• Tidak ada hasil yang ditemukan

JARINGAN ISLAM LIBERAL (STUDI GERAKAN PEMIKIRAN ISLAM LIBERAL DI INDONESIA TAHUN 2001-2005)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "JARINGAN ISLAM LIBERAL (STUDI GERAKAN PEMIKIRAN ISLAM LIBERAL DI INDONESIA TAHUN 2001-2005)"

Copied!
158
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

JARINGAN ISLAM LIBERAL

(STUDI GERAKAN PEMIKIRAN ISLAM LIBERAL DI INDONESIA

TAHUN 2001-2005)

SKRIPSI

Oleh :

CAHYANINGRUM TRI AGUS TINA

K4408022

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)

commit to user

ii

JARINGAN ISLAM LIBERAL

(STUDI GERAKAN PEMIKIRAN ISLAM LIBERAL DI INDONESIA

TAHUN 2001-2005)

Oleh :

CAHYANINGRUM TRI AGUS TINA

K4408022

Skripsi

Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana

Program Studi Pendidikan Sejarah

Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(3)

commit to user

(4)

commit to user

(5)

commit to user

v ABSTRAK

Cahyaningrum Tri Agus Tina. K4408022. JARINGAN ISLAM LIBERAL (STUDI GERAKAN PEMIKIRAN ISLAM LIBERAL DI INDONESIA TAHUN 2001-2005). Skripsi. Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret, Juli 2012.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) Latar belakang terbentuknya Jaringan Islam Liberal (JIL) di Indonesia, (2) Pemikiran dan strategi Jaringan Islam Liberal (JIL) dalam mengembangkan Islam liberal di Indonesia, (3) Pengaruh Jaringan Islam Liberal (JIL) terhadap kehidupan agama dan politik di Indonesia tahun 2001-2005.

Penelitian ini dilaksanakan menggunakan metode historis dengan langkah-langkah heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini berupa sumber primer dan sumber sekunder. Teknik pengumpulan data dengan studi pustaka, menggunakan sistem resume katalog. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis historis dengan melakukan kritik ekstern dan intern

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan : (1) Latar belakang terbentuknya Jaringan Islam Liberal adalah menguatnya pengaruh orientalis dalam studi keislaman dan bangkitnya kelompok Islam fundamentalis yang cenderung radikal dalam mengatasi permasalahan pasca orde baru. Jaringan Islam Liberal diprakarsai Ulil Abshar Abdalla dan mulai aktif pada 8 Maret 2001, (2) Pemikiran Islam liberal tercermin dalam beberapa agenda penting JIL, yang meliputi: agenda politik (mendukung sekularisme), pluralisme agama, emansipasi wanita, kebebasan berpendapat dan kebebasan berekspresi. Strategi pengembangan pemikiran Islam liberal dilaksanakan dengan bantuan dana The

Asia Fondation melalui forum kajian dan diskusi, media cetak seperti Gatra,

Tempo, Jawa Pos hingga media elektronik (kantor berita radio 68H), dan internet dengan website resminya www.islamlib.com, (3) Pengaruh Jaringan Islam Liberal di Indonesia adalah penegasan terhadap gagasan teologi negara sekular dan pluralisme agama. Jaringan Islam Liberal bertujuan mencapai cita-cita civil

society (kebebasan masyarakat sipil) yang dalam perkembangannya justru

(6)

commit to user

vi ABSTRACT

Cahyaningrum Tri Agus Tina. K4408022. LIBERAL ISLAM NETWORK (A STUDY THOUGHT MOVEMENT OF LIBERAL ISLAM IN INDONESIA 2001-2005). Thesis. Surakarta: Teacher Training and Education Faculty, Sebelas Maret University, July 2012.

The aims of this research are to identify: (1) The background formation of Liberal Islam Network (JIL) in Indonesia, (2) Thoughts and strategies Liberal Islam Network (JIL) in developing a liberal Islam in Indonesia, (3) The effect of Liberal Islam Network (JIL) to the religious and political life in Indonesia 2001-2005.

This research was conducted by using the historical method through heuristic, critical, interpretation and historiography steps. Source of data used in this study of primary sources and secondary sources. The techniques of data collection was done by literature study, using the resume and catalog system. The technique of analysis data used in this research was the historical analysis with external and internal critics.

(7)

commit to user

vii MOTTO

Janganlah sekali-kali kamu teperdaya oleh kebebasan orang-orang kafir bergerak di dalam negeri. Itu hanyalah kesenangan sementara, kemudian tempat tinggal mereka ialah jahanam; dan jahanam itu adalah tempat yang seburuk-buruknya.

(QS. Ali Imran: 196-197)

Jika kau merasa bahwa segala yang di sekitarmu gelap dan pekat, tidakkah dirimu curiga bahwa engkaulah yang dikirim oleh Allah untuk menjadi cahaya bagi mereka?, berhentilah mengeluhkan kegelapan itu, sebab sinarmulah yang sedang

mereka nantikan, maka berkilaulah! (Salim A. Fillah)

Tak ada penciptaan yang sia-sia, maka yakinlah bahwa Allah SWT selalu memberi ganjaran pada perjuangan sekecil apapun.

(8)

commit to user

viii

HALAMAN PERSEMBAHAN

Dengan rasa syukur atas Rahmat Allah

SWT, karya ini penulis persembahkan

kepada:

 Bapak Ibu Tercinta, atas semua do’a, dukungan dan kasih sayang tiada henti

 Kakak-kakakku tersayang: Mas Aris dan Mas Bowo, karena tawamu ringankan langkahku

 Sahabat-sahabatku

 Teman-teman Sejarah ‘08, Kakak-kakak dan Adik-adik keluarga besar Prodi Sejarah

(9)

commit to user

ix

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala limpahkan rahmat, hidayah dan inayah-Nya, sehingga penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah dan terlimpahkan pada junjungan Kita Rasulullah SAW. Skripsi ini ditulis guna memenuhi sebagian persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Sejarah Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Kependidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Selama masa penyelesaian skripsi ini, cukup banyak hambatan yang menimbulkan kesulitan, namun berkat karunia Allah SWT dan peran berbagai pihak akhirnya kesulitan yang timbul dapat teratasi. Untuk itu, atas segala bentuk bantuannya, disampaikan terima kasih kepada :

1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin penyusunan skripsi.

2. Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah menyetujui permohonan ijin dalam penyusunan skripsi.

3. Ketua Program Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin dan pengarahan demi kelancaran penyusunan skripsi ini.

4. Drs. Tri Yuniyanto, M. Hum. selaku Pembimbing I, yang dengan sabar telah memberikan motivasi, masukan, dan saran yang membangun kepada penulis. 5. Drs. Saiful Bachri, M.Pd selaku Pembimbing II, yang dengan sabar juga telah

memberikan motivasi, masukan, dan saran yang membangun kepada penulis. 6. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Pendidikan Sejarah Jurusan Pendidikan

Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang dengan tulus telah memberikan ilmu kepada penulis.

(10)

commit to user

x

8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini.

Semoga Allah SWT membalas amal baik semua pihak yang telah berperan dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat kekurangan, sehingga kritik dan saran senantiasa penulis harapkan. Harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan khususnya bagi mahasiswa Prodi Sejarah.

Surakarta, Juli 2012

(11)

commit to user

xi DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………….… ... i

HALAMAN PENGAJUAN... ii

HALAMAN PERSETUJUAN …… ... ………... .. iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

ABSTRAK ………... v

HALAMAN MOTTO ... vii

HALAMAN PERSEMBAHAN………... ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ………... ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II LANDASAN TEORI ... 10

A. Tinjauan Pustaka ... 10

1. Liberalisme……….. . 10

2. Demokrasi………... ... 14

3. Sekularisme ... 19

4. Pluralisme Agama ……….... 22

5. Masyarakat Madani ... 26

B. Kerangka Berpikir ... 33

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 36

(12)

commit to user

xii

1. Tempat Penelitian ... 36

2. Waktu Penelitian ... 36

B. Metode Penelitian ... 37

C. Sumber Data ... 38

D. Teknik Pengumpulan Data ... 40

E. Teknik Analisis Data ... 41

F. Prosedur Penelitian ... 42

1. Heuristik ... 43

2. Kritik ... 44

3. Interpretasi ... 46

4. Historiografi ... 46

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 48

A. Latar Belakang Terbentuknya Jaringan Islam Liberal (JIL) ... 48

1. Akar dan Wajah Pemikiran Liberal ... 48

a. Liberalisme di Barat ... 48

b. Liberalisme dalam Islam ... 54

2. Masuknya Pengaruh Islam Liberal Ke Indonesia ... 59

c. Orientalisme ... 60

d. Kolonialisme di Indonesia ... 66

3. Politisasi Agama Pasca Orde Baru ... 70

4. Lahirnya Jaringan Islam Liberal di Indonesia ... 75

B. Pemikiran dan Strategi PengembanganJaringan Islam Liberal (JIL) 2001-2005 ... 80

1. Seputar Istilah dan Tokoh-tokoh Islam Liberal ... 80

a. Istilah Islam Liberal ... 80

b. Tokoh-tokoh Islam Liberal ... 82

2. Agenda Jaringan Islam Liberal tahun 2001-2005 ... 95

a. Agenda Politik ... 99

b. Pluralisme Agama ... 102

(13)

commit to user

xiii

d. Metode Hermeneutika untuk Al-Qur’an ... 110

e. Konsep Jihad ... 113

3. Strategi Pengembangan Islam Liberal di Indonesia... 115

C. Pengaruh Jaringan Islam Liberal (JIL) di Indonesia tahun 2001-2005 ... 119

1. Jaringan Islam Liberal dan Cita-cita Civil Society ... 119

a. Kehidupan Politik (Menggagas Agenda Penolakan Negara Syariat) ... 123

b. Kehidupan Agama (Mengedepankan Pluralisme Agama) ... 126

2. Respon dan Kritik terhadap Jaringan Islam Liberal... 128

BAB I SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ... 138

A. Simpulan ... 138

B. Implikasi ... 140

C. Saran ... 142

DAFTAR PUSTAKA ... 143

(14)

commit to user

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1: Bagan Kerangka Pemikiran ... 33

