• Tidak ada hasil yang ditemukan

PARTIKEL DALAM BAHASA BATAK KARO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PARTIKEL DALAM BAHASA BATAK KARO"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

PARTIKEL DALAM BAHASA BATAK KARO

SKRIPSI

OLEH

FILEMON GINTING

040701028

DEPARTEMEN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009

(2)

PERNYATAAN

Dengan ini penulis menyatakan bahwa dalam Skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memeroleh kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali yang secara tertulis dan diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila dalam pernyataan ini tidak benar, saya bersedia menerima saksi berupa pembatalan gelar kesarjanaan yang saya peroleh.

Medan

(3)

PARTIKEL DALAM BAHASA BATAK KARO

OLEH

FILEMON GINTING

ABSTRAK

Penelitian ini mendeskripsikan partikel dalam bahasa Batak Karo. Dalam pengumpulan data digunakan metode cakap yang memiliki teknik dasar berupa teknik pancing dan teknik lanjutan, sedangkan dalam analisis data digunakan metode padan ekstralingual, yaitu suatu metode yang alat penentunya diluar, terlepas, dan tidak menjadi bagian dari bahasa yang bersangkutan. Selanjutnya untuk pembahasaan ini menggunakan teori Sutawijaya yang bentuk partikelnya tidak dapat di derivikasikan atau diinfleksikan yang mengandung makna gramatikal dan tidak mengandung makna leksikal. Dan Wollams juga mengatakan bahwa kalimat sering tidak bergantung pada sistem gramatikal dan leksikal saja, tetapi bergantung pada kaedah wacana. Kemudian peniltian ini dapat disimpulkan bahwa partikel dalam bahasa Batak Karo terdapat dalam

tiga jenis yaitu: (1) Partikel Penghalus, (2) Partikel Penegas/Emfasis, (3) Partikel Wacana.

(4)

PRAKATA

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah

melimpahkan Rahmat dan Karunia-Nya kepada penulis sehingga skripsi ini diselesaikan dengan baik.

Penulis juga mengucapkan Terimakasih kepada:

1. Bapak Drs. Syaifuddin, M.A.Ph.D., sebagai Dekan Fakultas Sastra USU. 2. Ibu Dra. Nurhayati Harahap, M. Hum., sebagai Ketua Departemen Sastra

Indonesia sekaligus sebagai dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan dukungan

kepada penulis mengikuti perkulihan di Depatemen Sastra Indonesia. 3. Ibu Dra. Sugihana Sembiring, M. Hum., sebagai dosen pembimbing I yang

telah banyak dan sabar memberikan bimbingan serta dukungan selama penyelesaian skripsi ini.

4. Bapak Drs. Hariadi Susilo, M. Si., sebagai dosen pembimbing II yang telah membimbing dan memberikan masukan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

5. Bapak dan ibu Staf pengajar Departemen Sastra Indonesia Fakultas Sastra USU yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengajaran selama penulis mengikuti perkuliahan.

6. Kedua orang tua tercinta, A. Ginting dan R. br Sembiring yang sangat setia mendampingi, memberikan doa serta dukungan moral dan material kepada penulis. Semua ini penulis persembahkan buat ayah dan ibu.

(5)

7. Kakak, adik dan P. Ginting bersama keluarga yang selalu memberikan semangat dan motifasi untuk penyelesaian skripsi ini.

8. Kepada Karolina Surbakti yang banyak memberikan dukungan dan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Semua teman di Departemen Sastra Indonesia Fakultas Sastra Indonesia Stambuk 2004 dan khususnya Hisyam, Wanto, Ricky, Ori, dan Nico terima kasih sudah menjadi sahabat yang baik buat penulis.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,

penulis mengharap kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya membangun.

Akhirnya, penulis berharap skripsi ini dapat menambah wawasan pengetahuan pembaca.

Medan, 17 Februari 2009

(6)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN ... i ABSTRAK ... ii PRAKATA ... iii DAFTAR ISI ... v BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah ... 1

1.1.1. Latar Belakang ... 1

1.1.2. Masalah... 9

1.2. Batasan Masalah ... 9

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 9

1.3.1. Tujuan Penelitian ... 9

1.3.2. Manfaat Penelitian ... 10

1.4. Metode Penelitian ... 10

1.4.1. Metode Penelitian ... 10

1.4.2. Metode dan Teknik Analisis Data ... 12

1.5. Landasan Teori ... 13

1.5.1. Kalimat ... 13

1.5.2. Partikel ... 14

BAB II FUNGSI PARTIKEL DALAM BAHASA BATAK KARO 1.1. Fungsi Partikel Dalam Bahasa Batak Karo ... 16

1.1.1. Partikel Penghalus ... 16

1. Min ... 16

2. Lah ... 17

3. Gia ... 18

1.1.2. Partikel Emfasis / Penegas ... 20

1. Kel ... 20

2. Jine... 21

(7)

4. Bo ... 23 5. Ndia ... 23 6. Keh ... 24 7. Kang ... 25 8. Kin ... 27 9. Nge ... 38 10. Pe ... 31 2.1.3. Partikel Wacana ... 35 1. Emkap ... 35 2. Kunuken ... 37 3. Dage ... 38 4. Me ... 39

2.2. Bentuk Partikel Dalam Bahsa Batak Karo ... 44

2.2.1 Kombinasi Berbagai Partikel ... 44

1. Kombinasi Antara Partikel Emfasis Dengan Partikel Emfasis ... 44

2. Kombinasi Antara Partikel Emfasis Dengan Partikel Penghalus ... 45

3. Kombinasi Antara Partikel Emfasis Dengan Partikel Wacana ... 45

2.2.2 Penentu Topik ... 46

1. Penanda Topik Yang Letaknya Dimuka ... 47

2. Penanda Topik Yang Letaknya Dibelakang ... 48

3. Penanda Topik Yang Digunakan Bersamaan ... 49

BAB III SIMPULAN DAN SARAN Simpulan ... 50

Saran ... 53

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(8)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah 1.1.1 Latar Belakang

Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia (Keraf, 1971:1). Manusia berurusan dengan bahasa karena bahasa banyak memberikan fungsi dan manfaat bagi manusia. Dengan berbahasa, manusia dapat mengungkapkan pikiran, perasaan dan kemampuan (cipta, rasa dan karsa) kepada orang lain.

Bahasa Batak Karo merupakan bagian dari bahasa-bahasa daerah yang hidup di Indonesia. Bahasa Batak Karo berfungsi sebagai alat komunikasi antar individu, antar masyarakat khususnya masyarakat Batak Karo. Bila dilihat dari segi kedudukannya bahasa Batak Karo merupakan bahasa daerah yang dipelihara dan dibina oleh para penuturnya serta dihormati oleh negara karena merupakan bagian dari kebudayaan yang hidup.

Masyarakat Batak Karo bermukim di wilayah sebelah Barat Laut Danau Toba yang mencakup luas wilayah sekitar 5.000 kilometer persegi yang secara astronomis terletak sekitar antara 3o dan 3o30 Lintang Utara serta 98o dan 98o 30’ Bujur Timur. Woollams (2004:2) wilayah Tanah Karo tersusun atas dua wilayah utama sebagai berikut :

a. Dataran tinggi Tanah Karo, yang mencakup seluruh wilayah Kabupaten Karo dengan pusat administratifnya di Kota Kabanjahe. Wilayah dataran tinggi Tanah

Karo ini menjorok ke selatan hingga masuk ke wilayah Kabupaten Dairi (khususnya Kecamatan Tanah Pinem dan Tiga Lingga) serta Kearah Timur masuk

(9)

ke bagian wilayah Kecamatan Si Lima Kuta yang terletak di Kabupaten Simalungun. Masyarakat Karo menyebut wilayah permukiman Dataran Tinggi ini dengan nama Karo Gugung.

b. Dataran rendah Tanah Karo, yang mencakup wilayah-wilayah Kecamatan dari Kabupaten Langkat dan Kabupaten Deli Serdang yang terletak pada bagian ujung selatan secara geografis (namun tertinggi secara topografis). Wilayah ini dimulai dari Plato Tanah Karo yang membentang ke bawah hingga mencapai sekitar kampung-kampung Bahorok, Namo Ukur, Pancur Batu, dan Namo Rambe yang ada di sebelah Utara, serta Bangun Purba, Tiga Juhar, dan Gunung Meriah di sisi Timur. Masyarakat Karo menyebut daerah ini dengan nama Karo Jahe (Karo

Hilir).

Wilayah dataran tinggi Tanah Karo dianggap sebagai pusat kebudayaan dan tanah asli nenek moyang masyarakat Batak Karo. Di wilayah ini, bahasa tidak banyak tersentuh oleh pengaruh-pengaruh luar, serta ikatan kekerabatan dan kehidupan tradisional masih terpelihara sangat kuat.

Wilayah dataran rendah Karo lebih banyak menyerap pengaruh masyarakat Melayu pesisir. Banyak masyarakat Karo yang juga bermukim di ibu kota Provinsi Sumatera Utara Medan, yaitu yang berada sejauh 78 kilometer atau sekitar dua jam perjalanan darat dari Kabanjahe, yang menyebabkan melemahnya kemurnian bahasa dan ikatan kekerabatan mereka dengan kaum masyarakat dataran tinggi. Masyarakat Karo yang tinggal di Medan lebih mengutamakan penggunaan bahasa Indonesia dibanding bahasa Batak Karo. Bahkan mereka tidak lagi menggunakan bahasa Karo saat bercakap-cakap dengan orang tua mereka. Hal ini yang membuat bahasa Batak Karo melemah bahkan tidak dipakai masyarakat Karo itu sendiri.

