LAPORAN PRAKTIKUM FARMASI
FISIKA
PERCOBAAN 3 : PENGARUH PENAMBAHAN SURFAKTAN TERHADAP
KELARUTAN SUATU ZATDisusun oleh,
Kelompok 5
Ashry Nurrachmah
31113007
Ina Lisnawati
31113021
Irfan Maulana
31113023
Novia Hergiani
31113035
Tia Sulistiani
31113049
PROGRAM STUDI S1 FARMASI
STIKes BAKTI TUNAS HUSADA TASIKMALAYA
2015
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kelarutan suatu senyawa dalam zat pelarut tergantung sifat fisik dan kimia dari zat terlarut tersebut. Salah satu sifat fisika yang dapat kita amati setiap saat adalah peristiwa larutnya suatu zat padat dalam pelarut air. Konsentrasi zat terlarut dalam larutan jenuh pada temperatur tertentu disebut sebagai kelarutan.
Larutan merupakan suatu campuran homogen antara 2 zat dari molekul, atom ataupun ion dimana zat yang dimaksud disini adalah zat padat, minyak larut dalam air. Secara kuantitatif, kelarutan suatu zat dinyatakan sebagai konsentrasi zat terlarut di dalam larutan jenuhnya pada suhu dan tekanan tertentu.
Kelarutan mempunyai peranan yang sangat penting dalam dunia farmasi karena suatu obat baru dapat diabsorbsi setelah zat aktifnya terlarut dalam cairan usus, sehingga salah satu usaha mempertinggi efek farmakologi dari sediaan adalah dengan menaikkan kelarutan zat aktifnya. Selain itu dapat membantu para ahli farmasi dalam membantunya memilih medium pelarut yang paling baik untuk obat atau kombinasi obat, dapat membantu mengatasi kesulitan-kesulitan tertentu yang timbul pada waktu pembuatan larutan farmasetis dan lebih jauh lagi dapat bertindak sebagai standar uji kemurnian, pengetahuan yang lebih mendetail mengenai kelarutan dan sifat-sifat yang berhubungan dengan itu juga memberikan informasi mengenai struktur obat dan gaya antarmolekul obat. Kelarutan dari suatu senyawa bergantung pada sifat kimia dan fisika zat terlarut dan pelarut, juga bergantung pada factor temperatur, tekanan, pH dan untuk jumlah yang lebih kecil bergantung pada hal terbaginya zat terlarut. Dalam percobaan ini akan dilakukan uji kelarutan asam benzoat dan asam borat dalam pelarut air.
B. Tujuan
Adapun tujuan praktikum ini adalah untuk :
1. Mengetahui pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan suatu zat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kelarutan diartikan sebagai konsentrasi bahan terlarut dalam suatu larutan jenuh pada suatu suhu tertentu. Larutan sebagai campuran homogen bahan yang berlainan. Untuk dibedakan antara larutan dari gas, cairan dan bahan padat dalam cairan. Disamping itu terdapat larutan dalam keadaan padat (misalnya gelas, pembentukan kristal campuran) (Voight, 1994).
Kelarutan dalam Farmakope Indonesia, diartikan dengan kelarutan pada suhu 200C
(FI III) atau 250C (FI IV) dinyatakan dalam satu bagian bobot zatpadat atau 1 bagian volume
zat cair dalam bagian volume tertentu pelarut, kecuali dinyatakan lain.
Perubahan kelarutan dengan tekanan tak mempunyai arti penting yang praktis dalam analisis anorganik kualitatif, karena semua pekerjaan dilakukan dalam bejana terbuka pada tekanan atmosfer, perubahan yang sedikit daritekanan atmosfer tak mempunyai pengaruh yang berarti atas kelarutan. Terlebih penting adalah perubahan kelarutan dengan suhu (Svehla, 1979).
