• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN METODE ROLE PLAYING BERBANTUAN MEDIA BONEKA TANGAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBAHASA LISAN ANAK KELOMPOK A TK DARMA KUMALA PENATAHAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENERAPAN METODE ROLE PLAYING BERBANTUAN MEDIA BONEKA TANGAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBAHASA LISAN ANAK KELOMPOK A TK DARMA KUMALA PENATAHAN"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN METODE ROLE PLAYING BERBANTUAN MEDIA

BONEKA TANGAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN

BERBAHASA LISAN

ANAK KELOMPOK A

TK DARMA KUMALA PENATAHAN

Ni Putu Sri Purwaningsih1, Ketut Pudjawan2, I Gede Raga3

1

Jurusan Pendidikan Guru PAUD,2Teknologi Pendidikan,

3

Jurusan Pendidikan Guru PAUD, Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Ganesha

Singaraja, Indonesia

e-mail: ning.sih50@yahoo.com1, ketutpudjawan@gmail.com2, ragapaud@gmail.com3 Abstrak

Permasalahan yang selama ini terjadi di TK Darma Kumala Penatahan pada anak kelompok A yaitu kriteria persentase kemampuan berbahasa lisannya yang hanya mencapai 56 % yaitu berada pada kriteria rendah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan kemampuan berbahasa lisan setelah menerapkan metode pembelajaran role playing berbantuan media boneka tangan pada anak kelompok A TK Darma Kumala Penatahan, Tabanan semester II tahun pelajaran 2013/2014. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam dua siklus. Subjek penelitian adalah 26 anak TK Darma Kumala Penatahan pada kelompok A semester II tahun pelajaran 2013/2014. Data penelitian tentang peningkatan kemampuan berbahasa lisan dikumpulkan dengan metode observasi dengan instrumen berupa lembar observasi. Data hasil penelitian selanjutnya dianalisis dengan menggunakan metode analisis statistik deskriftif dan metode analisis deskriftif kuantitatif. Hasil analisis data menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kemampuan berbahasa lisan anak kelompok A dengan media boneka tangan pada siklus I sebesar 56,93% pada kategori rendah dan pada siklus II meningkat menjadi sebesar 84,12% berada pada kategori tinggi. Jadi terjadi peningkatan kemampuan berbahasa lisan dengan media boneka tangan sebesar 27,19%.

Kata kunci: metode role playing, media boneka tangan, kemampuan berbahasa

lisan

Abstract

The problem that has been happening in kindergarten Darma Kumala Penatahan A group of children is the percentage criteria verbal language skills, which only reached 56 % which is at the low criteria. This study aims to determine the increase in oral proficiency after applying the learning method of media -assisted role playing hand puppet A group of kindergarten children Darma Kumala Penatahan, Tabanan second semester of academic year 2013/2014. This research is an action research conducted in two cycles. Subjects were 26 kindergarten children Darma Kumala Penatahan in group A the second semester of academic year 2013/2014. Research data on the increase oral language skills were collected by the method of observation with instruments such as observation sheets. The data were then analyzed using descriptive statistical analysis and quantitative descriptive analysis method. The results of the data analysis showed that an increase in oral language skills of children in group A with a hand puppet media in the first cycle of 56.93 % in the low category and the second cycle increased to 84.12 % in the high category. So an increase in oral language skills with hand puppets media for 27.19 %.

(2)

PENDAHULUAN

Usia dini yaitu dari lahir sampai enam tahun, yang merupakan usia yang sangat menentukan dalam pembentukan karakter dan kepribadian seorang anak. Usia itu sebagai usia penting bagi pengembangan intelegensi permanen dirinya, mereka juga mampu menyerap informasi yang sangat tinggi. Informasi tentang potensi yang dimiliki anak itu, sudah banyak terdapat pada media massa dan media elekronik lainnya. Masa ini merupakan masa tepat untuk meletakkan dasar nilai-nilai agama dan moral, fisik motorik anak, kognitif, bahasa, dan sosial emosional kemandirian anak. Pengembangan seluruh potensi anak usia dini sesuai dengan hak anak sebagai mana diatur dalam Undang-Undang No.23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak yang menyatakan setiap anak berhak untuk hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan diskriminasi.

Pendidikan Anak Usia Dini pada dasarnya meliputi seluruh upaya dan tindakan yang dilakukan oleh pendidikan dan orang tua dalam proses perawatan, pengasuhan dan pendidikan pada anak dengan menciptakan aura dan lingkungan dimana anak dapat mengeksplorasi pengalaman yang memberikan kesempatan kepadanya untuk mengetahui dan memahami pengalaman belajar yang diperolehnya dari lingkungan, melalui cara mengamati, meniru dan bereksperimen yang berlangsung secara berulang-ulang dan melibatkan seluruh potensi dan kecerdasan anak. Anak merupakan pribadi yang unik dan melewati berbagai tahap perkambangan kepribadian, maka lingkungan yang diupayakan oleh pendidik dan orang tua yang dapat memberikan kesempatan pada anak untuk mengeksplorasi berbagai pengalaman dengan berbagai suasana, hendaklah memperhatikan keunikan anak-anak dan disesuaikan dengan tahap perkembangan kepribadian anak. Contoh: jika anak dibiasakan untuk berdoa sebelum melakukan kegiatan baik di rumah maupun lingkungan sekolah dengan cara yang paling mudah dimengerti anak, sedikit demi sedikit anak pasti akan

terbiasa untuk berdoa walaupun tidak didampingi oleh orang tua ataupun guru mereka.

