• Tidak ada hasil yang ditemukan

Abstrak Perusahaan mempunyai tanggung jawab sosial terhadap pihak-pihak di luar manajemen dan pemilik modal. Akan tetapi perusahaan kadangkala melalai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Abstrak Perusahaan mempunyai tanggung jawab sosial terhadap pihak-pihak di luar manajemen dan pemilik modal. Akan tetapi perusahaan kadangkala melalai"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

1

THE EFFECT CHARACTERISTICS OF COMPANY TOWARD CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DISCLOSURES IN MINING COMPANY LISTED AT

INDONESIA STOCK EXCHANGE LIDIA YULITA

Undergraduate Program, Economy Faculty, 2010 Gunadarma University

http://www.gunadarma.ac.id

Keywords: Characteristics of companies, disclosure of corporate social responsibility, the size of the board of commissioners, company size, leverage and profitability. ABSTRACT

The Company has a social responsibility to the stakeholders’ n shareholders. But sometimes companies miss the grounds that they do not contribute to corporate sustainability. While communities need information about the extent to which firms carry out their social activities so that the right of people to live safely and peacefully, employee welfare and safety of food consumed can be fulfilled. The data used are annual reports and ICMD mining companies from the sample of 14 companies over three years ie 2006-2008 with a total of 42 samples. The purpose of this study is to determine how the image of disclosures of social responsibility and how the influence of corporate characteristics on social responsibility disclosure mining company registered in the period 2006-2008 BEI. It can be concluded that the description of disclosures of social responsibility is still low, amounting to 0.588 or 58.8%. Simultaneously or together with variable size of board commisioners, firm size, leverage and profitability significantly affect the disclosure of the mining company's social responsibility, whereas partially only one independent variable that significantly affect the disclosure of the mining company's social responsibility is the measure of 0012, while commissioners firm size, leverage and profitability do not have a significant influence because it has a sig 0.119 respectively; 0.452; 0436.

(2)

2 Abstrak

Perusahaan mempunyai tanggung jawab sosial terhadap pihak-pihak di luar manajemen dan pemilik modal. Akan tetapi perusahaan kadangkala melalaikannya dengan alasan bahwa mereka tidak memberikan kontribusi terhadap kelangsungan hidup perusahaan. Sementara

masyarakat membutuhkan informasi mengenai sejauh mana perusahaan melaksanakan aktivitas sosialnya sehingga hak masyarakat untuk hidup aman dan tentram, kesejahteraan

karyawan dan keamanan mengkonsumsi makanan dapat terpenuhi. Data yang digunakan adalah laporan tahunan dan ICMD dari sampel perusahaan pertambangan sebanyak 14

perusahaan selama tiga tahun yaitu 2006-2008 dengan total 42 sampel. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana gambaran pengungkapan tanggung jawab sosial dan bagaimana pengaruh karakteristik perusahaan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan pertambangan yang terdaftar di BEI periode 2006-2008.

Dapat diambil kesimpulan bahwa gambaran pengungkapan tanggung jawab sosial masih rendah yaitu sebesar 0,588 atau 58,8 %. Secara simultan atau bersama-sama variabel ukuran dewan komisaris, size perusahaan, leverage dan profitabilitas berpengaruh secara

signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan pertambangan, sedangkan secara parsial hanya satu variabel independen yang berpengaruh secara signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan pertambangan yaitu

ukuran dewan komisaris sebesar 0.012 sedangkan size perusahaan, leverage dan profitabilitas tidak memiliki pengaruh signifikan karena memiliki nilai sig masing-masing

sebesar 0,119; 0,452; 0.436.

Kata Kunci : Karakteristik perusahaan, pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan, ukuran dewan komisaris, size perusahaan, leverage dan profitabilitas.

(3)

3

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Menurut Galtung & Ikeda (1995) dan Rich (1996) dalam Anggraini (2006) sejarah perkembangan akuntansi yang berkembang pesat setelah terjadi revolusi industri, menyebabkan pelaporan akuntansi lebih banyak digunakan sebagai alat pertanggungjawaban kepada pemilik modal (kaum kapitalis) sehingga mengakibatkan orientasi perusahaan lebih berpihak kepada pemilik modal. Dengan keberpihakkan perusahaan kepada pemilik modal mengakibatkan perusahaan melakukan eksploitasi sumber-sumber alam dan masyarakat (sosial) secara tidak terkendali sehingga mengakibatkan kerusakan lingkungan alam dan pada akhirnya mengganggu kehidupan manusia. Kapitalisme, yang hanya berorientasi pada laba material, telah merusak keseimbangan kehidupan dengan cara menstimulasi pengembangan potensi ekonomi yang dimiliki manusia secara berlebihan yang tidak memberi kontribusi bagi peningkatan kemakmuran mereka tetapi justru menjadikan mereka mengalami penurunan kondisi sosial.

Menurut Gray et.al., (1987) yang dikutip dari Sembiring (2005) tumbuhnya kesadaran publik akan peran perusahaan di tengah masyarakat melahirkan kritik karena menciptakan masalah sosial, polusi, sumber daya, limbah, mutu produk, tingkat keamanan produk serta hak dan status tenaga kerja. Tekanan dari berbagai pihak memaksa perusahaan untuk menerima tanggung jawab atas dampak aktivitas bisnisnya terhadap masyarakat. Meningkatnya perhatian stakeholder terhadap CSR yang dilakukan perusahaan disebabkan karena mereka tidak ingin perusahaan menghadapi bertambahnya risiko kerugian yang berdampak pada perusahaan maupun kerugian yang diakibatkan oleh kelalaian perusahaan dalam melakukan kegiatan CSR.

Dengan konsep pembangunan berkelanjutan, maka kegiatan CSR menjadi lebih terarah, paling tidak perusahaan perlu berupaya melaksanakan konsep tersebut. Sejalan dengan perkembangan tersebut, Undang-Undang No. 40 2007 tentang Perseroan Terbatas mewajibkan perseroan yang bidang usahanya di bidang atau terkait dengan bidang sumber daya alam untuk melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Undang-Undang tersebut juga mewajibkan semua perseroan untuk melaporkan pelaksanaan tanggung jawab tersebut di Laporan Tahunan. Undang-Undang ini sempat menimbulkan kontroversi karena pada awalnya mewajibkan semua perseroan untuk melaksanakan CSR. Keberatan terutama berasal dari kalangan bisnis yang berpendapat bahwa pelaksanaan CSR seharusnya suka rela dan bukan kewajiban. Pada akhirnya, Undang-Undang tersebut hanya mewajibkan pelaksanaan CSR pada perusahaan yang terkait dengan sumber daya alam. Satu hal yang menarik dari Undang-Undang tersebut adalah diwajibkannya semua perseroan untuk melaporkan pelaksanaan CSR di laporan tahunan. Adanya pelaporan tersebut merupakan pencerminan dari perlunya akuntabilitas perseroan atas pelaksanaan kegiatan CSR, sehingga para stakeholders dapat menilai pelaksanaan kegiatan tersebut. Dengan adanya transparansi dan akuntabilitas, tujuan akhir yang diharapkan adalah bahwa perseroan dengan kesadaran sendiri akan melaksanakan kegiatan CSR.

