitungan menggunakan metode ini telah dijelaskan pada persamaan (1) dalam metode pengolahan data.

Berdasarkan hasil pengoperasian data evapotranspirasi diperoleh total Etp tahun 2009 sebesar 1986,25 mm/tahun, dengan Etp harian rata-rata sebesar 5,44 mm/hari. Pada tahun 2010 jumlah evapotranspirasi yang terjadi sebesar 1922,3 mm/tahun, rata-rata evapotranspirasi harian rata-rata sebesar 5,26 mm/hari. Data Etp yang dihasilkan merupakan hasil perhitungan, sehingga untuk mengoptimalisasikan hasil pada aplikasi Tank Model digunakan beberapa kemungkinan 10% hingga 100%. Hasil optimasi menunjukan bahwa nilai ET yang dapat menghasilkan nilai koefisien korelasi Tank Model paling tinggi adalah 75% dari Etp.

5.5 Analisis Tank Model

Data masukan yang digunakan dalam software Tank Model adalah data curah hujan harian dalam satuan mili meter (mm), data debit aliran harian dalam satuan (mm), dan data evapotranspirasi harian dalam satuan mili meter (mm). Hasil keluaran (output) dari Tank Model berupa debit aliran digunakan untuk menghitung laju sedimen di MDM Curah Clumprit, SPAS Jedong, DAS Brantas bagian hulu.

Optimasi Tank Model dalam penelitian ini dilakukan mulai dari musim kemarau, sehingga tidak berpengaruh besar pada bagian atas permukaan tanah yang digambarkan dengan Tank A (surface flow) dan Tank B (intermediate flow). Hal ini dilakukan guna memperoleh hasil kofisien determinasi yang optimal dibandingkan musim hujan. Berdasarkan hasil optimasi Tank Model dihasilkan 12 parameter yang menggambarkan pergerakan distribusi aliran air baik vertikal maupun horizontal, dengan kondisi biofisik hutan yang memiliki kelas kelerengan curam dan formasi geologi vulkanik muda. Parameter Tank Model di MDM Curah Clumprit disajikan pada Tabel 5.

(42)

Tabel 5 Parameter hasil optimasi Tank Model di SPAS Jedong

Sumber : Hasil optimasi Tank Model di SPAS Jedong

Parameter-parameter Tank Model dapat dikelompokan menjadi 3 jenis yaitu:

1. Koefisien laju aliran (run-off coefficient), menunjukkan besarnya laju aliran, a1= 0,520, a2= 0,4158, b1= 0,2674, c1= 0,0015, dan d1= 0,0008. Parameter yang menunjukkan laju aliran terbesar adalah pada tank pertama.

2. Koefisian Infiltrasi (infiltration coefficient), menunjukkan besarnya laju infiltrasi a0= 0,1328, b0= 0,6685, dan c0= 0,0003. Parameter menunjukkan laju infiltrasi terbesar adalah pada lubang outlet vertikal tank kedua.

3. Parameter simpanan (storage parameter), menunjukkan tinggi lubang outlet horizontal masing-masing tank, Ha= 5,9950, Ha2= 133,8770, Hb1= 15,1891, dan Hc1= 28,1024. Parameter menunjukkan bahwa lubang outlet horizontal

tank yang pertama adalah yang tertinggi.

Parameter keandalan dalam optimasi Tank Model yang utama dapat dilihat dari nilai R dan R2 yang mendekati 1. Tank Model yang telah divalidasi dan diuji keabsahannya dengan tolak ukur koefisien determinasi (R2) dapat dilanjutkan untuk analisis hidrologi salah satunya adalah simulasi perubahan tata guna lahan dan kaitannya terhadap ketersediaan air atau debit sungai (Harmailis et al. 2001 dalam Wulandari 2008). Hasil optimasi Tank Model diperoleh koefisien korelasi sebesar 0,60, angka tersebut dinyatakan kuat untuk menggambarkan kondisi distribusi aliran di lapangan yang seringkali sulit diduga karena banyak