Berdasarkan hasil observasi yang dilaksanakan di TK Darma Kumala Penatahan pada anak Kelompok A Semester II, dimana di TK tersebut, kriteria persentase perkembangan bahasanya hanya mencapai 56 % yaitu berada pada kriteria rendah. Bahasa merupakan alat yang paling penting bagi setiap anak. Anak akan dapat mengembangkan kemampuan berteman dengan orang lain melalui berbahasa. Anak dapat mengekspresikan pikirannya menggunakan bahasa sehingga orang lain dapat menangkap apa yang dipikirkan oleh anak.

Anak perlu terus dilatih untuk berpikir dan menyelesaikan masalah melalui bahasa yang dimilikinya. Kegiatan nyata yang diperkuat dengan komunikasi akan terus meningkatkan kemampuan bahasa anak. Anak belajar bahasa perlu menggunakan berbagai strategi misalnya dengan penggunaan media-media yang beragam yang mendukung pembelajaran bahasa. Salah satunya yaitu media boneka tangan. Media boneka tangan merupakan salah satu media yang sangat menarik dan mampu meningkatkan minat belajar anak. Media boneka tangan dalam penerapannya memerlukan metode pembelajaran yang mampu memberikan pengalaman belajar yang dapat meningkatkan perkembangan bahasa anak yaitu metode pembelajaran role playing. Metode pembelajaran role playing ini akan memberikan kesempatan kepada anak untuk bisa bereksplotasi dengan lingkungannya sehingga mempermudah anak dalam menguasai konsep berbahasa.

Kenyataannya guru mengajarkan konsep bahasa secara monoton. Guru hanya bertanya kepada anak kemudian anak menjawab dengan sederhana, sehingga anak menjadi kurang antusias dalam proses pembelajaran. Begitu pula pemanfaatan media yang kurang sehingga pembelajaran di kelas menjadi kurang aktif. Bertitik tolak dari permasalahan tersebut maka dilaksanakan penelitian dengan judul penerapan metode

(3)

pembelajaran role playing, berbantuan media boneka tangan untuk meningkatkan kemampuan berbahasa lisan anak kelompok A semester II tahun pelajaran 2013/2014 di TK Darma Kumala Penatahan, Tabanan.

Menurut Trianto (2010), metode pembelajaran adalah perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran dikelas atau pembelajaran tutorial. Suprijono (2009:16) menyatakan metode pembelajaran dapat diartikan sebagai pola yang digunakan untuk penyusunan kurikulum, mengatur materi, dan member petunjuk kepada guru di kelas. Santoso (2011) mengatakan bahwa metode role playing adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan anak. Zuhaerini (dalam Santoso, 2011) mengemukakan bahwa: metode role playing ini digunakan apabila pelajaran dimaksudkan untuk: menerangkan suatu peristiwa yang di dalamnya menyangkut orang banyak, dan berdasarkan pertimbangan didaktik lebih baik didramatisasikan daripada diceritakan, karena akan lebih jelas dan dapat dihayati oleh anak. Anak-anak dilatih agar mereka mampu menyelesaikan masalah-masalah sosial-psikologis. Anak dilatih agar mereka dapat bergaul dan memberi kemungkinan bagi pemahaman terhadap orang lain beserta masalahnya.

Bobby DePoter (dalam Santoso, 2011) menyatakan bahwa manfaat yang dapat diambil dari role playing adalah dapat memberikan semacam hidden practise yaitu murid tanpa sadar menggunakan ungkapan-ungkapan terhadap materi yang telah dan sedang mereka pelajari. Role playing melibatkan jumlah murid yang cukup banyak, cocok untuk kelas besar. Role playing dapat memberikan kepada murid kesenangan karena role playing pada dasarnya adalah permainan. Dengan bermain anak akan merasa senang karena bermain adalah dunia anak.

Menurut Roestiyah (2001: 92) kelebihan metode role playing adalah anak bebas mengambil keputusan dan

berekspresi secara utuh. Permainan merupakan penemuan yang mudah dan dapat digunakan dalam situasi dan waktu yang berbeda. Guru dapat mengevaluasi pengalaman anak melalui pengamatan pada waktu melakukan permainan. Metode role playing dapat berkesan dengan kuat dan tahan lama dalam ingatan anak, disamping merupakan pengalaman yang menyenangkan yang sulit untuk dilupakan.