Menurut Susanto (2009), perusahaan pertambangan berkewajiban melaporkan CSR dan memiliki kontribusi besar dalam perusakan alam maupun kesejahteraan masyarakat. Dari sisi lingkungan, industri tambang mampu mengubah wajah sebuah bukit menjadi lubang yang sangat besar. Praktik industri tambang menjadi praktik yang mengerikan dengan dampak negatif lingkungan yang luar biasa. Limbah tambang yang dibuang ke laut menjadi masalah utama bagi industri pertambangan, hal tersebut selain dapat merusak ekosistem laut, juga dapat berdampak negatif bagi masyarakat sekitar. Selain itu perusahaan pertambangan menyerap banyak tenaga kerja dalam proses penambangan maupun produksinya, kesejahteraan karyawan maupun masyarakat sekitar menjadi penting untuk diungkapkan

(4)

4

kepada stakeholder. Untuk itu informasi tidak hanya menjadi kebutuhan mendasar bagi para investor dan calon investor untuk mengambil keputusan tetapi masyarakat di luar perusahaan juga membutuhkan informasi mengenai sejauh mana perusahaan sudah melaksanakan aktivitas sosialnya.

Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), sebagaimana tertulis dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 1 (revisi 2004) paragraf sembilan secara implisit menyarankan untuk mengungkapkan tanggung jawab akan masalah sosial sebagai berikut :

“Perusahaan dapat pula menyajikan laporan tambahan seperti laporan mengenai lingkungan hidup dan laporan nilai tambah (value added statement), khususnya bagi industri dimana faktor lingkungan hidup memegang peran penting dan bagi industri yang menganggap pegawai sebagai kelompok pengguna laporan yang memegang peranan penting”.

Dari pernyataan PSAK di atas, menunjukkan kepedulian akuntansi terhadap masalah sosial yang merupakan pertanggungjawaban sosial perusahaan. Belum adanya standar baku yang merinci peraturan mengenai pengungkapan sosial mengakibatkan perusahaan memiliki keleluasaan dan kebebasan untuk mengungkapkan informasi sosial tersebut, namun dengan adanya PSAK No 1 (revisi 2004) diharapkan menambah kesadaran perusahaan untuk melaporkan kegiatan sosialnya terhadap lingkungan sekitar perusahaan.

Berbagai penelitian yang terkait dengan faktor-faktor yang mempengaruhi pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan menunjukkan adanya keanekaragaman hasil. Pengaruh ukuran dewan komisaris dengan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan pada penelitian Sembiring menunjukan adanya hubungan yang signifikan, hal ini berlawanan dengan Sitepu dan Siregar (2006) serta Anggraini (2006) yang menyatakan ukuran dewan komisaris tidak berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan.

Penelitian yang dilakukan oleh Yuniani (2003), Sembiring (2005), Sulastini (2007) dan Hardhina (2007) menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara size perusahaan dengan pengungkapan tanggung jawab sosial. Sementara Sitepu dan Siregar (2006) serta Anggraini (2006) berpendapat lain bahwa besar kecilnya perusahaan tidak mempengaruhi luasnya pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan.

Hubungan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan dengan profitabilitas juga diteliti oleh Yuliani (2003), Sitepu dan Siregar (206) serta Sulastini (2007) menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara profitabilitas perusahaan dengan pengungkapan tanggung jawab sosial hasil yang berlawanan ditemukan oleh Sembiring (2005), Anggraini (2006) dan Hardhina (2007) yang menyatakan bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan antara profitabilitas dengan tanggung jawab sosial perusahaan.

Dalam hubungan antara leverage dengan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan terjadi ketidakkonsistenan hasil penelitian. Sembiring (2005) menunjukan hubungan negatif yang berlawanan dengan hasil yang ditemukan oleh Hardhina (2007) yang menunjukan adanya hubungan yang positif antara leverage dengan tanggung jawab sosial perusahaan.

Atas dasar penelitian tersebut, maka penulis ingin mengetahui pengaruh karakteristik perusahaan, yang diantaranya adalah ukuran dewan komisaris, size perusahaan, leverage dan profitabilitas perusahaan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan pertambangan yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia (BEI).

(5)

5

II. LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Corporate Social Responsibility

Dalam konteks global, istilah Corporate Social Responsibility (CSR) mulai digunakan sejak tahun 1970-an dan semakin populer terutama setelah kehadiran buku Cannibals With Forks: The Triple Bottom Line in 21st Century Business (1998), karya John Elkington. Mengembangkan tiga komponen penting sustainable development, yakni economic growth, environmental protection, dan social equity, yang digagas the World Commission on Environment and Development (WCED) dalam Brundtland Report (1987), Elkington mengemas CSR ke dalam tiga fokus: 3P, yang dapat artikan sebagai profit, planet dan people. Perusahaan yang baik tidak hanya memburu keuntungan ekonomi belaka (profit) melainkan pula memiliki kepedulian terhadap kelestarian lingkungan (planet) dan kesejahteraan masyarakat (people).

Menurut ISO 26000, CSR adalah Tanggung jawab sebuah organisasi terhadap dampak-dampak dari keputusankeputusan dan kegiatan-kegiatannya pada masyarakat dan lingkungan yang diwujudkan dalam bentuk perilaku transparan dan etis yang sejalan dengan pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat; mempertimbangkan harapan para pemangku kepentingan, sejalan dengan hukum yang ditetapkan dan norma-norma perilaku internasional; serta terintegrasi dengan organisasi secara menyeluruh (draft 3, 2007).

2.2 Karakteristik Perusahaan dan Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial 2.2.1 Ukuran Dewan Komisaris

Dewan komisaris merupakan mekanisme pengendalian intern tertinggi yang bertanggung jawab untuk memonitor tindakan manajemen puncak. Komposisi individu yang bekerja sebagai anggota dewan komisaris merupakan hal penting dalam memonitor aktivitas manajemen secara efektif (Fama dan Jesen, 1983, dalam Sembiring, 2005). Dewan komisaris yang berasal dari luar perusahaan akan dipandang lebih baik, karena pihak dari luar akan menetapkan kebijakan yang berkaitan dengan perusahaan dengan lebih objektif dibanding perusahan yang memiliki susunan dewan komisaris yang hanya berasal dari dalam perusahaan.

