• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEPASTIAN HUKUM ATAS SERTIFIKAT TANAH SE (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KEPASTIAN HUKUM ATAS SERTIFIKAT TANAH SE (1)"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

KEPASTIAN HUKUM ATAS SERTIFIKAT TANAH SEBAGAI

BUKTI HAK KEPEMILIKAN

Oleh :Abuyazid Bustomi,SH.,MH1

ABSTRAK

Hak milik adalah suatu kualifikasi pasif dari penguasaan tertinggi atas barang yang harus ada sebagai bagian dari hak asasi manusia. Berkaitan dengan hal itu, John Locke sebagai penganut hukum kodrat, mengemukakan dua hal tentang keberadaan hak milik yaitu, manusia secara kodrati mempunyai hak untuk mempertahankan hidupnya dan untuk kelangsungan hidupnya, manusia diberkahi bumi dengan segala isinya untuk dimiliki secara bersama dan semua orang mempunyai hak yang sama untuk menggunakan sumber-sumber daya alam bagi kelangsungan hidupnya. Dalam hukum tanah makna dan hakikat hak milik atas tanah adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah dengan menggigat fungsi sosial. Sehingga hubungan hak milik atas tanah dengan hak asasi manusia merupakan hubungan hak asasi manusia yang lahir dari pergaulan dan merupakan hubungan hak kodrati, karena prinsip hubungan antara hak milik dengan hak asasi manusia menjadi dasar pengembangan sistem hukum tanah.Perlindungan hukum kepada pemegang hak atas tanah yang telah memperoleh sertifikat sebagimana yang diatur dalam ketentuant Pasal 20 UUPA adalah ayat (1) Hak milik adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 6, dan ayat (2) Hak milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. Sertifikat hak atas tanah sebagai bukti hak yang merupakan perwujudan dari proses pendaftaran tanah yang dapat memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi pemegangnya, yang dilindungi dengan diadakannya pendaftaran tanah yaitu pemegang sertifikat hak atas tanah, karena dengan dilakukannya pendaftaran tanah berarti akan tercipta kepastian hukum, kepastian hak serta tertib administrasi

1 . Abuyazid Bustomi, SH.,MH, Dosen

Fakultas Hukum Universitas Palembang.

pertanahan sehingga semua pihak terlidungi dengan baik, baik pemegang sertifikat, pemegang hak atas tanah , pihak ketiga yang memperoleh hak atas tanah maupun pemerintah sebagai penyelenggara negara Kata Kunci : Kepastian, Hukum, Hak atas Tanah

1. Pendahuluan

Dalam kehidupan manusia bahwa tanah tidak akan terlepas dari segala tindak tanduk manusia itu sendiri sebab tanah merupakan tempat bagi manusia untuk menjalani dan kelanjutan kehidupannya. Oleh itu tanah sangat dibutuhkan oleh setiap anggota masyarakat, sehingga sering terjadi sengketa diantara sesamanya, terutama yang menyangkut tanah. Untuk itulah diperlukan kaedah-kaedah yang mengatur hubungan antara manusia dengan tanah. Di dalam Hukum Adat, tanah ini merupakan masalah yang sangat penting. Hubungan antara manusia dengan tanah sangat erat, seperti yang telah dijelaskan diatas, bahwa tanah sebagai tempat manusia untuk menjalani dan melanjutkan kehidupannya.

Berdasarkan Undang-undang

nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria – yang selanjutnya disingkat dengan UUPA, pada pasal 19 dinyatakan bahwa untuk menciptakan kepastian hukum Pertanahan,

Pemerintah menyelenggarakan

(2)

klaim dari pemegang surat tanda bukti hak atas tanah yang berbentuk sertifikat, maka pemegang sertifikat atas tanah akan memiliki klaim hak kebendaan yang lebih kuat. Namun demikian, persoalan tidak sesederhana itu. Dalam hal proses kepemilikan surat tanda bukti hak atas tanah melalui hal-hal yang bertentangan dengan hukum, maka akan ada komplikasi.