(10)

Dalam berbahasa sehari-hari manusia menggunakan rangkaian kalimat yang saling berhubungan satu sama lain. Di dalam rentetan kalimat yang diucapkan manusia salah satu di dalamnya pastilah terdapat partikel.

Partikel tidak dapat digunakan sebagai bentuk bebas yang terisolasi dan penggunaannya diatur menurut batasan-batasan distribusional yang ketat. Karakteristik distribusional ini menjadi ciri khas yang membedakan mereka dari bentukan-bentukan lain yang relatif leluasa mobilitasnya dan tak terikat seperti adverbia penegasan (Woollams, 2004:356).

Namun penulisan partikel ini ada yang dipisah dengan kata yang mendahuluinya dan ada yang ditulis serangkai. Salah satu partikel yang ditulis terpisah adalah partikel

pun. Bentuk pun yang sudah dianggap padu ditulis serangkai seperti adapun, ataupun,

biarpun, meskipun, sungguhpun, kalaupun, bagaimanapun, kendatipun, sekalipun,

walaupun dan maupun (Ritonga, 2003:77).

Rahardi (2001:8) mengatakan pun yang ditulis terpisah jumlahnya tidak terbatas karena unsur itu berciri longgar atau kadar keeratannya rendah dengan kata yang mendahuluinya. Kadar keeratan yang kuat ditandai dengan tidak mungkinnya kedua unsur tersebut diselipi unsur tertentu.

Dalam bahasa Indonesia ada empat partikel yaitu : -lah, -kah, -tah dan pun (Hasan, 1998:307). Dari keempat partikel tersebut –lah, -kah, dan pun sangat lazim ditemukan dalam bahasa Indonesia. Hanya –tah saja yang berciri arkais atau kuno dan hanya bisa ditemukan di dalam teks-teks lama.

(11)

Menurut Hasan ada beberapa fungsi partikel dalam bahasa Indonesia, yaitu:

- Partikel –kah, yang berbentuk klitika dan bersifat manasuka dapat menegaskan kalimat interogatif (kalimat tanya) dan menjadikan kalimat lebih formal dan sedikit lebih halus, serta memperjelas kalimat interogatif.

Contoh :

- Diakah yang akan datang?

- Bagaimanakah penyelesaian soal ini jadinya? - Tidak dapatkah dia mengurus soal sekecil itu?

- Partikel –lah, yang juga berbentuk klitika, berfungsi untuk menghaluskan nada perintahnya serta memberi ketegasan yang sedikit keras.

Contoh :

- Pergilah sekarang, sebelum hujan turun ! - Dari ceritamu, jelaslah kamu yang salah.

- Partikel –tah, yang juga berbentuk klitika, dipakai dalam kalimat interogatif. Partikel –tah banyak dipakai dalam sastra lama, tetapi sekarang tidak banyak lagi dipakai.

Contoh :

- Apatah artinya hidup ini tanpa engkau?

(12)

- Partikel pun, penulisannya dipisah dengan kata yang mendahuluinya, tetapi ada juga yang ditulis serangkai. Partikel ini berfungsi untuk mengeraskan arti kata yang diiringinya.

Contoh :

- Mereka pun akhirnya setuju dengan usul kami. - Siapa pun yang tidak setuju pasti akan diawasi.

Perbedaan partikel dan sufiks (Agustien, 1999: 31) dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Partikel tidak memindahkan jenis kata. Sebaliknya, sufiks memindahkan kelas kata dari kata yang diikutinya.

Contoh:

- Pergilah! (pergi tetap kata kerja)

- Ayahlah yang berhak! (Ayah tetap kata benda) - Cangkul-cangkulkan! (kata benda > kata kerja) - Besar-besarkan! (kata sifat > kata kerja)

2. Kata yang diikuti sebuah partikel dapat bermacam jenis katanya dan tetap mempertahankan jenis katanya. Sebaliknya, sufiks mengelompokkan berbagai jenis kata menjadi satu jenis kata yang sama.

Contoh:

- Siapakah dia? (tetap kata ganti tanya) - Bapakkah yang datang? (tetap kata benda)

- Lemparkan tombak itu! (kata kerja dari kata kerja) - Besarkan api itu! (kata kerja dari kata sifat)

(13)

Sebaliknya sufiks bergerak dalam bidang morfologi.

Agustien juga mengatakan fungsi dan makna partikel dapat diperinci sebagai berikut :

1. Partikel kah, fungsinya sebagai berikut:

a. Memberi tekanan dalam pertanyaan. Kata yang dihubungkan dengan kah itu dipentingkan.

Contoh:

- Sawah, atau ladangkah yang digarapnya?

b. Dapat dipakai pula untuk menyatakan hal yang tak tentu. Sebenarnya hal itu merupakan pertanyaan yang tidak langsung.

Contoh:

- Datangkah atau tidakkah, kami tak tahu. 2. Partikel tah, fungsinya sebagai berikut:

Sama dengan kah, tetapi lebih terbatas pemakaiannya hanya pada kata tanya saja.

Contoh:

- apatah, manatah, siapatah.

Bentuk-bentuk ini lebih sering dijumpai dalam Melayu Lama. Makna pertanyaan dengan mempergunakan partikel tah adalah meragukan atau kurang tentu.

3. Partikel lah, fungsinya sebagai berikut:

a. Mengeraskan gatra perbuatan, baik dalam kalimat berita, kalimat perintah, maupun dalam permintaan atau harapan.

Contoh:

(14)

b. Mengersakan suatu gatra keterangan. Contoh:

- Apapun yang terjadi, pastilah aku akan datng ke sana.

c. Menekankan gatra pangkal, dalam hal ini biasanya ditambah dengan partikel

yang.

Contoh:

- Kamulah yang harus mengerjakan soal itu. 4. Partikel pun, fungsi dan artinya sebagai berikut:

a. Mengeraskan atau memberi tekanan pada kata yang bersangkutan, dalam hal ini dapat diartikan dengan juga.

Contoh:

- Dia pun mengetahui persoalan itu.

b. Dalam penguatan atau pengeras dapat terkandung arti atau pengertian perlawanan.

Contoh:

- Mengorbankan nyawa sekali pun aku rela.

c. Gabungan antara pun + lah dapat mengandung aspek inkoatif. Contoh:

- Hujan pun turunlah dengan lebatnya.

Partikel dalam bahasa Batak Karo tidak ada yang ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya. Hal ini disebabkan karena partikel dalam bahasa Batak Karo yang terletak di depan dan di belakang berfungsi untuk menerangkan unsur yang terletak pada awal kalimat yang menjadi kombinasi dalam membentuk suatu frase yang secara fonologis terpisahkan dari sisa kalimatnya (dalam pengucapan verbal yang diisyaratkan

(15)

melalui potensi perhentian sementara, sedangkan pada penulisan dilambangkan dengan tanda koma). Unsur yang demikian kerap berupa nomina yang dipindahkan kedepan, namun dapat juga berupa konstituen biasa yang terintegrasi secara erat pada kalimat (Woollams, 2004:375).

Partikel dalam bahasa Indonesia berbeda dengan partikel dalam bahasa Batak Karo. Hal ini jelas terlihat bahwa dalam bahasa Indonesia penulisan partikel ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya (meskipun ada yang ditulis terpisah), sedangkan dalam bahasa Batak Karo semua partikel ditulis terpisah dengan kata yang mendahuluinya. Hal ini yang menyebabkan peneliti merasa tertarik untuk mengkaji partikel dalam bahasa Batak Karo, selain itu peneliti juga merupakan penutur aktif bahasa Batak Karo.

Penelitian tentang bahasa Karo sudah banyak sebelumnya diantaranya “Perbandingan Kata Tugas Antara Bahasa Batak Karo dengan Bahasa Indonesia“,

penelitian ini dilakukan oleh Januari Talenta Ginting pada tahun 1985 di Universitas Sumatera Utara Fakultas Sastra Departemen Sastra Indonesia. Penelitian ini berisi tentang pemakaian kata tugas dalam suatu kalimat penunjuk makna disamping urutan kata, bentuk kata dan intonasi, serta menjelaskan perbedaan kata tugas dalam bahasa Batak Karo dengan bahasa Indonesia. Penelitian ini berbeda dengan partikel bahasa Batak Karo. Hal ini juga membuat peneliti merasa penelitian tersebut layak dan menarik untuk dibahas.

(16)

1.1.2 Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang penelitian ini, maka pokok masalah yang akan dibicarakan adalah :

1. Apakah fungsi partikel dalam bahasa Batak Karo ? 2. Bagaimana bentuk partikel dalam bahasa Batak Karo ?

1.2 Batasan Masalah

Penelitian partikel dalam bahasa Batak Karo bukanlah suatu pekerjaan yang mudah, karena peneliti bahasa itu memerlukan waktu serta didasari oleh kemampuan dan pengetahuan peneliti tentang bahasa yang diteliti. Dalam penelitian ini, peneliti menjadikan “Partikel dalam Bahasa Batak Karo” sebagai objek penelitian. Peneliti membatasi objek penelitian ini hanya dari partikel yang dipergunakan dalam bahasa Batak Karo, di samping itu, daerah penelitian ini dibatasi, yaitu di Desa Kuta Mbelin, Kecamatan Tiga Panah Kabupaten Tanah Karo.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan penelitian

Berdasarkan masalah yang dibicarakan di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. untuk mendeskripsikan fungsi partikel dalam bahasa Batak Karo.

b. memahami dan menjabarkan penggunaan partikel dalam kalimat pada bahasa Batak Karo.

