KEPUTUSAN STRATEJIK PROGRAM
OPEN RECRUITMENT
REMAJA MASJID AL-AKBAR SURABAYA 2014-2016
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat
Memperoleh Gelar Magister dalam Program Studi Dirasah Islamiyah
Oleh :
Agus Susanto
NIM: F120915279
PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
viii ABSTRAK
Penelitian ini mengambil Remaja Masjid al-Akbar Surabaya sebagai objek penelitian. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui proses pengambilan keputusan stratejik program open recruitmen 2014-2016 yang meliputi tahapan identifikasi, pengembangan dan penyelesaian dalam merumuskan program oprec 2014-2016. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif dengan metode pengumpulan data menggunakan wawancara semi terstruktur dan dokumentasi. Sedangkan analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif kualitatif. Temuan dari penelitian ini adalah: 1) Dalam tahap identifikasi, pengurus melakukan evaluasi atas program open recruitmen sebelumnya, evaluasi dilakukan dengan meninjau kembali keinginan visi dan misinya. 2) Dalam tahap pengembangan, yang dilakukan pengurus mencari faktor stratejiknya baik dari internal Remas maupun dari ektsternal Remas, faktor kekuatan yang ditemukan antara lain; kualitas dan kuantitas SDM pengurus, dukungan stakeholder, branding
Masjid al-Akbar Surabaya, kesolidan pengurus Remas sedangkan kelemahan yang ditemukan adalah krisis kepercayaansalah satu pembina Remas, sedangkan faktor eksternal yang ditemukan berupa peluang; karaktersistik Remaja Muslim Surabaya, kompetitor yang kooperatif, dukungan lingkungan makro dari pemprov Jatim. 3) Dalam tahap penyelesaian pengurus Remas membuat alternatif model oprec 2014-2016 serta melakukan pemilihan desain oprec. Pemilihan model lebih didasarkan pada kapasitas organisasi dalam merespon karakteristik Remaja Muslim sebagai calon pengurus.
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL... i
PERNYATAAN KEASLIAN... ii
PERSETUJUAN... iii
PENGESAHAN TIM PENGUJI... iv
PEDOMAN TRANSLITERASI... v
MOTTO... vii
ABSTRAK... viii
UCAPAN TERIMA KASIH... ix
DAFTAR ISI... xi
DAFTAR TABEL... xiii
DAFTAR GAMBAR... xiv
BAB I PENDAHALUAN... 1
A. Latar Belakang Penelitian... 1
B. Identifikasi dan Batasan Masalah... 12
C. Rumusan Masalah... 13
D. Tujuan Penelitian... 14
E. Manfaat Penelitian... 14
F. Penelitian Terdahulu... 16
G. Metode Penelitian... 20
H. Sistematika Pembahasan... 26
BAB II REMAJA MASJID, REKRUTMEN SDM NONPROFIT DAN TEORI KEPUTUSAN STRATEJIK... 28
xii
B. Rekrutmen SDM... 42
C. Teori Pengambilan Keputusan Stratejik... 46
BAB III DESKRIPSI REMAJA MAJID AL-AKBAR SURABAYA... 66
A. Sekilas Sejarah Remaja Masjid al-Akbar Surabaya... 66
B. Visi dan Misi Remaja Masjid al-Akbar Surabaya 2014-2016... 66
C. Keanggotaan dan Kepengurusan Remaja Masjid al-Akbar Surabaya 2014-2016... 67
D. Struktur Kepengurusan... 68
E. Program Open Recruitmen 2014-2016... 69
BAB IV ANALISIS KEPUTUSAN STRATEJIK PROGRAM OPEN RECRUITMENT REMAJA MASJID AL-AKBAR SURABAYA 2014-2016... 95
A. Fase Identifikasi... 95
B. Fase Pengembangan... 105
C. Fase Penyelesaian... 122
BAB V PENUTUP ... 124
A. Kesimpulan... 127
B. Keterbatasan Penelitian... 130
C. Saran... 130
DAFTAR TABEL
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Model Pengambilan Keputusan Stratejik Organisasi Publik dan
Organisasi Nirlaba... 56
Gambar 2.2 Sketsa Kerangka Teoritik Penelitian... 65
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Masjid bisa dikatakan sebagai lembaga atau organisasi pertama dan
utama di dalam Islam, dan tidak ada satupun lembaga maupun organisasi didunia
ini yang bisa menandingi kehadiran masjid dalam masyarakat Indonesia1, bahkan
keberadaanya akan mudah untuk ditemukan. Masjid sendiri memiliki kedudukan
sentral. Dari tempat suci inilah, dakwah keislaman yang meliputi aspek
duniawi-ukhrawi, material-spiritual, dimulai. Sedangkan dilihat secara teoritis-konseptual,
masjid merupakan pusat kebudayaan Islam2. Dilihat dari segi sejarah, masjid
merupakan lembaga yang pertama dan utama yang didirikan oleh Rasulullah
SAW dalam menegakkan agama. Sedangkan dilihat dari segi fungsi, masjid
merupakan pusat peribadatan maupun kemasyarakatan3. Masjid juga berfungsi
sebagai penyangga dan jangkar sistem sosial, sebagai jangkar sistem sosial Islam
tidak akan berjalan baik jika tidak ada yang mengurus. Artinya, masjid
membutuhkan peran serta masyarakat dalam mengurus dan memajukan
kegiatan-kegiatan masjid. Masjid tidak hanya sebagai tempat ibadah seperti salat,
1 Ruspita Rani Pertiwi, “Manajemen Dakwah Berbasis Masjid”, Jurnal MD Vol 1 No. 1
(Juli- Desember, 2008), 53.
2
melainkan bisa juga dijadikan sebagai tempat belajar ilmu-ilmu agama yang lebih
luas4.
Masjid mempunyai kedudukan penting dalam pembinaan dakwah
Islamiyah, karena itu merupakan suatu tempat memberi tuntunan dan
pelajaran-pelajaran kepada kaum muslim, baik yang berhubungan dengan masyarakat
maupun dengan masalah ‘aqidah yang disalurkan melalui khutbah-khutbah
jum’at ataupun ceramah Agama. Disamping itu dipergunakan juga sebagai tempat
mempelajari/latihan yang menyangkut dengan agama, terutama dalam bidang
pengajian dan pengetahuan lainnya5. Masjid adalah medium untuk mensucikan
diri, tempat tarbiyah terbaik, latihan jiwa, untuk tujuan zikir bagi mendekatkan
diri dengan Allah SWT. Di zaman Rasullullah SAW, masjid bukan sekadar tempat
para sahabat berkumpul berjemaah. Masjid adalah pusat pentadbiran, pusat
sosialisasi masyarakat, pusat kegiatan ekonomi, muamalat, pusat konseling,
tempat terbaik untuk mempupuk ukhwah dan semangat ummah bagi melahirkan
esprit de corps. Masjid pada zaman awal era Islam hanyalah berbumbungkan
pelepah tamar, dibina pada kadar yang paling asas, tetapi pengisiannya hebat6.
Pemuda masjid atau Remaja Masjid merupakan salah satu dari
beberapa stakeholders dari sebuah organisasi masjid. Salah satu peran serta yang
sangat diharapkan adalah kehadirannya dalam menyemarakkan masjid. Kehadiran
remaja masjid diharapkan dapat menjadi instrumen dan wadah internaliasi
4Abdurrahman Muchtar, Organisasi, Administrasi, dan Manajemen Masjid: dalam
Panduan Pengelolaan Masjid, (Jakarta: Intermasa, 2007), 15.
5 Mushinah Ibrahim, “Pendayagunaan Mesjid dan Menasah Sebagai Lembaga Dakwah
Islamiyah”, Jurnal Al-bayan Vol. 19 No. 28 (Juli-Desember2013), 83.