Menurut Roestiyah (2001: 93) kelemahan metode role playing antara lain metode bermain peranan memerlukan waktu yang relatif panjang/banyak. Memerlukan kreativitas dan daya kreasi yang tinggi dari pihak guru maupun murid, dan ini tidak semua guru memilikinya. Anak yang ditunjuk sebagai pemeran merasa malu untuk melakukan suatu adegan tertentu. Apabila pelaksanaan sosiodrama dan bermain pemeran mengalami kegagalan, bukan saja dapat memberi kesan kurang baik, tetapi sekaligus berarti tujuan pengajaran tidak tercapai. Membutuhkan banyak waktu untuk melakukan persiapan dalam bermain peran.

Djumingin (2011:174) menyatakan bahwa langkah-langkah pembelajaran metode role playing yaitu guru menyuruh menyiapkan skenario yang akan ditampilkan. Guru menunjuk beberapa anak untuk mempelajari skenario yang sudah dipersiapkan dalam beberapa hari sebelum kegiatan belajar-mengajar. Guru membentuk kelompok anak yang anggotanya lima orang. Guru memberikan penjelasan tentang kompetensi yang ingin dicapai. Guru memanggil para anak yang sudah ditunjuk untuk melakonkan skenario yang sudah dipersiapkan. Setiap anak berada di kelompoknya sambil mengamati skenario yang sedang diperagakan. Setelah selesai ditampilkan, setiap anak diberikan lembar kerja untuk membahas penampilan kelompok masing-masing. Setiap kelompok menyampaikan hasil kesimpulannya. Guru memberikan kesimpulan secara umum. Evaluasi. Penutup.

Media pendidikan dalam pengertian yang luas adalah semua benda, tindakan atau keadaan yang dengan sengaja

(4)

diusahakan atau diadakan untuk memenuhi kebutuhan pendidikan Taman Kanak-kanak dalam rangka mencapai tujuan. Sarana adalah media pendidikan untuk mencapai tujuan yang dimaksud. Salah satu dari sarana tersebut adalah alat peraga dan alat bermain.

Menurut Oemar (1994) media adalah bentuk-bentuk komunikasi baik tercetak maupun audiovisual serta peralatannya. Salah satu yang sangat diperlukan dalam menunjang kegiatan bercerita adalah adanya media pendidikan. Media boneka tangan sering sekali digunakan dalam proses pembelajaran sebagai media bercerita. Anak akan lebih tertarik ketika mereka melihat bermacam-macam bentuk dari boneka tangan tersebut. Media boneka tangan sangat membantu guru dalam proses pengajaran. Untuk lebih jelasnya akan dibahas tentang media boneka tangan. Media boneka yang dimaksud adalah boneka dijadikan sebagai media atau alat bantu yang digunakan guru dalam kegiatan pembelajaran. Jenis boneka yang digunakan adalah boneka tangan yang terbuat dari potongan kain. Gunarti (2010) yang menyatakan Pengertian boneka tangan adalah boneka yang ukurannya lebih besar dari boneka jari dan bisa dimasukkan ke tangan. Jari tangan bisa dijadikan pendukung gerakan tangan dan kepala boneka.

Gunarti (2010) menyatakan bahwa ketentuan-ketentuan dalam melaksanakan kegiatan menggunakan boneka tangan antara lain: hendaknya guru hafal isi cerita. Ada baiknya menggunakan skenario cerita. Latihlah suara agar dapat memiliki beragam karakter suara yang dibutuhkan dalam bercerita. Misal suara anak-anak, suara nenek-nenek, suara ibu-ibu, suara binatang dan lain-lain. Gunakan boneka yang menarik dan sesuai dengan dunia anak serta mudah dimainkan oleh guru atau orang tua maupun anak-anak. Boneka yang digunakan bisa lebih dari satu, dengan jumlah maksimal 8 buah dengan bentuk yang berlainan agar anak tidak kesulitan menghafal tokoh cerita. Apabila menggunakan satu boneka, maka percakapan atau cerita dilakukan antara anak dengan boneka yang disuarakan

oleh guru. Apabila menggunakan dua boneka maka percakapan atau alur cerita dilakukan oleh kedua boneka tersebut yang disuarakan oleh guru atau orang tua dengan karakter suara yang berbeda. Anak menyimak percakapan dan jalan cerita yang disajikan. Penggunaan lebih dari dua boneka maka percakapan atau alur cerita dilakukan oleh kedua boneka tersebut yang disuarakan oleh guru atau orang tua dengan karakter suara yang berbeda. Agar jalan cerita terdengar indah, dipermanis dengan alunan musik.

