• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tesis Dan Disertasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Tesis Dan Disertasi"

Copied!
317
0
0

Teks penuh

(1)

Menulis Tesis dan

Disertasi

Oleh:

(2)

PRAKATA

Pertama-tama penulis mengucapkan selamat kepada para pembaca yang telah menempuh studi di program pascasarjana atau sekolah pascasarjana dan telah mencapai tahap penulisan tesis atau disertasi. Penyelesaian tesis atau disertasi merupakan syarat kelulusan dalam program pascasarjana, program yang diikuti oleh hanya sebagian kecil masyarakat Indonesia, bahkan masyarakat dunia.

Buku ini ditulis khususnya untuk mahasiswa yang akan atau sedang menulis laporan penelitian dalam bentuk tesis atau disertasi dalam bahasa Inggris. Namun demikian, pembahasan yang ada dalam buku ini masih relevan untuk mahasiswa tingkat S1 bahasa Inggris dan mahasiswa program studi lain baik tingkat S1 maupun tingkat pascasarjana yang menulis tesis atau disertasi dalam bahasa Indonesia. Unsur-unsur yang harus ada dalam semua laporan penelitian dalam bentuk skripsi, tesis dan disertasi sebenarnya sama, baik dalam bahasa Inggris maupun bahasa Indonesia. Yang membedakan skripsi, tesis dan disertasi hanyalah kedalaman serta kompleksitasnya saja (Evans & Gruba, 2002; Murray, 2002; Paltridge & Stairfield, 2007).

(3)

sehingga bisa memahami uraian yang diberikan dalam bahasa Inggris dan dapat menganalogikan contoh-contoh yang diberikan dalam bahasa Inggris itu ke dalam bahasa Indonesia.

Pembahasan di dalam buku ini mengacu pada penulisan karya ilmiah dalam berbagai bidang dan berkaitan dengan masalah umum yang dihadapi oleh penulis tesis atau disertasi, khususnya mereka yang menulis berdasarkan cara menulis teks akademik dengan “format konvensional” (Thody, 2006), yang sumbernya berasal dari penulisan laporan penelitian di bidang sains (Matthews, Bowen & Matthews, 2000) dan bukan dengan “format posmodernisme”, yang akhir-akhir ini juga banyak dipakai oleh para penulis tesis atau teks akademik (Macmillan, 2001; Rhedding-Jones, 2005).

(4)

Seni (S1) dan Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris Sekolah Pascasarjana (S2 dan S3) Universitas Pendidikan Indonesia.

Sementara itu, inspirasi dan motivasi untuk menulis buku ini dipacu oleh keprihatinan penulis terhadap kenyataan bahwa banyak mahasiswa, khususnya mahasiswa pascasarjana, yang menghasibskan waktu yang terlalu lama untuk menyelesaikan tesis atau disertasinya. Hal ini sebenarnya tidak aneh, karena menulis laporan penelitian dirasakan sulit bahkan oleh para ilmuwan yang berhasil sekalipun. Charles Darwin, misalnya, mengatakan “A naturalist‟s life

would be a happy one if he had only to observe and never to write” (dikutip oleh Matthews,

Bowen & Matthews, 2000:1).

(5)

Kesulitan utama mahasiswa dalam menulis juga digambarkan oleh Eamon Murphy (2007) dalam bukunya yang berjudul Essay Writing Made Simple. Murphy menulis:

My main problem with writing was that nobody at school or university told me how to write. Many other students like me are never told about the basics of good writing and may in fact have been given well meaning but incorrect advice. (One well-meaning lecturer told me that I needed to have all my ideas very clear in my head before I started to write. This was the worst advice possible. Like many writers I think as I write not before I write) (2007:3).

Pengalaman Murphy di atas mungkin juga dialami oleh sebagian besar mahasiswa sehingga banyak mahasiswa yang merasa kurang percaya diri untuk menulis karena menganggap ide yang dipirkannya belum jelas. Mereka belum menyadari bahwa ide atau gagasan itu akan jelas kalau ditulis. Untuk itu, di dalam beberapa bab yang ada dalam buku ini akan dijelaskan mengenai pentingnya menulis sejak awal proses penelitian. Buku ini menekankan prinsip bahwa meneliti berarti menulis (Bolker, 1998; Rhedding-Jones, 2005; Kamler & Thomson, 2006) – menulis beberapa kali draft untuk setiap bagian atau bab yang ada dalam tesis atau disertasi.

Kesulitan menulis tesis atau disertasi dalam bahasa Inggris, terutama bagi mahasiswa Indonesia, yang belajar bahasa Inggris sebagai bahasa asing, menjadi ganda. Kesulitan yang dihadapi tidak hanya berkaitan dengan cara menulis, struktur organisasi dan isi (Brown, 2006; Paltridge & Stairfield, 2007), tetapi juga berkaitan dengan kemampuan berbahasa Inggris, seperti menggunakan tata bahasa, ekspresi, serta pilihan kata yang tepat .

(6)

menulis secara teratur sejak awal kuliah di program pascasarjana, membaca secara teratur materi yang berkaitan dengan topik penelitian, memahami metode penelitian, mempunyai rasa percaya diri yang tinggi bahwa dia bisa menulis, dan mendapat bimbingan serta masukan yang cukup dari pembimbing.

Penulis berharap buku ini dapat menjadi salah satu sumber yang dapat digunakan oleh mahasiswa yang akan atau sedang menulis tesis atau disertasi, terutama ketika mereka mengalami kebingungan dalam setiap tahap penulisan tesis dan disertasi, mulai dari merencanakan, mengumpulkan bahan, dan menulis setiap bab dalam tesis atau disertasinya, baik dalam bahasa Inggris maupun bahasa Indonesia.

(7)

UCAPAN TERIMA KASIH

Buku ini tidak akan bisa terwujud tanpa bantuan serta dukungan dari berbagai pihak. Pertama-tama penulis mengucapkan terima kasih kepada mantan pimpinan Sekolah Pascasarjana UPI (Prof. Dr. Asmawi Zainul, Prof. Dr. Jam‟an Satori) yang telah memberi dukungan dana

penelitian untuk menelusuri kesulitan mahasiswa dalam menulis tesis di program studi pendidikan bahasa Inggris selama tahun 2007 dan sebagian dari hasil penelitian itu dituangkan dalam buku ini. Penulis juga menyampaikan rasa terimakasih yang setinggi-tingginya kepada pimpinan Sekolah Pascasarjana sekarang (Prof. Dr. Furqon, Dr. Bachrudin Musthafa; Prof. Dr. Nuryani) atas dukungan moril maupun materil sehingga buku ini bisa terbit.

(8)

Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada Prof. Dr. Fuad Abdul Hamied (Universitas Pendidikan Indonesia) yang telah memberi rekomendasi kepada penulis dalam rangka pelaksanaan program posdoktoral di Australia dan telah bersedia untuk menelaah buku ini. Selain itu, ucapan terima kasih ditujukan kepada Profesor Dr. Bambang Yudi Cahyono (Universitas Malang) yang telah bersedia berperan sebagai penelaah akhir dari buku ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga kepada para dosen Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris Sekolah Pascasarjana UPI yang telah memberi kepercayaan kepada penulis untuk mengajar dan menjadi Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris di Sekolah Pascasarjana UPI untuk periode 2007-2010. Dengan kesempatan itulah penulis bisa melihat lebih dekat permasalahan mahasiswa dalam menulis tesis dan disertasi, sehingga inspirasi untuk menulis buku ini pun muncul.

(9)

Penulis mengucapkan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada orang tua dan kerabat – ayah, ibu, ibu mertua dan saudara-saudara semua, atas do‟a dan kasih sayang mereka selama ini.

(10)

DAFTAR ISI

BAB 2: PERSIAPAN: FAKTOR PRIBADI ATAU NONAKADEMIK ... 11

Pendahuluan ... 11

Evaluasi diri (Self-assessment) ... 11

Membangun rasa percaya diri ... 15

Menghadapi tantangan yang bisa menghambat kelancaran menulis tesis dan disertasi . 21 Kesimpulan ... 32

Menganalisis tesis dan disertasi yang sudah lulus ... 72

Menyiasati istilah “Writing Up” dalam penelitian ... 77

Kesimpulan ... 82

BAB 4: PERAN FEEDBACK (MASUKAN) DALAM MENULIS TESIS DAN DISERTASI ... 83

Pendahuluan ... 83

Peran feedback dalam penulisan tesis dan disertasi ... 83

Kapan bisa mulai mendapat feedback? ... 86

Jenis feedback ... 87

Feedback dari teman ... 91

Kesimpulan ... 93

BAB 5: TESIS DAN DISERTASI: DEFINISI DAN PENULISANNYA ... 95

Pendahuluan ... 95

Definisi “tesis” dan “disertasi” ... 95

Isu mengenai orijinalitas dalam tesis dan disertasi ... 98

Hakekat menulis tesis dan disertasi ... 99

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menulis tesis dan disertasi ... 104

Penggunaan “I” (Saya) dalam tesis dan disertasi bahasa Inggris... 118

Kesimpulan ... 121

(11)

