commit to user
i
PERANCANGAN KOMUNIKASI VISUAL UNTUK
MEMPROMOSIKAN SANGGAR TARI
TRADISIONAL METTA BUDAYA
PADA ANAK-ANAK
Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan
Gelar Kesarjanaan Seni Rupa
Jurusan Desain Komunikasi Visual
Fakultas Sastra dan Seni Rupa
Disusun oleh:
RESPATI ARI DEWI
NIM: C0707034
FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
commit to user
commit to user
commit to user
iv
PERANCANGAN KOMUNIKASI VISUAL UNTUK MEMPROMOSIKAN
SANGGAR TARI TRADISIONAL METTA BUDAYA
PADA ANAK-ANAK
Respati Ari Dewi¹
Drs. Mohamad Suharto, M.Sn² Ercilia Rini Octavia S.Sn³
ABSTRAK
Respati Ari Dewi. 2011. Pengantar karya Tugas Akhir ini berjudul Perancangan Komunikasi Visual Untuk Mempromosikan Sanggar Tari Tradisional Metta Budaya Pada Anak-Anak. Adapun permasalahan yang dikaji adalah bagaimana menyusun strategi promosi dengan media yang tepat sehingga Sanggar Tari Tradisional Metta Budaya dapat populer di kalangan anak-anak melalui media komunikasi visual. Sanggar Tari Metta Budaya adalah pelopor Sanggar Tari di Surakarta yang hingga kini masih berusaha memasyarakatkan kesenian tari tradisi kepada masyarakat. Sangat disayangkan karena kurangnya informasi tentang eksistensi sanggar ini membuat mereka tidak terkenal di kalangan masyarakat. Pembuatan strategi promosi yang terarah serta penggunaan media komunikasi visual yang komunikatif dirasa sangat penting manfaatnya. Melalui perancangan strategi promosi yang komunikatif dan efektif serta dengan penggunaan media yang menarik, diharapkan anak-anak khususnya di Kota Surakarta jadi ingin belajar menari tradisi di Sanggar Tari Metta Budaya.
1. Mahasiswa Jurusan Deskomvis Fakultas Sastra dan Seni Rupa UNS dengan NIM C00034
2. Dosen Pembimbing I
commit to user
v
VISUAL COMMUNICATION DESIGN TO PROMOTE
METTA BUDAYA TRADITIONAL DANCE STUDIO
FOR CHILDREN
Respati Ari Dewi¹
Drs. Mohamad Suharto, M.Sn² Ercilia Rini Octavia S.Sn³
ABSTRACT
Respati Ari Dewi. 2011. This Introduction of Final Project entitled Visual Communication Design in Promoting Metta Budaya Traditional Dance Studio for Children. The issue studied is how to arrange promotion strategy by using visual communication media in order to make this studio popular among children. This studio is the pioneer of dance studio in Surakarta which keeps trying until today to socialize traditional dance to the society. This is deeply regretted that the lack of
information about this studio’s existence makes them remains unpopular. Create effective visual communication design to introduce Metta Budaya dance studio especially among children and selecting alternative media visual communication design and visual communication design appropriate strategies to support the promotion and could increase the image of this studio. Through the promotional strategies and effective communicative design as well as with the usage of the right media promotion can make children, especially for who lives in Surakarta to learn traditional dance in Metta Budaya dance studio.
1. Deskomvis Collage Student at Fakultas Sastra dan Seni Rupa UNS with NIM C00034 2. Guide Lecture I
commit to user
vi
PERSEMBAHAN
commit to user
vii
MOTTO
commit to user
viii
KATA PENGANTAR
Segala Puji Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan YME atas berkat dan
rahmat-Nya, penulis dapat menyusun dan menyelesaikan Karya Tugas Akhir ini
dengan baik.
Terselesaikannya Karya Tugas Akhir ini tentunya tidak lepas dari bantuan,
dorongan dan bimbingan berbagai pihak. Oleh karena itu penulis menyampaikan
terima kasih kepada :
1. Nama Drs. Riyadi Santosa,M.Ed, Ph.D,selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni
Rupa UNS.
2. Drs. Ahmad Adib, M.Hum., Ph.D, atas kesediaannya sebagai Ketua Sidang dalam
Tugas Akhir.
3. Esti Wulandari, S.Sos., M.Si, atas kesediaanya sebagai Sekretaris dalam Sidang
Tugas Akhir.
4. Drs. Mohamad Suharto, M.Sn, selaku Ketua Jurusan Desain Komunikasi Visual
dan juga pembimbing pertama Tugas Akhir yang telah banyak memberikan saran
dan bimbingan bagi penulis dalam penyusunan Konsep Tugas Akhir ini.
5. Ercilia Rini Octavia, S.Sn selaku pembimbing kedua yang telah banyak
memberikan saran dan bimbingan bagi penulis dalam penyusunan Konsep Tugas
Akhir ini.
6. Arif Iman Santoso, S.Sn, Pembimbing Akademis.
7. Bambang Puwadi, S.IP selaku staf bidang akademik jurusan Desain Komunikasi
Visual.
8. Ary Satriyo selaku sekretaris dan koordinator Sanggar Tari Metta Budaya yang
telah memberikan informasi dan kemudahan dalam penelitian.
9. Staf pengajar di FSSR jurusan Desain Komunikasi Visual yang telah banyak
memberikan ilmu dan pengalamannya.
10. Kedua orangtuaku yang telah memberikan dukungan penuh dalam penyusunan
Tugas Akhir ini dari awal sampai akhir.
11. Rekan mahasiswa jurusan Desain Komunikasi Visual angkatan 2007.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan dan penyusunan Konsep Tugas
commit to user
ix
menerima kritik dan saran dari pembaca sekalian. Akhirnya besar harapan penulis
bahwa penulisan ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak khususnya dalam
memperkenalkan Sanggar Tari Metta Budaya kepada anak-anak usia sekolah dasar
khususnya yang berada di Kota Surakarta.
Surakarta, Desember 2012
commit to user
x DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ……….i
HALAMAN PERSETUJUAN ………..………..…………..ii
HALAMAN PENGESAHAN .……….…………..…..iii ABSTRAK ...……….…….………….vi
ABSTRACT ………..…...………..………….v
HALAMAN PERSEMBAHAN ……….………….…..……. vi HALAMAN MOTTO …….………...……… vii
KATA PENGANTAR ………..………..………...………viii DAFTAR ISI ……...………..……….…… x
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ……….1
B. Rumusan Masalah ………..4
C. Tujuan Perancangan ………4
D. Target Visual ………5
E. Target Market Dan Audience ………6
1. Target Market ……….6
2. Target Audience ……….6
F. Metode Penelitian ………..………..7
commit to user
xi
2. Metode Analisis Data ………..………..9
3. Konsep Perancangan ………..……….………..9
BAB II. KAJIAN TEORI A. Pengertian Seni Tari ………10
1. Pengertian Tari ………..10
2. Sejarah Tari ………...11
3. Tari Gaya Surakarta ………..……….14
B. Sanggar ………15
C. Psikologi Anak-Anak ………..17
1. Pengertian Anak-Anak ………..………17
2. Perkembangan Anak ……….17
a. Perkembangan Fisik ………17
b. Perkembangan Motorik ………...………18
c. Perkembangan Kognitif ………..………19
d. Perkembangan Bahasa ………20
e. Perkembangan Psikososial ………..…………20
D. Promosi ……….…..……..…..23
1. Pengertian Promosi ……….…..23
2. Tujuan Promosi ……….……24
3. PromotionalMix ……….………….………..………25
E. Desain Komunikasi Visual Sebagai Media Komunikasi ………..26
1. Pengertian Desain Komunikasi Visual ……….…26
commit to user
xii
3. Lingkup Desain Komunikasi Visual ……….30
4. Fungsi Desain Komunikasi Visual ………31
5. Dasar Perancangan Desain Komunikasi Visual ………33
6. Elemen-Elemen Desain Komunikasi Visual ………34
BAB III IDENTIFIKASI DATA A. Data Sanggar Metta Budaya ……….………..………38
1. Sejarah Dan Latar Belakang Berdiri ………38
2. Visi Dan Misi ………...42
3. Sarana Dan Prasarana ……….………..42
4. Struktur Organisasi Sanggar Tari Metta Budaya ……….……43
B. Data Produk ……….…..45
C. Data Pemasaran ……….45
D. Data Konsumen ……….45
E. Promosi ………..46
1. Logo………..46
2. Media Promosi Lainnya ………...47
F. Hasil Analisa Target Audience ………...48
G. Kompetitor ………..………52
H. Analisis SWOT ………...56
I. Usp (Unique Selling Prepotition) ………59
commit to user
xiii BAB IV KONSEP PERANCANGAN
A. Metode Perancangan ……….61
B. Konsep Kreatif ………..62
1. Strategi Visual Secara Umum ……….………62
2. Strategi Visual Verbal ……….63
3. Strategi Visual Non Verbal ……….65
C. Perancangan Media ……….…..73
D. Prediksi Biaya ………..………….85 BAB V VISUALISASI KARYA
BAB VI PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
PERANCANGAN KOMUNIKASI VISUAL UNTUK MEMPROMOSIKAN
SANGGAR TARI TRADISIONAL METTA BUDAYA PADA ANAK-ANAK
Respati Ari Dewi1
Drs. Mohamad Suharto, M.Sn2 Ercilia Rini Octavia S.Sn3
ABSTRAK
2011. Pengantar karya Tugas Akhir ini berjudul Perancangan Komunikasi Visual Untuk Mempromosikan Sanggar Tari Tradisional Metta Budaya Pada Anak-Anak. Adapun permasalahan yang dikaji adalah bagaimana menyusun strategi promosi dengan media yang tepat sehingga Sanggar Tari Tradisional Metta Budaya dapat populer di kalangan anak-anak melalui media komunikasi visual. Sanggar Tari Metta Budaya adalah pelopor Sanggar Tari di Surakarta yang hingga kini masih berusaha memasyarakatkan kesenian tari tradisi kepada masyarakat. Sangat disayangkan karena kurangnya informasi tentang eksistensi sanggar ini membuat mereka tidak terkenal di kalangan masyarakat. Pembuatan strategi promosi yang terarah serta penggunaan media komunikasi visual yang komunikatif dirasa sangat penting manfaatnya. Melalui perancangan strategi promosi yang komunikatif dan efektif serta dengan penggunaan media yang menarik, diharapkan anak-anak khususnya di Kota Surakarta jadi ingin belajar menari tradisi di Sanggar Tari Metta Budaya.