(17)

1.3.2 Manfaat Penelitian

Penelitian ini mempunyai beberapa manfaat yaitu :

a. menambah wawasan dan pengetahuan masyarakat khususnya masyarakat Batak Karo tentang fungsi partikel yang sering digunakan dalam percakapan sehari-hari. b. menambah wawasan dan pengetahuan peneliti tentang penggunaan partikel dalam

kalimat bahasa Batak Karo.

c. menjadi sumber masukan bagi peneliti lain, khususnya bagi peneliti Bahasa Batak Karo.

d. memperkenalkan bahasa Batak Karo kepada masyarakat sebagai salah satu bahasa Daerah yang turut memperkaya kebudayaan nasional.

1.4 Metode Penelitian

1.4.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Metode adalah cara yang harus dilaksanakan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan teknik penelitian kepustakaan (library research) yaitu mencari dari buku-buku yang membahas tentang masalah tersebut.

Selain menggunakan metode kepustakaan, penelitian ini juga menggunakan metode cakap. Disebut metode cakap karena cara yang ditempuh dalam pengumpulan data adalah berupa percakapan antara peneliti dengan informan mengandung arti terdapat kontak peneliti dengan informan di daerah pengamatan yang telah ditentukan (Sudaryanto, 1993:137).

Mahsun (2005:128) mengungkapkan metode cakap memiliki teknik dasar berupa teknik pancing. Dikatakan teknik dasar karena “percakapan” yang diharapkan sebagai pelaksanaan metode ini muncul jika peneliti memberi stimulasi atau pancingan (dapat

(18)

berupa bentuk atau makna yang biasanya tersusun dalam bentuk daftar pertanyaan) pada informan untuk memunculkan gejala kebahasaan yang diharapkan oleh peneliti.

Sebagai teknik dasar tentu memiliki teknik lanjutan. Adapun teknik lanjutan tersebut adalah teknik cakap semuka dan teknik cakap tansemuka. Disebut teknik cakap semuka karena peniliti melakukan percakapan dengan cara berhadapan langsung dengan informan, sedangkan dinamakan teknik cakap tansemuka karena peniliti tidak bertemu secara langsung dengan informan yang dijadikan sumber data. Dalam hal ini, percakapan dapat dilakukan melalui telepon atau media lainnya (Mahsun, 2005:250).

Mahsun juga mengungkapkan selain kedua teknik lanjutan di atas, metode cakap ini juga memiliki dua lagi teknik lanjutan, yaitu teknik catat dan teknik rekam. Kedua teknik ini dapat digunakan secara bersamaan dengan penerapan salah satu dari teknik cakap diatas (teknik cakap semuka dan teknik cakap tansemuka).

Pada pelaksanaan teknik cakap, peneliti langsung melakukan percakapan dengan pengguna bahasa sebagai informan dengan bersumber pada pancingan yang sudah disiapkan atau secara spontanitas, maksudnya pancingan dapat muncul di tengah-tengah percakapan (Mahsun, 2005:96).

Mahsun juga mengungkapkan seseorang yang dijadikan informan harus memiliki syarat-syarat sebagai berikut:

1. Berjenis kelamin Pria atau Wanita; 2. Berusia antara 25-65 tahun (tidak pikun);

3. Orang tua, istri, atau suami informan lahir dan dibesarkan di desa itu serta jarang atau tidak pernah meninggalkan desanya;

(19)

5. Berstatus sosial menengah (tidak rendah atau tidak tinggi) dengan harapan tidak terlalu tinggi mobilitasnya;

6. Pekerjaannya bertani atau buruh; 7. Dapat berbahasa indonesia;

8. Memiliki kebanggaan dari isoleknya; dan 9. Sehat jasmani dan rohani.

1.4.2 Metode dan Teknik Analisis Data

Metode yang digunakan dalam teknik analisis data ini adalah metode padan. Metode padan, alat penentunya di luar, terlepas, dan tidak menjadi bagian dari bahasa (langue) yang bersangkutan (Sudaryanto, 1993:21). Dalam metode ini, objek sasaran penelitian ini kejatian atau identitasnya ditentukan berdasarkan tingginya kadar kesepadanannya, keselarasannya, kesesuaiannya, kecocokannya, atau kesamaannya dengan alat penentu yang bersangkutan yang sekaligus menjadi standard atau pembakunya.

Sudaryanto, (1993) mengatakan teknik yang digunakan dalam metode padan ekstralingual ada dua yaitu teknik dasar dan teknik lanjutan. Teknik dasar yang dimaksud adalah teknik pilah unsur penentu. Adapun alatnya ialah daya pilah yang bersifat mental dimiliki oleh penelitinya. Sesuai dengan jenis penentu yang akan dipisah-pisahkan atau dibagi menjadi berbagai unsur itu maka daya pilah itu dapat disebut daya pilah refrensial, daya pilah ortografis dan daya pilah pragmatis.

Sudaryanto juga menyatakan teknik dasar harus digunakan terlebih dahulu sebelum teknik lanjutan. Atau, dengan rumusan lain, penggunaan teknik lanjutan baru dapat diwujudkan bila didasarkan pada penggunaan teknik dasar. Misalnya dalam

(20)

bahasa Batak Karo bentuk min pada kalimat “ man min lebe “ makanlah dulu, merupakan partikel penghalus yang berfungsi untuk melemahkan daya imperatif atau deklaratif di mana partikel tersebut digunakan.

Contoh :

- Ndekah min ateku kam tading jenda.

Lama partikel penghalus maksud aku kamu tinggal di sini. “Sudah sejak lama aku ingin kamu tinggal disini”.

1.5 Landasan Teori 1.5.1. Kalimat

Kalimat adalah satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan, yang mengungkapkan pikiran yang utuh (Hasan, 2005:311). Dalam wujud lisan, kalimat diucapkan dengan suara naik turun dan keras lembut, disela jeda, dan diakhiri dengan intonasi akhir yang diikuti oleh kesenyapan yang mencegah terjadinya perpaduan ataupun asimilasi bunyi maupun proses fonologis lainnya. Dalam wujud tulisan berhuruf Latin, kalimat dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik (.), tanda tanya (?) atau tanda seru (!).

Hasan juga mengungkapkan kalimat merupakan satuan dasar wacana. Artinya wacana hanya akan terbentuk jika ada dua kalimat, atau lebih, yang letaknya berurutan dan berdasarkan kaidah kewacanaan. Dengan demikian, setiap tuturan, berupa Kata atau Untaian kata, yang memiliki ciri-ciri yang disebutkan diatas pada suatu wacana atau teks, berstatus kalimat.

Menurut KBBI kalimat adalah satuan bahasa yang secara relative berdiri sendiri, mempunyai pola intonasi final dari secara aktual potensial terdiri atas klausa.

(21)

Anak kalimat adalah satuan rangkaian susunan yang pada umumnya berfungsi sebagai keterangan nominal dalam memerankan sebagai deskriptif pada suatu frase kata benda (Geoff Woollams, 2004:405).

Woollams juga mengatakan dalam bukunya “ Tata Bahasa Karo “ bahwa makna sebuah kalimat sering tidak bergantung pada sistem gramatikal dan leksikal saja, tetapi bergantung pada kaedah wacana. Makna sebuah kalimat yang baik pilihan katanya oleh susunan gramatikalnya sering tidak dapat dipahami tanpa memperhatikan hubungannya dengan kalimat lain dalam sebuah wacana.

Kalimat dalam Bahasa Batak Karo didominasi oleh bentuk dengan susunan P-S kecuali aktif dan kalimat jati diri,karakteristik susunan S-P ini sesuai dengan fungsinya mengacu pada suatu kata benda yang sudah diketahui atau dapat segera dikenali oleh si lawan bicara untuk kemudian ditambahkan dengan informasi jati diri atau spesifiknya. Sebaiknya kalimat eksistensial umumnya memiliki susunan P-S yang mana lebih banyak berkenaan dengan fungsi presentatis, di mana seorang peserta baru dimunculkan mengikuti predikat.

1.5.2. Partikel

Partikel adalah semacam kata tugas yang mempunyai bentuk khusus yang sangat ringkas atau kecil dengan fungsi-fungsi tertentu (Agustien, 1999 : 31).

KBBI (2007:647) partikel adalah bentuk tambahan nonsufiks berupa akhiran pada kata tanya, seperti -kah, -lah, -tah dan pun.

Sutawijaya, (1997:30) mengatakan partikel ialah bentuk yang biasanya tidak dapat di derivikasi atau diinfleksikan yang mengandung makna gramatikal dan tidak

(22)

mengandung makna leksikal. Yang tergolong ke dalam partikel ini adalah preposisi seperti di , ke , dari dan konjungsi seperti dan , atau , yang.

Wollams, (2004:356) partikel pada umumnya berbentuk monosilabel yang hampir selalu digunakan di belakang konstituen-konstituen lain, termasuk pula operator-operator lain (dan kadang juga sesama partikel lain). Dari segi sintaksis dan fonologi, partikel ini digolongkan ke dalam rangkaian susunan setingkat frase bersama dengan konstituen-konstituen yang diikutinya. Namun, dari segi semantik partikel ini, cenderung dianggap sebagai keterangan terhadap keseluruhan kalimat di mana partikel tersebut berada.