Hak milik atas tanah bagi bangsa Indonesia adalah hak yang lahir dari interaksi pergaulan masyarakat bangsa yang merupakan refleksi dari hak asasi manusia yang kodrati, sebagai anugrah Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa Indonesia, yang harus ada dan melekat dalam harkat dan mertabat sebagai manusia, yang harus dihormati dan dijunjung tinggi serta dilindungi oleh negara, hukum pemerintah dan setiap orang. Oleh sebab itu hak milik atas tanah bagi bangsa Indonesia yang terdiri dari hak milik privat dengan hak milik publik atas tanah bangsa Indonesia dalam pelaksanaannya harus dijaga agar tetap ada dan dalam konsep keseimbangan antara perlindungan, jaminan dan untuk pembanguan serta kepentingan yang harus dijadikan sebagai dasar pengembangan hukum tanah nasional yang dinamis.

Terhadap hak atas tanah ulayat masyarakat hukum adat dihormati dan dilindungi, selaras dengan perkembangan zaman dan tidak bertentangan dengan asas-asas negara hukum yang berintikan keadilan dan kesejahteraan rakyat, dan pengingkaran terhadap hak ulayat merupakan pelanggaran hak asasi manusia.2 Dan terhadap hak adat yang secara nyata masih berlaku bdan dijunjung tinggi di dalam lingkungan masyarakat hukum adat harus dihormati dan dilindungi dalam rangka perlindungan dan penegakan hak asasi manusia dalam

2 . Muhammad Bakri, Hak Menguasai

Tanah Oleh Negara, Citra Medja, Yojakarta, 2007, Hlm.137-138.

masyarakat yang bersangkutan dengan memperhatikan hukum dan peraturan perundang-undangan.

Dalam hukum tanah makna dan hakikat hak milik atas tanah adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah dengan menggigat fungsi sosial. Sehingga hubungan hak milik atas tanah dengan hak asasi manusia merupakan hubungan hak asasi manusia yang lahir dari pergaulan dan merupakan hubungan hak kodrati, karena prinsip hubungan antara hak milik dengan hak asasi manusia menjadi dasar

pengembangan sistem hukum tanah3

Terjadinya hak milik atas tanah merupakan dasar timbulnya hubungan hukum antara subyek/pemegang hak dengan tanah sebagai obyek hak. Pada dasarnya hak milik dapat terjadi secara original dan derivatif yang mengandung unsur, ciri dan sifat masing-masing. Secara original hak milik terjadi berdasarkan hukum adat, sedangkan secara derivatif ditentukan oleh peraturan perundang-undangan.4

Hak milik adalah suatu kualifikasi pasif dari penguasaan tertinggi atas barang yang harus ada sebagai bagian dari hak asasi manusia. Berkaitan dengan hal itu, John Locke sebagai penganut hukum kodrat, mengemukakan dua hal tentang keberadaan hak milik yaitu, manusia secara kodrati mempunyai hak untuk mempertahankan hidupnya dan untuk kelangsungan hidupnya, manusia diberkahi bumi dengan segala isinya untuk dimiliki secara bersama dan semua orang mempunyai hak yang sama untuk

3. Boedi Harsono, Menuju

Penyempurnaan Hukum Tanah Nasional Dalam Hubungan Dengan Tap MPR RI. IX/MPR/2001, Penerbit Universitas Trisakti, Jakarta, 2002, hlm. 43

4. Imam Soetiknjo. Proses Terjadinya

(3)

menggunakan sumber-sumber daya alam bagi kelangsungan hidupnya.5

Dalam kaitan hal tersebut diatas, penulis tertarik untuk menganalisa sejauh mana kepastian bagi pemenagng sertitikat hak atas tanah, jika disandingkan atau dihadapkan dengan bukti kepemilikan laian, berupa hak-hak adat.

Bertitik tolak dari uraian tersebut diatas, bersama ini penulis akan menganalisa dan membahas hal-hal mengenai : Bagaimana perlindungan hukum dan kepastian hukum bagi pemegang Hak Atas tanah dengan tanda bukti kepemilikan sertifikat tanah ! dan Bagaimana pertanggungjawaban institusi pemerintahan yang menerbitkan sertifikat tanah yang ternyata bermasalah !

