96
Lampiran 1
Tabel 5. 1 Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan 2012 - 2016
Pendidikan Tertinggi Yang
Ditamatkan
2012 2013 2014 2015 2016
97
Lampiran 2
Tabel 5.3 Persentase Pengeluaran per Kapita menurut Golongan Pengeluaran dan Jenis Pengeluaran di Sulawesi
Utara 2014 (Sumber: BPS Sulawsi Utara, 2014)
Jenis Pengeluaran
Pengeluaran Per Kapita Sebulan (Rp)
<100.000
100 000 150 000 200 000 300 000 500 000 750 000
1 000 000
atau lebih
Jumlah
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
150 000 199 999 299 999 499 999 749 999 999 999
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
A. Makanan
Padi
–
Padian
27.21
23.53
18.71
14.27
11.53
9.51
5.15
8.66
Ubi
–
Ubian
0.62
2.31
1.45
1.22
0.83
0.77
0.41
0.69
Ikan
7.81
11.99
10.86
10.69
8.97
7.73
4.68
6.89
Daging
0.00
0.00
0.47
0.97
1.23
1.53
1.57
1.37
Telur dan Susu
1.80
1.31
2.37
2.89
2.92
3.31
3.19
3.08
Sayur-Sayuran
7.81
7.82
8.16
7.18
5.45
4.99
2.71
4.33
Kacang-Kacangan
0.16
0.91
0.90
0.80
0.78
0.74
0.46
0.61
Buah-Buahan
3.21
2.23
3.46
3.43
2.85
2.83
2.52
2.78
Minyak dan Lemak
4.51
3.39
3.37
3.13
2.23
1.99
1.12
1.80
Bahan Minuman
4.43
4.07
3.34
2.75
2.44
2.15
1.28
1.88
Bumbu-Bumbuan
0.79
1.02
1.20
1.22
0.82
0.78
0.47
0.70
98
Makanan dan Minuman
4.81
4.46
6.56
8.61
8.87
10.24
12.80
10.97
Minuman Alkohol
0.00
0.15
0.34
0.34
0.30
0.33
0.29
0.31
Tembakau dan Sirih
6.99
6.30
7.36
7.54
7.10
6.79
4.37
5.69
Total Makanan
0.00
70.54
70.21
69.5
65.9
57.19
54.45
41.53
50.44
B. Bukan Makanan
Perumahan
18.05
15.3
16.6
17.81
21.27
22.51
22.9
21.56
Aneka Barang & Jasa
8.22
8.2
8.1
9.24
11.47
11.73
15.44
13.11
Biaya Pendidikan
1.13
2.15
1.67
1.66
2.4
1.96
3.72
2.9
Biaya Kesehatan
0.84
2.02
1.69
1.6
1.85
2.63
3.04
2.54
Pakaian dan Alas Kaki
0.9
1.83
1.53
2.22
3.15
3.23
4.2
3.5
Barang Tahan Lama
0.08
0.05
0.22
0.49
0.98
1.29
3.92
2.46
Pajak dan Asuransi
0.21
0.17
0.4
0.49
0.86
0.98
2.1
1.45
Keperluan Pesta
0.03
0.08
0.28
0.59
0.82
1.21
3.16
2.04
Total Bukan Makanan
0.00
29.46
29.79
30.5
34.1
42.81
45.55
58.47
49.56
Rata-Rata Pengeluaran
99
Lampiran 3
Tabel 5.4 Persentase Kemiskinan Kabupaten/Kota
Kabupaten/Kota
Persentase Kemiskinan Kabupaten/Kota (Persen)
2010
2011
2012
2013
2014
Sulawesi Utara
9.59
8.46
7.63
8.50
8.26
Bolaang Mongondow
9.70
8.60
7.68
8.91
8.59
Minahasa
8.99
7.93
7.16
8.81
8.53
Kepulauan Sangihe
13.21
11.69
10.66
12.19
11.84
Kepulauan Talaud
11.37
10.05
9.06
10.27
9.92
Minahasa Selatan
10.74
9.48
8.61
10.08
9.85
Minahasa Utara
8.38
7.38
6.69
8.02
7.75
Bolaang Mongondow
Utara
10.23
8.98
8.01
9.61
9.27
Kepulauan Sitaro
11.79
10.38
9.48
11.36
11.03
Minahasa Tenggara
17.64
15.35
14.24
16.10
15.76
Bolaang Mongondow
Selatan
18.81
16.57
15.07
15.28
15
Bolaang Mongondow
Timur
7.81
6.93
6.20
6.92
6.61
Kota Manado
6.15
5.40
4.91
4.88
4.81
Bitung
9.52
8.46
7.45
6.45
6.34
Kota Tomohon
7.39
6.56
5.82
6.57
6.32
Kota Kotamobagu
7.57
6.64
5.85
5.98
5.75
100
Lampiran 4
Tabel 5.9 Jumlah TKI Menurut Kawasan/Negara Penempatan dan Jenis Kelamin 2013 dan 2015 (Sumber: BPS, 2016)
Kawasan/Negara
Penempatan
2013
2014
2015
Laki-Laki
Perempuan
Jumlah
Laki-Laki Perempuan
Jumlah
Laki-Laki
Perempuan
Jumlah
Asia Pasifik dan
Amerika
188,945
179,954
368,899
148,308
173,911
322,219
91,736
136,406
228,142
Malaysia
101,227
49,009
150,236
80,298
47,529
127,827
58,297
39,338
97,635
Singapura
9,509
25,146
34,655
4,271
27,409
31,680
574
20,321
20,895
Brunei
Darussalam
6,670
4,599
11,269
7,255
4,361
11,616
6,977
3,016
9,993
Hongkong
1,493
40,276
41,769
975
34,075
35,050
204
15,118
15,322
Taiwan
24,931
58,613
83,544
23,931
58,734
82,665
17,630
57,673
75,303
Korea Selatan
15,055
319
15,374
11,588
260
11,848
5,278
223
5,501
Jepang
2,898
144
3,042
2,272
156
2,428
289
179
468
Macau
31
279
310
32
162
194
7
28
35
Amerika Serikat
14,195
826
15,021
12,055
690
12,745
959
70
1,029
Lain-Lain
12,936
743
13,679
5,631
535
6,166
1,521
440
1,961
Timur Tengah
dan Afrika
35,673
95,677
131,350
32,445
68,531
100,976
14,765
29,177
43,942
Arab Saudi
21,725
23,669
45,394
23,305
21,020
44,325
12,113
10,887
23,000
UEA
4,325
40,180
44,505
2,387
15,575
17,962
570
7,049
7,619
Kuwait
707
1,827
2,534
382
1,332
1,714
49
161
210
Bahrain
253
5,131
5,384
188
5,284
5,472
160
2,410
2,570
Qatar
2,313
13,924
16,237
1,873
5,989
7,862
705
1,755
2,460
Oman
247
10,472
10,719
234
18,907
19,141
110
6,656
6,766
Yordania
94
170
264
31
205
236
2
101
103
Yaman
95
11
106
43
13
56
-
-
-
101
Lain-Lain
5,663
289
5,952
3,810
202
4,012
1,054
158
1,212
Eropa
10,552
1,367
11,919
5,490
1,187
6,677
2,464
1,188
3,652
Italia
3,538
208
3,746
1,214
81
1,295
1,427
89
1,516
Spanyol
1,370
47
1,417
860
29
889
247
21
268
Belanda
1,149
27
1,176
783
13
796
50
2
52
Inggris
397
65
462
227
30
257
18
6
24
Jerman
1,088
80
1,168
526
30
556
170
24
194
Lain-Lain
3,010
940