Manajemen memiliki dorongan untuk mengungkapkan informasi yang menguntungkan dan “menyembunyikan” informasi yang tidak menguntungkan. Informasi yang menguntungkan akan diungkap seluas-luasnya, sedangkan informasi yang tidak menguntungkan kelihatannya tidak diungkap dan sebagai hasilnya, para pemegang saham tidak akan mengetahui secara khusus informasi yang disembunyikan. Untuk mengatasi hal tersebut, pemegang saham mendelegasikan wewenang mereka dalam memonitor aktivitas manajemen kepada dewan komisaris. Teori agensi telah digunakan secara luas dalam penelitian tentang dewan komisaris.

2.2.2 Size Perusahaan

Size perusahaan merupakan variabel yang banyak digunakan untuk menjelaskan

pengungkapan sosial yang dilakukan perusahaan dalam laporan tahunan yang dibuat. Secara umum perusahaan besar akan mengungkapkan informasi lebih banyak daripada perusahaan kecil. Hal ini karena perusahaan besar akan menghadapi resiko politis yang lebih besar dibanding perusahaan kecil. Secara teoritis perusahaan besar tidak akan lepas dari tekanan politis, yaitu tekanan untuk melakukan pertanggungjawaban sosial.

Ketersediaan sumber daya dan dana membuat perusahaan merasa perlu membiayai penyediaan informasi untuk pertanggungjawaban sosialnya. Di samping itu, perusahaan yang berukuran lebih besar cenderung memiliki public demand akan informasi yang lebih tinggi dibanding perusahaan yang berukuran lebih kecil. Alasan lain adalah perusahaan besar dan

(6)

6

memiliki biaya keagenan yang lebih besar tentu akan mengungkapkan informasi yang lebih luas hal ini dilakukan untuk mengurangi biaya keagenan yang dikeluarkan. Cowen et.al (1987) dalam Sembiring (2005) menyatakan bahwa perusahaan yang lebih besar mungkin akan memiliki pemegang saham yang memperhatikan program sosial yang dibuat perusahaan dalam laporan tahunan, yang merupakan media untuk menyebarkan informasi tentang tanggung jawab sosial keuangan perusahan. Akan tetapi tidak semua peneliti mendukung hubungan antara size perusahaan dengan tanggung jawab sosial perusahaan.

2.2.3 Leverage

Leverage merupakan proposi total hutang terhadap ekuitas pemegang saham. Rasio

tersebut digunakan untuk memberikan gambaran mengenai struktur modal yang dimiliki perusahaan, sehingga dapat dilihat tingkat resiko tak tertagihnya suatu utang (Sitepu dan Siregar 2007). Teori keagenan memprediksi bahwa perusahaan dengan rasio leverage yang lebih tinggi akan mengungkapkan lebih banyak informasi, karena biaya keagenan perusahaan dengan struktur modal seperti itu lebih tinggi (Jensen & Meckling, dalam Anggraini 2006).

Perusahaan dengan rasio leverage yang tinggi memiliki kewajiban untuk melakukan ungkapan yang lebih luas daripada perusahaan dengan rasio leverage yang rendah. Pendapat lain mengatakan bahwa semakin tinggi leverage, kemungkinan besar perusahaan akan mengalami pelanggaran terhadap kontrak utang, maka manajer akan berusaha untuk melaporkan laba sekarang lebih tinggi dibandingkan laba di masa depan. Dengan laba yang dilaporkan lebih tinggi akan mengurangi kemungkinan perusahaan melanggar perjanjian utang. Manajer akan memilih metode akuntansi yang akan memaksimalkan laba sekarang. Supaya laba yang dilaporkan tinggi maka manajer harus mengurangi biaya termasuk biaya untuk mengungkapkan informasi sosial.

2.2.4 Profitabilitas

Donovan dan Gibson (2000) dalam Hasibuan (2003) menyatakan berdasarkan teori legitimasi, salah satu argumen dalam hubungan antara profitabilitas dan tingkat pengungkapan tanggung jawab sosial adalah ketika perusahaan memiliki laba yang tinggi, perusahaan tidak perlu melaporkan hal-hal yang mengganggu informasi tentang suksesnya keuangan perusahaan. Sebaliknya pada saat tingkat profitabilitas rendah, mereka berharap para pengguna laporan akan membaca “good news” kinerja perusahaan. Misalnya dalam lingkup sosial, ketika investor membaca laporan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan diharapkan mereka tetap berinvestasi di perusahaan tersebut. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa profitabilitas mempunyai hubungan negatif terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Namun hal ini bertentangan dengan teori agensi yang menyatakan bahwa semakin besar perolehan laba yang didapat perusahan, maka semakin luas informasi sosial yang diungkapkan perusahaan. Ini dilakukan untuk mengurangi biaya keagenan yang muncul. Mengingat ketidakkonsistenan dari hasil penelitian para ahli yang telah dikemukakan di atas, maka dalam penelitian ini menguji kembali pengaruh profitabilitas terhadap pengungkapan sosial perusahaan manufaktur dalam laporan tahunan di Bursa Efek Indonesia.

(7)

7

III. METODE PENELITIAN 3.1 Obyek Penelitian

Obyek dalam penelitian ini adalah semua perusahaan pertambangan yang tercatat (Go

Public) di Bursa Efek Indonesia (BEI) seperti yang tercantum dalam Indonesia Capital

Market Directory 2007-2009. Perusahaan pertambangan yang tercatat di BEI digunakan

sebagai objek, karena perusahaan tersebut mempunyai kewajiban untuk menyampaikan laporan tahunan kepada pihak luar perusahaan.

Dari 18 perusahaan pertambangan yang terdaftar di BEI dan tercantum dalam ICMD 2007-2009, sebanyak 14 perusahaan dipilih tiap tahunnya sehingga jumlah sampel pada penelitian ini sebanyak 42 perusahaan. Jumlah sampel ini cukup representative, Roscoe dalam sembiring (2005) menyatakan bahwa dalam analisis regresi berganda ukuran sampel hendaknya minimal sepuluh kali dari jumlah variable dalam penelitian.