Pendahuluan ... 122

Fungsi dan jenis struktur organisasi tesis dan disertasi ... 123

Komponen dalam tesis atau disertasi ... 125

Paragraf penghubung (linking sections) ... 134

.4. Conclusion ... 146

Kesimpulan ... 147

BAB 7: MENULIS ABSTRAK, UCAPAN TERIMAKASIH DAN DAFTAR ISI . 149 Pendahuluan ... 149

BAB 9: MENULIS BAB KAJIAN PUSTAKA (LITERATURE REVIEW) ... 190

Pendahuluan ... 190

Fungsi kajian pustaka ... 190

Elemen kajian pustaka ... 195

Proses menulis kajian pustaka ... 201

Kapan sebaiknya menulis kajian pustaka? ... 207

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menulis kajian pustaka ... 209

Masalah atau kegagalan dalam menulis kajian pustaka ... 218

Kapan bisa mengatakan ”cukup”?... 223

Kesimpulan ... 224

BAB 10: MENULIS BAB METODOLOGI PENELITIAN ... 227

Pendahuluan ... 227

Fungsi bab metode penelitian ... 228

Elemen-elemen dalam bab metode penelitian ... 230

Kesimpulan ... 239

BAB 11: MENULIS BAB PEMAPARAN DAN PEMBAHASAN DATA ... 240

Pendahuluan ... 240

Fungsi bab presentasi dan analisis data ... 241

Cara memaparkan data ... 245

Pemaparan data kuantitatif ... 249

Pemaparan data kualitatif ... 252

Elemen yang ada dalam pemaparan data ... 253

Kesalahan umum dalam memaparkan data ... 256

Cara membahas data ... 258

(12)

Kesimpulan ... 267

BAB 12: MENULIS BAB KESIMPULAN ... 269

Pendahuluan ... 269

Fungsi Kesimpulan ... 269

Elemen-Elemen dalam Kesimpulan ... 272

Kesimpulan ... 276

BAB 13: BEBERAPA HAL YANG PERLU DILAKUKAN SEBELUM TESIS ATAU DISERTASI DISERAHKAN UNTUK DIUJI ... 278

Pendahuluan ... 278

Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum tesis diujikan... 278

Dokumentasi sumber yang dipakai: Modern Language Association (MLA)/American Psychological Association (APA) ... 282

Dokumentasi gaya Modern Language Association (MLA) ... 283

Dokumentasi gaya American Psychological Association (APA) ... 286

Kesimpulan ... 289

BIBLIOGRAFI ... 290

(13)

BAB 1: PENDAHULUAN

Menulis tesis dan terutama disertasi, sebagaimana akan dibahas dalam bab-bab selanjutnya dari buku ini, digambarkan sebagai proses yang sulit, dan sebagian penulis mengibaratkannya sebagai “perjalanan roller coaster” (Roberts, 2004), dengan turun naik yang pasti, dalam setiap fase dari

proses penulisan itu. Menulis tesis atau disertasi dalam bahasa Inggris, terutama bagi mahasiswa Indonesia, yang belajar bahasa Inggris sebagai bahasa asing, kesulitannya menjadi ganda, tidak hanya berkaitan dengan kesulitan dalam cara menulis, seperti struktur organisasi dan isi (Brown, 2006; Paltridge & Stairfield, 2007), tetapi juga kesulitan dengan kemampuan berbahasa Inggris, menggunakan tata bahasa, ekspresi, serta pilihan kata yang tepat.

Kesulitan menulis tesis dan disertasi dalam bahasa Inggris untuk mahasiswa Indonesia yang belajar bahasa Inggris sebagai bahasa asing juga bisa disebabkan oleh perbedaan budaya menulis dalam bahasa Inggris yang menekankan prinsip “writer responsible” (Hyland, 2003:

47-48; Paltridge & Stairfield, 2007:12). Artinya, penulis dianggap bertanggung jawab atau berperan penting untuk membantu pembaca memahami tulisannya. “Because you are the writer, the burden of intelligibility rests with you, seperti ditegaskan oleh Moriarti (1997:45).

(14)

foreign language) yang sekolah di negara berbahasa Inggris, sering mengatakan kepada pembimbingnya bahwa “Saya tidak mengatakan hal itu karena saya pikir anda dan calon

pembaca lain dari tesis ini sudah tahu” (2007:12).

Ilustrasi di atas mengindikasikan keniscayaan bahwa mahasiswa yang menulis tesis atau disertasinya dalam bahasa Inggris sebagai bahasa asing memerlukan bimbingan yang lebih banyak. Namun demikian, sayangnya kadang-kadang pembimbing juga tidak mempunyai banyak waktu untuk membantu mahasiswa memperbaiki tulisannya. Buku yang ditulis dalam bahasa Indonesia mengenai penulisan tesis dan disertasi bahasa Inggris pun masih sangat jarang ditemukan di Indonesia. Sementara itu, mahasiswa yang menulis tesis dan disertasi dalam bahasa Inggris semakin hari semakin banyak. Hal ini ditunjukkan dengan salah satu fakta bahwa mahasiswa pascasarjana yang mengambil program studi pendidikan bahasa Inggris, di tempat penulis mengajar misalnya, di Universitas Pendidikan Indonesia, dari tahun ke tahun semakin banyak, dan salah satu syarat kelulusan mereka adalah menulis tesis atau disertasi dalam bahasa Inggris.

(15)

komunikasinya dan dapat membantu mahasiswa memenuhi standar tesis dan disertasi yang ditetapkan oleh universitas.

Standar yang ditetapkan mengenai penulisan tesis dan disertasi sebenarnya tidak akan jauh berbeda antara satu universitas dengan universitas lain, selama tesis dan disertasi itu ditulis dalam format konvensional (Thody, 2006). Format konvensional ini, menurut Thody, bisa diibaratkan seperti logo “McDonald” yang mempunyai bentuk dan warna yang sama di manapun logo itu ditemukan, dan orang yang melihatnya akan mempunyai perasaan dan harapan yang hampir sama terhadap apa yang dihidangkannya.

Tetapi, walaupun buku ini menekankan manfaat penulisan konvensional, dengan mengikuti standar laporan penelitian ilmu sains yang mempunyai elemen-elemen yang baku, buku ini juga didasari oleh keyakinan bahwa menulis − jenis teks apa pun, termasuk teks akademik − melibatkan unsur kreativitas dari penulis (Thomas & Brubakar, 2000; Evans & Gruba, 2002; Roberts, 2004; Glatthorn & Joyner, 2005; Kamler & Thomson, 2006; Thody, 2006). Evans dan Gruba mengatakan bahwa “The creative part of our brain has been working on this problem [the problem investigated] since the research project began” (2002:111).

(16)

Untuk itu, pembahasan setiap bab selanjutnya dari buku ini, terutama bab pemaparan dan pembahasan data, akan memperlihatkan bahwa unsur kreativitas penulis berperan penting dalam setiap tahap penulisan tesis. Dalam menganalisis dan menginterpretasi data, unsur kreativitas penulis sangat menentukan (Evans & Gruba, 2002), khususnya ketika penulis mengevaluasi data dan mengintegrasikannya dengan temuan-temuan sebelumnya (Thomas, 2000), dan ketika itulah penulis bisa “agak subjektif” (Glatthorn & Joyner, 2005:210).

Kata “menulis” yang dipakai dalam buku ini tidak hanya menggambarkan proses menuangkan gagasan atau ide dalam tulisan, tetapi menggambarkan “the entire event” (Bolker, 1998:xiv) dari proses penelitian yang dilakukan, mulai dari memikirkan topik, dan menulis “zero draftt (Bolker, 1998: xiv). Untuk itu, buku ini juga memberikan perhatian yang cukup besar kepada aspek non-akademik yang tampaknya kurang penting, tetapi memegang peranan kunci untuk membantu kelancaran mahasiswa menulis tesis dan disertasi, seperti langkah-langkah yang harus ditempuh sebelum mulai melakukan penelitian, bahkan sebelum memutuskan untuk kuliah di program pascasarjana. Buku ini juga menawarkan beberapa tips dalam menangkal beberapa tantangan yang bisa menghambat produktivitas menulis, seperti asumsi mengenai mahasiswa pascasarjana (khususnya mahasiswa doktor), dan asumsi mengenai penulisan tesis atau disertasi, kebiasaan menunda menulis tesis dan disertasi (prokra stinasi), serta kondisi writer‟s block atau kondisi ketika penulis tidak bisa mengeluarkan gagasan atau ide.

(17)

atau disertasi secara keseluruhan. Alasannya adalah bahwa proposal sebenarnya merupakan embrio dari tesis yang akan ditulis. Unsur-unsur yang harus ada dalam proposal, seperti abstrak, pendahuluan, kerangka teori atau kajian pustaka, pertanyaan penelitian, metode penelitian (Thomas & Brubaker, 2000; Glatthorn & Joyner, 2005;Maxwell, 2005:125-125) merupakan unsur-unsur yang harus ada dalam tesis atau disertasi. Proposal yang baik, seperti kata Rudestam dan Newton (1992) dan Levine (2007), pada dasarnya terdiri dari tiga bab pertama yang biasanya ada dalam tesis atau disertasi, yakni pendahuluan, kajian pustaka dan metode penelitian.

Untuk itu, buku ini menganggap bahwa cara penulisan bab pendahuluan, kajian pustaka dan metode penelitian yang ada dalam buku ini dapat dipakai untuk penulisan proposal. Ada hal yang mungkin berbeda antara proposal dan tesis (yang ditulis dalam bahasa Inggris maupun dalam bahasa Indonesia), terutama terkait dengan penggunaan bahasa dalam memaparkan metodologi penelitian. Dalam bahasa Inggris bagian metode penelitian dalam proposal menggunakan future tense (menggunakan kata akan” dalam bahasa Indonesia) mengingat peneliti memaparkan kegiatan yang akan dilakukan, sementara dalam tesis atau disertasi peneliti menggunakan past tense, karena melaporkan kegiatan di masa lampau.