Samin (2003:31) mengatakan ada tiga cara penulisan partikel di dalam bahasa Indonesia menurut Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EyD), yaitu:

- Partikel ditulis serangkai atau digabung dengan kata yang mendahuluinya. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah partikel –kah dan –tah yang merupakan partikel penanya dan –lah yang merupakan partikel penegas.

- Partikel ditulis terpisah dengan kata yang mendahuluinya. Yang termasuk kelompok ini adalah si, sang dan per.

- Partikel yang ditulis serangkai dan ditulis terpisah dengan kata yang mendahuluinya, yaitu partikel pun. Partikel pun yang ditulis serangkai jumlahnya terbatas, sedangkan pun yang ditulis terpisah banyak ditemukan dalam bahasa sehari-hari.

(23)

BAB II

PEMBAHASAAN

2.1 FUNGSI PARTIKEL DALAM BAHASA BATAK KARO

Dalam bahasa Batak Karo, partikel memiliki lebih dari satu fungsi, ataupun pemaknaan bergantung pada lingkungan di mana partikel tersebut digunakan. Misalnya, partikel kin dan nge memiliki pemaknaan yang bervariasi, bergantung pada apakah partikel tersebut digunakan pada pertanyaan “ya/tidak”, kalimat deklaratif atau kalimat perintah dan pada kalimat imperatif atau kalimat tanya.

Dari segi fungsinya, partikel dalam bahasa Batak Karo dapat dibedakan ke dalam tiga golongan yaitu: Partikel Penghalus, Partikel Penegasan/Emfasis, dan Partikel Wacana.

2.1.1 Partikel Penghalus

Partikel Penghalus, yaitu Partikel yang berfungsi untuk melemahkan daya imperatif atau deklaratif kalimat di mana partikel tersebut digunakan (Woollams, 2004:357). Partikel penghalus semuanya diterjemahkan sebagai HLS. Partikel penghalus dalam bahasa Batak Karo dibagi atas:

1. Min

Dalam bahasa Batak Karo Partikel min ini berfungsi untuk menyampaikan pengharapan, dorongan atau usul untuk melakukan sesuatu atau yang seharusnya sudah dilakukan.

(24)

Contoh:

- Kinisempaten enda ula min ipulahindu! Kesempatan ini jangan HLS.biar.lewat.kamu “Jangan kamu biarkan kesempatan ini berlalu !” - Aturen min mehuli perbahanenndu man aku.

pengaturan HLS baik.itu perbuatan kamu pada saya “Seharusnya tingkah lakumu baik pada saya”.

- I jenda min ndai kam tading, ma la bage serana akapndu.

jika di sini HLS tadi kamu tinggal tidak demikian sulit. Perasaan.dia

“Seandainya kamu tinggal di sini, tentu kamu merasa tidak sesulit ini.

- Adi banci min ia ikut ku tiga. kalau bisa HLS dia ikut pasar “Kalau bisa dia ikut ke pasar”.

2 . Lah

Partikel ini kebanyakan digunakan pada kalimat imperatif dengan pemaknaan hortatoris (menasihati).

Contoh:

- Tutus lah ateta erlajar maka kita naik kelas.

maka serius.HLS hati.milik.kita belajar supaya kita naik kelas “Maka marilah kita belajar dengan tekun supaya kita naik kelas”

(25)

- Man lah kita lebe, maka lawes. makan HLS kita depan,supaya pergi “Makanlah kita dulu supaya berangkat”.

Bila digunakan setelah kata penegas, maka partikel lah akan memperlunak, bahwa si pembicara berpendirian tidak teguh akan pernyataan yang diucapkannya.

Contoh:

- Adi la lah kam mela, rimpal kuakap kita.

jika tidak HLS kamu malu jadi.sepupu saya.pikir kita

“Jika kamu tidak merasa malu, saya pikir kita bersaudara sepupu”.

- La lah man sampaten ndia, permen ? tidak HLS untuk menolong keponakan “Tidakkah saya perlu bantu, keponakan ?”

3 . Gia

Pada kalimat deklaratif, partikel ini berfungsi untuk mengekspresikan sikap pasrah dan pengharapan.

Contoh:

- Man gia kam lebe, gelah ula kelihen.

makan HLS kamu dulu,supaya tidak kelaparan “Makanlah kamu dulu, supaya tidak kelaparan”.

(26)

- Ras gia kita, gelah ula aku mampa.

bersama HLS kita,supaya jangan saya kesasar

“Kita boleh bersama-sama., supaya aku tidak kesasar”. - Sinik saja ia, gia la mehuli perbahanenku.

diam saja dia. HLS dia baik perbuatan.saya “Dia diam, walaupun perbuatan saya tidak baik”.

Pada kalimat imperatif, partikel gia mengekspresikan larangan secara lunak. Contoh:

- Ula gia lebe kam lawes. jangan HLS depan kamu pergi “Jangan dulu kamu pergi”.

- Ula gia pekeri – keri sen e, ulin isusun.

jangan HLS.belanja uang itu lebih.baik PAS.timbun

“Janganlah kamu membelanjakan semua, lebih baik ditabung”. Kata gia juga digunakan sebagai kata sambung (meskipun).

Contoh:

- Ia lawes sekolah, gia wari udan. dia pergi sekolah,HLS hari hujan “dia tetap sekolah, meskipun hari hujan”.

(27)

2.1.2 Partikel Emfasis/Penegas

Partikel Penegasan, yaitu partikel yang menyatakan berbagai derajat dominant akan berbagai konstituen yang diikutinya. Partikel ini juga didampingi oleh pemaknaan sikap (Woollams, 2004:359). Partikel ini diterjemahkan sebagai EMF. Dalam bahasa Batak Karo yang termasuk ke dalam partikel ini adalah:

1. Kel

Partikel kel berfungsi untuk menegaskan maksud kepada lawan bicara. Contoh:

- Pekpekna kel aku ndai salu kayu. pukul.dia EMF saya tadi dengan kayu “Dia memukul saya dengan tongkat”.

- Mbera-mbera perbahanenndu e lit kel gunana man banta kerina. semoga perbuatan.kamu.ini ada EMF guna.milik.itu kepada kita semua

“Semoga perbuatanmu ini ada gunanya bagi kita semua”. - Kakangku kel kam kuakap.

kakak.milikku EMF kamu saya.anggap

“Saya menganggap kamu benar-benar sebagai seorang kakak”. - Adi kam kel nuruhsa, banci kuamburkan jala e.

jika kamu EMF AKT.perintah.itu mampu saya .tebar jala itu “Jika kamu yang memerintahkannya, saya dapat menebarkan jala itu”.

(28)

- Enterem kel kalak reh ku rumah ndahi nande. banyak EMF orang datang kerumah menjenguk ibu “Banyak sekali orang datang ke rumah menjenguk ibu”.

2. Jine

Pada kalimat deklaratif, partikel jine berfungsi untuk menegaskan sesuatu yang bertentangan dengan apa yang mungkin diyakini oleh si lawan bicara.

Contoh:

- Jumpa ia ras nipe sawa, ringkina jine !

jumpa dia dengan ular sawah ular.jantan.itu EMF “Ia bertemu dengan ular sawah, jantannya pula !” - Keleng kal jine ateku kam !

cinta EMF hati.milikku kamu “Saya cinta kamu !”

- La kam nggit make baju enda, meherga jine kutukur! tidak kamu ingin.pakai baju ini mahal EMF tadi saya.beli “Kamu tidak ingin memakai baju ini, padahal mahal harganya saya beli!”

- Aku jine ngidahsa nderbih ia nangko ndai. saya EMF.lihat.dia kemarin dia mencuri “Saya kemarin yang melihat dia mencuri”.

(29)

- La jine aku ku jah perbahan udan. tidak EMF saya ke sana perbuatan hujan “Sayatidak ke sana kemarin hujan”.

3. Kap

Partikel ini berfungsi untuk mengekspresikan keyakinan teguh si pembicara akan apa yang disampaikannya.

Contoh:

- Aku kap dalin, ketuhu-tuhun, dingen kegeluhen. saya EMF jalan kebenaran dan kehidupan “Akulah jalan, kebenaran dan kehidupan”. - Endam kap ulih latihndu ndube.

ini.EMF hasil capek.kamu waktu itu “Inilah hasil kerja kerasmu”.

- Ula tukur uis e, sebab barang tangkon kap e ! jangan.beli kain itu karena barang curian EMF itu “Jangan beli kain itu, karena itu barang curian !” - Lanai kap lit dalanta jumpa.

tidak.lagi EMF ada jalan.kita berjumpa “Tidak ada lagi jalan kita untuk bertemu”

(30)

4. Bo

Partikel bo digunakan setelah kata-kata la, lenga, dan lanai. Partikel ini berfungsi untuk memperhalus maksud yang disampaikan.

Contoh:

- La bo dalih kam lawes.

bukan EMF hambatan kamu pergi “Tidak masalah walaupun kamu pergi”. - Perukuren si bage rupana la bo man usihen.

pemikiran seperti rupa.milik.dia tidak EMF untuk ditiru “Cara berpikir seperti itu tidak perlu ditiru”.

- Lenga bo pernah ia reh ku jenda. belum EMF pernah ia datang ke sini “Ia belum pernah datang ke sini”. - Lanai bo kutulisi kari dinding e.

Tidak lagi EMF aku AKT.tulis.itu dinding itu “Saya tidak akan menulis dinding itu lagi”.

5. Ndia

Partikel ini terbatas pemakaiannya dalam kalimat tanya dan menyatakan keraguan atau kekurangyakinan dalam diri si pembicara.