(15)

commit to user

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Keputusan Fatwa MUI Nomor: 7/MUNAS VII/MUI/11/2005

tentang Pluralisme, Liberalisme, dan Sekularisme Agama ... 152

Lampiran 2: Kliping Kementerian Agama “Pikiran Sesat Anti Islam Kuasai Departemen Agama”... 155

Lampiran 3: Artikel Kompas ... 158

a. Kompas 1 Februari 2002 1) “Kekerasan, ‘Sumbangan’ Modernisasi dan Fundamentalisme Agama” ... 158

2) “Momentum Kebangkitan Islam Moderat” ... 160

3) “Agama, Demokrasi dan HAM” ... 162

b. Kompas 26 April 2002 “Islam Liberal, Keberagaman Pasca Politisasi Agama” .... 164

c. Kompas 18 November 2002 “Menyegarkan Kembali Pemahaman Islam” ... 165

Lampiran 4: Artikel Suara Merdeka ... 167

a. Suara Merdeka 28 Juni 2002 “Kecurigaan Seputar Islam Liberal” ... 167

b. Suara Merdeka 30 September 2002 “Memahami Konsep Islam Liberal” ... 168

Lampiran 5: Artikel Majalah Gatra ... 170

c. Gatra 1 Desember 2001 “Perlawanan Islam Liberal” ... 170

d. Gatra 8 Desember 2001 1) “Kampanye Baru Mengangkat Tabu” ... 172

2) “Tafsir liberal dari Utan Kayu” ... 175

3) “Berkutat Pada Wilayah Publik” ... 177

4) “Melawan Ekstremisme Menuai Kesesatan” ... 180

5) “Postra Mengais Makna” ... 182

(16)

commit to user

xvi e. Gatra 21 Desember 2002

1) “Bahaya Bola Liar Fatwa Mati” ... 185

2) “Tafsir Agama Pemicu Fatwa” ... 189

3) “Ganjaran Bagi yang Berbeda”... 191

4) “Di Belakang Fatwa yang Membawa Maut” ... 194

Lampiran 6: Jurnal ... 195

a. “Counter Legal Draft Kompilasi Hukum Islam (CLD KHI) : Produk Fikih Liberal” ... 195

b. “The Rise of Liberal Islam Network (JIL) in Contemporary Indonesia” ... 214

Lampiran 7: Surat Keputusan Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan tentang Ijin Penyusunan Skripsi ... 240

(17)

commit to user 1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Liberalisme dalam ranah politik dimaknai sebagai sistem dan kecenderungan melaksanakan demokrasi sekaligus menentang sentralisasi. Di bidang ekonomi, liberalisme merujuk pada sistem pasar bebas yang membatasi intervensi pemerintah. Di wilayah sosial, liberalisme berarti emansipasi wanita, penyetaraan gender, menurunnya kontrol sosial terhadap individu dan nilai-nilai kekeluargaan. Sedangkan dalam urusan agama, liberalisme berarti kebebasan menganut, meyakini dan mengamalkan apa saja yang sesuai dengan kecenderungan, kehendak masing-masing bahkan mereduksi agama menjadi urusan privat (Syamsuddin Arif, 2008: 77).

Pada masa pemerintahan Belanda, Raffles berusaha melaksanakan pembaruan yang bersifat liberal di Nusantara dengan memperkenalkan sistem pemerintahan langsung dan sistem sewa tanah (land-rent) sebagai bentuk

kebebasan di bidang ekonomi (Parakitri T. Simbolon, 2007: 97-98), namun dalam praktiknya cita-cita pembaruan tersebut hanya sebatas teori. Periode selanjutnya, diterapkan sistem tanam paksa (cultuur stelsel) yang diiringi penyimpangan dan

kesengsaraan rakyat sehingga memicu tuntutan untuk beralih pada sistem usaha bebas yang bersifat liberal. Lahirnya UU Agraria dan UU Gula pada tahun 1870 membawa perekonomian bebas dengan masuknya modal swasta. Liberalisme di bidang ekonomi pada perkembangannya akan berpengaruh pada luasnya liberalisasi dalam aspek kehidupan lain.

(18)

commit to user

Hurgronje, pemerintah Hindia-Belanda baru mempunyai kebijakan yang jelas mengenai masalah Islam. Snouck menegaskan bahwa pada hakikatnya orang Islam di Indonesia penuh damai, tetapi di sisi lain Snouck tidak buta terhadap politik fanatisme Islam. Bagi Snouck, musuh kolonialisme bukanlah Islam sebagai agama, melainkan Islam sebagai doktrin politik (H.J. Benda, 1980: 45).

Kenyataannya Islam berfungsi sebagai titik pusat identitas yang melambangkan perlawanan terhadap penjajah (Aqib Suminto, 1985: 16). Sehubungan dengan politik tersebut, Snouck Hurgronje membagi Islam menjadi tiga bagian, yaitu ibadah, sosial-kemasyarakatan dan politik. Pemerintah memberikan kebebasan dalam masalah ibadah dan sosial-kemasyarakatan, tetapi tidak dalam hal politik. Pemerintah mencegah setiap usaha yang akan membawa rakyat pada fanatisme dan Pan Islam. Kebijakan pemerintah Hindia-Belanda dalam menghadapi tiga masalah ini dikenal dengan nama Politik Islam Hindia-Belanda.

Politik Etis yang dijalankan penjajah Belanda di awal abad 20 semakin menancapkan liberalisme di Indonesia. Salah satu bentuk kebijakannya disebut unifikasi, yaitu upaya mengikat negeri jajahan dan penjajahnya dengan menyampaikan kebudayaan Barat kepada orang Indonesia. Pendidikan yang disarankan Snouck Hurgronje, menjadi cara dalam proses unifikasi agar orang Indonesia dan penjajah mempunyai kesamaan persepsi dalam aspek sosial dan politik, meskipun ada perbedaan agama (Deliar Noer, 1991: 183). Secara langsung kebijakan politik balas budi khususnya dalam bidang pendidikan kepada golongan pribumi telah memperlebar jarak antara rakyat dan agamanya, dengan demikian Islam sebagai kekuatan politik akan mengalami krisis.

(19)

commit to user

tersebut, sehingga polarisasi reduktif seperti Islam versus Barat yang tampak sama-sama ingin menjadi penakluk juga akan semakin banyak (Said, 2010: xxiii).

Perubahan strategi dalam mengenali lawan politik pada masa penjajahan Belanda adalah fakta menarik di mana Islam adalah kekuatan politik yang ditakuti. Kurangnya pengetahuan yang tepat mengenai Islam, menyebabkan pemerintah Hindia-Belanda tidak berani mencampuri agama Islam secara langsung. Kedatangan Snouck Hurgronje telah mengubah politik Islam masa itu, pemahamannya tentang Islam meyakinkan pemerintah Hindia-Belanda bahwa Islam sebagai kekuatan politik dan religius tidak bisa dipandang rendah. Apabila ideologi Islam disebarkan untuk membuat perlawanan terhadap pemerintahan asing maka bahaya fanatisme agama akan menggerakkan rakyat untuk menghapus orde kolonial. Hal ini membawa Snouck pada pola penghancuran lawan dengan terjun langsung mempelajari secara mendalam tentang Islam (Agustina Dwi P. A., 2010: 54-56). Maka secara nyata tidak jarang bahwa orang-orang Barat telah mempelajari nilai-nilai Islam sebagai kekuatan yang pantas diperhitungkan.

Menurut keyakinan Islam, manusia adalah makhluk Tuhan. Ketinggian, keutamaan dan kelebihan manusia dari makhluk lain terletak pada akal yang dianugerahkan Tuhan kepadanya. Akal yang membuat manusia memiliki kebudayaan dan peradaban tinggi, akal manusia yang mewujudkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan selanjutnya bermanfaat dalam mengubah dan mengatur alam sekitarnya untuk kesejahteraan dan kebahagiaan manusia. Karena itu, akal mempunyai peranan penting dalam Islam. Dalam hal ini pandangan Islam rasional berkembang sebagai dinamika gagasan dan pemikiran Islam terutama di lingkungan pendidikan (Harun Nasution, 1995: 139). Islam rasional telah mempengaruhi cara pandang Islam terhadap pentingnya ilmu pengetahuan dan perkembangan teknologi yang berpusat pada peradaban Barat.