3
nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari bagi para remaja muslim sebagai generasi
berikutnya. Dalam perspektif al-Qur’an, signifikansi masjid melakukan
pembinaan kepada pemuda didasarkan pada penjelasan al-Qur’an bahwa umat
Islam perlu mencontoh generasi Ashab al-Kahfi dalam mempersiapkan generasi
muda. Mereka adalah generasi yang memiliki keimanan dan ketaqwaan kepada
Allah, serta mampu mempertahankan keyakinannya di hadapan penguasa yang
ingin merusak keimanannya. Al-Qur’an juga mengingatkan kepada umat Islam
agar hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di
belakang mereka generasi yang lemah, yang mereka khawatir terhadap
(kesejahteraan) mereka, seperti yang tertulis dalam surrah an-Nisa: 9 berikut ini:
لوقيۡل ََ ْاوقَتيۡلف ۡم ۡيلع ْاوفاخ اًفعض ٗةَي ۡم فۡلخ ۡنم ْاوكرت ۡول ني َل ش ۡخيۡل اً ي س ٗٗ ۡوق ْاو
٩
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar7”
Selain itu pada masa sekarang, remaja masjid semakin terasa diperlukan
terutama untuk mengorganisir kegiatan dakwah yang memiliki keterikatan dengan
masjid. Keberadaannya dapat memberikan warna tersendiri bagi pengembangan
masjid. Dan tentunya, diharapkan remaja masjid dapat menjadi penggerak
pengembangan dakwah Islam yaitu dengan menjadikan masjid sebagai pusat
aktivitasnya. Sebagai organisasi yang terikat dengan masjid maka peran utamanya
tidak lain adalah memakmurkan masjid. Memakmurkan masjid merupakan bagian
7 Departemen Agama, QS. An-Nisa ayat 9, Al – Qur’an dan terjemahannya juz 1 – juz 30
4
dari dakwah bil hal (dakwah pembangunan), yaitu dakwah untuk meningkatkan
kesejahteraan dan kebahagiaan hidup umat, baik rohani maupun jasmani8.
Karena itu peran pembinaan terhadap pemuda masjid atau yang biasa
popular disebut dengan Remaja Masjid menjadi perlu untuk diperhatikan. Remaja
masjid kini telah menjadi suatu fenomena bagi kegairahan para remaja muslim
dalam mengkaji dan mendakwahkan Islam di Indonesia. Pada dasarnya dakwah
Islam yang dilakukan oleh generasi muda Islam bukan merupakan suatu hal yang
baru. Remaja masjid dapat membina para anggotanya agar beriman, berilmu, dan
beramal shaleh dalam rangka mengabdi kepada Allah SWT untuk mencapai
keridhaan-Nya. Pembinaan remaja muslim dilakukan dengan menyusun aneka
program kemudian di follow up (tindak lanjut) dengan berbagai aktivitas yang
berorientasi pada keislaman, kemasjidan, keremajaan, dan keilmuan9. Maka bisa
ditarik kesimpulan bahwasanya pada masa sekarang, Remaja Masjid semakin
terasa diperlukan terutama untuk mengorganisir kegiatan dakwah yang memiliki
keterikatan dengan masjid. Keberadaannya dapat memberikan warna tersendiri
bagi pengembangan masjid. Dan tentunya, diharapkan remaja masjid dapat
menjadi penggerak pengembangan dakwah Islam yaitu dengan menjadikan
masjid sebagai pusat aktivitasnya.
Masjid sekaligus Remaja Masjidnya sebagai salah satu institusi dakwah
pun tak bisa lepas dari konteks lingkungan yang begitu dinamis, perubahan
8 Moh. E. Ayub, dkk. Manajemen Masjid (Jakarta: Gema Insani Press, 1996), 9.
9 Siswanto, Panduan Pengelolaan Himpunan Jama’ah Masjid, (Jakarta : Pustaka Amani,
5
lingkungan pada organisasi dakwah adalah suatu keniscayaan10. Perubahan
merupakan hasil dari takdir sejarah, tidak bisa dihindari, ditolak atau bahkan
diubah. Di dunia ini tidak ada makhluk yang tidak berubah, kecuali hukum
perubahan itu sendiri. Karena itulah maka lembaga dakwah yang senantiasa
berhadapan dengan tansformasi lingkungan dakwah yang begitu dinamis,
haruslah berjalan bersamaan, tidak bisa sendiri-sendiri dalam penyelenggaraan
dakwahnya, harus bekerjasama dalam kesatuan yang terorganisir secara rapi dan
harus mempersiapkan serta merencanakan segala nya dengan sistematis, dengan
kata lain untuk menghadapi masyarakat sebagai mitra dakwah yang semakin
komplek permasalahannya, lembaga dakwah akan mampu berjalan secara efektif
bilamana sebelumnya telah mampu mengidentifikasi dan mengantisipasi
masalah-masalah yang akan dihadapi, kemudian atas hasil pengenalan situasi dan kondisi
lingkungan dakwah, maka dapat disusun rencana dakwah yang realistis11.
Salusu menyatakan bahwa organisasi non profit dalam membuat
keputusan-keputusan penting haruslah efektif secara stratejik12. Organisasi non
profit juga harus melandasi tiap keputusan program-program mereka dengan
pertimbangan stratejik, hal ini karena perencanaan stratejik merupakan satu jalan
yang dibutuhkan untuk menghadapi situasi yang dinamis dan komplek. Ia dapat
membantu mereka membangun kekuatannya dan menarik manfaat
peluang-peluang penting, sementara mereka dapat menghindari ancaman yang serius13.
10 Shohyan Affandi, Manjemen Strategi Untuk Organisasi Dakwah, (Surabaya, Kurnia
Grup: 2016), 77.
11 Ibid, 81.
12 J. Salusu, Pengambilan Keputusan Stratejik Untuk Organisasi Publik dan Organisasi
Nonprofit, (Jakarta: Grasindo, 1996), 39.
6
Dalam prosesnya suatu keputusan dikatakan sebagai keputusan stratejik manakala
dalam proses pembuatan keputusan tersebut paling tidak melewati empat fase:
fase identifikasi yang berisikan mengenai evaluasi terhadap kinerja sebelumnya,
fase pengembangan yang berisi akan tiga hal penting yaitu menyimak
faktor-faktor yang penting dalam internalnya kemudian memilih faktor-faktor stratejik berupa
kelemahan dan kekuatan organisasi lalu menyimak faktor-faktor yang penting
dalam lingkungan eksternalnya kemudian memilih faktor stratejik berupa peluang
dan ancaman dan melakukan analisis SWOT nya, fase penyelesaian yang berisikan
reviu tujuan stratejik serta perumusan alternatif-alternatif stratejiknya kemudian
melakukan pemilihan atasnya dan memutuskan, dan fase impelementasi serta
evaluasi14.
Tetapi dalam praktiknya di lapangan manajemen masjid, Siswanto
menyatakan dalam bukunya tentang beberapa problematika dalam pengelolaan
masjid antara lain: bangunan masjid yang kurang memenuhi kebutuhan jamaah,
sistem pengajaran Islam yang kurang baik, syiar Islam dengan cara yang kurang
simpati, pengelolaan yang kurang terorganisir dan konflik intern pengurus, kurang
berkembangnya himpunan jamaah masjid dan organisasi remaja masjid, sdm yang
masih lemah, dan dana masjid yang minim15. Dari pernyataan Siswanto tersebut,
salah satu problematika pengelolaan disini adalah pengelolaan remaja masjidnya.
Persoalan pengelolaan Remaja Masjid nampaknya memang menjadi
gejala umum dalam manajemen masjid, hal ini misalnya pernah terjadi juga di
14 Ibid, 272.
15 Siswanto, Panduan Pengelolaan Himpunan Jama’ah Masjid, (Jakarta : Pustaka Amani,
7
masjid Al-Akbar, dulunya sebelum periode kepengurusan 2014-2016, fenomena
pasang surut jumlah anggota Remaja Masjid juga pernah dialaminya, data yang
kami dapatkan sepertinya branding masjid Al-Akbar sebagai salah satu masjid
yang profesional belum cukup menarik remaja muslim di Surabaya dan sekitarnya
untuk bergabung dengan Remas Majid Al-Akbar Surabaya. Lebih lanjut misalnya
Ust. ‘F’ selaku ketua Remas periode 2014-2016 menyatakan bahwa ada juga
faktor ketidaktahuan mereka tentang bagaimana mekanisme untuk menjadi salah
satu bagian dari Remaja Masjid al-Akbar16. Namun menurutnya yang mungkin
menjadi pembedanya adalah soal desain open recruitment, beliau melanjutkan
bahwa perbedaan model open recruitment sebelum 2014 dengan saat 2014-2016
adalah pada desainnya. Model OPREC yang lama, Remaja Masjid al-Akbar
sebatas mengumumkan bahwa di Masjid Al-Akbar Surabaya telah diadakan open
recruitmen, sambil menunggu pengurus Remaja Masjid tidak melakukan upaya
lain. Barangkali karena itulah peminat Remaja Masjid al-Akbar Surabaya tidak
seramai seprti saat ini17.
Peneliti juga menemukan persoalan yang sama di beberapa Remaja
Masjid yang diobservasi secara random. Dalam pencarian data awal tersebut,
peneliti melakukan wawancara dengan pengurus dari Remaja Masjid mengenai
jumlah pendaftar dan strategi yang dipakai di dalam melakukan rekrutmen.
Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa ketua dan anggota Remaja Masjid
serta observasi yang dilakukan oleh peneliti, sepinya peminat juga dialami oleh
16 Ust. F, Wawancara Studi Pendahuluan, Gedung Kalijaga Surabaya (ruang temu dan
koordinasi remaja masjid al-Akbar), 6 November 2016.