1
Mahasiswa Jurusan Desain Komunikasi Visual dengan NIM C0707034
2
Dosen Pembimbing I
3
commit to user BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Negara Indonesia terdiri dari beribu-ribu pulau dengan berjuta-juta suku (adat)
mulai dari Sabang sampai Merauke dengan kekayaan dan
keanekaragaman seni budaya yang berbeda-beda membentuk satu kesatuan budaya
nasional Indonesia. Kebudayaan merupakan cermin dari watak Bangsa Indonesia
karena kebudayaan itu keseluruhan dari kelakuan dan hasil kelakuan manusia, teratur
oleh tata kelakuan, yang harus didapatkan dengan belajar dan yang semuanya tersusun
dalam kehidupan masyarakat. Salah satu keaneka ragaman budaya Bangsa Indonesia
ini adalah Seni Tari.
Tari sering disebut juga dengan istilah beksa. Dalam Serat Wedhataya Beksa
berasal dari kata ambekipun raos sawiji, yang mempunyai arti sudah dalam keadaan
hening atau dalam keadaan konsentrasi penuh, mengerti posisi diri dalam kehidupan,
juga Yang Maha Esa (Wahyu Santosa, et.al. 2007:11). Jadi orang yang akan menari
haruslah benar-benar menuju satu tujuan, yaitu menyatu jiwanya dengan
pengungkapan wujud gerak yang luluh.
Seni tari yang merupakan bagian budaya bangsa sebenarnya sudah ada sejak
jaman primitif, Hindu, sampai masuknya agama Islam dan kemudian berkembang.
Bahkan, tari tidak dapat dilepaskan dengan kepentingan upacara adat sebagai sarana
persembahan. Tari mengalami kejayaan yang berangkat dari Kerajaan Kediri,
Singosari, Majapahit khususnya pada saat pemerintahan Raja Hayam Wuruk.
Tari tradisi Jawa yang kita kenal sekarang, pada garis besarnya terdiri atas tari
tradisi gaya Surakarta dan tari tradisi Yogyakarta. Tentu saja karena asal-usul
commit to user
penciptaannya selalu dikembalikan pada raja-raja yang berkuasa pada masa itu,
seperti panembahan senopati, Sultan Agung, Hamengkubuwana, Pakubuwana, dan
Mangkunegara. Hal ini sangat erat hubungannya dengan cipta pikiran tentang
kedudukan raja yang dipercayai bersifat dewa.
Semua hasil karya seni, penciptaannya selalu dikembalikan kepada raja,
karena raja adalah pusat kekuasaan, raja diatas segalanya.
Di Jawa, orang mengenal konsep adiluhung (melebihi segalanya, memiliki
nilai lebih atau bermakna lebih) yang dikenakan juga pada seni tari. Namun yang
terjadi sekarang seni tari yang pada jaman dahulu diagungkan sekarang tidak terlalu
popular lagi dikalangan masyarakat (kehilangan maknanya). Hal itu dikarenakan
adanya perubahan sosial budaya dan politik sekarang telah memancarkan paradigma
berpikir masyarakat pada paradigma modern. Sudah tentu perubahan paradigma ini
berdampak kepada keberlangsungan dan perkembangan tari tradisional ini.
Kenyataannya, sanggar-sanggar yang mengajarkan seni tari tradisi sekarang ini sangat
sedikit dan tidak terkenal, dalam arti tidak banyak orang yang tahu tentang
keberadaan mereka.
Sanggar Tari Metta Budaya adalah pelopor Sanggar Tari di Surakarta yang
hingga kini masih berusaha memasyarakatkan kesenian tari tradisi kepada
masyarakat.
Sanggar Tari Metta Budaya didirikan oleh sekelompok lulusan STSI Surakarta
pada tanggal 5 Agustus 1989. Sanggar ini semula bertempat di Prangwedanan
Mangkunegaran namun sekarang pindah tempat di Joglo Sriwedari Surakarta.
Sanggar ini mengajarkan materi tari tradisi gaya Surakarta kepada murid-muridnya
yang kebanyakan adalah anak SD dan SMP. Sistem pembagian materi yang diajarkan
commit to user
Pang-pung untuk anak perempuan dan tari Kelinci untuk anak laki-laki. Apabila sang
murid sudah dianggap mampu dan menguasai materi yang diajarkan, maka mereka
akan naik tingkat selanjutnya dengan diajari materi tari yang lebih rumit (wawancara
dengan sekretaris Sanggar Metta Budaya, Ary Satriyo: Rabu 6 Maret 2010).
Tapi sangat disayangkan, katidaktahuan masyarakat tentang keberadaan
sanggar-sanggar tari sanggat besar, dan hal itu berakibat fatal. Kurangnya promosi
yang dilakukan sanggar-sanggar tari tradisi menyebabkan para generasi muda tidak
tahu dimana mereka bisa mempelajari tari tradisi tersebut. Padahal, sebenarnya
mereka masih tetap menganggap seni tari tradisi itu menyenangkan dan patut
dipelajari.
Padahal, peran kesenian tradisi, khususnya seni tari dan seni musik sangat
penting dalam perkembangan stimulasi otak anak. Diantaranya stimulasi motorik
halus dan motorik kasar. Berdasarkan perkembangan motorik di usia 2 sampai 5 tahun
terkait erat dengan perkembangan fisik dan rasa percaya diri. Sedangkan bagi anak
6-12 tahun, perkembangan motorik terkait dengan kebutuhannya untuk bersosialisasi,
mengenal aturan main, berkompetisi, mengenali sekaligus menyalurkan minat
terhadap sesuatu seni tari, seni musik atau yang lainnya. Anak mulai sensitif untuk
menerima berbagai upaya perkembangan seluruh potensi anak. Masa peka adalah
masa terjadinya pematangan fungsi-fungsi fisik dan psikis yang siap merespon
stimulasi yang diberikan oleh lingkungan.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, Sanggar Tari Metta Budaya sebagai salah
satu sanggar tari yang bertekat ingin melestarikan aktifitas berkesenian tradisi
khususnya seni tari dan wayang orang anak sudah sewajarnya membentuk strategi
commit to user
mempelajari seni tari tradisi di Sanggar Tari Metta Budaya. Oleh sebab itulah
diperlukan adanya kontribusi Desain Komunikasi Visual.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana merancang strategi promosi yang tepat untuk Sanggar Tari
Tradisional Metta Budaya dapat populer di kalangan anak-anak melalui media
komunikasi visual?
2. Bagaimana menentukan jenis media dan desain yang menarik sehingga
anak-anak tertarik untuk mempelajari seni tari tradisi di Sanggar Tari Metta
Budaya?
C. Tujuan Perancangan
1. Merancang strategi promosi yang tepat untuk Sanggar Tari Tradisional Metta
Budaya dapat populer di kalangan anak-anak.
2. Menentukan jenis media dan desain yang menarik sehingga anak-anak tertarik
untuk mempelajari seni tari tradisi di Sanggar Tari Tradisional Metta Budaya.