Perkembangan bahasa sebagai salah satu dari kemampuan dasar yang harus dimiliki anak, terdiri dari beberapa tahapan sesuai dengan usia dan karakteristik perkembangannya. Perkembangan adalah suatu perubahan yang berlangsung seumur hidup dan dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berinteraksi seperti biologis, kognitif dan sosio-emosional. Bahasa adalah suatu sistem simbol untuk berkomunikasi yang meliputi fonologi (unit suara), morfologi (unit arti), sintaksis (tata bahasa), semantik (variasi arti) dan pragmatik (penggunaan bahasa) Santrock (dalam Dhieni, 2009). Anak usia 4-5 tahun rata-rata dapat menggunakan 900 sampai 1000 kosa kata yang berbeda. Mereka menggunakan 4-5 kata dalam satu kalimat yang berbentuk pertanyaan, negatif, tanya dan perintah. Anak usia 4 tahun sudah mulai dapat menggunakan kalimat yang beralasan sepert “saya menangis karena sakit”. Pada usia 5 tahun pembicaraan mereka mulai berkembang dimana kosa kata yang digunakan lebih banyak dan rumit.

Perkembangan bahasa anak usia 1-2 tahun merupakan tahun kritis bagi anak, dimana setelah melewati masa prelinguistik, anak akan memasuki masa linguistik. Pada masa inilah anak mulai mengucapkan kata-kata yang pertama. Anak sangat senang meniru bunyi dan kata-kata yang didengarnya. Akan tetapi kata-kata yang dapat ditiru oleh anak terbatas pada kalimat satu orang dewasa di sekitar anak diharapkan dapat memberikan contoh pengucapan/pelafalan kata/kalimat yang benar. Menurut Dhieni (2009: 1.6) tanda-tanda kesiapan anak

(5)

untuk belajar membaca adalah sebagai berikut: anak sudah dapat memahami bahasa lisan. Anak sudah dapat mengucapkan kata-kata dengan jelas. Anak sudah dapat mengingat kata-kata. Anak sudah dapat mengucapkan bunyi huruf. Anak sudah dapat membedakan suara/bunyi objek-objek dengan baik.

Karakteristik kemampuan bahasa anak usia 4-5 tahun menurut Dhieni (2009: 1.8) adalah sebagai berikut: terjadi perkembangan yang cepat dalam kemampuan bahasa anak. Mereka telah dapat menggunakan kalimat dengan baik dan benar. Telah menguasai 90% dari fonem dan sintaks bahasa yang digunakannya. Dapat berpartisipasi dalam suatu percakapan. Anak sudah dapat mendengarkan orang lain berbicara dan menanggapi pmbicaraan tersebut. Dhieni (2009) menyatakan ada beberapa karakteristik bahasa sebagai berikut: sistematis, arbitari, fleksibel, beragam, kompleks. Bromley (dalam Dhieni, 2009: 4.2) menyebutkan empat macam bentuk bahasa yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Bahasa ada yang bersifat aktif reseptif (menerima pesan) yaitu menyimak dan membaca, serta bersifat aktif produktif (menyampaikan pesan) berbicara dan manulis.

Menurut Dendy Sugono (Dhieni, 2009:4.4) bahasa lisan adalah bahasa yang dihasilkan dengan menggunakan alat ucap (organ of speech) dengan fenomena sebagai unsur dasarnya”. Bahasa lisan mencakup aspek lafal, tata bahasa (bentuk kata dan susunan kalimat), dan kosa kata. Lafal merupakan aspek pembeda ragam bahasa lisan dan tulisan. Sehari-hari anak berkomunikasi secara lisan dengan orang tua dan keluarganya di rumah. Dalam komunikasi lisan ini keterampilan mendengarkan dan berbicara digunakan secara terpadu dan diharapkan kedua keterampilan ini dapat berkembang secara bersama-sama. Bagian dari ragam bahasa lisan adalah menyimak dan berbicara, sedangkan yang termasuk ragam bahasa tulis adalah membaca dan menulis. Ragam bahasa lisan atau disebut dengan kemampuan bahasa lisan yaitu menyimak, dan berbicara (Dhieni, 2009: 4.6).

Menyimak menurut Anderson (Dhieni, 2009:4.6) menyimak bermakna mendengarkan dengan penuh pemahaman dan perhatian serta apresiasi. Menurut Dhieni (2009: 4.7) fungsi dari menyimak yaitu menjadi dasar belajar bahasa, baik bahasa pertama maupun bahasa kedua, menjadi dasar pengembangan kemampuan berbahasa tulis (membaca dan menulis), menunjang keterampilan berbahasa lainnya, meperlancar komunikasi lisan, menambah informasi atau pengetahuan. Menurut Dhieni (2009: 4.9) tujuan menyimak bagi anak adalah: untuk belajar, untuk mengapresiasi, untuk menghibur diri, untuk memecahkan masalah yang dihadapi.