(18)

Buku ini juga didasari oleh teori atau hasil karya mereka yang berkecimpung dalam analisis teks, khususnya mereka yang bekerja di bawah payung linguistik sistemik fungsional (Halliday, 1985a,b;1994a,b,c; Halliday & Hasan, 1976) atau English for specific purposes (Swales, 1990; Swales & Feak, 1994; 2004; Berkenkotter & Huckin, 1995). Selain itu, buku ini juga didasari oleh salah satu prinsip dasar pendekatan genre-ba sed dalam mengajar menulis, berkaitan dengan manfaat guru menerangkan struktur organisasi atau generic structure dan elemen-elemen atau “move” dari teks yang akan ditulis oleh siswanya (Christie, 1990; 1997; 2002a,b; 2005;

Derewianka, 1990, 1998, 2003; Feez & Joyce, 1998a,b; 2000; Feez, 2002; Macken-Horarik, 2002; Martin, 1992; 1997; Martin & Rose, 2003; 2007; Rose, 2003, 2006a,b,c, 2007a,b,c,d). Dengan demikian, dalam pembahasan setiap bagian dari buku ini, penulis menekankan elemen-elemen (generic structure) yang sebaiknya ada dalam setiap bagian tesis. Hal ini konsisten dengan keyakinan bahwa generic structure merupakan alat untuk menulis dan berpikir, atau “a tool for writing and thinking” (Murray, 2002:14). Organisasi teks yang bagus tidak hanya mempermudah penulis tetapi juga pembaca, seperti dikatakan oleh Christie dan Dreyfus (2007) berikut ini:

A strong sense of overall organisation … of a successful text ensures the reader has a clear understanding both of the points made and of the manner in which these are introduced and related to the text‟s overall purposes(2007:236).

(19)

Christie dalam konsultasi pribadi dengan penulis (lihat juga Christie & Dreyfus, 2007), sangat diperlukan tidak hanya oleh penulis yang belajar bahasa Inggris sebagai bahasa asing, tetapi juga oleh penutur asli bahasa Inggris.

Untuk itu, dengan didasari prinsip “explicit teaching” (Christie, 1990; Martin, Christie & Rothery, 1994), “direct telling” (Callaghan & Rothery, 1989), “scaffolding” (Wood, Bruner, & Ross, 1976) dan the zone of proximal development (Vygotsky, 1962; 1978) yang memungkinkan pembelajar mencapai sesuatu yang lebih tinggi ketimbang kalau mereka belajar atau menemukan sendiri, seperti yang ditekankan oleh pendekatan genre-based, buku ini diharapkan dapat menjadi salah satu acuan yang dapat dipakai oleh mahasiswa untuk membantu mereka memperoleh prestasi yang lebih baik, dan melalui proses penulisan tesis dan disertasi dengan lebih baik dan lebih cepat.

Setiap bab selanjutnya dari buku ini akan memaparkan cara praktis melalui setiap tahap dari “journey” (Roberts, 2004) penulisan atau penyelesaian tesis dan disertasi, mulai dari

merencanakan, mengumpulkan bahan dan menulis laporan penelitian dalam bentuk tesis dan disertasi, terutama dalam bahasa Inggris.

Organisasi buku

(20)

Bab Empat akan membahas peran feedback atau masukan dari pembimbing khususnya dalam menulis tesis atau disertasi. Tidak seperti bab-bab lain dari buku ini, Bab Empat ini tidak hanya relevan untuk mahasiswa yang sedang menulis tesis atau disertasi, tetapi juga untuk para dosen yang membimbing tesis atau disertasi, mengingat bab ini juga akan membahas cara-cara serta jenis feedback yang diperlukan oleh mahasiswa, tergantung pada tahapan penulisan tesis atau disertasinya. Bab Lima akan membahas berbagai aspek yang berkaitan dengan tesis dan disertasi, mulai dari definisi serta beberapa strategi serta tips tentang cara penulisan tesis atau disertasi, terutama dalam bahasa Inggris. Kemudian Bab Enam akan membahas generic structure atau struktur organisasi tesis dan disertasi. Dalam bab ini akan dibahas kemungkinan adanya perbedaan struktur organisasi tesis dan disertasi, tergantung konteks penulisan tesis atau disertasi itu sendiri.

(21)

(acknowledgement) serta contents (isi dari sebuah tesis atau disertasi). Contoh penulisan untuk tiap-tiap bagian pendahuluan tesis atau disertasi ini akan diberikan berdasarkan data yang diperoleh dari hasil penelitian mengenai kesulitan mahasiswa dalam menulis tesis dalam bahasa Inggris di Sekolah Pascasarjana UPI selama tahun 2007 dan dari sintesis kajian pustaka tentang penulisan tesis dan disertasi, terutama dalam bahasa Inggris, yang dipakai dalam buku ini.

Bab Delapan akan membahas unsur-unsur dan cara penulisan bab pendahuluan serta ciri

linguistiknya. Karena pendahuluan biasanya singkat dan pendek, maka dalam bab ini tidak akan begitu banyak yang dipaparkan. Penjelasan mengenai menulis pendahuluan akan diikuti dengan penjelasan penulisan literature review atau kajian pustaka, yang akan dibahas di Bab Sembilan. Kajian pustaka merupakan salah satu bab yang paling panjang dan paling penting di dalam tesis atau disertasi. Bab ini juga akan membahas beberapa masalah dan kesalahan umum dalam penulisan kajian pustaka. Kemudian Bab Sepuluh akan memaparkan cara menulis bab metodologi penelitian, termasuk beberapa langkah atau elemen yang biasanya ada dalam bagian metodologi.

(22)

dengan sedikit pembahasan tentang penggunaan hedging dan peran serta manfaat dari penggunaannya dalam membantu membuat pernyataan yang “sound” tetapi tidak tampak arogan, sehingga pernyataan itu bisa diterima oleh pembaca. Bab ini juga akan memperlihatkan bahwa pembahasan data merupakan dasar kesimpulan tesis atau disertasi, dan semua kesimpulan serta saran yang dinyatakan dalam bab kesimpulan dari tesis dan disertasi tidak boleh muncul tiba-tiba atau “out of the blue” (Emerson dkk, 2007, lihat juga Evans & Gruba, 2002), tetapi harus muncul dalam bab pembahasan.

(23)

BAB 2: PERSIAPAN: FAKTOR PRIBADI ATAU

NONAKADEMIK

Pendahuluan

Bab satu telah memaparkan tujuan serta gambaran umum mengenai isi buku secara keseluruhan. Bab ini akan membahas beberapa hal dalam tahap persiapan yang perlu dilakukan dan diperhatikan oleh mahasiswa yang akan menulis tesis atau disertasi, bahkan sebelum memutuskan untuk mengambil program pascasarjana. Beberapa hal yang akan dibahas mungkin tidak berkaitan langsung dengan masalah akademik, tetapi memainkan peranan yang sangat penting bagi keberhasilan seseorang dalam menyelesaikan tesis atau disertasinya dan menyelesaikan studi di program pascasarjana. Beberapa hal yang perlu dilakukan itu adalah evaluasi diri (self-assessment), membangun rasa percaya diri, dan siap menghadapi beberapa tantangan yang dapat menghambat produktivitas menulis tesis atau disertasi. Setiap aspek di atas akan dibahas berikut ini.

Evaluasi diri (

Self-assessment

)

(24)

Dengan kondisi mahasiswa yang umumnya sudah bekerja, maka sebelum mengambil program pascasarjana, mahasiswa seyogianya memikirkan dengan matang bahwa “belajar sambil bekerja itu bukan hal yang mudah, karena berarti harus bekerja ekstra” (Wellington dkk, 2005:16). Dengan demikian, alasan yang dimiliki mahasiswa untuk mengambil program pascasarjana, terutama program doktor, sangat berpengaruh terhadap apa yang dicari dan dihasilkan dari program itu, dari pengalaman belajar sebagai mahasiswa magister atau doktoral. Khusus untuk mahasiswa doktor, Wellington dkk (2005:17) menegaskan:

Enrolling for a doctorate is rarely a snap decision and, given the amount of time, effort, energy and commitment that will be required on the part of the student and, often their family and friends, nor should it be. This is not something to take up on a whim, since most doctorate take a minimum of three or four years study to complete (depending on whether they are full or part-time programmes) and a substantial number of people are finishing off into subsequent years.

Although it might sound something of a truism, in order to be successful on a doctoral programme, you have really got to want to do it (Wellington, dkk, 2005:17).

Salah satu hal yang perlu dilakukan sebelum memulai menulis tesis atau disertasi, menurut beberapa penulis (seperti Swetnam, 2000; Johnson, 2003; Roberts, 2004; Wellington, dkk, 2005), adalah self-assessment atau evaluasi diri. Dalam evaluasi diri ini, Swetnam (2000) menyarankan kepada mahasiswa doktor, yang menurut penulis relevan juga untuk mahasiswa magister, beberapa hal seperti yang ada dalam Tabel 2.1 di bawah ini.

Tabel 2.1 Pertanyaan Evaluasi Diri 1

1. Apakah kita mempunyai komitmen dan motivasi?

2. Apakah kita bisa mengatasi tuntutan pekerjaan dan juga keluarga? 3. Apakah kita mempunyai keterampilan membaca dan menulis? 4. Apakah kita bisa melakukan perjalanan dan kerja malam hari?