D. Target Visual
Target utama yang ingin dicapai adalah perancangan media promosi
yang bisa digunakan untuk menarik minat anak-anak agar mau belajar tari
tradisi. Adapun media – media yang direncanakan adalah :
D. Target Karya
1. Media Utama
a. Company Profile
b. Name board
commit to user d. Page Facebook
e. Spanduk
f. Traffic ad
g. Street Banner
h. Poster
i. Kotak dispenser
j. X-banner
k. Brosur
l. Leaflet
2. Media Pendukung
a. Paper Bag
b. Seragam Sanggar
c. Seragam Pengajar
d. Merchandise
1) Pin
2) Gantungan kunci
3) Sampur
e. Stationary
1) Kertas Surat
2) Amplop
3) Kartu Nama
4) Kartu Anggota
5) ID Card
6) Kartu SPP
commit to user
E. Target Market Dan Audience
1. Target Market
Target market yang didapat dari data wawancara dengan pengelola Sanggar
Tari Metta Budaya adalah Anak SD - SMP dengan segmentasi sebagai berikut
:
a. Segmentasi Geografis : Kota Surakarta dan sekitarnya
b. Segmentasi Demografis :
1) Jenis kelamin : Laki-laki dan Perempuan
2) Usia : 7 - 15 tahun
3) Sosial ekonomi : Semua tingkat sosial ekonomi
4) Pendidikan : Semua latar belakang pendidikan
c. Segmentasi Psikografis :
Anak- anak dan remaja yang menyukai seni tari tradisional.
2. Target Audience
Target audience utama dalam perancangan ini adalah Anak usia
SD dan orang tua dengan penjabaran sebagai berikut :
1) Segmentasi Geografis : Kota Surakarta
2) Segmentasi Demografis :
a) Jenis kelamin : Laki-laki dan Perempuan
b) Usia : 7 - 12 tahun (anak usia Sekolah Dasar)
dan orang tua berusia 23 – 45 tahun
c) Sosial ekonomi : Menengah
commit to user
3) Segmentasi Psikografis :
a) Anak- anak yang menyukai seni tari tradisional.
b) Orangtua yang menyukai Seni Tari Tradisi,
c) Orangtua yang ingin meningkatkan potensi anak mereka dengan
Seni Tari Tradisi,
d) Orangtua yang mempunyai kesadaran untuk melestarikan
kebudayaan lokal.
F. METODE PENELITIAN
1. Metode Pengumpulan Data
a. Data Primer
1) Metode wawancara
Termasuk salah satu metode pengumpulan data dengan cara
bertanya langsung kepada responden. Wawancara merupakan suatu
proses interaksi dan komunikasi secara langsung untuk mendukung
metode observasi.
Dilakukan secara langsung terhadap pihak - pihak yang
dianggap mempunyai keterkaitan terhadap proses perancangan dan
perencanaan media promosi Sanggar Tari Metta Budaya.
2) Metode Observasi
Pengumpulan data melalui observasi dengan kegiatan
mengamati bagaimana tingkah laku dan kebiasaan sasaran
commit to user
Observasi disini di lakukan dengan cara mengamati kegiatan
Sanggar Seni Metta Budaya dan sanggar-sanggar lain yang ditunjuk
sebagai kompetitor.
b. Data sekunder
1) Metode Kepustakaan
Kepustakaan dimaksudkan untuk mendapat data sekunder
sebagai landasan teoritis yang menunjang data premier yang telah
dikumpulkan. Dapat berupa media-media cetak seperti koran, buku,
majalah, jurnal yang relevan.
2) Metode Dokumentasi Data
Metode Dokumentasi data dalam hal ini yang dimaksudkan
adalah dengan penelitian historis dokumenter yang dilakukan dengan
mengumpulkan dokumen dengan mengali. memotret, meniru, dan
sejenisnya. Dokumentasi ini berupa buku, gambar, foto, arsip, dan
video.
2. Metode Analisis Data
Dalam rangka perancangan media promosi untuk mempopulerkan tari
tradisi kepada anak-anak digunakan analisa kualitatf deskripsif. Setelah proses
pengumpulan data selesai, dianalisa secara deskriptif, komparatif, dan ditarik
sebuah kesimpulan yang kemudian divisualisasikan dalam perancangan media
pembelajaran yang efektif.
3. Konsep Perancangan
Perancangan dimulai dengan merumuskan latar belakang masalah,
dalam hal ini penemuan fakta bahwa ketertarikan minat anak-anak pada seni
commit to user
masyarakat adalah faktor utama yang menyebabkan anak-anak jaman
sekarang masih merasa asing dengan kesenian tradisi. Hal ini terjadi karena
minimnya jenis media yang dipakai serta promosi dan sosialisasi kegiatan seni
tari tradisi yang belum sepenuhnya menjangkau masyarakat umum terutama di
kalangan anak-anak.
Oleh karena itu, dalam membuat perancangan media promosi bagi
Sanggar Tari Metta Budaya, tentunya digunakan pula penyusunan konsep
desain yang baik, agar dapat menciptakan dan mengomunikasikan image atau
citra sanggar tari Metta Budaya sebagai sanggar yang kompeten dalam
mengajarkan seni tari tradisional kepada konsumen. Hal itu dapat ditunjukkan
dari analisis data, tujuan, dan strategi pemasaran yang kemudian dituangkan
dalam bentuk kreatif, sedangkan dalam konsep desainnya tentunya sudah
mengikuti dengan konsep desain sebelumnya. Konsep desain kreatif ini bisa
dituangkan dalam bentuk, antara lain: tampilan visual, seragam murid, brosur,
commit to user BAB II
KAJIAN TEORI
A. Pengertian Seni Tari
1. Pengertian Tari
Tari adalah gerak tubuh secara berirama yang dilakukan di tempat dan
waktu tertentu untuk keperluan pergaulan, mengungkapkan perasaan, maksud, dan
pikiran. Haukins menyatakan bahwa tari adalah ekspresi jiwa manusia yang
diubah oleh imajinasi dan diberi bentuk melalui media gerak sehingga menjadi
bentuk gerak yang simbolis dan sebagai ungkapan si pencipta (Haukins, 1990: 2).
Seni tari adalah keindahan ekspresi jiwa manusia yang diungkapkan
berbentuk gerak tubuh yang diperhalus melalui estetika. Tari merupakan salah
satu cabang seni, di mana media ungkap yang digunakan adalah tubuh. Tari
mendapat perhatian besar di masyarakat. Tari ibarat bahasa gerak merupakan alat
ekspresi manusia sebagai media komunikasi yang universal dan dapat dinikmati
oleh siapa saja, pada waktu kapan saja.
Apabila disimak secara khusus, tari membuat seseorang tergerak untuk
mengikuti irama tari, gerak tari, maupun unjuk kemampuan, dan kemauan kepada
umum secara jelas. Tari memberikan penghayatan rasa, empati, simpati, dan
kepuasan tersendiri terutama bagi pendukungnya.
Media ungkap tari berupa keinginan/hasrat berbentuk refleksi gerak baik
secara spontan, ungkapan komunikasi kata-kata, dan gerak-gerak maknawi
maupun bahasa tubuh. Makna yang diungkapkan dapat diterjemahkan penonton
melalui denyut atau detak tubuh. Gerakan denyut tubuh memungkinkan penari
mengekspresikan perasaan maksud atau tujuan tari. Elemen utamanya berupa
commit to user
gerakan tubuh yang didukung oleh banyak unsur, bersatu pada performance yang
secara langsung dapat ditonton atau dinikmati pementasan di atas pentas.
Hal lain juga disampaikan oleh Haukins bahwa, tari adalah ekspresi
perasaan manusia yang diubah ke dalam imajinasi dalam bentuk media gerak
sehingga gerak yang simbolis tersebut sebagai ungkapan si penciptanya.
Berdasarkan pendapat tersebut dapat dirangkum bahwa, pengertian tari adalah
unsur dasar gerak yang diungkapan atau ekspresi dalam bentuk perasaan sesuai
keselarasan irama.
2. Sejarah Tari
Seratus tahun silam, negara kesatuan Republik Indonesia belum terbentuk.
Hanya ada kelompok- kelompok etnis seperti Jawa, Bali, Minang, dan Melayu
yang hidup terpisah-pisah di bawah kekuasaan penjajah Belanda. Sebelum
penjajah hadir, penguasa pribumi, raja-raja, terutama Jawa dan Bali-
melegitimasikan kekuasaan dan pengaruhnya dengan patronase dan
penyelenggara berbagai pertunjukan sebagai bagian dari upacara negara, agama,
atau kegiatan rekreasi dan hiburan semata.
