• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

7   

LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Pengertian Produk

Menurut Kotler dan Armstrong (2006, p218-219), product is anything that can be offered to a market for attention, acquisition, use, or consumption that might satisfy a want or need. Artinya bahwa produk merupakan sesuatu yang bisa ditawarkan ke pasar untuk diperhatikan, dimiliki, digunakan, dikonsumsi yang biasa memuaskan keinginan atau kebutuhan. Produk dikatakan baik apabila produk tersebut dapat memenuhi kebutuhan pasar. Perkembangan penjualan produk yang tidak memenuhi kebutuhan dan keinginan pembeli, tidak dapat dibantu dengan strategi promosi penjualan yang efektif sekalipun. Karena tidak mampu membantu merubah produk tersebut menjadi sesuai dengan kebutuhan yang diharapkan pembeli.

Produk adalah bentuk fisik barang yang ditawarkan dengan seperangkat citra (image) dan jasa (service) yang digunakan untuk memuaskan kebutuhan. Oleh karena itu, pengertian perusahaan tentang hakekat produk dimata pembeli adalah penting, konsumen tidak semata–mata membeli atribut produk secara fisik tetapi juga manfaat–manfaat yang dapat diperoleh dari produk tersebut.

2.1.1 Kualitas Produk

Berbicara mengenai produk maka aspek yang perlu diperhatikan adalah kualitas produk. Menurut American Society for Quality Control, kualitas adalah “the characteristics of a product or service that bear on its ability to satisfy stated or implied needs”, artinya keseluruhan ciri dan karakter–karakter dari sebuah produk atau jasa yang menunjukkan 

(2)

kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang tersirat. Definisi ini merupakan pengertian kualitas yang berpusat pada konsumen sehingga dapat dikatakan bahwa seorang penjual telah memberikan kualitas baik produk dan pelayanan sehingga memenuhi atau melebihi harapan konsumen. (http://www.asq.org/glossary/q.html)

Menurut Kotler dan Armstrong (2004, p283), arti dari kualitas produk adalah ”the ability of a product to perform its functions, it includes the product’s overall durability, reliability, precision, ease of operation and repair, and other valued attributes ” yang artinya kemampuan sebuah produk dalam memperagakan fungsinya, hal itu termasuk keseluruhan durabilitas, reliabilitas, ketepatan, kemudahan pengoperasian dan reparasi produk juga atribut lainnya.

Menurut Jeff Madura (2001, p318), Kualitas suatu produk biasanya mengukur bagaimana produk itu bekerja dengan baik pada masa hidup produk tersebut seperti yang telah diperkirakan sebelumnya. Kualitas produk dapat ditentukan dengan bagaimana produk itu bekerja dan berapa daya tahannya.

Kualitas juga dapat diukur dengan seberapa mudah produk itu digunakan. Cara lainnya, kualitas dapat ditentukan dengan tingkat kebutuhan reparasinya, semakin banyak reparasi, makin rendah kualitasnya. Kualitas juga dapat ditentukan dengan seberapa cepat produsen memperbaiki produk yang mengalami masalah. Masing–masing karakteristik ini dapat mempengaruhi kepuasan pelanggan dan karenanya harus dipandang sebagai indikator kualitas produk.

Perusahaan dapat menentukan tingkat kualitas suatu produk. Semakin tinggi tingkat kualitas produk tersebut, dapat mengakibatkan biaya produksi yang tinggi dan harga yang tinggi pula. Perusahaan juga dapat menentukan tingkat kualitas yang rendah agar biayanya tetap rendah dan dapat memberi harga yang rendah. Tingkat kualitas yang rendah tidak

(3)

berarti bahwa produk tersebut diproduksi dengan tidak benar. Hal ini biasanya berarti bahwa proses produksinya disederhanakan untuk menekan biaya sehingga perusahaan dapat memberi harga yang rendah. Produk–produk berkualitas rendah menarik konsumen yang hanya mampu membayar harga rendah dan tidak bersedia membayar harga yang tinggi untuk produk berkualitas tinggi.

Saat menentukan tingkat kualitas, perusahaan menilai sisi permintaan akan produk didalam segmen pasar yang berbeda–beda (misalnya pada segmen kualitas yang tinggi dan segmen kualitas rendah). Perusahaan juga menilai tingkat kualitas produk yang dihasilkan pesaing. Perusahaan berusaha menentukan kualitas dan harga produk pada tingkat yang dapat memuaskan beberapa segmen dari pasar.

2.1.2 Tingkatan Produk

Menurut Kotler (2003, p408), dalam mengukur kualitas produk, ada lima tingkatan produk yang perlu diperhatikan, yaitu:

a. Manfaat inti (Core benefit)

yaitu manfaat dasar dari suatu produk yang ditawarkan kepada konsumen atau nilai dasar produk yang sebenarnya dibeli oleh konsumen. Contohnya hotel, dimana konsumen atau pelanggan memanfaatkannya untuk tidur atau istirahat.

b. Produk dasar (Basic product)

yaitu pada tingkat ini pemasar harus dapat mengubah manfaat inti tersebut menjadi produk dasar. Contohnya sebuah hotel selain kamar juga mencakup kamar randi, tempat rias, dan sebagainya.

(4)

yaitu tingkat ketiga dimana merupakan serangkaian atribut–atribut produk dan kondisi–kondisi yang diharapkan oleh pembeli saat membeli suatu produk.

d. Produk tambahan (Augment product)

Yang berarti adanya tambahan yang diharapkan atau yang dapat membedakan dengan produk yang lainnya. Misalkan dengan adanya tambahan pelayanan atau service setelah pembelian dilakukan.

e. Produk potensial (Potential product)

Merupakan bagaimana harapan masa depan produk bila terjadi perubahan perkembangan teknologi dan selera konsumen.