8
beberapa remaja masjid di Surabaya, diantaranya Masjid Tholabuddin Rungkut
yang hanya memiliki 37 peminat dari kalangan remaja sekitar Rungkut Lor dan
ketua Remaja Masjidnya menyatakan bahwa remaja sekitar masjid di Rungkut
tersebut hanya 37 remaja saja sementara cara yang digunakan untuk menarik
minat calon pengurus Remaja Masjid adalah dari gethok tular18, Masjid Al
Barokah Dukuh Pakis malah mengalami nasib yang lebih buruk dari Remaja
Masjid hanya 17 peminat dalam wawancara tersebut alasan mengenai sepinya
jumlah peminat anggota Remaja Masjid adalah model sosialisasi penerimaan
anggota baru Remaja Masjid masih mengandalkan model gethok tular tanpa
disertai dengan strategi-stretagi yang mampu menarik remaja sebagai pasar
Remaja Masjid tersebut, dan Masjid al-Huda Sidosermo 13 peminat.19 Sepinya
peminat itu tentu akan berpotensi mengancam fungsionalisasi remaja masjid yang
dibutuhkan untuk bisa membantu memakmurkan masjid, apa yang dilakukan oleh
Remas al-Akbar sebelum tahun 2014, lalu Remas al-Barokah, Remas Tholabudin
dan juga Remas al-Huda dalam melakukan rekrutmen tidak mendasarinya denagn
pertimbangan-pertimbangan stratejik. Peneliti menyimpulkan begitu setelah
melihat, mendengarkan bahwa model sosialisasi rekrutmen untuk anggota baru
Remaja Masjid tidak didasarkan pada karakter pemuda masjid itu sendiri. Bagi
remaja suatu kegiatan itu haruslah menarik, menantang dan memiliki efek
connected antar remaja itu sendiri. Masa remaja merupakan masa transisi atau
peralihan dari masa anak menuju masa dewasa. Pada masa ini individu mengalami
18 Dalam istilah keseharian peneliti, gethok tular seringkali dipakai oleh masyarakat Jawa
di dalam menyampaikan atau menyebarkan informasi melalui lisan ke lisan, mulut ke mulut. Sehingga tidak membutuhkan perangkat media semacam radio, internet dan sejenisnya.
9
berbagai perubahan, baik fisik maupun psikis20. Dalam pergaulan sosial para
remaja juga mengalami perkembangan, seperti mulai menyadari keberadaan
orang lain atau teman, kelompok-kelompok sebaya yang diperbolehkan
mempengaruhinya, perilaku sosial yang lebih matang, remaja juga menginginkan
model kelompok sosial yang baru, nilai-nilai baru dalam pemilihan teman,
kegiatan, pemimpin dan dalam dukungan sosial21.
Hal ini berbeda dengan hasil rekrutmen anggota remaja masjid di
Akbar periode 2014-2016, menurut data statistik dari Remas Masjid Nasional
al-Akbar terhitung yang mendaftarkan diri sebagai anggota mencapai angka 100
orang di setiap periodenya. Di tahun ini pun yakni Maret 2016 tercatat ada 128
pendaftar yang mengikuti program perekrutan Remas Masjid Al Akbar.22 Dalam
studi pendahuluan yang kami lakukan, peneliti menemukan model pengambilan
keputusan stratejik terjadi di lembaga dakwah bernama Remaja Masjid al-Akbar
Surabaya yaitu pada program Open Recruitmen (oprec)23, beberapa indikasi yang
membuktikan bahwa ini merupakan keputusan stratejik adalah hasil wawancara
yang peneliti lakukan dengan Ust. ‘A.C.I’24 mengenai alasan program oprec,
beliau menyatakan bahwa hal tersebut tak lepas dari posisi masjid al-akbar sendiri
20 John. W. Santrock, Remaja: Edisi 11-Jilid 1, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2007), 20. 21 Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan Remaja: Edisi Kelima, (Jakarta: Penerbit
Erlangga, 1980), 240.
22 Wawancara, Ketua Remas, Ustadz ‘F’, Gedung Kalijaga Surabaya (ruang temu dan
koordinasi remaja masjid al – akbar), 6 November 2016.
23 Untuk selanjutnya demi efisiensi istilah dalam proposal tesis ini, open recruitmen yang
kami maksud akan kami ringkas dengan istilah OPREC yang merupakan kependekan dari open recruitmen.
24 Secara struktur sebenarnya merupakan kepala bidang (kabid) dakwah dan ibadah,
10
yang semenjak awal memiliki visi sebagai pusatnya Islamic Studies bagi
masjid-masjid di Surabaya, dan terutama di sekitar al-Akbar. Maka bukannya menjadi
kompetitor yang memiliki hubunngan persaingan atau vis a vis sehingga rebutan
jama’ah, malah harus menjadi mitra strategisnya.
Masjid al-Akbar harus mampu mengayomi, memberikan contoh dan
menjadi rujukan dalam pengelolaan masjidnya, misalnya saja salah satu upaya
perwujudan dari visi itu adalah munculnya forkomas25, yang sampai sekarang
masih aktif digalakkan. Karena remas juga bagian dari masjid al-Akbar Surabaya
maka harus juga mengikuti kaidah tersebut, maka dalam proses rekrutmen atau
pengadaan anggotanya juga tidak boleh dibatasi hanya segelintir remaja di sekitar
al-Akbar saja26. Peneliti menganggap hal ini merupakan indikasi faktor internal
yang harus diperhatikan oleh Remaja Masjid juga, yakni mempertimbangkan visi
dan misi dari Masjid al-Akbar sendiri.
Oprec lebih banyak digunakan sebagai sistem seleksi mengenai
keseriusan calon pengurus, instrumennya adalah lewat tora akan bisa terlihat siapa
yang serius dan tidak, hal ini didasarkan evaluasi atas oprec sebelumnya susahnya
menemukan anggota yang serius mengabdi di remas tanpa dibayar. Dalam tora
sendiri terdapat beberapa point penting seperti pengenalan remas mulai dari
filosofisnya Remas itu ada di masyarakat, peran dan fungsinya dalam
mendakwahkan nilai-nilai Islam, posisi remas dalam naungan masjid Al-Akbar
25 Forum Komunikasi Masjid, yang memiliki peranan melakukan pendataan masalah dan
kebutuhan masjid – masjid yang menjadi rekanan masjid Agung, lalu dari situlah masjid agung akan membantu sesuai dengan yang dibutuhkan.
26 Ust. A.C.I, Wawancara Studi Pendahuluan, Kantor Pengurus Masjid Al-Akbar lt. 3
11
Surabaya27, sehingga dengan demikian mereka sama-sama tahu bahwa peran
mereka dan kewajiban mereka nantinya ketika dilantik menjadi anggota dan
pengurus itu apa saja28. Peneliti menyimpulkan dari fakta ini Remas al-Akbar juga
memasukkan tujuan adanya Remaja Masjid di al-Akbar, bila begitu maka ini
menunjukkan bahwa desain atau model rekrutmen dengan sistem oprec dan tora
mempertimbangkan faktor tujuan organisasi.
Selain itu juga terdapat informasi mengenai pengenalaan
program-program remas seperti: mentoring29, kai30, pelatihan-pelatihan ketrampilan seperti
kepemimpinan, presentasi serta kegiatan remaja selainnya31. Dari data tersebut
menyimpulkan bahwa oprec dengan kegiatan inti tora nya dibuat dengan
mempertimbangkan kebutuhan pasar kajian, yaitu remaja muslim kelas
menengah. Yang mana bila dilihat dari sudut pandangsebagai konsumen kelas
menengah mereka memiliki ekspektasi tersendiri mengenai suatu produk jasa,
27 Posisi disini dimaksudkan mempertegas bahwa remas adalah bagian dari Al-Akbar
Surabaya, segala perilaku anak-anak remas juga mewakili Al – Akbar, maka dari itu diharapkan para peserta OPREC memiliki kebanggan dan kesadaran akan hal itu, peneliti menafsirkan hal ini juga bisa dimaknai sebagai ‘Branding Effect’ dimana pemakai produk baik jasa maupun non jasa tersugestikan akan image Masjid Al-Akbar Surabaya, dan memiliki kebanggan dalam mengkonsumsinya.
28 Ust. F, Wawancara Studi Pendahuluan, Gedung Kalijaga Surabaya (ruang temu dan
koordinasi remaja masjid al – akbar), 6 November 2016.
29 Mentoring merupakan sebuah proses interaksi yang didalamnya terdapat transfer
knowledge antara seorang mentor dan mentee yang dilandasi atas dasar kepercayaan, saling menghargai dan mengasihi dan mentor memberikan motivasi, dukungan dan dorongan yang bertujuan membentuk karakter mente ke arah yang lebih positif. Lihat: karyailmiah.unisba.ac.id/index.php/dakwah/article/download/.../pdf.