Berbicara merupakan suatu alat untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan, atau mengkomunikasikan pikiran, ide, maupun perasaan. Berbicara merupakan suatu keterampilan berbahasa yang berkembang dan dipengaruhi oleh keterampilan menyimak. Berbicara dan menyimak adalah kegiatan komunikasi dua arah atau tatap muka yang dilakukan secara langsung. Menurut Dhieni (2009: 5.4) ada dua tipe perkembangan berbicara anak yaitu Egosentric Speech dan Sosialized Speech. Tujuan berbicara adalah untuk memberitahukan, melaporkan, menghibur, membujuk, dan meyakinkan seseorang. Dhieni (2009: 5.4) menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang dapat dijadikan ukuran kemmapuan berbicara seseorang yang terdiri dari aspek kebahasaan dan aspek non kebahasaan.

Pengembangan kemampuan mendengarkan atau menyimak dapat dilakukan dengan kegiatan mendengarkan bercerita, mendengarkan suara-suara binatang, menebak suara, menyimak cerita, pesan berantai, menirukan suara, menirukan kalimat, menjawab pertanyaan, mendengarkan radio, mendengarkan kaset cerita untuk anak, lagu-lagu anak, dan lain sebagainya. Pengembangan kemampuan berbicara dapat dilakukan dengan kegiatan eksploratorif sambil mendiskusikan hasilnya, menceritakan pengalamannya, menceritakan hasil

(6)

karya, bertanya, menceritakan kembali cerita, dan lain sebagainya.

Bahasa mencakup cara untuk berkomunikasi, dimana pikiran dan perasaan individu dinyatakan dalam bentuk lambang atau simbol seperti lisan, tulisan, isyarat, bilangan, lukisan maupun mimik yang digunakan untuk mengungkapkan sesuatu. Dengan demikian menguasai kemampuan berbahasa terutama berbahasa lisan akan mampu menjadi dasar belajar bahasa, baik bahasa pertama maupun bahasa kedua, serta alat untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan, atau mengkomunikasikan pikiran, ide, maupun perasaan.

METODE

Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan pada semester II tahun pelajaran 2013/2014 pada kelompok A di TK Darma Kumala Penatahan, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan dalam kegiatan pembelajaran. Subjek penelitian ini adalah anak kelompok A di TK Darma Kumala Penatahan pada tahun ajaran 2013/2014 yang berjumlah 26 orang dengan 14 orang anak laki-laki dan 12 orang anak perempuan. Objek/variabel dalam penelitian ini adalah kemampuan berbahasa lisan anak.

Penelitian ini tergolong penelitian tindakan kelas (PTK). Menurut Agung (2010:2) bahwa PTK sebagai salah satu bentuk penelitian yang bersifat reflektif dengan melakukan tindakan-tindakan tertentu agar dapat memperbaiki dan atau meningkatkan praktek-praktek pembelajaran di kelas secara lebih profesional. Suyanto (2007:1) mengemukakan bahwa: PTK merupakan salah satu upaya praktis dalam bentuk melakukan kegiatan untuk memperbaiki dan atau meningkatkan mutu pembelajaran di kelas. PTK merupakan kegiatan yang langsung berhubungan dengan tugas guru sehari-hari di lapangan atau kelas sehingga merupakan hal yang mereka kenal dan hayati dengan baik. Singkatnya PTK merupakan penelitian praktis yang dilakukan sebagai refleksi pengajaran yang bertujuan untuk

memperbaiki praktek pembelajaran yang ada saat ini.

Variabel yang terdapat dalapm penelitian ini meliputi variabel bebas yaitu metode pembelajaran role playing dan media boneka tangan, variabel terikat yaitu kemampuan berbahasa lisan. Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini, yaitu metode observasi. Untuk menjelaskan tentang metode observasi dalam buku pengantar metodelogi penelitian dikemukakan bahwa: metode observas adalah suatu cara memperoleh atau mengumpulkan data yang dilakukan dengan jalan mengadakan pengamatan dan pencatatan secara sistematis tentang suatu objek tertentu (Agung, 2010:68).

Observasi dilakukan terhadap kegiatan anak dalam menggunakan media boneka tangan melalui kegiatan kemampuan berbahasa lisan. Dalam penelitian ini, observasi dilakukan pada saat pelaksanaan tindakan pada masing-masing siklus dengan menggunakan instrumen penelitian berupa lembar observasi. Setiap kegiatan yang diobservasi dikategorikan ke dalam kualitas yang sesuai dengan pedoman pada Permendiknas No.58 Tahun 2009.

Penelitilah yang menjadi instrumen utama yang turun ke lapangan untuk mengumpulkan data yang diperlukan dalam penelitian ini. Peneliti juga sebagai instrumen utama, penelitian ini juga akan menggunakan instrument bantu berupa lembar panduan observasi dan foto. Kisi-kisi instrumen disusun dalam penelitian ini untuk memudahkan mendapatkan data yang diinginkan dalam proses penelitian. Berikut kisi-kisi instrumen penelitian penerapan metode pembelajaran role playing berbantuan media boneka tangan untuk meningkatkan kemampuan berbahasa lisan. Analisis data dilakukan setelah data yang diperlukan dalam penelitian ini terkumpul. Data ini dianalisis menggunakan metode analisis statistik deskriptif dan metode analisis deskriptif kuantitatif.