II. Pembahasan

1. Hak-hak atas tanah

Hak-hak perorangan dan badan hukum atas tanah memperoleh pengakuan yang kuat dalam sistem dan tata hukum di Indonesia. Hak milik atas tanah adalah bagian dari hak-hak kebendaan yang dijamin dalam konstitusi. Dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 sebagai hasil dari amandemen kedua, dinyatakan sebagai berikut :

Pasal 28 g (1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi. Dan dalam pasal 28 h (2), Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh

diambil alih secara

sewenangwenang oleh siapa pun.

5. A. Sonny Keraf, Hukum Kodrat dan

Teori Hak Milik Pribadi, Kanisius, Yogyakarta, 1997, Hlm.69-70.

Selanjutnya dalam UUPA, dinyatakan antara lain sebagai berikut :

Pasal 4 ayat (2), Hak-hak atas tanah yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini memberi wewenang untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan, demikian pula tanam tumbuh bumi dan air serta ruang yang ada diatasnya, sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut Undang-undang ini dan peraturan-peraturan hukum lain yang lebih tinggi.

Berdasarkan pengertian pada pasal 4 ayat (2) tersebut, hak atas tanah adalah hak atas permukaan bumi, tepatnya hanya meliputi sebagian tertentu permukaan bumi yang terbatas, yang disebut bidang tanah. Hak atas tanah tidak meliputi tubuh bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.

Asas yang hanya mengakui hak atas tanah adalah terbatas pada hak atas permukaan bumi saja disebut dengan asas pemisahan horisontal. Asas pemisahan horisontal adalah asas dimana pemilikan atas tanah dan benda atau segala sesuatu yang berada di atas tanah itu adalah terpisah. Asas pemisahan horisontal memisahkan tanah dan benda lain yang melekat pada tanah itu. Asas pemisahan horisontal adalah asas yang didasarkan pada hukum adat dan merupakan asas yang dianut oleh UUPA.

(4)

sebidang tanah mengandung di dalamnya kepemilikan atas segala apa yang ada di atasnya dan di dalam tanah.

Sedangkan dalam UUP dibedakan berbagai hak atas tanah sebagai berikut : hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak sewa, hak membuka tanah dan hak memungut hasil hutan.

Hak milik adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah , memiliki fungsi sosial serta dapat dialihkan dan beralih. Sebagaimana Pasal 20 UUPA menyatakan :

Dalam pasal ini disebutkan sifat-sifat daripada hak milik yang membedakannya dengan hak-hak lainnya. Hak milik adalah hk yang “terkuat dan terpenuh” yang dapat dipunyai orang atas tanah. Pemberian sifat ini tidak berarti, bahwa hak itu merupakan hak yang mutlak, tak terbatas dan tidak dapat diganggu-gugat” sebagai hak eigendom menurut pengertiannya yang asli dulu. Sifat yang demikian akan terang bertentangan dengan sifat hukum-adat dan fungsi sosial dari tiap-tiap hak. Kata-kata “terkuat dan terpenuh” itu bermaksud untuk membedakannya dengan hak usaha, hak guna-bangunan, hak pakai dan lain-lainnya, yaitu untuk menunjukkan, bahwa diantara hak- hak atas tanah yang dapat dipunyai orang hak miliklah yang “ter” (artinya : paling)-kuat dan terpenuh.

Sedangkan hak-hak penguasaan atas tanah, menurut Boedi Harsono, dikelompokkan menjadi hak bangsa, hak menguasai dari negara, hak ulayat, hak perorangan dan hak tanggungan.

2. Cara peralihan hak atas tanah

Hak milik atas tanah mengandung unsur hak kebendaan dan hak perseorangan. Sebagai hak kebendaan, hak

atas tanah memiliki ciri-ciri bersifat absolut, jangka waktunya tidak terbatas, hak mengikuti bendanya (droit de suite), dan memberi wewenang yang luas bagi pemiliknya seperti dialihkan, dijaminkan, disewakan atau dipergunakan sendiri. Sebagai hak perseorangan, ciri-cirinya adalah bersifat relatif, jangka waktunya terbatas, mempunyai kekuatan yang sama tidak tergantung saat kelahirannya hak tersebut, memberi wewenang terbatas kepada pemiliknya.