30 Kajian Arek Islam, salah satu program rutin yang diselenggarakan oleh remaja masjid
Al-Akbar dalam tempo satu bulan sekali.
31 Pelatihan merupakan program yang diselenggarakan untuk anggota remas dengan status
12
termasuk dalam hal ini adalah model kegiatan yang ditawarkan kepada mereka32.
Pada prinsipnya para middle class muslim tersebut di dalam malakukan keputusan
pembelian suatu produk, mereka melihat manfaat fungsional dan emosional suatu
produk yang akan dikonsumsinya, mereka juga semakin peduli apakah produk
tersebut juga mendatangkan manfaat spiritual bagi mereka33
Berdasarkan data-data di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti
dengan judul keputusan stratejik program open recruitment Remaja Masjid
al-Akbar Surabaya 2014-2016.
B. Identifikasi dan Batasan Masalah
Dari uraian latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasikan
permasalahan-permasalahan berikut ini:
1. Masih banyaknya pengurus remaja masjid yang tidak menggunakan ilmu
manajemen dalam menjalankan program dakwahnya.
2. Masih banyak pengurus remaja masjid yang belum mempertimbangkan
faktor-faktor strategis lembaga mereka dalam membuat program dakwah
mereka.
3. Masih banyak pengurus remaja masjid yang tidak mengimplementasikan
analisis keputusan strategis dalam merancang program dakwahnya.
32 Yuswohady, Marketing to The Middle Class Muslim, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,
2014), 211.
13
4. Kurangnya pertimbangan analisis keputusan strategis berakibat pada
tumpulnya program dakwah, kurang direspon dan pada akhirnya tidak jadi
dilaksanakan.
Dari beberapa identifikasi masalah di atas, peneliti membatasi
permasalahan penelitian ini pada permasalahan analisis keputusan strategis
program oprec oleh pengurus Remaja Masjid al-Akbar Surabaya periode
2014-2016, hal yang paling mendasar dalam sukses atau gagal suatu program lembaga
dakwah / non profit adalah proses perumusan program (pengambilan keputusan
strategis) sebelum program itu dilaksanakan, gagal atau susksesnya program
tersebut ketika dilanuching bergantung pada kualitas keputusan strategisnya.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, peneliti membuat rumusan
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah fase identifikasi (evaluasi program sebelumnya) yang
dilakukan oleh Remaja Masjid al-Akbar Surabaya dalam merumuskan
program oprec 2014-2016?
2. Bagaimanakah fase pengembangan (analisis lingkungan) yang dilakukan
oleh Remaja Masjid al-Akbar Surabaya dalam merumuskan program oprec
2014-2016?
3. Bagaimanakah fase penyelesaian (pengambilan keputusan stratejik) yang
dilakukan oleh Remaja Masjid al-Akbar Surabaya dalam merumuskan
14
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui proses analisis stratejic program oprec 2014-2016 Remas
Masjid al-Akbar Surabaya, jika dirinci maka tujuan penelitian meliputi:
1. Mengetahui analisis fase identifikasi, yaitu tahapan Remas didalam
melakukan evaluasi program oprec sebelumnya sehingga menjadi pijakan
dalam perumusan program oprec 2014 -2016 Remas Masjid al-Akbar
Surabaya.
2. Mengetahui analisis fase pengembangan, yaitu tahapan di dalam
melakukan scanning atau pemetaan atas lingkungan strategisnya:
lingkungan ekseternal dan lingkungan internal yang dimilikinya, sehingga
menjadi pijakan dalam perumusan program oprec 2014 -2016 2016 Remas
Masjid al-Akbar Surabaya.
3. Mengetahui analisis fase penyelesaian, yaitu tahapan di dalam mengubah
analisis lingkungan menjadi pilihan – pilihan strategis serta menetapkan
satu program yang paling menguntungkan sehingga terwujud program
oprec 2014-2016 Remas Masjid al-Akbar Surabaya.
E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Ilmu analisis keputusan strategis dalam melahirkan suatu program kerja
dan terutama dalam bidang manajemen dakwah untuk saat ini masih bisa
15
salah satu unit bisnis sendiri membutuhkan ilmu analisis keputusan strategis bila
menghendaki bahwa program kerjanya akan berhasil, sebagaimana pendapat
Salusu di atas bahwa organisasi non profit juga membutuhkan kemampuan
analisis keputusan strategis, maka secara teoritis penelitian akan menjadi salah
satu karya yang mungkin mampu mengisi lubang pengetahuan dalam bidang
manajemen dakwah. Dengan demikian maka perkembangan keilmuan di dalam
manajemen dakwah akan sama cepatnya seperti ilmu sosial lainnya.
Kenyataannya sejauh yang peneliti ketahui referensi mengenai Remas dalam
membuat program kerja harus melewati pertimbangan stratejik supaya
mendapatkan keuntungan, masihlah sangat sedikit bila tidak boleh disimpulkan
tidak ada. Karena itu penelitian ini barangkali diharapkan mampu mengisi
kekesosongan tersebut.
2. Manfaat Praksis
Hasil penelitian ini utamanya nantinya juga diharapkan akan bisa
menjadi masukan bagi remas al-Akbar, namun yang terpenting adalah adanya
penelitian ini nantinya akan mampu dijadikan pijakan atau kalau boleh disebutkan
sebagai guiding bagi remaja masjid se -Surabaya yang membutuhkan atau sedang
membuat program strategis mulai dari identifikasi, pengembangan dan
penyelesaian sehingga dengan adanya program tersebut, bukannya kegiatan
remasnya menjadi sepi atau mati suri namun justru sebagaimana yang diharapakan
sebagai salah satu pilar utama masjid sebagai intitusi dakwah Islam terbesar,
16
demikian maka selaras dengan semangat keberadaan masjid akan mampu
menyelamatkan generasi berikutnya.
F. Penelitian Terdahulu
Berdasakan penelusuran yang dilakukan oleh peneliti, penelitian
mengenai analisis keputusan stratejik program OPREC Remas, belum ada yang
spesifik seperti itu, hal ini karena setelah melakukan pencarian kasar program
OPREC sendiri di Indonesia masih dilakukan oleh dua remas, pertama Al-Akbar
dan kedua di Sumatera. Oleh karena itu dalam mengungkapkan penelitian
terdahulu, peneliti membagi pada dua topik yang mungkin sama, yaitu: peneltian
tentang remaja masjid agung sendiri dan penelitian mengenai porgram open
recruitmen itu sendiri.
Penelitian yang menjadikan remaja masjid al-akbar Surabaya sebagai
objek penelitian sementara ini di level tesis dan disertasi belum pernah ada, itu
artinya dalam remaja masjid al Akbar Surabaya sebagai subjek penelitian masih
belum pernah diteliti pada level tesis dan disertasi. Sementara itu penelitian yang
dianggap serumpun dengan tema penelitian ini, antara lain:
1. Tesis yang berjudul Strategi Dakwah Masjid Nasional Al-Akbar Surabaya
Dalam mempersatukan Umat Islam. Penelitian ini sebagaimana yang
dipublikasikan untuk umum memiliki tujuan untuk mendeskripsikan strategi
dakwah masjid al-Akbar Surabaya dalam mempersatukan umat Islam.
Penelitian ini adalah penelitian deksriptif-kualitatif dengan jenis penelitian
lapangan (field research) dimana penyusun mengumpulkan data dengan
17
bahwa strategi dakwah yang dilakukan Masjid Nasioanal Al-Akbar Surabaya
dalam mempersatukan umat Islam periode kepengurusan 2010-2015 adalah
lebih mengedepankan pemaksimalan seluruh fungsi masjid dimana masjid
tidak hanya sebagai tempat sholat semata. Melainkan fungsi sebagai pusat
pendidikan, sebagai pusat perekonomian, sebagai pusat seni dan budaya dan
terkhusus sebagai pusat persatuan ukhuwah umat Islam. Seperti yang telah
dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW. Selain banyak faktor yang
mendukung, Di dalam menjalankan kegiatan dakwahnya MAS juga
mengalami beberapa masalah atau kendala. Sementara tema yang peneliti
angkat adalah mengenai pertimbangan stratejik Remaja Masjid Al-Akbar
Surabaya periode 2014-201534, tidak banyak kesamaan selain dari tempat
peneltian yang sama-sama dilakukan di masjid al-Akbar Surabaya, sementara
perbedaan dengan penelitian ini sangatlah banyak, diantaranya: subjek
peneltian berbeda bahwa penelitian yang akan dilakukan mengambil remaja
masjid sebagai subjek penelitian, fokus penelitian juga berbeda bila penelitian
yang dilakukan oleh saudara Alim Puspianto berfokus pada deskripsi strategi
masjid agung dalam mempersatukan umat Islam, maka penelitian saya
berfokus membuktikan pertimbangan apa saja yang dimasukkan sebagai
bahan pengambilan keputusan strategis dari program OPREC remas al-Akbar
Surabaya masa bakti 2014-2016.
