• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Status Gizi

2.1.1. Pengertian Status Gizi

Zat gizi yaitu zat-zat yang diperoleh dari bahan makanan yang dikonsumsi yang mempunyai nilai sangat penting tergantung dari macam-macam bahan makanannya yang berguna untuk proses pemeliharaan, proses pertumbuhan dan perkembangan maupun untuk memperoleh energi guna melakukan kegiatan fisik sehari-hari (Marsetyo dan Kartasapoetra, 1995). Makanan yang dikonsumsi manusia harus memiliki kualitas gizi yang baik agar dapat bermanfaat maksimal bagi tubuh. Menurut Djoko Pekik Irianto (2007) berbagai zat gizi yang diperlukan tubuh tersebut dapat digolongkan menjadi enam macam yaitu: Karbohidrat, Protein, Lemak, Vitamin, Mineral, dan air. Marsetyo dan Kartasapoetra (1995) menyatakan bahwa kadar zat gizi pada setiap bahan makanan tidak sama, ada yang tinggi ada juga yang rendah. Selanjutnya diantara beragam jenis bahan makanan yang tersedia di alam ada yang kaya dengan satu jenis zat gizi, ada pula yang lebih dari satu jenis zat gizi. Kemajuan ilmu dan teknologi dalam bidang kimia, telah berhasil mengungkapkan kandungan zat gizi di dalam berbagai jenis bahan makanan. Dengan memperhatikan pola makan empat sehat lima sempurna, setiap bahan makanan akan saling melengkapi dalam hal kandungan zat gizinya yang sangat diperlukan oleh tubuh manusia, sehingga mampu menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisiknya, termasuk kebutuhan energi guna melaksanakan kegiatan sehari-hari.

(2)

Soekirman (2000) menyatakan bahwa status gizi adalah cukupnya zat gizi yang dikonsumsi sesuai dengan zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh. Beliau menambahkan bahwa status gizi berhubungan dengan sel-sel tubuh dengan penggantian zat-zat makanan. Atau bisa dikatakan bahwa status gizi merupakan keadaan kesehatan seseorang sebagai gambaran konsumsi zat makanan yang dimasukkan dalam tubuh dan penggunaannya oleh tubuh. Djoko Pekik Irianto (2007) menambahkan bahwa status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu. Atau dapat dikatakan bahwa status gizi merupakan indikator baik buruknya penyediaan makanan sehari-hari. Hal ini senada dengan pendapat Suhardjo (2008) yang menyatakan bahwa status gizi sebagai suatu keadaan tubuh yang diakibatkan oleh penyerapan dan penggunaan makanan. Asupan gizi bagi anak yang kurang diperhatikan dapat mempengaruhi perkembangan kemampuan motorik yang kurang optimal. Dalam penelitian Samudi (2004) analisa Bivariat menunjukan variable skor z pada indeks Berat badan/ Umur (BB/U)mempunyai hubungan bermakna terhadap tingkat kemampuan motorik. Dari analisa tersebut disimpulkan bahwa status gizi mempunyai hubungan yang bermakna terhadap tingkat kemampuan motorik anak (http://www.fkm.undip.ac.id). Menurut Djoko Pekik (2007) prestasi yang optimal seorang olahragawan didukung oleh keadaan status gizi yang optimal pula. Sehingga perlu adanya perencanaan status gizi yang meliputi perbaikan, pemeliharaan, maupun pemulihan status gizi seorang olahragawan.Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa status gizi adalah keadaan kesehatan tubuh seseorang sebagai pencerminan konsumsi zat makanan dan penggunaannya oleh tubuh serta kesesuaian gizi yang dikonsumsi dengan zat gizi

(3)

yang dibutuhkan oleh tubuh. Jika seorang anak memiliki status gizi yang baik memungkinkan anak akan selalu bersemangat dalam mengikuti berbagai aktifitas sehari-hari. Dalam masa pertumbuhan dan perkembangannya, anak usia sekolah dasar merupakan masa bagi seorang anak yang sangat aktif untuk melakukan aktifitas fisik khususnya dalam aktifitas bermain. Mereka tidak bisa tinggal diam dan selalu bergerak setiap ada rangsangan dari sekelilingnya.

Anak selalu ingin mengetahui dan mencoba sesuatu yang dilihatnya. Dengan demikian anak usia sekolah dasar memerlukan gizi yang cukup agar memiliki tingkat status gizi yang baik. Anak yang status gizinya baik akan memiliki daya tahan yang baik pula, sehingga memungkinkan anak untuk selalu aktif dalam melaksanakan tugas geraknya. Hal tersebut menjadikan anak memiliki pengalaman gerak yang luas yang akan mempengaruhi perkembangan motoriknya. Begitu pula buruknya status gizi pada anak dapat mengakibatkan perkembangan motorik anak yang tidak optimal.

2.1.2. Pengukuran Status Gizi

Kita mengenal beberapa cara pengukuran status gizi anak seperti dengan metode anthropometric, pemeriksaan klinik dan pemeriksaan laboratorik. Di antara ketiganya, pengukuran anthropometri relatif paling sederhana, mudah, murah dan banyak dilakukan. Pengukuran klinik biasanya dilakukan oleh dokter untuk melihat adanya kelainan organ tubuh akibat KEP, misalnya adanya oedeem, perubahan warna dan sifat rambut, kelainan kulit dan sebagainya. Pengukuran laboratorik dilakukan pemeriksaan darah dan urine untuk mengetahui adanya

(4)

kelainan kimiawi darah dan urine akibat keperawatan (KEP). Menurut Soekirman (2000), beberapa cara pengukuran status gizi adalah sebagai berikut :

1. Pengukuran anthropometri

Pengukuran tubuh manusia dengan anthropometric dipelopori oleh antropolog Amerika Serikat bernama Ales Hrdlicka (1869-1943). Dalam anthropometric dapat dilakukan beberapa macam pengukuran, yaitu pengukuran terhadap berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas dan sebagainya. Dari beberapa pengukuran tersebut, berat badan, tinggi badan dan lingkar lengan sesuai dengan usia adalah yang paling sering dilakukan dalam survei gizi. Untuk keperluan perorangan di keluarga, pengukuran berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) adalah yang paling dikenal. Untuk mengetahui tingkat status gizi seorang baik tinggi, normal atau rendah, harus dibandingkan dengan standar internasional yang ditetapkan oleh (WHO). BB terhadap TB, LLA terhadap TB (QUAC Stick = Quacker Arm Circumference measuring), lain-lain LLA dibandingkan dengan standar/ buku, lipatan kuulit pada trisep, subscapular, abdominal dibandingkan dengan buku.. Kemudian hasil pengukuran antropometrik tersebut debandingkan dengan suatu buku tertentu, misalnya buku Harvard, NCHS, atau buku nasional. Disamping itu masi ada ukuran antropometrik lainnya yang dipake khusus pada kasus-kasus dengan kelainan bawaan antara lain adalah : Lingkaran dada,lingkaran perut dan lingkaran perut. Panjang jarak antara 2 titik tubuh, seperti biakrominal untuk lebar bahu, bitrokanterik untuk lebar pinggul, bitemporal untuk lebar kepala dll.

(5)

2. Ukuran antropometrik yang lain

Ukuran antropometrik yang lain, di manfaatkan untuk menilai perawakan (somatotype),Menurut Hippocrates. perawakan tinggi kurus, Habitus apoplekticus perawakan gemuk pendek. Menurut Kretschmer terdapat 3 jenis perawakan yaitu : piknikus atletikus,astenikus. Menurut Sheldon. endomorfi, mesomorfi, ektomorfi untuk perawakan yang sesuai dengan klasifikasi dari Kretschmer. Penilaian mengenai jenis perawakan pada mulanya digunakan untuk meramalkan sifat (karakter) dan kepekaan terhadap beberapa penyakit, pada anak jenis perawakan tersebut pada kasus tertentu perlu diperhitungkan, walaupun tidak terlalu berpengaruh..gejala /tanda pada pemeriksaan fisik a. Keseluruan fisik dilihat bentuk tubuh, perbandingan bagian kepala, tubuh

dan anggota juga dipehatikan apakah ada edema atau tidak.

b. Jaringan otot pertumbuhan otot diperiksa pada lengan atas, pantat dan paha dengan cara cubitan tebal.

c. Jaringan lemak jaringan ini diperiksa pada kulit dibawah triseps dan subkapular dengan cara cubitan tipis.

d. Rambut pada rambut yang diperiksa adalah pertumbuhannya warna diameter (tebal/tipis) sifat (keriting/lurus) dan akar rambut (mudah dicabut/tidak).

(6)

3. Buku patokan

Pola tumbuh kembang anak menunjukan variasi normal yang luas,sehingga perlu cara dan istilah statistic untuk menilainya.terdapat 3 macam cara untuk menunjukan suatu variasi normal .Yang pada umumnya disusun dalam bentuk tabel/dalam kartu pertumbuhan(growth chart), yaitu :

a. Mengunakan Mean dan SD

Mean adalah nilai rata-rata ukuran anak yang dianggap normal,dengan cara ini seorang anak dapat ditentukan posisinya yaitu : Mean ± 1 SD mencangkup 66,6%.Mean ± 2 SD mencangkup 95%. Mean ± 3 SD mencanngkup 97,7%.

b. Menggunakan persentil

Besarnya persentil menunjukan posisi suatu hasil pengukuran dalam urutan yang khas,yaitu dari yang terkecil sampai yang terbesar,dari 100 hasil pengukuran (100%) persentil ke 10 berarti bahwa anak tersebut berada pada posisi anak ke 10 dari bawah, dimana 9 anak lebih kecil darinya dan 90 anak lebih besar darinya.sedangkan persentil ke 50 berarti bahwa anak tersebut berada pada urutan ke 50,sehingga jumlah yang sama berada dibawah dan diatasnya.

c. Mengunakan persentasi

Besarnya variasi normal berada diantara persentasi tertentu, terhadap suatu nilai patokan yang dianggap 100%. Misalnya pada lokakarya Antropometri Gizi Dep,1975 bahwa : Nilai 100% untuk berat adalah nilai persentil ke 50 dari buku Harvard.Variasi normal berada antara 80-110%.