No. Parameter Tank Model Solusi

1. a0 0,1328 2. a1 0,0520 3. a2 0,4158 4. Ha1 5,9950 5. Ha2 113,8770 6. b0 0,6685 7. b1 0,2674 8. Hb1 15,1891 9. c0 0,0003 10. c1 0,0015 11. Hc1 28,1024 12. d1 0,0008

(43)

29

dipengaruhi faktor alam (Sugiono 2005). Nilai 60% yang diperoleh dalam penelitian ini lebih kecil dibandingkan dengan penelitian-penelitian sebelumnya, sehingga perlu dilakukan kajian atau penelitian lebih lanjut mengenai faktor biofisik yang terdapat pada area kajian seperti tutupan lahan, topografi, jenis tanah ataupun batuan. Hal ini karena Tank Model belum mampu untuk menganalisis lebih jauh keadaan tersebut. Tingkat hubungan koefisien korelasi dapat dilihat pada Tabel 6 dan Hubungan debit aliran observasi dengan debit aliran hasil optimasi Tank Model dapat dilihat pada Gambar 12.

Tabel 6 Tingkat hubungan koefisien korelasi hasil Tank Model

Interval Koefisien Tingkat hubungan

0,00 – 0,199 0,20 – 0,299 0,40 – 0.599 0,60 – 0,799 0,80 – 1,000 Sangat rendah Rendah Sedang Kuat Sangat kuat Sumber: Sugiono (2005)

Gambar 12 Hubungan debit observasi dengan debit hasil Tank Model.

Berdasarkanhasil optimasi Tank Model menghasilkan beberapa komponen berupa keseimbangan air, tinggi muka air, dan total aliran. Hasil kalkulasi keseimbangan aliran Sub DAS Melamon satu tahun terhitung Juni 2009 – Mei 2010, terdapat curah hujan sebesar 2.317 mm dan evapotranspirasi sebesar 1.166

Observed Calculated Time May/1 Apr/1 Mar/1 Feb/1 Jan/1 Dec/1 Nov/1 Oct/1 Sep/1 Aug/1 Jul/1 Jun/1 D is c h a rg e (m m /d ) 40 35 30 25 20 15 10 5 0 R a in fa ll (m m /d ) 100 80 60 40 20 0

Gambar

Gambar 1 Skema representasi Tank Model.
Gambar 2  Peta sungai di SPAS Jedong, MDM Curah Clumprit. 4.3 Tanah dan Geologi
Gambar 3  Fluktuasi curah hujan harian 1 Januari 2009 – 31 Desember 2010.
grafik  curah  hujan  harian  berturut-turut  pada  tahun  2009  dan  2010  dapat  dilihat  pada Gambar 4 dan 5
+7

Referensi

Dokumen terkait

This study considers the research questions; “How do experiences teacher of Elementary School constitute their five years lived experiences at SD Muhammadiyah

[r]

The data will be very useful for prevention of hospital acquired bacterial infection at the Burns Unit of Cipto Mangunkusumo Hospital, and to review the standard operational

Peningkatan indeks harga yang dibayar petani (Ib) pada Subsektor Tanaman Pangan sebesar 0,24 persen disebabkan oleh naiknya Indeks Konsumsi Rumah Tangga (IKRT)

Betina miktik ini kemudian akan menghasilkan telur yang kemudian akan berkembang menjadi hewan jantan.. Bila Brachionus Plicatilis jantan dan betina miktik kawin maka akan

Data primer merupakan data yang diambil dari responden secara langsung dengan cara pengisian kuesioner, yaitu dengan menyebarkan daftar pertanyaan tertulis yang digunakan

Semua alternative diberi skor 4, hal ini dikarenakan semua alternative alat pengering dan penyuling air laut disesuaikan dengan data anthropometri, sehingga criteria

Sikap manusia akan menentukan baik buruknya kondisi suatu lingkungan. Maraknya pencemaran lingkungan, disebabkan tidak adanya sikap peduli terhadap lingkungan. Kepedulian