(20)

commit to user

kalangan pemikir dan intelektual Indonesia tidak dapat terlepas dari pengaruh para pemikir Barat yang menggagas liberalisasi Islam. Jika ditelusuri dalam sejarah pemikiran Islam di Indonesia, liberalisasi Islam sudah ditanamkan sejak zaman penjajahan Belanda. Tetapi secara sistematis, dari dalam organisasi Islam, Liberalisasi Islam di Indonesia dimulai awal tahun 1970-an. Pada 3 Januari 1970, Ketua Umum Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam Indonesia (HMI), Nurcholish Madjid, secara resmi menggulirkan perlunya dilakukan sekularisasi Islam dengan memperkenalkan konsep Islam Yes, Partai Islam No (Adian Husaini

dan Nuim Hidayat, 2002:30).

Gerakan liberalisasi pemikiran Islam yang sebenarnya lebih berunsur pengaruh eksternal daripada perkembangan alami dari dalam tradisi pemikiran Islam. Pengaruh eksternal itu dapat ditelusuri dari trend pemikiran liberal di Barat dan dalam tradisi keagamaan Kristen. Leornard Binder (2001: 4), di antara sarjana Barat keturunan Yahudi yang bertanggungjawab mencetuskan pergerakan Islam liberal dan mengorbitkannnya pada era 80-an, telah merinci agenda-agenda penting Islam Liberal. Ia menjelaskan perlu didukung dan disebarluaskannya pergerakan Islam Liberal. Selain rational discourse yang merupakan tonggak

utamanya, gerakan ini tidak lebih daripada alat untuk mencapai tujuan politik yaitu menciptakan pemerintahan liberal.

Tema liberalisme Islam yang diangkat Binder merupakan tema yang menggunakan dialog terbuka antara dunia Islam dengan dunia Barat, antara pemikiran Islam dan pemikiran Barat. Dalam konteks dialog tersebut, yang terjadi bukan hanya menarik akar-akar trend liberalisme Islam sampai ke dunia Barat, melainkan sebagai proses take and give yang saling mengisi dan menangani

persoalan-persoalan kemodernan, transformasi sosial, dan tradisi lokal (dalam konteks Binder adalah tradisi Arab). Maka tokoh-tokoh yang diangkat adalah Ali Abd Roziq, Abdullah Laroi, Thariq al-Bisyri, Muhammad Imarah, Muhammad Arkoun, dan Sumir Amin, yang berdialog secara kritis dengan pemikir liberalisme Barat, sosialisme, marxisme dan postmodernisme (Binder, 2001: 25-32).

(21)

commit to user

bidang kehidupan seperti liberalisme ekonomi, liberalisme budaya, liberalisme politik, dan liberalisme agama. Pada periode ini pengaruh liberalisme yang telah terjadi dalam agama Yahudi dan Kristian mulai diikuti oleh sekumpulan sarjana dan pemikir muslim seperti yang dilakukan oleh Nasr Hamid Abu Zayd (Mesir), Muhammad Arkoun (Al Jazair), Abdulah Ahmed Naim (Sudan), Asghar Ali Enginer (India), Aminah Wadud (Amerika), Nurcholis Madjid, Syafii Maarif, Abdurrahman Wahid, Ulil Abshar Abdalla (Indonesia), Muhamad Shahrour (Syria), Fetima Mernisi (Marocco), Abdul Karim Soroush (Iran), Khaled Abou Fadl (Kuwait) dan lain-lain. Di samping itu terdapat banyak kelompok diskusi, dan institusi seperti Jaringan Islam Liberal (JIL-Indonesia), Sister in Islam (Malaysia) hampir di seluruh negara Islam (Puslitbang Kehidupan Keagamaan, 2007).

Munculnya fenomena paham keIslaman yang beragam pada dasarnya menghendaki upaya dalam mencapai cita-cita Islam. Dalam perjalanan sejarahnya, Islam yang bersumber pada Al-Qur’an dan Al-Hadist telah dipahami oleh para penganutnya dengan latar belakang sosial, kultural, politik, pendidikan, kecenderungan, disiplin, aliran dan sebagainya yang berbeda-beda. Berbagai keragaman latar belakang yang dimiliki penganutnya itu ternyata telah digunakan untuk memahami Al-Qur’an dan Al-Hadist. Dari sinilah Islam dalam kenyataan empiris lahir dalam sosok dan cara yang bervariasi, meskipun sumber yang digunakan adalah sama (Abuddin Nata, 2001 : 211).

Wacana rasional agama Islam bertujuan menyelaraskan antara amalan dengan norma wahyu, sejarah, nalar, atau penafsiran, sedangkan wacana rasional dalam pemikiran liberal selalu mengarah kepada kesepakatan yang berlandaskan kemauan baik. Pemikiran liberal Barat tidak memprediksikan bahwa wacana rasional akan selalu menuju kesepakatan tentang bangunan institusi yang sama (yakni negara demokrasi ideal) namun meyakini bahwa kesinambungan politik-budaya dalam peradaban Barat terlaksana karena upaya yang kontinue dalam menerapkan wacana rasional, meskipun dengan pengalaman sejarah yang heterogen (Binder, 2001: 6).

(22)

commit to user

pembaruan Islam dalam dua abad terakhir kepada empat macam, yaitu revivalisme Islam, Modernisme Islam, revivalisme Islam dan neo-modernisme Islam. Gerakan neo-neo-modernisme Islam mempunyai karakteristik sintesis progresif dari rasionalitas modernis dengan ijtihad dan tradisi klasik. Gagasan neo-modernisme Islam Fazlur Rahman di Indonesia telah muncul dalam kemasan baru yang disebut Islam Liberal (Abd A’la, 2003: 227). Meskipun tipologi Fazlur Rahman ini dimaksudkan untuk seluruh dunia Islam, tetapi tipologi keempat gerakan tersebut diwakili juga oleh tokoh-tokoh Indonesia, seperti Nurcholis Madjid, Abdurrahman Wahid, Djohan Effendi dan Ahmad Wahib.

Greg Barton (1999: 8) menegaskan bahwa telah muncul gerakan intelektual Islam baru di Indonesia sekitar tahun 1970-an. Gerakan tersebut selain lahir dari tradisi Modernisme Islam yang terdahulu dan telah ada di Indonesia, juga secara tangguh tampil berbeda baik dari sisi konsepsi maupun aplikasi gagasannya dengan pendekatan yang khas. Gerakan pemikiran baru ini berkembang membawa misi suci yaitu memadukan cita-cita liberal progresif dengan keimanan yang saleh. Selain itu Barton (1999: 15) menekankan konsep gerakan pembaruan pemikiran Islam bukan sebagai reaksi oportunistik terhadap realitas perubahan politik masa itu melainkan sebuah gerakan intelektual yang menghendaki rasionalitas dalam kehidupan beragama. Namun, Islam sebagai kekuatan Ideologis yang cukup besar telah berakibat pada konsekuensi politik yang ditampilkan tokoh-tokoh gerakan neo-modernis.

(23)

commit to user

wanita, menyamakan agama Islam dengan agama lain (Pluralisme teologis) dan memperjuangkan demokrasi Barat serta sejenisnya.

Di Indonesia, dalam akhir abad 20 publikasi mazhab pemikiran yang disebut Islam liberal itu memang tampak dikerjakan secara sistematis. Pengelolanya menamakan diri dengan Jaringan Islam Liberal (JIL). Sebelum lahir Jaringan Islam Liberal, wacana Islam liberal beredar di meja-meja diskusi dan sederet kampus, akibat terbitnya buku Islamic Liberalism (Chicago, 1988) karya Leonard Binder, dan Liberal Islam (Oxford, 1998) hasil editan Charles Kurzman (Asrori S. Karni & Mujib Rahman, 2001 : 29). Beberapa basis Islam Liberal yang berkembang di masyarakat muncul dari puluhan aktivitas intelektual muda berbagai kelompok muslim moderat yang merasa bahwa kondisi sosial keagamaan pasca Orde Baru (menurut para pendiri JIL) dirasakan semakin menunjukkan wajah Islam yang tidak ramah dan cenderung menampilkan konservatifismenya. Dalam pandangan para tokoh JIL, publik saat itu diwarnai dengan pemahaman masalah sosial keagamaan yang radikal dan anti-pluralisme.

Sejak akhir tahun 1990-an muncul dikalangan anak muda muslim yaitu kelompok yang menamakan dirinya Islam Liberal. Kelompok anak muda ini mencoba memberikan respon terhadap permasalahan-permasalahan yang muncul pada akhir abad ke 20 dan awal abad ke 21. Jika kelompok cendekiawan masa orde baru tidak berani menyebut diri mereka secara langsung sebagai kelompok Islam Liberal, tetapi anak-anak muda yang muncul pada akhir tahun 1990-an (era reformasi) secara berani menyebut diri mereka Islam liberal yang terlihat dari berbagai agendanya tentu bisa dikaitkan dengan faham liberalisme yang ada di Barat (Adian husaini dan Nuim Hidayat, 2002:4)

(24)

commit to user

Pemahaman Islam” (Kompas, 18 November 2002) mengudara diberbagai forum

diskusi Islam, bersama dengan itu Jaringan Islam Liberal justru semakin gencar mengibarkan bendera Islam Liberalnya (Mu’arif, 2005: 14).

Berdasarkan latar belakang di depan, maka kajian mengenai sejarah Islam khususnya pasang surut sejarah pemikiran Islam liberal perlu dilakukan penelitian dengan judul “Jaringan Islam Liberal (Studi Gerakan Pemikiran

Islam Liberal di Indonesia Tahun 2001 – 2005)”. Dalam pembahasan ini dilakukan pembatasan masalah pada latar belakang, perkembangan, gagasan, strategi serta pengaruh Jaringan Islam Liberal sejak kemunculannya dalam memperkenalkan Islam Liberal melalui media masa sampai keluarnya Fatwa haram Majelis Ulama Indonesia tahun 2005 bahwa pluralisme, sekularisme dan liberalisme merupakan paham yang bertentangan dengan ajaran agama Islam.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah latar belakang terbentuknya Jaringan Islam Liberal (JIL) di Indonesia?