Contoh:

- Kai ndia luahta man permenta e?

apa EMF kita.bawa kado.kita ke pesta keponakan.kita tadi “ Apa kita bawa kado, ke pesta keponakan kita itu”.

(31)

- Kai ndia ninta man bana ? apa bilang.kita EMF untuk dia

“Apa yang kita katakan kepadanya ?” - Ija ndia banna senna ?

dimana EMF untuk.kita uang.milik.dia “Dimana dia menyimpan uangnya?”

6. Keh

Dalam kalimat pernyataan (kalimat berita), partikel ini berfungsi untuk memperkuat gagasan ketidaktentuan.

Contoh:

- Enggo ertahun-tahun keh ia ringan i jah. sudah tahun.dan.tahun EMF dia tinggal di sana “Sudah bertahun-tahun ia tinggal di sana”.. - Piga-piga kali keh itajakna beltekna.

beberapa kali EMF.tombak.dia perut.dia “Dia menikamnya beberapa kali”.

- Enggo ndekah aku sakit, ku dokter la malem, tambari la malem, enggo ku ja keh deba tambari la malem.

sudah lama saya sakit,ke dokter tidak sembuh.obati tidak sembuh sudah ke mana EMF lain. obat tidak sembuh

“Sudah lama saya sakit, ke dokter tidak sembuh, diobati tidak sembuh, entah ke mana saja diobati tidak sembuh juga”.

(32)

Apabila keh terdapat dalam kalimat yang memerlukan jawaban, maka partikel ini menyatakan “kejengkelan” dari si pembicara.

Contoh

- Kai keh isi kujamna maka gelemna lalap.

apa EMF isi dompet.dia.karena pegang.dia sering “Apa sajakah isi dompetnya maka selalu dipegangnya”.

7. Kang

Partikel ini berfungsi sebagai penciri interogatif netral dalam sebuah kalimat pertanyaan “ya/tidak”. Dapat ditambahkan bahwa partikel ini memiliki tiga arti yang berbeda.

A. Dalam jawaban terhadap pertanyaan “ya/tidak”, partikel ini menyatakan persetujuan umum, yang bernadakan keberatan atau keragu-raguan.

Contoh:

- P: Meriah ndai i tiga ? J: Meriah kang.

ramai tadi di pasar ramai EMF Ramai tadi di pasar ? Ramai jugalah.

- P: Angkandu kang kai siturekenna J: Kuangka kang,

tapi la kerina kal.

PAS.mengerti.kamu apa saya.mengerti EMF

(33)

Apakah kamu mengerti apa yang tapi tidak semua EMF

dibicarakannya Ya, saya mengerti

Tapi tidak semuanya.

B. Dalam kalimat pernyataan, partikel ini dapat berarti ”juga”. Contoh:

- Kota Medan galang, Padang pe galang kang. kota Medan besar Padang besar EMF

“Kota Medan besar, Padang pun besar juga”.

- Adi nggit kita mindo, tentu nggit kang nge kita mere. kalau mau kita.minta tentu mau EMF kita AKT.beri “Kalau kita mau meminta, tentu kita juga mau memberi”.

C. Partikel kang berfungsi untuk menyatakan sesuatu yang terjadi dan bertentangan dengan harapan, maka artinya: “masih juga”.

Contoh:

- Enggo rusur ia irawai, tapi lalap kang ia lenga robah. sudah sering dia di.marahi,tapi sering EMF tidak bertobat “Dia sudah sering dimarahi, tapi tidak bertobat juga”. - Rusur enggo aku erlajar, tapi lalap kang la kudat.

sering sudah saya belajar tapi terus EMF tidak EMF saya.dapat “Saya sudah belajar terus-menerus, tapi masih belum mengerti”. Dalam arti yang kedua, partikel kang sering dipendekkan menjadi ka apabila diikuti kata nge.

(34)

Contoh:

- Bage pe nggit ka nge aku, perban kam mehuli. seperti.itu juga mau EMF saya karena

“Begitu pun saya mau juga, karena kamu baik”. - Ula kam berjut, adi ikut ka nge kam lawes.

jangan kamu cemberut,kalau ikut EMF kamu pergi

“Jangan kamu cemberut, kalau ikut juganya kamu pergi”.

8. Kin

Partikel ini digunakan pada pertanyaan isi, di mana pertanyaan yang digunakan untuk mengawali suatu percakapan. Pada kalimat deklaratif, partikel kin berfungsi untuk memperkuat penegasan terhadap kata yang diikutinya, dengan pemaknaan “demikianlah adanya, benarlah bahwa”

Contoh:

- Ulin kin siukuri lebe mbages-mbages maka belasken.

lebih.baik EMF kita.pikir.lebih.dahulu dalam-dalam supaya dikatakan

“Sebaiknya kita pikirkan baik-baik sebelum diungkapkan”. - Adi uis nande Ati ah, labo kin man pinjamen, sebap ia degil.

jika kain ibu Ati itu tidak EMF untuk pinjaman karena dia kikir “Kalau kain ibu Ati, tidak usah kamu pinjam karena dia sangat kikir”.

(35)

Pada kalimat imperatif, partikel kin juga bermakna penegasan untuk memperingatkan atau menegur si lawan bicara.

Contoh:

- Ula kin tawai adi temanta latih.

jangan EMF.tawa.kalau teman.kita capek

“Janganlah menertawakan teman dia yang sengsara”. - Adi enggo mbelin, rukur kin !

jika sudah besar pikir EMF

“Jika sudah dewasa, berpikirlah seperti orang dewasa !”

9. Nge

Pada kalimat deklaratif, partikel nge mengisyaratkan keyakinan teguh si pembicara akan kebenaran pernyataan yang disampaikannya.

Contoh:

- Kuinget nge lalap kerna ukurndu mehuli e man bangku.

saya.ingat EMF selalu mengenai pikiran.milikmu bagus itu untuk aku

“Saya selalu ingat akan kebaikanmu”. - Mbue nari nge senndu !

lagi lebih EMF uang.milikmu “Banyak sekali uangmu !”

Sebagai jawaban terhadap pertanyaan”ya/tidak”, partikel nge ini berfungsi untuk memperkuat makna penyampaian dengan menghapuskan atau menentang keraguan yang ada pada si penanya.

(36)

Contoh:

T: Siat nge kari rumahna ah inganta pulung ?

tampung EMF kemudian rumah.miliknya tempat.kita berkumpul

“Muatkah nanti rumahnya itu tempat kita berkumpul?” J: Siat nge !

tampung EMF “Tentu saja !”

Bila digunakan mengikuti suatu frase kata benda, partikel nge mengandung pemaknaan “(frase kata benda) ini, bukan yang lain”.

Contoh:

- Si Anto nge si nulisi dinding e, guru ! titel Anto EMF yang.tulis.dinding itu guru “Antolah yang menulisi dinding itu, Guru !” - Salahndu e nge, icakapina pe la kam nggit ngerana.

kesalahan.milikmu itu EMF di.bicaranya.dia meski tidak kamu bersedia bicara

“Ini salahmu, meskipun dia telah berbicara kepadamu, kamu tidak bersedia berbicara kepadanya”.

- Ia nge kalak si megegehna i kuta enda. dia EMF orang yang terkuat di kampung ini “Dialah yang terkuat di kampung ini”.

(37)

Jika partikel nge digunakan pada akhir kalimat sesudah kata yang diakhiri dengan fonem /a/, maka partikel ini mengalami pemendekan menjadi –ng. Contoh:

- I jenda nge ! I jendang !

di sini EMF “Disinilah !”

- Kerinana nge ! Kerinanang !

semua.milik.itu EMF “Semuanyalah !”

- La nge ! Lang !

tidak EMF “Tidak !”

Sebaliknya, jika partikel nge digunakan sebelum kata e (itu), partikel ini mengalami pemendekan menjadi ng-:

Contoh:

- Payo nge e ! Payo nge !

benar EMF itu “Benarlah itu !”

(38)

10. Pe

Partikel ini memiliki berbagai fungsi yang umumnya bersifat emfasis/penegasan. Partikel ini digunakan sebagai kata sambung konsesif. Partikel pe kerap dimaknai sebagai “pun”.

Contoh:

- Bagi anak perana si deban, aku pe ikut ertempur. seperti kaum.muda yang lain saya EMF ikut bertempur “Saya pun ikut bertempur, seperti pemuda lainnya”.

- Kataken bujur man Dibata ras pindo pe pemasu-masu ibas Ia nari. bilang terima.kasih kepada Tuhan dan (PAS).minta EMF berkat di Dia dari

“Berterima kasihlah kepada Tuhan dan minta juga berkat dari-Nya”.

- Anak-anak, singuda-nguda, bage pe tua-tua, kerina reh ku tengah kesain.

anak-anak para.pemudi seperti.itu EMF kaum.dewasa semua datang ke tengah alun-alun

“Anak-anak, para pemudi, dan kaum dewasa pun ikut hadir ke tengah alun-alun desa”.

Jika digunakan pada lingkup kata penegas, partikel pe dimaknai sebagai “pun, dan sama sekali”.

(39)

Contoh:

- Aku, sitik pe lanai kuinget ise gelarna anakta ndai.

saya,sedikit EMF tidak.lagi saya.ingat siapa nama.miliknya anak.kita tadi

“Sama sekali saya tidak ingat nama anak kita”. - Sada pe la lit erteman ras ia.

satu EMF tidak ada berteman dengan dia

“Tidak ada satu pun yang berteman dengannya”. - Aku sitik pe la kuangka kai maksudndu.

saya sedikit EMF tidak saya.mengerti apa maksud.kamu “Sedikit pun tidak saya mengerti apa maksudmu”.