34 Alim Puspianto, “Strategi Dakwah Masjid Nasional Al-Akbar Surabaya Dalam
18
2. Tesis yang berjudul Perencanaan Strategis Biro Dakwah Pondok Pesantren
al-Amien Prendua Sumenep Madura Jawa Timur Indonesia. Penelitian ini
dilakukan untuk memahami bagaimana penyusunan perencanaan strategis
organisasi biro dakwah yang berada di sebuah yayasan dilakukan. Latar
penelitian diambil di Pondok Pesantren al-Amien Prenduan yang telah
berhasil mencapai prestasi sebagai sebuah lembaga pendidikan dan dakwah
yang sangat tersohor di Madura, Jawa, Sumatra, Kalimantan dan bahkan
diseluruh indonesia. Fokus penelitian ini ditekankan pada bagaimana proses
perencanaan strategis dilakukan dalam upaya menghasilkan program yang
berkualitas dapat diterima masyarakat dan bermanfaat. Penelitian ini
dilakukan dengan menggunakan pendekatan diskriptif kualitatif dengan
rancangan studi kasus. Data penelitian diperoleh melalui pengamatan
berperan serta, wawancara mendalam, dan observasi. Sampel dalam
penelitian ini menggunakan purposive sampling kemudian berlanjut snowball
sampling. Biro Dakwah dipengaruhi oleh beberapa faktor pendukung dan
penghambat. Faktor-faktor pendukungnya adalah sistem organisasi yang
baik, kualitas SDM (Sumber Daya Manusia) yang baik, budaya madura yang
menempatkan pesantren sebagai lembaga terpercaya. Sedangkan faktor
penghambatnya adalah keterbatasan kuantitas SDM yang dimiliki oleh Biro
Dakwah dan ketersediaan dana untuk pengembangan yang tersedia masih
minim. Untuk mengembangkan faktor pendukung biro dakwah
melaksanakan beberapa hal, diantaranya membangun komunikasi organisasi
19
dengan kursus dan pelatihan, mengembangkan program dakwah yang variatif
dan inovatif. Sedangkan untuk mengatasi faktor penghambat, langkah yang
diambil adalah melakukan proses kaderisasi berjenjang untuk meningkatkan
kuantitas SDM dan mencari sumber dana tambahan dari unit usaha mandiri
dan kerjasama dengan pihak lain. Penelitian ini menghasilkan temuan tesis,
yaitu :“managemen sebuah organisasi dapat dilakukan dengan baik melalui
perencanaan strategis dengan peramalan, pemprograman, pelibatan serta
pengambilan keputusan yang bersifat tradisional-partisipatoris”35.
Persamaan dengan penelitian yang akan peneliti lakukan adalah pada jenis
penelitian deskriptif kualitattif yang dilakukan yaitu sama-sama
mengeksplanasikan mengenai pertimbangan-pertimbangan stratejik apa saja
yang digunakan dalam memunculkan program dakwah tertentu, namun
program dakwah yang akan dikaji oleh peneliti adalah mengenai
pertimbangan memunculkan OPREC sebagai salah satu program stratejik
remas al-Akbar, sedangkan penelitian tersebut mengekplanasi rencana
stratejik makro dari suatu lembaga dakwah, setting latar peneltian yang
diambil juga berbeda hal ini juga mengafirmasikan bahwa subjek dan objek
penelitian juga berbeda. Dalam hal metode penelitian terutama menentapkan
informan ada perbedaan yang signifikan dimana penelitian tersebut
menetapkan sumber informannya campuran yaitu purposive dan random,
35 Amin, “Perencanaan Strategis Biro Dakwah Pondok Pesantren Al-Amien Prendua
20
sementara penelitian yang akan kami lakukan hanya memakai informan
berdasarkan kriteria purposive saja.
G. Methode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif, karena penelitian ini
memfokuskan pada penggambaran jalannya proses pengambilan keputusan
strategis dari program open recruitment yang diselenggarakan oleh remaja masjid
al-Akbar Surabaya. Menurut Irawan36, penelitian deskriptif adalah penelitian yang
bertujuan mendeskripsikan atau menjelaskan sesuatu hal seperti apa adanya.
Dalam penelitian digambarkan bagaimana proses pembuatan keputusan strategis
yang dilakukan oleh remas al-Akbar. Riset kualitatif merupakan riset empiris yang
data-datanya bukan berbentuk angka-angka. Riset kualitatif ini dengan
memperhatikan pengumpulan dan analisis informasi dalam banyak bentuk yang
memungkinkan, sebagian besar tidak numeric37.
Penelitian ini dilakukan melalui metode deskriptif yaitu suatu metode
dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu obyek, suatu set kondisi, suatu
sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa di masa sekarang. Dengan tujuan
untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual, dan
akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang
diselidiki38.
36 Irawan Seohartono, Metode Penelitian Sosial “Suatu Teknik Penelitian Bidang
Kesejahteraan Sosial dan Ilmu Sosial Lainnya”, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1999), 60.
37 Loraine Blaxter, How To Research edisi kedua, (Jakarta: Penerbit PT.Indeks kelompok
Gramedia, 2006), 93.
21
2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi kegiatan penelitian adalah di Kantor Remaja Masjid al-Akbar
Surabaya, di komplek gedung sunan kalijaga yang senantiasa dijadikan oleh
remaja masjid untuk berkumpul dan juga beraktivitas, serta Kantor Pembina
Remaja Masjid al-Akbar Surabaya, di komplek gedung mudzalifah. Penelitian ini
dilaksanakan 6 (enam) bulan yaitu sejak dari Nopember 2016-Mei 2017.
3. Sumber Data
Sumber data primer, penelitian ini adalah penelitian lapangan, oleh
karena itu sebagai sumber data primer adalah para pengurus dan pembina Remaja
Masjid al-Akbar 2014-2016. Teknik pemilihan informan dalam penelitian ini
adalah secara purpossive sampling, yakni secara sengaja dipilih peneliti
berdasarkan pemikiran yang logis dan sesuai dengan informasi yang dicari dalam
tujuan penelitian ini. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Alston dan
Bowles39 sebagai berikut: “This sampling technique allows us to select the sample
for our study for purpose. We may have prior knowledge that indicate that a
particular group is important to our study or we select those subjects whom fell
are ‘typical’ examples of the issue we wish to study” (Teknik sampling ini akan
menuntun kita untuk memilih sampel sesuai dengan tujuan penelitian. Kita
sebelumnya mungkin memiliki pengetahuan untuk mengidentifikasikan
kelompok mana yang penting untuk penelitian atau kita memilih subjek-subjek
yang kita anggap lebih tepat digunakan untuk penelitian). Setiap informan yang
39 Alson, M & Bowles, W. Research For Social Workers An Introduction to Methods,
22
dipilih akan memiliki unsur-unsur yang berhubungan langsung atau tidak
langsung dengan kegiatan perumusan program oprec Remas Masjid al-Akbar
Surabaya. Informan terdiri dari para pengurus Remas dan anggota Remas. Adapun
informasi-informasi yang akan diperoleh dari beberapa informan dalam penelitian
ini adalah informasi yang berkaitan dengan permasalahan. Adapun informan
penelitian ini dibagi menjadi dua kelompok yaitu: pengurus Remas al-Akbar yang
berkepentingan dalam pembuatan program oprec 2014-2016 secara langsung
sehingga akan menjawab pertanyaan penelitian, yakni: Ketua Remas, Pembina
Remas dan juga Sekretaris Remas.
Tabel 1.1 Informan Penelitian dan Data yang dibutuhkan
Sumber data sekunder, data-data sekunder yang akan dipakai adalah
data-data mengenai analisa keputusan stratejik organisasi nirlaba yang akan
banyak menggunakan bukunya Salusu serta buku-buku manajemen strategi
miliknya Fred David dan manajemen strategi untuk organisasi dakwah miliknya
Shofyan Affandi.