Melalui upacara spektakuler seperti garebeg, sekaten, eka dasa
rudra, dan galungan para raja menunjukkan kebesarannya. Melalui wacana
konsep dewa-raja, ratu gung binathara, gelar kebesaran sayidin panata gama
kalifatullah tanah Jawa, rakyat diyakinkan akan kekuasaan dan kebesaran
penguasa. Masyarakat Jawa masa lalu terbagi dua kelompok para priyagung dan
rakyat biasa (kawula alit). Posisi tak menguntungkan rakyat kecil ini secara
commit to user
Pada masa penjajahan, patronase pertunjukan tari, wayang dan gamelan
tetap ada, walau jumlahnya berkurang. Upacara-upacara besar yang
diselenggarakan raja berubah fungsi dari sebuah ritual yang mengandung martabat
menjadi hiburan atau klangenan yang lebih mementingkan gebyar wujud daripada
esensi isi. Seperti tari Bedhaya misalnya, tari yang konon dianggap sakral karena
keramatannya itu sajian tari Bedhaya sering hanya disaksikan oleh Sunan atau
Sultan saja dan hanya dipentaskan setahun sekali untuk memperingati penobatan
Sunan atau Sultan (Wahyu Santosa, el.en:93). Lama kelamaan digunakan sebagai
ajang pertunjukan. Rijklof van Goens, seorang pejabat Belanda yang pernah
berkunjung ke Keraton Mataram lima kali (antara tahun 1648 sampai 1654),
melaporkan bahwa pada setiap kunjungannya beliau selalu menyaksikan tari
tersebut (Soedarsono, 2002:21).
Sejak kemerdekaan pada tahun 1945, seni pertunjukan memiliki peluang
untuk berkembang baik. Satu hal yang perlu diperhatikan, apabila sebelum
kemerekaan istana-istana merupakan sentra pengembang seni pertunjukan yang
baik, sejak saat itu boleh dikatakan seni pertunjukan istana telah kehilangan
pelindungnya. Karena sejak masa Pergerakan Nasional telah terjadi upaya-upaya
untuk mengeluarkan seni istana dari tembok keraton, agar bisa dinikmati oleh
seluruh lapisan masyarakat. Seperti didirikannya sebuah perkumpulan kesenian
Jawa bernama Krida Beksa Wirama pada tahun 1918 di Yogyakarta. Organisasi
ini dipimpin oleh dua orang pangeran, yaitu Pangeran Suryodiningrat dan
Pangeran Tejokusumo. Organisasi itu berupaya untuk melestarikan wayang
topeng kerajaan yang nantinya akan berkembang menjadi wayang wong pada
commit to user
Memasuki abad ke-20, seiring dengan pergerakan nasional, terjadi
demokratisasi dan komersialisasi. Seni pertunjukan yang semula dihayati sebagai
ekpresi budaya perlahan-lahan berubah menjadi produk atau komoditas.
Tontonan keraton yang semula merupakan klangenan kaum ningrat, diproduksi
secara populer untuk rakyat biasa. Di Surakarta, Sunan Paku Buwono X
membuka Taman Hiburan Sriwedari dengan pertunjukan wayang orang yang
main setiap malam. Masyarakat Surakarta dan sekitarnya (yang masih kuat
berorientasi ke budaya istana), menyambut dengan gembira. Melalui pertunjukan
wayang orang, mereka bisa mengidentifikasikan dirinya dengan kaum priyayi dan
bisa mengagumi kebesaran masa silam. Raja dan rakyat memiliki perasaan yang
sama dalam menghadapi penjajah Belanda.
Pada tahun 1950-an didirikanlah lembaga pendidikan formal seni
pertunjukan di berbagai sentra budaya di Indonesia, yaitu di Surakarta, Denpasar,
dan Bandung. Namun yang menjadi perhatian pertama adalah gamelan, yang oleh
para pakar Barat telah diakui kecanggihannya. Lembaga pendidikan itu bernama
Konservatori Karawitan (Kokar yang kemudian menjadi SMKI) yang terletak di
Surakarta, Jawa Tengah.
Setelah itu pada tahun 1960-an pemerintah juga mendirikan lembaga
pendidikan tinggi seni pertunjukan di berbagai daerah. Di Yogyakarta didirikan
Akademi Seni Tari Indonesia (ASTI), dan di Surakarta didirikan Akademi Seni
Karawitan Indonesia (ASKI) yang sekarang berganti nama menjadi ISI Solo
commit to user 3. Tari Gaya Surakarta
Ketika kerajaan Mataram pecah menjadi Kasunanan Surakarta dan
Kesultanan Yogyakarta pada Perjanjian Giyanti tahun 1755, seni pertunjukan pun
terpecah menjadi dua, yaitu seni tradisi gaya Surakarta dan gaya Yogyakarta. Hal
itu dapat terlihat pada segi seni tari dan wayang orang yang berkembang di kedua
tempat tersebut.
Tari gaya Surakarta yang bersumber dari keraton Kasunanan dan Pura
Mangkunegaran ini dikenal istilah hasta sawanda (delapan unsur yang menjadi
satu kesatuan). Konsep ini diterapkan pada penari, sebagai kriteria untuk
menentukan penari yang handal.
Konsep hasta sawanda merupakan satu konsep estetis dalam budaya tari
Surakarta, namun baru dirumuskan pada tahun 1950 oleh para empu tari dari
kraton Kasunanan maupun Mangkunegaran dalam siding sarasehan Himpunan
Budaya Surakarta (HBS).
Konsep hasta sawanda meliputi :
a. Pacak : bentuk/pola dasar dan kualitas gerak tertentu yang ada
hubungannya dengan karakter yang dibawakan.
b. Pancad : peralihan dari gekar yang satu ke gerak berikutnya, yang telah
diperhitungkan secara matang sehingga enak dilakukan dan dilihat.
c. Ulat : pandangan mata dan ekspresi wajah sesuai dengan karakter
peran yang dibawakan serta suasana yang diinginkan.
d. Lulut : gerak yang sudah menyatu dengan penarinya seolah-olah
commit to user
e. Luwes : kualitas gerak yang sesuai dengan bentuk karakter peran yang
dibawakan (biasanya merupakan pengembangan dari penarinya).
f. Wiled : variasi gerak yang dikambangkan berdasarkan kemampuan
bawaan penarinya.
g. Irama : menunjuk alur garap tari secara keseluruhan dan menunjuk
hubungan gerak dengan iringannya.
h. Gendhing : menunjuk penguasaan iringan tari, rasa lagu, irama, laya
(tempo), rasa seleh, kalimat lagu, dan juga penguasaan tembang maupun
vokal yang lain.
Selain itu, yang cukup penting juga adalah konsep wiraga, wirasa, wirama
yang dikemukakan oleh Pangeran Suryadiningrat, yang menunjukkan adanya totalitas
(keutuhan) dalam wujud, rasa ungkap, dan irama gerak yang menyatu dengan
musiknya (Wahyu Santosa, et.al. 2007:13-14).
B. Sanggar
Sanggar adalah suatu tempat atau sarana yang digunakan oleh suatu komunitas
atau sekumpulan orang untuk melakukan suatu kegiatan.
Selama ini suatu tempat dengan nama „sanggar‟ biasa digunakan untuk
kegiatan sebagai berikut:
1. Sanggar ibadah : tempat untuk beribadah biasanya di halaman belakang rumah
(tradisi masyarakat Jawa zaman dulu).
2. Sanggar seni : tempat untuk belajar seni (lukis, tari, teater, musik,
kriya/kerajinan dan lain-lain).
commit to user
4. Sanggar anak : tempat untuk anak-anak belajar suatu hal tertentu di luar
kegiatan sekolah, dan lain-lain.
Selain sanggar kursus juga merupakan salah satu lembaga pelatihan yang
termasuk ke dalam jenis pendidikan nonformal, sehingga hal ini kadang
menimbulkan kerancuan pemahaman tentang sanggar dan kursus, untuk
membedakan hal tersebut dapat kita lihat dalam penjelasan di bawah ini
Sanggar dan kursus adalah sama-sama merupakan lembaga pelatihan dan
keduanya termasuk kedalam jenis pendidikan nonformal, namun antara sanggar dan
kursus memiliki perbedaan, adapun perbedaan tersebut adalah:
a. Kursus biasanya hanya mencakup proses pembelajaran atau kegiatan belajar
mengajar, sedangkan sanggar mencakup seluruh proses dari awal hingga akhir
yaitu mencakup proses pengenalan (biasanya melalui workshop/pelatihan
singkat),pembelajaran, penciptaan atau membuat karya, dan produksi. contoh:
pembelajaran melukis, membuat karya lukis kemudian pameran,
penjualan/pelelangan semua dilakukan di dalam sanggar. Untuk sertifikat
sebagian besar sanggar biasanya tidak memberikan sertifikat, kecuali pada
sanggar-sanggar tertentu yang memang memiliki program untuk memberikan
sertifikat pada peserta didiknya.
b. Kursus biasanya menyelenggarakan kegiatan pembelajaran dalam waktu
singkat (kursus menjahit, selama 3 bulan/ 50 jam) jadi pesrta pelatihan dalam
lembaga kursus tersebut hanya menjadi anggota selama 3 bulan saja, setelah
itu peserta mendapat sertifikat dan keanggotaan kursus berakhir, sedangkan
pada sanggar seni memiliki masa keanggotaan lebih lama bahkan terkesan
commit to user C. Psikologi Anak-anak
1. Pengertian Anak-anak
Anak (jamak: anak-anak) adalah seorang lelaki atau perempuan yang
belum dewasa atau belum mengalami masa pubertas. Anak juga merupaka
keturunan kedua, dimana kata „anak‟ merujuk pada lawan dari „Orang Tua‟, orang
dewasa adalah anak dari orang tua mereka, meskipun mereka telah dewasa.