3,950
1,880
1,004
2,884
552
1,046
1,598
102
Lampiran 5
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Menurut Provinsi, 2012-2016
Provinsi
2012
2013
2014
2015
2016
105
Lampiran 6
Presentasi Penduduk Miskin Menurut Provinsi
Provinsi 2014 2015 2016
Semester 1 (Maret)
Semester 2 (September)
Semester 1 (Maret)
Semester 2 (September)
Semester 1 (Maret)
Semester 2 (September)
ACEH 18.05 16.98 17.08 17.11 16.73 16.43
SUMATERA UTARA 9.38 9.85 10.53 10.79 10.35 10.27
SUMATERA BARAT 7.41 6.89 7.31 6.71 7.09 7.14
RIAU 8.12 7.99 8.42 8.82 7.98 7.67
JAMBI 7.92 8.39 8.86 9.12 8.41 8.37
SUMATERA SELATAN
13.91 13.62 14.25 13.77 13.54 13.39
BENGKULU 17.48 17.09 17.88 17.16 17.32 17.03
LAMPUNG 14.28 14.21 14.35 13.53 14.29 13.86
KEP. BANGKA BELITUNG
5.36 4.97 5.4 4.83 5.22 5.04
KEP. RIAU 6.7 6.4 6.24 5.78 5.98 5.84
DKI JAKARTA 3.92 4.09 3.93 3.61 3.75 3.75
JAWA BARAT 9.44 9.18 9.53 9.57 8.95 8.77
JAWA TENGAH 14.46 13.58 13.58 13.32 13.27 13.19
DI YOGYAKARTA 15 14.55 14.91 13.16 13.34 13.1
JAWA TIMUR 12.42 12.28 12.34 12.28 12.05 11.85
BANTEN 5.35 5.51 5.9 5.75 5.42 5.36
BALI 4.53 4.76 4.74 5.25 4.25 4.15
NUSA TENGGARA BARAT
17.25 17.05 17.1 16.54 16.48 16.02
NUSA TENGGARA TIMUR
106
KALIMANTAN BARAT
8.54 8.07 8.03 8.44 7.87 8
KALIMANTAN TENGAH
6.03 6.07 5.94 5.91 5.66 5.36
KALIMANTAN SELATAN
4.68 4.81 4.99 4.72 4.85 4.52
KALIMANTAN TIMUR
6.42 6.31 6.23 6.1 6.11 6
KALIMANTAN UTARA
- - 6.24 6.32 6.23 6.99
SULAWESI UTARA 8.75 8.26 8.65 8.98 8.34 8.2
SULAWESI TENGAH 13.93 13.61 14.66 14.07 14.45 14.09
SULAWESI SELATAN
10.28 9.54 9.39 10.12 9.4 9.24
SULAWESI TENGGARA
14.05 12.77 12.9 13.74 12.88 12.77
GORONTALO 17.44 17.41 18.32 18.16 17.72 17.63
SULAWESI BARAT 12.27 12.05 12.4 11.9 11.74 11.19
MALUKU 19.13 18.44 19.51 19.36 19.18 19.26
MALUKU UTARA 7.3 7.41 6.84 6.22 6.33 6.41
PAPUA BARAT 27.13 26.26 25.82 25.73 25.43 24.88
PAPUA 30.05 27.8 28.17 28.4 28.54 28.4
INDONESIA 11.25 10.96 11.22 11.13 10.86 10.7
107
Lampiran 7
Korban
TraffickingMenurut Provinsi (Maret 2005-Desember 2009), Sumber: IOM, 2010
Provinsi
Total
Presentase (%)
Jawa Barat
831
22.42%
Kalimantan Barat
722
19.53%
Jawa Timur
475
12.36%
Jawa Tengah
422
11.42%
Sumatra Utara
254
6.87%
Nusa Tenggara Barat
236
6.39%
Lampung
189
5.11%
Nusa Tenggara Timur
163
4.41%
Banten
77
2.08%
Sumatra Selatan
72
1.95%
Sulawesi Selatan
60
1.62%
DKI Jakarta
57
1.54%
Aceh
27
0.73%
D.I Jogjakarta
18
0.49%
Sulawesi Tengah
15
0.41%
Jambi
14
0.38%
Sulawesi Barat
12
0.32%
Sulawesi Tenggara
12
0.32%
Kepulauan Riau
11
0.30%
Sumatra Barat
8
0.22%
Riau
8
0.22%
Sulawesi Utara
7
0.19%
Kalimantan Selatan
5
0.14%
Maluku
5
0.14%
Bengkulu
5
0.14%
Kalimantan Timur
2
0.05%
Gorontalo
2
0.05%
Bali
1
0.03%
Kalimantan Tengah
1
0.03%
Papua
1
0.03%
Kepulauan Bangka Belitung
1
0.03%
Tidak ada data
1
0.03%
108
Lampiran 8 Tabel Kumpulan Berita
Waktu
Cara
Rekruitment
Tindakan
Selanjutnya
Pelaku
Korban
Daerah
Asal
Daerah
Tujuan
Sumber Berita
19 Maret
2016
Bekerja
di
sebuah
cafédengan
gaji
yang tinggi
Digagalkan
oleh
Tim
Barracuda
di
pelabuhan
Bitung
2 tersangka Lima wanita Minahasa
Papua
www.manado.trib
unnews.com/2016
/03/19/trafficking
-di-sulut-
meresahkan-tim-
barracuda-
manguni-endus-jaringan-besar
Digagalkan
oleh
Tim
Manguni
Polda Sulut
Lima wanita Tondano,
Minahasa
109
19
Oktober
2016
Digagalkan
oleh
kepolisian
Resort
Bitung
2 mucikari,
1 orang pria
masih
belum
diketahui
perannya
sebagai
apa, dan 3
orang pria
sebagai
yang
membantu
mengangka
t barang
Tujuh
wanita
Bitung
Sorong
www.manado.trib
unnews.com/2016
/10/19/video-
8perempuan-di-
110
16 Maret
2016
Menawarkan
untuk bekerja
di
sebuah
café
di
Maluku Utara
Digagalkan
oleh polisi
di
Pelabuhan
Manado
1 terdakwa
Tiga wanita
Maluku
Utara
www.manado.trib
unnews.com/2016
/10/18/nuzrin-
divonis-hakim-3-
tahun-penjara-
atas-kasus-trafficking
Dicekoki
munuman bir
kemudian
dibujuk
melayani
beberapa pria
dengan
iming-iming
uang
Dilaporkan
oleh
keluarga
salah
satu
korban
ke
polisi terkait
dugaan
trafficking.
1
tersanngka
Dua Gadis
ABG
Minahasa
Minahasa
www.manado.trib
unnews.com/2016
/05/19/dua-gadis-
111
18
Juli
2016
Diberikan
uang sebesar
Rp. 500.000,-
dan
dipekerjakan
sebagai ladies
atau
wanita
penghibur di
suatu cafe
Ditangkap
di bandara
Sam
Ratulangi,
Manado
1
mami
(pembujuk)
dan
1
tersangka
oknum
polisi
5 gadis
Manado
dan
Minahasa
Sulawesi
Tenggara
www.mediasulut.
co/detailpost/okn
um-polisi-sulut-
diduga-back-up-trafficking
30
Juli
2016
Dijadikan
pekerja café
Digagalkan
oleh
Tim
Khsusus
Maleo
Pelres
Bolmong
ketika
terdapat
laporan
mengenai
adanya
dugaan
trafficking3 laki-laki
sindikat
pelaku
trafficking
3 gadis
Bolaangm
112
2 Agustus
2016
Dijanjikan
mendapatkan
pekerjaan
dengan
gaji
yang tinggi
Digagalkan
saat
akan
melakukan
pelayaran
3
pelaku,
Mami,
pemilik
café,
dan
perekrut.