Bila digunakan setelah kata tanya, partikel pe menghasilkan bentuk ekspresi tak tentu.

Contoh:

- I japa nari pe enggo ilegi guru lako nambarisa, tapi sada pe la ngasup pemalem pinakitna e.

di mana dari EMF sudah.ambil dukun untuk mengobati dia,tapi satu tidak sanggup membuat.sembuh penyakit.milik.dia itu

“Para dukun sudah dipanggil dari segala penjuru untuk mengobatinya, namun tidak satu pun dari mereka yang mampu menyembuhkan penyakitnya”.

- Kai pe la kubaba kukerja anakta ndai.

apa EMF tidak saya.bawa ke pesta anak.kita tadi “Saya tidak membawa apa pun, ke pesta anak kita itu”.

(40)

Partikel pe digunakan pada bagian akhir dari seluruh rangkaian susunan dengan pemaknaan penegasan.

Contoh:

- Mbiar kita enggo ngidah ayona ndai pe.

khawatir kita sudah.lihat.muka.miliki.dia tadi EMF “Sudah ketakutan kita melihat mukanya dia”. - Ntebu akapna nginemsa tambarna ndai pe.

manis.pikir.dia.minum.itu obat.milik.dia tadi EMF “Dia merasa manis meminum obatnya”.

Partikel pe sering digunakan sebagai penanda frase kata benda subjek pada awal kalimat yang telah mengalami penggesaran ke depan dari posisi setelah predikat normalnya. Selain dari fungsinya untuk mendampingi kata benda/dibendakan yang mengalami pengedepanan ini, sulit untuk menjelaskan secara tepat akan fungsi maupun penerapan status wacana khusus apa pun terhadap frase kata bendanya, karena frase kata benda yang di tandai pe ini sering mengacu pada suatu penanda tertentu yang hanya berperan secara marjinal atau tidak penting di dalam wacana dan rujukannya hanya muncul sekali secara sekilas saja. Untuk kejelasannya, pemunculan partikel pe ini ditandai dengan cetak garis bawah pada contoh berikut ini:

- Bage me nimai-nimai wari gelap. Erkata me pet-pet ras manuk-manuk si deban si kabang ndarami nakan berngi. Beru Ginting pe enggo ngadi ngandung, sebap enggo latih akapna. Matana pe enggo besar ndekahsa ngandung. Takalna pe igejapna mesui. E maka idaramina inganna si banci ia nggalangken bana.

(41)

demikian menunggu hari gelap buat.suara EMF pet-pet dan burung-burung lain terbang AKT.cari makanan malam perempuan Ginting sudah berhenti menangis karena sudah letih.rasa.dia mata.milik.dia tempat.milik.dia mampu dia.baring diri.sendiri

“Demikianlah hari mulai menjelang malam. Cengkerik mulai mengerik dan burung-burung pun beterbangan mencari makan malam mereka. Beru Ginting pun sudah berhenti menangis karena ia sudah merasa lelah. Matanya pun menjadi bengkak akibat tangis yang berkepanjangan. Kepalanya terasa sakit, sehingga ia pun mencari tempat baginya untuk berbaring malam itu”.

Status dari “Beru Ginting” pada penuturan di atas bersifat sentral karena dia merupakan tokoh utama dari kisah tersebut. Namun, unsur-unsur lain yang ditandai pe- yakni matanya dan kepalanya-sulit untuk dikatakan bersifat “topik” dari segi penting apa pun. Setelah menyinggung singkat kedua unsur ini, kisah pun segera berlanjut ke pokok bahasan berikutnya. Dari ringksan ini sulit bagi kita untuk menyimpulkan bahwa partikel pe ini ada memiliki fungsi lain lebih daripada sekedar untuk menandai suatu frase kata benda “menyimpang posisinya” sebagaimana adanya.

(42)

2.1.3 Partikel Wacana

Partikel Wacana berfungsi sebagai Partikel Penghalus yang menghubungkan suatu frase aposisi yang kurang terjalin baik dengan kata pokok yang mendahuluinya (Woollams, 2004:369). Ada sejumlah partikel yang memiliki berbagai fungsi berbeda yang terkait dengan wacana. Partikel ini diterjemahkan PART. Dalam bahasa Batak Karo Yang termasuk ke dalam partikel wacana adalah sebagai berikut:

1. Emkap

Partikel ini pada dasarnya berfungsi sebagai kopula subjek-predikat pada kalimat jati diri, khususnya jika salah satu maupun kedua konstituennya cukup panjang untuk diutarakan. Partikel ini diterjemahkan LINK.

Contoh:

- Si bene e emkap kerbo, lembu, ras kuda. REL hilang itu LINK kerbau lembu dankuda “Yang hilang itu adalah kerbau, lembu, dan kuda”. - Gelarna emkap ‘tenggiang’.

nama.milik.itu LINK nama.sejenis.pakis “Namanya adalah tenggiang”.

(43)

- Si man arihenken emkap kerna wari berkatta ras peralatenta kerina.

yang untuk mendiskusikan LINK mengenai hari keberangkatan.milik.kita semua

“Hal yang perlu dibicarakan adalah hari keberangkatan dan peralatan kita semua”.

Partikel emkap ini kadang-kadang mengalami pemendekan menjadi em. Contoh:

- Guru ibas kalak Karo em kalak si beluh nambari penakit.

dukun di orang Karo LINK orang yang pandai mengobati AKT.rawat penyakit

“Dukun di kalangan masyarakat Karo adalah yang dapat menyembuhkan penyakit”.

Partikel emkap juga berfungsi sebagai partikel penjelas yang menghubungkan suatu frase aposisi dengan kata pokok yang mendahuluinya.

Contoh:

- Kerina si nggeluh erdalin arah dalin e, emkap

semua yang hidup berjalan melalui jalan itu LINK kematian

kematen.

“Semua yang hidup harus melalui jalan itu, yaitu kematian”. - Ibahan Guru Diden me sada pengujin man Guru Pakpak Pitu

Sindalinen, emkap muat embun-embunen ibas lubang.

di.buat Guru Diden satu ujian untuk Guru Pakpak tujuh satu.perjalanan LINK.ambil sesajen dalam lubang

(44)

“Guru Diden mempersiapkan sebuah ujian bagi Guru Pakpak Pitu Sindalinen, yaitu memindahkan sesajen dari dalam lubang”.

2. Kunuken

Partikel ini merupakan partikel yang digunakan untuk membuka suatu kisah yang mengandung makna serupa dengan “pada suatu saat” atau “demikianlah kisah ini terjadi”. Partikel ini diterjemahkan sebagai INTRO.

Contoh:

- Nai-nai nina kunuken lit sada jelma…

dahulu.kala ucap.mereka INTRO ada satu orang

“Dahulu kala, demikianlah kisah ini terjadi, ada seseorang…” - E tubuh me kunuken ndube anak nini, dua diberu.

Itu lahir INTRO sebelumnya anak kakek dua anak.perempuan “Pada saat itu ada seorang nenek yang memiliki dua orang anak perempuan”.

3. Dage

Partikel ini mengisyaratkan pergesaran topik perbincangan, perubahan arah pikiran seseorang, maupun menggeser dialog kepada permis logis berikutnya.

Contoh:

- Adi bage lawes aku dage ku juma. kalau begitu pergi saya maka ke ladang Kalau begitu, pergi saya ke ladang”.

(45)

A: Ula pake rawit naka tualah.

jangan.pakai pisau.kecil.potong kelapa

Jangan gunakan pisau untuk membelah kelapa. B: Alu kai dage kutaka ?

dengan apa maka saya.potong “Dengan apa saya membelahnya ?” A: Sekin pake !

pisau.besar (PAS).pakai “Gunakan pisau !”

4. Me

Partikel me digunakan untuk berbagai macam konstituen dengan pemaknaan dan fungsi yang berbeda dengan yang lain. Bila digunakan sesudah kata yang diakhiri dengan bunyi huruf hidup, partikel ini sering mengalami pemendekan menjadi

–m.

Contoh: - Enda me. Endam.

ini EMF “ Inilah”.

Bila digunakan bersama dengan suatu predikat yang diperankan oleh kata kerja pasif dan kata kerja intransitif serta terkadang pula kata sifat, partikel me ini menandai sifat eventif yaitu menunjukkan perbuatan dan situasi yang membentuk inti dari narasi tersebut. Hal ini digambarkan pada contoh berikut di mana untuk maksud kejelasan, partikel me dan terjemahan dari predikat yang ditunjukkannya dicetak bergaris bawah di dalam versi terjemahan bebasnya.

(46)

Contoh:

- Ibas sada wari lawes me pengulu enda gawah-gawah sisada ngersak kuda. I tengah dalan, jumpa me ia ras sekalak diberu seh kel jilena rupana. Tergejap pe pusuh pengulu e ngenehen diberu e. E maka nusur me ia i das kudana nari, deherina me diberu e. Ibabana me diberu e ku kutana, niempoina. Gila me ate ndeharana ras pupusna e kerina ngenehen pengulu e. E maka meling me

pada satu hari pergi penghulu ini berjalan-jalan sendirian.naik kuda di tengah jalan jumpa dia dengan satu.orang perempuan hingga cantik. penampilan.milik.dia debar jantung penghulu itu.lihat perempuan itu dan maka turun dia dari.dekat.dia perempuan itu.bawa perempuan itu ke desa.milik.dia.nikah.dia benci hati istri.milik.dia dan anak.milik.dia itu semua.lihat perilaku penghulu itu dan maka korban.gosip dia selalu.buat anak.milik.dia dan istri.milik.dia itu

ia

rusur ibahan anakna ras ndeharana e.