3.1 Variabel Data 3.1.1 Variabel Dependen

Variabel dependen yang diteliti dalam penelitian ini adalah pengungkapan informasi lingkungan dalam laporan tahunan perusahaan pertambangan yang bersangkutan. Pengukuran variabel ini dengan mengukur pengungkapan sosial laporan tahunan yang dilakukan dengan pengamatan mengenai ada tidaknya suatu item informasi yang ditentukan dalam laporan tahunan ataupun pada sustainability report, apabila item informasi tidak ada maka diberi skor 0, dan jika item informasi yang ditentukan ada dalam laporan tahunan maka diberi skor 1. Metode ini sering dinamakan Checklist data.

Checklist dilakukan dengan melihat pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan

yang mencakup tujuh kategori, yaitu : lingkungan, energi, kesehatan dan keselamatan tenaga kerja, lain-lain tenaga kerja, produk, keterlibatan masyarakat dan umum. Kategori ini diadopsi dari penelitian yang dilakukan oleh Hackston dan Milne dalam Sembiring (2005). Ketujuh kategori tersebut terbagi dalam 90 item pengungkapan. Berdasarkan peraturan Bapepam No. VIII.G.2 tentang laporan tahunan dan kesesuaian item tersebut untuk diaplikasikan di Indonesia, maka penyesuaian kemudian dilakukan. Dua belas item dihapuskan karena kurang sesuai untuk diterapkan dengan kondisi di Indonesia sehingga secara total tersisa 78 item pengungkapan. Tujuh puluh delapan item tersebut kemudian disesuaikan kembali dengan masing-masing sektor industri sehingga item pengungkapan yang diharapkan dari setiap sektor berbeda-beda.

3.1.2 Variabel Independen

Variabel Independen yang diteliti dalam penelitian ini adalah karakteristik perusahaan. Karakteristik perusahaan menjelaskan variasi luas pengungkapan sosial dalam laporan tahunan. Dalam penelitian ini, karakteristik perusahaan diproksikan dalam ukuran dewan komisaris, size perusahaan, leverage, dan profitabilitas.

3.1.2.1 Ukuran Dewan Komisaris

Ukuran dewan komisaris yang dimaksud di sini adalah banyaknya jumlah anggota dewan komisaris dalam suatu perusahaan. Ukuran dewan komisaris yang diinginkan dalam penelitian ini adalah konsisten dengan Sembiring (2003) yaitu dilihat dari banyaknya jumlah anggota dewan komisaris yang dimiliki perusahaan.

3.1.2.2 Size Perusahaan

Pada penelitian ini size perusahaan dinyatakan dengan jumlah tenaga kerja yang dimiliki oleh perusahaan pertambangan yang sudah terdaftar di BEI. Pengukuran ini

(8)

8

dilakukan untuk mengetahui bahwa semakin besar jumlah tenaga kerja yang dimiliki maka akan semakin besar pula tanggung jawab sosial yang harus diungkapkan.

3.1.2.3 Leverage

Leverage yang digunakan dalam penelitian ini adalah rasio hutang terhadap modal

sendiri. Semakin tinggi tingkat leverage semakin besar kemungkinan akan melanggar perjanjian kredit sehingga perusahaan akan berusaha untuk melaporkan laba sekarang lebih tinggi, supaya laba yang dilaporkan tinggi maka manajer harus mengurangi biaya (termasuk biaya untuk mengungkapkan CSR).

3.1.2.4 Profitabilitas

Variabel profitabilitas dalam penelitian ini menggunakan Return On Asset (ROA). ROA adalah perbandingan antara laba bersih setelah pajak dengan aktiva untuk mengukur tingkat pengembalian investasi total. Rasio ini merupakan rasio yang terpenting untuk mengetahui profitabilitas suatu perusahaan. Return on asset merupakan ukuran efektifitas perusahaan di dalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan aktiva yang dimilikinya.

3.2 Metode Analisis Data

Adapun persamaan untuk menguji hipotesis secara keseluruhan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

Keterangan :

PS = Indeks Pengungkapan tanggung jawab sosial KOM = Ukuran Dewan Komisaris

TK = Tenaga Kerja ROA = Return on Asset LEV = Tingkat Leverage

0 = Intercept

1, …, 5 = Koefisien regresi

e = Error

IV. PEMBAHASAN 4.1 Uji Asumsi Klasik

a. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan menguji apakah dalam metode regresi, variable terikat dan variabel bebas keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak (Ghozali, 2005). Model regresi yang baik adalah data yang berdistribusi normal atau mendekati normal. Dalam penelitian ini untuk mendeteksi apakah data berdistribusi normal atau tidak mengunakan Kolmogorov – Smirnov (menggunakan α=5%), untuk mengambil keputusan berpedoman pada nilai Asymp. Sig. (2-tailed) < 0.05, distribusi data adalahtidak normal dan Asymp. Sig. (2-tailed) > 0.05, distribusi data adalah normal. Dari table One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test diperoleh angka pobabilitas atau Asymp. Sig. (2-tailed) 0.829 > 0.05. sehingga disimpulkan bahwa residual telah memenuhi asumsi distribusi normal

(9)

9 b. Uji Multikolinearitas

Untuk menguji adanya multikolinearitas dapat dilakukan dengan menganalisis korelasi antar variabel dan perhitungan nilai tolerance serta variance inflation factor

(VIF). Multikolinearitas terjadi jika nilai tolerance lebih kecil dari 0,1 yang berarti

tidak ada korelasi antar variabel independen yang nilainya lebih dari 95% . Nilai

tolerance untuk semua variabel independen lebih besar dari 0.10, sedangkan nilai

apabila VIF kurang dari 10 dapat dikatakan bahwa variabel independen yang digunakan dalam model adalah dapat dipercaya dan objektif.

Berdasarkan tabel 4.6 didapat nilai tolerance yang lebih besar dari 0.10 yaitu KOM 0.421; Size 0.276; Lev 0.881 dan ROA 0.507, sedangkan nilai VIF masing-masing variabel yaitu KOM 2,378; Size 3,623; Lev 1,136 dan ROA 1,974, dimana semua nilai VIF dari variabel penelitian di bawah 10 maka dapat diketahui bahwa antara antara variabel independen tidak terdapat gangguan multikolinearitas, oleh karena itu data dalam penelitian ini telah memenuhi syarat uji multikolinearitas sehingga dapat dimasukkan dalam pengujian model regresi.

c. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (Ghozali, 2005).

Untuk mendeteksi gejala autokorelasi kita menggunakan uji Durbin-Watson (DW). Uji ini menghasilkan nilai DW hitung (d) dan nilai DW tabel (dL dan du).

Menurut Santosa dan Ashari (2005) aturan pengujian Durbin-Watson adalah sebagai berikut :

d<dL : Terjadi masalah autokorelasi positif yang perlu perbaikan

dL<d<du : Ada masalah autokorelasi positif tetapi lemah, dimana perbaikan

akan lebih baik. du<d<4-du : Tidak ada autokorelasi

4-du<d<4-dL : Masalah autokorelasi lemah, dimana dengan perbaikan akan lebih

baik.