6 wanita
Manado
dan
Bitung
Sulawesi
Tenggara
www.manadoonli
ne.com/tim-
manguni-
bongkar-kasus-
human-
trafficking-6-
keke-sulut-
hampir-jadi-korban/
14
Oktober
2015
Dijanjikan
pekerjaan
dengan
gaji
yang tinggi
Digagalkan
oleh
tim
Barracuda
Polda Sulut
Korban
siswa
sekolah
(tidak
disebutkan
berapa
korban)
1 tersangka
(germo)
Manado
Manado
www.manado.trib
unnews.com2015/
10/14/barracuda-
berantas-kasus-trafficking
113
Puluhan
wanita
1 tersangka
(germo)
Berbagai
daerah di
Sulawesi
Utara
114
www.bpkp.go.id
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 14 TAHUN 2009
TENTANG
PENGESAHAN PROTOCOL TO PREVENT, SUPPRESS AND PUNISH
TRAFFICKING IN PERSONS, ESPECIALLY WOMEN AND CHILDREN, SUPPLEMENTING THE UNITED NATIONS CONVENTION AGAINSTTRANSNATIONAL ORGANIZED CRIME
(PROTOKOL UNTUK MENCEGAH, MENINDAK, DAN MENGHUKUM
PERDAGANGAN ORANG, TERUTAMA PEREMPUAN DAN
ANAK-ANAK, MELENGKAPI KONVENSI PERSERIKATAN
BANGSA-BANGSA MENENTANG TINDAK PIDANA
TRANSNASIONAL YANG TERORGANISASI)
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a. bahwa setiap orang sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa memiliki hak-hak asasi
sesuai dengan kemuliaan harkat dan martabatnya yang dilindungi oleh undang-
undang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;
b. bahwa Protokol untuk Mencegah, Menindak, dan Menghukum Perdagangan Orang,
Terutama Perempuan dan Anak-Anak merupakan salah satu bagian yang tidak
terpisahkan dari Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Tindak Pidana
Transnasional yang Terorganisasi, sehingga pencegahan dan pemberantasan tindak
pidana perdagangan orang serta perlindungan dan rehabilitasi korban perlu dilakukan
baik pada tingkat nasional, regional maupun internasional;
c. bahwa penandatanganan Protokol untuk Mencegah, Menindak, dan Menghukum
Perdagangan Orang, Terutama Perempuan dan Anak-Anak oleh Pemerintah Republik
Indonesia merupakan pencerminan keikutsertaan bangsa Indonesia dalam
melaksanakan ketertiban dunia;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan
huruf c, perlu membentuk Undang-Undang tentang Pengesahan P rotocol to Prevent,
Suppress and Punish Trafficking in Persons, Especially Women and Children, Supplementingthe United Nations Convention against Transnational Organized Crime(Protokol untuk Mencegah, Menindak, dan Menghukum Perdagangan Orang,
Terutama Perempuan dan Anak-Anak, Melengkapi Konvensi Perserikatan Bangsa-
Bangsa Menentang Tindak Pidana Transnasional yang Terorganisasi);
115
1 Pasal 5 ayat (1), Pasal 11, Pasal 20, dan Pasal 28B ayat (2) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 156, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3882);
3
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 185, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4012);
4
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindunga n Anak (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4235);
5 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 58,
116
6
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2009 tentang Pengesahan
United Nations Convention Against Transnational Organized Crime(Konvensi Perserikatan
Bangsa-Bangsa Menentang Tindak Pidana Transnasional yang Terorganisasi)
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 5, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4960);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
UNDANG-UNDANG TENTANG PENGESAHAN
PROTOCOL TO PREVENT, SUPPRESS AND PUNISH TRAFFICKING IN PERSONS, ESPECIALLY WOMEN AND CHILDREN, SUPPLEMENTING THE UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST TRANSNATIONAL ORGANIZED CRIME(PROTOKOL UNTUK MENCEGAH,
MENINDAK, DAN MENGHUKUM PERDAGANGAN ORANG, TERUTAMA
PEREMPUAN DAN ANAK-ANAK, MELENGKAPI KONVENSI PERSERIKATAN
BANGSA-BANGSA MENENTANG TINDAK PIDANA TRANSNASIONAL YANG
TERORGANISASI).
Pasal 1
(1) Mengesahkan
Protocol to Prevent, Suppress a nd Punish Trafficking in Persons, Especially Women and Children, Supplementing the United Nations Convention against Transnational Organized Crime(Protokol untuk Mencegah, Menindak, dan
Menghukum Perdagangan Orang, Terutama Perempuan dan Anak-Anak, Melengkapi
Konvensi Perserikatan Ba ngsa-Bangsa Menentang Tindak Pidana Transnasional yang
Terorganisasi) dengan Declaration (Pernyataan) terhadap Pasal 5 ayat (2) huruf c dan
Reservation (Pensyaratan) terhadap Pasal 15 ayat (2).(2) Salinan naskah asli
Protocol to Prevent, Suppress and Punish Trafficking in Persons,Especially Women and Children, Supplementing the United Nations Convention against Transnational Organized Crime
(Protokol untuk Mencegah, Menindak, dan
Menghukum Perdagangan Orang, Terutama Perempuan dan Anak-Anak, Melengkapi
Konve nsi Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Tindak Pidana Transnasional yang
Terorganisasi) dengan
Declaration(Pernyataan) dan
Reservation(Pensyaratan)
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bahasa Inggris dan terjemahannya dalam
bahasa Indonesia sebagaimana terlampir merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari Undang-Undang ini.
117
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 5 Maret 2009
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
118
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 5 Maret 2009
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
ANDI MATTALATTA
119
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 14 TAHUN 2009
TENTANG
PENGESAHAN PROTOCOL TO PREVENT, SUPPRESS AND PUNISH
TRAFFICKING IN PERSONS, ESPECIALLY WOMEN AND CHILDREN, SUPPLEMENTING THE UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST
TRANSNATIONAL ORGANIZED CRIME
(PROTOKOL UNTUK MENCEGAH, MENINDAK, DAN MENGHUKUM
PERDAGANGAN ORANG, TERUTAMA PEREMPUAN DAN
ANAK-ANAK, MELENGKAPI KONVENSI PERSERIKATAN
BANGSA-BANGSA MENENTANG TINDAK PIDANA
TRANSNASIONAL YANG TERORGANISASI)
I. UMUM
Indonesia, sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, dan salah satu negara dengan
jumlah penduduk terbanyak di dunia, sangat rentan terhadap berbagai bentuk
perdagangan orang. Perdagangan orang adalah bentuk modern dari perbudakan
manusia dan merupakan salah satu bentuk perlakuan terburuk dari pelanggaran harkat
dan martabat manusia. Berdasarkan bukti empiris, perempuan dan anak-anak adalah
kelompok yang paling banyak menjadi korban tindak pidana perdagangan orang.