(7)

4. Interpretasi hasil pemeriksaan

Proses pertumbuhan kembang lebih banyak dinilai pada pemeriksaan antropometrik secara berkala. Anak yang normal mengikuti kurva pertumbuhan secara mantap.suatu penyimpangan dari arah kurva yang normal.Adalah suatu indikator terhadap kelainan akibat penyakit/hormonal/gizi kurang. Penyimpangan menuju kebawah/lintas sentil ke bawah/downward centile crossing untuk berat badan ,adalah indikator gagal tumbuh(failure to thrive),yaitu jika BB terhadap TB kurang dari persentil ke 10 dalam 56 hari untuk bayi kurang dari 5 bulan,atau selama 3 bulan untuk bayi yang lebih tua,penyimpangan menuju keatas/lintas sentil keatas/upward centile crossing merupakan tanda baik keadaan kejar tumbuh (catch up growth).

Indikator yang sering digunakan untuk mengetahui status gizi ada 3 macam, yaitu berat badan menurut umur yang disimbulkan dengan Berat badan/ umur BB/U, tinggi badan menurut umur disimbulkan dengan TB/U dan kombinasi BB dan TB yang disimbulkan dengan BB/TB. Indikator BB/U menunjukkan secara sensitif status gizi saat ini (saat diukur) karena mudah berubah, tetapi indikator BB/U tidak spesifik karena berat badan selain dipengaruhi oleh umur juga dipengaruhi oleh tinggi badan. Indikator TB/U menggambarkan status gizi masa lalu, sedangkan indikator BB/TB menggambarkan secara sensitif dan spesifik status gizi saat ini.

5. Indikator Berat badan/ Umur (BB/U)

Status gizi dapat diketahui dengan melihat berat badan menurut umur, kemudian dibandingkan dengan standar WHO. Kemungkinan yang terjadi adalah lebih rendah, lebih tinggi atau normal. BB/U normal, digolongkan pada

(8)

status gizi baik, BB/U lebih rendah berarti status gizi kurang atau buruk, BB/U tinggi berarti status gizi lebih. Status gizi kurang yang diukur dengan indikator BB/U dikelompokkan menjadi berat badan rendah (BBR). Menurut tingkat keparahannya, BBR dibedakan menjadi ringan (mild), sedang (moderate) dan berat (severe). BBR tingkat berat atau sangat berat sering disebut dengan status gizi buruk. Di masyarakat gizi buruk pada orang dewasa disebut HO sedangkan pada anak-anak disebut marasmus dan kwashiorkor. Kelebihan indikator BB/U dalam penentuan status gizi di adalah mudah dan cepat dimengerti oleh masyarakat umum, sensitif untuk melihat perubahan status gizi dalam jangka waktu pendek dan dapat mendeteksi kegemukan.

6. Indikator Tinggi badan/ Umur (TB/U)

Indikator TB/U dipakai untuk mengukur status gizi anak balita umur 0-24 bulan yang pengukurannya dilakukan dengan terlentang (tidak berdiri). Hasil pengukuran dapat digolongkan menjadi TBnya normal, kurang dan tinggi setelah dibandingkan dengan standar WHO. TB/U kurang disebut pendek tak sesuai umurnya (PTSU). Hasil pengukuran TB/U menggambarkan status gizi masa lalu, seorang yang tergolong PTSU kemungkinan keadaan gizi masa lalu tidak baik. Indikator TB/U dapat digunakan untuk menggambarkan riwayat keadaan gizi masa lalu dan dapat dijadikan indikator keadaan sosial ekonomi penduduk.

7. Indikator Berat badan/ Tinggi badan (BB/TB)

BB/TB merupakan indikator pengukuran antropometric yang paling baik, karena dapat meggambarkan status gizi saat ini dengan lebih sensitif dan spesifik. Berat badan berkorelasi linier dengan tinggi badan, artinya

(9)

perkembangan berat badan akan diikuti oleh pertambahan tinggi badan. Oleh karena itu, berat badan yang normal akan proporsional dengan tinggi badannya. Indikator BB/U dipakai di dalam kartu menuju sehat (KMS) untuk memantau pertumbuhan anak secara perorangan. Indikator ini digunakan karena relatif lebih mudah dalam menentukan status gizi balita. Kartu Menuju Sehat yang digunakan di posyandu pada dasarnya adalah penerapan Pengukuran status gizi anak balita. Kartu menuju sehat adalah alat yang sederhana dan murah yang digunakan untuk memantau pertumbuhan anak dan harus selalu dibawa setiap mengunjungi posyandu atau fasilitas pelayanan kesehatan termasuk bidan dan dokter (Depkes, 2001).

Keadaan status gizi merupakan bagian dari pertumbuhan anak,pada pemeriksaan dilapangan dipakai cara penilaian yang disepakati bersama untuk keseragaman baik dalam caranya maupun baku patokan yang menjadi bahan perbandingannya,sedangkan dalam klinik atau dalam menangani suatu kasus tidak cukup,hanya berdasarkan fisik dan pemeriksaan penunjang lainnya.sehingga kita dapat mendeteksi secara dini adanya kelainan/gangguan pertumbuhan,selanjutnya mencari penyebabnya dan mengusahakan pemulihannya.

2.1.3. Klasifikasi status gizi.

Standar baku antropometri yang paling banyak digunakan adalah standar baku Harvard dan standar baku WHO-NCHS. Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI) pada tanggal 19 Januari 2000 menetapkan bahwa penilaian status gizi berdasarkan indeks BB/U (Berat Badan per Umur), TB/U (Tinggi Badan per

(10)

Umur), dan BB/TB (Berat Badan per Tinggi Badan) di sepakati penggunaan istilah status gizi dan baku antropometri yang dipakai dengan menggunakan Z-score dan baku rujukan WHO-NCHS (WNPG VII, 2004). Untuk menentukan klasifikasi status gizi digunakan Z-score (simpang baku) sebagai batas ambang. Kategori dengan klasifikasi status gizi berdasarkan indeks BB/U, PB/U atau BB/TB dibagi menjadi 3 golongan dengan batas ambang. Pertimbangan dalam menetapkan cut off point status gizi didasarkan pada asumsi resiko kesehatan : 1. Antara -2SD sampai +2SD tidak memiliki atau beresiko paling ringan untuk

menderita masalah kesehatan

2. Antara -2SD sampai -3SD atau antara +2SD sampai +3SD memiliki resiko cukup tinggi untuk menderita masalah kesehatan

3. Di bawah -3SD atau diatas +2SD memiliki resiko tinggi untuk menderita masalah kesehatan.

Klasifikasi dan penentuan status gizi berdasarkan antropometri yaitu : 1. Gizi lebih : overweight dan obesity

2. Gizi baik : wellnourished

3. Gizi kurang : underweight (mild dan moderate malnutrition)

4. Gizi buruk : severe malnutrition (marasmus, kwashiorkor dan marasmic kwasiokor)

Menurut buku pedoman pemantauan status gizi (PSG) melalui posyandu, Depkes RI (2010) indeks dan baki rujukan yang digunakan dalam pengolahan data adalah indeks BB menurut umur dengan menggunakan baku rujukan antropometri WHO-NCHS, dengan menentukan 4 kategori sebagai berikut:

(11)

2. Gizi sedang : 70-79,9% terhadap bakuan median. 3. Gizi kurang : 60-69,9% 
terhadap bakuan median.

4. Gizi buruk : < 60%
terhadap bakuan median (Soegianto, 2007).

Kartu Menuju Sehat (KMS) adalah kartu yang memuat kurva pertumbuhan normal anak berdasarkan indeks antropometri berat badan menurut umur. Dengan KMS gangguan pertumbuhan atau risiko kelebihan gizi dapat diketahui lebih dini, sehingga dapat dilakukan tindakan pencegahan secara lebih cepat dan tepat sebelum masalahnya lebih berat KMS di Indonesia telah digunakan sejak tahun 1970-an, sebagai sarana utama kegiatan pemantauan pertumbuhan. Pemantauan pertumbuhan adalah serangkaian kegiatan yang terdiri dari:

1. Penilaian pertumbuhan anak secara teratur melalui penimbangan berat badan setiap bulan, pengisian KMS, menentukan status pertumbuhan berdasarkan hasil penimbangan berat badan.

2. Menindaklanjuti setiap kasus gangguan pertumbuhan. Tindak lanjut hasil pemantauan pertumbuhan biasanya berupa konseling, pemberian makanan tambahan, pemberian suplementasi gizi dan rujukan.

Kartu Menuju Sehat untuk Balita (KMS-Balita) adalah alat yang sederhana dan murah, yang dapat digunakan untuk memantau kesehatan dan pertumbuhan anak. Oleh karenanya KMS harus disimpan oleh ibu balita di rumah, dan harus selalu dibawa setiap kali mengunjungi posyandu atau fasilitas pelayanan kesehatan, termasuk bidan dan dokter. KMS-Balita menjadi alat yang sangat bermanfaat bagi ibu dan keluarga untuk memantau tumbuh kembang anak, agar tidak terjadi kesalahan atau ketidakseimbangan pemberian makan pada anak. Fungsi utama KMS ada 4, yaitu;

(12)

1. Sebagai alat untuk memantau pertumbuhan anak. Pada KMS dicantumkan grafik pertumbuhan normal anak, yang dapat digunakan untuk menentukan apakah seorang anak tumbuh normal, atau mengalami gangguan pertumbuhan. Bila grafik berat badan anakmengikuti grafik pertumbuhan pada KMS, artinya anak tumbuh normal, kecil risiko anak untuk mengalami gangguan pertumbuhan. Sebaliknya bila grafik berat badan tidak sesuai dengan grafik pertumbuhan, anak kemungkinan berisiko mengalami gangguan pertumbuhan. 2. Sebagai catatan pelayanan kesehatan anak. Di dalam KMS dicatat riwayat

pelayanan kesehatan dasar anak terutama berat badan anak, pemberian kapsul vitamin A, pemberian ASI pada bayi 0-6 bulan dan imunisasi.