Sementara itu, menurut Aslan Noor, teori kepemilikan ataupun pengalihan kepemilikan secara perdata atas tanah dikenal empat teori,6 yaitu :

a. Hukum Kodrat, menyatakan dimanan penguasaan benda-benda yang ada di dunia termasuk tanah merupakan hak kodrati yang timbul dari kepribadian manusia

b. Occupation theory, dimana orang yang pertama kali membuka tanah, menjadi pemiliknya dan dapat diwariskan

c. Contract theory, dimana ada persetujuan diam-diam atau terang-terangan untuk pengalihan tanah d. Creation theory, menyatakan bahwa

hak milik privat atas tanah diperoleh karena hasil kerja dengan cara membukan dan mengusahakan tanah

Mengenai pengalihan atau penyerahan hak atas tanah, terdapat dua pendapat yaitu yang pertama adalah bahwa jual beli harus dilakukan dengan akta otentik yang diikuti dengan pendaftaran tanah untuk mendapatkan sertifikat sebagai tanda bukti hak atas tanah. Akta otentik yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akte Tanah, bukan saja hanya sebagai alat bukti untuk pendaftaran tetapi merupakan syarat mutlak adanya perjanjian

(5)

penyerahan. Pendapat ini diwakili oleh Mariam Darus Badrulzaman dan Saleh Adiwinata. Pendapat lainnya adalah bahwa perbuatan jual beli tanpa diikuti dengan akta otentik adalah sah, sepanjang diikuti dengan penyerahan konkret. Pendapat ini diwakili oleh Boedi Harsono dan R. Soeprapto. Penyerahan yang sifatnya konsensual sebagaimana dianut hukum perdata sekaligus dengan penyerahan yang sifatnya konkret sebagaimana dianut oleh hukum adat pada dasarnya adalah bertentangan dan dapat terjadi dualisme dalam penafsiran kepastian hukumnya.7

Lembaga pendaftaran, tidak semata-mata mengandung arti untuk memberikan alat bukti yang kuat, akan tetapi juga menciptakan hak kebendaan. Hak kebendaan atas suatu benda tanah terjadi pada saat pendaftaran dilakukan. Sebelum dilakukan pendaftaran yang ada baru milik, belum hak. Dalam kaitan itulah, maka salah satu asas dari hak atas tanah adalah adanya asas publisitas.

Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah, adalah bersifat stelsel pasif. Artinya yang didaftar adalah hak, peralihan hak dan penghapusannya serta pencatatan beban-beban atas hak dalam daftar buku tanah. Hubungan antara pemindahan dengan alas hak adalah bersifat kausal, karena sifat peralihan hak tersebut adalah bersifat levering. Stelsel negatif ini berakibat :

- Buku tanah tidak memberikan jaminan yang mutlak

- Peranan yang pasif dari pajak balik nama, artinya pejabat-pejabat

pendaftaran tanah tidak

berkewajiban untuk menyelidiki kebenaran dari dokumen-dokumen yang diserahkan kepada mereka. Berdasarkan ketentuan pasal 584, dianut ajaran untuk sahnya penyerahan dibutuhkan beberapa syarat yaitu :

7. Boedi Harsono, Menuju

Penyempurnaan Hukum Tanah Nasional, Penerbit Universitas Trisakti, ed. 3 Jakarta, 2007, Hlm. 98.

a. Alas hak (rechttitel)

b. Perjanjian kebendaan yang diikuti dengan perbuatan penyerahan

(pendaftaran) dan penerbitan sertifikat

c. Wewenang menguasai

(beschikkings bevoegheid).

Ketentuan tersebut di atas, tampaknya sangat dipengaruhi oleh ajaran teori causal, yang memandang bahwa hubungan hukum adalah obligatoirnya, sedangkan levering adalah akibatnya. Artinya levering baru sah, dan karenanya baru menjadikan yang menerima penyerahan sebagai pemilik, kalau rechtstitel yang memindahkan hak milik sah.

Di sisi lain, ada juga teori abstraksi yang menganut bahwa ada pemisahan antara levering dengan rechtstitel. Jadi kalau sekiranya ada suatu penyerahan, dimana yang melakukan penyerahan tidak memiliki titel, penyerahan tersebut tetap sah. Pemilik asal tidak dapat menuntut hak kebendaan dari pihak ketiga, yang membeli dengan itikad baik. Tuntutan pemilik asal adalah tuntutan pribadi terhadap orang yang mengalihkan hak kepada pihak ketiga tadi tanpa hak. Pandangan tersebut diatas sangat menentukan dalam hal ada dua kepemilikan atas objek yang sama untuk menentukan pemilik dan pemegan hak yang sesungguhnya.