Indonesia, sebagai negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa, turut
menandatangani instrumen hukum internasional yang secara khusus mengatur upaya
pencegahan dan pemberantasan tindak pidana transnasional, yakni United Nations
Convention Against Transnational Organized Crime(Konvensi Perserikatan Bangsa-
Bangsa Menentang Tindak Pidana Transnasional yang Terorganisasi) pada tanggal 15
Desember 2000 di Palermo, Italia beserta dua protokolnya,
P rotocol to Prevent,
Suppress and Punish Trafficking in Persons, Especially Women and Children (Protokol
untuk Mencegah, Menindak, dan Menghukum Perdagangan Orang, Terutama
Perempuan dan Anak-Anak) dan Protocol against the Smuggling of Migrants by
Land, Sea and Air, Supplementing the United Nations Convention against Transnational Organized Crime (Protokol Menentang Penyelundupan Migran melaluiDarat, Laut, dan Udara, Melengkapi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang
Tindak Pidana Transnasional yang Terorganisasi) sebagai perwujudan komitmen
Indonesia dalam mencegah dan memberantas tindak pidana transnasional yang
terorganisasi, termasuk tindak pidana penyelundupan migran.
120
terhadap ketentuan Pasal 15 ayat (2) Protokol.
Declaration(Pernyataan)
terhadap ketentuan Pasal 5 ayat (2) huruf c yang dilakukan Indonesia terkait dengan
penggunaan kata
”
organizing”
dengan pertimbangan bahwa pelaksanaan
ketentuan tersebut akan disesuaikan dengan ketentuan hukum pidana nasional
dengan memperhatikan prinsip-prinsip kedaulatan dan keutuhan wilayah suatu
negara.
121
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Apabila terjadi perbedaan tafsiran terhadap terjemahannya dalam bahasa Indonesia,
yang berlaku adalah naskah asli Protokol dalam bahasa Inggris.
Pasal 2
Cukup jelas.
LAMPIRAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 14 TAHUN 2009
TENTANG
PENGESAHAN PROTOCOL TO PREVENT, SUPPRESS AND PUNISH
TRAFFICKING IN PERSONS, ESPECIALLY WOMEN AND CHILDREN, SUPPLEMENTING THE UNITED NATIONS CONVENTION AGAINSTTRANSNATIONAL ORGANIZED CRIME
(PROTOKOL UNTUK MENCEGAH, MENINDAK, DAN MENGHUKUM
DEKLARASI TERHADAP PASAL 5 AYAT (2) HURUF C DAN PENSYARATAN
TERHADAP PASAL 15 AYAT (2) PROTOKOL UNTUK MENCEGAH, MENINDAK,
DAN MENGHUKUM PERDAGANGAN ORANG, TERUTAMA PEREMPUAN DAN
ANAK-ANAK, MELENGKAPI KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA
MENENTANG TINDAK PIDANA TRANSNASIONAL YANG TERORGANISASI
Pernyataan:
Pemerintah Republik Indonesia menyatakan bahwa ketentuan Pasal 5 ayat (2) huruf c
Protokol akan dilaksanakan dengan memenuhi prinsip-prinsip kedaulatan dan keutuhan
wilayah suatu negara.
Pensyaratan:
Pemerintah Republik Indonesia menyatakan tidak terikat ketentuan Pasal 15 ayat (2)
Protokol dan berpendirian bahwa apabila terjadi perselisihan akibat perbedaan penafsiran
dan penerapan isi Protokol, yang tidak terselesaikan melalui jalur sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) Pasal tersebut, dapat menunjuk Mahkamah Internasional hanya berdasarkan
kesepakatan para Pihak yang berselisih.
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
PROTOKOL UNTUK MENCEGAH, MENINDAK DAN MENGHUKUM
PERDAGANGAN ORANG, TERUTAMA PEREMPUAN DAN ANAK-ANAK,
MELENGKAPI KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA MENENTANG
TINDAK PIDANA TRANSNASIONAL TERORGANISASI
Pembukaan
Negara-Negara Pihak pada P rotokol ini,
Menyatakan
bahwa tindakan yang efektif untuk mencegah dan menindak perdagangan
orang, terutama perempuan dan anak-anak, membutuhkan pendekatan
internasional yang komprehensif di negara- negara asal, tr ansit dan tujuan yang
mencakup tindakan- tindakan untuk mencegah perdagangan tersebul, untuk
menghukum para pedagang dan untuk melindungi korban-korban perdagangan
tersebut, termasuk dengan melindungi hak- hak asasi mereka yang diakui secara
internasional
,Mempertimba ngka n
fakta bahwa, meskipun keberadaaan berbagai instrumen
internasional yang memuat aturan-aturan dan tindakan-tindakan praktis untuk menindak
eksploitasi orang, terutama perempuan dan anak-anak, tidak ada satu pun instrumen
universal yang menga tur semua aspek-aspek perdagangan orang,
Prihatin bahwa, ketiadaan instrumen tersebut, orang-orang yang rentan diperdagangkan
tidak akan cukup terlindungi,
Menginga t resolusi Majelis Umum 53/111 tanggal 9 Desember 1998, dimana
Majelis memutuskan untuk memb entuk suatu komite antar-pemerintah sementara
yang terbuka dengan tujuan untuk menyusun suatu konvensi internasional yang
komprehensif menentang tindak pidana transnasionai terorganisasi dan untuk.
membahas penyusunan, antara lain, sebuah instrumen interna sional yang mengatur
perdagangan perempuan dan anak-anak,
Yakin
bahwa melengkapi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Tindak
Pidana Transnasiona l Terorganisasi dengan sebuah instrumen internasional untuk
mencegah, menindak dan menghukum perdaganga n orang, terutama perempuan dan
anak-anak, akan bermanfaat dalam mencegah dan memberantas tindak pidana tersebut,
I. Ketentuan Umum
Pasal 1
Hubungan dengan Konvensi PBB
Menentang Tindak Pidana Transnasionai Terorganisasi
1
Protokol ini melengkapi Konvensi Perserikatan Bangsa- Bangsa Menentang
Tindak Pidana Transnasiona l Terorganisasi. Protokol ini wajib ditafsirkan
sejalan dengan Konvensi.
2 Ketentuan-ketentuan Konvensi wajib berlaku, diberlakukan sama. terhadap
Protokol ini kecuali dinyatakan lain di dalamnya.
3
Tindak pidana yang ditetapkan dalam Pasal 5 Protokol wajib dianggap sebagai
tindak pidana yang ditetapkan dalam Konvensi.
Pasal 2
Pernyataan Tujuan
Tujuan dari Protokol ini adalah;
(a)
Untuk mencegah dan memberantas perdagangan orang, dengan memberikan
perhatian khusus kepada perempuan dan anak-anak;
(b) Untuk melindungi dan membantu korban-korban perdagangan tersebut, dengan
menghormati sepenuhnya hak-hak asasi mereka; dan
(c)
Untuk mendorong kerja sama antar Negara-Negara Pihak untuk memenuhi tujuan-
tujuan tersebut.