2.1.3 Klasifikasi Produk

Banyak klasifikasi suatu produk yang dikemukakan ahli pemasaran, diantara pendapat yang dikemukakan oleh Kotler. Menurut Kotler (2003, p410), produk dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok yaitu:

1. Berdasarkan wujudnya, produk dapat diklasifikasikan kedalam dua kelompok utama, yaitu:

a. Barang

Barang merupakan produk yang berwujud fisik, sehingga bisa dilihat, diraba, disentuh, dirasa, dipegang, disimpan, dipindahkan, dan perlakuan fisik lainnya.

b. Jasa

Jasa merupakan aktivitas, manfaat atau kepuasan yang ditawarkan untuk dijual (dikonsumsi pihak lain). Seperti halnya bengkel reparasi, salon kecantikan, hotel, dan sebagainya. Kotler juga mendefinisikan jasa adalah setiap tindakan atau kegiatan

(5)

yang dapat ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun. Produknya dapat dikaitkan atau tidak dikaitkan dengan suatu produk fisik.

2. Berdasarkan aspek daya tahannya produk, dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:

a. Barang tidak tahan lama (nondurable goods)

Barang tidak tahan lama adalah barang berwujud yang biasanya habis dikonsumsi dalam satu atau beberapa kali pemakaian. Dengan kata lain, umur ekonomisnya dalam kondisi pemakaian normal kurang dari satu tahun. Contohnya sabun, pasta gigi, minuman kaleng, dan sebagainya.

b. Barang tahan lama (durable goods)

Barang tahan lama merupakan barang berwujud yang biasanya bisa bertahan lama dengan banyak pemakaian (umur ekonomisnya untuk pemakaian normal adalah satu tahun lebih). Contohnya lemari es, mesin cuci, pakaian, sepeda motor, mobil, dan sebagainya.

3. Berdasarkan tujuan konsumsi

Didasarkan pada siapa konsumennya dan untuk apa produk itu dikonsumsi, maka produk diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:

a. Barang konsumsi (consumer’s goods)

Barang konsumsi merupakan suatu produk yang langsung dapat dikonsumsi tanpa melalui pemrosesan lebih lanjut untuk memperoleh manfaat dari produk tersebut. Pembeli barang ini adalah konsumen akhir bukan pemakai industri.

(6)

Barang industri merupakan suatu jenis produk yang masih memerlukan pemrosesan lebih lanjut untuk mendapatkan suatu manfaat tertentu. Biasanya hasil pemrosesan dari barang industri diperjual belikan kembali.

Menurut Kotler, barang konsumen adalah barang yang dikonsumsi untuk kepentingan konsumen akhir sendiri (individu dan rumah tangga), bukan untuk tujuan bisnis. Pada umumnya barang konsumen dibedakan menjadi empat jenis yaitu:

a. Convenience goods

Merupakan barang yang pada umumnya memiliki frekuensi pembelian tinggi (sering dibeli), dibutuhkan dalam waktu segera, dan hanya memerlukan usaha yang minimum (sangat kecil) dalam pembandingan dan pembeliannya. Contoh antara lain sabun, rokok, surat kabar, shampo, dan sebagainya.

b. Shopping goods

yaitu barang–barang yang dibeli oleh konsumen, dimana dalam proses pemilihan dan keputusan pembeliannya, konsumen melakukan perbandingan berdasarkan kualitas, harga, kesesuaian, model, dan lainnya. Contohnya pakaian, alat–alat rumah tangga, furniture, mobil bekas, dan sebagainya.

c. Specialty goods

yaitu barang–barang yang memiliki karakteristik dan/atau identifikasi merek yang unik dimana sekelompok konsumen bersedia melakukan usaha khusus untuk membelinya. Misalnya mobil ferrari, pakaian dari rancangan orang terkenal, peralatan fotografi, dan sebagainya.

(7)

merupakan barang–barang yang tidak diketahui konsumen atau kalaupun sudah diketahui, tetapi pada umumnya belum terpikirkan untuk membelinya. Contohnya asuransi jiwa, lahan kuburan, suku cadang (spare part), dan sebagainya.

2.1.4 Dimensi Kualitas Produk

Menurut Mullins, Walker, Larreche, dan Boyd (2005, p422), apabila perusahaan ingin mempertahankan keunggulan kompetitifnya dalam pasar, perusahaan harus dapat mengerti aspek–aspek dimensi yang digunakan oleh konsumen atau pelanggan untuk membedakan produk yang dijual perusahaan tersebut dengan produk pesaing. Dimensi kualitas produk tersebut dari:

1. Kinerja (Performance)

Kinerja produk merupakan dimensi paling dasar dari produk tersebut. Konsumen atau pelanggan akan kecewa jika kinerja produk tersebut tidak dapat memenuhi

harapan mereka.

2. Daya tahan (Durability)

Dimensi kualitas produk yang menunjukkan berapa lama atau umur produk bersangkutan bertahan sebelum produk tersebut harus diganti. Dengan semakin besar frekuensi pemakaian konsumen terhadap produk tersebut, maka semakin besar pula daya tahan produk.

3. Kesesuaian (Conformance)

Dimensi kualitas produk yang sejauh mana karakteristik operasi dasar dari sebuah produk memenuhi spesifikasi tertentu dari konsumen atau tidak ditemukannya cacat

(8)

4. Fitur (Features)

Karakteristik produk yang dirancang untuk menyempurnakan fungsi produk atau menambah fungsi dasar, berkaitan dengan pilihan–pilihan produk dan pengembangannya. Sehingga akan menambah keterkaitan konsumen atau pelanggan terhadap produk tersebut.

5. Reliabilitas (Reliability)

adalah probabilitas bahwa produk akan bekerja dengan memuaskan atau tidak dalam periode waktu tertentu. Semakin kecil kemungkinan terjadinya kerusakan maka produk tersebut dapat diandalkan. Dimensi kualitas produk ini penting karena berhubungan dengan kepuasan konsumen.