Suhu merupakan faktor yang penting dalam menentukan kelarutan suatu obat dan dalam mempersiapkan larutannya. Kebanyakan bahan kimia menyerap panas bila dilarutkan dan dikatakan mempunyai panas larutan negative, yang menyebabkan meningkatnya kelarutan dengan menaikkan suhu. Segolongan kecil bahan kimia mempunyai panas larutan positif dan menunjukkan berkurangnya kelarutan dengan suatu kenaikan suhu. Disamping suhu, faktor-faktor lain juga mempengaruhi kelarutan. Ini meliputi bermacam-macam bahan kimia dan sifat-sifat fisika lainnya dari zat terlarut dan pelarut, faktor tekanan, keasaman atau kebasaan dari larutan, keadaan bagian dari zat terlarut, dan pengadukan secara fisik yang dilakukan terhadap larutan selama berlangsungnya proses melarut. Kelarutan suatu zat kimia murni pada suhu dan tekanan tertentu adalah tetap; tetapi, laju larutnya yaitu kecepatan zat itu melarut, tergantung pada ukuran partikel dari zat dan tingkat pengadukan. Makin halus bubuk makin luas permukaan kontak dengan pelarut, makin cepat proses melarut. Juga makin kuat pengadukan, makin banyak pelarut yang tidak jenuh bersentuhan dengan obat, makin cepat terbentuknya larutan (Ansel, 1989).
Kelarutan suatu senyawa dinyatakan dalam gr/lt. Besarnya kelarutan suatu senyawa adalah jumlah maksimal senyawa bersangkutan yang larut dalam sejumlah pelarut tertentu pada suatu suhu tertentu dan merupakan larutan jenuh yang ada dalam kesetimbangan dengan bentuk padatnya (Roth, 1988).
larutan Topical Kalsium HIdroksida, USP (Calcium Hydroxide Topical Solution, USP), dan larutan oral Kalium Iodida, USP (Potassium Iodida Oral Solution, USP). Larutan yang pertama dibuat dengan mencampur kalisihidroksida dalam jumlah yang tepat dengan air murni, mengandung hanya 140 mg zat terlarut yang larut per 100 ml. Lrutan pada suhu 250
C, sedangkan larutan yang berikutnya mengandung kira-kira 100 g zat terlarut per 100 ml larutan, lebih dari 700 kali sebanyak zat terlarut yang terdapat dalam larutan topikal kalsium hidroksida (Ansel, 1989).
Larutan Jenuh adalah suatu larutan di mana zat terlarut berada dalam kesetimbangan dengan fase padat (zat terlarut). Larutan tidak jenuh atau hampir jenuh adalah suatu larutan yang mengandung zat terlarut dalam konsentrasi di bawah konsentrasi yang dibutuhkan untuk penjenuhan sempurna pada temperatur tertentu. Suatu larutan lewat jenuh adalah suatu larutan yang mengandung zat terlarut dalam konsentrasi lebih banyak daripada yang seharusnya ada pada temperatur tertentu, terdapat juga zat terlarut yang tidak larut. Keadaan lewat jenuh mungkin terjadi apabila inti kecil zat terlarut yang dibutuhkan untuk pembentukan kristal permulaan adalah lebih mudah larut daripada kristal besar sehingga menyebabkan sulitnya inti terbentuk (Martin, 1990).
Dalam istilah fisika kimia, larutan dipersiapkan dari campuran yang mana saja dari tiga keadaaan zat yaitu padat, cair, dan gas. Dalam istilah farmasi, larutan yang didefinisikan sebagai sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang dapat larut, biasanya dilarutkan dalam air yang karena bahannya, cara peracikan atau penggunaannya dalam golongan produk lainnya. Sesungguhnya banyak produk farmasi melarut prinsip kimia fisika merupakan campuran homogen dari zat terlarut yang dilarutkan dalam pelarut, menurut prinsip farmasi digolongkan ke dalam jenis produk lain (Ansel, 1989).
Metode sederhana untuk menentukan kelarutan sebagian besar senyawa atau bahan campuran adalah mengocok dengan lama zat bubuk halus dengan zat terlarut pada temperatur yang diperlukan hingga tercapai keseimbangan. Larutan itu kemudian disaring dan untuk menentukan bahan yang melarutkan dengan metode yang cocok seperti metode fisika dan kimia atau dengan menggunakan sifat fisika, larutan sebagai indeks bias.
Kelarutan obat sebagian besar disebabkan oleh poaritas dari pelarut, yaitu oleh dipol momennya. Pelarut polar melarutkan zat terlarut ionik dan zat polar lainnya. Sesuai dengan itu, air bercampur dengan alkohol dalam segala perbandingan dan melarutkan gula dan senyawa polihidroksi yang lain (Martin, 2008).
terlarut ionik dan polar tidak larut atau hanya dapat larut sedikit dalam pelarut nonpolar (Martin, 2008).