Pasal 3
Penggunaan Istilah
Untuk maksud Protokol ini:
(a) "Perdagangan orang" berarti perekrutan, pengangkutan, pengiriman,
penampungan, atau penerimaan orang-orang, dengan ancaman atau penggunaan
kekerasan atau bentuk lain dari paksaan, penculikan, penipuan, penyesatan,
penyalahgunaan kekuasaan atau keadaan rentan atau pemberian atau penerimaan
pembayaran atau keuntungan untuk mendapatkan persetujuan dari seseorang
yang. memiliki kekuasaan atas orang lain, untuk tujuan eksploitasi,
Eksploitasi meliputi, sekurang-kurangnya, eksploitasi dalam pelacuran seseorang
atau bentuk eksploitasi seksual lainnya, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau
praktek-praktek serupa dengan perbudakan, penghambaan atau penga mbilan
organ-organ.
sebagaimana disebutkan dalam ayat (a) pasal ini menjadi t idak rele va n
apabila cara- cara yang disebutkan dalam ayat (a) telah digunakan.
(c) Perekrutan, pengangkutan, pengiriman, penampungan, atau penerimaan
seorang anak dengan tujuan mengeksploitasi wajib dianggap sebagai
"perdagangan orang" meskipun tidak menggunakan cara-cara yang disebutkan
dalam ayat (a) pasal ini;
(d) "Anak" berarti setiap orang yang berusia di bawah delapan belas tahun.
Pasal 4
Ruang Lingkup Keberlakuan
Protokol ini wajib berlaku, kecuali dinyatakan lain di dalamnya, untuk pencegahan,
penyelidikan dan penuntutan atas tindak pidana sebagaimana ditetapkan dalam
pasal 5 Protokol ini, dimana tindak pidana tersebut bersifat transnasional dan
melibatkan suatu kelompok penjahat terorganisasi, dan juga untuk perlindungan hak-
hak orang-orang yang menjadi objek tindak pidana tersebut.
Pasal 5
Kriminilisasi
1.
Setiap Negara Pihak wajib mengambil tindakan legislatif dan tindakan
lainnya yang diperlukan untuk menetapkannya sebagai tindak pidana yang
diatur dalam pasal 3 Protokol ini, apabila dilakukan secara sengaja.
2.
Setiap Negara Pihak wajib mengambil tindakan legislatif atau tindakan
lainnya yang diperlukan untuk menjadikannya suatu tindak pidana:
(a)
Tunduk pada konsep-konsep dasar sistem hukumnya, me ncoba untuk
melakukan suatu tindak pidana yang ditetapkan pada ayat 1 pasal ini;
(b) Berpartisipasi sebagai kaki tangan melakukan suatu tindak pidana yang
ditetapkan pada ayat 1 pasal ini;
(c) Mengorganisasi atau mengarahkan orang lain untuk melakukan suatu tindak
pidana yang ditetapkan pada ayat 1 pasal ini.
II. Perlindungan bagi Korban- Korban Perdagangan Orang
Pasal 6
Bantuan dan Perlindungan bagi Korban Perdagangan Orang
hukum nasionalnya, setiap Negara Pihak wajib melindungi kerahasiaan dan
identitas korban perdagangan orang, termasuk, antara lain, dengan merahasiakan
proses persidangan yang berhubungan dengan perdagangan te rsebut.
2
Setiap Negara Pihak wajib memastikan bahwa sistem hukum atau administrasi
nasionalnya memuat tindakan- tindakan yang memberikan korban perdagangan
orang,dalam kasus-kasus yang tepat:
(a) Informasi tentang proses peradilan dan administratif yang relevan;
(b) Bantuan untuk memungkinkan pendapat dan keprihatinan mereka
disampaikan dan dipertimbangkan di tahapan yang tepat dalam proses
persidangan pidana melawan pelanggar, dengan cara yang tidak merugikan
hak-hak pembelaan.
3
Setiap Negara Pihak wajib mempertimbangkan untuk melaksanakan tindakan-
tindakan bagi penyediaan pemulihan fisik, psikologis dan sosial bagi korban-
korban perdagangan orang, terrnasuk, dalam kasus -kasus yang tepat, bekerja
sama dengan organisasi- organisasi non-pemerintah, organisasi-organisasi
relevan lainnya dan elemen-elemen masyarakat sipil lainnya, dan, khususnya,
ketentuan mengenai;
(a) Perumahan yang layak;
(b) Bimbingan dan informasi, khususnya lerkait dengan hak-hak hukum mereka,
dalam bahasa yang dapat dimengerti oleh korban-korban perdagangan orang;
(c) Bantuan kesehatan, psikologis dan materi; dan
(d) Kesempatan-kesempatan kerja, pendidikan dan pelatihan.
4
Setiap Negara Pihak wajib memperhatikan, dalam menerapkan ketentuan-
ketentuan dalam pasal ini, umur, jenis kelamin dan kebutuhan- kebutuhan
khusus korban-korban perdagangan orang, terutama kebutuhan-kebutuhan
khusus anak-anak, termasuk perumahan, pendidikan dan perawatan yang layak.
5
Setiap Negara Pihak wajib berupaya untuk menyediakan keamanan fisik bagi
korban-korban perdagangan ketika mereka berada di dalam wilayahnya.
6
Setiap Negara Pihak wajib memastikan bahwa sistem hukum nasionalnya
memuat
tindakan- tindakan yang menawarkan kepada korban-korban
perdagangan orangkemungkinan untuk memperoleh kompensasi atas kerugian
yang dideritanya,
Pasal 7
Status Korban Perdagangan Orang di Negara-Negara Penerima
1 Sebagai tambahan pengambilan tindakan- tindakan scsuai dengan pasal 6
mengizinkan korban-korban perdagangan orang untuk tetap berada di wilayahnya,
untuk sementara waktu atau secara tetap, dalam kasus-kasus yang tepat.
2 Dalam melaksanakan ketentuan dalam ayat 1 pasal ini, setiap Negara Pihak
wajib memberikan pertimbangan yang tepat mengenai faktor- faktor
kemanusiaan dan rasa belas kasihan.
Pasal 8
Pcmulangan Korban Perdagangan Orang
1
Negara Pihak dimana korban perdagangan orang adalah warga negara atau di mana
orang tersebut mempunyai hak tinggal menetap pada saat memasuki wilayah
Negara Pihak penerima wajib membantu dan menerima, dengan memperhatikan
keselamatan orang tersebut, pemulangan orang tersebut tanpa penundaan yang tidak
semestinya atau tidak beralasan.
2
Ketika suatu Negara Pihak memulangkan korban perdagangan orang kepada
Negara Pihak dimana orang tersebul merupakan warga negaranya atau dimana ia
memiliki, pada saat masuk wilayah Negara Pihak penerima. hak tinggal menetap,
pemulangan tersebut wajib memperhatikan keamanan orang tersebut dan status
dari proses hukum apapun yang berhubungan dengan fakta bahwa orang
tersebut adalah korban dari perdagangan dan diutamakan dilakukan secara
sukarela.
3
Atas permintaan Negara Pihak penerima, suatu Negara Pihak yang diminta wajib,
tanpa penundaan yang tidak semestinya atau tidak beralasan, memastikan apakah
orang yang menjadi korban perdagangan orang adalah warga negaranya atau
memiliki hak tinggal menetap di wilayahnya pada saat masuk ke dalam wilayah
Negara Pihak penerima.
4
Untuk memudahkan pemulangan korban perdagangan orang yang tidak
memiliki dokumen yang layak, Negara Pihak dimana orang tersebut adalah warga
negaranya atau dimana ia memiliki hak tinggal menetap pada saat masuk ke dalam
wilayah Negara Pihak Penerima wajib menyetujui untuk menerbitkan, atas
permintaan Negara Pihak penerima,dokumen- dokumen perjalanan tersebut atau
otorisasi yang lain yang dianggap perlu untuk memungkinkan orang tersebut
pergi dan masuk kembali ke wilayahnya.