6. Estetika (Aesthetics)

Merupakan karakteristik yang bersifat subjektif mengenai nilai–nilai estetika yang berkaitan dengan penilaian pribadi dan preferensi dari setiap individu atau konsumen. Dapat berupa penampilan produk bisa dilihat dari tampak, rasa, bau, dan bentuk dari produk, atau daya tarik produk terhadap panca indera. Misalnya, bentuk fisik mobil yang menarik, model atau bentuk desain yang artistik, warna, dan sebagainya.

7. Kesan kualitas (Perceived quality)

Merupakan hasil dari penggunaan pengukuran yang dilakukan secara tidak langsung karena terdapat kemungkinan bahwa konsumen tidak mengerti atau kekurangan informasi atas produk yang bersangkutan. Jadi, persepsi konsumen terhadap produk didapat dari harga, merek, periklanan, reputasi, dan negara asal.

(9)

2.2 Service Quality

Service Quality atau kualitas layanan merupakan hal yang sangat penting bagi bisnis non jasa dan jasa. Tujuan perusahaan bukan hanya untuk menghasilkan produk yang bemutu melainkan memberikan pelayanan yang baik sehingga dapat menghasilkan pelanggan yang setia. Menurut Sienny Thio yang dikutip dari jurnal ekonomi manajemen (2001, p62), service adalah pengalaman yang tidak berwujud (intangible) yang diterima oleh konsumen bersamaan dengan produk yang berwujud (tangible) dari suatu produk yang dibeli. Bahwa service menjadi dua kategori yaitu:

1. Visible Service

Yaitu service yang dapat dilihat dan dirasakan langsung oleh konsumen. Service ini disediakan oleh karyawan yang langsung bertatap muka dengan konsumen. Contohnya: karyawan dibagian front office, pelayan yang melayani direstoran, dan lain – lain.

2. Invisible Service

Yaitu service yang tidak dapat dilihat dan dirasakan langsung oleh konsumen. Service ini menunjang visible sistem. Contohnya: karyawan di bagian akuntansi, personalia, dan lain – lain.

Menurut Davidoff (1994), yang dikutip Sienny Thio (2001, p64), bahwa terdapat tujuh karakterisitik dasar untuk dapat menciptakan dan meningkatkan service quality yaitu:

1. Create Constancy of Purpose

Bahwa sebuah organisasi harus didasarkan pada tujuan dan visi yang kuat, jelas, dan konseptual. Hal–hal ini dibangun dengan memperhatikan apa yang diinginkan

(10)

dan dipikirkan oleh konsumen. Dengan adanya tujuan yang jelas karyawan dapat melakukan pekerjaannya dengan baik dan terarah yang pada akhirnya akan memuaskan konsumen dengan memberikan kualitas produk yang prima dan sikap

yang responsif.

2. Cease Reliance on Inspection

Bahwa tidak mungkin bagi manajer untuk menginspeksi setiap produk service yang diberikan kepada konsumen. Oleh karena itu manajer harus memberikan kepercayaan kepada karyawannya untuk melakukan segala sesuatu dengan benar.

3. Remove Barriers

Manajer mempunyai tanggungjawab untuk membangun cara–cara yang dapat membuat karyawan melakukan pekerjaannya dengan benar. Terkadang kesalahan– kesalahan yang terjadi bukan karena manusianya tapi karena sistemnya. Untuk menghilangkan rintangan–rintangan yang ada, manajemen dapat mengidentifikasi dan mengeleminasi tugas–tugas yang sebenarnya tidak diperlukan sehingga dapat menghemat waktu dan tenaga untuk digunakan tugas–tugas lain yang lebih penting dan berharga.

4. Practice Leadership

Bahwa seorang pemimpin yang mempunyai visi dan jiwa kepemimpinan dapat mengatur segala sesuatunya berjalan dengan lancar dan menghasilkan profit. Pemimpin yang baik dapat menjamin bahwa karyawan telah melakukan pekerjaan dengan benar dan dapat bekerjasama untuk mencapai tujuan yang

telah ditetapkan manajemen.

(11)

Pendidikan dan pelatihan merupakan prioritas utama bagi semua perusahaan agar dapat mencapai tujuan perusahaan dengan tepat. Perusahaan tidak bisa hanya menginvestasi uangnya di fasilitas fisik saja tetapi harus juga mengembangkan sumber daya manusianya.

6. Build Long–Term Business Relationships

Bahwa perusahaan juga membutuhkan perusahaan atau organisasi untuk mencapai tujuan dan misinya dengan membangun hubungan bisnis yang bersifat jangka panjang. Contohnya dengan pihak supplier, distributor, dan konsumen.

7. Take Positive Action

Ini merupakan hal penting dan mudah dilakukan tapi sering dilupakan. Manajemen harus melakukan pendekatan yang proaktif dan inovatif dengan ide–ide yang lebih baik untuk dapat memenuhi keinginan dan kebutuhan konsumen dengan memunculkan pertanyaan–pertanyaan seperti apa yang dapat dilakukan untuk konsumen, apa yang konsumen butuhkan, dan lain–lain.

2.2.1 Integrasi Service Quality

Service quality biasanya merupakan alasan keloyalan konsumen terhadap suatu perusahaan. Keloyalan konsumen tersebut sangat membantu perusahaan untuk meningkatkan pangsa pasarnya dan memenangkan persaingan. Oleh karena itu penting sekali manajemen memperhatikan masalah pelatihan karyawan, memperhatikan masalah– masalah konsumen, dan kepekaan terhadap kebutuhan–kebutuhan pelanggan dan konsumen.