Pelarut semipolar seperti keton dan alkohol dapat menginduksi suatu derajat polaritas tertentu dalam molekul pelarut nonpolar, sehingga menjadi dapat larut dalam alkohol, contohnya benzena yang mudah dapat dipolarisasikan. Kenyataanya, senyawa semipolar dapat bertindak sebagai pelarut perantara yang dapat menyebabkan bercampurnya cairan polar dan nonpolar. Sesuai dengan itu, aseton menaikkan kelarutan eter di dalam air (Martin, 2008).
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak mempunyai rasa.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Sebagai pelarut
2. Asetosal (Ditjen POM,FI IV : 31)
Nama resmi : ACIDUM ACETYLOSALICYLICUM
Sinonim : Asam Asetilsalisilat
RM : C9H8O4
BM : 180,16
Pemerian : Hablur putih, umumnya seperti jarum atau lempengan tersusun, atau serbuk hablur putih; tidak berbau atau berbau lemah.
Kelarutan : Sukar larut dalam air dan dalam benzena, mudah laut dalam etanol; larut dalam kloroform, dan dalam eter; agak sukar larut dalam eter mutlak.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Sebagai sampel
3. Tween-80 (Ditjen POM, FI III : 567)
Nama resmi : POLYSORBATUM 80
Pemerian : Cairan kental, transparan, tidak berwarna, hampir tidak mempunyai rasa.
Kelarutan : Mudah larut dalam air, dalam etanol (95%)P dalam etil asetat P dan dalam methanol P, sukar larut dalam parafin cair P dan dalam biji kapas P
Kegunaan : Sebagai pelarut
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
C. Prinsip Percobaan
Penentuan kelarutan dari zat padat yaitu acetosal dengan menggunakan surfaktan yaitu tween 80 dengan berbeda konsentrasi pada suhu kamar dengan pengocokan selama 30 menit dan di oven selama 30 menit pada suhu 105 ⁰C.
BAB III
METODE PRAKTIKUM A. Waktu dan Tempat
Praktikum kelarutan ini berlangsung pada hari Senin tanggal 2 Maret 2015 di Laboratorium Farmakologi Farmasi STIKes BTH Tasikmlaya.
B. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah Baskom, Gelas ukur 100 ml dan 50 ml, Batang pengaduk, Oven, Botol semprot, Pipet tetes, Cawan porselin, Corong kaca, Termometer, Erlenmeyer, Timbangan analitik dan Gelas kimia 100 ml
b. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah Tween 80, Acetosal, Aquadest, Kertas saring, Kerta perkamen, Lap kasar, Tissue
C. Prosedur Kerja
Siapkan masing masing larutan dan campurkan.
1.
+ +
Tween 80 0,005 g Air 50 ml 1 g Acetosal Kocok 30 menit
2. + +
Tween 80 0,025 g Air 50 ml 1 g Acetosal Kocok 30 menit
3.
+ +
Tween 80 0,05 g Air 50 ml 1 g Acetosal Kocok 30 menit
4. + +
5. + +
Tween 80 0,5 g Air 50 ml 1 g Acetosal Kocok 30 menit
6. + +
Tween 80 1 g Air 50 ml 1 g Acetosal Kocok 30 menit
7. + +
Tween 80 2,5 g Air 50 ml 1 g Acetosal Kocok 30 menit
8.
+ +
Tween 80 5 g Air 50 ml 1 g As Salisilat Kocok 30 menit
Semua larutan disaring untuk diambil residunya menggunakan kertas saring
Semua cawan di oven 30 menit dalam suhu 105⁰ C
Setelah kering, residu ditimbang
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Data Hasil Pengamatan
a. Hasil Pengamatan
Sampel Tween 80 Berat Sampel (gram) Berat Residu (gram)
A. 0,005 gram 1 gram 0,60 gram
B. 0,025 gram 1 gram 0,58 gram
C. 0,05 gram 1 gram 0,55 gram
D. 0,25 gram 1 gram 0,53 gram
E. 0,5 gram 1 gram 0,50 gram
F. 1 gram 1 gram 0,50 gram
Kelarutan dalam besaran kuantitatif didefinisikan sebagai konsentrasi zat terlarut dalam larutan jenuh pada temperatur tertentu, sedangkan secara kualitatif didefinisikan sebagai interaksi spontan dari dua atau lebih zat untuk membentuk dispersi molekuler homogen. Menurut U.S. Pharmacopeia dan National Formulary definisi kelarutan obat adalah jumlah ml pelarut di mana akan larut 1 gram zat terlarut.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan adalah pH, temperatur, jenis pelarut, bentuk dan ukuran partikel, konstanta dielekrik pelarut, dan surfaktan, serta efek garam. Semakin tinggi temperature maka akan mempercepat kelarutan zat, semakin kecil ukuran partikel zat maka akan mempercepat kelarutan zat, dan dengan adanya garam akan mengurangi kelarutan zat.