5
Pasal ini tidak dapat merugikan hak- hak yang diberikan kepada korban-
korban perdagangan orang oleh hukum nasional Negara Pihak penerima.
6 Pasal ini tidak dapat merugikan perjanjian bilateral atau multilateral yang
berlaku atau perjanjian atau pengaturan yang mengatur, secara menyeluruh
atau sebagian, pemulangan korban-korban perdagangan orang.
III. Pencegaha n, Kerjasama dan Tindakan- Tindakan Lainnya
Pasal 9
(a)
Untuk mencegab dan memberantas perd agangan orang; dan.
(b)
Untuk melindungi korban- korban perdagangan orang,
terutama
1
Negara-Negara Pihak wajib membuat kebijakan-kebijakan, program-program dan
tindakan-tindakan komprehensif lainnya:
perempuan dan anak-anak, agar tidak dijadikan korban lagi.
2
Negara-Negara Pihak wajib berupaya mengambil tindakan- tindakan seperti
penelitian, sosialisasi informasi dan kampanye media massa dan
inisiatif-inisiatif sosial dan ekonomi untuk mencegah dan memberantas perdagangan
orang,
3
Kebijakan-kebijakan, program-program dan tindakan-tindakan lainnya yang dibuat
sesuai dengan pasal ini wajib, sepatutnya, termasuk keijasama dengan
organisasi-organisasi non-pemerintah, organisasi-organisasi relevan lainnya dan
elemen-elemen masyarakat sipil lainnya.
4 Negara-Negara Pihak wajib mengambil atau memperkuat tindakan- tindakan,
termasuk melalui kerjasama bilateral atau multilateral, untuk mengurangi
faktor- faktor yang membuat orang-orang, terutama perempuan dan anak-anak,
reman terhadap perdagangan, seperti kemiskinan, keterbelakangan dan kurangnya
kesempatan yang setara.
5 Negara-Negara Pihak wajib mengambil atau memperkuat tindakan-tindakan
legislatif atau tindakan- tindakan lainnya, seperti pendidikan, tindakan- tindakan
sosial atau kebudayaan, termasuk melalui kerjasama bilateral dan multilateral,
untuk mengurangi permintaan yang memicu segala bentuk eksploitasi orang,
termasuk perempuan dan anak-anak, yang mengarah ke perdagangan.
Pasal 10
Periukaran Informasi dan Pelatihan
1
Penegak hukum, imigrasi atau pihak-pihak berwenang lainnya di Negara-Negara
Pihak wajib, sepatutnya, bekerjasama antara satu dengan yang lainnya me lalui
pertukaran informasi, sesuai dengan hukum nasionalnya, untuk memungkinkan
mereka menentukan:
(a)
Apakah individu- individu yang melintasi atau mencoba melintasi suatu
perbatasan internasional dengan dokumen- dokumen perjalanan milik
orang lain atau tanpa dokumen-dokumen perjalanan merupakan pelaku-
pelaku atau korban perdagangan orang;
(b) Jenis-jenis dokumen perjalanan yang pernah digunakan atau yang dicoba
digunakan oleh individu- individu untuk melintasi suatu perbatasan
internasional untuk tujuan perdagangan orang; dan
2
Negara-Negara Pihak wajib menyediakan atau memperkuat pelatihan untuk
penegak hukum, imigrasi atau pejabat-pejabat berwenang lainnya dalam
pencegahan perdagangan orang. Pelatihan ini wajib difokuskan pada metode-
metode yang digunakan untuk mencegah perdagangan tersebut, pemidanaan
para pedagang dan melindungi hak- hak korban-korban, termasuk melindungi
korban-korban dari para pedagang. Pelatihan ini juga wajib memperhatikan perlunya
mempertimbangkan isu- isu hak asasi manusia dan isu- isu anak dan jenis kelamin
yang sensitif dan wajib mendorong kerjasama dengan organisasi- organisasi
non-pemerintah, organisasi-organisasi relevan lainnya dan elemen- elemen masyarakat
sipil lainnya.
3
Suatu Negara Pihak yang menerima informasi wajib memenuhi setiap
permintaan dari Negara Pihak yang memberikan informasi yang menetapkan
pembatasan penggunaannya.
Pasal 11
Tindakan di Perbatasan
1
Tanpa mengenyampingkan komitmen-komitmen internasional mengenai kebebasan
bergerak orang, Negara-Negara Pihak wajib memperkuat, sejauh mungkin.
pengawasan-pengawasan di perbatasan yang diperlukan untuk mencegah dan
mendeteksi perdagangan orang.
2
Masing- masing Negara Pihak wajib mengambil tindakan-tindakan legislatif atau
tindakan yang layak lainnya untuk mencegah, sejauh mungkin, moda
transportasi yang dioperasikan oleh angkutan komersial digunakan untuk
pelaksanaan tindak pidana berdasarkan pasal 5 Protokol ini,
3 Bila diperlukan, dan tanpa mengenyampingkan konvensi-konvensi
internasional yang berlaku, tindakan-tindakan tersebut hams termasuk
menetapkan kewajiban pengangkut komersial, termasuk perusahaan transportasi
atau pemilik atau operator moda transportasi, untuk memastikan bahwa semua
penumpang memiliki dokumen-dokumen perjalanan yang diperlukan untuk
masuk ke Negara penerima.
13
0
5
Masing- masing Negara Pihak wajib mempertimbangkan untuk mengambil
tindakan yang mengijinkan, sesuai dengan hukum nasionalnya, penolakan
masuk, atau pencabutan visa orang-orang yang terlibat dalam pelaksanaan tindak
pidana sebagaimana yang ditetapkan dalam Protokol ini.
6
Tanpa mengenyampingkan pasal 27 Konvensi, Negara-Negara Pihak
wajib mempererat kerjasama di antara instansi- instansi pengawas perbatasan
melalui, antara lain, menetapkan dan memelihara saluran-saluran komunikasi la
ngsung.
Pasal
12
Keamanan dan Pengawasan
Dokumen
Setiap Negara Pihak wajib mengambil tindakan- tindakan yang diperlukan,
melalui cara-cara yang tersedia:
(a) Untuk memastikan bahwa dokumen-dokumen perjalanan atau identitas
yang
diterbitkannya memiliki kualitas yang tidak dapat dengan mudah
disalahgunakan dan tidak dapat dengan cepat dipalsukan atau diubah,
digandakan atau diterbitkan secara melawan hukum; dan
(b)
Untuk menjamin keutuhan dan keamanan dokumen-dokumen perjalanan
atau identitas yang diterbitkan oleh atau atas nama Negara Pihak dan
untuk mencegah pembuatan, penertiban dan penggunaannya yang melawan
hukum.
Pasal
13
Keabsahan dan Keberlakuan
Dokumen
13
1
IV. Final
Provisions
Pasal
14
Klaus ul
Pengecualian
1
Tidak satu pun dalam Protokol ini yang mcmengaruhi hak- hak, kewajiban-
kewajiban dan tanggung jawab Negara-Negara dan individu- individu
berdasarkan hukum internasional, termasuk hukum humaniter internasional dan
hukum hak- hak asasi manusia internasional dan, khususnya, apabila
dimungkinkan, Konvens i 1951 dan Protokol 1967 tentang Status Pengungsi dan
prinsip pengusiran sebagaimana tercantum di dalamnya.