Menurut Sienny Thio yang dikutip dari jurnal ekonomi manajemen (2001, p66), bahwa dalam memberikan service quality ini terdapat gap–gap yang dikenal dengan 5 gap

(12)

model dari Parasuraman (1993). Model ini mendefinisikan gap–gap yang mungkin terjadi dalam suatu organisasi dalam memberikan service quality yang memenuhi ekspektasi konsumen yakni:

a. Gap 1: Consumer expectation versus management perception

Gap ini terjadi ketika manajemen tidak memahami apa yang diinginkan konsumen. Manajemen mungkin saja gagal untuk mengerti apa yang konsumen harapkan dalam suatu service dan bagaimana bisa menyediakan kualitas service yang maksimal.

b. Gap 2: Management perception versus service quality specification

Gap ini terjadi ketika manajer tahu apa yang konsumen inginkan tapi tidak sanggup atau tidak berkeinginan untuk meningkatkan sistem yang akan memenuhi keinginan konsumen. Hal ini bisa disebabkan oleh tidak adanya komitmen yang kuat untuk memberikan service quality yang maksimal, kurangnya kemampuan untuk

memahami persepsi konsumen, tidak adanya standarisasi tugas dan manajemen tidak mempunyai tujuan.

c. Gap 3: Service quality specification versus service delivery

Gap ini terjadi ketika manajemen mengerti kebutuhan apa yang harus diberikan kepada konsumen dan spesifikasi apa yang tepat untuk ditingkatkan tetapi karyawan tidak sanggup atau tidak mempunyai kemauan untuk memberikan service yang maksimal. Gap ini terjadi ketika karyawan dan konsumen berinteraksi. Karyawan diharapkan untuk bisa menunjukkan sikap yang ramah dan penuh senyum serta dapat membantu menyelesaikan masalah–masalah dari pelanggan jika tidak maka pelanggan akan merasa tidak puas.

(13)

Gap ini tercipta ketika perusahaan memberikan janji–janji melalui komunikasi eksternal tetapi yang terjadi tidak seperti yang dijanjikan atau diharapkan. Contohnya, bagian marketing mempromosikan bahwa akan memberikan diskon dan memberikan pelayanan yang memuaskan tetapi ternyata yang terjadi tidak sesuai dengan yang dipromosikan, sehingga tentu akan mengecewakan pihak pelanggan.

e. Gap 5: Expected service versus perceived service

Kualitas yang diharapkan ialah apa yang konsumen dan pelanggan harapkan untuk diterima dari perusahaan. Kualitas yang diterima ialah apa yang konsumen dan pelanggan terima dan rasakan dari perusahaan. Jika apa yang diterima pelanggan dan konsumen lebih kecil dari yang diharapkan maka akan merasa tidak puas.

Keuntungan–keuntungan yang diperoleh dengan diberikannya service quality yang maksimal adalah:

1. Mempertahankan konsumen

Konsumen yang merasa puas dengan pelayanan yang diberikan oleh sebuah perusahaan akan memberitahukan kepada orang lain dan sulit untuk membuatnya untuk pindah ketempat lain.

2. Menghindari persaingan harga

Perusahaan yang mempunyai standar kualitas produk yang tinggi akan mempunyai posisi persaingan yang lebih kuat dibandingkan dengan perusahaan yang mempunyai standar kualitas produk yang rendah.

(14)

Karyawan–karyawan yang berkualitas akan lebih menyukai perusahaan tempatnya bekerja dijalankan dengan baik dan menghasilkan produk yang berkualitas karena mereka tidak menginginkan untuk selalu dikomplain oleh konsumen karena produk yang tidak berkualitas.

4. Meningkatkan laba perusahaan

Dengan diberikannya service quality yang maksimal membuat konsumen merasa puas. Konsumen yang merasa puas ini pasti akan memberitahukan kepada orang lain sehingga pada akhirnya sangat membantu perusahaan dalam meningkatkan laba.

2.2.2 Dimensi Service Quality

Menurut Umar (2003, p38), bahwa dalam service quality terdapat lima dimensi untuk menilai kualitas layanan yakni:

1. Keandalan (Reliability)

Bahwa pada komponen ini menunjuk kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan kepada pelanggan sesuai dengan janji yang telah ditawarkan dan mengatasi masalah pelanggan dengan tindakan yang tepat.

2. Tanggapan (Responsiveness)

Tanggapan yaitu respon dari perusahaan yang cepat dan tepat dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan.

3. Keyakinan (Assurance)

Keyakinan yang meliputi kemampuan karyawan atas pengetahuan produk secara tepat sehingga menimbulkan kepercayaan dalam benak pelanggan. Perusahaan

(15)

harus dapat menanamkan kepercayaan dalam benak karyawan, sehingga pelanggan akan aman dan nyaman dalam transaksi dengan perusahaan serta memperluas pengetahuan karyawan perusahaan untuk menjawab pertanyaan dari pelanggan.

4. Empati (Empathy)

Empati yakni dimana perusahaan memberikan perhatian kepada pelanggan, dan menjalin komunikasi yang baik dengan pelanggan sehingga perusahaan dapat memahami keinginan dan kebutuhan pelanggannya.

5. Berwujud (Tangible)

Meliputi tampilan fisik dari kualitas, peralatan, karyawan yang berpenampilan rapi, gedung, kebersihan, kerapian, dan kenyamanan ruangan.

2.3 Harga

Menurut Kotler (2004, p430), harga adalah sejumlah uang yang dibayarkan atas barang dan jasa, atau jumlah nilai yang konsumen tuturkan dalam rangka mendapatkan manfaat dari memiliki atau menggunakan barang atau jasa.

Menurut Peter dan Olson (2000, p220), harga didefenisikan sebagai apa yang harus diserahkan konsumen untuk membeli suatu produk atau jasa. Harga merupakan satu– satunya elemen yang berkaitan dengan pendapatan. Demikian pula dengan penelitian pemasaran, dimana membutuhkan dana yang harus dikeluarkan oleh organisasi.

Berdasarkan definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa harga adalah elemen yang sangat penting dalam proses pertukaran pada barang atau jasa tertentu.

(16)

2.3.1 Strategi Penetapan Harga

Menurut Peter dan Olson (2000, p232), strategi penetapan harga menjadi sesuatu yang perlu diperhatikan dalam tiga situasi berikut yakni ketika harga suatu produk baru sedang ditetapkan, ketika sedang mempertimbangkan melakukan perubahan jangka panjang bagi suatu produk yang telah mapan, dan ketika sedang mempertimbangkan melakukan perubahan harga jangka pendek. Pemasar dapat mengubah harga untuk berbagai macam alasan yang diajukan, seperti meningkatkan biaya, perubahan harga produk pesaing, atau adanya perubahan pada saluran distrusi.