3. Sebagai alat edukasi. Di dalam KMS dicantumkan pesan-pesan dasar perawatan anak seperti pemberian makanan anak, perawatan anak bila menderita diare

(13)

Gambar 2.3 KMS Cara membaca KMS Cara membaca KMS

a. Isikan bulan lahir anak pada 0 bulan lahir

b. Tulis semua kolom bulan penimbangan berikutnya secara berurutan. c. Tulis bulan saat penimbangan pada kolom sesuai umurnya.

d. Tulis semua kolom bulan penimbangan berikutnya secara berurutan.

(14)

• Letakkan titik berat badan pada titik temu garis tegak (umur) dan garis datar (berat badan).

• Hubungkan titik berat badan bulan ini dengan bulan lalu. Jika bulan sebelumnya anak ditimbang, hubungkan titik berat badan bulan lalu dengan bulan ini dalam bentuk garis lurus

• Jika anak bulan lalu tidak ditimbang, maka garis pertumbuhan tidak dapat dihubungkan.

4. Menentukan Status Pertumbuhan anak

Status pertumbuhan anak dapat diketahui dengan 2 cara yaitu dengan menilai garis pertumbuhannya, atau dengan menghitung kenaikan berat badan anak dibandingkan dengan Kenaikan Berat Badan Minimum (KBM). Kesimpulan dari penentuan status pertumbuhan adalah :

(15)

Contoh diatas menggambarkan status pertumbuhan berdasarkan grafik pertumbuhan anak dalam KMS: Catat setiap kejadian kesakitan yang dialami anak. Contoh :

a. TIDAK NAIK (T); grafik berat badan memotong garis pertumbuhan dibawahnya; kenaikan berat badan < KBM (<800 g)

b. NAIK (N), grafik berat badan memotong garis pertumbuhan diatasnya; kenaikan berat badan > KBM (>900 g)

c. NAIK (N), grafik berat badan mengikuti garis pertumbuhannya; kenaikan berat badan > KBM (>500 g)

d. TIDAK NAIK (T), grafik berat badan mendatar; kenaikan berat badan < KBM (<400 g)

e. TIDAK NAIK (T), grafik berat badan menurun; grafik berat badan < KBM (<300g)

2.1.4. Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi

Adapun faktor yang berhubungan dengan Status Gizi

1. Umur; Kebutuhan energi individu disesuaikan dengan umur, jenis kelamin, dan tingkat aktivitas.

2. Frekuensi Makan; Frekuensi konsumsi makanan dapat menggambarkan berapa banyak makanan yang dikonsumsi seseorang.

3. Asupan Makanan; Kebutuhan nutrient tertinggi per kg berat badan dalam siklus daur kehidupan adalah pada masa bayi dimana kecepatan tertinggi dalam pertumbuhan dan metabolism terjadi pada masa ini (Kusharisupeni,2007). Seorang anak yang sehat dan normal akan tumbuh sesuai dengan potensi genetik yang dimilikinya. Akan tetapi asupan zat gizi yang dikonsumsi dalam bentuk makanan akan mempengaruhi pertumbuhan anak. Kekurangan zat gizi akan dimanifestasikan dalam bentuk pertumbuhan yang menyimpang

(16)

dari standar (Khomsan,2004). Apabila anak balita intake makanannya tidak cukup maka daya tahan tubuhnya akan menurun sehingga akan mengalami kurang gizi dan mudah terserang penyakit infeksi. Selama masa pertumbuhan balita memerlukan asupan energi dan protein. Protein diperlukan oleh anak balita untuk pemeliharaan jaringan, perubahan komposisi tubuh dan pertumbuhan jaringan baru (Robberts,et.al, 2005).

4. Penyakit Infeksi; Hubungan antara gizi kurang dan penyakit infeksi sangat komplek. Disatu sisi kekebalan tubuh anak terhadap infeksi akan berkurang apabila anak menderita gizi kurang. Contohnya adalah anak yang gizi kurang selanjutnya dapat menderita penyakit pneumonia atau penyakit infeksi lainnya sedangkan disisi lain penyakit infeksi sangat mempengaruhi status gizi anak (Kartasapoetra, 2008). Penyakit infeksi dapat menyebabkan kehilangan nafsu makan sehingga terjadi kekurangan gizi secara langsung. Pada anak umur 12 sampai 36 bulan khususnya mempunyai resiko penyakit infeksi seperti gastroenteritis dan campak (WHO, 2004).

5. Pola Asuh; Pola asuh anak merupakan kemampuan keluarga dan masyarakat untuk menyediakan waktu, perhatian dan dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh dan berkembang dengan sebaik-baiknya baik fisik, mental dan sosial berupa sikap dan perilaku ibu atau pengasuh lain dalam hal kedekatannya dengan anak, memberikan makan, merawat kebersihan, dan memberi kasih sayang. Pola asuh gizi merupakan bagian dari pola asuh anak yaitu praktik di rumah tangga yang diwujudkan dengan tersedianya pangan dan perawatan kesehatan serta sumber lainnya untuk kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangan anak (Zeitlin dalam WNPG VII, 2004).

(17)

6. Tingkat Pendidikan; Pendidikan memiliki kaitan yang erat dengan pengetahuan. Semakin 
tinggi tingkat pendidikan seseorang maka sangat diharapkan semakin 
tinggi pula pengetahuan orang tersebut mengenai gizi dan kesehatan .

7. Pengetahuan; Tingkat pendidikan seseorang sangat mempengaruhi tingkat pengetahuannya akan gizi. rendah-tingginya pendidikan seseorang juga turut menentukan mudah tidaknya orang tersebut dalam menyerap dan memahami pengetahuan gizi yang mereka peroleh. Berdasarkan hal ini, kita dapat menentukan metode penyuluhan gizi yang tepat. Di samping itu, dilihat dari segi kepentingan gizi keluarga, pendidikan itu sendiri amat diperlukan agar seseorang lebih tanggap terhadap adanya masalah gizi di dalam keluarga dan dapat mengambil tindakan

8. Pekerjaan; Pekerjaan yang berhubungan dengan pendapatan merupakan faktor yang paling menentukan tentang kuantitas dan kualitas makanan.Ada hubungan yang erat antara pendapatan yang meningkat dan gizi yang didorong oleh pengaruh menguntungkan dari pendapatan yang meningkat bagi perbaikan kesehatan dan masalah keluarga lainnya yang berkaitan dengan keadaan gizi. 9. Jumlah Anak; Urutan kelahiran merupakan salah satu faktor yang berpengaruh

pada pola pertumbuhan anak balita dalam satu keluarga. Anak yang terlalu banyak selain menyulitkan dalam mengurusnya juga kurang bisa menciptakan suasana tenang di dalam rumah. Lingkungan keluarga yang selalu rebut akan mempengaruhi ketenangan jiwa, dan ini secara langsung akan menurunkan nafsu makan anggota keluarga lain yang terlau peka terhadap suasana yang kurang mengenakkan (Apriadji, 2011). Menurut Berg rumah tangga yang

(18)

mempunyai anggota keluarga besar beresiko mengalami kelaparan 4 kali lebih besar dari rumah tangga yang anggotanya kecil dan beresiko menderita gizi kurang pada anak- anak 5 kali lebih besar. sedangkan Amos (2000) melaporkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara jumlah anak dengan status gizi.Semakin banyak jumlah anak semakin besar resiko menderita kurang energi protein (OR=1,12) (Arisman, 2007).

10. Sanitasi Air Bersih; Kurang energi protein merupakan masalah kesehatan terutama di Negara berkembang. Ketersediaan air bersih, sanitasi dan hygiene member dampak pada penyakit infeksi khususnya penyakit diare. Ketersediaan air bersih merupakan upaya pencegahan yang berkaitan dengan status gizi. Ketersediaan air bersih sangat berhubungan dengan kejadian kurang energy protein khususnya pada anak balita (WHO,

Konsumsi makanan berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Status gizi baik atau status gizi optimal terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi yang digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja, dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin. Gizi kurang merupakan suatu keadaan yang terjadi akibat tidak terpenuhinya asupan makanan. Gizi kurang dapat terjadi karena seseorang mengalami kekurangan salah satu zat gizi atau lebih di dalam tubuh (Almatsier, 2004). Akibat yang terjadi apabila kekurangan gizi antara lain menurunnya kekebalan tubuh (mudah terkena penyakit infeksi), terjadinya gangguan dalam proses pertumbuhan dan perkembangan, kekurangan energi yang dapat menurunkan produktivitas tenaga kerja, dan sulitnya seseorang dalam menerima pendidikan dan pengetahuan mengenai gizi (Achmad djaeni, 2008).