Praktikum ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh surfaktan terhadap kelarutan suatu zat. Surfaktan yang di pakai adalah tween 80 dengan zat aktif yang akan di larutkan adalah asetosal. Pada percobaan ini, acetosal akan dilarutkan dalam volume air, tween 80 dengan voleume yang berbeda. Pada percobaan ini, tween 80 dengan variasi konsentrasi, 1 gram acetosal dan 50 ml aquadest dicampurkan, kemudian dikocok selama 30 menit hingga larutan jenuh dan timbul endapan, jika campuran setelah dikocok masih berwarna bening, ditambahkan lagi acetosal 1 gram terus menerus. Adapun campuran yang digunakan adalah 1 g Acetosal, aquadest 50 ml dan tween 80 dengan konsentrasi 0,1 mg/ml sebanyak 0,005 gram; 1g Acetosal, aquadest 50 ml dan tween 80 dengan konsentrasi 0,5 mg/ml sebanyak 0,025 gram; 1g Acetosal, aquadest 50 ml dan tween 80 dengan konsentrasi 1 mg/ml sebanyak 0,05 gram; 1g Acetosal, aquadest 50 ml dan tween 80 dengan konsetrasi 5 mg/ml sebanyak 0,25 gram; 1g Acetosal ,aquadest 50 ml dan tween 80 dengan konsentrasi 10 mg/ml sebanyak 0,5 gram; 1 g Acetosal, aquadest 50 ml dan tween 80 dengan konsentrasi 20 mg/ml sebanyak 1 gram; 1g Acetosal, aquadest 50 ml dan tween 80 dengan konsetrasi 50 mg/ml sebanyak 2,5 gram; 1 g Acetosal, aquadest 50 ml dan tween 80 dengan konsentrasi 100mg/ml sebanyak 5 gram.
Setelah delapan campuran diatas dikocok selama 30 menit, kemudian disaring lalu di oven selama 30 menit pada suhu 105⁰ C. Setelah kering dilakukan penimbangan dan di hitung berat residunya. Dengan rumus:
Kelarutan=Berat Asetosal−Berat residu
Volume aquadest
misel. Konsentrasi pada saat misel mulai terbentuk disebut konsentrasi misel kritik (KMK). Menurut literatur yang kami dapat bahwa penambahan surfaktan dapat meningkatkan kelarutan dengan cara menurunkan tegangan permukaan antara serbuk Acetosal dengan air.
Menurut Martin, obat yang bersifat lemah dan basa lemah dapat dilarutkan dengan bantuan kerja penglarutan dari zat aktif pemukaan. Penglarutan obat dalam misel mengalami gejala koloidal. Acetosal yang larut oleh air dari surfaktan nonionic (Tween 80) dianggap terdistribusi diantara larutan air dan misel surfaktan.
Berdasarkan kelarutannya, acetosal merupakan senyawa yang sukar larut dalam air ,dan larut dalam etanol (95%). Hal inilah yang mendasari bahwa pada percobaan ini acetosal tidak larut dalam campuran tween 80 dan aquadest. Tetapi pada campuran tween 80 dengan konsentrasi 2,5 gram dan 5 gram sedikit larut ketika di tambahkan 1 gram asetosal sehingga di tambahkan lagi 1 gram asetosal, sedangkan konsentrasi tween 80 yang lebih rendah hanya di tambahkan asetosal 1 gram.
Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi surfaktan maka akan semakin tinggi pula kelarutan Acetosal di dalam air. Hal ini terjadi karena surfaktan merupakan molekul ampifilik yaitu memiliki gugus hidrofilik (suka air,polar) dan gugus lipofilik (suka minyak, nonpolar), sehingga surfaktan memiliki aftinitas dengan pelarut polar (air) ataupun nonpolar (minyak).