2. Bagaimanakah pemikiran dan strategi Jaringan Islam Liberal (JIL) dalam mengembangkan Islam liberal di Indonesia pada tahun 2001-2005?

3. Bagaimanakah pengaruh Jaringan Islam Liberal (JIL) terhadap kehidupan agama dan politik di Indonesia tahun 2001-2005?

C. Tujuan Penulisan

Berdasarkan permasalahan diatas, tujuan yang ingin dicapai dari penulisan ini adalah untuk mengetahui :

1. Latar belakang terbentuknya Jaringan Islam Liberal (JIL) di Indonesia.

(25)

commit to user

3. Pengaruh Jaringan Islam Liberal (JIL) terhadap kehidupan agama dan politik di Indonesia tahun 2001-2005.

D. Manfaat Penulisan

1. Manfaat Teoritis

a. Dengan penelitian ini diharapkan dapat menambah kajian tentang Pemikiran Islam liberal di Indonesia.

b. Untuk memberikan sumbangan pengetahuan ilmiah yang berguna dalam rangka pengembangan ilmu sejarah khususnya Sejarah Pemikiran Islam.

c. Dapat menambah wawasan pembaca khususnya mahasiswa tentang Perkembangan Pemikiran Islam liberal di Indonesia yang difokuskan pada Jaringan Islam Liberal sehingga diharapkan nantinya ada studi lebih lanjut mengenai pemikiran Islam.

2. Manfaat Praktis

a. Untuk memenuhi salah satu syarat guna meraih gelar Sarjana Kependidikan Program Studi Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

b. Dapat memberikan motivasi kepada para sejarawan untuk selalu mengadakan penelitian ilmiah.

c. Merupakan sumber referensi bagi mahasiswa Program Sejarah FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang akan meneliti lebih lanjut mengenai perkembangan Pemikiran Islam di Indonesia.

(26)

commit to user 10 BAB II

KAJIAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka 1. Liberalisme

Istilah liberalisme berasal dari bahasa latin, liber yang artinya bebas atau

merdeka. Terkait erat dengan konsep manusia merdeka, bisa sejak lahir ataupun merdeka setelah dibebaskan (mantan budak atau freedman). Prinsip liberalisme

yang paling mendasar ialah pernyataan bahwa tunduk pada otoritas adalah bertentangan dengan hak asasi, kebebasan dan harga diri manusia (Syamsuddin Arif, 2008: 76). Liberalisme atau Liberal adalah sebuah ideologi, pandangan filsafat, dan tradisi politik yang didasarkan pada pemahaman bahwa kebebasan adalah nilai politik yang utama. Secara umum, liberalisme mencita-citakan suatu masyarakat yang bebas, dicirikan oleh kebebasan berpikir bagi para individu. Paham liberalisme menolak adanya pembatasan, khususnya dari pemerintah dan agama. Syamsuddin Arif (2008: 77), menjelaskan bahwa di zaman pencerahan, kaum intelektual dan politisi Eropa menggunakan istilah liberal untuk membedakan diri mereka dari kelompok lain. Sebagai kata sifat, liberal digunakan untuk menunjuk sikap anti feodal, anti kemapanan, anti rasial, bebas merdeka, berpikir luas lagi terbuka.

(27)

commit to user

hanya mengatur kehidupan masyarakat secara terbatas, d. kekuasaan dari seseorang terhadap orang lain merupakan hal yang buruk, e. suatu masyarakat dikatakan berbahagia apabila setiap individu atau sebagian terbesar individu berbahagia.

Paham Liberalisme disimpulkan mencakup tiga hal, yaitu: a. kebebasan berpikir tanpa batas (free thingking), berarti kebebasan memikirkan apa saja dan

siapa saja, b. senantiasa meragukan dan menolak kebenaran alias sophisme, lebih

dikenal dengan skeptisisme, agnotisisme dan relativisme, c. sikap longgar dan semena-mena dalam beragama (loose adherence to and free exercise of religion),

di mana seseorang tidak mau dikatakan kafir walaupun dirinya sudah tidak

committed lagi pada ajaran agama (Syamsuddin Arif, 2008: 79).

Sejarah liberalisme termasuk juga liberalisme agama adalah tonggak baru bagi sejarah kehidupan masyarakat Barat. Karena itu, disebut dengan periode pencerahan. Perjuangan untuk kebebasan mulai dihidupkan kembali di zaman renaissance. Paham ini muncul ketika terjadi konflik antara pendukung negara kota yang bebas melawan pendukung Paus. Liberalisme lahir dari sistem kekuasaan sosial dan politik sebelum masa Revolusi Prancis berupa sistem merkantilisme, feodalisme, dan gereja roman Katolik. Liberalisme pada umumnya meminimalkan campur tangan negara dalam kehidupan sosial. Sebagai satu ideologi, liberalisme bisa dikatakan berasal dari falsafah humanisme yang mempermasalahkan kekuasaan gereja di zaman renaissance dan juga dari golongan Whings semasa Revolusi Inggris yang menginginkan hak untuk memilih raja dan membatasi kekuasaan raja dengan menentang sistem merkantilisme dan bentuk-bentuk agama kuno. Liberalisme selalu menentang sistem kenegaraan yang didasarkan pada hukum agama.

Tiga hal yang mendasar dari Ideologi Liberalisme yaitu kehidupan, kebebasan dan hak milik (life, liberty and property). Syeikh Sulaiman al-Khirasyi

(28)

commit to user

mengungkapkan pendapat, kepemilikan pribadi dan kebebasan individu serta sejenisnya. Secara umum asas liberalisme terdiri dari tiga hal: kebebasan, individualis dan mendewakan akal.

a. Asas pertama: Kebebasan

Setiap individu bebas dalam perbuatannya dan mandiri dalam tingkah lakunya tanpa diatur negara atau lainnya. individu hanya dibatasi oleh undang-undang yang dibuat sendiri dan tidak terikat dengan aturan agama. Dengan demikian, liberalisme disini adalah sisi lain dari sekularisme secara pengertian umum yaitu memisahkan agama dan member ruang untuk lepas dari ketentuannya. Sehingga manusia itu bebas berbuat, berkata, berkeyakinan dan berhukum seperti apa yang diinginkan tanpa batasan syari’at Allah. Manusia menjadi tuhan untuk dirinya dan penyembah hawa nafsunya serta bebas dari hukum ilahi dan tidak diperintahkan mengikuti ajaran ilahi.

b. Asas kedua: Individualisme (Al-Fardiyah)

Ada dua pemahaman dalam Liberalisme: Pertama, Individual dalam pengertian ananiyah (keakuan) dan cinta diri sendiri. Pengertian inilah yang

menguasai pemikiran Eropa sejak masa kebangkitan Eropa hingga abad ke-20 Masehi. Kedua, Individual dalam pengertian kemerdekaan pribadi. Inilah

pemahaman baru dalam agama liberal yang dikenal dengan Pragmatisme.

c. Asas ketiga: Mendewakan Akal (Aqlaniyah)

Kemerdekaan akal dalam mengetahui dan mencapai kemaslahatan serta kemanfaatan tanpa membutuhkan kekuatan di luarnya. Hal ini dapat terlihat dari hal-hal berikut ini:

1) Kebebasan adalah hak-hak yang dibangun atas dasar materi bukan permasalahan di luar materi yang dapat dilihat dan diketahuinya dengan akal, panca indera serta penelitian.

(29)

commit to user

Sehingga sebelum melakukan percobaan, manusia tidak mengetahui apa-apa dan belum mampu untuk memastikan sesuatu. Ini dinamakan ideologi toleransi (al-Mabda’ at-Tasaamuh). Hakekatnya adalah

menghilangkan komitmen agama, karena itu memberikan manusia hak untuk berkeyakinan dan menunjukkannya serta tidak boleh mengkafirkannya. Negara berkewajiban melindungi rakyatnya, karena negara dalam hal ini terbentuk untuk menjaga hak-hak asasi setiap orang. Sehingga menuntut negara terpisah total dari agama dan madzhab pemikiran yang ada. Ini jelas dibuat oleh akal yang hanya beriman kepada perkara kasat mata sehingga menganggap agama itu tidak ilmiah dan tidak dapat dijadikan sumber ilmu.

3) Undang-undang yang mengatur kebebasan kelompok liberal adalah undang-undang buatan manusia yang bersandar pada akal yang merdeka dan jauh dari syari’at Allah. Sumber hukum mereka dalam undang-undang dan individu adalah akal.

Liberalisme berkaitan erat dengan perkembangan Jaringan Islam Liberal, bukan hanya terlihat dari nama yang diusung namun dari agenda yang dikembangkan oleh Jaringan Islam Liberal untuk menyegarkan pemikiran Islam melalui asas yang terdapat dalam liberalisme. Disatu sisi liberal berarti liberasi (pembebasan) kaum muslim dari kolonialisme yang saat itu menguasai hampir seluruh dunia Islam. Di sisi lain berarti pembebasan kaum muslim dari cara berpikir dan berperilaku yang menghambat kemajuan.