3. Pencabutan hak-hak atas tanah

Mengenai hak kepemilikan atas tanah, sifatnya tidak mutlak, artinya apabila kepentingan Negara atau kepentingan umum menghendaki, hak kepemilikan perorangan atau badan usaha atas sebidang tanah dapat dicabut dengan pemberian ganti rugi. Prinsip ini dianut baik dalam KUHPerdata maupun dalam UUPA.

Pasal 570 KUHPerdata

(6)

lebih leluasa dan untuk berbuat terhadap barang itu secara bebas sepenuhnya asalkan tidak bertentangan dengan undang-undang atau peraturan umum yang ditetapkan oleh kuasa yang berwenang dan asal tidak mengganggu hak-hak orang lain; kesemuanya itu tidak mengurangi kemungkinan pencabutan hak demi

kepentingan umum dan

penggantian kerugian yang pantas, berdasarkan ketentuan-ketentuan perundang-undangan.

Pasal 16 ayat 4 UUPA

Untuk kepentingan umum,

termasuk kepentingan bangsa dan Negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut, dengan memberi ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur dengan Undang-undang.

Pengertian kepentingan umum, harus dijaga dengan ketat untuk tidak melebar dan terlalu elastis sehingga hal-hal yang tidak seyogianya digolongkan sebagai kepentingan umum, tetapi justru memperoleh penguatan dan legitimasi. Batasan tentang pengertian kepentingan umum yang abstrak dapat menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda di masyarakat, dan dapat menjurus kepada ketidakpastian yang baru dan menimbulkan konflik di masyarakat. Karena itu harus ada pengertian yang konkret akan makna kepentingan umum.

Dalam Peraturan Presiden Nomor 65 tahun 2006 pada pasal 2 dinyatakan bahwa pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dilaksanakan dengan cara pelepasan atau penyerahan hak atas tanah. Sedangkan pengadaan tanah selain bagi pelaksanaan

pembangunan untuk kepentingan umum oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dilakukan dengan cara jual beli, tukar menukar atau cara lain yang disepakati secara sukarela oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Selanjutnya pada pasal 5 diatur secara limitatif bidang-bidang yang termasuk dalam kategori pembangunan untuk kepentingan umum.

Satu hal yang perlu digaris bawahi adalah bahwa yang dimaksudkan untuk pembangunan kepentingan umum haruslah yang diselenggarakan oleh Pemerintah. Pembebasan tanah yang dilakukan oleh pihak selain Pemerintah, berdasarkan aturan PP tersebut di atas tidak dapat digolongkan sebagai pembangunan untuk kepentingan umum.

4. Perlindungan hukum dan kepastian hukum bagi pemegang Hak Atas

tanah dengan tanda bukti

kepemilikan Hak Sertifikat Tanah

Dengan data fisik dan data yuridis yang disimpan di Kantor Pertanahan mengenai suatu hak atas tanah, maka pelaksanaan pendaftaran tanah dapat diarahkan pada tertib hukum dan tertib administrasi pertanahan yang memang dikehendaki dengan adanya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. Dalam Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 juga dijelaskan bahwa :

(1) Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum sebagai yang dimaksudkan Pasal 3 huruf a, kepada pemegang hak yang bersangkutan diberikan sertifikat hak atas tanah.

(2) Untuk melaksanakan fungsi informasi sebagai yang dimaksud dalam Pasal 3 huruf b, data fisik dan data yuridis dari suatu bidang tanah dan satuan rumah susun yang sudah terdaftar terbuka untuk umum.

(3) Untuk mencapai tertib

(7)

dimaksud dalam Pasal 3 huruf c, setiap bidang tanah dan satuan rumah susun termasuk peralihan, pembebanan, dan hapusnya hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun wajib didaftar.