Hasil data yang diperoleh dari penerapan metode analisis deskriptif penelitian ini dianalisis dan disajikan kedalam: menghitung angka rata-rata

(7)

(mean), menghitung median, menghitung modus, menyajikan data ke dalam grafik polygon. Metode analisis deskriptif kuantitatif adalah suatu cara pengolahan data yang dilakukan dengan jalan menyusun secara sistematis dalam bentuk angka-angka dan atau presentase mengenai keadaan suatu objek yang diteliti sehingga diperoleh kesimpulan umum (Agung, 2011:67). Metode analisis

deskriptif ini digunakan untuk menentukan tingkat tinggi rendahnya kemampuan berbahasa anak ditentukan dengan menggunakan pedoman konversi Penilaian Acuan Patokan (PAP) skala lima. Tingkatan kemampuan bahasa lisan anak dapat ditentukan dengan membandingkan M (%) atau rata-rata persen ke dalam PAP skala lima dengan kriteria sebagai berikut:

Tabel 1. Pedoman PAP Skala Lima tentang Kemampuan Berbahasa Lisan Anak Persentase Kriteria Kemampuan Berbahasa

90-100 80-89 65-79 55-64 0-54 Sangat tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah Sumber:Agung (2010: 12)

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Analisis

Penelitian ini dilaksanakan di TK Darma Kumala Penatahan, Tabanan. Penelitian ini dilaksanakan 2 bulan dari tanggal 1 Maret 2014 sampai 30 April 2014. Data kemampuan berbahasa lisan anak disajikan dalam bentuk tabel frekuensi, menghitung mean (M), median (Md), modus (Mo), grafik polygon dan membandingkan rata-rata atau mean dengan metode PAP skala lima. Penelitian ini dilaksanakan dalam beberapa siklus dimana siklus I terdiri dari empat kali pertemuan untuk pembelajaran dan evaluasi penilaian dilakukan setelah pembelajaran, sedangkan pada siklus II terdiri dari empat kali pertemuan untuk pembelajaran dan evaluasi penilaian dilakukan setelah melakukan pembelajaran.

Siklus I diperoleh rata-rata (mean) sebesar 9,11, nilai tengah (median) sebesar 9,00, dan nilai yang paling banyak muncul (modus) sebesar 8,00. Jika, nilai mean, median, dan modus tersebut digambarkan kedalam kurve poligon, maka akan membentuk kurve kurve juling positif (M > Md > mo). Perbandingan rata- rata presentase yang diperoleh yaitu 56,93% berada pada kategori 55-64% yang tergolong pada kategori rendah.

Jadi, hasil belajar anak kelompok A TK Darma Kumala dalam kemampuan berbahasa lisan siklus I berada pada kategori rendah, dapat dilihat pada gambar kurve polygon di bawah ini

Gambar 1. Kurve Poligon Siklus I

Hasil pengamatan dan temuan selama pelaksanaan tindakan pada siklus I tingkat kemampuan berbahasa lisan anak masih berada pada kriteria rendah, maka masih perlu dilanjutkan pada siklus II. Adapun kendala-kendala yang dihadapi peneliti saat penerapan siklus I antara lain,

M=9,11 Md=9,00 Md=9,00

(8)

anak masih terlihat bingung dengan pembelajaran yang diterapkan karena media yang digunakan belum pernah digunakan sebelumnya, sehingga anak tidak memahami dengan jelas penggunaan bahasa dalam bercerita. Anak kurang merespon kegiatan pembelajaran saat proses pembelajaran berlangsung. Dan anak masih merasa takut dalam mengungkapkan bahasanya dan anak belum memiliki pengetahuan yang banyak tentang bercerita.

Solusi yang bisa dilakukan untuk mengatasi kendala-kendala di atas adalah sebagai berikut, Mensosialisasikan kembali alat peraga dengan memberikan penjelasan terlebih dahulu kepada anak, memberikan contoh secara langsung cara bercerita menggunakan boneka tangan. Hal ini bertujuan agar anak tidak bingung dan rasa ingin tahu anak semakin tinggi. Sehingga anak mampu bercerita dengan baik dan dapat menggunakan bahasanya sendiri dengan baik dan benar. Memilih boneka tangan yang menarik bagi anak, dan memberikan dorongan kepada anak agar mau mencoba dan tidak merasa takut dalam bercerita sesuai dengan imajinasi anak sehingga anak tidak merasa ditekan maupun dipaksa di dalam bercerita.