(30)

commit to user

dengan aliran-aliran rasional seperti Qadariyah, Mu’tazilah, Ahl ar-Ra’yi (Zuly Qodir, 2010: 84-85).

Menurut Budi Handrianto (2007: 2), kriteria pengusung ide Islam Liberal adalah seseorang yang menolak pendirian Negara Islam atau menolak pemberlakuan syariat Islam baik total maupun parsial dalam sebuah Negara non-Islam sebagai hukum positif terutama berkaitan dengan hukum pidana, memisahkan antara peran agama dan Negara. Agama hanya mengurus masalah individu dan Negara tidak dibenarkan memasuki ruang privat termasuk di dalamnya agama. Melakukan tafsir bebas terhadap Al-Qur’an dan Hadist yang di luar mainstream pendapat ulama-ulama terkemuka dan literatur dari awal Islam

hingga saat ini, membela hak-hak wanita dalam arti melepaskan wanita dari peraturan yang dirasa membelenggu dan membebaskan wanita dari sistem paternalistik dan dominasi pria, di mana wanita dan pria dianggap sama dalam segala hal. Membela kalangan non-muslim tanpa proporsi, membela kebebasan berpikir baik itu yang sejalan maupun tidak dengan agama di dalamnya adalah ide pluralisme agama, anti otoritas, merelatifkan kebenaran, membela gagasan kemajuan meskipun harus berbenturan dengan norma dan etika agama.

Menurut Greg Barton (1999: 9), beberapa prinsip gagasan Islam liberal yang dikembangkan di Indonesia: a. pentingnya kontekstual ijtihad, b. komitmen terhadap rasionalitas dan pembaharuan, c. penerimaan terhadap pluralisme sosial dan pluralisme agama-agama, d. pemisahan agama dari partai politik dan adanya posisi non sektarian negara. Beberapa megaproyek Jaringan Islam Liberal dengan jelas menunjukkan bahwa kebebasan adalah hal terpenting untuk diperjuangkan sesuai prinsip-prinsip liberalisme terutama dalam pengambilan hukum atau metode ijtihadnya menggunakan metode rasio bebas dan penafsiran Al-Qur’an

dengan metode hermeneutika. Secara langsung, agenda-agenda Jaringan Islam

Liberal berlandaskan pada paham liberal yang sebelumnya telah berkembang di Barat.

2. Demokrasi

(31)

commit to user

monarki konstitusi dan bahkan revolusi, seperti di perancis, yang sekaligus merubah kerajaan menjadi republik. Secara etimologis, demokrasi berasal dari bahasa yunani, yaitu dari kata demos yang berarti rakyat dan kratos yang berarti

pemerintahan atau kratein yang berarti memerintah. Demokrasi dapat

diterjemahkan sebagai “kekuasaan rakyat”. Dengan kata lain demokrasi adalah pemerintahan yang dijalankan oleh rakyat baik secara langsung maupun tidak langsung (melalui perwakilan). Dengan demikian dalam suatu Negara yang menganut sistem pemerintahan demokrasi, kekuasaan tertinggi ada ditangan rakyat sebagaimana pengertian demokrasi yang diucapkan oleh Abraham Lincoln

the goverment from the people, by the people and for the people (suatu

pemerinthan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat) (http://masri.blog.com,

diakses 27 Desember 2011).

Demokrasi adalah sebuah bentuk pemerintahan di mana rakyat yang berkuasa. Pemerintah dalam Negara demokrasi pada dasarnya adalah pilihan rakyat yang berdaulat dan diberi tugas untuk menyelenggarakan pemerintahan Negara serta mempertanggungjawabkan pada rakyat. Demokrasi adalah bentuk pemerintahan yang berasal dari rakyat, dilaksanakan oleh rakyat dan dipergunakan untuk kepentingan rakyat.

Robert A. Dahl dalam studinya Dilemmas of Pluralist Democracy

menjelaskan bahwa demokrasi pada hakekatnya merupakan penataan hubungan antara pemberian otonomi di satu sisi dengan kebutuhan akan kontrol di sisi lain (Eep Saefulloh, 1994: 44). Lebih lanjut Dahl menggambarkan dalam hubungan tersebut demokrasi menghadapi 6 kontradiksi: a. hak versus kebutuhan umum,

b. masyarakat yang terbuka versus masyarakat yang lebih tertutup, c. persamaan

individu versus persamaan kolektif, d. persamaan versus perbedaan, e. sentralisasi

versus desentralisasi, f. konsentrasi versus ketersebaran kekuasaan dan

sumber-sumber politik. Bagi Dahl, demokrasi tidak lain adalah satu model ideal pengelolaan konflik otonomi (kebebasan) versus kontrol (pengendalian). Istilah

(32)

commit to user

memaksakan persamaan serta mematikan kemajemukan dan realitas konflik politik (Eep Saefulloh, 1994: 55).

Demokrasi institusional atau prosedural dikemukakan oleh Joseph A. Schumpeter sebagai kesepakatan kelembagaan untuk mencapai keputusan-keputusan politik di mana individu-individu meraih kekuasaan untuk menentukannya melalui sebuah perjuangan kompetitif yang mewakili suara rakyat. Sedangkan demokrasi menurut David Beetham adalah sebuah modus pembuatan keputusan tentang sejumlah peraturan dan kebijakan yang secara kolektif bersifat mengikat di mana rakyat menjalankan kontrolnya (Masdar Hilmy, 2009: 28).

Tiga komponen demokrasi politik, yaitu: a. persaingan (competition) antara pribadi atau organisasi politik untuk merebut posisi pemerintahan, b. partisipasi politik yaitu dengan pemilihan wakil-wakil rakyat untuk duduk di kursi parlemen, dan kebebasan serta persamaan (civil and political freedom), c.

kebebasan untuk mengekspresikan dan mengeluarkan pendapat tanpa takut terhadap kekuatan manapun. Secara terminologi, demokrasi adalah suatu sistem yang digunakan untuk menjalankan pemerintahan yang berdasarkankan pada kedaulatan di tangan rakyat yang kebijakan-kebijakannya ditujukan untuk mensejahterakan keseluruhan rakyat di dalam negara tersebut.

(33)

commit to user

direpresentasikan oleh era reformasi berdampak signifikan kepada pergantian sistem politik sentralistik menuju pemerintahan yang lebih demokratis (Masdar Hilmy, 2009: 101). Kondisi keagamaan yang cenderung mengalami penekanan masa Orde Baru juga secara langsung memberikan harapan baru di era selanjutnya (reformasi)

Wacana Islam dan demokrasi dapat dikelompokkan menjadi beberapa pemikiran, yaitu: Islam dan demokrasi sebagai dua sistem politik yang berbeda. Islam sebagai agama yang kaffah (sempurna) tidak saja mengatur soal keimanan

(aqidah) dan ibadah, melainkan mengatur segala aspek kehidupan umat manusia.

Dengan demikian, Islam dan demokrasi adalah dua hal yang berbeda. Adanya prinsip-prinsip demokrasi dalam Islam, tetapi mengakui adanya perbedaan antara Islam dan demokrasi. Islam merupakan sistem politik demokratis jika demokrasi didefinisikan secara substantif, yaitu kedaulatan di tangan rakyat dan negara merupakan terjemahan dari kedaulatan rakyat ini. Islam adalah sistem nilai yang membenarkan dan mendukung sistem politik demokrasi seperti yang dipraktikkan negara-negara maju. Islam dalam demokrasi tidak hanya karena prinsip syura

(musyawarah), tetapi juga karena adanya konsep ijtihad dan ijma’ (konsesus)

(http://alharasy.multiply.com/journal/item/4?&show_interstitial=1&u=%2Fjourn

al%2Fitem diakses 3 januari 2012).

Vali Nasr berpendapat bahwa “Muslim Demokrasi” (Masdar Hilmy, 2009: 105) telah lahir dan berkembang sejak awal 1990-an di beberapa Negara dengan jumlah mayoritas penduduk beragama Islam. Meskipun mendukung gagasan Islam dan demokrasi, dia berargumentasi bahwa demokrasi di dunia Islam tidaklah muncul dari kerangka konseptual keagamaan ideologis yang merepresentasikan sebuah sintesis antara islam dan demokrasi melainkan dari hubungan pragmatis yang muncul di banyak negara Islam sebagai respon politik.

(34)

commit to user

demokratis, yaitu: 1) pentingnya kesadaran akan pluralism, 2) musyawarah, 3) perkembangan moral, 4) pemufakatan yang jujur dan sehat, 5) pemenuhan segi-segi ekonomi, 6) kerjasama antar warga masyarakat dan sikap mempercayai maksud baik masing-masing, 7) pandangan hidup demokratis harus dijadikan unsur yang menyatu dengan sistem pendidikan.