(19)

Gizi kurang merupakan salah satu masalah gizi yang banyak dihadapi oleh negara-negara yang sedang berkembang. Hal ini dapat terjadi karena tingkat pendidikan yang rendah, pengetahuan yang kurang mengenai gizi dan perilaku belum sadar akan status gizi. Contoh masalah kekurangan gizi, antara lain KEP (Kekurangan Energi Protein), GAKI (Gangguan Akibat Kekurangan Iodium), Anemia Gizi Besi (AGB) (Apriadji, 2010).Faktor yang menyebabkan gizi kurang telah diperkenalkan UNICEF dan telah digunakan secara internasional, yang meliputi beberapa tahapan penyebab timbulnya kurang gizi pada anak balita, baik penyebab langsung, tidak langsung, akar masalah dan pokok masalah. Menurut Soekirman dalam materi Aksi pangan dan Gizi Nasional (Depkes, 2005), penyebab kurang gizi dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Penyebab langsung yaitu makanan anak dan penyakit infeksi yang mungkin diderita anak. Penyebab gizi kurang tidak hanya disebabkan makanan yang kurang tetapi juga karena penyakit. Anak yang mendapat makanan yang baik tetapi karena sering sakit diare atau demam dapat menderita kurang gizi. Demikian pada anak yang makannya tidak cukup baik maka daya tahan tubuh akan melemah dan mudah terserang penyakit. Kenyataannya baik makanan maupun penyakit secara bersama- sama merupakan penyebab kurang gizi. 2. Penyebab tidak langsung yaitu ketahanan pangan di keluarga, pola pengasuhan

anak, serta pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan. Ketahanan pangan adalah kemampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarga dalam jumlah yang cukup dan baik mutunya. Pola pengasuhan adalah kemampuan keluarga untuk menyediakan waktunya, perhatian dan dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh dan berkembang

(20)

secara optimal baik fisik, mental dan sosial. Pelayanan kesehatan dan sanitasi lingkungan adalah tersedianya air bersih dan sarana pelayanan kesehatan dasar yang terjangkau oleh seluruh anggota keluarga.

2.2. Pertumbuhan dan Perkembangan Motorik Anak 2.2.1. Pengertian

Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan masalah perubahan besar, jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupn individu, yang bisa diukur dengan ukuran berat (gram, pound, kilogram),ukuran panjang (cm, meter), umur tulang dan keseimbangan metabolic (retensi kalsium dan nitrogen tubuh).

Perkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam stuktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat di ramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan. Disini menyangkut adanya proses diferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ dan sistem organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga masing – masing dapat memenuhi fungsinya. Termasuk juga perkembangan emosi, intelektual dan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya.

Memahami pertumbuhan dan perkembangan normal membantu perawat memperkirakan,mencegah dan mendeteksi penyimpangan dari bentuk yang diharapkan klien. Perkembangan adalah perubahan bentuk yang dimulai saat konsepsi dan terus berlanjut sepanjang satu masa masa kehidupan (Santrock, 2007.) bentuk ini termasuk perubahan bioligis, kognitif, dan sosioemosional yang terjadi selama masa kehidupan individu. Perkembangan bersifat dinamis dan melibatkan progesivitas dan penurunan. Sebagai contoh perkembangan kognitif,

(21)

pada usia lanjtu dapat dilihat dari sikap bijaksana dalam mengambil keputusan karena adanya factor pengalaman, tetapi mereka sulit bertindak seperti orang muda saat dibutuhkan kecepatan dalam memproses imformasi (Baltes dan Kunzmann 2004 ; Santrock, 2007.) pertumbuhan mencangkup perubahan fisik yang terjadi sejak periode prenatal sampai masa dewasa lanjut yang dapat berupa kemajuan atau kemunduran. Anak yang berusia muda prtumbuhannya lebih cepat dibanding anak yang lebih tua, dan pada waktu dewasa pertumbuhan tinggi badan berhenti. Memasuki usia lanjut akan terjadi penurunan tinggi badan yang diikuti penyusutan tulang dan otot.(Berger, 2005.)

Individu memiliki bentuk pertumbuhan dan perkembangan tertentu. Kemajuan dalam setiap fase perkembangan akan mempengaruhi kesehatan individu, keberhasilan atau kegagalan dalam suatu fase akan mempengaruhi kemampuannya untuk menyelesaikan fase berikutnya. Jika individu mengalami perkembangan yang berulang, akan terjadi kecacatan sebaliknya, jika individu mengalami keberhasilan yang berulang, akan meningkatkan kesehatan. Seorang anak yang belajar berjalan pada usia 20 bulan menunjukan keterlambatan perkembangan motorik kasar. Seorang anak yang usia 10 bulan yang sudah bisa berjalan, akan mampu meningkatkan pembelajarannya melalui eksplorasi lingkungan. Perawat perlu mengambil suatu perspektif masa hidup dari perkembangan manusia yang menempatkannya dalam perhitungan semua tingkatan kehidupan. Secara tradisional perkembangan difokuskan pada masa anak-anak tetapi secara keseluruan perkembangan mencangkup juga perubahan yang terjadi pada usia dewasa(Elder danShanahan 2006). Perawat juga

(22)

mempertimbangkan pengaruh budaya dan konteksnya saat mengkaji pertumbuhan dan perkembangan klien.

Perkembangan adalah perubahan yang dialami individu menunju ke tingkat kedewasaan atau kematangan (maturation) yang berlangsung secara sistematis, progresif dan berkesinambungan, baik menyangkut fisik maupun psikis (Yusuf, 2002). Kemudian menurut Depkes (2005) perkembangan adalah bertambahnya struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam kemampuan gerak kasar, gerak halus, bicara dan bahasa serta sosialisasi dan kemandirian.

Kemampuan motorik berasal dari bahasa Inggris yaitu Motor Ability. Gerak (motor) merupakan suatu aktivitas yang sangat penting bagi manusia, karena dengan gerak manusia dapat meraih sesuatu yang menjadi harapannya. Menurut Rusli Lutan (1988: 96) kemampuan motorik adalah kapasitas seseorang yang berkaitan dengan pelaksanaan dan peragaan suatu keterampilan yang dipelajari, sehingga akan memberi dampak pada pertumbuhan dan perkembangan anak. Kemampuan motorik lebih tepat merupakan kapasitas yang berkaitan dengan pelaksanaan dan peragaan keterampilan yang relatif melekat pada anak. Faktor biologis dianggap sebagai kekuatan utama yang berpengaruh terhadap motorik dasar seseorang. Kemampuan motorik dasar itulah yang kemudian berperan sebagai landasan bagi perkembangan keterampilan. Kemampuan motorik mempunyai pengertian yang sama dengan kemampuan gerak dasar, yang merupakan gambaran umum kemampuan seseorang dalam melakukan aktivitas. 2.2.2. Penilaian Tumbuh dan Perkembangan Anak

Perkembangan fisik motorik secara garis besar dibagi menjadi dua yaitu: motorik kasar dan motorik halus. Yang pada prakteknya merupakan dasar dari

(23)

perkembangan lainnya. Hal ini dikemukakan oleh Catron dan Alen, bermain menyediakan kerangka kerja untuk anak dalam mengembangkan pemahaman tentang diri mereka sendiri, orang lain dan lingkungannya. Bermain adalah bagian dari fungsi kognitif selanjutnya, oleh karenanya bermain sangat diperlukan dalam kehidupan anak (Catron dan Allen dalam Yuliani Nurani,2009). Lebih lanjut menyoroti tentang kebutuhan anak akan bermain, tentu saja melibatkan gerakan motorik. Dengan demikian perkembangan motorik yang baik akan berdampak pada aspek perkembangan lainnya. Demikian pula sebaliknya, kesempatan yang luas untuk bergerak, pengalaman belajar untuk menemukan , aktivitas sensori motor yang meliputi pengguanaan otot-otot besar dan kecil memungkinkan anak untuk memenuhi perkembangaan perseptual motorik ( Catron dan Allen dalam Yuliani Nurani, 2009).

Meskipun setiap anak adalah unik tetapi perkembangan fisik seorang anak berlangsung secara teratur dan memiliki pola. Pengamatan atas perkembangan fisik mengungkapkan bahwa pertumbuhan itu adalah bersifat cephalo-caudal (proses pertumbuhan dimulai dari kepala hingga kaki) dan juga proximo-distal (proses pertumbuhan dimulai dari pusat badan ke arah luar), serta perkembangan motorik kasar akan mulai berkembang terlebih dahulu sebelum motorik halus berkembang.

Motorik Kasar beberapa pendapat ahli mengenai pengertian motorik kasar diantaranya adalah:

1. Santrock : gerakan tubuh yang menggunakan otot besar yang dipengaruhi oleh kematangan anak itu sendiri.

(24)

2. Gallahue : kemampuan motorik kasar sangat berhubungan dengan kerja otot-otot besar pada tubuh manusia .

3. Hurlock : motorik kasar adalah perkembangan pengendalian gerakan jasmaniah melalui syaraf, urat saraf dan otot yang terkoordinasi. Lebih lanjut Gallahue menguraikan tentang macam-macam kemampuan motorik kasar yang dapat dikembangkan pada anak usia dini, meliputi:

4. Lokomotor : Keterampilan motorik kasar melibatkan otot otot besar yang ada pada tubuh, seperti gerakan tungkai yang digunakan secara keseluruhan oleh anak-anak untuk berjalan, berlari dan melompat.

5. Non lokomotor: kemampuan yang digunakan tanpa berpindah tempat atau gerak ditempat. Contoh : meregang, mendorong dan menarik, jalan ditempat, mengayunkan satu kaki, berdiri dengan satu kaki .

6. Manipulatif : kemampuan yang dikembangkan saat anak sedang menguasai berbagai macam objek (alat) dan kemampuan ini lebih banyak melibatkan tangan dan kaki. Contoh : melempar, memukul bola kasti, menendan bola, menangkap objek, memutar tali atau menggiring bola.