“Pada suatu hari penghulu itu pergi berjalan-jalan senderian di atas kudanya. Di tengah jalan, ia berjumpa dengan seorang wanita yang sangat cantik. Ia sangat tertarik kepada wanita itu. Maka ia pun turun dari kudanya dan menghampiri wanita itu. Akhirnya ia membawa wanita itu ke desa dan menikahinya. Istri dan anaknya merasa benci dengan perbuatan penghulu itu. Dan ia pun menjadi sangat menderita dibuat oleh istri dan anak-anaknya”.

(47)

Selain menandai peristiwa utama pada narasi tersebut, bila digunakan mengikuti predikat pasif, partikel me juga berfungsi untuk menghilangkan keraguan akan peran dari frase kata benda inti yang terdapat pada kalimat pasif. Posisi setelah predikat partikel me pada kalimat kedua berikut ini membuktikan sebagai subjek (yaitu penderita) pada kalimat tersebut.

Contoh:

- E maka idalenken me putusen e, igeleh me Solmih ndai. dan maka .laksanakan keputusan itu.bunuh Solmih itu

“Maka keputusan itu pun dilaksanakan, Solmih pun dibunuh”. Partikel me ini juga dapat digunakan sesudah subjek berupa frase kata benda. Frase-frase ini biasanya sudah pernah disebutkan pada konteks yang tepat muncul sesudahnya (atau dapat dengan mudah dihadirkan kembali dari konteks wacana sekelilingnya sebagaimana halnya untuk kata ganti orang kedua). Untuk situasi seperti ini, partikel me mengacu pada salah satu peserta dari konteks tersebut dan mengetengahkannya untuk dijelaskan lebih lanjut.

Contoh:

- “Ola kam ngandung !” bagem nin Tulak Kelambir Gading. Pengayan-ngayanna tualang si Mande Angin. Inganna ertenun i das gumban si mbelin. Ia me minemsa kerina pawing si enggo leben.

jangan kamu menangis demikian. bilang.dia Tulak Kelambir Gading tempat.bertengger.milik.dia pohon.besar title Mande Angin tempat.milik.dia menenun di atas bonggol.kayu besar dia.bunuh. semua pawang.madu sudah lebih.dahulu

(48)

“Jangan menangis !” ujar Tulak Kelambir Gading. Tempat bertenggernya adalah pohon si Mande Angin dan tempat dia menenun adalah pada sebuah bonggol kayu besar. Dialah yang telah membunuh semua pawang madu yang pernah datang sejak dulu”.

- Adi lit bage buah kayu, em nipan. jika ada maka buah pohon itu.makan

“Jika ada buah pohon , itulah yang dimakan”.

- Kam ngenca anakku sisada. Kam me dilaki, kam me diberu. kamu saja anak.milikku sendiri kamu lelaki kamu perempuan “Kamulah anakku satu-satunya. Kamulah putraku sekaligus putriku”.

Hampir semua jenis konstituen keterangan dapat difokuskan dengan menggunakan partikel me.

Contoh:

- Ibas kuta e nari me ipilih seribu guna ngikuti perang. dalam kampung dari.pilih seribu untuk ikut perang.

“Dari kampung itulah, dipilih seribu untuk mengikuti perang”. - Tupung si e me ieteh Appung Barus si puna rumah e.

dan saat itu.tahu Appung Barus punya rumah itu

“Saat itulah diketahui Appung Barus yang mempunyai rumah itu adalah”.

- Bageme juma ierdangken. maka.ladang.tanam

(49)

“Demikianlah ladang ditanami”.

Pada kalimat imperatif, partikel me berfungsi sebagai penghalus dengan membuat perintah tersebut menjadi lebih lunak dan lebih bernada bersahabat.

Contoh:

- Berkat me kam, kempu ! berangkat kamu cucu

“Berangkatlah kamu, cucu !” - Nehen me ! Lembu la pang luar.

lihat lembu tidak berani keluar

“Lihatlah itu ! Lembu-lembu tidak berani keluar”. - Adi bage kin, ota me berkat.

jika demikian ayo berangkat “Jika demikian, ayolah pergi”.

Efek menghaluskan ini juga muncul saat partikel me ini digunakan setelah kata sifat tertentu serta predikat enggo (sudah).

Contoh:

- Enggo me, maksudndu enggo kueteh. sudah maksud.milikmu sudah saya.tahu “Sudahlah, saya sudah tahu maksudmu”.

(50)

2.2 BENTUK PARTIKEL DALAM BAHASA BATAK KARO

Partikel dalam bahasa Batak Karo pada umumnya berbentuk bebas artinya suatu partikel penulisannya tidak bersatu dengan kata yang mendahuluinya, seperti halnya dalam bahasa Indonesia bahwa suatu partikel ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya (walaupun ada yang ditulis serangkai). Namun kebebasan tersebut yang menjadi ciri khas yang membedakan partikel dalam bahasa Batak Karo dengan partikel dalam bahasa Indonesia. Bentuk partikel tersebut dapat terlihat dalam penggabungan beberapa partikel berikut.

2.2.1 Kombinasi Berbagai Partikel

Rangkaian dua partikel secara khas lazim dijumpai pada bahasa Karo dan kadang-kadang dapat muncul sebanyak tiga partikel. Pemaknaan yang dihasilkannya merupakan kombinasi dari pemaknaan masing-masing partikel tersebut.

1. Kombinasi antara partikel emfasis dengan partikel emfasis.

Contoh:

- La kal jine kami tenang adi melawen kenca kam ku rumah. tidak EMF EMF kami tenang kalu terlambat soal kamu ke

rumah

“Kami tidak tenang kalau kamu terlambat pulang ke rumah”.

- Ise kal nge ndia anak raja si ngersak kuda ah ?

siapa EMF EMF anak raja yang AKT. Naik kuda itu “Siapakah anak raja yang menunggang kuda itu ?”

(51)

- Ise kang nge si ngambekken suringku enda ? siapa EMF EMF yang .lempar sisir.milikku ini “Siapa pula yang membuang sisirku ini ?”

2. Kombinasi antara partikel emfasis dengan partikel penghalus. Contoh:

- Aku kin min ndeherana, sikap mis kubahan.

saya EMF HLS istri.milik.dia supaya langsung saya.buat

“Kalau saya yang menjadi istrinya, saya pasti sudah membereskan semuanya”.

3. Kombinasi antara partikel emfasis dengan partikel wacana . Contoh:

- Arah leparna lit me kap sekalak permakan kambing.

di seberang.milik.itu ada EMF EMF EMF satu.orang gembala kambing

“Di seberangnya ada seorang gembala kambing”. - Adi bage nina, aku pe lawes me lah ku deleng.

kalau demekian kata.dia saya EMF pergi EMF HLS ke pegunungan

(52)

Partikel-partikel diatas dapat disusun berdasarkan jenjangnya relatif terhadap konstituen yang diterangkan serta partikel-partikel lainnya sebagai berikut:

Konstituen yang Jenjang 1 Jenjang 2 Jenjang 3 Jenjang 4

Diterangkan ka me kap ndia

kang nge kin min

kal pe lah gia

bo

Pada umunya suatu partikel dari jenjang yang satu dapat berkombinasi dengan partikel lain yang bersebelahan sacara langsung dengan partikel lainnya. Namun tidak dijumpai adanya dua partikel yang berasal dari jenjang yang sama yang digunakan secara bersamaan.

2.2.2 PENENTU TOPIK

Penentu topik berfungsi untuk menerangkan unsur yang terletak pada awal kalimat yang menjadi kombinasi dalam membentuk suatu frase yang secara fonologis terpisahkan dari sisi kalimatnya (dalam pengucapan diisyaratkan melalui perhentian sementara, dan pada penulisannya dilambangkan dengan tanda koma).

Penanda topik ada yang terletak didepan, di belakang, dan juga yang letaknya secara bersamaan.

1. Penanda topik yang letaknya dimuka adalah: adi (kalau), bicara (kalau), dan kerna (mengenai).

(53)

Contoh:

- Adi aku, labo uga pa pe pang ndeherisa !

kalau saya tidak lagi bagaimana berani.dekat.itu “Kalau saya, biar bagaimanpun saya tidak berani

mendekatinya !”

- Adi ukurenna, nehen saja gambarta sanga kita gambar i tongging. kalau ukuran.milik.itu.lihat saja gambar.milik.kita bila kita. gambar di Tongging

“Kalau ukurannya, lihat saja foto kita saat berada di Tongging”. - Bicara aku, sitik pe la kueteh.

kalau saya sedikit tidak saya.tahu

“Kalau saya, sedikit pun saya tidak mengetahuinya”. - Kerna si enda, guru me metehsa.

mengenai yang ini dukun.tahu.itu

“Mengenai hal ini, dukunlah yang mengetahuinya”.

2. Penanda topik yang biasanya diletakkan di belakang adalah: pe dan ningen (maksudnya).

Contoh:

- Aku pe labo jelas man bangku.

saya EMF tidak lagi jelas kepada saya

(54)

- Ngembussa pe aku merincuh metehsa. tiup.itu EMF saya berhasrat.tahu.itu

“Untuk meniupnya pun (suling), saya ingin mempelajarinya”.