4-dL<d : Masalah autokorelasi serius.

Berdasarkan tabel diatas maka dapat diketahui bahwa nilai uji Durbin Watson sebesar 1,732. Untuk n = 42 dan variabel independen (k) = 4, dengan nilai kritis pada α = 0.05 diketahui nilai dL =1.31 dan nilai du = 1.72 . Nilai DW yang

dihasilkan sebesar 1,732, dimana nilai tersebut sesuai dengan aturan Durbin Watson du<d<4-du (1,72<1,732<4-1.72) maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada masalah

autokorelasi, maka penelitian ini akan melanjutkan pada pengujian terhadap model regresi.

d. Uji Heteroskedastisitas

Untuk mendeteksi gejala heteroskedisitas dalam persamaan regresi digunakan metode grafik dengan grafik scatterplot. Grafik scatterplot menggunakan nilai prediksi variabel terikat (ZPRED) dengan residualnya (SRESID) untuk melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot antara SRESID dan ZPRED jika ada pola tertentu seperti titik-titik (point-point) yang membentuk suatu pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit) maka telah terjadi heteroskeditas, jika tidak ada pola yang jelas serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka nol pada sumbu Y maka tidak terjadi heteroskedisitas.

(10)

10

Dari gambar 4.2 terlihat bahwa penyebaran residual adalah tidak teratur. Hal tersebut terlihat pada plot yang berpencar dan membentuk pola tertentu. Dengan demikian kesimpulan yang dapat diambil adalah tidak terjadi gejala homokedastisitas atau persamaan regresi memenuhi heterokedastisitas, sehingga data dalam penelitian ini dapat dilakukan pengujian hipotesis dengan menggunakan model regresi linear berganda.

4.2 Analisis Regresi Linear Berganda

Persamaan regresi yang dapat diturunkan dari hasil analisis yang dirangkum dari tabel 4.8 adalah sebagai berikut :

PS = 0.378 + 0.036 KOM + 3.704E-5 Size + (-0.066) LEV + (-0.045) ROA + e Berdasarkan persamaan di atas maka analisis dari persamaan regresi dapat dijelaskan sebagai berikut :

Nilai konstanta (β0) di atas sebesar 0.378, hal ini menunjukkan bahwa jika tanpa

variabel KOM, Size, Lev dan ROA nilai PS sebesar 0.378 tetap dapat mengungkapkan tanggung jawab sosial perusahaan akan tetap ada meskipun tidak dipengaruhi oleh KOM,

Size, Lev dan ROA.

Koefisien regresi (β1) KOM sebesar 0.036, hal ini berarti jika ukuran dewan komisaris

mengalami peningkatan sebesar 1 unit maka menambah pula tindakan pengungkapan pertanggungjawaban sosial sebesar 0,036.

Koefisien regresi (β2) Size sebesar 3.704E-5, hal ini menunjukkan bahwa setiap

penambahan satu variabel Size, maka akan menambah pula tindakan pengungkapan pertanggungjawaban sosial sebesar 3.704E-5.

Koefisien regresi (β3) Lev sebesar -0.066, hal ini menunjukkan bahwa setiap

penambahan satu variabel Lev, maka akan berkurang pula tindakan pengungkapan pertanggungjawaban sosial sebesar 0.066.

Koefisien regresi (β4) ROA sebesar -0.045, hal ini menyatakan bahwa setiap penambahan

satu persen variabel profitabilitas, maka akan berkurang pula tindakan pengungkapan pertanggungjawaban sosial sebesar 0.045.

4.3 Pengujian Hipotesis

4.3.1 Uji Koefisien Regresi Secara Parsial (Uji t)

Uji Parsial (Uji t) digunakan untuk menguji kuatnya pengaruh masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel bebas terhadap variabel tidak bebas secara individu dapat dilihat pada tabel 4.8. Berikut ini adalah pengujian hipotesis menggunakan uji koefisien regresi secara parsial.

1. Pengaruh Ukuran Dewan Komisaris

Pengujian hipotesis pertama penelitian ini dilakukan dengan menggunakan formulasi hipotesis sebagai berikut :

Ha1 = Ukuran dewan komisaris berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung jawab

sosial perusahaan

Berdasarkan tabel 4.8 dapat dilihat nilai signifikansi (p) variabel ukuran dewan komisaris sebesar 0.012. Pada tingkat signifikan (α) 0.05, ternyata nilai p (0.012) < α = 0.05, dengan demikian H0 ditolak, artinya ukuran dewan komisaris pada

perusahaan sampel berpengaruh signifikan positif terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Hal ini berarti bahwa semakin banyak jumlah anggota

(11)

11

dewan komisaris dalam suatu perusahaan, maka pengungkapan tanggung jawab sosial yang dibuat perusahaan akan semakin luas.

Hasil penelitian ini berhasil mendukung teori agensi dan sesuai dengan pendapat Coller dan Gregory dalam Sri Sulastini (2007) yang menyatakan bahwa semakin besar jumlah anggota dewan komisaris, maka akan semakin mudah mengendalikan CEO dan memonitoring yang dilakukan akan semakin efektif. Dikaitkan dengan pengungkapan tanggung jawab sosial, maka tekanan terhadap manajemen juga akan semakin besar untuk mengungkapkannya. Hasil ini juga berhasil mendukung hasil penelitian Sembiring (2005) yang menemukan bahwa dewan komisaris berpengaruh positif terhadap luas pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan.

2. Pengaruh Size Perusahaan

Untuk melakukan pengujian hipotesis yang ketiga dalam penelitian ini maka akan digunakan formulasi sebagai berikut :

Ha2 = Size Perusahaan berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial

perusahaan

Berdasarkan tabel 4.8, dapat dilihat nilai signifikansi (p) variabel Size Perusahaan sebesar 0.119. Pada tingkat signifikansi (α) 0.05, ternyata nilai p (0.119) > α = 0.05, dengan demikian Ho diterima artinya Size Perusahaan (jumlah tenaga kerja) tidak berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Dapat disimpulkan bahwa semakin banyak jumlah tenaga kerja tidak menuntut besarnya tanggung jawab perusahaan untuk melakukan aksi sosial yang diberikan kepada tenaga kerjanya.

Hal ini sejalan dengan penelitian Anggraini (2005) dan Hardhina (2007) bahwa ukuran perusahaan yang dinyatakan dengan jumlah tenaga kerja tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan pertanggungjawaban sosial perusahaan.