Robert Pinkney menjelaskan tentang model-model demokrasi di Indonesia. Dua model demokrasi yang relevan untuk dikemukakan, yaitu demokrasi berwawasan radikal (radical democracy), dan demokrasi berwawasan

liberal (liberal democracy). Menurut Pinkney, demokrasi radikal ditandai dengan

kuatnya pandangan bahwa hak-hak setiap warga negara dilindungi dengan prinsip persamaan di depan hukum, tetapi perhatian yang diberikan tidak sama dengan perlindungan hak individu di bawah demokrasi liberal. Sedangkan demokrasi liberal lebih menekankan pada pengakuan terhadap hak-hak warga negara, baik sebagai individu maupun anggota masyarakat. Oleh karena itu lebih bertujuan menjaga tingkat representasi warga negara dan melindunginya dari tindakan kelompok lain ataupun dari negara. Negara dalam hal ini tidak berposisi sebagai operator kehendak mayoritas, karena dikhawatirkan akan bertentangan dengan kepentingan minoritas. Kelompok yang berwawasan demokrasi radikal adalah mereka yang pro syariat. Dengan pemahaman utama bahwa karena mayoritas warga negara beragama Islam maka sudah seharusnya jika hukum yang diimplementasikan bersumber dari syariat. Namun disadari bahwa implementasi syariat hanya bisa dilakukan melalui mekanisme konstitusional, maka kelompok ini percaya bahwa usaha tersebut baru tercapai jika mampu mendominasi panggung politik (Arskal Salim dalam

http://islamlib.com/id/artikel/islam-di-antara-dua-model-demokrasi, diakses 19 Februari 2012).

Dapat dipahami bahwa fungsi demokrasi menjadi penting (essential) bagi

(35)

commit to user

kekuasaan menyetujui demokrasi ala Barat. Dalam hal ini, Jaringan Islam Liberal berusaha menjadi bagian bahkan jaringan yang mempelopori agenda demokrasi di samping banyak organisasi dan institusi Islam yang telah ada. Secara umum, agenda Jaringan Islam Liberal menghendaki sebuah negara yang mengedepankan asas demokrasi terutama dalam penempatan agama.

3. Sekularisme

Sekularisme di Indonesia menjadi bahan perbincangan terutama di kalangan intelektual muslim sejak dikenalkan Nurcholis Madjid melalui makalahnya yang berjudul ”Keharusan Pembaharuan Pemikiran Islam dan Masalah Integrasi Umat”. Gagasan sekularisasi yang menurut Nurcholis berbeda dengan istilah sekularisme menunjukkan analogi-analogi pemikiran yang dipengaruhi gagasan sekularisasi Harvey Cox dalam bukunya The Secular City.

Menurut Cox, sekularisasi adalah suatu keharusan dalam Kristen, namun dengan lugas Nurcholis juga menyatakan bahwa sekularisasi adalah keharusan bagi semua agama khusunya Islam. Kemiripan analogi yang digunakan menimbulkan kritik berbagai kalangan karena jelas problem latar belakang sejarah Kristen dan Islam adalah berbeda (Adian Husaini, 2005: 257-265)

Secara bahasa, sekuler berasal dari bahasa latin saeculum yang bermakna

ganda yaitu ruang dan waktu. Istilah ruang merujuk pada pengertian dunia atau duniawi sedangkan waktu berarti sekarang atau kini. Kata secular akhirnya

(36)

commit to user

Ensiklopedi Islam yang dikutip Heri Ruslan dalam Republika (2012: B1) mendefinisikan sekularisme sebagai suatu aliran atau sistem doktrin dan praktik yang menolak segala bentuk yang diimani dan diagungkan oleh agama atau keyakinan harus terpisah sama sekali dari masalah kenegaraan (urusan duniawi). Sedangkan Sayyid Qutub memahami sekularisme sebagai pembangunan struktur kehidupan tanpa dasar agama, sehingga Qutub memandang sekularisme adalah musuh Islam yang paling berbahaya.

Menurut Lutfi Assyaukani dalam Jawa Pos (11 April 2005), Sekularisme

adalah sebuah istilah netral untuk merujuk konsep tentang pemisahan agama dan negara. Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh George Jacob Holyoake (1817-1906) seorang sarjana Inggris, sebagai sebuah gagasan alternatif untuk mengatasi ketegangan panjang antara otoritas agama dan otoritas negara di Eropa. Dengan sekularisme, masing-masing agama dan negara memiliki otoritasnya sendiri-sendiri: negara mengurusi politik sedangkan agama mengurusi gereja. Dalam perkembangannya, sekularisme menjadi konsep yang efektif, bukan hanya dalam meredam konflik dan ketegangan antara kuasa agama dan negara, tapi juga dalam memberikan landasan pada demokrasi dan persamaan hak. Sebuah demokrasi yang baik hanya bisa berjalan jika ia mampu menerapkan prinsip-prinsip sekularisme dengan benar. Sebaliknya, demokrasi yang gagal atau buruk adalah demokrasi yang tidak menjalankan prinsip-prinsip sekularisme secara benar.

Zia Gokalp, seorang sosiolog terkemuka dan politikus nasional Turki menggulirkan perlunya pemisahan antara masalah ibadah serta keyakinan dan muamalah. Sehingga, terjadi pemisahan antara kekuasaan spiritual Khalifah dan kekuasaan duniawi sultan di Turki Usmani (Heri Ruslan, Republika 2012: B1).

(37)

commit to user

Sekularisme di Barat terus berkembang dan disebarluaskan seiring dengan proses penjajahan yang dilakukan. Ide-ide sekularisme terus ditancapkan dan diajarkan kepada generasi muda Islam. Hasilnya, begitu negeri-negeri Islam mempunyai kesempatan untuk memerdekakan diri, bentuk negara dan pemerintahan yang di bangun ummat Islam sepenuhnya mengacu pada prinsip sekularisme dengan segala turunannya. Mulai dari pengaturan pemerintahan, ekonomi, sosial, budaya, termasuk tentunya adalah dalam pengembangan model pendidikannya. Bahkan di lembaga pendidikan formal Islam di dunia Islam-pun tidak luput dari prinsip dan serangan sekularisme. Pada awalnya (di Indonesia tahun 1970-an), pembicaraan mengenai penelitian agama, yaitu menjadikan agama (lebih khusus adalah agama Islam) sebagai obyek penelitian adalah suatu hal yang masih dianggap tabu. Namun, jika diamati perkembangannya, khususnya mengenai metodologi penelitiannya, maka akan terlihat bahwa agama Islam benar-benar telah menjadi sasaran obyek studi dan penelitian. Agama telah didudukkan sebagai gejala budaya dan gejala sosial. Penelitian agama akan melihat agama sebagai gejala budaya dan penelitian keagamaan akan melihat agama sebagai gejala sosial.

Jika obyek penelitian agama dan keagamaan hanya memberikan porsi agama sebatas pada aspek budaya dan aspek sosialnya, maka perangkat metodologi penelitiannya tidak berbeda dari perangkat metodologi penelitian sosial sebagaimana yang ada dalam episthemologi ilmu sosial dalam sistem

(38)

commit to user

Islam liberal yakin bahwa bentuk negara yang sehat bagi kehidupan agama dan politik adalah negara yang memisahkan kedua wewenang tersebut. Agama adalah sumber inspirasi yang dapat mempengaruhi kebijakan publik, tetapi agama tidak memiliki hak suci untuk menentukan segala bentuk kebijakan publik. Agama berada di ruang privat, dan dan urusan publik harus diselenggarakan melalui proses konsensus.

4. Pluralisme Agama

Pluralisme berasal dari kata plural yang berarti banyak atau berbilang atau bentuk kata yang digunakan untuk menunjukan lebih daripada satu. Pluralisme dalam filsafat adalah pandangan yang melihat dunia terdiri dari banyak makhluk. Pluralisme agama (religious pluralism) adalah sebuah paham

tentang ”pluralitas” (Adian Husaini, 2005: 334). Merupakan paham bagaimana melihat keragaman dalam agama-agama. John Hick, salah satu tokoh utama paham religious pluralism mengajukan gagasan pluralisme sebagai

pengembangan dari inklusivisme. Agama adalah jalan yang berbeda-beda menuju pada keparipurnaan yang sama.

Pluralisme dalam bahasa Inggris menurut Anis Malik Thoha (2005: 11) mempunyai tiga pengertian, yaitu: a. pengertian kegerejaan: sebutan untuk orang yang memegang lebih dari satu jabatan dalam struktur kegerejaan, memegang dua jabatan atau lebih secara bersamaan, baik bersifat kegerejaan maupun non kegerejaan; b. pengertian filosofis: berarti sistem pemikiran yang mengakui adanya landasan pemikiran yang mendasarkan lebih dari satu; c. pengertian sosio-politis: adalah suatu sistem yang mengakui koeksistensi keragaman kelompok, baik yang bercorak ras, suku, aliran maupun partai dengan tetap menjunjung tinggi aspek-aspek perbedaan yang sangat kerakteristik di antara kelompok-kelompok tersebut.

(39)

commit to user

substansinya yang sangat asasi yaitu sesuatu yang sakral. Dari definisi tersebut, maka dapat ditarik suatu pengertian bahwa "pluralisme agama" adalah kondisi hidup bersama (koeksistensi) antar agama (dalam arti yang luas) yang berbeda-beda dalam satu komunitas dengan tetap mempertahankan ciri-ciri spesifik atau ajaran masiang-masing agama. Namun dari segi konteks dimana pluralisme agama sering digunakan dalam studi-studi dan wacana sosio-ilmiah pada era modern ini, memiliki definisi yang berbeda. John Hick, yang dikutip Anis Malik Thoha (2005: 15), menyatakan :

…pluralisme agama adalah suatu gagasan bahwa agama-agama besar dunia merupakan persepsi dan konsepsi yang berbeda tentang, dan secara bertepatan merupakan respon yang beragam terhadap, Yang Real atau Yang Maha Agung dari dalam pranata kultural manusia yang bervariasi; dan bahwa transformasi wujud manusia dari diri menuju pemusatan-hakikat terjadi secara nyata dalam setiap masing-masing pranata kultural manusia tersebut dan terjadi, sejauh yang dapat diamati, sampai pada batas yang sama.