5. Apakah kita bisa membayar uang kuliah atau mendapatkan bantuan dana untuk kuliah? 6. Apakah kita bisa bekerja mandiri?

7. Apakah kita bisa merespon atau menanggapai tekanan dan deadline (batas waktu) untuk menyelesaikan sesuatu)? (Swetnam, 2000:14)

(25)

Tabel 2.2 Pertanyaan Evaluasi Diri 2

1. Apakah kita menantikan pengalaman yang menyenangkan dan menguntungkan? 2. Apakah kita ingin memperluas kemampuan berpikir kita?

3. Apakah kita ingin bertemu dengan orang-orang yang memberi semangat? 4. Apakah kita siap untuk meningkatkan kesempatan berkarir kita?

5. Apakah kita ingin merasa bangga dengan pencapaian atau prestasi kita? (Swetnam, 2000:15).

Selain itu, dengan nada yang sama, yang ditujukan kepada mahasiswa doktor, yang sebenarnya juga relevan untuk mahasiswa magister di Indonesia, Roberts (2004, lihat juga Lawton, 1997) menyarankan bahwa sebelum mengambil program magister atau doktor, sebaiknya kita bertanya tentang beberapa hal seperti di bawah ini:

1. Apa yang mau kita korbankan atau pengorbanan apa yang mau kita lakukan? Hal ini sangat penting karena tidak ada keberhasilan, termasuk keberhasilan mencapai gelar magister atau doktor, tanpa ada pengorbanan.

2. Apakah kita mau mengorbankan kesenangan sebentar untuk tujuan jangka panjang?

Menurut Roberts, menulis tesis, apalagi disertasi, seperti yang akan dipaparkan dalam bab-bab selanjutnya dari buku ini, merupakan tugas yang demanding, banyak persyaratan, memerlukan waktu yang lama, menghabiskan uang dan energi yang bisa mempengaruhi segala aspek kehidupan kita. Roberts juga menegaskan bahwa menulis disertasi (dan juga tesis) bisa menimbulkan ketegangan dalam hubungan antara kita dengan suami atau istri, anak, kolega, atau teman, dan bisa mempengaruhi pelaksanaan tugas sehingga dapat menimbulkan konflik antara kita dengan atasan kita.

(26)

bekerja, kita sebaiknya meminta untuk tidak diberi beban pekerjaan ekstra selama menulis tesis atau disertasi. Kepada keluarga, mungkin sebaiknya minta izin untuk mempunyai kamar yang berantakan, karena mungkin buku akan berserakan ketika kita yang sedang menulis tesis atau disertasi membaca banyak referensi, dan meminta pengertian kalau kita mengatakan ”tidak” atas ajakan-ajakan yang kurang relevan dengan penulisan tesis atau disertasi. Demikian juga kepada kolega, kita hendaknya belajar mengatakan ”tidak” tanpa ada rasa bersalah ketika kita diajak melakukan kegiatan yang kurang berkaitan dengan penulisan tesis atau disertasi kita.

3. Seberapa lama kita bisa bertahan? Dalam hal ini, Roberts (2004) menyarankan bahwa kita bertanya apakah kita bisa siap dengan stres yang biasanya mendampingi kemunduran dan tuntutan ekstra dalam waktu kita.

(27)

Selain dari memikirkan hal di atas, ada satu hal lagi yang perlu diperhatikan dalam mengevaluasi diri, yakni gaya belajar atau learning styles (Smith, 2002:30). Menurut Smith ada empat macam gaya belajar, yakni:

Activists: belajar dengan baik dimana mereka melibatkan diri dalam tugas yang diberikan (melalui permainan dan simulasi, olah raga dalam tim, dan sebagainya). Gaya belajar seperti ini biasanya belajar dengan praktek melakukan.

Reflectors: Belajar dengan baik dari aktivitas yang di dalamnya mereka mempunyai kesempatan yang banyak untuk mereviu dan merefleksikan apa yang terjadi.

Theorists: Belajar dengan baik kalau apa yang dipelajari merupakan sebuah sistem, model, konsep atau teori.

Pragmatists: Belajar dengan baik kalau ada hubungan yang jelas antara apa yang dipelajari dengan masalah atau kesempatan dalam pekerjaan.

Setelah kita berusaha untuk menilai gaya belajar, kita bisa memikirkan kegiatan atau cara belajar yang paling efektif untuk kita sehingga kita bisa menyelesaikan tesis dan disertasi dengan baik dan tepat waktu.

Setelah kita mengevaluasi diri dengan cara bertanya dan menjawab pertanyaan-pertanyaan di astas, langkah selanjutnya yang perlu dilakukan adalah membangun rasa percaya diri, yang akan dipaparkan di bawah ini.

(28)

Rasa percaya diri sangat besar peranannya dalam membantu mahasiswa menyelesaikan tugas belajarnya di tingkat magister, apalagi doktor. Hal ini dikatakan dalam bahasa Inggris bahwa “a

great preventor of progress is lack of confidence and the insecurity that results” (Swetnam,

2000:15, lihat juga Murray, 2002; Paltridge & Stairfield, 2007 untuk uraian yang hampir sama). Untuk membangun rasa percaya diri, menurut Swetnam sebaiknya kita bertanya tentang beberapa hal berikut:

1. Kapan tesis atau disertasi harus diserahkan untuk diuji? 2. Berapa kata yang harus ditulis?

3. Apakah ada tanggal khusus yang lebih cepat untuk mengumpulkan bagian dari tesis, seperti kajian pustaka?

4. Bagaimana tesis atau disertasi itu harus dipresentasikan?

5. Format apa yang harus dipakai, adakah peraturan tentang format tesis atau disertasi? 6. Dukungan tutorial apa yang tersedia? (Swetnam, 2000:15).

Berkaitan dengan tutorial khususnya, Swetnam (2000) dan penulis lain, seperti Hamilton dan Clare (2003a) dan Paltridge dan Stairfield (2007) menegaskan bahwa kegagalan atau non-submissions atau tidak berhasilnya mahasiswa menyelesaikan tesis atau disertasi didominasi oleh mereka yang enggan bertemu dengan tutor atu pembimbing. Swetnam mengatakan, “A top secret piece of advice: if you fail and appeal, the fact that you have not accepted tutorials will count

against you” (2000:15). Masalah peran masukan atau saran dari pembimbing akan dijelaskan

(29)

Selain itu, untuk meningkatkan rasa percaya diri, mahasiswa juga perlu menumbuhkan keyakinan atau sikap positif tentang menulis. Menurut Johnson (2003, lihat juga Thomas, 2000; Murray, 2002; Roberts, 2004; Paltridge & Stairfield, 2007), keyakinan itu berkenaan dengan beberapa hal sebagai berikut.

Setiap orang bisa menulis

Menulis, menurut Johnson (2003) bukanlah kegiatan yang hanya bisa dilakukan oleh profesor, guru bahasa Inggris, atau ahli tata bahasa saja. Menulis berkaitan dengan menemukan gagasan atau pikiran, mengorganisasikan gagasan atau pikiran itu, dan menuliskannya dengan kata yang tepat untuk mengkomunikasikan gagasan itu.

Keyakinan bahwa setiap orang bisa menulis sangat penting dimiliki sejak awal menulis karena sikap ini berperan lebih besar dari faktor lain. Dalam hal ini, Roberts (2004:4) menyatakan:

If you believe you will be able to succeed at a particular undertaking and you approach the endeavour with a sense of excitement and joyful expectation, your chances of achieving success are much higher than if you face the task with dread and apprehension (2004:4).

Sebaliknya, kalau mahasiswa berpikiran negatif, maka hukum Murphy (Swetnam, 2000) atau hukum Finagle pertama dalam penelitian (Rudestam & Newton, 1992:10) pun akan berlaku, yakni: “If something can go wrong, it will go wrong.

(30)

disertasi ada kemungkinan bahwa minat mahasiswa berkurang, percaya diri turun, frustrasi karena tidak mendapat bantuan yang diperlukan. Tetapi, tambah Crasswell, mahasiswa harus menulis apa yang membuat dia tidak bersemangat dan membicarakannya dengan pembimbing. Masalah mengatasi turunnya semangat bisa dilihat dalam bagian selanjutnya dari bab ini, terutama berkaitan dengan prokrastinasi.

Setiap orang bisa menulis dengan baik

Keyakinan bahwa setiap orang bisa menulis dengan baik dapat mendorong mahasiswa menjadi penulis yang lebih baik, yakni dengan cara berlatih. Kalau tidak menulis, tulisannya tidak akan menjadi baik (Johnson, 2003). Menurut Zerubavel (1999), yang dikutip oleh Paltridge dan Stairfield (2007:45), “Menulis perlu dijadikan sebagai kebiasaan, melalui menulis seraca teratur, setiap hari, ilham, inspirasi akan muncul”. Penulis tesis dan disertasi, seperti yang disarankan oleh Bolker (1998) dan Rodrigues dan Rodrigues (2003:119), perlu menyisihkan waktu setiap hari untuk menulis tesis atau disertasinya atau menentukan batas waktu yang spesifik untuk mengetahui jumlah waktu yang dimiliki. Menulis setiap hari, walaupun hanya 15 menit, seperti yang disarankan Bolker (1998), bisa membantu penyelesaian tesis atau disertasi. Menulis tesis atau disertasi secara teratur juga dapat mempertahankan motivasi serta pemahaman terhadap tujuan dan bentuk tesis atau disertasi secara keseluruhan (Swetnam, 2000:23).