Walaupun begitu istilah ini juga sering merujuk pada perkembangan
mental seseorang, walaupun usianya secara biologis dan kronologis seseorang
sudah termasuk dewasa namun apabila perkembangan mentalnya kurang bisa juga
diasosiasikan sebagai anak-anak.
2. Perkembangan Anak
Perkembangan Anak meliputi perkembangan fisik, perkembangan
motorik, perkembangan kognitif, dan perkembangan psikososial. Periode ini
merupakan kelanjutan dari masa bayi (lahir – usia 4 th) yang ditandai dengan
terjadinya perkembangan fisik, motorik dan kognitif (perubahan dalam sikap,
nilai, dan perilaku), psikososial serta diikuti oleh perubahan – perubahan yang
lain.
a. Perkembangan Fisik
Pertumbuhan fisik pada masa ini lambat dan relatif seimbang.
Peningkatan berat badan anak lebih banyak dari pada panjang badannya.
Peningkatan berat badan anak terjadi terutama karena bertambahnya
commit to user
b. Perkembangan Motorik
Perkembangan motorik berarti perkembangan pengendalian
gerakan jasmaniah melalui kegiatan pusat syaraf, urat syaraf, dan otot yang
terkoordinasi. Pada usia ini menjadi lebih halus dan lebih terkoordinasi
dibandingkan dengan masa bayi. Anak-anak terlihat lebih cepat dalam
berlari dan pandai meloncat serta mampu menjaga keseimbangan
badannya.
Perkembangan motorik terkait dengan kebutuhannya untuk
bersosialisasi, mengenal aturan main, berkompetisi, mengenali sekaligus
menyalurkan minat terhadap sesuatu seni tari, seni musik atau yang
lainnya. Anak mulai sensitif untuk menerima berbagai upaya
perkembangan seluruh potensi anak.
Untuk memperhalus ketrampilan-ketrampilan motorik, anak-anak
terus melakukan berbagai aktivitas fisik yang terkadang bersifat informal
dalam bentuk permainan. Disamping itu, anak-anak juga melibatkan diri
dalam aktivitas permainan berkesenian dan olahraga yang bersifat formal,
seperti menari, senam, berenang, dan lain-lain.
Pada anak usia SD, perkembangan motorik yang bisa dilihat adalah :
1) Anak usia 7 Tahun
a) Mulai membaca dengan lancar
b) Cemas terhadap kegagalan
c) Peningkatan minat pada bidang spiritual
d) Kadang malu atau sedih
2) Anak usia 8 – 9 Tahun
a) Kecepatan dan kehalusan aktivitas motorik meningkat
commit to user c) Ketrampilan lebih individual
d) Ingin terlibat dalam sesuatu
e) Menyukai kelompok dan mode
f) Mencari teman secara aktif.
3) Anak usia 10 – 12 Tahun
a) Perubahan sifat berkaitan dengan berubahnya postur tubuh yang
berhubungan dengan pubertas mulai tampak
b) Mampu melakukan aktivitas rumah tangga, seperti mencuci,
menjemur pakaian sendiri , dan lain-lain.
c) Adanya keinginan anak unuk menyenangkan dan membantu orang
lain
d) Mulai tertarik dengan lawan jenis.
c. Perkembangan Kognitif
Dalam keadaan normal, pada periode ini pikiran anak berkembang
secara berangsur-angsur. Jika pada periode sebelumnya, daya pikir anak
masih bersifat imajinatif dan egosentris, maka pada periode ini daya pikir
anak sudah berkembang ke arah yang lebih konkrit, rasional dan objektif.
Daya ingatnya menjadi sangat kuat, sehingga anak benar-benar berada
pada stadium belajar.
Operasi yang terjadi dalam diri anak memungkinkan pula untuk
mengetahui suatu perbuatan tanpa melihat bahwa perbuatan tersebut
ditunjukkan. Jadi, pada tahap ini anak telah memiliki struktur kognitif yang
memungkinkanya dapat berfikir untuk melakukan suatu tindakan, tanpa ia
commit to user
1) Perkembangan Memori
Selama periode ini, memori jangka pendek anak telah berkembang
dengan baik. Akan tetapi, memori jangka panjang tidak terjadi banyak
peningkatan dengan disertai adanya keterbatasan-keterbatasan.
2) Perkembangan Pemikiran Kritis
Perkembangan Pemikiran Kritis yaitu pemahaman atau refleksi
terhadap permasalahan secara mendalam, mempertahankan pikiran
agar tetap terbuka, tidak mempercayai begitu saja informasi-informasi
yang datang dari berbagai sumber serta mampu befikir secara reflektif
dan evaluatif.
3) Perkembangan Kreativitas
Dalam tahap ini, anak-anak mempunyai kemampuan untuk
menciptakan sesuatu yang baru. Perkembangan ini sangat dipengaruhi
oleh lingkungan, terutama lingkungan sekolah.
d. Perkembangan Bahasa
Selama masa anak-anak awal, perkembangan bahasa terus berlanjut.
Perbendaharaan kosa kata dan cara menggunakan kalimat bertambah
kompleks. Perkembangan ini terlihat dalam cara berfikir tentang kata-kata,
struktur kalimat dan secara bertahap anak akan mulai menggunakan kalimat
yang lebih singkat dan padat, serta dapat menerapkan berbagai aturan tata
bahasa secara tepat.
e. Perkembangan Psikososial
Pada tahap ini, anak dapat menghadapi dan menyelesaikan tugas
atau perbuatan yang dapat membuahkan hasil, sehingga dunia psikososial
commit to user
rumah dan orang tuanya dalam waktu terbatas, yaitu pada saat anak berada
di sekolah.
Melalui proses pendidikan ini, anak belajar untuk bersaing
(kompetitif), kooperatif dengan orang lain, saling memberi dan menerima,
setia kawan dan belajar peraturan – peraturan yang berlaku. Dalam hal ini
proses sosialisasi banyak terpengaruh oleh guru dan teman sebaya.
Identifikasi bukan lagi terhadap orang tua, melainkan terhadap guru. Selain
itu, anak tidak lagi bersifat egosentris, ia telah mempunyai jiwa kompetitif
sehingga dapat memilah apa yang baik bagi dirinya, mampu memecahkan
masalahnya sendiri dan mulai melakukan identifikasi terhadap tokoh
tertentu yang menarik perhatiannya.
Beberapa hal yang berkembang dalam proses ini, antara lain adalah:
1) Perkembangan Emosi
Kemampuan bereaksi seara emosional sudah ada pada bayi
yang baru lahir. Gejala pertama adalah keterangsangan umum terhadap
stimulasi yang kuat. Semakin bertambah usia, reaksi emosional
mereka menjadi kurang menyebar, kurang sembarangan, dan lebih
dapat dibedakan.
Karena emosi memainkan peran penting dalam menentukan
cara penyesuaian pribadi dan sosial yang dilakukan anak, tidak hanya
dalam masa kanak-kanak tetapi juga setelah mereka tumbuh menjadi
remaja dan dewasa, maka perkembangan mereka harus sedemikian
commit to user
2) Perkembangan Sosial
Perkembangan sosial berarti perolehan kemampuan berperilaku
yang sesuai dengan tuntutan sosial.
Saat anak-anak memasuki usia sekolah, minat pada kegiatan
keluarga berkurang. Pada saat yang sama permaianan yang bersifat
individual digantikan oleh permainan kelompok. Oleh karena itu,
keinginan untuk bergaul dengan dan untuk diterima anak-anak di luar
rumah bertambah. Menjadi pribadi yang sosial adalah salah satu tugas
perkembangan dalam periode ini. Anak menjadi anggota suatu
kelompok teman sebaya yang secara bertahap menggantikan keluarga
dalam mempengaruhi tingkah laku. Kelompok teman sebaya yang
didefinisikan oleh Havigurst dalam buku Perkembangan Anak Hurlock
adalah “kumpuan orang yang kurang lebih berusia sama yang berikir
dan bertindak bersama-sama”(Hurlock, 1978:264).