Telah disinggung di atas mengenai perkembangan fisik seorang anak berlangsung secara teratur dan mengikuti pola yang berurutan (tahap-tahap perkembangan). Tahap-tahap tersebut tidak bisa terjadi terbalik, misalnya anak akan terlebih dahulu mampu berdiri sebelum berjalan dan bukan sebaliknya dapat berjalan kemudian dapat berdiri. Meskipun dalam beberapa kasus ada anak yang melewati tahapannya, contohnya seorang anak langsung dapat berdiri tanpa melewati tahap merangkak. Demikian juga perkembangan terjadi lebih dahulu di

(25)

daerah proksimal (gerak kasar) lalu berkembang ke bagian distal seperti jari-jari yang mempunyai kemampuan gerak halus (pola proksimadistal).

Tahapan belajar motorik kasar secara umum dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Tahap Kognitif.

Pada tahap ini anak membutuhkan informasi tentang cara melakukan suatu gerakan melalui contoh nyata. Tugas guru atau pelatihlah yang sangat berperan penting dalam hal ini. Pada tahap ini anak sering mengalami kesalahan, gerakannya masih kaku, dan kurang terkoordinasi.

2. Tahap Asosiatif.

Pada tahap ini anak sudah mulai bisa menyesuaikan diri dengan gerakan yang telah dipelajarinya. Gerakan yang dihasilkan oleh anak juga sudah mulai konsisten sehingga kesalahan dalam setiap gerakan mulai berkurang.

3. Tahap otomatis.

Sesudah melewati proses latihan, anak lalu masuk pada tahap otomatis. Gerakan yang dilakukannya sudah tidak terganggu oleh kegiatan lainya yang terjadi secara simultan sehingga tingkat kesalahan dalam melakukan gerakan semakin berkurang.

Perkembangan fisik motorik kasar pada anak usia dini juga dipengaruh oleh kondisi-kondisi tertentu, yang dapat menjadi pemacu laju perkembangan ataupun menjadi penghambat perkembangannya tergantung dari kondisi yang dialami anak.

1. Genetik. Secara fisik, anak akan membawa sifat yang diturunkan dari kedua orang tuanya secara genetik. Misalnya saja bentuk raut wajah, bentuk tulang yang menyusun rangka dan lain sebagainya. Kelengkapan fisik dan

(26)

kekuatannya merupakan faktor akan mendorong perkembangan motorik kasar ke arah yang positif.

2. Pranatal. Seringkali orang hanya memperhatikan pertumbuhan anak setelah anak itu dilahirkan, tetapi sebenarnya dapat dimulai jauh sebelum anak dilahirkan. Dapat berupa upaya pemenuhan gizi yang baik terutama selama masa kehamilan.

3. Proses kelahiran. Ada kalanya proses kelahiran menjadi faktor penentu dalam perkembangan fisik motorik anak usia dini terutama di tahap awal kehidupannya. sebagai contoh anak yang lahir prematur membutuhkan perhatian lebih dibandingkan anak yang lahir pada usia kehamilan yang mencukup.

4. Kondisi fisik. Kondisi fisik seseorang memang sedikit banyak membawa pengaruh bagi kepercayaan dirinya untuk berkembang. Kondisi fisik yang baik memungkinkan untuk mengembangkan motorik kasar sesuai dengan tahap perkembangan dan kesiapan anak.

5. Lingkungan. Termasuk didalamnya adalah lingkungan keluarga, teman sebaya, masyarakat sekitar dan guru. Pengaruhnya sangat signifikan mengingat lingkungan sangat dekat dan erat serta bersentuhan langsung dengan dunia anak.Dukungan dari orang-orang terdekat dalam memberikan kesempatan bagi anak untuk bergerak akan melatih keterampilan motorik anak.

6. Stimulasi. Stimulasi dapat diibaratkan sebagai katalisator perkembangan apabila diberikan secara tepat sasaran. Stimulasi yang diberikan saat anak telah memiliki kesiapan akan membantu anak menuntaskan tugas perkembngannya dengan baik.

(27)

Dalam tahapan perkembangan fisik motorik, ada hal-hal yang menjadi kompetensi dan harus dicapai oleh seorang anak menurut usianya. Meski demikian, hal ini bukanlah harga mati yang menentukan cepat-lambatnya perkembangan anak. Perlu diingat bahwa setiap anak adalah unik dan kompetensi yang harus dicapai anak memiliki rentang waktu tertentu. Berikut adalah tabel perkembangan fisik motorik kasar yang diadaptasi dari Yuliani Nurani Sujiono, 2009.

Tabel 2.1 Perkembangan Sesuai Usia Anak

0-3 tahun 3-4 tahun 5-6 tahun 7-8 tahun

Keterampilan fisik berkembang dengan cepat Peningkatan keterampilan fisik Melompat dengan kaki bergantian Keterampilan fisik menjadi hal penting dalam perkembangan konsep diri Duduk dan mereyap merangkak Mengendarai sepeda roda tiga

Mengendarai sepeda roda dua Bermain skate

Adanya peningkatain energi yang tinggi Mulai berjalan dan

berlari Berlari, Melompat dengan dua kaki Mengambil bagian di dalam permainan yang menuntut keterampilan fisik, Tingkat pertumbuhan semakin melambat Mondar- mandir naik turun tangga dengan kaki bergantian Berjalan pada balon keseimbangan Memanjat dengan peralatan bermain Melakukan putaran atau jungkir balik, Melakukan lemparan yang wajar dan teliti

Motorik kasar disebut-sebut sebagai awal perkembangan fisik motorik anak usia dini sebelum berkembang ke ranah motorik halus. Hal ini dapat dipahami

(28)

karena untuk melakukan gerakan motorik halus diperlukan pengendalian terhadap otot-otot halus pada tangan, terutama jari yang diperlukan untuk melakukan kegiatan seperti menggambar, menempel, menggunting dan lain sebagainya. Pendapat ahli mengenai definisi motorik halus dan terangkum dalam uraian singkat dibawah ini:

1. Teori John W Santrock

Motorik halus meliputi gerakan-gerakan yang menyesuaikan secara halus seperti ketangkasan jari.

2. Teori Hurlock

Motorik halus merupakan gerakan yang berkaitan dengan otot-otot halus atau sebgaian anggota tubuh tertentu, yang dalam pengembangannya dipengaruhi oleh kesempatan untuk belajar dan berlatih.

Contoh : kemampuan mencoret akan semakin terarah dan memiliki bentuk bila sering dilatih, menyusun balok akan menunjukkan bentuk bermakna dengan keluasaan kesempatan belajar dan mengeksplorasi.

3. Teori Magil

Keterampilan motorik halus sebagai sebuah gerakan yang memerlukan kontrol otot-otot ukuran kecil untuk mencapai tujuan tertentu. Kontrol meliputi koordinasi mata-tangan ataupun gerakan yang melibatkan tangan dan jari untuk pekerjaan dengan ketelitian tinggi.

Dapat disimpulkan bahwa keterampilan motorik halus seperti menggunting, menempel, bermain puzzle, membuat kolase, bermain dengan plastisin, mewarnai dan lain-lain, adalah keterampilan membutuhkan ketangkasan jari, tingkat ketelitian yang tinggi serta melibatkan koordinasi mata dan jari. Dalam

(29)

pengembangannya diperlukan keluasaan kesempatan untuk belajar dan berlatih agar dicapai kompetensi di aspek pengembangan motorik halus.

Berlatih untuk mempraktekan keterampilan motorik halus merupakan hal yang penting dalam mengembangkan keterampilan anak menggunakan otot-otot halus melakukan gerkan-gerakan motorik halus. Keterampilan tersebut dapat diperoleh dengan melalui beberapa tahapan perkembangan motorik halus. Dave, menguraikan tahapan yang dilalui anak sebagai berikut:

1. Tahap Imitasi

Adalah kemampuan melakukan kegiatan sederhana sama persis seperti yang dilihat atau diperhatikan sebelumnya. Pada tahap ini guru memberikan contoh terlebih dahulu, kemudian anak akan meniru.

2. Tahap Manipulasi

Adalah kemampuan anak melakukan kegiatan sederhana berdasarkan petunjuk yang diberikan guru. Pada tahap ini, guru tidak lagi memberikan contoh pengerjaan, tetapi cukup dengan memberi instruksi kepada anak usia dini, dan mereka akan dapat mengerjakan berdasarkan petunjuk (instruksi) tersebut. 3. Tahap Presisi

Adalah kemampuan melakukan kegiatan yang akurat sehingga mampu menghasilkan produk kerja yang tepat. Sebagai contoh: anak dapat mengancingkan baju tepat dengan korelasi satu-satu.

4. Tahap Artikulasi

Adalah kemampuan melakukan kegiatan lebih dari satu (kompleks) secara berurutan sehingga dapat membuahkan hasil kerja yang merupakan suatu kesatuan yang utuh.

(30)

Contoh: guru meminta anak untuk menggambar dan mewarnai gambarnya sendiri sehingga hasil kerjanya merupakan kesatuan gambar yang berwarna dan memiliki makna.

5. Tahap Naturalisasi

Adalah kemampuan melakukan kegiatan secara refleks (dilakukan dengan sendirinya) tanpa adanya contoh ataupun petunjuk yang diberikan oleh guru. Contohnya anak akan segera dengan otomatis tanpa diminta mengikat tali sepatunya apabila terlepas simpulnya.