Siklus II diperoleh rata-rata (mean) sebesar 13,46, nilai tengah (median) sebesar 14,00, dan nilai yang paling banyak muncul (modus) sebesar 14,00. Jika, nilai mean, median, dan modus tersebut digambarkan ke dalam kurve poligon, maka akan membentuk kurve poligon juling negatif (M<Md=Mo). tingkat belajar anak dengan membandingkan, rata-rata dengan kriteria Penilaian Acuan Patokan. Perbandingan rata-rata prensentase yang diperoleh yaitu 84,12% berada pada kategori 80-89% yang tergolong pada kategori tinggi. Jadi, hasil belajar anak kelompok A TK Darma Kumala dalam kemampuan berbahasa lisan siklus II berada pada kategori tinggi, dapat pada gambar kurve polygon di bawah ini

Gambar 2. Kurve Poligon Siklus I Pembahasan

Berdasarkan hasil analisis statistik deskriptif dan analisis deskripsi kuantitatif diperoleh rata-rata hasil observasi perkembangan kemampuan berbahasa lisan pada siklus I sebesar 56,93% dan rata-rata hasil observasi perkembangan kemampuan berbahasa lisan pada siklus II sebesar 84,12%. Ini menunjukkan adanya peningkatan rata-rata persentase hasil observasi perkembangan anak dari siklus I ke siklus II sebesar 27,19%.

Keberhasilan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan media boneka tangan dapat meningkatkan kemampuan berbahasa lisan pada anak kelompok A semester II tahun ajaran 2013/2014 di TK Darma Kumala Penatahan.

Zuhaerini (dalam Santoso, 2011) mengemukakan bahwa metode role playing ini digunakan apabila pelajaran dimaksudkan untuk menerangkan suatu peristiwa yang di dalamnya menyangkut orang banyak, dan berdasarkan pertimbangan didaktik lebih baik didramatisasikan daripada diceritakan, karena akan lebih jelas dan dapat dihayati oleh anak. Melatih anak-anak agar mereka mampu menyelesaikan masalah-masalah sosial-psikologis, dan melatih anak-anak agar mereka dapat bergaul dan memberi kemungkinan bagi pemahaman terhadap orang lain beserta masalahnya.

Bobby DePoter (dalam Santoso, 2011) menyatakan bahwa manfaat yang

Md,Mo =14,00 Md=13,46

(9)

dapat diambil dari role playing adalah dapat memberikan semacam hidden practise yaitu murid tanpa sadar menggunakan ungkapan-ungkapan terhadap materi yang telah dan sedang mereka pelajari. Role playing melibatkan jumlah murid yang cukup banyak, cocok untuk kelas besar. Role playing dapat memberikan kepada murid kesenangan karena role playing pada dasarnya adalah permainan. Dengan bermain murid akan merasa senang karena bermain adalah dunia anak.

Media boneka tangan sering sekali digunakan dalam proses pembelajaran sebagai media bercerita. Disamping itu anak akan lebih tertarik ketika mereka melihat bermacam-macam bentuk dari boneka tangan tersebut. Media boneka tangan sangat membantu guru dalam proses pengajaran. Untuk lebih jelasnya akan dibahas tentang media boneka tangan.

Media boneka yang dimaksud adalah boneka dijadikan sebagai media atau alat bantu yang digunakan guru dalam kegiatan pembelajaran. Jenis boneka yang digunakan adalah boneka tangan yang terbuat dari potongan kain.

Pengertian boneka tangan adalah boneka yang ukurannya lebih besar dari boneka jari dan bisa dimasukkan ke tangan. Jari tangan bisa dijadikan pendukung gerakan tangan dan kepala boneka (Gunarti, 2010:5.20).

Penerapan metode role playing berbantuan media boneka tangan bagi anak usia dini akan mampu membantu anak membangun keterampilan bahasa seperti saling mendengarkan cerita teman/kakak/adik, menceritakan pengalaman sendiri, dan melakukan percakapan baik dengan teman sebaya maupun orang dewasa lainnya. Mendorong anak untuk berani berimajinasi karena imajinasi penting sebagai salah satu kemampuan mencari pemecahan masalah. Untuk kesehatan emosi, anak dapat mengekspresikan emosi dan kekhawatirannya melalui boneka tangan tanpa merasa takut ditertawakan atau diolok-olok.teman lain. Permainan boneka tangan juga membantu anak membedakan fantasi dan realita. Anak

mengubah boneka tangan yang sebenarnya benda mati tiba-tiba menjadi benda yang hidup dan bersuara.

Berdasarkan hasil penelitian dan uraian diatas menunjukkan bahwa penerapan metode pembelajaran role playing berbantuan media boneka tangan dapat meningkatkan kemampuan berbahasa lisan anak kelompok A di TK Darma Kumala Penatahan, oleh karenanya strategi pembelajaran yang demikian perlu dilakukan secara intensif dan berkelanjutan.