Harun Al Rasyid berpandangan bahwa penyelenggaraan pendaftaran tanah sebagaimana disebutkan diatas bertujuan untuk menjamin kepastian hukum yang meliputi :

a. Kepastian hukum mengenai orang atau badan hukum yang menjadi pemegang hak, yang disebut juga kepastian hukum mengenai subjek.

b. Kepastian hukum mengenai letak, batas-batas, serta luas bidang tanah yang disebut juga kepastian mengenai objek.8

Tujuan dari pendaftaran tanah tersebut tercantum dalam UUPA pasal 19 yang menyebutkan bahwa “untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan Pendaftaran Tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.” Dalam Pasal ini dimaksudkan bahwa Pemerintah mempunyai kewajiban agar warga

diseluruh Indonesia melakukan

Pendaftaran tanah agar mencapai kepastian hukum sehingga meminimalisir terjadinya sengketa tanah.

Pendaftaran atas bidang tanah tersebut bertujuan untuk mendapatkan sertifikat agar pemegang hak atas tanah tersebut memiliki bukti yang kuat atas tanah yang dimilikinya serta mendapatkan hukum dan perlindungan dari para pihak yang tidak bertanggung jawab untuk menjadikan tanah tersebut sebagai lahan

8 Harun Al Rasyid. Tentang Jual Beli

Tanah. Jakarta : Ghalia Indonesia. 1998, hal 8.

bisnis atau dijual ke orang lain tanpa sepengetahuan pemilik.

Sertifikat dalam Pasal 1 angka (20) PP no. 24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah menyebutkan “sertifikat adalah surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan.”

Sedangkan sertifikat dalam pasal 32 PP no. 24 tahun 1997 berbunyi yaitu “sertifikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan”

Maka sertifikat Tanah atau Sertifikat Hak Atas Tanah atau disebut juga Sertifikat Hak yang terdiri dari salinan Buku Tanah dan Surat Ukur yang dijilid dalam 1 (satu) sampul. Sertifikat tanah memuat:

a. Data fisik : letak, batas-batas, luas, keterangan fisik tanah dan beban yang ada di atas tanah;

b. Data yuridis : jenis hak (hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha, hak pakai, hak mengelolaan) dan siapa pemegang hak.

Istilah “sertifikat” dalam hal dimaksud sebagai surat tanda bukti hak atas tanah dapat kita temukan di dalam Pasal 13 ayat (3) dan (4) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 10 Tahun 1961, bahwa:

(8)

Sertifikat dan diberikan kepada yang berhak”.

Ayat (4) Sertifikat tersebut pada ayat (3) pasal ini adalah surat tanda bukti hak yang dimaksud dalam Pasal 19 Undang-Undang Pokok Agraria”.

Sertifikat sebagai salah satu dokumen pertanahan yang merupakan hasil proses pendaftaran tanah, dan dokumen tertulis yang memuat data fisik serta data yuridis tanah yang bersangkutan. Dokumen-dokumen pertanahan tersebut dapat dipakai sebagai jaminan dan menjadi pegangan bagi pihak yang memiliki kepentingan atas tanah tersebut. Kekuatan pembuktian Sertifikat tanah adalah kuat selama tidak ada pihak lain yang membuktikan sebaliknya. Sertifikat hak atas tanah berfungsi sebagai alat bukti yang kuat dan sah, dan merupakan sebagai tanda bukti kepemilikan hak milik atas tanah, walaupun bukti kepemilikan hak milik atas tanah tersebut masih bisa dibuktikan dengan alat bukti yang lain, misalnya; seperti saksi-saksi, akta jual beli, maupun surat keputusan pemberian hak.

Penerbitan sertifikat, berdasarkan PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang mencabut PP No. 10 Tahun 1961, diatur sebagai berikut :

a. Diterbitkan untuk kepentingan

pemegang hak yang

bersangkutan sesuai dengan data fisik dan yuridis yang telah di daftar dalam buku tanah;

b. Hanya boleh diserahkan kepada pihak yang namanya tercantum dalam buku tanah, sebagai pemegang hak, atau kepada pihak lain yang dikuasakan olehnya;

c. Mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun kepunyaan bersama

beberapa orang atau badan hukum diterbitkan satu sertifikat, yang diterimakan kepada salah satu pemegang hak bersama yang lain, dan dapat saja diterbitkan sertifikat sebanyak jumlah pemegang hak bersama untuk diberikan kepada tiap pemegang hak bersama yang bersangkutan, yang memuat nama serta besarnya bagian masing-masing dari hak tersebut. Aspek hukum atau aspek legalitas pada tanah sangat penting untuk mengantisipasi timbulnya permasalahan hukum dikemudian hari. Aspek legalitas selain sebagai kepemilikan juga untuk memberikan kepastian hukum pada para pihak bahwa dia adalah pemilik sah atas tanah tersebut. Sertifikat, selain berfungsi sebagai alat bukti kepemilikan atau penguasaan atas tanah, sertifikat juga memilki fungsi lain yaitu sebagai syarat apabila kita ingin mendirikan bangunan berupa tempat tingal di atas tanah yang kita miliki atau kita kuasai. Syarat dari penerbitan izin mendirikan bangunan salah satunya adalah sertifikat tersebut

Secara prinsip setiap bidang tanah memiliki posisi yang tunggal di belahan bumi ini. Tidak ada 2 (dua) bidang tanah yang memiliki posisi yang sama. Dengan demikian setiap bidang tanah yang telah bersertifikat atau terdaftar di Badan Pertanahan Nasional (BPN) seharusnya mendapat perlindungan terhadap pendaftaran yang sama atas bidang tanah tersebut. Perlindungan diatas dapat diberikan jika setiap sertifikat atas tanah yang terbit diketahui dengan pasti letak atau lokasinya di muka bumi. Dengan demikian setiap usaha untuk mensertifikatkan tanah yang sama dapat segera diketahui dan dicegah oleh BPN.

(9)

sertifikat tanah yang ternyata bermasalah

Pemerintah, dalam hal ini Badan Pertanahan Nasional harus dapat dimintai pertanggungjawaban atas terbitnya sertifikat, sesuai dengan cita-cita hukum yang baik adalah untuk mendapatkan keadilan dan kepastian hukum. Apabila ada pertentangan antaran kepastian hukum dengan keadilan, maka unsur keadilan harus dikedepankan dan dimenangkan. Kepastian hukum adalah sebuah falsafah positivisme dimana untuk mendapatkan titik temu antara para pihak yang kepentingannya berbeda-beda, maka harus dicari suatu rujukan yang telah disepakati, dilegalkan dan diformalitaskan serta

enforceable oleh aparat hukum sebagai penjelmaan dari kedaulatan birokrasi negara.

Tetapi mana kala, dengan saluran formal yang mengedepankan kepastian hukum tidak mencerminkan adanya keadilan, maka pencari keadilan akan menemukan caranya sendiri untuk mendapatkan keseimbangan antara keadilan dan kepastian hukum. Kepastian hukum yang ideal adalah hukum yang memberi keadilan. Namun manakala keadilan tersebut tidak ditemukan lewat saluran formal, akan terjadi apatisme hukum, yang bahkan pada titik ekstrim akan dapat menjelma menjadi chaos karena masing-masing pihak akan mencari, menafsirkan dan mengenforce keadilan menurut persepsinya masing-masing. Fenomena yang demikian ini, sebenarnya telah dikaji dalam satu aliran hukum post modernisme yang bernama

critical legal studies.

Dalam pelaksanaannya

Administrasi Pertanahan masa lalu yang kurang tertib. Dimana Administrasi pertanahan mempunyai peranan yang sangat penting bagi upaya mewujudkan jaminan kepastian hukum. Penguasaan dan kepemilikan tanah pada masa lalu,

terutama terhadap tanah milik adat, seringkali tidak didukung oleh bukti-bukti administrasi yang tertib dan lengkap.

Selain dari faktor kesalahan dari kepala desa/lurah juga ada kesalahan dari pihak kantor pertanahan, yang mana kurangnya tertib administrasi artinya, petugas kurang teliti dan kurang cermat apakah tanah tersebut sudah pernah didaftarkan atau belum dan sudah diterbitkan sertifikat atau belum, sampai benar-benar teliti karena masalah ini sangat sensitif apabila terjadi kesalahan pengecekan maka akan berakibat fatal yakni salah-satunya akan terjadi sertifikat ganda, untuk itu pengecekan data-data baik data fisik maupun data yuridis harus dilakukan oleh pihak kantor pertanahan sebelum menerbitkan sertifikat agar tercipta tertib administrasi.