Jika perilaku sosial tidak memenuhi harapan sosial, hal itu akan
menbahayakan bagi penerimaan sosial oleh kelompok. Akibatnya
akan menghilangkan kesempatan anak untuk belajar sosial, sehingga
sosialisasi mereka semakin jauh lebih rendah dibandingkan dengan
teman seusianya. Hurlock (1978:288) menyatakan bahwa ada banyak
konsisi yang menimbulkan kesulitan bagi anak dalam menyesuaikan
diri dengan baik, namun ada empat yang paling penting, yaitu :
a) Bila pola perilaku sosial yang buruk dikembangkan dirumah.
commit to user
c) Kurangnya motivasi untuk belajar melakukan penyesuaian sosial
yang sering timbuk dari pengalaman sosial awal yang tidak
menyenangkan.
d) Anak tidak mendapatkan bimbingan dan bantuan yang cukup
dalam proses belajar ini.
D. Promosi
1. Arti Definisi / Pengertian Promosi
Banyak orang menganggap bahwa promosi dan pemasaran mempunyai
pengertian yang sama, dimana sebenarnya promosi hanya merupakan salah satu
bagian dari kegiatan prasaran. Walaupun promosi sering dihubungkan dengan
penjualan tetapi kenyataannya promosi mempunyai arti yang lebih luas dari
penjualan karena penjualan hanya berhubungan dengan pertukaran hak milik yang
dilakukan oleh tenaga penjual, sedangkan promosi adalah setiap aktivitas yang
ditujukan untuk memberitahukan , membujuk atau mempengaruhi konsumen
untuk tetap menggunakan produk yang dihasilkan perusahaan tersebut.
Menurut Philip Kotler (1991) promosi mencakup semua alat-alat bauran
pemasaran yang peranan utamanya adalah untuk mengadakan komunikasi yang
sifatnya membujuk.
Promosi bersangkutan dengan metode komunikasi yang ditujukan kepada
pasar yang menjadi target tentang produk yang tepat yang dijual pada tempat yang
tepat dengan harga yang tepat. Promosi mencakup penjualan oleh perseorangan,
penjualan massal dan promosi penjualan.
Berdasarkan pendapat tersebut diatas dapatlah ditarik kesimpulan bahwa
commit to user
mempengaruhi konsumen supaya membeli produk yang dihasilkan ataupun untuk
menyampaikan berita tentang produk tersebut dengan jalan mengadakan
komunikasi dengan para pendengar (audience) yang sifatnya membujuk.
2. Tujuan Promosi
Promosi yang dilakukan oleh perusahaan berarti perusahan tersebut
melakukan komunikasi dengan sasaran pasarnya, dengan tujuan agar pembeli
menaruh minat dan bersedia membeli produk yang ditawarkan. Promosi ini sangat
penting untuk kelancaran penjualan, sebab tanpa promosi konsumen tidak
mengetahui produk tersebut.
Akan tetapi pada umumnya suatu promosi mempunyai tujuan antara lain
sebagai berikut (Fredy Rangkuti, 2009;52) :
a. Memodifikasi tingkah laku
Pasar merupakan tempat bertemunya orang yang hendak melakukan
suatu pertukaran dimana orang-orang tersebut terdiri dari berbagai macam
selera, motifasi dan kesetiaan yang berbeda. Dengan demikian, tujuan
promosi ini adalah berusaha untuk mengubah tingkah laku dan pendapat
individu tersebut, dari tidak menerima suatu produk menjadi setia terhadap
produk tersebut.
b. Memberitahu
Kegiatan promosi ini ditujukan untuk memberikan informasi kepada
pasar yang dituju tentang pemasaran perusahaan, mengenai produk tersebut
dengan harga, kualitas, syarat pembeli, kegunaan, keistimewaan, dan lain
commit to user
c. Membujuk
Kegiatan promosi yang bersifat membujuk ini dimaksudkan agar
promosi dapat member pengaruh dalam waktu yang lama terhadap perilaku
pembeli.
d. Mengingatkan
Promosi ini dilakukan terutama untuk mempertahankan merek produk
di hati masyarakat dan dilakukan selama tahap kedewasaan dalam siklus
kehidupan produk.
3. Promotional Mix
Bauran promosi merupakan gabugan dari berbagai jenis promosi yang ada
untuk suatu produk yang sama agar hasil dari kegiatan promo yang dilakukan
dapat memberikan hasil yang maksimal.
Beberapa alat promosi, atau yang lebih dikenal dengan bauran promosi ini
terdiri dari empat variabel, yaitu :
a. Periklanan
Iklan dapat disajikan dalam berbagai bentuk dan media seperti pada
media cetak ( melalui iklan koran, majalah, katalog, poster, dan lain-lain),
media elektronik (melalui radio, iklan tv), dan lain sebagainya.
b. Publisitas
Publisitas merupakan usaha untuk merangsang permintaan terhadap
suatu produk secara nonpersonal dengan membuat berita yang bersifat
commit to user c. Promosi penjualan
Dapat dilakukan dengan mengadakan pameran, eksibisi, membagikan
sampel, dan berbagai kegiatan penjualan lainnya.
d. Personal selling
Merupakan kegiatan penjualan personil yang dilakukan tatap muka
langsung antara salesman dengan pembeli, dimana salesman dapat mengethui
keinginan, motif dan perilaku konsumen sekaligus dapat melihat reaksi
konsumen mengenai produk yang ditawarkan.
E. Desain Komunikasi Visual sebagai Media Promosi
Desain Komunikasi Visual sangat akrab dengan kehidupan manusia. Ia
merupakan representasi sosial budaya masyarakat, dan salah satu manifestasi
kebudayaan yang berwujud produk dari nilai-nilai yang berlaku pada waktu tertentu.
Ia merupakan kebudayaan yang benar-benar dihayati, bukan kebudayaan dalam arti
sekumpulan sisa bentuk, warna, dan gerak masa lalu yang kini dikagumi sebagai
benda asing terlepas dari diri manusia yang mengamatinya.
1. Pengertian Desain Komunikasi Visual
Agus Sachari (2005:3) menyebutkan bahwa Akar-akar istilah desain pada
hakikatnya telah ada sejak zaman purba dengan pengertian yang amat beragam.
Istilah Arch, Techne, Kunst, Kagunan, Kabinangkitan, Anggitan, dan sebagainya
merupakan bukti-bukti bahwa terdapat istilah-istilah yang berkaitan dengan
kegiatan desain, hanya penggunaannya belum menyeluruh dan dinilai belum
bermuatan aspek-aspek modernitas seperti yang dikenal sekarang. Di awal
perkembangannya, istilah desain desain tersebut masih berbaur dengan seni dan
commit to user
murni, justru desain memantapkan diri pada aspek fungsi dan industri. Di
Indonesia, hingga tahun 1970, masih terdapat kebauran antara istilah desain, seni
terapan dan kerajinan.
Secara etimologis kata desain diduga berasal dari kata designo (bahasa
Italia) yang artinya gambar . Kata ini diberi makna baru dalam bahasa Inggris di
abad ke-17, yang dipergunakan untuk membentuk School of Design tahun 1836.
Makna baru tersebut dalam praktik kerap semakna dengan kata craft
(keterampilan adiluhung), kemudian atas jasa Ruskin dan Morris, dua tokoh
gerakan antiindustri di Inggris pada abad ke-19, kata desaindiberi bobot sebagai
seni berketerampilan tinggi (art and craft).
Agus Sachari (2005:3) juga menyatakan bahwa pada awalnya desain
merupakan kata baru berupa peng-Indonesiaan dari kata design (bahasa Inggris), istilah ini melengkapi kata “rancang/rancangan/merancang” yang dinilai kurang
mengekspresikan keilmuan, keluasan dan kewibawaan profesi. Sejalan dengan itu,
kalangan insinyur menggunakan istilah rancang bangun, sebagai pengganti istilah
desain. Namun di kalangan keilmuan seni rupa istilah „desain‟ tetap secara
konsisten dan formal dipergunakan.