Pengembangan keterampilan seperti yang diuraikan di atas dan tahapannya akan dapat dilewati oleh anak jika mendapat stimulasi yang cukup dari guru dan orang tua serta lingkungan tempat anak tinggal. Variabel lain yang tidak kalah penting adalah memberikan kesempatan pada anak untuk belajar dan berlatih. Belajar dapat pula diartikan mengeksplorasi kemampuan motorik halusnya. Seringkali kemampuan motorik halus terhambat karena tidak adanya ruang bagi anak untuk berekspresi. Sebagai contoh saat anak mulai belajar memegang pensil atau krayon, orang tua sering kawatir si anak akan menjadikan dinding sebagai media pembelajaran. Atau dalam hal belajar menggunakan gunting, orang tua sering mengambil alih pekerjaan atas dasar kekawatiran sang buah hati akan terluka karenanya. Padahal untuk menjadi terampil dibutuhkan banyak latihan. Agar kedua pihak, dalam hal ini orang tua dan anak, dapat sama-sama terpenuhi keinginannya maka perlu dilakukan mediasi untuk menjembatani kebutuhan anak untuk belajar dan orang tua juga dapat memastikan keamanan anak. Dalam kasus belajar menggunakan gunting misalnya, perlu diberikan pemahaman pada anak sebelum memulai kegiatan dan orang tua/guru melakukan supervisi berupa

(31)

pengawasan selama kegiatan berlangsung. Sedangkan dalam kasus mencoret tembok, anak dapat diajak berkomunikasi untuk negosiasi agar mau berpindah dari media tembok ke media kertas untuk melatih coretannya agar menjadi bentuk-bentuk bermakna. Pada dasarnya, baik guru maupun orang tua tidak dianjurkan menghentikan aktifitas motorik halus atas dasar pertimbangan orang dewasa pada umumnya, akan tetapi diperlukan dukungan guru dan orang tua untuk lebih memahami anak dan kebutuhannya untuk belajar dan bereksplorasi karena anak adalah penjelajah ulung.

Adapun kompetensi yang secara umum dapat dicapai oleh anak usia dini dalam aspek perkembangan motorik halus disajikan dalam bentuk tabel di bawah ini dan merupakan adaptasi dari tabel perkembangan yang termuat dalam "Konsep Dasar PendidikanAnak Usia Dini," yang ditulis oleh Yuliani Nurani Sujiono, 2009.

Setelah mempelajari pendapat ahli tentang definisi motorik kasar dan halus, serta tahapan-tahapan perkembangan motorik anak usia dini yang dapat indikatornya dapat dilihat melalui pencapaian kompetensi berdasarkan usia , maka untuk mendukung perkembangannya dibutuhkan intervensi pendidikan di dalamnya. Pendidikan anak usia dini dimaksudkan agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.

Dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I pasal 1 butir 14 dinyatakan bahwa pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu

(32)

pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.

Selanjutnya pengaruh pendidikan bagi perkembangan fisik-motorik anak usia dini dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Fisik dapat berkembang dengan lebih baik karena mendapat perhatian dan pemenuhan keutuhan yang memadai untuk bekal perkembangan.

2. Fisik juga akan berkembang menjadi lebih kuat karena diberikan kesempatan seluas-luasnya bagi anak untuk melakukan aktifitas yang membuat akan menggerakan otot-ototnya.

3. Anak lebih termotivasi untuk dapat melakukan berbagai aktifitas di dalam lingkungannya yang bermanfaat bagi perkembangan fisiknya.

4. Anak juga akan terhindar dari hal-hal yang dapat mengganggu dan membahayakan perkembangan fisiknya.

5. Anak akan memiliki konsep diri yang positif dengan segala kondisi yang melekat pada dirinya.

Dalam penyelenggaraannya PAUD tidak terlepas dari peran pendidik dalam membimbing dan membantu anak dalam melaksanakan tugas perkembangan yang diembannya menurut tingkat perkembangan dan kesiapan anak itu sendiri.Peran pendidik dalam mengembangkan fisik-motorik anak usia dini adalah:

Memberikan bimbingan dan pembinaan sesuai dengan kemampuan dan taraf perkembangan anak; Memberikan rasa gembira kepada anak dengan metode bermain, belajar di dalam kerangka bermain adalah metode efektif bagi anak usia dini menyerap informasi; Memberi rangsangan (stimulus) dan bimbingan kepada anak untuk menemukan teknik atau cara-cara yang baik dalam melakukan

(33)

kegiatan dengan bermacam-macam media kreatif; dan Memberikan sebanyak mungkin kebebasan berekspresi melalui berbagai media belajar.

Menurut Soetjiningsih (2003) salah satu metode skrining atau pemeriksaan untuk mengetahui kelainan perkembangan anak adalah dengan Denver

Developmental Screening Test (DDST). DDST memenuhi semua persyaratan

yang diperlukan untuk metode skrining yang baik. Tes ini dapat dilakukan dengan mudah dan cepat serta dapat diandalkan dan menunjukkan validitas yang tinggi. Sekarang DDST yang digunakan adalah yang sudah dilakukan revisi dan restandarisasi, yang kemudian dinamakan Denver II.

Dalam pelaksanaan skrining dengan Denver II yang terdiri dari 125 tugas perkembangan, usia anak ditentukan terlebih dahulu dengan menggunakan patokan 30 hari untuk satu bulan dan 12 bulan untuk satu tahun. Jika dalam perhitungan umur kurang dari 15 hari dibulatkan ke bawah dan sama dengan atau lebih dari 15 hari dibulatkan ke atas.

Setelah usia ditentukan, kemudian tarik garis berdasarkan usia kronologis yang memotong garis horizontal tugas perkembangan pada formulir DDST. Setelah itu dihitung pada masing-masing sektor, berapa yang lulus (Passed = P), dan berapa yang gagal (Fail = F). Selanjutnya berdasarkan pedoman hasil tes diklasifikasi dalam.

1. Abnormal, jika dalam 1 sektor atau lebih didapatkan 2 atau lebih keterlambatan ditambah 1 sektor atau lebih didapatkan 2 atau lebih keterlambatandan pada sektor yang sama tersebut tidak ada yang lulus pada kotak yang berpotongan dengan garis verikal usia.

(34)

2. Meragukan, jika pada 1 sektor didapatka 2 keterlambatan atau lebih. Serta pada 1 sektor atau lebih didapatkan 1 keterlambatan dan pada sektor yang sama tidak ada yang lulus pada kotak yang berpotongan dengan garis vertikal usia. Lakukan uji ulang dalam 1 – 2 minggu untuk menghilangkan faktor sesaat seperti rasa takut, keadaan sakit atau kelelahan.

3. Normal yaitu semua yang tidak tercantum dalam kriteria tersebut diatas.

4. Tinjauan Hubungan Status Gizi dengan, Perkembangan Anak Usia 3 Sampai 5 tahun.

Macam–Macam Tes Perkembangan Dan Cara Menilaian Perkembangan.

a. Skala Intelegensi Wechsler untuk anak usia prasekolah dan sekolah Penggunaan tes ini untuk anak usia prasekolah (4 sampai 6,5 tahun), merupakan pengembangan dari penggunaan tes ini sebelumnya yaitu untuk anak-anak yang lebih besar dan orang dewasa. Tes ini memberikan informasi diagnostik yang berguna untuk penilaian terhadap perkembangan anak yang mengalami kesulitan belajar dan retardasi mental.

b. Skala perkembangan menurut Gessel Tes ini digunakan pada anak mulai usia 4 minggu sampai 6 tahun, yang bertujuan untuk menetukan tahap kematangan dan kelengkapan kegiatan suatu sistem yang sedang berkembang. Skala Gessel dibagi dalam 4 kelompok utama yaitu perilaku motorik, perilaku adaptif, perilaku bahasa dan perilaku sosial.

c. Tes skrining perkembangan menurut Denver Developmental Screening Test (DDST) merupakan metode skrining terhadap kelainan perkembangan anak dan bukan merupakan tes diagnostik atau tes IQ. DDST memenuhi semua persyaratan yang diperlukan untuk metode skrining yang baik. Tes ini mudah

(35)

dilakukan dan cepat (15-20 menit) dapat diandalkan dan menunjukkan validitas yang tinggi.

Frakenburg melakukan revisi dan restandarisasi kembali terhadap DDST dan juga tugas perkembangan pada sektor bahasa ditambah, yang kemudian hasil revisi dari DDST dinamakan Denver II yang mempunyai beberapa perbaikan yaitu peningkatan 86 % pada sektor bahasa, dua pemeriksaan untuk artikulasi bahasa, skala umur baru, kategori baru untuk interpretasi kelainan ringan, skala penilaian tingkah laku, dan materi training yang baru.

Denver juga mengelompokkan tugas perkembangan menjadi empat aspek, yaitu : 1. Personal Social (kepribadian atau tingkah laku sosial). Yaitu aspek yang

berhubungan dengan kemauan diri, bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungannya.

2. Fine Motor Adaptif (gerakan motorik halus). Yaitu aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak untuk mengamati sesuatu, melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu saja dan dilakukan oleh otot-otot kecil tetapi memerlukan koordinasi yang cermat.

3. Language (bahasa). Yaitu kemampuan untuk memberikan respon terhadap suara, mengikuti perintah dan berbicara spontan.

4. Gross Motor (perkembangan motorik kasar). Yaitu aspek yang berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh.

(36)

Cara Penilaian Dengan DDST

Alat peraga yang diperlukan saat melakukan prosedur DDST adalah benang wol warna merah, manik-manik, kubus warna merah-kuning-hijau-biru, permainan anak, botol kecil, bola tennis, bel kecil, kertas dan pensil; lembar formulir DDST, buku petunjuk sebagai referensi yang menjelaskan cara-cara melakukan tes dan cara penilaiannya.

Sedangkan prosedur pelaksanaan pemeriksaan DDST ada dua tahap yaitu: Tahap pertama secara periodic dilakukan pada semua anak yang berusia 3-6 bulan, 9-12 bulan, 18-24 bulan, 3 tahun dan 5 tahun.Tahap kedua dilakukan pada mereka yang dicurigai adanya hambatan perkembangan pada tahap pertama, kemudian dilanjutkan dengan evaluasi diagnostik yang lengkap.