(31)

berarti paling tidak ada penambahan kata yang ditulis. Hal ini bisa dijadikan sebagai salah satu cara untuk “membuat momentum” (Murray, 2002:7).

Bagi penulis dalam bahasa Inggris sebagai bahasa asing, seperti mahasiswa yang mengambil program studi bahasa Inggris di kebanyakan universitas di Indonesia, Paltridge dan Stairfield (2007) menegaskan bahwa menulis sejak dini dan sering sangat penting, karena “Text production leads to more text production” (2007:45).

Membaca meningkatkan kemampuan menulis

Membaca dapat menambah perbendaharaan kata dan memperluas pengetahuan (Johnson, 2003). Membaca buku yang berbahasa Inggris khususnya akan sangat membantu meningkatkan perbendaharaan kata yang dimiliki. Sebagai bahasa Internasional pertama, bahasa Inggris memiliki kosa kata lebih dari satu juta kata, jauh lebih banyak dari pada bahasa internasional lainnya, seperti bahasa Perancis yang hanya memilki sekitar 75.000 kata saja (Matthews, Bowen & Matthews, 2000:158). Dengan mengutip McNeil (1995), Matthehws, Bowen dan Matthews menambahkan bahwa apa yang disebut dengan “the glorious messiness of English” menyebabkan banyaknya perbendaharaan kata yang dimiliki oleh orang yang banyak membaca buku-buku berbahasa Inggris dan juga membuat orang sulit memahami teks bahasa Inggris kalau mereka tidak sering membaca bahasa Inggris mengingat begitu banyaknya perbendaharaan kata yang mungkin muncul dalam buku itu.

(32)

Dalam proses penelitian, membaca akan membuat peneliti mengetahui apa yang terjadi dalam disiplin ilmu yang ditelitinya (Rhedding-Jones, 2005:35). Dalam kaitannya dengan hal ini, Rhedding-Jones menulis:

If you are going to know about what is currently happening in the disciplines, then you will have to not only go out and see and hear what is happening but read about it. Reading is a crucial part of research and one that some beginning researchers know very little about. It is very important then, if you want to do research that will publish well, to find out what is being done (2005-35).

Hal ini juga dikukuhkan oleh Krathwell dan Smith (2005:8) yang mengatakan bahwa membaca secara selektif dan kritis bisa mendapatkan pemahaman dan ide, sedangkan menulis bisa dijadikan alat untuk memperjelas dan membuat gagasan yang ada dalam pikiran kita menjadi eksplisit, sehingga kita bisa mengkomunikasikannya kepada orang lain. Selain membaca dan menulis, menurut Krathwell and Smith, penelaahan ulang dan diskusi juga penting untuk mengetahui kelebihan serta kekurangan gagasan yang kita miliki.

Semua penulis tidak menulis draft pertama dengan baik

Selama ini, belum ada orang yang menulis teks akademik seperti Mozart, satu kali jadi (Roberts, 2000; Thomas, 2000). Penulis perlu menghargai apa yang disebut dengan slop, yakni tahap pertama dalam menghasilkan karya tulis yang baik (Johnson, 2003). Salah satu paradoks dalam hidup, menurut Johnson adalah bahwa kita (penulis) tidak bisa menulis dengan baik kalau belum menulis draft pertama yang tidak bagus.

Banyak mahasiswa mengalami kesulitan dalam menulis karena mereka memegang teguh

(33)

Penulis yang menunda sampai mempunyai ide atau gagasan yang jelas seperti ini, menurut Wolcott (2001:22), berisiko untuk tidak pernah mulai menulis. Wolcott mengungkapkan:

Writers who induldge themselves by waiting until their thoughts are clear run the risk of never beginning at

all. And that … is why it is important to write a draftt rather than to keep on preparing and thinking about

what you will write when you start …

An idea I offer to anyone contemplating a qualitative/descriptive study, and especially to those who express concern about how they will write up a study before the research has even begun, is this: Write a preliminary draftt of the study. Then do fieldwork (2001:22-23).

Wolcott menambahkan bahwa setiap orang yang menulis tentang menulis memberi saran yang hampir sama. Dengan mengutip Milton Lomask (1987:26,27), Wolcott menulis:

Irrespective of where your research stands, start the writing the minute some of the material begins coming

together in your mind. … Get the words down. You can alwa ys change them ( 2001:23)

Untuk itu, menurut Wolcott (2001:22), lebih baik menulis draft dari pada terus mempersiapkan dan memikirkan apa yang akan ditulis ketika kita mulai menulis. Cara menulis tesis dan disertasi ini akan diuraikan dalam beberapa bab ke depan.

Selain dari melakukan evaluasi diri dan membangun rasa percaya diri, mahasiswa yang sedang menulis tesis atau disertasi seyogianya siap menghadapi beberapa tantangan yang sering dihadapi yang dapat menghambat produktivitas menulis. Beberapa tantangan yang paling sering dihadapi oleh penulis tesis dan disertasi itu akan dipaparkan dalam bagian berikut.

Menghadapi tantangan yang bisa menghambat kelancaran menulis tesis dan

disertasi

(34)

(menimbulkan banyak risiko) bagi kesehatan. Menulis tesis atau disertasi, khususnya, tidak hanya merupakan kegiatan intelektual, namun juga psikologis yang dengan ini kebanyakan mahasiswa akan diuji (2004:6). Menulis tesis atau disertasi, menurut Roberts, merupakan kegiatan pribadi, sesuatu yang mengetes kemampuan/kekuatan stamina, percaya diri dan ketahanan emosional. Khusus kepada mahasiswa doktor, Roberts mengatakan bahwa satu-satunya cara untuk menjadi doktor adalah dengan mau menghadapi segala tantangan yang ada dalam perjalanan penulisan disertasi dan melakukannya tanpa berhenti.

Berdasarkan sintesis teori penulisan tesis dan disertasi (lihat Swetnam, 2000; Evans & Gruba, 2002; Murray, 2002; Hamilton & Clare, 2003a,b,c; Roberts, 2004; Wellington, dkk, 2005; Kamler & Thomson, 2006; Thody, 2006; Paltridge & Stairfield, 2007), paling tidak ada tiga tantangan yang paling utama dalam perjalanan membuat tesis atau disertasi. Ketiga tantangan itu adalah: (i) P rokrastinasi atau penundaan pekerjaan, yang bisa sangat mudah menjadi “cara hidup” (Swetnam, 2000) para penulis tesis dan disertasi, yang sebenarnya berkaitan dengan

hambatan emosional; (ii) writer‟s block atau keadaan ketika penulis tidak bisa memunculkan gagasan atau ide dan tidak tahu apa yang dilakukan atau ditulis, dan (iii) karir dalam bekerja yang sudah cukup tinggi. Masing-masing hambatan akan dijelaskan berikut.

1. Prokrastinasi:

(35)

umum di kalangan mahasiswa yang sedang menulis tesis dan terutama disertasi dan kalau berlangsung lama akan menimbulkan status ABD yakni “All But Dissertation”, ketimbang gelar Doktor atau Magister (Roberts, 2004:7, lihat juga Brause, 2000; Thomas & Brubaker, 2000). Roberts menyarankan bahwa kita harus segera mengidentifikasi kebiasaan menunda-nunda pekerjaan yang berkaitan dengan tesis atau disertasi. Roberts mengutip George H. Lonmer dengan mengatakan “Putting off an easy thing ma kes it ha rd, and putting off a hard one makes it impossible (2004:7). Dalam bahasa Indonesia, pernyataan itu berarti “Menunda sesuatu yang mudah akan menjadikannya sulit dan menunda sesuatu yang sulit akan menjadikannya tidak mungkin dilakukan” (Roberts, 2004:7).

Prokrastinasi mengurangi waktu dan energi kreatif kita untuk menulis. Tentu kita mempunyai banyak pekerjaan selain menulis dan menyajikan penelitian kita. Membuang-buang waktu untuk hal-hal kecil memang bisa merupakan relaksasi mental yang sangat bermanfaat, tetapi “That‟s

all” seperti yang disarankan oleh Thody (2006:59). Menurut Thody, berdasarkan pengalaman

dari mahasiswa dan koleganya, banyak kegiatan yang menimbulkan mahasiswa yang sedang menulis tesis atau disertasi menunda pekerjaannya. Beberapa kegiatan itu, di antaranya bisa dilihat dalam Tabel 2.3 di bawah ini:

Tabel 2.3 Kegiatan yang bisa mendorong penundaan penulisan tesis atau disertasi

Kegiatan yang bisa mendorong penundaan penulisan tesis atau disertasi Menjawab email,

Main komputer,

Melakukan pekerjaaan rumah yang berat yang jarang dilakukan, seperti membersihkan kaca, menyeterika handuk, membersihkan seluruh lantai rumah,

Istirahat-duduk di sofa sambil minum kopi, Jalan-jalan,

Berkunjung ke rumah kerabat atau saudara dalam waktu yang lama,

Foto-foto diri sendiri dengan menggunakan telepon genggam sambil belajar mengirim foto ke telepon genggam lain,

Banyak lagi kegiatan yang lain yang mungkin bisa kita tambahkan di kotak ini. (dikutip dari Thody, 2006:62).