3. Pengaruh Leverage

Pengujian hipotesis pertama penelitian ini dilakukan dengan menggunakan formulasi hipotesis sebagai berikut :

Ha3 = Leverage berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial

perusahaan

Berdasarkan tabel 4.8, dapat dilihat nilai signifikansi (p) variabel leverage sebesar 0.452. Pada tingkat signifikan (α) 0.05, ternyata nilai p (0.452) > α = 0.05, dengan demikian Ho diterima, artinya leverage tidak berpengaruh secara terhadap pengungkapan pertanggungjawaban sosial suatu perusahaan. Dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat leverage semakin besar kemungkinan akan melanggar perjanjian kredit sehingga perusahaan akan berusaha untuk melaporkan laba sekarang lebih tinggi, supaya laba yang dilaporkan tinggi maka manajer harus mengurangi biaya-biaya (termasuk biaya untuk mengungkapkan CSR).

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dihasilkan oleh Sitepu dan Siregar (2007) bahwa tingkat leverage tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap jumlah informasi sosial yang diungkapkan.

(12)

12 4. Pengaruh Profitabilitas

Pengujian hipotesis pertama penelitian ini dilakukan dengan menggunakan formulasi hipotesis sebagai berikut :

Ha4 = Profitabilitas berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial

perusahaan

Berdasarkan tabel 4.8, dapat dilihat nilai signifikansi (p) variabel profitabilitas sebesar 0.436. Pada tingkat signifikan (α) 0.05, ternyata nilai p (0.436) > α = 0.05, dengan demikian Hoditerima, Artinya bahwa profitabilitas yang diproksikan dalam ROA tidak berpengaruh terhadap pengungkapan pertanggungjawaban sosial perusahaan.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Sembiring (2005) yakni kinerja ekonomi/profitabilitas yang diproksi dengan pendapatan per lembar saham, menunjukkan pengaruh yang tidak signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial dengan nilai t = 1,218 dan p = 0,227 (p > 0,05). Ini berarti bahwa besar kecilnya profitabilitas tidak akan mempengaruhi tingkat pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan.

4.3.2 Uji Koefisien Regresi secara Bersama-sama (Uji f)

Uji f dilakukan dengan cara pengujian variabel independen secara serempak. Tujuan dari pengujian variabel serempak adalah untuk melihat apakah variable independen secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen.

Uji f digunakan untuk melihat signifikansi pengaruh antara variabel independen atau variabel bebas secara serentak terhadap variabel dependen atau variabel terikat yaitu dengan membandingkan nilai signifikansi f dengan α = 5%.

Untuk menentukan Ho diterima atau ditolak, maka akan dilakukan pengujian hipotesis. Hipotesis tersebut dapat dinotasikan sebagai berikut :

Ho = Variabel independen secara bersama-sama tidak berpengaruh terhadap

pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan

Dari tabel 4.9 dapat diketahui bahwa dari hasil uji f diperoleh tingkat signifikansi f sebesar 0.000 lebih kecil dari α 0.05 (0.000<0.05) maka Ho ditolak atau dapat diartikan bahwa secara serentak (bersama-sama) variabel independen (ukuran dewan komisaris, size perusahaan, leverage dan profitabilitas) berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan.

4.3.3 Uji Koefisien Determinasi

Analisis dilanjutkan dengan melihat determinasi dari variabel independen (ukuran dewan komisaris, size perusahaan, leverage dan profitabilitas) terhadap variabel dependen (pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan). Tujuan analisis ini adalah untuk menghitung besarnya pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen.

Nilai R2 menunjukkan seberapa besar proporsi dari total variasi variabel tidak bebas yang dapat dijelaskan oleh variabel penjelasnya. Semakin tinggi nilai R2 maka semakin besar proporsi dari total variasi variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variabel independen. Dibawah ini adalah tabel yang menunjukkan nilai R2:

Berdasarkan hasil tabel 4.10, dapat diketahui nilai R2 adalah sebesar 0.474 berarti sebesar 47.4% dari total variasi dependen dapat dijelaskan oleh model yang disajikan. Variabel proporsi ukuran dewan komisaris, size perusahaan, leverage dan profitabilitas mampu menjelaskan variabel pengungkapan CSR sebesar 47.4% sedangkan sisanya 52.6% dijelaskan oleh faktor lain yang tidak termasuk di dalam model penelitian. Hal ini menunjukkan bahwa masih ada faktor lain diluar faktor proporsi ukuran dewan komisaris,

(13)

13

tanggung jawab social perusahaan seperti profile perusahaan, dimana hubungan sistematis antara profile perusahaan dengan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan telah ditemukan dalam penelitian terdahulu. Hal ini dikaitkan dengan variasi dampak operasi perusahaan terhadap lingkungan dan masyarakat, sehingga hipotesis umumnya menyatakan bahwa perusahaan yang memiliki dampak yang besar terhadap lingkungan dan masyarakat akan mengungkapkan lebih banyak informasi sosial. Dikaitkan dengan teori legitimasi, hal ini dilakukan perusahaan untuk melegitimasi kegiatan operasinya dan menurunkan tekanan dari para aktivis sosial dan lingkungan (Sembiring, 2005).

Selain faktor profile perusahaan yang bisa mempunyai pengaruh besar terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan adalah kepemilikan manajemen yang diukur dengan prosentase saham yang dimiliki manajemen. Menurut Gray et. al., dalam Anggraini (2006) konflik kepentingan antara manajer dengan pemilik menjadi semakin besar ketika kepemilikan manajer terhadap perusahaan semakin kecil. Dalam hal ini manajer akan berusaha untuk memaksimalkan kepentingan dirinya dibandingkan kepentingan perusahaan. Sebaliknya semakin besar kepemilikan manajer di dalam perusahaan maka semakin produktif tindakan manajer dalam memaksimalkan nilai perusahaan, dengan kata lain biaya kontrak dan pengawasan menjadi rendah. Manajer perusahaan akan mengungkapkan informasi sosial dalam rangka untuk meningkatkan image perusahaan, meskipun ia harus mengorbankan sumber daya untuk aktivitas tersebut.

4.4 Analisis Hasil Penelitian

Berdasarkan penyajian data hasil penelitian beserta pengolahannya yang bersumber dari Annual Report perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta dan ICMD 2006-2008, maka penulis dalam pembahasan ini akan membahas hasil penelitian sesuai dengan permasalahan yang diajukan.

Gambaran tentang praktek pengungkapan tanggung jawab sosial yang dilaksanakan oleh perusahaan pertambangan di Indonesia dapat dijelaskan dari hasil uji descriptive

statistics diketahui bahwa rata-rata pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan

manufaktur sebesar 0.5881 atau 58.81 % dari total pengungkapan. Hal ini berarti dapat disimpulkan bahwa tingkat pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan pertambangan di Indonesia terbilang menengah.