Menurut Peter dan Olson (2000, p233-238), ada enam tahap penetapan harga dalam pendekatan strategi adalah sebagai berikut:

1. Analisis hubungan konsumen–produk

Bahwa produk yang ditawarkan kepada konsumen oleh perusahaan harus memiliki keunggulan pembeda yang jelas terlihat dan layak dibeli oleh konsumen, atau perusahaan harus menciptakan keunggulan pembeda baru yang didasarkan pada variabel bauran pemasaran lainnya.

2. Analisis situasi lingkungan

Perusahaan harus mempertimbangkan elemen–elemen lingkungan lainnya seperti tren ekonomi, pandangan politik, perubahan sosial, dan hambatan hukum pada saat mengembangkan strategi penetapan harga. Elemen–element tersebut sudah harus dipertimbangkan sesegera mungkin diawal proses perumusan bagian–bagian dari strategi pemasaran dan harus dipantau terus menerus.

(17)

Pada tahapan ini membahas tentang penentuan apakah harga yang ditetapkan akan menjadi aspek kunci pemosisian produk atau akan ditugas untuk memainkan peran yang lain. Jika perusahaan mencoba memposisikan suatu merek sebagai produk yang dapat ditawar, maka penggunaan harga yang agak rendah adalah bagian yang penting dalam strategi ini. Demikian juga, jika suatu perusahaan mencoba memposisikan suatu merek sebagai barang yang bergengsi, kualitas nomor satu, maka penggunaan harga yang tinggi merupakan isyarat umum yang menunjukkan

posisi tersebut.

4. Memperkirakan biaya produksi dan pemasaran yang relevan

Biaya untuk memproduksi dan memasarkan suatu produk dengan efektif dapat menjadi suatu tolak ukur yang sangat berguna dalam membuat keputusan harga. Biaya variabel produksi dan pemasaran biasanya adalah harga minimum yang harus digunakan perusahaan pada saat membawa produk kepasar untuk dijual.

5. Menentukan tujuan penetapan harga

Tujuan yang paling umum digunakan dalam penetapan harga adalah berupa pengembalian pada investasi pada tingkat presentasi tertentu. Keunggulan dari tujuan ini adalah bentuknya yang dapat dikuantifikasi, disamping dapat digunakan sebagai dasar bukan hanya untuk membuat keputusan harga melainkan juga dalam keputusan tentang apakah akan masuk atau tetap di suatu pasar tertentu.

6. Mengembangkan strategi penetapan harga dan menetapkan harga

Analisis menyeluruh yang dilakukan pada tahapan sebelumnya akan memberikan informasi yang dibutuhkan dalam mengembangkan strategi penetapan harga dan menetapkan harga. Melalui analisis yang telah dilakukan sebelumnya, maka

(18)

perusahaan dapat menetapkan kebijakan strategi harga pada produk tersebut yakni kebijakan harga penetrasi (penetration price policy) dilakukan dengan membuat suatu rencana jangka panjang untuk meningkatkan harga produk setelah pada awalnya diluncurkan dengan harga yang relatif rendah, dan kebijakan harga skim (skimming price policy) berupa pembuatan rencana jangka panjang untuk menurunkan harga secara sistematis setelah produk diluncurkan dengan harga yang tinggi.

Sumber: Peter dan Olson (2000, p233)

Gambar 2.1 Pendekatan strategis dalam penetapan harga

Analisis hubungan konsumen – produk

Analisis situasi lingkungan

Tentukan peran harga dalam strategi pemasaran

Perkirakan biaya produksi dan pemasaran yang relevan 

Tentukan tujuan penetapan harga

(19)

2.3.2 Peranan Harga

Harga mempunyai peranan yang penting didalam keberhasilan memasarkan suatu produk dan kelangsungan hidup perusahaan. Menurut Sutojo (2001, p64), peranan harga adalah sebagai berikut:

1. Harga merupakan salah satu produk yang menentukan jumlah permintaan produk di pasar. Bahwa permintaan produk dapat bersifat elastis dan tidak elastis terhadap perubahan harga. Permintaan dapat dikatakan elastis terhadap harga apabila permintaan berubah setiap kali harga turun atau naik. Sedangkan harga dikatakan tidak elastis jika permintaan tidak banyak berubah.

2. Harga menentukan jumlah hasil penjualan dan keuntungan, karena hasil penjualan produk yang diterima perusahaan setiap masa tertentu sama dengan jumlah satuan yang terjual dikali harga per satuan produk.

3. Harga mempengaruhi keberhasilan distribusi produk. Dimana harga tersebut harus kompetitif dan tidak terlalu besar bedanya dengan harga produk saingan. Apabila perbedaannya besar maka kelancaran distribusi produk dapat terhambat, karena resiko besar yang ditanggung distributor jika dibandingkan dengan produk sejenis yang lebih laku dipasar.

4. Harga dapat mempengaruhi segmen pasar, dimana perusahaan memasuki segmen pasar tersebut yang belum digarap sebelumnya sehingga dapat menambah keuntungan bagi perusahaan. Dengan penentuan segmen pasar, perusahaan harus menentukan harga dan kualitas yang sesuai dengan segmen pasar yang digarap atau yang dituju.

(20)

2.4 Keputusan Pembelian

Menurut Peter dan Olson yang dikutip Prabowo, Sari, dan Gautama (2007, p84), Pengambilan keputusan pembelian konsumen adalah proses pengintegrasian yang mengkombinasi pengetahuan untuk mengevaluasi dua atau lebih perilaku alternatif dan memilih salah satu diantaranya.

Menurut supranto dan Limakrisna (2007, p211), Pengambilan keputusan konsumen merupakan memilih salah satu dari dua atau lebih alternatif atau dimana konsumen sebenarnya memilih antara alternatif perilaku berkenaan dengan objek tersebut. Konsumen membuat keputusan tentang perilaku mana yang cocok untuk mencapai tujuan atau keinginan.