2
Tindakan- tindakan yang ditetapkan dalam Protokol ini wajib
diinterpretasikan dan diaplikasikan melalui cara yang tidak diskriminatif
terhadap
orang-orang sebagai korban-korban perdagangan orang. Interpretasi dan aplikasi
tindakan- tindakan tersebut wajib konsisten dengan prinsip-prinsip non-
diskriminasi yang diakui.
Pasal
15
Penyelesaian
Sengketa
1
Negara-Negara Pihak wajib menyelesaikan sengketa mengenai penafsiran
atau pelaksanaan Protokol ini melalui negosiasi.
2 Setiap sengketa antara dua atau lebih Negara Pihak mengenai penafsiran
atau pelaksanaan Protokol ini yang tidak dapat diselesaikan melalui negosiasi
dalam waktu yang pantas wajib, atas permintaan salah satu Negara-Negara
Pihak, diselesaikan melalui arbitrasi. Apabila, ena m bulan setelah tanggal
permintaan aribtrasi, Negara-Negara Pihak tidak dapat menyepakati organisasi
arbitrasi, salah satu Negara Pihak dapat melimpahkan sengketa kepada
Mahkamah Internasional melalui permintaan sesuai dengan Statuta
Mahkamah.
13
2
bahwa ia tidak mengikatkan dirinya pada ayat 2 pasal ini, Negara-Negara
Pihak lainnya tidak akan terikat pada ayat 2 pasal ini terhadap setiap Negara
Pihak yang membuat pensyaratan semacam itu.
4 Setiap Negara Pihak yang membuat pensyaratan sesuai dengan ayat 3 pasal
ini dapat setiap saat mcnarik pensyaratannya melalui pemberitahuan
kepada Sekretaris Jenderal Perserikalan Bangsa- Bangsa.
Pasal
16
Penandatanganan, Raiifikasi, Penerimaan, Penyetujuan dan
Aksesi
1
Protokol ini terbuka bagi semua Negara untuk penandatanganan sejak tanggal
12 hingga 15 Desember 2000 di Palermo, Italia, dan selanjutnya di Markas
Besar Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York hingga tanggal 12 Desember
2002.
2 Protokol ini terbuka untuk pena ndatanganan oleh organisasi-organisasi
integrasi ekonomi regional apabila setidaknya salah satu Negara anggota
organisasi tersebut telah menandatangani Protokol ini sesuai dengan ayat 1
pasal ini.
3 Protokol berlaku dengan adanya ratifikasi, penerimaan atau
persetujuan. Instrumen ratifikasi, penerimaan atau persetujuan wajib
disimpan kepada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa. Suatu
organisasi integrasi ekonomi regional dapat menyimpan instrumen ratifikasi,
penerimaan atau persetujuan bila sekurang-kurangnya satu dari Negara
anggotanya telah melakukan hal yang sama, Dalam instrumen ratifikasi,
penerimaan atau persetujuan, organisasi tersebut wajib menyatakan ruang
lingkup kompetensinya terhadap hal- hal yang diatur oleh Protokol ini.
Organisasi dimaksud juga wajib memberitahukan mengenai penyimpanan
perubahan terkait lainnya sesuai dengan kompetensinya.
13
3
Pasal
17
Pemberlak
uan
1
Protokol.ini mulai berlaku pada hari kesembilan puluh setelah tanggal
penyimpanan instrumen ratifikasi, penerimaan, persetujuan atau aksesi
keempat puluh, kecuali bahwaia tidak berlaku sebelum berlakunya
Konvensi. Untuk tuj uan ayat ini, setiap instrumen yang disimpan oleh
organisasi integrasi ekonomi regional tidak dapat dihitung sebagai tambahan
dari instrumen yang disimpan oleh Negara-Negara anggota dari organisasi
tersebut.
2
Untuk setiap Negara atau organisasi integrasi ekonomi regional
yang meratifikasi, menerima, menyetujui atau mengaksesi Protokol ini
setelah penyimpanan instrumen keempat puluh tersebut, Protokol ini mulai
berlaku pada hari ketiga puluh setelah tanggal penyimpanan oleh Negara
atau organisasi instrumen yang terkait atau pada tanggal Protokol ini
mulai berlaku sesuai dengan ayat 1 pasal ini, mana pun yang berakhir.Pasal 18
Amandemen
1
Setelah lewat masa lima tahun sejak mulai berlakunya Protokol ini, suatu
Negara Pihak terhadap Protokol dapat mengajukan amandemen dan
menyampaikannya kepada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa- Bangsa,
yang kemudian mengkomunikasikan usulan amandemen tersebut kepada
Negara-Negara Pihak dan kepada Konferensi para Negara-Negara Pihak
pada Konvensi dengan tujuan mempertimbangkan dan memutuskan usulan
dimaksud. Negara-Negara Pihak pada Protokol ini yang bertemu dalam
Konferensi Negara-Negara Pihak wajib berupaya mencapai konsensus pada
setiap amandemen. Bila setiap upaya untuk mencapai konsensus telah
ditempuh dan tidak ada kesepakatan yang dicapai, amandemen wajib,
sebagai upaya terakhir, untuk diterima, memperoleh dua-per-tiga suara
mayoritas Negara-Negara Pihak pada Protokol yang hadir dan memberi suara
pada saat pertemuan Konferensi Negara-Negara Pihak.
13
4
sama dengan jumlah Negara-Negara anggotanya yang menjadi Pihak pada
Protokol ini. Organisasi-organisasi tersebut tidak dapat menggunakan hak
pilihnya bila Negara-Negara anggota menggunakan hak pilih mereka dan
sebaliknya.
3 Amandemen yang disahkan sesua i dengan ayat 1 pasal ini berlaku
dengan adanya ratifikasi, penerimaan atau persetujuan Negara-Negara Pihak.
4 Amandemen yang disahkan sesuai dengan ayat 1 pasal ini mulai
berlaku mengikat suatu Negara.Pihak sembilan puluh hari sejak tanggal
penyimpanan instrumen ratifikasi, penerimaan atau persetujuan amandemen
tersebut kepada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa.
5
Apabila suatu amandemen mulai berlaku mengikat, hal tersebut akan
mengikat Negara-Negara Pihak yang telah menyatakan penundukan dirinya.
Negara-Negara Pihak lainnya tetap terikat pada ketentuan- ketentuan Protokol
ini dan setiap amandemen- amandemen sebelumnya yang telah mereka
ratifikasi, terima atau setujui.
Pasal
19
Penarikan
Diri
1
Suatu Negara Pihak dapat menarik diri dari Protokol ini melalui
pemberitahuan tertulis kepada Sekretaris Jenderal Perserikatan
Bangsa-Bangsa. Penarikan diri tersebut berlaku efektif satu tahun setelah tanggal
penerimaan pemberitahuan dari Sekretaris Jenderal.
2 Suatu organisasi integrasi ekonomi regional berhenti menjadi Pihak
terhadap Protokol ini ketika seluruh Negara-Negara anggotanya telah menarik
diri.