Proses pembelajaran dengan penerapan media boneka tangan untuk meningkatkan kemampuan berbahasa lisan sudah berjalan dengan baik, hal ini terlihat dari adanya peningkatan rata-rata presentase (M%) hasil observasi perkembangan dari siklus I ke siklus II, sehingga dipandang penelitian ini cukup sampai di siklus II dan tidak dilanjutkan ke siklus berikutnya.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil analisis data sebagaimana disajikan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut. Terdapat peningkatan kemampuan berbahasa lisan anak kelompok A semester II di TK Darma Kumala Penatahan, setelah penerapan metode pembelajaran role playing berbantuan media boneka tangan sebesar 27,19%. Ini terlihat dari peningkatan rata-rata persentase hasil analisis data anak pada siklus I sebesar 56,93% yang berada pada kategori rendah, menjadi sebesar 84,12% pada siklus II yang ada pada kategori tinggi. Berdasarkan simpulan di atas, dapat diajukan saran-saran sebagai berikut, kepada guru, disarankan untuk meningkatkan kreativitas dan kemampuan dalam memilih menerapkan model serta media pembelajaran yang sesuai dengan tema, lingkungan, kemampuan dan karakteristik anak. Kepada kepala sekolah, disarankan mampu memberikan suatu informasi mengenai media pembelajaran yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran, sehingga pembelajaran berlangsung secara efektif, efisien, dan inovatif. Kepada peneliti lain hendaknya dapat melaksanakan PTK dengan berbagai metode dan media

(10)

pembelajaran lain yang belum sepenuhnya dapat terjangkau dalam penelitian ini, dengan adanya penelitian ini dapat dijadikan sebagai pembanding dalam melakukan suatu penelitian berikutnya.

DAFTAR RUJUKAN Data Tentang Kemampuan Berbahasa Lisan Sik

Agung, A. A. Gede. 2010. Bahan Kuliah Statistik Deskriptif. Singaraja: Fakultas Ilmu Pendidikan Undiksha. ---, 2011. Metodologi Penelitian

Pendidikan Suatu Pengantar. Singaraja: Fakultas Ilmu Pendidikan Undiksha.

Dhieni, Nurbiana, dkk. 2009. Metode Pengembangan Bahasa. Edisi 1. Cetakan Kesebelas. Jakarta: Universitas Terbuka.

Djumingin, Sulastriningsih. 2011. Strategi dan Aplikasi Metode Pembelajaran Inovatif Bahasa dan Sastra. Makassar: Badan Penerbit UNM. Gunarti, Winda, dkk. 2010. Metode

Pengembangan Prilaku dan Kemampuan Dasar Anak Usia Dini. Jakarta: Universitas Terbuka.

Oemar, Hamalik. 1994. Media Pendidikan. Cetakan ke-7. Bandung: Citra Aditya Bakti.

Roestiyah. 2001. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta. Santoso, Ras Budi Eko. 2011. Metode

Pembelajaran Role playing.Tersedia

pada

http://ras- eko.blogspot.com/2011/05/metode-pembelajaran-role-playing.html, (diakses tanggal 27 Pebruari 2014) Suprijono, Agus. 2009. Cooperative

Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Trianto 2010. Mendesain Metode Pembelajaran Inovatif Progresif. Jakarta: Kencana.

Gambar

Tabel 1. Pedoman PAP Skala Lima tentang Kemampuan Berbahasa Lisan Anak  Persentase  Kriteria Kemampuan Berbahasa
Gambar 2. Kurve Poligon Siklus I  Pembahasan

Referensi

Dokumen terkait

Konsumsi bahan bakar 100%DME meningkat dengan menghasilkan power output yang hampir sama seperti campuran Solar+DME 50/50, sementara itu penggunaan bahan bakar

Survei pada perencanaan mencakup penggunaan air bersih pada tiap blok rusunawa serta ketersediaan masyrakat terhadap penggunaan PAH (Penampungan Air Hujan).. Kuisioner

Kandungan Total Suspended Solid ( TSS ) air limbah pada penelitian ini menunjukkan kandungan padatan terlarut yang ada pada air limbah. Parameter ini adalah parameter tambahan

Kepada kepala sekolah diharapkan agar mampu memberikan pembinaan kepada guru tentang metode bercakap- cakap berbantuan media kartu gambar agar dapat diterapkan dalam

Disarankan kepada Kepala TK (Taman Kanak-Kanak) agar kepala TK (Taman Kanak-Kanak) mampu memberikan informasi kepada guru-guru mengenai metode dan media yang

Adanya fenomena ini peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang pemanfaatan darah sisa transfusi yang digunakan untuk bahan baku pembuatan media BAP pada isolasi

Setelah mengetahui posisi tvOne dan kondisi sosial masyarakat ketika teks diproduksi, selanjutnya analisis praktik wacana dilakukan. Analisis tersebut disajikan sebagai

peserta didik, orang tua, masyarakat pemerintah dan dunia kerja sebagai kastemer pendidikan dari hasil pendidikan yang tidak bermutu. Mengacu pada aturan yang telah ditetapkan