Menurut Schiffman dan Kanuk (2007, p285), Keputusan pembelian konsumen adalah seleksi terhadap dua pilihan atau lebih. Dengan perkataan lain, pilihan alternatif harus tersedia bagi seseorang ketika mengambil keputusan.

2.4.1 Proses Keputusan Pembelian

Menurut Peter dan Olson (2000, p164), Dalam memperlakukan pengambilan keputusan konsumen sebagai suatu pemecahan masalah, dapat diasumsikan bahwa konsumen memiliki sasaran (konsekuensi yang diinginkan atau nilai dalam rantai arti-akhir) yang ingin dicapai atau dipuaskan. Seorang konsumen menganggap sesuatu adalah ”masalah” karena konsekuensi yang diinginkannya belum dapat dicapai. Konsumen membuat keputusan perilaku mana yang ingin dilakukan untuk dapat mencapai sasaran mereka, dan dengan demikian ”memecahkan masalahnya”. Dalam pengertian ini, pengambilan keputusan konsumen adalah proses pemecahan masalah yang diarahkan pada sasaran.

(21)

Menurut Kotler (2005, p224), proses keputusan pembelian terdiri dari lima tahap yaitu:

Sumber : Kotler (2005, p224)

Gambar 2.2 Proses keputusan pembelian

1. Pengenalan masalah

Proses pembelian dimulai pada saat pembeli mengenali masalah atau kebutuhan. Kebutuhan tersebut dapat dicetuskan oleh rangsangan internal dan eksternal. Dalam kasus pertama, salah satu kebutuhan umum seseorang seperti rasa lapar, haus, dan sebagainya mencapai ambang batas tertentu dan mulai menjadi pendorong. Dalam kasus kedua, kebutuhan ditimbulkan oleh rangsangan eksternal. Misalkan seseorang melewati toko bakmie ayam dan mencium wangi aroma bakmie ayam dari toko tersebut, sehingga orang tersebut merasa lapar dan ingin memakan bakmie ayam

dari toko tersebut.

2. Pencarian informasi

Konsumen yang terangsang kebutuhannya akan terdorong untuk mencari informasi baik mengenai produk atau jasa yang lebih banyak. Situasi pencarian informasi yang lebih ringan dinamakan penguatan perhatian, pada level ini seseorang hanya akan Pengenalan masalah Pencarian informasi Evaluasi alternatif Keputusan pembelian Perilaku pasca pembelian

(22)

sekedar lebih peka terhadap informasi produk. Pada level selanjutnya, orang tersebut akan masuk ke tahap pencarian informasi secara aktif. Dengan cara menelepon teman, mencari bahan bacaan, mencari informasi mengenai produk atau jasa jasa yang diinginkan, mengunjungi toko untuk mengetahui produk atau jasa tertentu. Yang menjadi perhatian utama pemasar adalah sumber–sumber informasi utama yang menjadi acuan konsumen dan pengaruh relatif dari tiap sumber tersebut terhadap keputusan pembelian selanjutnya.

3. Evaluasi alternatif

Beberapa konsep dasar akan membantu dalam memahami proses evaluasi konsumen: pertama, konsumen berusaha memenuhi kebutuhan. Kedua, konsumen mencari manfaat yang akan diperoleh dari solusi produk yang ditawarkan. Ketiga, konsumen memandang masing–masing produk sebagai sekumpulan atribut dengan kemampuan yang berbeda–beda dalam memberikan manfaat yang digunakan untuk memuaskan kebutuhan tersebut. Konsumen akan memberikan perhatian terbesar kepada atribut yang mampu memberikan manfaat yang dicarinya. Dengan konsumen yang memberikan perhatian terbesar kepada atribut tersebut maka akan membentuk citra merek (brand image).

4. Keputusan pembelian

Dalam tahap evaluasi, para konsumen preferensi atas merek–merek yang ada didalam kumpulan pilihan. Konsumen atau pelanggan juga dapat membentuk niat untuk membeli merek yang paling disukai. Konsumen juga melihat tujuannya dalam melakukan pembelian pada produk atau jasa yang dipilihnya. Dalam pembelian produk sehari–hari seperti convenience goods, keputusan pembelian lebih kecil dan kebebasannya juga lebih kecil. Dalam beberapa kasus, konsumen bisa mengambil

(23)

keputusan untuk tidak secara formal mengevaluasi setiap merek. Dalam kasus lain, faktor–faktor yang mengintervensi bisa mempengaruhi keputusan final.

5. Perilaku pasca pembelian

Setelah membeli produk, konsumen akan mengalami level kepuasan atau ketidakpuasan tertentu. Para pemasar harus terus memantau kepuasan pasca pembelian. Kepuasan pembeli merupakan fungsi dari seberapa dekat harapan pembeli atas suatu produk dengan kinerja yang dirasakan pembeli atas produk tersebut. Jika kinerja produk sesuai atau melebihi harapan pembeli, maka pembeli akan puas. Jika kinerja produk tidak sesuai dengan harapan pembeli, maka yang terjadi adalah kebalikannya yakni akan mengecewakan pembeli atau konsumen itu sendiri. Tindakan pasca pembelian dimana konsumen yang puas akan menunjukkan kemungkinan yang lebih tinggi untuk membeli ulang pada produk tersebut, dan perlunya terus memantau pemakain maupun pembuangan produk

pasca pembelian.

2.4.2 Pemecahan Masalah Konsumen

Menurut Peter dan Olson (2000, p166), bahwa pemecahan masalah pada konsumen, ada tiga elemen dasar yaitu:

1. Penyajian masalah

Penyajian masalah (problem representation) dapat meliputi tujuan akhir, suatu set subtujuan yang diorganisasi menjadi hirarki tujuan, pengetahuan produk yang relevan, dan suatu set aturan sederhana yang melaluinya konsumen mencari, mengevaluasi, dan mengintegrasikan pengetahuan untuk membuat keputusan. Penyajian ulang masalah merupakan suatu kerangka keputusan–perspektif atau

(24)

kerangka acuan yang melaluinya pengambil keputusan memandang masalah dan alternatif–alternatif untuk dievaluasi.