- Mari, ku rumah kita lebe. Rumahta pe ningku, labo

rumah, tapi asrama.

mari ke rumah kita lebih.dahulu rumah.milik.kita EMF bilang.saya tidak EMF rumah tapi asrama

“Mari ke rumah kita dulu. Sebetulnya bukan rumah, tetapi asrama”.

- Orang tua si dilaki ras si diberu si mupus lanai lit. Lanai lit ningen, enggo idilo Dibata.

orang tua yang lelaki dan yang perempuan yang.lahir tidak.lagi ada tidak.lagi ada maksudnya sudah.panggil Tuhan

“Orang tua, yang melahirkan aku sudah tiada, maksudnya sudah dipanggil Tuhan”.

3. Penanda topik yang digunakan secara bersamaan. Contoh:

- Adi kerna perlawesna, aku pe labo kueteh.

kalau soal kepergian.milik.dia saya EMF tidak lagi saya.tahu “Kalau soal kepergiannya, saya tidak mengetahuinya”.

(55)

- Bicara uga pe ningen man ia, ia lalap labo mbera rubah.

kalau bagaimana pun dibilang untuk dia,dia sering tidak.lagi semoga berubah

(56)

BAB III

SIMPULAN DAN SARAN

3.1 Simpulan

Dari penelitian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam bahasa Batak Karo,

partikel memiliki lebih dari satu fungsi, ataupun pemaknaan bergantung pada lingkungan di mana partikel tersebut digunakan.

a. Dari segi fungsinya, partikel dalam bahasa Batak Karo dapat dibedakan ke dalam tiga golongan yaitu: Partikel Penghalus, Partikel Penegasan/Emfasis, dan Partikel Wacana.

- Partikel Penghalus

Partikel Penghalus, yaitu Partikel yang berfungsi untuk melemahkan daya imperatif atau deklaratif kalimat di mana partikel tersebut digunakan. Partikel penghalus dalam bahasa Batak Karo dibagi atas:

1.Min 2.Lah 3.Gia

- Partikel Emfasis/Penegas

Partikel Penegasan, yaitu partikel yang menyatakan berbagai derajat dominant akan berbagai konstituen yang diikutinya. Partikel ini juga didampingi oleh pemaknaan sikap. Dalam bahasa Batak Karo partikel emfasis terbagi dalam:

1.Kel 2.Jine 3.Kap

(57)

4.Bo 5.Ndia 6.Keh 7.Kang 8.Kin 9.Nge 10.Pe - Partikel Wacana

Partikel Wacana berfungsi sebagai Partikel Penghalus yang menghubungkan suatu frase aposisi yang kurang terjalin baik dengan kata pokok yang mendahuluinya. Ada sejumlah partikel yang memiliki berbagai fungsi berbeda yang terkait dengan wacana. Dalam bahasa Batak Karo Yang termasuk ke dalam partikel wacana adalah sebagai berikut:

1.Emkap 2.Kunuken 3.Dage 4.Me

b. Bentuk Partikel Dalam Bahasa Batak Karo

Partikel dalam bahasa Batak Karo pada umumnya berbentuk bebas artinya suatu partikel penulisannya tidak bersatu dengan kata yang mendahuluinya, seperti halnya dalam bahasa Indonesia bahwa suatu partikel ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya (walaupun ada yang ditulis serangkai). Namun kebebasan tersebut yang

(58)

menjadi ciri khas yang membedakan partikel dalam bahasa Batak Karo dengan partikel dalam bahasa Indonesia. Bentuk partikel tersebut dapat terlihat dalam penggabungan beberapa partikel berikut.

- Kombinasi Berbagai Partikel

Rangkaian dua partikel secara khas lazim dijumpai pada bahasa Karo dan kadang-kadang dapat muncul sebanyak tiga partikel. Pemaknaan yang dihasilkannya merupakan kombinasi dari pemaknaan masing-masing partikel tersebut.

1. Kombinasi antara partikel emfasis dengan partikel emfasis. 2. Kombinasi anatara partikel emfasis dengan partikel penghalus 3. Kombinasi antara partikel emfasis dengan partikel wacana.

- Penentu Topik

Penentu topik berfungsi untuk menerangkan unsur yang terletak pada awal kalimat yang menjadi kombinasi dalam membentuk suatu frase yang secara fonologis terpisahkan dari sisi kalimatnya (dalam pengucapan diisyaratkan melalui perhentian sementara, dan pada penulisannya dilambangkan dengan tanda koma).

Penanda topik ada yang terletak didepan, di belakang, dan juga yang letaknya secara bersamaan.

2. Penanda topik yang letaknya dimuka adalah: adi (kalau), bicara (kalau), dan kerna (mengenai).

3. Penanda topik yang biasanya diletakkan di belakang adalah: pe dan ningen (maksudnya).

(59)

3.2 Saran

Penelitian ini hanya menjelaskan fungsi dan bentuk partikel dalam bahasa Batak Karo, sehingga terbuka kesempatan bagi peneliti lain untuk membahas persamaan dan perbedaan partikel antara bahasa Indonesia dengan partikel dalam bahasa Batak Karo, karena dalam penelitian ini belum dibicarakan. Dan diharapkan kepada penutur bahasa Batak Karo agar dapat menggunakan bahasa Batak Karo karena bahasa daerah merupakan bagian dari budaya yang perlu dilestarikan.

(60)

DAFTAR PUSTAKA

Agustien dkk, 1999. Buku Pintar Bahasa dan Sastra Indonesia. Semarang:Aneka Ilmu. Alwi, Hasan dkk, 1998. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka. Barus, Sanggup, 2006. Morfologi Bahasa Indonesia. Medan : Unimed.

Bangun, Kabar dkk, 1999. Kata Tugas Bahasa Karo. Jakarta : Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Jakarta, Pustaka Phoenix, 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Pustaka Phoenix.

Mahsun, 2005. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Ritonga, Perlaungan, 2002. Bahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi. Medan : Yandira Agung.

Rahardi, Kunjana, 2001. Serpih-Serpih Masalah Kebahasaindonesiaan. Yogyakarta : Adicita Karya Nusa.

Siregar, Ahmad Samin, 2003. Bahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi. Medan : USU Press.

Sudaryanto, 1993. Aneka Konsep Kedataan Lingual Dalam Linguistik. Yogyakarta : Duta Wacana University Press.

Surbakti, Bujur dkk, 1987. Struktur Bahasa Batak Karo. Jakarta : Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Tarigan, Henry Guntur, 1984. Pengajaran Ejaan Bahasa Indonesia. Bandung : Angkasa.

(61)

DAFTAR INFORMAN

1. Nama : Nasib Tarigan

Pekerjaan : Bertani

Agama : Kristen

Pendidikan : SLTP

Bahasa yang dikuasai : Bahasa Karo dan Indonesia

Alamat sekarang : Kampung Kuta Mbelin,

Kecamatan Tiga Panah, Tanah Karo

2. Nama : Sampat Sembiring

Pekerjaan : Bertani

Agama : Kristen

Pendidikan : SLTP

Bahasa yang dikuasai : Bahasa Karo dan Indonesia

Alamat sekarang : Kampung Kuta Mbelin,

Kecamatan Tiga Panah,Tanah Karo.

3. Nama : Ngaluri Sembiring

Pekerjaan : Bertani

Agama : Kristen

(62)

Bahasa yang dikuasai : Bahasa Karo dan Indonesia

Alamat sekarang : Kampung Kuta Mbelin,

Kecamatan Tiga Panah, Tanah Karo.

4. Nama : Barlin Sinuraya

Pekerjaan : Bertani

Agama : Kristen

Pendidikan : SD

Bahasa yang dikuasai : Bahasa Karo dan Indonesia

Alamat sekarang : Kampung Kuta Mbelin,

Kecamatan Tiga Panah, Tanah Karo.

5. Nama : Berani Sembiring

Pekerjaan : Bertani

Agama : Kristen

Pendidikan : SLTP

Bahasa yang dikuasai : Bahasa Karo dan Indonesia

Alamat sekarang : Kampung Kuta Mbelin,

Gambar

gambar di Tongging

Referensi

Dokumen terkait

Judul Kegiatan : Etnobiologi Masyarakat Adat Talang Mamak di Dusun Tua Datai dalam Penggunaan Zona Pemanfaatan Tradisional Taman Nasional Bukit Tigapuluh.. Nama

Dalam wawancara ini peneliti akan menanyakan beberapa pertanyaan secara mendalam yang berhubungan dengan evaluasi pelaksanaan manajemen program literasi perspektif CIPP di

Pembinaan kehidupan emosional (sangat bergantung kepada suasana kejiwaan yang diciptakan oleh orang tua dan kakak-kakaknya anak. Kadang-kadang anak belajar menahan diri, misalnya

yang tepat penggunaan insektisida abamektin untuk pengendalian lalat pengorok daun pada pertanaman kentang.. Aplikasi insektisida berbahan aktif abamektin dapat menekan

Ketika dikaitkan penyimpanan data atau informasi dari perpustakaan, perilaku pemustaka yang menggunakan layanan e book juga berbeda dengan pemustaka yang

Dari grafik lama waktu penyelesaian KTI mahasiswa Program Studi DIII Kebidanan tingkat akhir di STIKES ‘Aisyiyah Yogyakarta didapatkan hasil dengan presentase

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan: 1) Pembiasaan shalat Jumat di SD Muhammadiyah 3 Surakarta. 2) Pembiasaan shalat Jum’at sebagai upaya pembentukan

Hal ini karena kotak musik tersebut dapat digunakan setiap hari oleh siswa untuk mendengarkan musik yang disenanginya, dengan demikian semakin sering siswa