Sedangkan pengaruh karakteristik perusahaan (ukuran dewan komisaris, size perusahaan, leverage dan profitabilitas) secara simultan, tingkat pengaruh variabel independen (KOM, Size, Lev dan ROA) terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan (Pengungkapan CSR) yang ditemukan sebesar 47.4% ( Adjusted R2= 0,474). Hal ini berarti bahwa secara simultan ukuran dewan komisaris, size perusahaan, leverage dan profitabilitas mampu mempengaruhi tingkat pengungkapan tanggungjawab sosial perusahaan pertambangan sebesar 47,4 %. Sisanya sebesar 52,6% dipengaruhi oleh variabel lain diluar variabel yang digunakan. Tingkat Adjusted R2 yang terbilang sedang ini menunjukkan perlunya dilakukan penelitian lanjutan dengan menambahkan variabel lain sebagai penduga pengungkapan tanggungjawab sosial perusahaan pertambangan.

Walaupun demikian, apabila dilihat dari signifikansinya, secara simultan variabel yang digunakan berpengaruh secara signifikan dengan nilai F sebesar 10.237 dengan signifikansi sebesar 0,000.. Dalam pengujian secara parsial empat variabel yaitu ukuran dewan komisaris, size perusahaan, leverage dan profitabilitas berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan tanggungjawab sosial perusahaan pertambangan.

Dalam penelitian ini ukuran dewan komisaris dinyatakan dengan jumlah anggota dewan komisaris, menunjukkan berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan dengan nilai t = 2.627 dengan signifikansi 0,012. Hal ini berarti bahwa semakin

(14)

14

banyak jumlah anggota dewan komisaris dalam suatu perusahaan, maka pengungkapan tanggung jawab sosial yang dibuat perusahaan akan semakin luas.

Teori secara umum mengenai size perusahaan adalah perusahaan besar akan mengungkapkan informasi lebih banyak daripada perusahaan kecil. Hal ini karena perusahaan besar akan menghadapi resiko politis yang lebih besar dibanding perusahaan kecil. Namun pada penelitian ini size perusahaan yang diukur dengan jumlah tenaga kerja tidak berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung jawab perusahaan, hal ini terlihat dari nilai t = 1,598 dengan signifikan = 0,119.

Semakin tinggi leverage kemungkinan besar perusahaan akan mengalami pelanggaran terhadap kontrak utang, maka manajer akan berusaha untuk melaporkan laba sekarang lebih tinggi dibandingkan laba di masa depan. Manajer akan memilih metode akuntansi yang akan memaksimalkan laba sekarang. Supaya laba yang dilaporkan tinggi maka manajer harus mengurangi biaya (termasuk biaya untuk mengungkapkan informasi sosial). Teori ini sesuai dengan hasil pada penelitian ini, dimana leverage tidak berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung jawab perusahaan, hal ini terlihat dari nilai t = -0,761 dengan signifikan = 0,452.

Ketika perusahaan memiliki tingkat laba yang tinggi, perusahaan (manajemen) menganggap tidak perlu melaporkan hal-hal yang dapat menganggu informasi tentang sukses keuangan perusahaan. Sebaliknya, pada saat tingkat profitabilitas rendah, mereka berharap para pengguna laporan akan membaca “good news” kinerja perusahaan. Dalam penelitian ini, kinerja ekonomi/profitabilitas yang dinyatakan dalam ROA tidak berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan yang ditunjukkan oleh nilai t = -0,787 dengan signifikansi 0.436. Hasil penelitian ini tidak berhasil mendukung teori legitimasi yang menyatakan profitabilitas berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Akan tetapi penelitian ini berhasil membuktikan arah hubungan negatif antara profitabilitas dan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan sesuai yang dikemukakan.

V. PENUTUP 5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dengan menggunakan program Statistical

Package for Social Sciences (SPSS) 17.00 untuk mengetahui pengaruh karakteristik

perusahaan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan pertambangan di Indonesia, penulis dapat memberikan kesimpulan sebagai berikut :

1. Gambaran praktek pengungkapan tanggung jawab sosial yang dilaksanakan oleh perusahaan pertambangan di Indonesia masih rendah karena rata-rata pengungkapan sebesar 58,8 % dari total pengungkapan.

2. Secara simultan atau bersama-sama variabel ukuran dewan komisaris, size perusahaan, leverage dan profitabilitas berpengaruh secara signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan pertambangan dengan nilai sebesar 47.4 % sedangkan sisanya 52.6% dijelaskan oleh faktor lain yang tidak termasuk di dalam model penelitian. Secara parsial pengaruh masing-masing variabel independen adalah sebagai berikut:

a. Secara parsial ukuran dewan komisaris berpengaruh signifikan positif terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan pertambangan dengan nilai signifikansi sebesar 0,012.

b. Secara parsial size perusahaan tidak berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan pertambangan dengan nilai signifikan sebesar 0,119.

c. Secara parsial leverage tidak berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan pertambangan dengan nilai signifikan sebesar 0,452.

(15)

15

d. Secara parsial profitabilitas tidak berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan pertambangan dengan nilai signifikansi sebesar 0.436. 5.2 Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini mempunyai keterbatasan yang dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi peneliti berikutnya agar mendapatkan hasil yang lebih baik.

1. Periode penelitian yang dilakukan hanya tiga tahun, hendaknya dilakukan penelitian ulang dengan periode tahun yang lebih panjang.

2. Dalam penelitian ini sampel yang digunakan hanyalah perusahaan pertambangan saja sehingga perusahaan yang dijadikan sampel tidak dapat mewakili keseluruhan perusahaan yang ada di Indonesia.

3. Variabel independent berupa karakteristik perusahaan yang digunakan hanya ukuran dewan komisaris, size perusahaan, leverage dan profitabilitas serta variabel dependen, jumlah pengungkapan tanggung jawab sosial sehingga variabel-variabel tersebut tidak begitu mampu menjelaskan jumlah tanggung jawab sosial yang diungkapkan.

4. Subjektivitas dalam pengukuran pengungkapan sosial tidak dapat dihindari sehingga kemungkinan terjadi bias dalam pengukuran pengungkapan tanggung jawab social perusahaan

5.3 Saran

1. Bagi manajemen perusahaan pertambangan diharapkan lebih terbuka mengungkapkan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan tanggung jawab sosial dalam laporan tahunannya maupun sustainability report.