Seringkali penyajian ulang masalah konsumen tidak begitu jelas atau tidak dikembangkan dengan baik maupun diperbaiki sehingga komponen dari penyajian ulang masalah sering berubah selam proses pengambilan keputusan. Pemasar kadangkala mencoba mempengaruhi bagaimana seorang konsumen menyajikan atau mengembangkan kerangka pemilihan pembelian. Misalnya konsumen dapat digambarkan dalam suatu iklan sebagai sesuatu yang mewakili dan kemudian mencoba memecahkan masalah pembelian dengan cara-cara umum.

Tujuan akhir adalah konsekuensi dasar, kebutuhan, atau nilai yang ingin dicapai atau dipuaskan konsumen. Tujuan tersebut memberikan fokus pada keseluruhan proses pemecahan masalah. Misalnya, keputusan membeli lampu baru untuk

mengganti lampu lama yang telah rusak dimana melibatkan tujuan akhir, yaitu mendapatkan lampu yang dapat menyala.

2. Proses integrasi

Proses integrasi yang terlibat dalam pemecahan masalah membentuk dua tugas penting yaitu: alternatif pilihan harus dievaluasi berdasarkan kriteria pilihan dan kemudian salah satu dari alternatif harus dipilih. Dua jenis prosedur integrasi dapat diperhitungkan untuk dasar evaluasi dari proses pilihan, yakni proses integrasi pengganti (compensatory integration processes), yang mengkombinasikan semua kepercayaan utama tentang konsekuensi alternatif pilihan untuk membentuk evaluasi umum terhadap setiap alternatif perilaku. Yang kedua yakni proses integrasi bukan pengganti (noncompensatory integration processes), disebut bukan pengganti

(25)

pilihan adalah tidak seimbang atau saling mengkompensasi. Misalnya, penerapan aturan pilihan konjungtif mensyaratkan bahwa suatu alternatif akan ditolak jika salah satu konsekuensinya tidak melewati batas lolos minimal.

3. Rencana keputusan

Proses mengidentifikasi, mengevaluasi, dan memilih alternatif pada saat pemecahan masalah menghasilkan suatu rencana keputusan (decision plan) yang terdiri dari satu atau lebih keinginan berperilaku. Rencana keputusan beragam dalam kekhususan maupun kerumitan. Rencana keputusan khusus berkaitan dengan keinginan untuk melakukan suatu perilaku dalam situasi yang terdefinisi, misalnya seseorang ingin pergi ke toko baju untuk membeli baju warna biru yang dipasangkan dengan celana barunya.

Memiliki rencana keputusan dapat meningkatkan kemungkinan bahwa perilaku yang diinginkan benar–benar dilakukan. Meskipun demikian, keinginan berperilaku tidak harus selalu dinyatakan. Misalnya, keinginan membeli dapat dihambat atau diubah jika suasana lingkungan membuat rencana keputusan tersebut sulit dilaksanakan, selain itu kejadian yang tak terduga dapat menentukan alternatif pilihan baru atau mengubah kepercayaan konsumen terhadap kriteria pilihan mana yang tepat sehingga hal ini dapat mengakibatkan diubahnya rencana keputusan.

(26)

2.5. Hubungan Antar Variabel

2.5.1 Hubungan Antara Variabel Dimensi Kualitas Produk dengan Variabel

Proses Keputusan Pembelian

Menurut Kotler dan Armstrong (2004, p283), arti dari kualitas produk adalah ”the ability of a product to perform its functions, it includes the product’s overall durability, reliability, precision, ease of operation and repair, and other valued attributes” yang artinya kemampuan sebuah produk dalam memperagakan

fungsinya, hal itu termasuk keseluruhan durabilitas, reliabilitas, ketepatan, kemudahan pengoperasian dan reparasi produk juga atribut lainnya. Jadi, kualitas suatu produk dapat mempengaruhi keputusan konsumen dalam pembelian produk tersebut.

Menurut Jeff Madura (2001, p318), Kualitas suatu produk biasanya mengukur bagaimana produk itu bekerja dengan baik pada masa hidup produk tersebut seperti yang telah diperkirakan sebelumnya. Kualitas produk dapat ditentukan dengan bagaimana produk itu bekerja dan berapa daya tahannya. Jadi, suatu produk yang bekerja dengan baik atau buruknya dapat mempengaruhi proses keputusan pembelian konsumen terhadap produk tersebut.

2.5.2 Hubungan Antara Variabel Dimensi Service Quality dengan Variabel

Proses Keputusan Pembelian

Service Quality atau kualitas layanan merupakan hal yang sangat penting bagi bisnis non jasa dan jasa. Tujuan perusahaan bukan hanya untuk menghasilkan produk yang bemutu melainkan memberikan pelayanan yang baik sehingga dapat menghasilkan pelanggan yang setia. Service quality biasanya merupakan alasan keloyalan konsumen terhadap suatu perusahaan. Keloyalan

(27)

konsumen tersebut sangat membantu perusahaan untuk meningkatkan pangsa pasarnya dan memenangkan persaingan. Oleh karena itu penting sekali manajemen memperhatikan masalah pelatihan karyawan, memperhatikan masalah–masalah konsumen, dan kepekaan terhadap kebutuhan–kebutuhan pelanggan dan konsumen. Jadi, dimensi service quality dapat mempengaruhi proses keputusan konsumen dalam pemakaian produk tersebut.