Dengan kata lain, Hick menurut Anis menegaskan sejatinya semua agama adalah merupakan manifestasi-manifestasi dari realitas yang satu. Dengan demikian, semua agama sama dan tidak ada yang lebih baik dari yang lain.

Majelis Ulama Indonesia yang di kutip Syamsuddin Arif mendefiniskan Pluralisme Agama sebagai :

Pluralisme Agama adalah suatu paham yang mengajarkan bahwa semua agama adalah sama dan karenanya kebenaran setiap agama adalah relatif; oleh sebab itu, setiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim bahwa hanya agamanya saja yang benar sedangkan agama yang lain salah. Pluralisme juga mengajarkan bahwa semua pemeluk agama akan masuk dan hidup berdampingan di surga (www.salafiah.net)

(40)

commit to user

Pluralisme adalah sebuah aturan Tuhan (Sunatullah) yang tidak akan berubah dan

tidak mungkin diingkari atau dilawan (Adian Husaini, 2010: 6 dalam

www.adianhusaini.com diakses 9 Nopember 2011).

Sebagai sebuah bentuk liberalisasi agama, Pluralisme Agama adalah respon teologis terhadap political pluralism yang telah cukup lama digulirkan (sebagai wacana) oleh para peletak dasar-dasar demokrasi pada awal dan yang secara nyata dipraktikan oleh Amerika Serikat. Kecendrungan umum dunia Barat pada waktu itu telah berusaha menuju modernisasi di segala bidang. Dan salah satu ciri dari modern adalah demokrasi, globalisasi dan HAM. Maka, dari sinilah lahir political pluralism. Jika dilihat dari konteks itu, maka Relegious Pluralism

pada hakikatnya adalah gerakan politik dan bukan gerakan agama. Setiap manusia dipandang sama, tidak ada ras, suku, bangsa atau agama yang berhak mengklaim bahwa dirinya paling unggul.

Menurut Anis Malik Thoha yang dikutip Budi Handrianto (2007: L) mengatakan bahwa tren-tren pluralisme agama secara umum dapat diklasifikasi kedalam empat kategori: Humanisme Sekular (Secular humanism), teologi global

(global theology), sinkritisme (syncretism atau eclectisicm) dan hikmah abadi

(sophia perennis atau perennial philosophy).

a. Humanisme Sekuler

Humanisme sekuler adalah suatu sistem etika (ethical system) yang

mengukuhkan dan mengagungkan nilai-nilai humanis, seperti toleransi, kasih sayang, kehormatan tanpa adanya ketergantungan pada akidah-akidah dan ajaran-ajaran agama. Ciri dari humanisme sekuler ini adalah "antroposentris", yakni

(41)

commit to user b. Teologi Global

Pengaruh "globalisasi" menjadi hal penting dan komplek dalam mengubah kehidupan manusia dengan segala aspeknya di luar apa yang dibayangkan sebelumnya. Ini menyebabkan menurunnya dan bahkan lenyapnya jati diri dan nilai-nilai suatu kultur atau budaya. Globalisasi juga telah mempengaruhi secara nyata dan sangat signifikan munculnya gagasan-gagasan dan wacana-wacana teologis baru yang sangat radikal, yang intinya menganjurkan bahwa tidak perlu bersikap resisten dan menentang globalisasi dan globalisme

yang sudah nyata-nyata tak mungkin dihindari. Manusia harus mengubah dan merombak pemikiran-pemikiran dan keyakinan-keyakinan agama tradisional agar sejalan dengan semangat zaman dan nilai-nilainya yang diyakini "universal".

Berdasarkan perkembangan global ini menurut John Hick dalam Anis Malik Thoha (2005: 77), memprediksi bahwa secara gradual akan terjadi proses konvergensi cara-cara beragama dimasa yang akan datang, sehingga pada suatu ketika agama-agama ini akan lebih menyerupai sekte yang beragam dalam Kristen di Amerika Utara dan Eropa saat ini daripada merupakan entitas-entitas yang ekslusif secara radikal. Wacana atau pemikiran keagamaan lintas kultur ini, menurut Hick yang dikutip Anis harus dikemas dalam konsep yang disebut global

theology.

c. Sinkritisme

Trend sinkritisme adalah suatu kecendrungan pemikiran yang berusaha menyatukan dan merekonsiliasi berbagai unsur yang berbeda-beda (bahkan mungkin bertolak belakang) yang diseleksi dari berbagai agama dan tradisi, dalam suatu wadah tertentu atau dalam salah satu agama yang ada (berwujud suatu aliran baru) (Anis Malik Thoha, 2005: 93). Gagasan ini antara lain diusung oleh Friedrich Heiler dan Arnold Toynbee. Dalam sebuah konferensi Asosiasi Sejarah Agama Internasional di Tokyo pada bulan September 1958, dikemukakan gagasan bahwa "mewujudkan persatuan seluruh agama" merupakan satu tugas penting Ilmu Perbandingan Agama. Selanjutnya Arnold Toynbee menyatakan dalam salah satu bab bukunya An Historian's Approach to Relegion "Misi agama-agama besar

(42)

commit to user d. Hikmah Abadi (Shophia Perennis)

Tema utama Hikmah Abadi adalah "hakikat esoteric" yang merupakan

asas dan esensi segala sesuatu yang berwujud dan terekspresikan dalam bentuk hakikat-hakikat exsoteric dengan bahasa yang berbeda. Hakikat yang pertama

adalah hakikat transcendent yang tunggal, sementara yang kedua adalah hakikat

relegius yang merupakan manifestasi eksternal yang beragam dan saling

berlawanan dari hakikat transcendent tadi. Cara pandang ini kemudian menjadi cara Hikmah Abadi dalam memandang segala realitas pluralitas agama.

Dengan kata lain bahwa agama terdiri dari dua hakikat atau dua realitas, yakni esoteric dan exsoteric (esensi dan bentuk) Dua hakikat ini dipisah antara

keduanya oleh suatu garis horizontal; dan bukan pertikal, sehingga memisahkan antara yang satu dengan yang lain (Hindu-Budha-Kristen-Islam dan sebagainya). Yang berada di atas garis adalah hakikat bathiniyah (esoteric) dan yang berada di

bawah adalah hakikat lahiriyah (exsoteric). Meskipun secara lahiriyah agama

berbeda-beda tetapi secara bathiniyah semua agama menuju pada yang satu yakni Tuhan.

Pluralisme menjadi agenda Jaringan Islam Liberal terutama dalam istilah Humanisme sekuler di mana toleransi atau pengatasnamaan bahwa semua agama adalah sama menjadi keharusan demi terciptanya kerukunan. Pemikiran kontroversial ini justru semakin diperjuangkan oleh jaringan untuk mengembangkan liberalisasi Islam dalam kehidupan beragama sehingga pandangan ini semakin membawa citra bahwa Jaringan Islam liberal adalah pemberi solusi keragaman di Indonesia (Budi Handrianto, 2007: 266).

5. Masyarakat Madani

(43)

commit to user

madani jelas mengacu pada agama Islam Sedangkan Istilah civil society yang

lebih dikenal lahir dari negara-negara Barat tidak mengaitkan prinsip tatanannya pada agama tertentu namun pada dasarnya memiliki cita-cita membentuk sebuah tatanan yang demokratis. Maka istilah masyarakat madani secara mudah dapat dipahami sebagai masyarakat yang beradab, masyarakat sipil, dan masyarakat yang tinggal di suatu kota atau masyarakat kota yang pluralistik (Husaini Usman dalam http://masyarakatmadani8.blogspot.com/, diakses 21 Maret 2012). Karena

itu masyarakat madani sering disamakan juga dengan pemaknaan civil society

meskipun masyarakat madani lebih terfokus pada tatanan Islam.

Menurut Din Syamsuddin dalam M. Mawardi J. (2008: 18), Masyarakat madani secara umum bisa diartikan sebagai suatu masyarakat atau institusi sosial yang memiliki ciri-ciri antara lain : kemandirian, toleransi, keswadayaan, kerelaan menolong satu sama lain, dan menjunjung tinggi norma dan etika yang disepakati secara bersama-sama. Masyarakat madani secara substansial sudah ada sejak zaman Aristoteles, yakni suatu masyarakat yang dipimpin dan tunduk pada hukum. Penguasa, rakyat dan siapapun harus taat dan patuh pada hukum yang telah dibuat secara bersama-sama.