Cara melakukan penilaian DDST, peneliti menentukan usia anak, kemudian menarik garis usia pada lembar DDST sesuai dengan usia anak. Dilakukan tes pada keempat sektor yang dimulai dari item pada sebelah kiri garis usia, kemudian mulai dilakukan pemeriksaan pada keempat sektor yaitu personal sosial, motorik halus, bahasa dan motorik kasar.

Setelah dilakukan tes, dilakukan penilaian, apakah Lulus (Passed = P), gagal tetapi belum melampaui batas umur (Fail = F), gagal karena sudah melampaui batas umur (Delay = D) ataukah anak tidak mendapatkan kesempatan tugas atau anak menolak melakukan tugas (No opportunity = NO). Setelah itu dihitung pada masing-masing sector, berapa yang P, F, dan D, selanjutnya berdasarkan pedoman, hasil itu diklasifikasikan dalam:

Abnormal bila ada dua atau lebih keterlambatan, pada dua sektor atau lebih. Bila dalam satu sektor atau lebih didapatkan dua keterlambatan ditambah satu

(37)

sektor atau lebih dengan satu keterlambatan dan pada sektor yang sama tersebut tidak ada yang lulus pada kotak yang berpotongan dengan garis vertikal usia. 1. Tidak dapat dites

Apabila terjadi penolakan yang menyebabkan hasil tes menjadi abnormal atau meragukan.

2. Meragukan

a. Bila pada satu sektor didapatkan dua keterlambatan atau lebih.

b. Bila pada satu sektor atau lebih didapatkan satu keterlambatan dan pada sektor yang sama tidak ada yang lulus pada kotak yang berpotongan dengan garis vertikal.

3. Normal

Semua yang tidak tercantum dalam kriteria tersebut diatas. D. Gross Motor (Gerak Motorik Kasar) Aspek yang berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh, meliputi kemampuan dalam:

1. Gerakan seimbang, 2. Mengangkat kepala, 3. Kepala terangkat ke atas, 4. Duduk kepala tegak, 5. Menumpu badan pada kaki, 6. Dada terangkat menumpu satu lengan, 7. Membalik, 8. Bangkit kepala tegak, 9. Duduk tanpa pegangan, 10. Berdiri tanpa pegangan, 11. Bangkit waktu berdiri,, 12. Bangkit terus duduk, 13. Berdiri 2 detik, 14. Berdiri sendiri, 15. Membungkuk kemudian berdiri, 16. Berjalan dengan baik, 17. Berjalan dengan mundur, 18. Lari, 19. Berjalan naik tangga, 20. Menendang bola ke depan, 21. Melompat, 22. Melempar bola, lengan ke atas, 23. Loncat, 24. Berdiri satu kaki 1 detik, 25. Berdiri satu kaki 2 detik, 26. Melompat dengan satu kaki, 27. Berdiri satu kaki 3 detik, 28. Berdiri satu kaki 4 detik, 29. Berjalan tumit ke jari kaki, 30. Berdiri satu kaki 6 detik

(38)

Cara Mengukur Perkembangan Anak dengan DDST

Pada waktu tes, tugas yang perlu diperiksa setiap kali skrining biasanya hanya berkisar antara 20-30 tugas saja, sehingga tidak memakan waktu lama, hanya sekitar 15-20 menit saja

A. Alat yang Digunakan

1. Alat peraga : benang wol merah, kismis/manik-manik, kubus warna merah-kuning-hijau- biru, permainan anak, botol kecil, bola tenis, bel kecil, kertas, dan pensil.

2. Lembar formulir DDST

3. Buku petunjuk sebagai referensi yang menjelaskan cara-cara melakukan tes dan cara menilainya.

B. Prosedur DDST terdiri dari dua tahap, yaitu:

1. Tahap pertama : secara periodik dilakukan pada semua anak yang berusia 3 – 6 bulan, 9 – 12 bulan, 18 – 24 bulan, 3 tahun, 4 tahun, 5 tahun.

2. Tahap kedua : dilakukan pada mereka yang dicurigai adanya hambatan perkembangan pada tahap pertama kemudian dilarutkan dengan evaluasi diagnostik yang lengkap.

C. Cara Penilaian Dengan DDST

Alat peraga yang diperlukan saat melakukan prosedur DDST adalah benang wol warna merah, manik-manik, kubus warna merah-kuning-hijau-biru, permainan anak, botol kecil, bola tennis, bel kecil, kertas dan pensil; lembar formulir DDST, buku petunjuk sebagai referensi yang menjelaskan cara-cara melakukan tes dan cara penilaiannya.

(39)

Sedangkan prosedur pelaksanaan pemeriksaan DDST ada dua tahap yaitu: Tahap pertama secara periodic dilakukan pada semua anak yang berusia 3-6 bulan, 9-12 bulan, 18-24 bulan, 3 tahun dan 5 tahun.Tahap kedua dilakukan pada mereka yang dicurigai adanya hambatan perkembangan pada tahap pertama, kemudian dilanjutkan dengan evaluasi diagnostik yang lengkap.

Cara melakukan penilaian DDST, peneliti menentukan usia anak, kemudian menarik garis usia pada lembar DDST sesuai dengan usia anak. Dilakukan tes pada keempat sektor yang dimulai dari item pada sebelah kiri garis usia, kemudian mulai dilakukan pemeriksaan pada keempat sektor yaitu personal sosial, motorik halus, bahasa dan motorik kasar.

Setelah dilakukan tes, dilakukan penilaian, apakah Lulus (Passed = P), gagal tetapi belum melampaui batas umur (Fail = F), gagal karena sudah melampaui batas umur (Delay = D) ataukah anak tidak mendapatkan kesempatan tugas atau anak menolak melakukan tugas (No opportunity = NO). Setelah itu dihitung pada masing-masing sector, berapa yang P, F, dan D, selanjutnya berdasarkan pedoman, hasil itu diklasifikasikan dalam:

D. Penilaian

Penilaian apakah lulus (Passed: P), gagal (Fail: F), ataukah anak tidak mendapat kesempatan melakukan tugas (No Opportunity: N.O). Kemudian ditarik garis berdasarkan umur kronologis, yang memotong garis horisontal tugas perkembangan pada formulir DDST. Setelah itu dihitung pada masing-masing sektor, berapa yang P dan berapa yang F, selanjutnya berdasarkan pedoman, hasil tes diklasifikasi dalam normal, abnormal, meragukan (Questionable) dan tidak dapat dites (Untestable).

(40)

1. Abnormal

- Bila didapatkan 2 atau lebih keterlambatan, pada 2 sektor atau lebih - Bila dalam 1 sektor atau lebih didapatkan 2 atau lebih keterlambatan plus

1 sektor atau lebih dengan 1 keterlambatan dan pada sektor yang sama tersebut tidak ada yang lulus pada kotak yang berpotongan dengan garis vertikal usia.

2. Meragukan

- Bila pada 1 sektor didapatkan 2 keterlambatan atau lebih.

- Bila pada 1 sektor atau lebih didapatkan 1 keterlambatan dan pada sektor yang sama tidak ada yang lulus pada kotak yang berpotongan dengan garis vertikal usia.

3. Tidak dapat dites

Apabila terjadi penolakan yang menyebabkan hasil tes menjadi abnormal atau meragukan.

4. Normal

Semua yang tidak tercantum dalam kriteria tersebut di atas.

Agar lebih cepat dalam melaksanakan skrining, maka dapat digunakan tahap pra skrining dengan menggunakan :

1. DDST Short Form, yang masing-masing sektor hanya diambil 3 tugas (sehingga seluruhnya ada 12 tugas) yang ditanyakan pada ibunya. Bila didapatkan salah satu gagal atau ditolak, maka dianggap “suspect” dan perlu dilanjutkan dengan DDST lengkap.

(41)

Bentuk kuisioner ini digunakan bagi orang tua yang berpendidikan SLTA ke atas dapat diisi orang tua di rumah atau pada saat menunggu di klinik. Dipilih 10 pertanyaan pada kuisioner yang sesuai dengan umur anak. Kemudian dinilai berdasarkan kriteria yang sudah ditentukan dan pada kasus yang dicurigai dilakukan tes DDST lengkap. (Soetjiningsih, 1998).

Menurut Depkes (2005) kualitas perkembangan anak dipengaruhi, oleh faktor dari luar dan dari dalam.Salah satu faktor luar yang mempengaruhi perkembangan yaitu status gizi atau pemenuhan kebutuhan nutrisi. Nutrisi adalah salah satu komponen yang penting dalam menunjang keberlangsungan proses pertumbuhan dan perkembangan. Apabila kebutuhan nutrisi seseorang tidak atau kurang terpenuhi maka dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan (Hidayat, 2007). Pada umumnya kelompok yang rentan gizi adalah anak balita, karena anak balita mengalami proses pertumbuhan yang relatif pesat, sehingga memerlukan zat-zat gizi dalam jumlah yang relatif besar (Sediaoetama, 2000). Menurut Soekirman (2000) status gizi baik atau normal yaitu keadaan dimana asupan zat gizi sesuai penggunaan untuk aktivitas tubuh.

Refleksi yang diberikan adalah keselarasan antara pertumbuhan berat badan dengan umurnya. Adapun ciri-ciri anak berstatus gizi baik dan sehat adalah tumbuh dengan normal, tingkat perkembangannya sesuai dengan tingkat umurnya, mata bersih dan bersinar, bibir dan lidah tampak segar, nafsu makan baik, kulit dan rambut tampak bersih dan tidak kering dan mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan.