Menurut Genaro, penambahan surfaktan dalam larutan akan menyebabkan turunnya tegangan permukaan larutan. Setelah mencapai konsentrasi tertentu, tegangan permukaan akan konstan walaupun konsentrasi surfaktan ditingkatkan. Bila surfaktan ditambahkan melebihi konsentrasi ini maka surfaktan mengagregasi membentuk misel. Konsentrasi terbentuknya misel ini disebut Critical Micelle Concentration (CMC). Tegangan permukaan akan menurun hingga CMC tercapai. Setelah CMC tercapai, tegangan permukaan akan konstan yang menunjukkan bahwa antar muka menjadi jenuh dan terbentuk misel yang berada dalam keseimbangan dinamis dengan monomernya.
Tween 80 dapat menurunkan tegangan antarmuka antara obat dan medium sekaligus membentuk misel sehingga molekul obat akan terbawa oleh misel larut ke dalam medium. Penggunaan surfaktan pada kadar yang lebih tinggi akan berkumpul membentuk agregat yang disebut misel.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari data pengamatan dan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa :
1. Surfaktan dapat mempengaruhi kelarutan asam salisilat.
2. Semakin besar konsentrasi surfaktan yang ditambahkan ke dalam larutan Acetosal maka semakin kecil residu yang dihasilkan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi surfaktan maka akan semakin tinggi pula kelarutan asam salisilat di dalam air.
3. Saat larutan mencapai Critical Micelle Concentration (CMC) maka surfaktan menjadi jenuh dan akan membentuk misel yang dapat menjerat Acetosal atau zat lain yang tidak larut air atau pelarut lainnya.
4. Saat konsentrasi surfaktan yang ditambahkan sangat jauh melebihi CMC, makan kelarutannnya pun akan menurun (larutan menjadi jenuh).
5.
Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi konsentrasi tween 80 maka semakin tinggi pula kelarutan acetosal. Hal ini sesuai dengan farmakope indonesia edisi III yaitu acetosal lebih mudah larut dalam etanol dibandingan dalam air tetapi acetosal dapat mudah larut dalam air panas.6. Kecepatan pengocokan suatu larutan, mempengaruhi tingkat kelarutan suatu zat. Semakin tinggi proses pengocokan, semakin tinggi tingkat kelarutannya
7. Kadar acetosal yang larut dalam campuran pelarut : - Kelarutan acetosal A adalah 8 mg/
ml
- Kelarutan acetosal B adalah 8,4 mg/ ml
- Kelarutan acetosal C adalah 9 mg/ ml
- Kelarutan acetosal D adalah 9,4 mg/ ml
- Kelarutan acetosal E adalah 10 mg/ ml
- Kelarutan acetosal F adalah 10 mg/ ml
- Kelarutan acetosal G adalah 15 mg/ ml
- Kelarutan acetosal H adalah 19,2 mg/ ml
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Ansel, Howart C . 1989 . Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi . Jakarta : Universitas Indonesia.
Ditjen POM . 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta : Departemen Kesehatan RI,. Anief, M . 2003 . Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktik . Yogyakarta : UGM-Press.
R. Voight . 1994 . Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Edisi Kelima . Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Roth, Hermann, J . 1988 . Analisis Farmasi . Yogyakarta : UGM-Press
Ansel C. Howard.1989 . Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta : Universitas Indonesia Press.
Martin, Alfred . 1990 . Farmasi Fisika Edisi I . Jakarta : Universitas Indonesia Press.
Agoes, G. 2006. Pengembangan Sediaan Farmasi. Bandung: Penerbit ITB
Jones, D. 2008. FASTtrack: Pharmaceutics – Dosage Form and Design. London: Pharmaceutical Press.
Kurniawan, D. W. 2009. Teknologi Sediaan Farmasi. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Langley, C. 2008. FASTtrack: Pharmaceutical Compounding and Dispensing. London: Pharmaceutical Press.
Perrie, Y. 2010. FASTtrack: Pharmaceutics - Drug Delivery and Targeting. London: Pharmaceutical Press.
LAMPIRAN
(Pembuatan Larutan)
(Pengocokan Larutan)
(Kertas saring yang berisi residu)
(Penyaringan Larutan)