(44)

commit to user

Islam. Tidak ada hak-hak istimewa yang diberikan bagi individu, bahkan bagi pejabat negara yang tertinggi. Nilai manusia yang hakiki ditentukan bukan oleh pangkat atau nasib baiknya, melainkan oleh akhlak dan kemampuannya. Setiap orang diberi peluang dan ruang gerak untuk menggunakan bakat dan kemampuannya di jalan yang benar (Syed Mahmudunnasir, 1988: 129-131)

Kebijakan itu dilakukan dengan menerapkan suatu piagam kepada orang-orang berupa hak-hak dan kewajiban-kewajiban umat Islam dan non Islam. Piagam ini memberi perlengkapan bagi landasan suatu negara kota, suatu persemakmuran dan bagi suatu bangsa yang didasarkan atas ikatan kesatuan agama dan keimanan, kesamaan dan demokrasi. Piagam yang dikenal sebutan Piagam Madinah menurut beberapa penelitian merupakan konstitusi tertulis pertama di dunia (Adian Husaini dalam www.insistnet.com diakses 10 Februari

2012). Syed Mahmudunnasir (1988: 131-132), menuliskan ketetapan-ketetapan utama Piagam Madinah sebagai berikut :

a. Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, telah ditetapkan oleh Muhammad, Nabi Allah, bahwa orang-orang yang beriman, baik suku Quraisy ataupun dari Yatsrib, dan semua orang dari manapun berasal yang memiliki tujuan yang sama, semuanya adalah satu bangsa.

b. Perdamaian dan peperangan akan mengikat semua umat Islam , tidak seorangpun di antaranya akan mempunyai hak mengadakan perdamaian atau menyatakan perang dengan musuh-musuh dari teman-teman seagamanya. c. Orang-orang Yahudi yang menggabungkan diri dengan persemakmuran akan

dilindungi dari semua penghinaan dan gangguan; orang-orang Yahudi akan mempunyai hak-hak yang sama dengan orang-orang Islam sendiri terhadap bantuan dan pelayanan yang baik.

d. Orang-orang Yahudi bersama umat Islam akan membentuk suatu bangsa campuran dan akan mengamalkan agama sama bebasnya dengan umat Islam. e. Langganan dan sekutu orang-orang Yahudi akan memperoleh keamanan dan

kebebasan yang sama.

(45)

commit to user

g. Semua umat Islam yang sejati akan memandang rendah setiap orang yang berbuat kejahatan, ketidakadilan, atau pelanggaran ketertiban; tidak ada seorangpun yang akan melindungi yang bersalah meskipun saudara dekatnya. h. Yang bersalah akan dituntut dan dihukum.

i. Orang-orang Yahudi akan bergabung dengan orang-orang Islam dalam mempertahankan kota Madinah terhadap semua musuh.

j. Kota Madinah akan merupakan tempat yang suci dan aman bagi semua orang yang mengakui piagam ini.

k. Orang-orang Yahudi, sekutu-sekutu umat Islam, tidak akan menyatakan perang atau mengadakan persetujuan dengan musuh Islam untuk melawan umat Islam. l. Semua perselisihan di masa depan, yang terjadi di antaranya yang mengakui

piagam ini, Insya Allah akan diserahkan kepada Nabi.

(46)

commit to user

Gagasan civil society merupakan elemen penting dalam penegakan

sistem demokrasi (Muhammad A.S. Hikam, 2000: 76). Civil society mengandaikan adanya suatu masyarakat modern yang visinya bermacam-macam. Dalam konteks politik terlihat dari bentuk masyarakat yang berorientasi pada kewarganegaraan yang berintikan penghormatan terhadap hak asasi manusia. Menurut Hikam (2000: 78), masyarakat madani berusaha mengembalikan pada tatanan normatif yaitu pada konsep yang pernah diyakini ada pada aman Madinah. Konsep masyarakat madani bersifat utopian, sehingga yang tampak adalah sifat

yang ideal.

Masyarakat madani merupakan format kehidupan sosial yang mengedepankan semangat demokratis dan menjunjung tinggi nilai-nilai hak asasi manusia. Dalam masyarakat madani, warga negara bekerjasama membangun ikatan sosial, jaringan produktif dan solidaritas kemanusiaan untuk mencapai kebaikan bersama. Karena itu, tekanan sentral masyarakat madani terletak pada independensinya terhadap negara. Masyarakat madani berkeinginan membangun hubungan yang konsultatif bukan konfrontatif antara warga negara dan negara. Masyarakat madani juga tidak hanya bersikap dan berperilaku sebagai citizen yang memiliki hak dan kewajiban, melainkan juga harus menghormati equal

right, memperlakukan semua warga negara sebagai pemegang hak kebebasan

yang sama. Fenomena menarik dalam percaturan politik Indonesia mutakhir adalah meningkatnya pembahasan seputar Islam dan perkembangannya dalam bidang politik (Muhammad A.S. Hikam, 2000: 174). Dengan demikian, banyak pemimpin Islam mencari pendekatan-pendekatan yang berlainan dalam merespon kebijaksanaan pemerintah tentang Islam (pendekatan kompromi).

(47)

commit to user

Karakteristik yang menjadi prasyarat untuk merealisasikan wacana masyarakat madani tidak bisa dipisahkan antara satu dengan lainnya, merupakan satu kesatuan yang terintegral dan menjadi dasar serta nilai bagi masyarakat. Adapun karakteristiknya, menurut Arendt dan Habermas yang dikutip oleh M. Mawardi J (2008: 21), antara lain :

a. Free Public Sphere

Adanya ruang publik yang bebas sebagai sarana dalam mengemukan pendapat. Pada ruang publik yang bebas, individu dalam posisinya yang setara mampu melakukan transaksi-transaksi wacana dan praksis politik tanpa mengalami distorsi dan kekhawatiran. Sebagai sebuah prasyarat, maka untuk mengembangkan dan mewujudkan masyarakat madani dalam sebuah tatanan masyarakat, free publik sphere menjadi salah satu bagian yang harus diperhatikan.

Tanpa ruang publik yang bebas dalam tatanan masyarakat madani, maka akan terjadi pembungkaman kebebasan warga negara dalam menyalurkan aspirasinya yang berkenaan dengan kepentingan umum oleh penguasa yang tirani dan otoriter. b. Demokratis

Demokrasi merupakan suatu entitas yang menjadi penegak wacana masyarakat madani. Dalam menjalani kehidupan, warga negara memiliki kebebasan penuh untuk menjalankan aktivitas kesehariannya, termasuk berinteraksi dengan lingkungan sosialnya.

c. Toleran

Toleransi merupakan sikap yang dikembangankan dalam masyarakat madani untuk menunjukan sikap saling menghargai dan menghormati aktivitas yang dilakukan orang lain.

d. Pluralisme

(48)

commit to user e. Keadilan Sosial

Keadilan sosial berarti adanya keseimbangan dan pembagian yang proporsional terhadap hak dan kewajiban setiap warga negara yang mencakup seluruh aspek kehidupan.

f. Partisipasi Sosial

Partisipasi Sosial yaitu partisipasi masyarakat yang benar-benar bersih dari rekayasa, intimidasi, ataupun intervensi penguasa/pihak lain, sehingga masyarakat memiliki kedewasaan dan kemandirian berpolitik yang bertanggungjawab.

g. Supremasi Hukum

Supremasi hukum yaitu upaya untuk memberikan jaminan terciptanya keadilan. Keadilan harus diposisikan secara netral, artinya setiap orang memiliki kedudukan dan perlakuan hukum yang sama tanpa kecuali.

Impian menuju masyarakat madani telah merasuk dalam kelompok Jaringan Islam Liberal dengan wajah yang berbeda. Masyarakat madani yang dianggap sebagai masyarakat plural menjadi acuan dalam agenda-agenda Jaringan Islam Liberal, meskipun dalam praktiknya wacana civil society sebagai bentuk

(49)

commit to user B. Kerangka Berpikir

Gambar 1. Bagan Kerangka Berpikir

Keterangan:

Sejarah intelektual selalu meninggalkan jejak-jejak pemikiran yang secara langsung berpengaruh pada terbentukya pemikiran baru. Lahirnya pemikiran Islam Liberal di kalangan pemikir dan intelektual Indonesia tidak dapat terlepas dari pengaruh para pemikir Barat yang menggagas liberalisasi Islam. Selain itu wacana rasional akibat berkembangnya ilmu pengetahuan menyebabkan

Liberalisme Barat

Pertentangan Liberal > < Radikal

JIL

Demokrasi

Masyarakat Madani

Politik : Sekularisme Agama :

Pluralisme Agama Islam Liberal

di Indonesia

Penyimpangan (Kontroversi Pemikiran Islam)

Perkembangan Sains & IPTEK (Wacana Rasional)

LKiS Lain-lain

Gambar

Gambar 2: Bagan Langkah-langkah/Prosedur Penelitian Sejarah  ................  43
Gambar 1. Bagan Kerangka Berpikir
Gambar 2. Bagan Langkah-Langkah/Prosedur Penelitian Sejarah

Referensi

Dokumen terkait

KEDUA : Daftar penerima hibah dan peruntukannya atau rincian penggunaan ditetapkan dengan Keputusan Kepala SKPD/Bagian sebagai lampiran dalam Keputusan ini.. KETIGA :

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Prodi Pedagogik. © Winda Marlina Juwta 206 Universitas

In this study, we examine a study site where folded ice occurs in the internal ice sheet south of the North Greenland Eemian ice drilling (NEEM) station, where two intersected

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut serta dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan sekaligus sebagai solusi terhadap permasalahan proses pembelajaran

6 Menerima dan mengoreksi form pendaftaran PKM (lembar pengesahan proposal) dari mahasiswa sesuai dengan buku Pedoman PKM dari DIKTI. 7 Membuat

Menurut para ulama, makna kedua hadits ini bukan berarti semua perkara yang baru adalah urusan agama tergolong bid‟ah, karena mungkin ada perkara baru dalam

Manfaat yang bisa diberikan dengan pemakaian teknologi yang tepat dalam memonitor proses pengiriman :. Perusahaan pengiriman

Sesuai dengan teori maka beberapa hasil dari proses produksi dari tempat penelitian menggunakan beberapa alat seven tools diantaranya dengan menggunakan analisis histogram,