(36)

Dengan mengutip Stan Hibbs (drhibbs@drhibbs.com) Roberts (2004) juga menyarankan bahwa mahasiswa bisa mengajukan beberapa sanggahan terhadap beberapa alasan yang umum dilontarkan oleh mahasiswa pascasarjana dan menyebabkan seorang mahasiswa itu tidak menulis tesis atau disertasinya. Beberapa alasan dan sanggahan itu, menurut Roberts (2004:8-9), dapat digambarkan sebagai berikut:

Alasan: Saya tidak mempunyai waktu.

Sanggahan: Waktu saya terbatas tetapi saya selalu bisa mulai dan mengerjakan sesuatu. Saya akan merasa jauh lebih senang kalau saya bisa melakukannya.

Alasan: Saya kurang bersemangat hari ini.

Sanggahan: Saya kurang bersemangat untuk bekerja hari ini, tetapi saya akan merasa senang kalau saya mngalami kemajuan dalam penulisan tesis saya.

Alasan: Saya punya banyak pekerjaan yang harus saya lakukan.

Sanggahan: Ya, ada banyak hal yang bisa saya lakukan, tetapi itu tidak akan membuat saya menjadi doktor. Saya akan melakukan sejumlah kegiatan setelah saya melakukan progress penulisan hari ini.

(37)

2000; Roberts, 2004 dan Wellington, dkk, 2005 tentang beberapa saran yang hampir sama). Beberapa hal ini di antaranya adalah sebagai berikut.

Memikirkan kembali alasan mengapa kita mengambil program magister atau (apalagi) doktor

Ketika kita merasakan turunnya motivasi untuk menulis tesis atau disertasi, sebaiknya kita bertanya kepada diri sendiri tentang mengapa mengambil program magister atau apalagi doktor (Lawton, 1997; Roberts, 2004). Menurut Roberts, kita pasti bertanya kenapa terus menyiksa diri sendiri dengan cara seperti ini. Ketika kita mempunyai perasaan seperti ini, Roberts menyarankan bahwa kita sebaiknya menyisihkan waktu untuk merefleksikan alasan mengapa kita memutuskan untuk sekolah lagi, mengambil program magister dan apalagi doktor. Pertanyaan-pertanyaan yang dicontohkan di bagian evaluasi diri di atas mungkin bisa dilihat kembali untuk menjawab pertanyaan seperti ini. Khusus untuk mahasiswa Doktor, Lawton (1997:3) menulis: “To get a PhD will involve years of hard work and all kinds of difficulties. So

why do you want a PhD?”

Membuat komunitas yang mendukung

(38)

Menulis secara teratur

Salah satu cara untuk menghindari prokra stinasi adalah membuat kegiatan menulis sebagai sesuatu yang kita lakukan secara rutin dan ritualistik (Hamilton & Clare, 2003b: 52). Untuk itu, menurut Thody (2006:59), sebaiknya kita segera mulai menulis mengingat penulis berpengalaman pun mengetahui bahwa tidak ada rumus jitu tentang kapan mulai menulis. Jadi sebaiknya kita tidak perlu menunggu inspirasi atau waktu yang ideal untuk menulis.

Manfaat menulis dari awal telah banyak ditegaskan oleh para penulis teori menulis tesis dan disertasi (Swetnam, 2000; Evans & Gruba, 2002; Johnson, 2003; Rhedding-Jones, 2005; Kamler & Thomson, 2006; Paltridge & Stairfield, 2007). Rhedding Jones mengatakan:

Research is actually writing, and that is also reading and learning. You as the researcher will become a better reader that you were, because of the process of research and your desire to find out who else is out

there writing. Through this your own writing will be better crafted, more polished, for differing audience…

the learning that you do as researcher cannot be measured. If you are not a postgraduate student, it cannot even be talked about (Rhedding-Jones, 2005:20-21).

Senada dengan Rhedding-Jones, Kamler dan Thomson (2006:11) dengan eksplisit mengemukakan bahwa meneliti adalah menulis. Kamler dan Thomson menegaskan:

Right from the time we begin to think about the research questions we are interested in pursuing, we begin to write. We record the books we have read, we take notes from them, we keep a journal of our ideas; we have a folder full of jottings. As the research progresses, we wr ite summaries and short papers that compile some of the ideas with which we are working. We make notes to discuss with others and write conference papers where we put our ideas into the public arena for the first time. Researching cannot be separated from writing (2006:11).

Kedua pernyataan di atas paralel dengan apa yang dikemukakan oleh Bolker (1998:xiv) bahwa

“to do research is to inquire, to dig one‟s way into a problem, and writing is the best tools

(39)

Kalau kita punya kebiasaan menunda-nunda pekerjaan atau menulis tesis atau disertasi, sebaiknya kita mendiskusikan masalah ini dengan pembimbing untuk mengetahui dimana sebenarnya masalahnya.

2. Writer’s block

Semua penulis, terutama penulis disertasi, mengalami apa yang dinamakan dengan “writer‟s block” (Roberts, 2004:11, lihat juga Thomas, 2000; Hamilton & Clare, 2003a,b; Johnson, 2003) dan dianggap sebagai “writer‟s worst fear” (Matthews, Bowen & Matthews, 2000:72).

Writer‟s blockadalah “kondisi ketika kata atau gagasan tidak bisa keluar atau muncul” (Johnson,

2003:5) dan kita benar-benar tidak bisa menulis (Hamilton & Clare, 2003a:24; 2003b:52). Tampaknya semakin berusaha, semakin sedikit kata atau gagasan yang bisa muncul. Writer‟s block, menurut Hamilton dan Clare (2003b:52) didefinisikan sebagai ketidakmampuan penulis untuk mengungkapkan untaian kata secara bermakna guna menyelesaikan sebuah tulisan. Hal ini, tambah Hamilton dan Clare (2003b) bersifat sementara dan bisa diatasi dengan membiarkan waktu berlalu.

(40)

Writer‟s block sebenarnya diakibatkan oleh adanya keinginan untuk mendapatkan tulisan kita bagus pada draft pertama (Thomas, 2000; Johnson, 2003; Hamilton & Clare, 2003a,b; Roberts, 2004; Thody, 2006). Menurut salah seorang pelopor dari pendekatan proses dalam mengajar menulis, Donald Graves (1990:35), penyebab yang paling umum dari writer‟s block adalah ekspektasi penulis yang terlalu tinggi. Dengan ekspektasi yang tinggi ini, maka menulis, menurut Johnson (2003:5), akan menjadi sangat sulit dan kualitasnya akan kurang baik kalau kita berusaha untuk mengedit dan mengeluarkan gagasan pada saat yang bersamaan. Menulis, tambah Johnson, melibatkan dua proses mental yang berlawanan: mengeluarkan gagasan, dan mengevaluasinya (generating and evaluating). Johnson menegaskan:

You need to generate in order to get an abundance of words and ideas, but you also need to evaluate in order to throw, put and reshape words and ideas you have generated. But you cannot do both of these operations at the same time (Johnson, 2003:5).

(41)

Tidak ada rumus atau formula jitu untuk mengatasi hal ini, namun menurut Roberts (2004:12, lihat juga saran dari Hamilton & Clare, 2003a,b; Thody, 2006 tentang saran yang hampir sama) ada beberapa strategi yang dapat digunakan untuk menangkal hambatan atau mempertahankan supaya kata terus mengalir. Strategi itu di antaranya adalah:

(i) Mengubah cara menuliskan kata

Kalau mandeg dengan komputer, maka kita sebaiknya mencoba menulis dengan tangan, atau mengganti tempat menulisnya, dengan pergi ke luar atau ke perpustakaan.

(ii) Berolah raga sedikit

Keluar dan berjalan-jalan terutama untuk mengatasi writer‟s block yang diakibatkan oleh kelelahan. Dalam hal ini, Roberts (2004:12) mengatakan “Physical activity of the pleasant and slightly mindless kind can precipitate creative thinking”. Selain itu, kita juga bisa mengerjakan hal-hal yang masih berkaitan dengan tesis atau disertasi, tetapi tidak terlalu banyak memerlukan tenaga dan pikiran, misalnya, merapikan apendiks, mengecek bibliografi, memformat setiap bab, sehingga tidak perlu lagi membuat Table of Contents atau Daftar Isi.

(iii) Mengelompokkan gagasan

Hal ini bisa dilakukan dengan cara kita menulis apa saja yang ada dalam pikiran kita, tidak usah dipikirkan apakah yang ditulis itu terlalu jauh melenceng dari apa yang seharusnya ditulis.

(iv) Menulis “A crummy first draftt” (draft pertama yang tidak bagus)

Seorang yang perfeksionis, menurut Roberts (2004), mungkin tidak setuju dengan gagasan ini, namun, tambah Roberts, tidak ada orang, bagaimanapun berbakat dan pandainya, yang dapat menulis draftt pertama yang langsung dapat diterima (lihat juga Thomas, 2000). Roberts mengatakan:

No one however gifted, can write an acceptable first draftt. … First draftts are only first draftts and for

your eyes only” let them be sketchy thoughts, rambling sentences, clumsy word patterns, poor grammar

(42)

Berkenaan dengan menulis draft yang tidak bagus ini, Johnson (2003:5) juga memberikan saran yang sama untuk menghindari writer‟s block, yakni: menulis secepat mungkin bagaimanapun jeleknya tulisan itu. Johnson menulis, Use a pencil and a legal pad and write as quickly and a s

badly as possible” (Johnson, 2003:5).