2. Bagi pemerintah dan IAI diharapkan mampu merumuskan suatu kebijakan untuk menjadikan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan sebagai sebuah

mandatory disclosure mengingat rendahnya tingkat pengungkapan tanggung jawab

sosial.

3. Penelitian selanjutnya diharapkan menggunakan periode pengamatan yang lebih lama sehingga akan memberikan kemungkinan yang lebih besar untuk memperoleh kondisi yang sebenarnya.

4. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat menambahkan atau menggunakan variabel lain untuk menemukan suatu model standar pendugaan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan pertambangan.

(16)

16

DAFTAR PUSTAKA

AB. Susanto. 2009, “Reputation-Driven Corporate Social Responsibility Pendekatan Stategi

Management dalam CSR”, Penerbit Esensi. Jakarta.

AB. Susanto. 2009, “Mengembangkan Corporate Social Responsibility di Indonesia”, Jurnal Reformasi Ekonomi, Vol. 4, No. 1

Agus Eko Sujianto. 2009. Aplikasi Statistik dengan SPSS 16. Penerbit PT Prestasi Pustakaraya. Jakarta.

Andre Christian Sitepu dan Hasan Sakti Siregar. 2009. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Informasi Sosial dalam Laporan Tahunan pada Perusahaan

Manufaktur yang Terdaftar di Bursa efek Jakarta. FE USU. Medan.

Belkaoui. A, and Karpik. P.G 1989. “Determinants of the Corporate Decision to Disclose

Social Information”. Accounting, Auditing and Accountability Jounal. Vol. 1, No.1.

Beria Leimona dan Aunul Fauzi. 2008. CSR dan Pelestarian Lingkungan. Penerbit Indonesia Business Links. Jakarta.

Donovan, Gary and Kathy Gibson, (2000). Environmental Disclosure in the Corporate

Annual Report: A Longitudinal Australian Study. Paper for Presentation in the 6th

Interdisciplinary Environmental Association Conference, Montreal, Canada.

Eddy Sembiring. 2005. Karakteristik Perusahaan dan Pengungkapan tanggung Jawab Sosial

: Study Empiris Pada Perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Jakarta, Simposium

Nasional Akuntansi VIII, Solo.

Fitriany, 2001. Signifikansi Perbedaan Tingkat Kelengkapan Pengungkapan Wajib dan Sukarela pada Laporan Keuangan Perusahaan Publik yang terdaftar di Bursa Efek

Jakarta, Simposium Nasional Akuntansi IV, Bandung.

Gray, R., Javad, M., Power, David M., and Sinclair C. Donald., (2001). Social And Environmental Disclosure, And Corporate Characteristic: A Research Note And

Extensio., Journal of Business Finance and Accounting, Vol 28 No. 3, pp 327-356.

Hardhina Rosmasita. 2007. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Sosial (Social Disclosure) dalam Laporan Keuangan tahunan PerusahaanManufaktur di Bursa

Efek Jakarta. FE UII Yogyakarta.

Hackston, David and Markus J. Milne, 1996. Some Determinants of Social and

Environmental Disclosure in New Zealand Companies. Accounting, Auditing and

Accountability Journal,Vol. 9 No. 1, p. 77-100.

Ikatan Akuntansi Indonesia. 2009. Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.

(17)

17

Imam Ghozali. 2005. Aplikasi Analisis Multivariat Dengan Progam SPSS. Semarang: Badan Penerbit UNDIP.

Ismail Solihin. 2009. Corporate Sosial Responsibility from Charity to Suistainability. Penerbit Salemba Empat. Jakarta.

Purbayu Budi Santosa dan Ashari. 2005. Analisis Statistik dengan Microsoft Excel dan SPSS. Edisi 1. Yogyakarta: ANDI.

Rahma Yuliani. 2003. Pengaruh Karakteristik Perusahaan terhadap Praktek Pengungkapan

Sosial dan Lingkungan di Indonesia, Tesis Program Studi Magister Sains Akuntansi

program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro Semarang (tidak dipublikasikan). Reni Retno Anggraini. 2006, Pengungkapan Informasi Sosial dan Faktor-Faktor yang

Mempengaruhi Pengungkapan Informasi Sosial dalam Laporan Keuangan Tahunan (Studi Empiris pada Perusahaan-Perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek

Jakarta), Simposium Nasional Akuntansi IX, Padang, 23-26 Agustus.

Singgih Santoso. 2006. Menggunakan SPSS untuk Statistik Parametik. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Sri Sulastini. 2007. Pengaruh Karakteristik Perusahaan terhadap Social Disclosure

Perusahaan Manufaktur yang Telah Go Public. Skripsi FE UNNES Semarang.

Yuningsih, 2001. Pengaruh Karakteristik Perusahaan terhadap Praktek Pengungkapan

Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan Publik. FE UMM, Malang.

Publikasi Lain :

Indonesia Capital Market Directory 2006, 2007, 2008. Pojok BEI Universitas Indonesia. Websites :

www.bapepam.co.id www.csrindonesia.com www.google.com www.idx.co.id

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penelitian Anselmsson et al., (2014) menunjukkan variabel-variabel dalam citra merek seperti kesadaran akan merek, kualitas, keunikan, tanggung jawab sosial perusahaan,

9 Apabila ada Pegawai negeri sipil (PNS) yang tidak menuruti peraturan seperti yang terlihat mencolok adalah Pegawai negeri sipil sering kita temukan pulang sebelum waktu

Hasil pengujian hipotesis keempat menunjukkan bahwa kualitas produk, word of mouth (wom), dan kualitas pelayanan berpengaruh secara simultan signifikan terhadap

Dengan adanya persepsi yang baik dari wajib pajak bahwa sistem perpajakan yang ada sekarang lebih efektif dan lebih memudahkan para wajib pajak dalam memenuhi

PENERAPAN STRATEGI HYPNOTEACHING PADA PEMBELAJARAN SENI TARI SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN MINAT BELAJAR SISWA KELAS VII A DI SMP NEGERI 1 BAYONGBONG GARUT.. Universitas

Penyebab yang kedua yaitu masuknya benda-benda asing, seperti kapas lidai atau ranting-ranting pohon, bila masuk ke dalam meatus akustikus eksternus dapat menimbulkan cidera

Dinas Pekerjaan Umum Kota Bengkulu Tahun Anggaran 2014 10 - 3 birokrasi pada pemerintah daerah di laksanakan mulai tahun 2012, dengan dilakukan.. secara bertahap dan

Dalam penelitian ini, peneliti ingin mengetahui: (1) tipe-tipe kode campuran yang ditemukan di acara request time di RCT FM Radio Semarang, (2) factor-faktor yang