Sumbo Tinarbuko (2007) menyatakan bahwa Desain Komunikasi Visual
adalah ilmu yang mempelajari konsep komunikasi dan ungkapan daya kreatif,
yang diaplikasikan dalam berbagai media komunikasi visual dengan mengolah
elemen desain grafis terdiri dari gambar (ilustrasi), huruf, warna, komposisi dan
layout. Artinya, menurut Sumbo Tinarbuko, Desain Komunikasi Visual dapat
dipahami sebagai salah satu upaya pemecahan masalah (komunikasi, atau
komunikasi visual) untuk menghasilkan suatu desain yang paling baru di antara
commit to user 2. Prinsip Dasar Desain
Prinsip dasar desain merupakan pengorganisasian unsur-unsur dasar desain
dengan memperhatikan prinsip-prinsip dalam menciptakan dan mengaplikasikan
kreativitas. Frank Jefkins (1997:245) mengelompokkan prinsip-prinsip desain
menjadi: kesatuan, keberagaman, keseimbangan, ritme, keserasian, proporsi,
skala, dan penekanan.
a. Kesatuan (unity)
Kesatuan merupakan sebuah upaya untuk menggabungkan unsur-unsru
desain menjadi suatu bentuk yang proporsional dan menyatu satu sama lain ke
dalam sebuah media. Kesatuan desain merupakan hal yang penting dalam
sebuah desain, tanpa ada kesatuan unsur-unsur desain akan terpecah berdiri
sendiri-sendiri tidak memiliki keseimbangan dan keharmonisan yang utuh.
b. Keberagaman (variety)
Keberagaman dalam desain bertujuan untuk menghindari suatu desain
yang monoton. Untuk itu diperlukan sebuah perubahan dan pengkontrasan
yang sesuai. Adanya perbedaan besar kecil, tebal tipis pada huruf,
pemanfaatan pada gambar, perbedaan warna yang serasi, dan keragaman
unsur-unsur lain yang serasi akan menimbulkan variasi yang harmonis.
c. Keseimbangan (balance)
Keseimbangan adaslah bagaimana cara mengatur unsur-unsur yang ada
menjadi sebuah komposisi yang tidak berat sebelah. Keseimbangan dapat
tercapai dari dua bagian, yaitu secara simetris yang terkesan resmi/formal
yang tercipta dari sebuah paduan bentuk dan ukuran tata letak yang sama,
commit to user
lebih dinamis yang terbentuk dari paduan garis, bentuk, ukuran, maupun tata
letak yang tidak sama namun tetap seimbang.
d. Ritme/irama (rhythm)
Aliran secara keseluruhan terhadap desain selalu menyiratkan irama
yang nyaman. Suatu gerak yang dijadikan sebagai dasar suatu irama dan ciri
khasnya terletak pada pengulangan-pengulangan yang dilakukan secara teratur
yang diberi tekanan atau aksen. Ritme membuat adanya kesan gerak yang
menyiratkan mata pada tampilan yang nyaman dan berirama.
e. Keserasian (harmony)
Suptandar mengartikan keserasian sebagai usaha dari berbagai macam
bentuk, bangun, warna, tekstur, dan elemen lain yang disusun secara seimbang
dalam suatu komposisi utuh agar nikmat untuk dipandang. Keserasian adalah
keteraturan di antara bagian-bagian suatu karya.
f. Proporsi (proportion)
Proporsi merupakan perbandingan antara suatu bilangan dari suatu
obyek atau komposisi . Bisa dikatakan bahwa proporsi merupakan kesesuaian
ukuran dan bentuk hingga tercipta keselarasan dalam sebuah bidang. Terdapat
tiga hal yang berkaitan dengan masalah proporsi, yaitu penempatan susunan
yang menarik, penentuan ukuran dan bentuk yang tepat, dan penentuan ukuran
sehingga dapat diukur atau disusun sebaik mungkin.
g. Skala (scale)
Skala adalah ukuran relatif dari suatu obyek, jika dibandingkan
terhadap obyek atau elemen lain yang telah diketahui ukurannya. Skala
commit to user
telah dimunculkan (faktor keterbacaan). Skala juga sangat berguna bagi
terciptanya kesesuaian bentuk atau obyek dalam suatu desain.
h. Penekanan (emphasis)
Frank Jefkins(1997:245) menyebutkan bahwa: “Dalam penekanan, all
emphasis is no emphasis, bila semua ditonjolkan, maka yang terjadi adalah
tidak ada hal yang ditonjolkan”. Adanya penekanan dalam desain merupakan
hal yang penting untuk menghindari kesan monoton. Penekanan dapat
dilakukan pada jenis huruf, ruang kosong, warna, maupun yang lainnya akan
menjadikan desain menjadi menarik bila dilakukan dalam proporsi yang cukup
dan tidak berlebihan.
3. Lingkup Desain Komunikasi Visual
Di Indonesia kegiatan desain dikelompokkan menjadi tiga bagian besar,
yang terdiri dari:
a. Desain Produk Industri (Industrial Design)
b. Desain Komunikasi Visual (Visual Communication Design)
c. Desain Interior (Interior Design)
Desain Komunikasi Visual, yaitu:
Profesi yang mengkaji dan mempelajari desain dengan berbagai
pendekatan dan pertimbangan, baik yang menyangkut komunikasi, media, citra,
tanda maupun nilai. Dari aspek keilmuan, Desain Komunikasi Visual juga
mengkaji hal-hal yang berkaitan dengan komunikasi dan pesan, teknologi
percetakan, penggunaan teknologi multimedia, dan teknik persuasi pada
masyarakat.
Cenadi (1999:4) menjelaskan pengertian Desain Komunikasi Visual
commit to user
secara visual. Desainer komunikasi visual berusaha untuk mempengaruhi
sekelompok pengamat. Mereka berusaha agar kebanyakan orang dalam target
group (sasaran) tersebut memberikan respon positif kepada pesan visual tersebut.
Oleh karena itu Desain Komunikasi Visual harus komunikatif, dapat dikenal,
dibaca dan dimengerti oleh target group tersebut.
Ruang lingkup Desain Komunikasi Visual, meliputi:
a. Desain Grafis Periklanan (Advertising)
b. Animasi
c. Desain Identitas Usaha (Corporate Identity)
d. Desain Marka Lingkungan (Environment Graphics)
e. Desain Multimedia
f. Desain Grafis Industri (promosi)
g. Desain Grafis Media (buku, surat kabar, majalah, dan lain-lain)
h. Cergam (komik), Karikatur, Poster
i. Fotografi, Tipografi, dan Ilustrasi
4. Fungsi Desain Komunikasi Visual
Dalam perkembangannya selama beberapa abad, Desain Komunikasi
Visual menurut Cenadi (1999:4) mempunyai tiga fungsi dasar, yaitu sebagai
sarana identifikasi, sebagai sarana informasi dan instruksi, dan yang terakhir
sebagai sarana presentasi dan promosi.
a. Desain Komunikasi Visual Sebagai Sarana Identifikasi
Fungsi dasar yang utama dari Desain Komunikasi Visual adalah
sebagai sarana identifikasi. Identitas seseorang dapat mengatakan tentang
siapa orang itu, atau dari mana asalnya. Demikian juga dengan suatu benda,
produk ataupun lembaga, jika mempunyai identitas akan dapat mencerminkan
kualitas produk atau jasa itu dan mudah dikenali, baik oleh baik oleh
commit to user
b. Desain Visual Sebagai Sarana Informasi dan Instruksi
Sebagai sarana informasi dan instruksi, Desain Komunikasi Visual
bertujuan menunjukkan hubungan antara suatu hal dengan hal yang lain dalam
petunjuk, arah, posisi dan skala, contohnya peta, diagram, simbol dan
penunjuk arah. Informasi akan berguna apabila dikomunikasikan kepada orang
yang tepat, pada waktu dan tempat yang tepat, dalam bentuk yang dapat
dimengerti, dan dipresentasikan secara logis dan konsisten.
c. Desain Komunikasi Visual Sebagai Sarana Presentasi dan Promosi
Tujuan dari Desain Komunikasi Visual sebagai sarana presentasi dan
promosi adalah untuk menyampaikan pesan, mendapatkan perhatian (atensi)
dari mata (secara visual) dan membuat pesan tersebut dapat diingat; contohnya
poster. Penggunaan gambar dan kata-kata yang diperlukan sangat sedikit,
mempunyai satu makna dan mengesankan. Umumnya, untuk mencapai tujuan
ini, maka gambar dan kata-kata yang digunakan bersifat persuasif dan
menarik, karena tujuan akhirnya adalah menjual suatu produk atau jasa.