Sementara itu, Thody (2006) menawarkan beberapa tips untuk menghentikan adanya “writer‟s

block” seperti terlihat dalam Tabel 2.4 di bawah ini.

Tabel 2.4. Beberapa cara menghilangkan writer’s block (dikutip dari Thody, 2006:62)

1. Jangan panik lebih dari 1 kali dalam seminggu.

2. Beri diri kita hadiah kalau kita bisa berhasil melaksanakan target menulis tesis yang dilakukan setiap hari. Hadiah nya bisa hal-hal kecil, seperti minum coca cola, makan cokelat, nonton TV sebentar, tetapi kita harus ingat bahwa kita membakar kalori, bahkan ketika kita hanya menulis. 3. Mengubah menulis bagian lain dari proyek penulisan tesis atau disertasi kita, kalau yang sedang

kita tulis tampaknya kurang menarik.

4. Menentukan batas waktu untuk relaksasi, sama halnya dengan menentukan waktu untuk menulis. 5. Jangan terlalu mengharapkan kesempurnaan.

6. Merefleksikan apa yang kita tulis ketika kita istirahat.

7. Ketika berhenti menulis, sebaiknya membuat catatan mengenai kalimat selanjutnya.

Saran terakhir yang juga bermanfaat untuk mengatasi masalah writer‟s blok ini diberikan oleh Hamilton dan Clare (2003a,b) bahwa ketika kita mengenali fase yang pada saat itu kita tidak bisa menulis, kita sebaiknya menjadikan kesempatan ini sebagai waktu untuk berpikir dan jangan menjadi stres dengan berpikir bahwa kita tidak melakukan apa-apa.

3. Karir dalam bekerja yang sudah tinggi

(43)

mereka datang ke kelas atau mengambil program magister atau doktor dan berperan sebagai “orang yang ingin tahu” dan menjadi mahasiswa peneliti yang mencari jawaban tidak hanya

terhadap pertanyaan penelitian tetapi juga terhadap pertanyaan-pertanyaan kehidupan sehari-hari dalam proses belajar, seperti di mana perpustakaan, di mana mendapatkan kartu perpustakaan, berapa sering harus menemui pembimbing, bagaimana menghubungi pembimbing? Hal ini, seperti dikatakan oleh Wellington, dkk dapat mendorong munculnya “ketidaknyamanan yang berkepanjangan dan rasa takut akan gagal atau tampak bodoh atau tolol” (2005:32). Berkenaan dengan hal ini, Wellington dkk menceritakan pengalaman salah seorang mahasiswa doktoral, yang juga merupakan ketua departemen di salah satu perguruan tinggi. Mereka melaporkan apa yang dikatakan oleh mahasiswa itu sebagai berikut:

I was so used to being the person „who knew‟ that it was really scary to find that, suddenly, I didn‟t. I didn‟t know where the rooms were or how to log on to the computer. I didn‟t even know what people were talking about in some of the first sessions there was so much jargon and stuff I was unfamiliar with and everyone else seemed to understand it. It was only ages afterwa rds, when I‟d got to know people better, that I discovered other people had felt the same way. I‟d gone home feeling really stupid and thinking I‟d made a huge mistake in convincing myself if I could do a doctorate. Now, we‟ve made a pact that if anyone,

including „outside experts‟ says something one of us doesn‟t follow, we‟ll ask for clarification. We‟ve also

a group of thing going where we‟ll say “you are talking in a code” if people start to use jargon (Dikutip oleh Wellington, dkk, 2005:32).

Keadaan seperti ini mungkin akan membuat mahasiswa menjadi kaget dan tidak jarang merasa malas untuk melanjutkan kuliah dan tentu akan menghambat kelancaran belajarnya. Mahasiswa yang sudah memiliki karir yang tinggi juga dikhawatirkan akan rentan terhadap feedback yang diberikan oleh pembimbing. Karena sudah biasa menjadi orang yang paling tahu dan tempat bertanya, ketika diberi masukan kadang-kadang mahasiswa kurang bisa menerimanya dengan lapang dada (Masalah feedback akan dibahas dalam Bab Empat dalam buku ini).

(44)

pascasarjana, khususnya mahasiswa doktoral, bahwa mahasiswa yang sudah mempunyai kedudukan tinggi di tempat kerjanya hendaknya menanggalkan semua kedudukannya ketika mereka berada di kampus.

Kesimpulan

Bab ini telah memaparkan beberapa aspek yang perlu diperhatikan sebelum mulai menulis tesis atau disertasi, bahkan sebelum mengambil keputusan untuk mengikuti kuliah di program pascasarjana. Beberapa aspek itu di antaranya adalah sebagai berikut:

Evaluasi diri, serta membangun rasa percaya diri merupakan dua faktor utama yang sangat menentukan kelancaran seseorang dalam menyelesaikan studinya;

Faktor keluarga yang merupakan orang terdekat dengan kita dan rasa percaya diri bahwa penulis bisa menyelesaikan tesis atau disertasinya juga merupakan modal paling utama; Kesiapan penulis dalam menghadapi beberapa tantangan yang bisa menghambat produktivitas menulis, seperti kebiasaan menunda menulis tesis membuat penulisan tesis yang sudah sulit menjadi semakin sulit dan bahkan sesuatu yang tidak mungkin dikerjakan, writer‟s block-hal yang dialami oleh semua penulis.

(45)

BAB 3: PERSIAPAN: FAKTOR AKADEMIK

Pendahuluan

Bab Dua telah membahas beberapa hal yang perlu dipersiapkan sebelum memulai proyek penelitian atau penulisan tesis dan disertasi yang berkaitan dengan masalah pribadi atau masalah non-akademik.

Bab ini akan membahas beberapa faktor yang sebaiknya dilakukan sebelum mulai menulis tesis dan disertasi, tetapi berkaitan langsung dengan masalah akademik, mulai dari proses memilih topik, memilih pembimbing, merencanakan jadual yang realistis, memahami metode penelitian, memahami gaya tulisan akademik, menganalisis tesis atau disertasi yang sudah jadi dan menyiasati kata writing up dalam proses penelitian. Kata atau istilah writing up seyogianya disiasati dengan cermat, mengingat konsep atau istilah ini oleh beberapa penulis mengenai penulisan tesis dan disertasi dianggap menyesatkan mahasiswa (lihat Kamler & Thomson, 2006; Paltridge & Stairfield, 2007).

Penjelasan dari masing-masing kegiatan atau proses yang sebaiknya terjadi sebelum mulai menulis tesis atau disertasi akan dipaparkan di bawah ini.

Memilih topik

(46)

disebutkan di sini). Sebelum mulai menulis tesis atau disertasi, kita perlu mengetahui terlebih dahulu apa yang ingin kita teliti dan yang ingin kita pelajari (Brause, 2000:37). Banyak orang meyakini bahwa penelitian atau riset adalah mengonfirmasi atau membuktikan asumsi. Namun demikian, keyakinan ini, menurut Brause, kurang tepat. Brause mengatakan:

... research is a process of searching repeatedly, re-searching for new insights and more comprehensive, cohesive, elegant theory. There are probably few, if any “truths” – immutable, never changing facts.

Each research project intends to advance our knowledge, getting closer to “truth” ( 2000:37).

Jadi, meneliti adalah proses mencari atau menemukan teori atau pandangan baru yang dilakukan secara berulang. Setiap penelitian ditujukan untuk mengembangkan pengetahuan peneliti tentang topik yang ditelitinya untuk mendekati “kebenaran”.

Proses memilih topik seperti meruncingkan pensil, mulai dari yang besar ruang lingkupnya, sampai menjadi kecil. Seorang pembicara dalam sebuah acara profesional development di Melbourne, bulan Agustus 2007, yang bernama Clare Acevedo, mengatakan bahwa sering terjadi ketika memulai meneliti atau mencari ide untuk tesis apalagi disertasi, mahasiswa sangat ambisius dan seperti ingin mengubah dunia melalui tesis atau disertasi yang ditulisnya. Tetapi, menurut Clare, kemudian mahasiswa sadar bahwa dia hanya bisa mengkaji setengah bagian dari dunia, kemudian seperempat, sepersepuluh bagian, dan akhirnya sampailah pada hanya salah satu contoh dari apa yang terjadi dalam kehidupan di dunia ini.

(47)

tesis yang berusaha untuk “mencari sebanyak mungkin tentang topik yang semakin sempit”

(Wellington, 2005) atau “narrow and deep” (Stevens & Asmar, 1999, dikutip oleh Paltridge & Stairfield, 2007:58). Stevens dan Asmar (1999) mengatakan:

...often new researchers start off with a project that is overly large and ambitious. … Wiser heads know that a

good thesis project is „narrow and deep‟. … even the simplest idea can mushrooms into an uncontrollably large project (dikutip dalam Paltridge dan Stairfield, 2007: 58).

Jadi, sebelum menentukan topik, kata kunci yang sebaiknya diingat oleh mahasiswa adalah manageability (Lawton, 1997:8). Sebelum menentukan topik, mahasiswa juga sebaiknya melalui proses pemilihan topik dengan pengerucutan berdasarkan partisipan, atau berdasarkan cakupan penelitian (Swetnam, 2000). Contoh pengerucutan topik seperti yang diberikan oleh Swetnam (2000) dapat dilihat di bawah ini.