Pasal
20
Penyimpanan dan
Bahasa
13
5
2 Naskah asli Protokol ini, dalam bahasa Arab; China, Inggris, Perancis, Rusia
dan Spanyol yang kesemuanya otentik, wajib disimpan kepada Sekretaris
Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa;
13
6
ASEAN Convention Against Trafficking in Persons,
Especially Women and Children
Member States of the Association of Southeast Asian
Nations (hereinafter referred to as
"ASEAN") - Brunei
Darussalam,
the Kingdom of Cambodia, the Republic of
Indonesia, the Lao People's Democratic Republic,
Malaysia,
the Republic of the Union of Myanmar, the Republic of the
Philippines,
the Republic of Singapore,
the Kingdom of
Thailand,
and the Socialist Republic of Viet Nam, hereinafter
referred to individually as
"the Party" and collectively as
"the
Parties'"
,
RECOGNISING
that trafficking
in
persons constitutes a
violation of human rights and an offence to the dignity of
human beings;
RECALLING
the purpose and principles of the Charter of the
United Nations, the Universal Declaration on Human Rights
,
the Charter of the Association of Southeast Asian Nations
("ASEAN Charter"), the ASEAN Human Rights Declaration,
the United Nations Convention against Transnational
Organized Crime, and where applicable,
the Protocol to
Prevent, Suppress and Punish Trafficking in Persons,
Especially Women and Children,
and other international
agreements and resolutions of the United Nations on the
eradication of trafficking in persons,
in the promotion and
protection of human
rights,
fundamental freedoms,
fair
treatment
,
rule of law and due process;
REAFFIRMING our commitment to the ASEAN Charter with
a view to responding effectively
,
in accordance with the
principle of comprehensive security, to all forms of
transnational crimes and transboundary challenges;
REAFFIRMING also our commitment to the ASEAN
Declaration Against Trafficking
in Persons Particularly
Women and Children adopted in 2004
;
the Criminal Justice
13
7
Statement in Enhancing Cooperation against Traff
i
c
k
ing
i
n
Persons in South East Asia in 2011; and ASEAN's efforts in
promoting human rights,
including the ASEAN Human Rights
Declaration adopted in 2012;
REAFFIRMING
further our commitment to a stronger and
more effective regional and international cooperation against
traff
i
cking
i
n persons where the offence is transnational in
nature, including but not lim
i
ted to c
r
imes committed by
organised criminal groups;
RECOGNISING t
hat cooperation is imperative to the
successful investigation, prosecution and el
i
m
i
nat
i
on of safe
havens for the perpetrators and accomplices of trafficking in
persons and for the effective protection of
,
and assistance to
,
victims of trafficking
;
RECOGNISING
that trafficking in persons is caused by a
combination of factors
,
including government corruption
,
poverty
,
economic instability
,
inefficient legal systems
,
organised crimes
,
and the demand that fosters all forms of
exploitation of persons
,
especially women and children
,
that
leads to trafficking
,
which must be effectively addressed
;
REALISING
that all ASEAN Member States, regardless of
whether they are countries of origin
,
transit or destination
,
have a shared responsibility and a common goal to prevent
traff
i
cking in persons
,
prosecute and pun
i
s
h
offenders of
trafficking in pe
r
sons and to protect and assist v
i
ctims of
traff
i
cking in persons
;
TAKING INTO
conside
r
ation the p
r
o
x
imi
ty
a
n
d connecting
borders of ASEAN Member States and in the spirit of
regionalism
;
REALISING
the need to establish a regiona
l i
nstrument that
deals especially with traff
i
cking in persons as a legal
framework for regional action in preventing and combating
trafficking
i
n persons
,
including the pro
t
ect
i
on o
f
,
a
n
d
13
8
RECOGNISING
the importance of having in place a regional
instrument against trafficking
i
n persons that is lega
ll
y
binding and that would assist ASEAN Member States
,
as
countries of origin
,
transit or destination
,
to deal with their
diverse national challenges
,
priorities and strategies in the
fight against traffick
i
ng in persons
;
Have agreed as follows:
Chapter I General
Provisions
Article 1
Objectives
1
.
The objectives of this regional legal instru
m
ent a
r
e to
effectively:
a
.
Prevent and combat trafficking in persons
,
especially
against women and children
,
and to ensure just and
effective punishment of traffickers;
b. Protect and assis
t
victims of traffick
i
ng in pe
r
sons
,
with full respect for their human rights
;
and
c
.
Promote cooperation among the Parties
i
n order to
meet these objectives
.
2
. The Parties agree that the measu
r
es set forth in th
i
s
Convent
i
on
m
ust be const
r
ued and applied
i
n a manne
r t
hat
13
9
principle of non-discrimination, especially to those persons
on the ground that they are victims of trafficking in persons.
Article 2
Use
of Terms
For the purposes of this Convention
:
a.
"
Trafficking in persons
"
shall mean the recruitment
,
transportation
,
transfer, harbouring or receipt of persons
,
by
means of the threat or use of force or other forms of
coercion, of abduction, of fraud, of deception, of the abuse of
power or of a position of vulnerability or of the giving or
receiving of payments or benefits to achieve the consent of a
person having control over another person
,
for the purpose
of exploitation
.
Exploitation shall include, at a minimum
,
the
exploitation of the prostitution of others or other forms of
sexual exploitation
,
forced labour or services, slavery or
practices similar to slavery, servitude or the removal of organs
;
b. The consent of a victim of trafficking in persons to the
intended exploitation set forth in Paragraph (a) of this Article
shall be irrelevant where any of the means set forth in
Paragraph (a) have been used
;
c
.
The recruitment,
transportation
,
transfer
,
harbouring or
receipt of a child for the purpose of exploitation shall be
considered "trafficking in persons
"
even if this does not
involve any of the means set forth in Paragraph (a) of this
Article;
d.
"
Child
"
shall mean any person under eighteen
(
18) y
e
ars
of age
;
e. "Victim" shall mean any natural person who is subject to
14
0
f.
"
Organised criminal group"
shall mean a structured
group of three or more persons existing for a period of time
and acting in concert with the aim of committing one or more
serious crimes or offences established in accordance with
this Convention, in order to obtain,
directly or indirectly
,
a
financial or other
material benefit;
g
. "
Serious crime",
as stated in Paragraph (f)
of this Article,
shall mean conduct constituting an offence punishable by a
maximum deprivation of liberty of at least four years or a
more serious penalty
;
h
.
"Transnational Crime
"
shall mean an offence that is
transnational in nature. An offence is transnational in nature
if:
(i) It is committed in more than one State;
(ii) It is committed in one State but a substantial part of
its preparation
,
planning
,
direction or control takes
place in another State
;
(iii) It is committed in one State but involves an
organised criminal group that engages in criminal
activities in more than one State
;
or
(iv) It is committed in one State but has substantial
effects in another State.
J.
"Public official" shall mean:
(i)
any person
holding a legislative,
executive,
administrative or
judicial office of a Party,
whether
appointed or elected,
whether permanent or
temporary,
whether paid or
unpaid,
irrespective of
that person
'
s seniority;
(ii)
any other person who performs a public function,
14
1
provides a public service,
as defined in the domest
i
c
laws of the Party and as applied in the pertinent
area of law of that Party;
(iii) any other person defined as a "public official" in the
domestic laws of that Party
.
j.
"Property" shall mean assets of every kind, whether
corporeal or incorporeal,
movable or immovable, tangible or
intangible,
and legal documents or instruments evidencing
title to, or interest in, such assets;
k. "Proceeds of crime"
shall mean any property derived
from or obtained,
directly or indirectly,
through the
commission of an offence;
I. "Freezing" or "seizure" shall mean temporarily prohibiting
the transfer, conversion, disposition or movement of property
or temporarily assuming custody or control of property on the
basis of an order issued by a court or other competent
authority;
m.
"Confiscation",
which includes forfeiture where
applicable, shall mean the permanent deprivation of property
by order of a court or