2.5.3 Hubungan Antara Variabel Peranan Harga dengan Variabel Proses Keputusan Pembelian

Menurut Peter dan Olson (2000, p232), strategi penetapan harga menjadi sesuatu yang perlu diperhatikan dalam tiga situasi berikut yakni ketika harga suatu produk baru sedang ditetapkan, ketika sedang mempertimbangkan melakukan perubahan jangka panjang bagi suatu produk yang telah mapan, dan ketika sedang mempertimbangkan melakukan perubahan harga jangka pendek. Pemasar dapat mengubah harga untuk berbagai macam alasan yang diajukan, seperti meningkatkan biaya, perubahan harga produk pesaing, atau adanya perubahan pada saluran distrusi. Pada perubahan harga suatu produk, pemasar harus dapat melihat dampak positif atau negatif yang muncul di tengah-tengah konsumen. Jadi, penetapan harga suatu produk dapat mempengaruhi proses keputusan pembelian konsumen.

2.5.4 Hubungan Antara Variabel Dimensi Kualitas Produk, Dimensi Service Quality, dan Peranan Harga dengan Variabel Proses Keputusan Pembelian

Menurut Nugraha dan Rahardjo (2010) dalam penelitian tentang Analisis Pengaruh Kualitas Produk, Harga dan Iklan terhadap Keputusan Pembelian sepeda motor Yamaha pada Harpindo Jaya Cabang Ngaliyan menyatakan bahwa, hasil pengujian membuktikan bahwa semua variabel independen (kualitas produk, harga,

(28)

dan iklan) mempunyai pengaruh positif terhadap variabel dependen yaitu keputusan pembelian sepeda motor Yamaha pada Harpindo Jaya Cabang Ngaliyan. Artinya menurut konsumen, ketiga variabel independen tersebut dianggap penting ketika akan membeli sepeda motor Yamaha pada Harpindo Jaya Cabang Ngaliyan.

Berdasarkan jurnal yang berjudul ”The Influence of grey consumers’ service quality perception on satisfaction and store loyalty behavior” (Yan Lu, Kyoung. International Journal of Retail & Distribution Management. Bradford:

2008. Vol. 36, Iss. 11; pg. 901), ”Researchers and marketers have recognized that product quality and price have not been the only dominant element that affects consumers’ purchasing decisions (Sweeney et al., 1997). The result of the study suggested that service is becoming a decisive factor for consumers in deciding whether or not they want to shop at a particular retail store. This change in consumers’ purchase decision patterns has urged retailers to offer services that fulfill their customers’ expectations.”

Penelitian dan pemasar telah mengakui bahwa kualitas produk dan harga bukan satu-satunya unsur dominan yang mempengaruhi keputusan pembelian konsumen (Sweeney et al., 1997). Hasil penelitian menunjukkan bahwa layanan menjadi faktor penentu bagi konsumen dalam memutuskan apakah mereka ingin atau tidak berbelanja ditoko ritel tertentu. Perubahan keputusan pembelian pada konsumen mendesak peritel untuk menawarkan layanan agar dapat memenuhi

(29)

2.6 Kerangka Pemikiran

Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran

Kualitas Produk (X1) • Daya tahan • Kinerja • Kesesuaian • Reliabilitas

Keputusan Pembelian (Y) • Pengenalan masalah • Pencarian informasi • Evaluasi alternatif • Keputusan pembelian • Perilaku pasca pembelian

Service Quality (X2) • Keandalan • Tanggapan • Keyakinan • Empati • Berwujud Harga (X3) • Kuantitas • Distribusi • Segmen Pasar

(30)

2.7 Hipotesis

Didalam penelitian ini dikemukakan tiga hipotesis yaitu:

H01: Tidak terdapat pengaruh dimensi kualitas produk terhadap proses keputusan pembelian.

Ha1: Terdapat pengaruh dimensi kualitas produk terhadap proses keputusan pembelian.

H02: Tidak terdapat pengaruh dimensi service quality terhadap proses keputusan pembelian.

Ha2: Terdapat pengaruh dimensi service quality terhadap proses keputusan pembelian.

H03: Tidak terdapat pengaruh peranan harga terhadap proses keputusan pembelian.

Ha3: Terdapat pengaruh peranan harga terhadap proses keputusan pembelian.

H04: Tidak terdapat pengaruh dimensi kualitas produk, dimensi service quality, dan peranan harga secara bersama-sama terhadap proses keputusan pembelian.

Ha4: Terdapat pengaruh dimensi kualitas produk, dimensi service quality, dan peranan harga secara bersama-sama terhadap proses keputusan pembelian.

Gambar

Gambar 2.2 Proses keputusan pembelian
Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran Kualitas Produk (X1)

Referensi

Dokumen terkait

Diagnosis NTI yang disebutkan secara eksplisit didapatkan pada tiga kasus yaitu satu pasien nefritis lupus kelas 4 dengan diagnosis histopatologis glomerulonefritis sklerosing

Tujuan dalam penelitian ini adalah model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Head Together) pada pembelajaran Bahasa Inggris dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas

1) Kegiatan Classmeting adalah kegiatan yang dilaksanakan oleh OSIS dengan tujuan menjadikan siswa lebih akrab dan saling peduli antara satu dan yang lainnya. Berdasarkan

Rencana struktur ruang wilayah kabupaten adalah rencana yang mencakup sistem perkotaan wilayah kabupaten yang berkaitan dengan kawasan perdesaan dalam wilayah pelayanannya

Interaksi antara perbandingan bubur buah sirsak dan bubur jahe dengan konsentrasi gum arab memberikan pengaruh berbeda nyata (P<0,05) terhadap kadar air dan kadar

Gambar 5.15 Diagram Fishbone untuk cacat Boring NG 111 Gambar 5.16 Pareto Chart untuk FMEA cacat gompal 114 Gambar 5.17 Pareto Chart untuk FMEA cacat Boring NG 115 Gambar 5.18

Perusahaan Umum ( Perum ) Pegadaian adalah Badan Usaha Milik Negara ( BUMN ) yang merupakan lembaga perkreditan non bank, yang memberikan jasa pelayanan kredit berdasarkan

Pola ruaya pertama adalah udang penaeid yang memiliki daur hidup dua fase, yaitu dewasa dan memijah di laut, kemudian beruaya ke perairan estuari pada saat