Kajian bidang studi secara umum: Sosiologi Minat khusus: Kelompok lanjut usia

Lebih spesifik: Pusat pengasuhan kelompok lanjut usia Khususnya: Di kawasan rumah penduduk

Persisnya: Di rumah yang dikontrol oleh pengawas

Judul Draft: ”Pengelolaan pengasuhan kelompok lanjut usia di rumah yang dikontrol oleh pengawas”

Kalau tentang pengajaran bahasa Inggris, mungkin pengerucutan bisa dilakukan dengan cara begini:

Kajian umum: the teaching of English (Pengajaran Bahasa Inggris)

Minat khusus:EFL learners (pembelajar Bahasa Inggris sebagai bahasa asing) Lebih spesifik: Young learners (pembelajar usia dini)

Khususnya: in Bandung (di Bandung)

Persisnya: in one international private school in Bandung (di salah satu sekolah swasta internasional)

Judul: “Teaching English to young learners: A case study in one international private school in Bandung.” (Pengajaran bahasa Inggris kepada pembelajar usia dini di sebuah sekolah swasta internasional di Bandung)

(48)

Kajian bidang umum: The teaching of English Minat khusus: writing

Lebih spesifik:Argumentative writing Khususnya: Exposition

Kalau partisipannya seperti dijelaskan di atas, maka judulnya bisa seperti ini: “Teaching writing expository genre: a case study in one international prvate school in Bandung.

Berkenaan dengan kapan harus mulai memikirkan topik penelitian untuk tesis atau disertasi, mengingat program pascasarjana di Indonesia pada umumnya mewajibkan mahasiswa untuk mengambil beberapa matakuliah sebelum mereka menulis tesis atau disertasi, maka saran dari salah seorang penulis mengenai penulisan tesis dan disertasi, Rita.S. Brause (2000, lihat juga Rudestam & Newton, 1992 untuk saran yang hampir sama) tentang pemilihan topik sangat relevan. Saran itu di antaranya adalah sebagai berikut:

Pencarian atau pemikiran topik sebaiknya dimulai sejak mata kuliah pertama yang diambil dan dari tugas-tugas yang dibuat untuk mata kuliah tersebut (Brause, 2000). Brause juga menggambarkan seorang mahasiswa yang menyesal bahwa dia tidak melihat-lihat tesis atau disertasi sejak mulai kuliah di program pascasarjana dan tidak menjadikan tugas yang dibuat dalam matakuliah sebagai dasar dari pemilihan topik penelitian. Brause mengutip kata-kata mahasiswa itu sebagai berikut:

I wish I looked for a dissertation (thesis) topic from the moment I started the program and used the course assignments as an opportunity to explore topics that might have led me towards a dissertation topic ( 2000:30).

(49)

dikatakan Rudestam dan Newton (1992:10), biasanya menghabiskan waktu dua kali lebih banyak dari waktu yang diperkirakan.

Memilih topik yang akan memberikan signifikansi kepada kita setelah kita menyelesaikan program magister atau doktor (Brause, 2000:30; Rudestam & Newton, 1992:11).

Selain dari memilih topik dengan kriteria yang hampir sama dengan di atas, Rudestam dan Newton (1992:10) memberikan saran lain, di antaranya adalah bahwa mahasiswa sebaiknya menghindari topik yang terlalu ambisius dan menantang. Rudestam dan Newton menyarankan:

Grandiose dissertations have a way of never being completed and even the best dissertations end up being compromises among your own ambition, the wishes of your committee and practical circumstances. … you need to temper your enthusiasm and pragmatism (Rudestam & Newton, 1992:10).

Dengan mengutip apa yang dikatakan oleh salah seorang mahasiswanya, Rudestam dan Newton menambahkan bahwa ada dua jenis tesis atau disertasi: “Disertasi yang bagus, dan disertasi yang selesai” (1992:10). Jadi, seperti yang disarankan oleh Lawton (1997), pertanyaan yang sebaiknya

pertama kali dilontarkan tentang topik penelitian adalah “Is it a feasible topic” (1997:9).

Sejalan dengan saran-saran di atas, Thomas dan Brubaker (2000:59-61, lihat juga Rudestam & Newton, 1992; Swetnam, 2000:17) menyebutkan sembilan kriteria untuk menentukan apakah topik yang dipilih itu baik atau tidak. Kriteria itu akan dipaparkan di bawah ini.

1. Persetujuan pembimbing

(50)

penelitiannya atau mengganti pilihan pembimbing, dan mencari pembimbing lain yang menyetujui topik penelitiannya.

2. Apakah penelitian yang diajukan betul-betul merupakan penelitian atau bukan

Mahasiswa, menurut Rudestam dan Newton (1992) sering mengatakan tujuan penelitiannya dengan cara yang menunjukkan bahwa dia tidak berusaha untuk mendapatkan jawaban terhadap pertanyaan yang siginifikan. Hal ini dapat dilihat dari ungkapan sebagai berikut:

My puspose is to prove that…”, (Tujuan saya adalah untuk membuktikan bahwa …);

“I will demonstrate that…” (saya akan memperlihatkan bahwa …);

“This study will make it clear that …” (penelitian ini akan membuat jelas bahwa ...).

Dengan demikian, tambah Rudestam dan Newton (1992) kalau mahasiswa sudah tahu kesimpulan yang akan dicapai di akhir penelitian, maka proposal itu bukan untuk penelitian tetapi untuk propaganda atau “salesmanship” (Rudestam & Newton, 1992:59).

3. Signifikansi hasil penelitian

Penelitian yang dilakukan harus merepresentasikan kompleksitas dan tingkat keahlian yang diharapkan oleh mahasiswa lulusan pascasarjana. Dalam hal ini, Glatthorn dan Joyner (2005) menegaskan bahwa dalam memilih topik mahasiswa harus mempertimbangkan signifikansi profesional yang mencakup: signifikansi profesional, minat profesional yang berkelanjutan, minat pribadi, pengembangan karir, pengetahuan, dan keterampilan. Selain itu, mahasiswa juga harus memperhatikan signifikansi terhadap perkembangan teori dan praktek berkaitan dengan bidang ilmu yang dikaji.

(51)

Dalam hal fisibilitas metodologi, peneliti sebaiknya bertanya apakah masalah yang diajukan bisa diteliti dengan metode penelitian yang diketahui atau yang ada dalam pikiran peneliti.

5. Hambatan waktu

Peneliti sebaiknya bertanya apakah proyek penelitian bisa dilakukan dalam waktu yang tersedia.

6. Pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan

Menulis tesis atau disertasi, menurut Thomas dan Brubaker (2000) merupakan pengalaman belajar yang sangat berharga, dan keterampilan yang diperlukan untuk menulis tesis atau disertasi bisa diperoleh sejalan dengan berlangsungnya proses penulisan tesis atau disertasi itu.

7. Peralatan dan Persediaan

Fasilitas apa yang diperlukan untuk menulis tesis atau disertasi yang tersedia, sehingga pelaksanaan penelitian bisa berjalan dengan lancar.

8. Personil

Siapa yang akan melakukan setiap pekerjaan yang ada dalam proyek penelitian, karena penelitian yang dilakukan mungkin memerlukan bantuan orang lain.

9. Dana

Pengeluaran apa yang akan diperlukan, berapa banyak.

Dalam hal fisibilitas, Swetnam (2000:17), Glatthorn dan Joyner (2005) menyarankan bahwa mahasiswa sebaiknya menanyakan beberapa hal selain dari yang disebut di atas, berkenaan dengan kepraktisan topik penelitian yang telah dipilih. Beberapa pertanyaan itu di antaranya adalah:

Gambar

Tabel 2.1 Pertanyaan Evaluasi Diri 1 1. Apakah kita mempunyai komitmen dan motivasi?
Tabel 2.2 Pertanyaan Evaluasi Diri 2  1. Apakah kita menantikan  pengalaman yang menyenangkan dan  menguntungkan?
Tabel 5.1. Kriteria Orijinalitas
Tabel 6.2 Contoh struktur organisasi tesis atau disertasi topic-based (dikutip dari Paltridge & Stairfield, 2007: 71)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tampilan Mengelola Data Hubungi Kami Form hubungi kami berguna untuk menerima saran dari masyakat tentang informasi-informasi dari web tersebut terutama tentang hasil-hasil

Tema kegiatan adalah sosialiasi mengenai peran madu kelulut dalam meningkatkan pendapatan keluarga di Desa Sungai Pagar Kecamatan Kampar Kiri Hilir Kabupaten

Berdasarkan hasil survei dan wawancara dengan Bapak Dadang selaku pengelola Aneka Usaha Kehutanan (AUK) bidang budidaya jamur kayu Dinas Kehutanan Kabupaten Garut, hasil

Pengaruh Pendekatan Kontekstual (CTL) Terhadap Pemahaman Konsep Matematis Siswa. Jurnal Didaktik Matematika. Minat, Nilai Karakter, dan Peningkatan Hasil Belajar Siswa

Karakterisasi Kemampuan Melarutkan Fosfat Bakteri Pelarut Fosfat Asal Tithonia diversifolia Pada Media Agar Esktrak Tanah. Fakultas Pertanian

MGB has factors of the model builders from the Theory of Planned Behavior (TPB). They are past behavior and emotional factors. Therefore, it is possible to further examine

Analisis hipotesis untuk hubungan keterampilan proses sains terhadap hasil belajar kognitif siswa menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara keterampilan proses

Louis 1 Surabaya, Sekolah Kristen Dharma Mulya Surabaya, dan Masa Depan Cerah (MDC) Christian School Surabaya termasuk dalam special events karena event yang