4. Teknik Pengumpulan Data
Jenis data yang dikumpulkan Informan Jumlah
1. Latar Belakang program oprec
2014-2016
2. Model oprec 2014-2016
3. Proses Penyusunannya
Pengurus / staf Remas
al-Akbar Surabaya dan
Dewan Pembina Remas
23
Untuk memperoleh data yang dibutuhkan dalam penelitian ini, maka
dipergunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:
a. Studi Lapangan, merupakan upaya pengumpulkan data yang berasal
dari informasi baik secara lisan maupun tulisan dari sumber-sumber di
lapangan. Teknik pengumpulan data ini dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1. Wawancara adalah proses interaksi komunikasi yang dilakukan
paling sedikit dua orang, yang secara sadar bersedia dan dalam
setting yang natural, dimana arah pembicaraan mengarah pada
tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dengan mengedepankan
trust sebagai landasan utama dalam proses memahami40. Bentuk
wawancara terbagi menjadi tiga jenis: (1) Wawancara terstruktur, (2)
Wawancara Semi terstruktur dan (3) Wawancara Tidak terstruktur41.
a) Dalam penelitian ini yang dipakai adalah wawancara semi
terstruktur yaitu jenis wawancara yang memberikan kebebasan
kepada peneliti dalam bertanya dan juga mengatur setting dan
alur wawancara, tidak ada pertanyaan yang disusun sebelumnya
dan peneliti hanya bergantung pada guidline wawancara yang
telah disusun sebelumnya42. Wawancara mendalam (in-depth
interview) penelitian ini dilakukan dengan cara bertanya
langsung kepada informan dengan tujuan untuk memperoleh
40 Haris Herdiansyah, Wawancara – Observasi dan Focus Grup Diskusi Sebagai Instrumen
Penggalian Data Kualitatif, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2015), 34.
24
respon dan pendapat mengenai masalah yang diteliti. Kemudian
jawaban-jawaban dari informan tersebut dikembangkan lebih
lanjut selama dan setelah wawancara berlangsung. Sehingga
proses wawancara kepada informan dapat dilakukan berkali-kali.
Alat yang digunakan dalam wawancara mendalam adalah
pedoman wawancara.
b) Guidline wawancara atau pedoman wawancara dibuat karena
pertanyaan penelitian dirasa masih berbentuk konsep yang
bersifat makro, butuh untuk dioperasionalkan untuk mencapai
tujuan penelitian43. Haris Herdiansyah membagi tahapan guidline
menjadi tiga pokok: (1) Opening yang berisi pembicaraan awal
interview, bersifat ice breaking, (2) Body, berisi wawancara inti
dimana data utama dikumpulkan dan digali, cara merumuskannya
peneliti mengacu pada tujuan penelitian dan berpatokan pada
dimensi teoritis dari fenomena yang akan digali (3) Closing,
yakni berisi mengenai penutupan wawancara. Dalam penelitian
ini (1) Opening yang digunakan adalah: salam, tanya kabar dan
membangun kesamaan serta kenyamanan dalam wawancara,
peneliti berusaha mencari latar belakang informan sebagai bahan
ice breaking, (2) Body, tujuan penelitian ini hendak mencari: fase
identifikasi dalam perumusan program oprec, bila mengacu pada
konsep Salusu megenai fase identifikasi, maka yang akan
25
diungkap adalah: evaluasi terhadap program oprec sebelumnya,
evaluasi terhadap tujuan dan sasaran oprec serta perumusan
masalah-masalah, lalu fase berkutnya adalah pengembangan
dalam perumusan program oprec, maka yang akan diungkap:
penyimakan dengan seksama faktor yang berpengaruh dalam
lingkungan internal dan kemudian dipilih sebagai faktor stratejik
berupa kelemahan dan kekuatan, penyimakan dengan seksama
faktor yang berpengaruh dalam lingkungan eksternal dan
kemudian dipilih sebagai faktor stratejik berupa peluang dan
ancaman, analisis SWOT yang dilakukan dan fase terakhir adalah
fase penyelesaian dalam program oprec, maka yang akan
diungkap adalah perumusan alternatif-alternatif strategi,
pemilihan akternatif yang disebut dengan keputusan stratejik. (3)
Akhir (closing), pada tahap ini peneliti akan mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak dan memberikan cinderamata.
2. Dokumentasi, kajian dokumentasi dilakukan untuk memperoleh data
yang berhubungan dengan proses pengambilan keputusan program
oprec. Kajian ini dilakukan dengan mempelajari sumber-sumber
tertulis seperti buku-buku catatan, laporan-laporan, teks chating
serta dokumen lainnya yang berhubungan dengan tujuan penelitian.
Alat penelitian yang digunakan dalam dokumentasi ini adalah tape
recorder (alat rekam), kamera, scaner dan media sosial seperti
26
5. Teknik Analisa Data
Analisa data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
deskriptif kualitatif, adalah analisis induktif, atau intepretasi yang bersifat
ideografik. Dimana dalam aktifitas analisisnya menekankan pada pemaknaan di
balik data yang berhasil dikumpulkan. Kategorisasi dilahirkan dari perjumpaan
peneliti dengan informan di lapangan atau data-data yang ditemukan. Sehingga
penelitian kualitatif bericirikan informasi yang berupa ikatan konteks yang akan
menggiring pada pola-pola atau teori yang akan menjelaskan fenomena sosial44.
H. Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan untuk mendapatkan analisis kepeutusan
strategis program oprec Remaja Masjid al-Akbar Surabaya (MAS) tahun
2014-2016 adalah sebagai berikut:
Bab I berisi Pendahuluan, bab ini beirisi tentang latar belakang
permasalahan, perumusan masalah penelitian, tujuan penelitian dan manfaat
penelitian, metode penelitian yang meliputi: jenis penelitian, pendekatan
penelitian, teknik pengumpulan data, teknik pemilihan informan, pengolahan data
dan analisis data serta sistematika penulisan.
Bab II berisi mengenai Remaja Masjid dan teori mengenai analisis
keputusan stratejik bagi organisasi nirlaba. Yang menjelaskan tentang landasan
teori yang digunakan sebagai pijakan dan alat analisa dalam penelitian ini, serta
44 John W. Cresswell, Penelitian Kualitatif dan Desain Riset “Memilih diantara lima
27
analisis penelitian-penelitian terdahulu sehingga diketahui positioning penelitian
ini pada topik atau bidang keilmuan yang dikaji.
Bab III berisi tentang objek penelitian yaitu deskripsi Remaja Masjid
al-Akbar Surabaya. Pada bagian ini dipaparkan mengenai profil Remaja Masjid
al-Akbar sebagai objek penelitiannya. Sekaligus juga akan membahas mengenai
program open recruitmen yang diambil melewati pertimbangan keputusan
strategic.
Bab IV berisikan deskripsi pengambilan keputusan strategic program
open recruitmen Remaja Masjid al-Akbar Surabaya yang memberikan analisa
data-data lapangan dari Bab III, dengan landasan teori di Bab II, serta bagaimana
analisa tersebut menjawab rumusan masalah penelitian ini.
Bab V tentang Penutup, mendeskripsikan kesimpulan akhir penelitian,
keterbatasan penelitian, serta saran bangi stakeholder terkait dengan
28
BAB II
REMAJA MASJID, ASUMSI REKRUTMEN DAN TEORI PENGAMBILAN KEPUTUSAN STRATEJIK A. Remaja Masjid
1. Pengertian dan fungsionalisasi Masjid
Masjid berasal dari bahasa Arab, secara etimologi masjid berarti tempat
sujud.1 Sedangkan secara terminologisnya masjid merupakan tempat melakukan
kegiatan ibadah dalam makna luas. Dalam sejarah Islam masjid merupakan
institusi pertama yang dibangun oleh Rasulullah Saw pada periode Madinah.
Pendirian masjid pertama bertarikh 12 Rabiul Awal tahun pertama Hijriah adalah
masjid Quba di Kota Madinah, untuk keperluan berbagai hal ibadah sosial dan
juga ibadah ritual.2 Sementara itu Ridin Sofwan menyatakan bahwa istilah masjid
berasal dari bahasa Arab, diambil dari kata sajada, yasyjudu, sajidan. Kata sajada
artinya bersujud, patuh, taat, serta tunduk dengan penuh hormat, ta’zim.
Sedangkan kata masjid (isim makan) diartikan sebagai tempat sujud menyembah
Allah swt. Secara terminologis maka masjid mengandung makna sebagai tempat
pusat dari segala kebajikan kepada Allah swt. Di dalamnya terdapat dua bentuk
kebajikan yaitu kebajikan yang dikemas dalam bentuk ibadah khusus, seperti
shalat fardlu, baik secara sendirian maupun berjamaah, dan kebajikan yang
dikemas dalam bentuk amaliyah sehari-hari untuk berkomunikasi dan
1 Rudy Suharto dalam Ahmad Yani, Panduan Mengelola Masjid Sebagai pusat Kegiatan
Umat, (Jakarta: Pustaka Intermasa, 2007), 3.
29
bersilaturahmi dengan sesama jama’ah.3 Maka bisa ditarik kesimpulan
bahwasanya masjid merupakan bangunan yang disengaja dibangun oleh umat
Islam dalam rangka melaksanakan berbagai keperluan yang bermaslahat bagi
umat Muslim.