Oleh karenanya jika penerbitan sertifikat hak atas tanah dikeluarkan oleh Intasnsi yang berwenang dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab, tidak kridibel tentu sangat

merugikan pihak-pihak yang

berkepentingan, dan terhadap oknum tersebut dapat dimintai pertanggung jawaban pribadi secara hukum perdata dan Hukum pidana, untuk itu proses pendaftaran hak-hak atas tanah dan proses penerbitan sertifikat tanah harus sesuai dengan prosedur yang berlaku.

PENUTUP 6. Kesimpulan

Perlindungan hukum kepada pemegang hak atas tanah yang telah memperoleh sertifikat sebagimana yang diatur dalam ketentuant Pasal 20 UUPA adalah ayat (1) Hak milik adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 6, dan ayat (2) Hak milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.

(10)

dari proses pendaftaran tanah yang dapat memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi pemegangnya, yang dilindungi dengan diadakannya pendaftaran tanah yaitu pemegang sertifikat hak atas tanah, karena dengan dilakukannya pendaftaran tanah berarti akan tercipta kepastian hukum, kepastian hak serta tertib administrasi pertanahan sehingga semua pihak terlidungi dengan baik, baik pemegang sertifikat, pemegang hak atas tanah , pihak ketiga yang memperoleh hak atas tanah maupun pemerintah sebagai penyelenggara negara. Jika penerbitan sertifikat hak atas tanah dikeluarkan oleh Intasnsi yang berwenag dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab, tidak kridibel tentu sangat merugikan pihak-pihak yang berkepentingan, terhadap Pihak yang merasa dirugikan dapat mengajaukan gugatan melalui pengadilan Tata Usaha Negara untuk meminta pembatalan penerbitan sertifikat dimaksud sesuai dengan prosedur yang berlaku.

DAFTAR PUSTAKA

Aslan Noor, Konsep Hak Milik atas Tanah Bagi Bangsa Indonesia, Mandar Maju, Bandung, 2006,

A. Sonny Keraf, Hukum Kodrat dan Teori Hak Milik Pribadi, Kanisius, Yogyakarta, 1997

Boedi Harsono, Menuju Penyempurnaan Hukum Tanah Nasional Dalam Hubungan Dengan Tap MPR RI.

IX/MPR/2001, Penerbit

Universitas Trisakti, Jakarta, 2002,. Boedi Harsono, Menuju Penyempurnaan Hukum Tanah Nasional, Penerbit Universitas Trisakti, ed. 3 Jakarta, 2007.

Imam Soetiknjo. Proses Terjadinya UUPA, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 1986.

Harun Al Rasyid. Tentang Jual Beli Tanah. Jakarta : Ghalia Indonesia. 1998

Muhammad Bakri, Hak Menguasai

Tanah Oleh Negara, Citra Medja, Yojakarta, 2007

Kitab Undang Undang Hukum Perdata (KUHPerdata).

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Undang-Undang Pokok Agraria

Peraturan Pemerintah no. 10 tahun 1961 tentang Pendaftaran

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Hasil menunjukkan bahwa tingkat signifikansi >0,05 yang berarti puasa Senin-Kamis dan Puasa Daud tidak berpengaruh nyata terhadap kadar kolesterol dalam darah

Hasil pengujian tarik dan impak komposit dengan perendaman NaOH ataupun tanpa perendaman NaOH memperlihatkan tidak ada perbedaan yang signifikan terhadap nilai kekuatan

Bunyi nasal velar bersuara [ŋ] pada posisi akhir kata yang memang belum dikuasai Mia muncul sebagai bunyi nasal alveolar bersuara [n] seperti pada kata [?indin]

KARAKTERISTIK PENDERITA MALARIA DI KABUPATEN BENER MERIAH PROVINSI ACEH TAHUN

Mengolah, menyaji, dan menalar dalam ranah konkret (menggunakan, mengurai, merangkai, memodifikasi, dan membuat) dan ranah abstrak (menulis, membaca, menghitung, menggambar,

CPOB adalah bagian dari Pemastian Mutu yang memastikan bahwa obat dibuat dan dikendalikan secara konsisten untuk mencapai standar mutu yang sesuai dengan

menjelaskan bahwa populasi cacing tanahpada tegakan aren, durian dan karet tidak berbeda nyata dengan tegakan hutan kemudian pada tegakan durian dan karet