Berat badan : Berat badan merupakan ukuran antropometrik yang terpenting, dipakai pada setiap kesempatan memeriksa kesehatan anak semua

(42)

kelompok umur. Berat badan merupakan hasil peningkatan/ penurunan semua jaringan yang ada pada tubuh, anatara lain : tulang, otot,lemak, cairan tubuh dan lain-lainnya. Berat badan dipakai sebagai indicator yang terbaik pada saat ini untuk mengetahui keadaan gizi dan tumbuh kembang anak, sensitif terhadap perubahan sedikit saja, pengukuran obyektif dan dapat diulangi, dapat digunakan timbangan apa saja yang relatif murah, mudah dan tidak memerlukan banyak waktu, kerugiannya. Indikator berat badan ini tidak sensitive terhadap proposi tubuh misalnya pendek,gemuk, atau tinggi kurus. Indikator berat badan dimanfaatkan dalam klinik untuk :

1. Bahan imformasi untuk menilai keadaan gizi baik yang akut maupun yang kronis , tumbuh kembang dan kesehatan.

2. Memonitor keadaan kesehatan, misalnya pada pengobatan penyakit. 3. Dasar perhitungan dosis obat dan makanan yang perlu diberikan.

Tinggi badan : Tinggi badan merupakan ukuran antropometrik kedua yang terpenting. Keistimewanya adalah bahwa ukuran tinggi badan pada masa pertumbuhan meningkat terus sampai tinggi maksimal dicapai. Walaupun tinggi badan ini berfluktuasi, dimana tinggi badan meningkat pesat pada masa bayi, kemudian melambat dan menjadi pesat kembali (pacu tumbuh adolesen), selanjutnya melambat dan akhirnya berhenti pada umur 18-20 tahun. Tulang- tulang anggota gerak berhenti bertambah panjang, tetapi ruas-ruas tulang belakang berlanjut tumbuh sampai umur 30 tahun, dengan pengisian tulang pada ujung atas dan bawah korpus-korpus ruas- ruas tulang belakang, sehingga tinggi badan sedikit bertambah yaitu sekitar 3-5 mm. Antara umur 30-45 tahun tinggi badan tetap statis, kemudian menyusut.

(43)

Keuntungan indikator TB ini adalah pengukurannya obyektif dan dapat diulang, alat dapat dibuat sendiri, murah dan mudah dibawah, merupakan indikator yang baik untuk gangguan pertumbuhan fisik yang sudah lewat (stunting) sebagai perbandingan terhadap perubahan- perubahan relatif, seperti terhadap nilai BB dan LLA.kerugiannya adalah perubahan tingggi badan, relatif pelan, sukar mengukur tinggi badan yang tepat, dan kadang- kadang diperlukan lebih dari seorang tenaga. Disamping itu dibutuhkan 2 macam teknik pengukuran, pada anak umur kurang dari 2 taun dengan posisi tidur terlentang (panjang supinasi) pada umunya 1 cm lebih panjang, dari pada tinggi berdiri pada anak yang sama meski diukur dengan teknik pengukuran yang terbaik dan secara cermat.Peningkatan nilai rata-rata TB orang dewasa suatau bangsa merupakan indikator peningkatan kesejahteraan/ kemakmuran (perbaikan gizi, perawatan kesehatan dan keadaan sosial ekonomi),jika potensi genetik belum tercapai secara optimal. Demikian pula perkawinan sebagai akibat meluasnya migrasi ke bagian- bagian lain disuatu negeri maupun didunia, kemungkinan besar mempunyai andil pula pada perubahan sekutar TB ini.

Lingkaran kepala: Lingkaran kepala mencerminkan volume intracranial. Dipakai untuk menaksir pertumbuhan otak,apabila otak tidak tumbuh normal maka kepala akan kecil. Sehingga pada lingkar kepala (LK) yang lebih kecil dari normal (mikrosefali), maka menunjukan adanya retardasi mental. Sebaliknya kalau ada penyumbatan pada aliran cairan serebropinal pada hidrosefalus akan meningkatkan valume kepala, sehingga LK lebih besar dari normal. Sampai saat ini yang dipakai sebagai acuan untuk LK ini adalah kurve LK dari Nellhaus yang diperoleh dari 14 penelitian didunia, dimana tidak terdapat perbedaan yang

(44)

bermakna terhadap suku bangsa, ras maupun secara geografis,sehingga kurve LK Nellhaus (1968) tersebut dapat digunakan juga di Indonesia.

Pertumbuhan LK yang paling pesat adalah pada 6 bulan pertama kehidupan, yaitu dari 34 cm pada waktu lahir menjadi 44 cm pada umur 6 bulan, sedangkan pada umur 1 tahun47 cm, 2 tahun 49 cm dan dewasa 54 cm. oleh karena itu manfaat pengukuran LK terbatas pada 6 bulan pertama sampai umur 2 tahun karena pertumbuhan otak yang pesat, kecuali diperlukan seperti pada kasus hidrosefalus.LK kepala yang kecil pada umumnya sebagai : Variasi normal,bayi kecil,keturunan,retardasi mental,kraniostenosis. Sedangkan LK yang besar pada umumnya disebabkan oleh : Variasi normal, bayi besar,hidranensefali,tumor selebri,keturunan,efusi subdural, hidrosefalus, penyakit canavan, megalensefali.

Lingkaran lengan atas : Lingkaran lengan atas (LLA) mencerminkan tumbuh kembang jaringan lemak dan otot yang tidak terpengaruh banyak oleh cairan tubuh dibandingkan dengan berat badan. LLA dapat dipakai untuk menilai keadaan gizi/tumbuh kembang pada kelompok umur prasekolah.laju tumbuh lambat, dari 11 cm pada saat lahir menjadi 16 cm pada umur 1 tahun. Selanjutnya tidak banyak berubah selama 1-3 tahun. Keuntungan penggunaan LLA ini adalah alatnya murah, bisa dibuat sendiri,mudah dibawah, cepat penggunaannya, dan dapat digunakan oleh tenaga yang tidak terdidik,sedangkan kerugiannya adalah LLA hanya untuk identifikasi anak dengan gangguan gizi/pertumbuhan yang berat, sukar menentukan pertengahan LLA tampa menekan jaringan, dan hanya untuk anak umur 1-3 tahun, walaupun ada yang mengatakan dapat untuk anak mulai umur 6 bulan s/d 5/6 tahun.

(45)

Lipatan kulit : Tebalnya lipatan kulit pada daerah triseps dan subscapular merupakan refleksi tumbuh kembang jaringan lemak dibawah kuit, yang mencerminkan kecukupan energi.dalam keadaan defisiensi ,lipatan kulit menipis dan sebaliknya menebal jika masukan energi berlebihan.tebal lipatan kulit dimanfaatkan untuk menilai terdapatnya keadaan gizi lebih, khususnya pada kasus obesitas.

l. Penilaian pertumbhan fisik anak

Penilaian tumbuh kembang perlu dilakukan untuk menentukan apakah tumbuh kembang seorang anak berjalan normal atau tidak, baik dilihat dari segi medis maupun statistic. Anak yang sehat akan menunjukan tumbuh kembang yang optimal, apabila diberikan lingkungan bio-fisiko-spikososial yang adekuat. Proses tumbuh kembang merupakan proses yang berkesinambungan mulai dari konsepsi sampai dewasa, yang mengikuti pola tertentu yang khas untuk setiap anak. Proses tersebut merupakan proses interaksi yang terus menerus serta rumit antara faktor genetic dan faktor lingkungan bio-fisiko-psikososial tersebut. Untuk mengetahui tumbuh kembang anak, terutama pertumbuhan fisiknya yang digunakan parameter- parameter tertentu, yang akan dibahas pada topik ini.

a. Ukuran antropometrik. Untuk menilai pertumbuhan fisik anak, sering digunakan ukuran-ukuran antropometrik yang dibedakan menjadi 2 kelompok yang meliputi : Tergantung umur (age dependence). Berat badan (BB), terhadap umur, tinggi / panjang badan (TB) terhadap umur, lingkaran lengan atas (LLA) terhadap umur. Kesulitan mengunakan cara ini adalah menetapkan umur anak yang tepat, karena tidak semua anak mempunyai

Gambar

Gambar 2.1 Status Gizi Antrometri
Gambar 2.2. KMS Laki-laki dan Perempuan.
Gambar 2.3 KMS   Cara membaca KMS  Cara membaca KMS
Gambar 2.4 KMS
+2

Referensi

Dokumen terkait

 Demikian pula, bila j adalah status transient, maka p ij (n) =v0 untuk semua i; yang berarti bahwa probabilitas sistem berada pada status transient setelah bertransisi

perbedaan posisi tersebut adalah karena lock adjuster (gambar 5.1) berpasangan dengan track yang terbuat dari metal, sehingga jika di pasang pada slide way table akan menambah

Setelah Peraturan Daerah Kabupaten Kediri Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pengangkatan Dan Pemberhentian Perangkat Desa dilakukan pengujian di Mahkamah Agung, Bupati Kediri

PBR dapat dengan cepat dan mudah untuk mendeteksi apabila terjadi keragaman yang diluar batas toleransi pada proses produksi mereka, untuk itu perlu dirancang suatu aplikasi

Karena dari hasil penelitian persepsi offline store tidak berpengaruh signifikan terhadap Minat Beli, jadi perlu adanya perhatian khusus terhadap sistem belanja via offline

Dari hasil diketahui bahwa untuk ketiga produk yang diteliti (Ponds, Citra, dan Sari Ayu Martha Tilaar) faktor yang paling banyak dirasakan oleh konsumen sebagai alasan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebelum proses klorinasi, kandungan sianida adalah 51,77 mg/L dan nilai KOK limbah cair adalah 9953,01 mg/L; sedangkan setelah proses klorinasi

PENDETEKSIAN DINI KRISIS KEUANGAN, DI INDONESIA MENGGUNAKAN GABUNGAN MODEL VOLATILITAS DENGAN MARKOV SWITCHING BERDASARKAN INDIKATOR KONDISI PERBANKAN (Studi Kasus Pada