Di zaman Rasulullah masjid bukan hanya difungsikan sebagai tempat
untuk melakukan ibadah shalat saja, namun juga membicarakan seluruh masalah
umat Islam saat itu.4 Masjid saat itu juga dijadikan sebagai pusat kegiatan dakwah
umat Islam5, termasuk di dalamnya adalah soal pengambilan keputusan-keputusan
yang bersifat pentng bahkan strategic. Bahkan secara fungsinya masjid juga
digunakan untuk bermusyawarah untuk memecahkan problematika sosial dan
politik saat itu, masjid juga digunakan konsultasi oleh umat Islam untuk meminta
bantuan dan pertolongan kepada Nabi dan umat Islam lainnya. Masjid juga bisa
digunakan sebagai tempat membina dan mengembangkan kader-kader pimpinan
umat, serta digunakan untuk melakukan supervisi sosial kala itu.6
Maka bisa ditarik sebuah kesimpulan bahwa masjid juga difungsikan
sebagai tempat untuk bukan hanya membicarakan masalah ibadah ritual saja.
Namun juga untuk membicarakan masalah-masalah sosial salah satunya
berdasarkan tulisan Moh. Ayub, dkk masjid juga digunakan untuk merumuskan
kebijakan-kebijakan penting, dalam istilah saat ini digunakan untuk mengambil
keputusan strategic bagi persoalan sosial umat Islam.
3 Ridin Sofwan, “Penguatan Manajemen Pemberdayaan Fungsi Masjid Al-Fattah di
Kelurahan Krapyak Semarang”, Dimas, Vol. 13 No. 2 (2013), 321
4 Moh. E. Ayub, dkk. Manajemen Masjid (Jakarta: Gema Insani Press, 1996), 3.
5 Ahmad Sutarmadi, Manajemen Masjid Kontemporer (Jakarta: Media bangsa, 2012), 14.
6
30
2. Remaja Masjid dan Dinamikanya
Mengetahui dinamika remaja masjid tidak bisa melepaskan dari
pembahasan remaja itu sendiri, sebab pada hakikatnya remaja masjid adalah
remaja, maka memahami dinamika remaja terlebih dahulu akan mampu
memahami remaja masjid secara komperhensif. Masa remaja merupakan periode
transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa, yang
melibatkan perubahan biologis, kognitif serta sosioemosional.7 John W. Santrock
kemudian membaginya dalam dua masa perkembangan yakni masa
perkembangan awal remaja kurang lebih berlangsung di masa sekolah menengah
pertama atau sekeolah menengah akhir dan perubahan pubertal terbesar tengah
terjadi di masa ini, dan masa perkembangan akhir remaja, kurang lebih terjadi
pada pertengahan dasawarsa yang kedua dari kehidupan. Minat karir, pacaran, dan
eksplorasi identitas sering kali menonjol di masa remaja akhir dibandingkan masa
remaja awal.8 Perkembangan remaja merupakan suatu pola pergeseran atau
perubahan yang tangah berlangsung dalam kehidupan tersebut, proses-proses
biologis juga terjadi pada diri remaja, terjadi perubahan fisik dalam tubuh mereka.
Remaja juga mengalami proses perubahan kognitif yang melibatkan terjadinya
perubahan pada pola pikir dan intelejensi yang dimilikinya,9 remaja juga
mengalami perubahan-perubahan sosio-emosionalnya yang terjadi pada
perubahan dalam berelasi dengan orang lain, dalam hal emosi dan kepribadian
yang dimilikinya.
7 John. W. Santrock, Remaja: Edisi 11-Jilid 1, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2007), 20. 8 Ibid., 21.
31
Remaja memiliki ketrampilan atensi yang lebih baik dibandingkan
dengan masa kanak-kanaknya, dalam perkembangan remaja memori jangka
panjang-pendek, memori kerja juga lebih baik dari masa kanak-kanaknya.10
Proses kognitif pada diri remaja juga lebih tinggi dalam hal mengambil keputusan,
bernalar, berpikir secara kritis dan metakognisi, atau yang seringkali disebut
dengan fungsi eksekutif. Para ahli dalam pandangan Santrock juga bersepakat
bahwa di masa remaja fungsi eksekutif semakin menguat. Masa remaja adalah
masa dimana seseorang mulai dihadapkan pada proses pengambilan keputusan.
Meskipun demikian mampu mengambil keputusan dengan baik tidaklah sama
bahwa mereka akan benar-benar merealisasikannya dalam kehidupan sehari-hari,
dimana ada banyak pengalaman yang akan turut berperan di dalamnya.11 Remaja
sudah mampu berfikir abstrak dan mampu mendeduksi suatu masalah. Individu
yang memasuki tahap remaja seharusnya sudah tidak membutuhkan media
bergambar fiksi sebagai media pembelajaran untuk mengambil nilai-nilai sosial
dan pencarian identitas diri pada remaja. Pencarian remaja atas identitas dirinya
tidak lepas dari pola pikir remaja yang sedang berkembang menuju tahap dewasa.
Dalam proses menemukan identitas dirinya, proses kognitif dalam diri remaja
sangatlah berperan aktif. Kekuatan remaja yang sedang berkembang membuka
cakrawaka kognitif dan cakrawaka sosial yang baru.12
Kognisi sosial juga mulai terjadi dalam diri remaja, kognisi sosial
merujuk pada cara yang digunakan oleh individu untuk menyusun suatu konsep
10 Ibid., 169.
32
dan bernalar mengenai dunia sosialnya.13 David Elkind dalam tulisan John W.
Santrock14 berpendapat bahwa remaja terutama masa perkembangan awal remaja
mengembangkan egosentrisme15 yang terdiri dari imaginary audience16 dan personal fable.17 Implikasi adanya egosentrisme adalah bahwa remaja mulai sadar
jika orang lain memperhatikan mereka dan mulai mempertimbangan pemikiran
orang lain tentang dirinya. Jika pada masa kanak-kanak individu tidak
memperhatikan sudut pandang orang lain terhadap dirinya sama sekali, maka pada
masa remaja akan mulai sadar terhadap sudut pandang orang lain terhadap
dirinya.18
Usia remaja dalam pandangan Santrock sudah memiliki penghayatan
mengenai siapakah mereka dan apa yang membedakan dirinya dengan
orang-orang lain,19 Santrock mengajukan bahwa dalam hal ini remaja memiliki konsepsi
diri yang meliputi self understanding, self esteem, dan self concept.
13 Ibid., 171. 14 Ibid.,
15 Para ahli perkembangan remaja memandang bahwa egosentrisme remaja atau kerap juga
disebut sebagai adolescent egocentrism, adalah meningkatnya kesadaran diri pada diri remaja, yang tercermin dalam keyakinan mereka bahwa orang lain berminat terhadap diri mereka seperti halnya mereka terhadap dirinya sendiri, lihat John W. Santrock, Remaja: Edisi 11-Jilid 1, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2007), 165.
16 David Elkind menyatakan bahwa jenis perilaku ini adalah keinginan dari diri remaja
untuk menarik perhatian dari orang lain, berusaha agar diperhatikan, terlihat berada di panggung. Pada perkembangan remaja rasa mereka ingin berada di panggung amat besar dan terutama terjadi pada masa remaja awal, lihat John W. Santrock, Remaja: Edisi 11-Jilid 1, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2007), 165.
17 Adalah keyakinan individu yang menganggap dirinya yang tidak seperti individu lain di
muka bumi ini sehingga orang lain akan terpesona dengan dirinya (egosentris remaja). Karena itulah ia harus menjadi pribadi yang unik. Keyakinan dalam dongeng pribadi adalah keterbatasan kognitif perkembangan normal. Sayangnya, keyakinan tersebut dapat memiliki konsekuensi serius. Secara khusus, dongeng pribadi dapat menyebabkan individu untuk percaya bahwa tidak ada hal buruk yang mungkin bisa terjadi pada dirinya. Dengan kata lain, karena dia individu yang begitu istimewa, dia akan kebal, pemahaman demikian pada beberapa remaja seringkali mengakibatkan mereka bertindak ceroboh, lihat Mathewe C. Aalsma, Jurnal Personal Fables, Narcissism, and Adolescent Adjusment (Published online in Wiley InterScience www.interscience.wiley.com, 2006), 2.