5. Dasar Perancangan Desain Komunikasi Visual
Pujiyanto dalam makalahnya berjudul Kreativitas dalam Merancang
Desain Komunikasi Visual mengemukaan bahwa dalam penciptaan karya Desain
Komunikasi Visual terdapat berbagai masalah yang kompleks antara desainer dan
klien, yang satu sama lain saling berhubungan dan mempengaruhi dalam
pengambilan keputusan untuk menghasilkan desain yang menarik, efektif, dan
fungsional. Untuk itu diperlukan beberapa pedoman mendasar, yaitu:
a. Pangsa Pasar
Pangsa pasar merupakan kelompok yang dituju dalam
commit to user
mengetahui latar belakang khalayak tersebut, baik dari segi usia, jenis
kelamin, tingkat sosial, pendidikan, dan lainnya guna mendukung penetapan
sebuah bentuk desain yang sesuai dan tepat bagi khalayak yang dituju
sehingga dapat dimengerti dan dipahami.
b. Konsep Desain
Konsep desain disebut sebagai inti pesan yang berfungsi sebagai tema
utama dalam sebuah desain. Konsep desain merupakan jabaran lengkap
mengenai isi desain beserta gambarannya dan alasan-alasan yang kuat dalam
pemilihan sebuah bentuk desain.
c. Pesan Desain
Pesan desain merupakan kesimpulan akhir dari pengolahan data pangsa
pasar dan konsep desain. Kesimpulan ini mencerminkan tema utama yang
menyeluruh dan mewakili desain yang disampaikan agar dapat diterima atau
merupakan titik pandang utama sebuah desain bagi khalayak yang dituju.
d. Media Desain
Media desain merupakan alat atau sarana yang dapat dipakai untuk
memuat pesan sebagai bentuk akhir perancangan yang meliputi berbagai
media untuk menyampaikan suatu desain agar dapat didengar atau dilihat oleh
khalayak yang kemudian direspon. Dalam menentukan pemilihan media
desain dipengaruhi oleh faktor-faktor pendukungnya yang berkaitan dengan
sasaran yang ingin dituju, waktu, lokasi penempatan, dan efektivitas serta
efisiensinya, karena masing-masing media memiliki karakteristik, kelebihan
commit to user
6. Elemen-elemen Desain Komunikasi Visual
Cenadi (1999:5) menyebutkan bahwa elemen-elemen Desain Komunikasi
Visual diantaranya adalah tipografi, ilustrasi, dan simbolisme. Elemen-elemen ini
dapat berkembangan seiring dengan perkembangan teknologi dan penggunaan
media.
a. Tata Letak Perwajahan (Layout)
Pengertian layout menurut Graphic Art Encyclopedia “Layout is
arrangement of a book, magazine, or other publication so that and illustration
follow a desired format”. Layout adalah merupakan pengaturan yang
dilakukan pada buku, majalah, atau bentuk publikasi lainnya, sehingga teks
dan ilustrasi sesuai dengan bentuk yang diharapkan.
Lebih lanjut dapat dikatakan bahwa: “Layout includes directions for
marginal data, pagination, marginal allowances, center headings and side
head, placement of illustration”. Layout juga meliputi semua bentuk
penempatan dan pengaturan untuk catatan tepi, pemberian gambar,
penempatan garis tepi, penempatan ukuran dan bentuk ilustrasi.
b. Tipografi
Menurut Frank Jefkins (1997:248) tipografi merupakan “Seni memilih
huruf, dari ratusan jumlah rancangan atau desain jenis huruf yang tersedia,
menggabungkannya dengan jenis huruf yang berbeda, menggabungkan
sejumlah kata yang sesuai dengan ruang yang tersedia, dan menandai naskah
untuk proses typesetting, menggunakan ketebalan dan ukuran huruf yang
berbeda. Tipografi yang baik mengarah pada keterbacaan dan kemenarikan,
dan desain huruf tertentu dapat menciptakan gaya (style) dan karakter atau
commit to user
Tipografi adalah seni menyusun huruf-huruf sehingga dapat dibaca
tetapi masihmempunyai nilai desain. Tipografi digunakan sebagai metode
untuk menerjemahkan kata-kata(lisan) ke dalam bentuk tulisan (visual).
Fungsi bahasa visual ini adalah untukmengkomunikasikan ide, cerita dan
informasi melalui segala bentuk media, mulai dari labelpakaian, tanda-tanda
lalu lintas, poster, buku, surat kabar dan majalah. Karena itu pekerjaanseorang
tipografer (penata huruf) tidak dapat lepas dari semua aspek kehidupan
sehari-hari (Cenadi,1999:5).
c. Ilustrasi
Menurut Cenadi (1999:7) ilustrasi adalah suatu bidang dari seni yang
berspesialisasi dalam penggunaan gambar yang tidak dihasilkan dari kamera
atau fotografi (nonphotographic image) untuk visualisasi. Dengan kata lain,
ilustrasi yang dimaksudkan di sini adalah gambar yang dihasilkan secara
manual.
Dalam desain grafis, ilustrasi dalam karya Desain Komunikasi Visual
dibagi menjadi dua, yaitu ilustrasi yang dihasilkan dengan tangan atau gambar
dan ilustrasi yang dihasilkan oleh kamera atau fotografi. Menurut Adi
Kusrianto (2007:110), ilustrasi dapat digunakan untuk menampilkan banyak
hal serta berfungsi antara lain :
1) Memberikan gambaran tokoh atau karakter dalam cerita,
2) Menampilkan beberapa contoh item yang diterangkan dalam suatu buku
pelajaran (text book),
3) Memvisualisasikan langkah-demi langkah pada sebuah instruksi dalam
panduan teknik,
commit to user d. Simbolisme
Simbolisme sangat efektif digunakan sebagai sarana informasi untuk
menjembatani perbedaan bahasa yang ada karena sifatnya yang universal
dibanding kata-kata atau bahasa. Bentuk yang lebih kompleks dari simbol
adalah logo. Logo merupakan identifikasi dari sebuah perusahaan karena logo
harus mampu mencerminkan citra, tujuan, jenis, serta objektivitasnya agar
berbeda dari yang lainnya.
e. Warna
Warna merupakan elemen penting yang dapat mempengaruhi sebuah
desain. Pemilihan warna dan pengolahan atau penggabungan satu dengan
lainnya akan dapat memberikan suatu kesan atau image yang khas dan
memiliki karakter yang unik, karena setiap warna memiliki sifat yang
berbeda-beda. Danger menyatakan bahwa warna adalah salah satu dari dua unsur yang
menghasilkan daya tarik visual, dan kenyataannya warna lebih berdaya tarik
pada emosi daripada akal.
f. Animasi
Penggunaan unsur-unsur gerak atau disebut animasi khususnya dalam
multimedia akan menimbulkan kesan tersendiri bagi yang melihatnya. Istanto
mengatakan bahwa konsep dari animasi menggambarkan gerak sehingga dapat
mendukung tampilan secara lebih dinamis.
Berdasarkan teknis pembuatannya, animasi dibagi menjadi dua, yaitu:
1) Animasi dua dimensi (2D), adalah animasi yang berkesan datar (flat),
commit to user
2) Animasi tiga dimensi (3D), adalah karakter yang dibuat dapat dilihat
dari berbagai sudut pandang dan adanya kesan mendalam atau
berdimensi ruang.
Penggunaan animasi dalam sebuah desain multimedia dapat
menjadikan tampilan menjadi lebih menarik dan dinamis. Pemilihan jenis
animasi yang digunakan bergantung pada kebutuhannya sehingga desaian
yang dihasilkan dapat lebih efektif dan efisien.
g. Suara
Suara merupakan elemen pendukung yang digunakan untuk lebih
menghidupkan suasana interaksi. Dalam multimedia interaktif, suara
dibedakan menjadi dua, yaitu suara utama dan suara pendukung. Suara utama
adalah suara yang mengiringi pengguna selama interaksi berlangsung, sedang
suara pendukung merupakan suara yang terdapat pada tombol-tombol
commit to user BAB III
IDENTIFIKASI DATA
A. Data Sanggar Metta Budaya
1. Sejarah dan Latar Belakang Berdiri
Sanggar Tari ini tercipta dari sebuah gagasan dari sekelompok anak
lulusan SMK Negeri 8 Surakarta (SMKI) yang merupakan sebuah sekolah
kejuruan yang mengajarkan seni tari dan karawitan kepada murid-muridnya.
Mereka ingin menyalurkan ilmu yang mereka dapatkan di sekolah kepada
anak-anak khususnya di Kota Surakarta agar seni tari di kota yang disebut sebagai kota
budaya ini tidak luntur. Akhirnya 5 Agustus 1989 mereka mendirikan sanggar tari
yang diberi nama Sanggar Tari Metta Budaya dengan Bapak Joko Sudiyono
sebagai ketua. Awalnya, mereka bertempat di Pendopo Prangwedanan yang ada di
Pura Mangkunegaran, namun karena ada perbedaan ideologi dengan pemilik
tempat, akhirnya mereka angkat kaki dari Istana Mangkunegaran dan sempat
berpindah-pindah dari Dalem Joyosuman Gajahan, kemudian pindah di Gedung
Dinas Perburuhan Kota Surakarta, sampai pada akhirnya mereka menetap di Joglo
Mandala Wisata Sriwedari yang berada di Jalan Slamet Riyadi 275, Surakarta sampai sekarang.
Sanggar Tari Metta Budaya adalah pelopor sanggar tari tradisi di Kota
Surakarta. Mereka tidak hanya mengajarkan materi tari tradisi gaya Surakarta saja,
tapi juga mengajarkan seni pertunjukan wayang orang dan selain itu siswa juga
diajak bermain „Dolanan Anak‟ untuk pelestarian dolanan Jawa yang sudah jarang
dimainkan anak-anak.