33
a. Self understanding yang muncul pada diri remaja lebih pada
representasi kognitif remaja mengenai dirinya, substansi dan isi dari
konsepsi remaja20. Self understanding sendiri memiliki beberapa
dimensi di dalamnya: (1) Abstraksi dan idealisasi, (2) Diferensiasi, (3)
Diri yang berfluktuasi, (4) Kontradiksi dalam diri, (5) Kemungkinan
diri, (6) Perbandingan sosial, (7) Kesadaran diri, (8) Perlindungan diri,
(9) Integrasi diri. Pemahaman dri remaja yang bervariasi itulah pertanda
bahwa dirinya bukanlan lagi anak-anak, remaja bila melihat konsep
pemahaman diri sebagaimana di atas maka telah mampu menyesuiakan
diri dengan relasi dan peran sosial yang tengah mereka jalani.21
b. Self esteem atau harga diri merupakan suatu dimensi evaluatif global
mengenai dirinya, kadang bisa juga disebut sebagai martabat diri atau
citra diri.22 Dalam ruang sosial seperti kelompok dalam masyarakat atau
bahkan keluarga, konteks-konteks semacam itu ternyata memiliki
pengaruh terhadap harga diri Remaja, utamanya adalah lingkungan
sekolah.23
c. Self concept atau konsep diri merupakan evaluasi yang dilakukan oleh
diri remaja menyangkut bidang-bidang tertentu dari dirinya.24 Remaja
mengalami masa transisi, implikasinya dirinya menunjukkan
20 Ibid., 21 Ibid,. 182.
22 Ibid,. 183.
23 Harter dalam John. W. Santrock, Remaja: Edisi 11-Jilid 1, (Jakarta: Penerbit Erlangga,
2007), 187.
34
gejala perubahan kejiwaan, beberapa cirinya menurut G.W. Allport25
adalah: (1) Muncul pemekaran diri sendiri (extension of the self),
tandanya adalah pada kemampuan untuk menganggap seseorang atau
hal lainnya adalah bagian dari dirinya, berkurangnya perasaan egoisme
di lain sisi muncul perasaan ikut memiliki, di samping itu juga
berkembangnya ego ideal remaja yakni cita-cita dan sebagainya yang
mencitrakan wujud ego dirinya di masa depan. (2) Kemampuan untuk
melihat diri sendiri secara objektif (self objectivication) tandanya
adalah memiliki wawasan mengenai dirinya (self insight) dan
kemampuan untuk menangkap humor (sense of humor). (3) Memiliki
falsafah hidup tertentu (unifying philosophy of life), ia tahu
kedudukannya di dalam masyarakat, ia juga paham begaiaman
seharusnya bertingkah laku dalam kedudukannya di msayarakat.
Remaja juga dalam perkembangan kejiwaannya melakukan apa yang
disebut oleh Santrock dalam kuliahnya yakni melakukan eksplorasi identitas.
Menurut Santrock orang tua terkadang tak mengerti bahwa remaja memiliki
kebutuhan untuk menemukan siapa diri mereka itu, yang berarti juga mereka
haruslah memiliki banyak kesempatan untuk berkeperimen, agar mengetahui
identitas dirinya.26 Dalam tataran inilah remaja banyak melakukan eksperimen
sosial untuk meneguhkan siapa sebenarnya dirinya itu, lingkungan dalam hal ini
tentu akan memiliki pengaruh yang cukup besar walau bukan yang utama dan
25 G.W. Allport dalam Sarlito W. Sarwono, Psikologi Remaja, (Jakarta: Rajawali Press,
2015), 81-82.
26
35
satu-satunya untuk mempengaruhi remaja tersebut dalam pencarian jati diri atau
identitas dirinya.
Remaja juga akan mengalami perkembangan moral, nilai-nilai dan
agama dalam pertumbuhan dirinya itu. Perkembangan moral berarti melibatkan
pemikiran, perilaku dan perasaan dalam mempertimbangkan mengenai benar dan
salah.27 Moral develompent memiliki dimensi intrapersonal yang dilibatkan
meliputi: nilai-nilai dasar dan penghayatan mengenai dirinya. Wujud dalam
perilaku keseharian antara lain ialah: (1) Bagaiamana remaja bernalar mengenai
aturan-aturan yang menyangkut etika berperilaku. (2) Bagaimankah remaja
sebaiknya berperilaku dalam situasi moral. (3) Bagaimanakah perasaan remaja
mengenai masalah-masalah moral.28 Mengutip pernyataan Gruece mengenai
proses pembentukan moral dalam remaja, apabila mreka mendapatkan penguatan
positif ketika menampilkan perilaku yang konsosten dengan peraturan dan
konvensi sosial, maka para remaja akan memiliki kecenderungan untuk
mengulang perilaku tersebut di kemudian hari.29 Maka dapat ditarik suatu
kesimpulan bahwa remaja akan mengulang perilaku atau keputusan-keputusannya
bilamana itu mendapatkan penguatan positif dari lingkungannya.
Remaja juga memiliki seperangkat nilai yang akan mempengaruhi
pikiran, perasaan dan tindakan mereka. Nilai-nilai merupakan sperangkat
keyakinan dan sikap mengenai bagaimana sesuatu tu semestinya.30 Nilai-nilai itu
27 Ibid., 301.
28 Ibid,.
29 Gruece dalam John. W. Santrock, Remaja: Edisi 11-Jilid 1, (Jakarta: Penerbit Erlangga,
2007), 313.
30
36
mencerminkan dimensi intrapersonal dari moralitas yang telah dibentuknya.
Sementara itu Sarlito menyatakan bahwa di dalam diri remaja juga berkembang
nilai-nilai religi, yakni kepercayaan terhadap kekuasaan suatu dzat.31 Namun
dalam usia perkembangannya persetujuan atas nilai-nilai yang akan menjadi basis
moralitas dalam berprilaku mereka ternyata bisa berubah atau dirubah. Dalam
pandangan perkembangan moral, remaja rupanya memiliki suatu keunikan terkait
dengan bagaimana ia membentuk suatu moralitas atau nilai-nilai tertentu dalam
dirinya. Menurut Pieget dalam perkembangannya para remaja semakin canggih
dalam memikirkan permasalahan-permasalahn sosial, khususnya mengenai
kemungkinan dan kondisi yang menyangkut kooperasi. Pieget berpendapat bahwa
pemahaman sosial tersebut didapatkan dari interaksi saling memberi dan
menerima diantara kawan-kawan.32 Remaja menurut Pieget merupakan pemikir
operasional formal dimana cara berpikir mereka tidak lagi terikat dengan
gejala-gejala yang bersifat langsung dan kongkret, remaja sebagai pemikir formal
seringkali membandingkan kenyataan dengan idealisme, menciptakan kebalikan
terhadap sekarang, memahami peran mereka di masyarakat.
Senada dengan Pieget, Konhelberg dengan teori perkembangan
moralnya juga mendukung bahwa kawan sebaya merupakan sebuah bagian kritis
dari stimulasi sosial yang menantang individu untuk mengubah orintasi moralnya.
Bahkan misalnya orang tua membuat aturan untuk mereka dibandingkan dengan
dengan interaksi timbal balik yang dilakukan dengan teman sebayanya,
31
Sarlito W. Sarwono, Psikologi Remaja, (Jakarta: Rajawali Press, 2015), 113.
32
37
memberikan peluang pada remaja untuk memberikan pada orang lain dibanding
orang tua mereka dalam merumuskan aturan-aturan secara demokratis,33
Kohlberg menekankan bahwa pada prisnsipnya peluang pengambilan peran dalam
membuat keputusan dapat disebabkan oleh perjumpaan mereka dengan kelompok
sebayanya. Maka dalam konteks yang demikian, keyakinan, nilai-nilai pada diri
remaja bisa berpotensi berubah-rubah berdsarkan perkembangan moralnya, juga
dipengaruhi oleh lingkungan eksternal dan terutama merupakan kelompok sebaya
yang ia temukan dalam rangka melakukan eksplorasi iendtitas dirinya.
Peneliti menyimpulkan bahwa remaja masjid yang secara entitas adalah
remaja memiliki dimensi-dimensi psikologis yang harus diperhatikan untuk bisa
mempengaruhi mereka, berdasarkkan kajian teoritis di atas, maka beberapa hal
yang harus menjadi sebuah catatan dalam penelitian ini adalah bahwa remaja di
dalam mengambil suatu keputusan untuk turut serta dalam suatu kegiatan atau
tidak, spenuhnya atau bahkan dominan berada di tangannya sendiri. Hal ini
menunjukkan bahwa peran kawan sebaya dan juga aspek kognitifnya berpengaruh
besar dalam suatu keputusan dirinya. Mereka memiliki kecenderungan untuk
mencari jati diri, membuat keputusan yang mandiri atau terlepas dari campur
tangan orang tua mereka, membentuk suatu relasi untuk mengkonfirmasi gagasan
ideal dan semcamnya. Remaja masjid sebagai remaja tentunya memiliki
kecenderungan prilaku yang sama dengan perilaku remaja pada umumnya.